2 tugas drainase semester 5

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

  Drainase ramai dibicarakan penduduk kota ketika musim hujan, pada saat aktifitas hidup terusik oleh genangan air hujan dan banjir. Selebihnya, drainase mungkin dianggap tidak terlalu penting dibanding penyediaan air minum, pengelolaan air limbah dan pengelolaan sampah. Oleh karena itu sebagian besar masyarakat memanfaatkan saluran drainase sebagai tempat pembuangan dan mengakibatkan meluapnya air dari hujan ke jalan atau lingkungan drainase tersebut,

  Drainase merupakan suatu sistem untuk menyalurkan air hujan. Sistem ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat, apalagi di daerah yang berpenduduk padat seperti di perkotaan.Drainase juga merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan airyang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.

  1.2 Masalah Penelitian

  1. Bagaimanakah dainase itu?

  2. Apa yang dimaksud dengan drainase hujan permukiman?

  3. Apa yang dimaksud drainase permukaan jalan?

  4. Apa yang dimaksud drainase lahan?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan disusunya makalah ini antara lain:

  1. Memenuhi tugas mata kuliah “Drainase” 2. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud drainase dan sistem drainase .

  3. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud drainase prmukiman,permukaan jalan dan lahan.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Drainase

  Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan kompenen penting dalam perencanaan kota(perencanaan infrastruktur khususnya).

  Drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan salah satu cara pembuangan kelebihan air yang tidak di inginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penaggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.

  Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari perasana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.

  Semua hal yang menyangkut kelebihan air sudah pasti dapat menimbulkan permasalahan drainase yang cukup komplek. Dengan semakin kompleknya permasalahan drainase dimanapun penempatannya, maka di dalam perencanaan dan pembangunan bangunan air drainase , keberhasilannya tergantung pada kemampuan masing-masing perencana.

a) Macam-Macam Drainase

  a) Menurut Sejarah Terbentuknya

  1. Drainase Alamiah ( Natural Drainase ) Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan- bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.

  2. Drainase Buatan ( Arficial Drainage ) Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan – bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

  

b.

  Menurut Letak Bangunan

  1. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage) Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open chanel flow.

  2. Drainase Bawah Permukaan Tanah ( Subsurface Drainage ) Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media dibawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan- alasan tertentu. Alasan itu antara lain Tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.

  b) Fungsi Drainase

   Untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehigga lahan dapat difungsikan secara optimal.  Sebagai pengendali air kepermukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air/banjir.  Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.  Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.  Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehinga tidak terjadi bencana banjir.

  c) Jenis – Jenis Drainase

  1. Land dan Smoothing Land grading (mengatur tahap kemiringan lahan) dan Land smoothing

  (Penghalusan permukaan lahan) diperlukan pada areal lahan untuk menjamin kemiringan yang berkelanjutan secara sistematis yang dibutuhkan untuk penerapan saluran drainase permukaan

  Studi menunjukan bahwa pada lahan dengan pengaturan saluran drainase permukaan yang baik akan meningkatkan jarak drainase pipa sampai 50%, dibandingkan dengan lahan yang kelebihan air dibuang dengan drainase pipa tanpa dilakukan upaya pengaturan saluran drainase permukaan terlebih dahulu.

  Untuk efektifitas yang tinggi, pekerjaan land grading harus dilakukan secara teliti. ketidakseragaman dalam pengolahan lahan dan areal yang memiliki cekungan merupakan tempat aliran permukaan (runoff) berkumpul, harus dihilangkan dengan bantuan peralatan pengukuran tanah. Pada tanah cekungan, air yang tak berguna dialirkan secara sistematis melalui: a. Saluran/parit (terbuka) yang disebut sebagai saluran acak yang dangkal (shallow random field drains)

  b. Dari shallow random field ditch air di alirkan lateral outlet ditch

  c. Selanjutnya diteruskan kesaluran pembuangan utama (Main Outlet ditch) Outlet ditch: umumnya saluran pembuangan lateral dibuat 15 – 30 cm lebih dalam dari saluran pembuangan acak dangkal.

