Pertemuan 5 Model Pembelajaran Ips

MODEL PEMBELAJARAN IPS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi bahan kajian: sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi. Bahan kajian itu menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata
pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari
baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat. Dalam
implementasinya, perlu dilakukan berbagai studi yang mengarah pada peningkatan efisiensi
dan efektivitas layanan dan pengembangan sebagai konsekuensi dari suatu inovasi
pendidikan. Salah satu bentuk efisiensi dan efektivitas implementasi kurikulum, perlu
dikembangkan berbagai model pembelajaran kurikulum.
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang
dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah
Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Model pembelajaran
terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik.

Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung,
sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesankesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat
menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan
aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh
terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar lebih
menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang relevan akan membentuk
skema (konsep), sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang
kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.
Atas dasar pemikiran di atas, maka dalam rangka implementasi Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar serta untuk memenuhi ketercapai pembelajaran, maka diperlukan
pedoman pelaksanaan model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs. Hal ini
penting, untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran terpadu yang dapat menjadi
acuan dan contoh konkret dalam kerangka implementasi Standar Kompetensi Dan
Kompetensi Dasar.
B. Rumusan Masalah
Dalam pelaksanaannya di sekolah SMP/MTs pembelajaran IPS sebagian besar masih
dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing (sosiologi,

sejarah, geografi, ekonomi) tanpa ada keterpaduan di dalamnya. Hal ini tentu saja
menghambat ketercapaian tujuan IPS itu sendiri yang dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabangcabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, budaya). Hal ini
disebabkan antara lain: (1) kurikulum IPS itu sendiri tidak menggambarkan satu kesatuan

yang terintegrasi, melainkan masih terpisah-pisah antarbidang ilmu-ilmu sosial; (2) latar
belakang guru yang mengajar merupakan guru disiplin ilmu seperti geografi, sejarah,
ekonomi, dan sosiologi, antropologi sehingga sangat sulit untuk melakukan pembelajaran
yang memadukan antardisiplin ilmu tersebut; serta (3) terdapat kesulitan dalam pembagian
tugas dan waktu pada masing-masing guru ”mata pelajaran” untuk pembelajaran IPS secara
terpadu. (4) meskipun pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang baru namun para
guru di sekolah tidak terbiasa melaksanakannya sehingga ”dianggap” hal yang baru
Tantangan guru dalam mengajar akan semakin kompleks. Siswa-siswi pada masa kini
cenderung mengharapkan para gurunya mengajar dengan enjoy dan menggairahkan.
Persoalannya adalah ketika para guru masih malu-malu atau kurang sekali dalam melakukan
uji coba perihal model mengajar. Setuju atau tidak model atau metode mengajar itu akan
sangat menentukan dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri.
Masih cukup banyak, para guru yang memakai secara istiqomah model atau metode
ceramah. Tentu model ceramah bukan satu kesalahan, akan tetapi kalau terus-menerus
dipakai maka sudah barang tentu di samping suara guru akan habis dan siswa-siswi akan

jenuh pula.Oleh karenanya mencari, memilih dan memilah model-model pembelajaran yang
sekiranya akan menggairahkan perlu terus dilakukan oleh guru.
BAB II
PEMBAHASAN MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPS
1. Model Kooperatif
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif merupakan langkah implementasi dari rencana
pembelajaran kooperatif, berisi rincian dari prosedur pembelajaran. Sama dengan pada
prosedur ada empat langkah utama yang merupakan sintaks dari model pembelajaran
kooperatif hasil pengembangan, yaitu langkah: orientasi, eksplorasi, pendalaman dan
penyimpulan. Langkah Orientasi atau kegiatan awal pembelajaran merupakan langkah untuk
mendorong kelas memusatkan perhatian terhadap pembelajaran; Langkah Eksplorasi atau
kegiatan inti pertama, merupakan langkah untuk mengajak dan mendorong siswa untuk
mencari dan menemukan fakta, pengetahuan, masalah dan pemecahan; Langkah Pemantapan
atau kegiatan inti kedua, merupakan langkah untuk memperdalam, memperluas,
memantapkan, memperkuat penguasaan materi dan kemampuan yang telah dicapai pada
langkah eksplorasi; dan Langkah Penyimpulan atau kegiatan akhir pembelajaran, merupakan
langkah untuk menyimpulkan atau merangkumkan.
2. Model Inkuiri
a. Makna Pembelajaran Inkuiri
Model inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada

pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan kreatif. Inkuiri
adalah salah satu model pembelajaran yang dipandang modern yang dapat dipergunakan
pada berbagai jenjang pendidikan, mulai tingkat pendidikan dasar hingga menengah.
Pelaksanaan inkuiri di dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada
pandangan dasar bahwa dalam model pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk
mencari dan mendapatkan informasi melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada
hakekatnya merupakan penerapan metode ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun
dapat dilakukan terhadap berbagai pemecahan problem sosial. Savage Amstrong
mengemukakan bahwa model tersebut secara luas dapat digunakan dalam proses
pembelajaran Social Studies (Savage and Amstrong, 1996). Pengembangan strategi
pembelajaran dengan model inkuiri dipandang sanagt sesuai dengan karakteristik materil
pendidikan Pengetahuan Sosial yang bertujuan mengembangkan tanggungjawab individu
dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai anggota masyarakat dan warga negara.
b. Langkah-langkah Inkuiri

Langkah-langkah yang harus ditempuh di dalam model inkuiri pada hakekatnya tidak
berbeda jauh dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikembangkan oleh John
Dewey dalam bukunya “How We Think”. Langkah-langkah tersebut antara lain:
 Langkah pertama, adalah orientation, siswa mengidentifikasi
masalah,

dengan pengarahan dari guru terutama yang
berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
 Langkah kedua hypothesis, yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis
yang dirumuskan sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari
penjelasan yang telah diajukan.
 Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah
diajukan dalam forum diskusi kelas untuk mendapat tanggapan.
 Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya
dalam pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari
hipotesis tersebut.
 Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari
dukungan atau pengujian bagi hipotesa tersebut.
 Langkah keenam generalization, pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah
sampai pada tahap mengambil kesimpulan pemecahan masalah (Joyce dan
Weil, 1980).
3. Model Pembelajaran VCT
a. Makna Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian
pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification
Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/

mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya
VCT berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang
suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang
positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau
pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan
diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116)
menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa tentang
bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk
kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
b. Langkah Pembelajaran Model VCT
Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa
cara, antara lain:
1. Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau
tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk
perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
a) Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
b) Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
c) Peserta didik merespon pernyataan guru
d) Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan

yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi
tersebut.
2. Teknik Lecturing
Teknik lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi
topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
a) Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
b) Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan
kode, misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
c) Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok
untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
3. Teknik menarik dan memberikan percontohan

Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior),
guru membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun
kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
4. Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut
untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang,
dan sebagainya.
5. Teknik tanya-jawab

Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan
pendapat pikirannya.
6. Teknik menilai suatu bahan tulisan
Teknik menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam
hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode
(misal: baik – buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik,
siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode penilaiannya.
Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk memberikan
tanggapan terhadap penilaian.
7. Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games). Dalam pilihan ini guru dapat
menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
4. Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)
a. Kebermaknaan Model Pendekatan ITM
Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS (ScienceTechnology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap
pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar
masih pada pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya
dengan dunia nyata yang integral. ITM dikembangkan kemudian sebagai sebuah
pendekatan guna mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan
lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari

informasi untuk meemcahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan kesehariannya.
Pendekatan ITM menekankan pad aktivitas peserta didik melalui penggunaan
keterampilanproses dan mendorong berpikir tingkat tinggi, seperti; melakukan kegiatan
pengumpulan data, menganalisis data, melakukan survey observasi, wawancara dengan
masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium dsb. Oleh karena itu, permasalahan tentang
kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak terlepas dari perkembangan ilmu dan
teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut peserta
didik menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan berdasarkan pada pengalaman
sendiri hingga mampu melahirkan kerangka pemecahan masalah dan tindakan yang dapat
dilakukan secara nyata. Karena itu, pendekatan ITM dipandang dapat memberi kontribusi
langsung terhadap misi pokok pembelajaran pengetahuan sosial, khusus dalam
mempersiapkan warga negara agar memiliki kemampuan: a) memahami ilmu
pengetahuan di masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warga negara, c) membuat
hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah perjuangan dan peradaban luhur
bangsanya.
b. Langkah Pendekatan ITM
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan
ITM antara lain:
1. Menekankan pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah
memiliki sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di

lingkungan keluarga dan masyarakat.
2. Peserta didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat
menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan lainnya) untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

