PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TRANSPARA PELAKSANAAN TRANSAKSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TRANSPARANSI
INFORMASI PENYELENGGARA PELAYANAN KESEHATAN

A. Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini masalah mengenai kesehatan masyarakat mulai mendapatkan perhatian
yang serius baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri, banyak berbagai
keluhan mengenai mutu pelayanan kesehatan yang kurang memuaskan dalam melayani
masyarakat, khususnya dalam mewujudkan mutu pelayanan kesehatan yang optimal bagi
setiap orang, yang dimana sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 yang dimana terdapat dalam pasal 28 H, kesehatan sebagai hak asasi, lalu
pasal 34 H fakir miskin dan orang terlantar kesehatannya wajib di tanggung oleh Negara
merupakan bagian dari kesejahteraan yang diperlukan dukungan hukum bagi
penyelenggara di bidang pelayanan keseahatan. Pada mulanya penyelenggara pelayanan
kesehatan hanya berupaya dalam pengobatan dan pemulihan kesehatan, namun seiring
dengan perkembangan jaman penyelenggaraan pelayanan kesehatan memerlukan upaya
pembangunan kesehatan secara menyeluruh, terpadu, transparan, dan berkesinambungan
yang mencakup antara lain :
- Promotif (Peningkatan) :

Penyelenggara


pelayanan

kesehatan

haruslah

meningkatkan mutu pelayanan yang sesuai dengan harapan masyarakat 1. Dengan
upaya sebagai berikut :
1). Penataan organisasi

1

Azrul azwar, menuju pelayanan kesehatan yang lebih bermutu, (Jakarta : yayasan
penerbitan ikatan dokter Indonesia, 1996), halaman 35.

1

Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan
uraian tugas yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas dengan
berpegang pada prinsip organization through the function.

2). Regulasi peraturan perundangan
Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan perundangan yang telah
ada dan diikuti dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut di
atas.
3). Pemantapan jejaring
Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan sistem
rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan,
sehingga dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.
4). Standarisasi
Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan, meliputi standar
tenaga baik kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode,
pencatatan dan pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus
distandarisasi.
5)Pengembangan sumber daya manusia
Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan
berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional, yang
kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan
inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi baik
perubahan secara lokal maupun global.
6). Quality Assurance

Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan
diikuti oleh perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan
untuk mencapai peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh
dianalysis dengan cermat ( root cause analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan
rancangan tindakan perbaikan yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang
2

berkepentingan. Semuanya ini dilakukan dengan pendekatan “tailor’s model“ dan
Plan- Do- Control- Action (PDCA).
7). Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan dengan membangun
kerjasama dan kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan baik yang bertaraf lokal atau
dalam negeri maupun internasional. Penerapan berbagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan
aspek pembiayaan.
8). Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi
Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan anggota sesuai
dengan standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.
9). Peningkatan kontrol sosial
Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan

pelayanan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan mutu
-

pelayanan.
Preventif (Pencegahan)

:

selain adanya tindakan promotif dari penyelenggara

pelayanan kesehatan, masyarakat diharapkan ikut serta dalam tindakan preventif,
dengan sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu
yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire
yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi
sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara
sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian
bagi seseorang atau masyarakat.
Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan
kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu :

a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, bumil, remaja, usila,dll) melalui
posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah
b. Pemberian Vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas, maupun dirumah
3

c. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui
d. Deteksi dini kasus dan factor resiko (maternal, balita, penyakit).
e. Imunisasi terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil.
-

Kuratif (Penyembuhan)

: Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati

anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan.
Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu :
a. Dukungan penyembuhan, perawatan, contohnya : dukungan psikis penderita TB.
b. Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari puskesmas dan rumah
sakit.
c. Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis dirumah, ibu bersalin dan nifas.

d. Perawatan tali pusat bayi baru lahir.
e. Pemberian obat : Fe, Vitamin A, oralit.
-

Rehabilitasi (Pemulihan) : Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderitapenderita yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang
menderita penyakit yang sama.
Usaha yang dilakukan, yaitu:
a. Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik seperti, patah tulang, kelainan
bawaan.
b. Latihan fisik tertentu bagi penderita penyakit tertentu misalnya, TBC (latihan nafas
dan batuk), Stroke (fisioterapi).