  Overfall : jatuh air dari saluran pembuangan lateral ke saluran pembuangan utama dibuat pada tingkat yang tidak menimbulkan erosi, bila tidak memungkinkan harus dibuat pintu air, drop spillway atau pipa

  2. Drainase Acak (Random Field Drains) Drainase ini merupakan gambaran yang menunjukan pengelolaan untuk mengatasi masalah cekungan dan lubang – lubang tempat berkumpulnya air. Lokasi dan arah dari saluran drainase disesuaikan dengan kondisi tofografi lahan. Kemiringan lahan biasanya diusahakan sedatar mungkin, hal ini untuk memudahkan peralatan traktor pengolah tanah dapat beroperasi tanpa merusak saluran yang telah dibuat. Erosi yang terjadi pada kondisi lahan seperti diatas, biasanya tidak menjadi masalah karena kemiringan yang relatif datar. Tanah bekas penggalian saluran, disebarkan pada bagian cekungan atau lubang – lubang tanah, untuk mengurangi kedalaman saluran drainase.

  3. Drainase Pararel (Pararelle Field Drains) Drainase ini digunakan pada tanah yang relative datar dengan kemiringan kurang dari 1% – 2 %, system saluran drainase parallel bisa digunakan. System drainase ini dikenal sebagai system bedengan. Saluran drainase dibuat secara parallel, kadang kala jarak antara saluran tidak sama.

  Hal ini tergantung dari panjang dari barisan saluran drainase untuk jenis tanah pada lahan tersebut, jarak dan jumlah dari tanah yang harus dipindahkan dalam pembuatan barisan saluran drainase, dan panjang maksimum kemiringan lahan terhadap saluran (200 meter). Keuntungan dari system saluran drainase parallel, pada lahan terdapat cukup banyak saluran drainase. Tanaman dilahan dalam alur, tegak lurus terhadap saluran drainase paralel. Jumlah populasi tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan adanya saluran paralel. Sehingga bila dibandingkan dengan land grading dan smoothing, hasil produksi akan lebih sedikit. Penambahan jarak antara saluran paralel, akan menimbulkan kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang lebar menimbulkan kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang lebar membutuhkan saluran drainase yang lebih besar dan dalam. Bila lebar bedding 400 m, maka aliran akan dibagi dua agar lebar bedding tidak lebih dari 200 m. Pada bedding yang lebar, harus dibarengi dengan land grading dan smoothing. Pada tanah gambut, saluran drainase paralel dengan side slope yang curam digunakan adalah 1 meter. Pada daerah ini biasa dilengkapi dengan bangunan pengambilan dan pompa, bangunan pintu air berfungsi untuk mengalirkan air drainase pada musim hujan.

  Pada daerah dataran tertentu ditemukan sistem khusus dari jarak saluran paralel, 2 saluran diletakkan secara paralel dengan jarak 5-15 meeter. Tanah galian saluran diletakkan diantara kedua saluran tersebut, dimanfaatkan sebagai jalan yang diperlukan pada saat pemeliharaan saluran.

  4. Drainase Mole Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa saluran bulat yang konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali, pembuatannya tanpa harus menggali tanah, cukup dengan menarik (dengan traktor) bantukan baja bulat yang disebut mol yang dipasang pada alat seperti bajak dilapisan tanah subsoil pada kedalaman dangkal. Pada bagian belakang alat mole biasanya disertakan alat expander yang gunanya untuk memperbesar dan memperkuat bentuk lubang

2.2 Drainase daearah pemukiman

  Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase pemukiman atau yang disebut juga drainase perkotaan. Berikut definisi drainase perkotaan :

a. Drainase perkotaan

  Kota merupakan tempat bagi banyak orang untuk melakukan berbagai aktivitas, maka untuk menjamin kesehatan dan kenyamanan penduduknya harus ada sanitasi yang memadai, misalnya drainase. Dengan adanya drainase tersebut genangan air hujan dapat disalurkan sehingga banjir dapat dihindari dan tidak akan menimbulkan dampak gangguan kesehatan pada masyarakat serta aktivitas masyarakat tidak akan terganggu.

  Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi :  Permukiman.  Kawasan industri dan perdagangan.  Kampus dan sekolah.  Rumah sakit dan fasilitas umum.  Lapangan olahraga.  Lapangan parkir.  Instalasi militer, listrik, telekomunikasi.  Pelabuhan udara.

  b. standar dan sistem penyediaan drainase kota

  Sistem penyediaan jaringan drainase terdiri dari empat macam, yaitu :

  1. Sistem Drainase Utama Sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat kota.

  2. Sistem Drainase Lokal Sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian kecil warga masyarakat kota.

  3.Sistem Drainase Terpisah Sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan terpisah untuk air permukaan atau air limpasan.

  4.Sistem Gabungan

  Sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan yang sama, baik untuk air genangan atau air limpasan yang telah diolah.

c. Sistem jaringan drainase

  

  Sistem Drainase Mayor : yaitu sistem saluran/badan air yang menampung

  dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area).Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase

  

  Sistem Drainase Minor : yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan.

  Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.

  d.Perencanaan sistem drainase perkotaan

  1. Landasan Perencanaan Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai parasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan sumberdaya air, yang ada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya banyak meresap dalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran, antara lain membuat : bagunan resapan buatan, kolam tandon, penataan landscape dan sempadan.

  2.Tahap perencanaan drainase perkotaan meliputi :

  a. Tahapan dilakukan melalui pembuatan rencana induk, studi kelayakan dan perencanaan detail dengan penjelasan : Studi kelayakan dapat dibuat sebagai kelanjutan dari pembuatan rencana induk. Perencanaan detail perlu dibuat sebelum pekerjaan konstruksi drainase dilaksanakan.

  b. Drainase perkotaan di kota raya dan kota besar perlu direncanakan secara menyeluruh melalui tahapan rencana induk.

  c. Drainase perkotaan di kota sedang dan kota kecil dapat direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk. .3. Data dan Persyaratan

  Sistem drainase perkotaan data dan persyaratan untuk perencanaannya sebagai berikut : a. Data primer merupakan data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup : Data permasalahan dan data kuantitatif pada setiap lokasi genangan atau banjir yang meliputi luas, lama, kedalaman rata-rata dan frekuensi genangan. Data keadaan fungsi, sistem, geometri dan dimensi saluran. Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tata guna tanah dan sebagainya. Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan.

  b. Data dan Persyaratan Sistem drainase perkotaan data dan persyaratan untuk perencanaannya sebagai berikut : a. Data primer merupakan data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup :

   Data permasalahan dan data kuantitatif pada setiap lokasi genangan atau banjir yang meliputi luas, lama, kedalaman rata-rata dan frekuensi genangan.  Data keadaan fungsi, sistem, geometri dan dimensi saluran. Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tata guna tanah dan sebagainya. Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan.

  d) Data sekunder merupakan data tambahan yang digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan yang sifatnya menunjang dan melengkapi data primer, terdiri atas :

   Rencana Pengembangan Kota  Geoteknik  Pembiayaan  Kependudukan  Institusi/kelembagaan  Sosial ekonomi  Peran serta masyarakat  Keadaan kesehatan lingkungan permukiman

  d. Masalah dan solusi dalam sistem drainase pemukiman

  a) Masalah b) Penanganan drainase pemukiman 1. Diadakan penyuluhan akan pentingnya kesadaran membuang sampah.

  2. Dibuat bak pengontrol serta saringan agar sampah yang masuk ke drainase dapat dibuang dengan cepat agar tidak mengendap.

  3. Pemberian sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan terutama pembuangan sampah sembarangan agar masyarakat mengetahui pentingnya melanggar drainase.