3. Pola pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan pembelajaran
serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka melatih peserta didik berfikir
tingkat tinggi.
4. Peserta didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh dengan
cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya.
5. Masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik
guna menghindari terjadi kesalahan konsep.
6. Pemilihan tema-tema didasarakan urutan integratif.
7. Tema pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
c. Tahapan Metode Pendekatan ITM
1. Tahap Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan data yang
berkaitan dengan nilai. Peserta didik dengan bantuan LKS secara berkelompok
melakukan pengamatan langsung. Eksplorasi dilakukan guna membuktikan konsep awal

yang mereka miliki dengan konsep ilmiah.
2. Tahap Penjelasan dan Solusi
Dari data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta
didik mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang persoalan
lingkungan. Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan,
memberikan argumen dengan tepat, membuat model, membuat poster yang berkenaan
dengan pesan lingkungan, membuat puisi, menggambar, membuat karangan, serta
membuat karya seni lainnya.
3. Tahap Pengambilan Tindakan
Peserta didik dapat membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif tindakan
dan akibat-akibatnya dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperolehnya. Berdasar pengenalan masalah dan pengembangan gagasan pemecahannya,
mereka dapat bermain peran (Role Playing) membuat kebijakan strategis yang diperlukan
untuk mempengaruhi publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.
4. Diskusi dan Penjelasan
Berikutnya guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep
melalui tahapan sebagai berikut:
· Masing-masing kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan lingkungannya.
· Guru memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk memberikan
tanggapan atau informasi yang relevan terhadap laporan kelompok temannya.
· Guru bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian
mereka diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan
eksplorasi.
· Guru membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari
objek yang dipelajari tentang alam lingkungannya.
5. Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep
· Guru bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan seharihari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan.
· Guru dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka
tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah
ditemukan.
6. Tahap Evaluasi
Pada tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang
berbeda yaitu lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara. Kemudian
menggunakan pertanyaan pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan
penilaian sendiri tentang keadaan kedua lingkungan tersebut.
7. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta
didik dari seluruh rangkaian pembelajaran. Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan
pesan moral.

5. Model Role Playing
a. Kebermaknaan Penggunaan Model Role Playing
Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu menjadi pengalaman
belajar peserta didik, terutama dalam konteks pembelajaran Pengetahuan Sosial dan
Kewarganegaraan didalamnya. Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang
menjadi pelengkap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model
pendekatan lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif
makna penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109) antara
lain :
1. untuk menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan.
2. agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya;
3. untuk mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu;
4. sebagai penyaluran/pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) dan perasaan-perasaan;
5. sebagai alat diagnosa keadaan;
6. ke arah pembentukan konsep secara mandiri;
7. menggali peran-peran dari pada dalam suatu kehidupan/kejadian/keadaan, menggali
dan meneliti nilai-nilai (norma) dan peranan budaya dalam kehidupan;
8. membantu siswa dalam mengklarifikasikan (memperinci) pola berpikir, berbuat dan
keterampilannya dalam membuat/ mengambil keputusan menurut caranya sendiri;
9. membina siswa dalam kemampuan memecahakan masalah.
b. Langkah-langkah Role Playing
Adapun langkah-langkahnya, Djahiri (1978: 109) mengangkat urutan teknis yang
dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah dalam tabel berikut.
No.
Urutan Langkah
Kegiatan dan Pelakunya
1.
Penjelasan umum
1.1. Mencari atau mengemukakan permasalahan (oleh guru atau bersama siswa).
1.2. Memperjelas masalah/ topik tersebut (guru).
1.3. Mencari bahan-bahan, keterangan atau penjelasan lebih lanjut, dengan
menunjukan sumbernya (guru & siswa).
1.4. Menjelaskan tujuan, makna dari role playing.
2.
Memilih para pelaku
2.1. Menganalisis peran yang harus dimainkan (guru bersama siswa).
2.2. Memilih para pelakunya (dibantu guru).
3.
Menentukan Observer
3.1. Menentukan observer dan menjelaskan tugas dan peranannya (guru & siswa).
4.
Menentukan jalan cerita
4.1. gariskan jalan ceritanya.
4.2. tegaskan peran-peran yang ada didalamnya.
4.3. berikut gambaran situasi keadaan cerita tersebut (guru + siswa).
5.
Pelaksanaan (bermain)
5.1. Mulai melakonkan permainan tersebut
5.2. Menjaga agar setiap peran berjalan.
5.3. Jagalah agar babakan-babakan terlihat jelas.
No.
Urutan Langkah
Kegiatan dan Pelakunya
6.
Diskusi dan permainan
6.1. Telaah setiap peran, posisi, dan permainan.
6.2. diskusikan hal tersebut berikut saran perbaikannya.