Untuk dapat mewujudkan kesetaraan kesehatan yang lebih baik dan dapat,
memuaskan masyarakat sebagai pengguna jasa penyelenggara pelayanan kesehatan,
4

harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi
penyelenggaraan pembangunan manusia seutuhnya yang berwawasan kesehatan,
yang merupakan bagian dari pembangunan nasional adalah adanyan jaminan atas
pemeliharaan kesehatan, dengan cara peningkatan :

1. Profesionalisme : penyelenggara pelayanan kesehatan harus mempunyai sumber
daya manusia yang professional agar pelayanan kesehatan tertangani dengan baik.
Dengan ciri-ciri sebagi berikut :
• Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.
• anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan.
• memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
• anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai dengan kode etik yang
berlaku.
• bebas -mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya.
• wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan.
• memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas
palayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya.
• pekerjaan/sumber utama seumur hidup.
• panggilan dan komitmen mantap.
• berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif.
• otonomi dalam melakukan tindakan.
• melakukan ikatan profesi.
• lisensi, jalur karier, mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik
serta altruisme.
Kegiatan tersebut tentu membutuhkan perangkat hukum kesehatan yang memadai.

Perangkat hukum kesehatan yang memadai maksudnya adalah adanya kepastian
hukum dan perlindungan menyeluruh baik hak dan kewajiban penyelenggara
pelayanan kesehatan maupun bagi pasien atau yang dapat disebut juga sebagai
konsumen yang mendapatkan pelayanan kesehatan.
Dalam kaitannya dengan pelayan kesehatan dalam masyarakat, pada dasarnya
terdapat 2 (dua) macam hak dasar yang bersifat individual, yaitu :

5

1. Hak atas informasi (the right to information) : Pasien selaku konsumen hendaknya
tetap dihormati haknya untuk mendapatkan informasi secara jelas, pasien atau
keluarganya diterangkan segala sesuatu yang berkenan dengan penyakitnya
maupun pengobatannya. Pasien berhak mengetahui prosedur perawatan yang akan
dialaminya, alternatif-alternatif lain apabila ada. Selain itu perlu seorang dokter
menjelaskan mengapa dipilih alternatif tersebut, termasuk resiko yang mungkin
saja dapat terjadi.
Informasi yang diberikan harus dalam bahasa yang dapat dimengerti dengan
uraian yang sesederhana mungkin namun cukup rinci, sehingga pasien atau
keluarganya mendapatkan gambaran yang jelas sebelum mengambil keputusan.
Tentu saja segala prosedur yang rumit dan sulit dimengerti oleh seorang awam,

tidak perlu dijelaskan.
Hal ini perlu dilakukan semata-mata untuk mencegah kemungkinan yang dapat
merugikan ke dua belah pihak.2
2. Hak untuk memilih (the right to choose) : Dalam hal ini pasien diberi kebebasan
tidak boleh dipaksakan oleh sesorang dokter dalam mengambil setiap keputusan
setelah mendapatkan informasi sejelas-jelasnya.3
Pasien harus mendapatkan kedua haknya tersebut, yang dimana sudah diatur dalam
undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang terdapat dalam pasal 168
ayat 1 dan 2 yang menyebutkan :
1. Untuk menyelenggarakam upaya kesahatan yang efektif dan efisien
diperlukan informasi kesehatan.
2

Dr. Harsono Martowijono, ed, Informasi dan Persetujuan Tindakan Medis, (Jakarta; Rumah
Sakit Pertamina Jakarta dan Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 1991), halaman 43.

3

Loc.cit.


6

2. Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
system informasi dan melalui lintas sector.
Pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan suatu hal yang sangat penting,
sehingga sangat diperlukan suatu kehati-hatian dan keprofesionalisme dari seoarang
tenaga kesehatan, untuk menunjang program tersebut dalam mewujudkan penyelenggara
pelayanan kesehatan yang baik, sangat diperlukan tenaga kesehatan yang lebih
professional dan bertanggung jawab baik dalam penanganan maupun dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
Kemampuan manajemen