  4. Peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki konservasi lingkungan.

  5. Mengelola limpasan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan, menyimpan air hujan maupun pembuatan fasilitas resapan.

  2.3 drainase permukaan jalan Drainase permukaan jalan adalah untuk menampung, mengalirkan dan

kemudian membuang air (hujan) dari permukaan jalan agar tidak merusak perkerasan

jalan.

Fungsi kedua jenis bangunan ini adalah sebagai jalan air agar air hujan segera keluar

dari permukaan jalan untuk menghindarkan perkerasan jalan dari kerusakan-

kerusakan akibat genangan air.

  Fungsi drainase permukaan pada konstruksi jalan raya pada umumnya berfungsi sebagai berikut :

  1. Mengalirkan air hujan/air seecepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan selanjutnya dialirkan lewat saluran samping menuju saluran pembuangan akhir.

  2. Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran sekitar jalan masuk ke daerah perkerasan jalan.

  3. Mencegah kerusakan lingkungan disekitar jalan akibat aliran air.

a) Sistem Drainase Permukaan

  Sistem draiase permukaan pada prinsipnya terdiri dari : 1. Kemiringan melintang pada pada perkarasan jalan dan bahu jalan.

  2. Selokan samping 3. Gorong-gorong.

  4. Saluran penangkap.

b) Prinsip-prinsip Umum Perencanaan Drainase

  1. Daya guna dan hasil guna (efektif dan efisien) Perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas drainase sebagai enampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya berdaya guna dan berhasil guna.

  2. Ekonomis dan aman Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan faktor ekonomis dan faktor keamanan.

  3. Pemeliharan Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan dan nilai ekonomis dari pemilihan sistem drainase tersebut.

  2.4 Pengertian Sistem Drainasi Pertanian Tujuan Drainase pertanian adalah reklamasi (pembukaan) lahan dan pengawetan tanah untuk pertanian, menaikkan produktivitas tanaman dan produktivitas lahan (menaikkan intensitas tanam dan memungkinkan diversifikasi tanamanan) serta mengurangi ongkos produksi. Tujuan tersebut di atas dicapai melalui dua macam pengaruh langsung dan sejumlah besar pengaruh tidak langsung (Gambar 1). Pengaruh langsung terutama ditentukan oleh kondisi hidrologi, karakteristik hidrolik tanah, rancangan sistim drainaseyakni : a. Penurunan muka air tanah di atas atau di dalam tanah, b. Mengeluarkan sejumlah debit air dari sistim. Pengaruh tak-langsung ditentukan oleh iklim, tanah, tanaman, kultur teknis dan aspek sosial dan lingkungan. Pengaruh tak-langsung ini dibagi kedalam pengaruh berakibat positif dan yang berakibat negatif (berbahaya).

  Sistem drainasi pertanian adalah sistem yang digunakan untuk membuang air yang tidak digunakan dalam areal persawahan. Berbeda dengan sistem drainasi perkotaan yang umumnya kita ketahui, sistem drainasi perkotaan bertujuan untuk membuang seluruh air yang dibuang tanpa menyisakan sedikitpun karena masalah akan timbul ketika pada daerah perkotaan masih ada air yang tersisa. Tetapi, pada sistem drainasi pertanian masih disisakan sedikit air untuk kebutuhan tanaman pertanian yang ada. Sehingga tidak seluruh kelebihan air dibuang pada sistem drainasi pertanian.