6.3. Siapkan permainan ulangan.
7.
Permainan ulang dan diskusi serta penelaahan
7.1. Seperti sub 5 dan sub 6
8.
Mempertukarkan pikiran, pengalaman dan membuat kesimpulan
8.1. Setiap pelaku mengemukakan pengalaman, perasaan dan pendapatnya.
8.2. Observer mengemukakan penilaian pendapatnya.
8.3. Siswa dan guru membuat kesimpulan dan merangkainya dengan topik / konsep
yang sedang dipelajarinya.
6. Model Portofolio
a. Makna Pembelajaran Portofolio
Protofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis model
penilaian (Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian yang didasarkan pada
segala hasil yang dapat dibuat atau ditunjukan peserta didik, kemudian dihimpun dalam
sebuah ‘map jepit’ (portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam
memberikan asesmen otentik terhadap kinerja peserta didik.
Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: “portofolio merupakan karya
terpilih kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat
kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan”.
Makna pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah
memperkenalkan kepada peserta didik dan membelajarkan mereka “pada metode dan
langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik” kewarganegaraan /
kemasyarakatan.
b. Langkah-langkah Penbelajaran Portofolio
Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik dalam
kelas ke dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut
keadaan dan keperluannya. Berdasarkan urutannya, setiap kelompok membidangi tugas
dan tanggungjawab masing-masing, antara lain:
1. Kelompok portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini
bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk dikaji
dalam kelas.
2. Kelompok portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk
memecahkan masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk
menjelaskan kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan
masalah.
3. Kelompok portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas,
dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan
publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta
memberikan pembenaran terhadap kebijakan tersebut.
4. Kelompok portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah
(setempat) dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya
kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang
menujukkan bagaimana warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat)
untuk menerima kebijakan yang didukung oleh kelas.ang apa yang telah dipelajari.
Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan
berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama
(cooperative).
Pada MPCL, guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya nara sumber dalam PBM,
tetapi berperan sebagai mediator, stabilisator, dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang
berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang
optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang
dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam
kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar siswa akan semakin
meningkat

7. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam
kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu
masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau
secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat
laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat
menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang
dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
8. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok
bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam
bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta
tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti
dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut,
dan santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi
kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau
dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah
sebagai berikut:
a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan
mekanisme kegiatan
b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa
yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap
kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling
rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan
kelompok.
c. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah
disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3
menit). Siswa bisda nmngerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai,
sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal.
Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang diperolehnaya diberikan sebutan
(gelar) superior, very good, good, medium.
d. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.),
dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi,
siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja
turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan
penghargaan kelompok dan individual.
9. Metode Depat

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket
pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari
empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang
lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan
masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada
guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang
meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam
prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif,
setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan
mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen)
untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi
harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini
dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses
kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran
pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager),
atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
10. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan
memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa
yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya
dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
11. NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat
kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan
ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa,
tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok,
presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga
terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil
kuis dan beri reward.
12. Jigsaw
Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut
ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS)
yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota
kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat
kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi,
kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok
ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
13. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi
klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara
berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual,
buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
14. GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan
orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek
tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis
kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru
dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual,
buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

15. MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah
dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic,
elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun subsub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi
16. Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan
anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dll). Guru menyajikan pelajaran
Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok.
Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.
Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu.
Memberi evaluasi.
Penutup.
Kelebihan:
o Seluruh siswa menjadi lebih siap.
o Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
 Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
 Membedakan siswa.
17. Talking Stick
Sintak pembelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa
mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat
kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat
diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru
membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan
ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap
kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain
menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi
18. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan
serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir
yang mengaitkan pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru
yang sedang dipelajari.
Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru,
dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara
acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar
dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan
akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut,
guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada
lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan,
dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah
cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.