kesehatan

yang

merupakan

kunci


dari

keberhasilan

pembangunan kesehatan pada saat ini belum sepenuhnya memadai. Beberapa hal yang
menjadi factor penyebabnya adalah masih belum memadainya system informasi
kesehatan untuk disebarluaskan kepada masyarakat, integrasi pelayanan kesehatan yang
belum berjalan dengan baik, dan belum mantapnya pengendalian dan pengawasan serta
penilaian program yang ditetapkan. Akhir-akhir ini media masa sering menyoroti dunia
pelayanan kesehatan khususnya mengenai kesenjangan hubungan antara pasien dan
dokter, penyediaan fasilitas yang kurang memadai. Umumnya sorotan tersebut lebih
ditujukan pada kekurangan pihak dokter dalam memenuhi hak-hak pasien, pemeriksaan
dokter yang tidak tepat waktu kurangnya informasi medis yang diberikan kepada pasien,
prosedur yang tidak jelas sehingga menyulitkan pasien (konsumen), perlakuan para medis
yang diskriminatif antara yang kaya dan yang miskin, pelayanan dokter yang tidak tepat
waktu akhirnya terdapat pasien yang meninggal sebelum mendapat pertolongan dan lainlain.
Dalam hal ini, pasien sebenarnya merupakan factor liveware. Pasien harus dipandang
sebagai subyek yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir layanan bukan sekedar

7

obyek. Hak-hak pasien harus dipenuhi mengingat kepuasan pasien menjadi pangkal
tuntutan hukum.
Pasien juga mempunyai hak dan kewajiban pada penyelenggara pelayanan kesehatan
sebagai konsumen, diantaranya :
o Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;
o Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
o Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
o Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan medis,
standar profesi dan standar prosedur operasional;
o Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
o Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
o Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;
o Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
o Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya (isi rekam medis);
o Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya;
8

o Memberikan persetujuan atau menolak sebagian atau seluruh tindakan yang akan
diberikan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengka
dengan pengecualian yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan;
o Didampingi keluarganya dan atau penasehatnya dalam keadaan kritis atau
menjelang kematian;
o Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal
itu tidak mengganggu pasien lainnya;
o Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit;
o Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
o Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
o Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana;
o Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain pasien mempunyai haknya, adapun kewajiban sebagai pasien juga harus di
jalankan, diantaranya :
 Mentaati segala peraturan dan tata tertib di Rumah Sakit
 Mematuhi segala instruksi Dokter dan Perawat dalam pengobatannya;
9



Memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang

diderita kepada Dokter yang merawat;
 Melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan Rumah Sakit dan/atau Dokter;
 Mematuhi hal-hal yang telah disepakati/diperjanjikan.
Pasien juga mempunyai harapan pada penyelenggara pelayanan kesehatan, diantaranya :
 Realiability (kehandalan) : Pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera


dan memuaskan.
Responsiveness (daya tanggap) : Membantu dan memberikan pelayanan dengan
tanggap tanpa membedakan unsur SARA (Suku, Agama, Ras, dan Golongan)




pasien.
Assurance (jaminan) : Jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan
Emphaty (empati) : Komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan

pasien/konsumen.
Saat ini masyarakat menyadari hak-haknya sebagai konsumen dari penyelenggara
pelayanan kesehatan, yang sering kali terabaikan oleh pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan.4 Sehingga seringkali mereka secara kritis mempertanyakan tentang penyakit,
pemeriksaan, pengobatan, serta tindakan yang akan diambil berkenaan dengan
penyakitnya. Bahkan tidak jarang mereka mencari pendapat kedua, hal tersebut
merupakan hak yang selayaknya dihormati oleh pemberi pelayanan kesehatan.
Memang harus diakui bahwa hak-hak konsumen kesehatan masih cenderung sering
dikalahkan oleh kekuasaan pemberi pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, yang
memprihatinkan, kekelahan tersebut bisa

berupa kerugian moral dan material yang

cukup besar.
Padahal konsumen/pasien sudah di lindungi dengan hukum perlindungan konsumen,
yaitu berupa undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang
dimana para konsumen jika mendapatkan suatu keluhan atau merasa haknya diabaikan,
seharusnya konsumen/pasien dapat mengadukan ke pelayanan pengaduan di rumah sakit
4

Azrul Azwar, op.cit., halaman 226.

10

atau puskesmas sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan, sebelum
konsumen/pasien tersebut mengadukan ke badan yayasan lembaga konsumen Indonesia
atau lembaga yang terkait dengan perlindungan konsumen, agar keluhan mereka
ditampung, jika pihak penyelenggara pelayanan kesehatan tidak mempunyai tempat
pelayanan pengaduan.

11