  Drainasi pada lahan pertanian umumnya membuang kelebihan air seperti kelebihan air karena hujan dan kelebihan air irigasi. Umumnya juga sistem drainasi pertanian menggunakan single purpose dimana saluran dari pembuangan hanya digunakan untuk 1 tujuan saja yaitu membuang kelebihan air pada lahan tanpa adanya pembuangan limbah pada saluran tersebut. Penambahan dan pengurangan air pada lahan pertanian menggunakan sebuah sistem kesetimbangan yaitu,

  Rounded Rectangle:

  IR + R + ri = ET + P + Dengan:

  IR = Air Irigasi P = Perkolasi R = Air Hujan I = Infiltrasi ri = Rembesan masuk rk = Rembesan keluar ET = Evapotranspirasi

  Dapat disimpulkan bahwa kesetimbangan dimana air yang masuk (sebelah kanan) pada lahan pertanian harus sama dengan air yang keluar (sebelah kiri) pada lahan pertanian itu sendiri. Apabila pada sisi air yang masuk lebih besar daripada jumlah air yang keluar, maka pada saat itulah diperlukan sistem drainasi yang akan membuang kelebihan air tersebut.

   Bangunan Pembuang Agar pembuangan air dapat berjalan dengan baik, maka diperlukanlah bangunan yang dapat menunjang pembuangan air tersebut. Umumnya bangunan pembuang atau bangunan drainasi berupa saluran pembuang yang berada di tanah dengan elevasi lebih rendah daripada saluran irigasi. Sama seperti pada saluran irigasi dimana terdapat saluran yang berjenis seperti petaknya yaitu saluran irigasi primer, sekunder, tersier. Begitu pula dengan bangunan atau saluran pembuang dimana terdapat beberapa saluran pembuang seperti saluran pembuang kuarter, saluran pembuang tersier, saluran pembuang sekunder, dan saluran pembuang primer. Saluran – saluran tersebut berada pada sebuah jaringan saluran pembuang tersendiri. Jenis jaringan Saluran pembuang ada 2 yaitu:

  a. Jaringan saluran pembuang tersier · Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu perak tersier menampung air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran pembuang tersier. · Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak – petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuang kuarter aupun dari sawah – sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang sekunder.

  b. Jaringan saluran pembuang utama · Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan pembuang alamiah dan ke luar daerah irigasi. · Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak sungai atau ke laut.

  Petak sekunder umumnya diberi nama dengan huruf besar kemudian pada petak tersebut dimana terdapat petak tersier diberi nama dengan huruf besar dengan angka dibelakangnya. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi dengan huruf kecil. Misalnya a1, a2 dan seterusnya. Sedangkan saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang airnya , diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2, dka3 dan seterusnya.

  Pengaruh tak-langsung dari pembuangan air :

  a. Pengaruh positif :

  • Pencucian garam atau bahan-bahan berbahaya dari profil tanah
  • Pemanfaatan kembali air drainase

  b. Pengaruh negatif :

  • Kerusakan lingkungan di sebelah hilir karena tercemari oleh garam
  • Gangguan terhadap infrastruktur karena adanya saluran-saluran Pengaruh tak-langsung dari penurunan muka air tanah :

  a. Pengaruh positif :

  • Mempertinggi aerasi tanah
  • Memperbaiki struktur tanah
  • Memperbaiki ketersediaan Nitrogen dalam tanah
  • Menambah variasi tanaman yang dapat ditanam
  • Menambah kemudahan kerja alat dan mesin pertanian (Workability)
  • Mempertinggi kapasitas tanah untuk menyimpan air

  b. Pengaruh negatif : Dekomposisi tanah gambut (peat soil)

  • Penurunan permukaan tanah (Land subsidence) • Oksidasi cat-clay

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

  4.1 Kesimpulan

  Tingkat curah hujan merupakan faktor alami yang tidak mungkin diatur oleh tangan manusia. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi atau menghindari kerusakan jalan perlu dilakukan pembenahan-pembenahan pada variabel atau faktor lain, diantaranya yaitu pada faktor sistem drainase. Drainase merupakan salah satu faktor terpenting dalam perencanaan jalan raya. Curah hujan dan tingkat kerusakan jalan memiliki hubungan yang berkebalikan. Hal ini berarti semakin tinggi curah hujan yang terjadi maka umur jalan akan semakin pendek, dan sebaliknya semakin rendah curah hujan maka umur jalan pun akan semakin panjang.

  Sistem drainase memiliki kontribusi yang paling besar terhadap tingkat kerusakan jalan. Semakin baik sistem drainase tersebut, maka umur jalan akan semakin panjang dan sebaliknya semakin buruk sistem drainase, maka umur jalan akan semakin pendek

  4.2 Saran

  Sebagai mahasiswa Teknik Sipil kita harus lebih memperhatikan semua aspek- aspek yang berhubungan dengan pembangunan. Namun tak hanya pembangunannya saja yang harus diperhatikan, pemeliharaan juga tak kalah pentingnya. Pembenahan sistem drainase perlu dilakukan karena terbukti sistem drainase ini memiliki kontribusi yang paling besar terhadap kerusakan jalan. Pembenahan sistem drainase ini dapat dilakukan dengan cara memperhatikan tingkat kebersihan saluran drainase tersebut sehingga tidak mengganggu aliran air ataupun dengan memperhitungkan dimensi saluran drainase tersebut. Dari makalah ini, penulis berharap kesadaran pembaca memperhatikan lingkungan sekitar dan menjaganya agar negara kita di masa nanti negara kita bisa lebih baik.

  MASALAH SALURAN DRAINASE DI KOTA BANDUNGLATAR BELAKANG

  Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia, khususnya pada musim hujan,

mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Peristiwa ini hampir

setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat ini belum terselesaikan, bahkan

cenderung makin meningkat, baik frekuensi, luasan, kedalaman, maupun durasinya. Secara garis besar permasalahan banjir perkotaan diakibatkan :

   Pertambahan penduduk yang sangat cepat  Urbanisasi  Pemanfaatan lahan yang tidak tertib  Belum konsistennya pelaksanaan hukum  Pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat secara aktif

Selain dari itu, kejadian banjir yang melanda wilayah Jakata dan sekitarnya pada awal tahun

2007 ini semakin menunjukkan kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa penanganan banjir

harus dilakukan secara komprehensif. Penangangan pada sektor hulu serta penangangan pada

sektor hilir. Banjir yang kerap kali terjadi memerlukan penanganan secara komprehensif,

tidak hanya menggunakan metode konvensional melainkan juga dengan metode penyelesaian

banjir lainnya, seperti ekohidrolik. Adapun yang dimaksud metode konvensional adalah

membuat sudetan, normalisasi sungai, pembuatan talud, dan berbagai macam konstruksi sipil

lainnya. Sedangkan metode ekohidrolik bertitik berat pada renaturalisasi, restorasi sungai, serta peningkatan daya retensi lahan terhadap air hujan. Penyelesaian banjir dan permasalahan drainase dengan konsep penanganan banjir secara konvensional yang hanya

mengutamakan faktor hidraulik, bertitik tolak pada penanganan dampak banjir secara lokal.

Hal ini perlu diimbangi dengan konsep ekohidrolik yang bertitik tolak pada penanganan

penyebab banjir dari segi ekologi dan lingkungan. Dengan dilakukannya retensi air di bagian

hulu, tengah, dan hilir, juga di sepanjang wilayah sungai, sempadan sungai, badan sungai,

dan saluran, selain berfungsi sebagai penanggulangan banjir juga sekaligus menanggulangi

kekeringan di kawasan yang bersangkutan.

  Pembuatan sudetan Konvensional Normalisasi sungai Konsep Pembuatan konstruksi sipil

  Drainase Eco-Drainage Retensi air Gambar 1 Konsep konvensional dan Eco-drainage.

  Dalam kaitannya dengan perencanaan drainase tersebut diatas, salah satu teknologi yang dapat dipakai guna mendapatkan data sistem jaringan drainase secara lebih lengkap adalah menggunakan teknologi pemetaan foto udara, dimana hasil dari teknologi sangat memungkinkan untuk memperlihatkan secara visual bentuk peta dari suatu sistem jaringan drainase ataupun bentuk bentuk rupa bumi yang lain. Pada prinsipnya hampir setiap kegiatan yang terjadi dapat ditampilkan dalam bentuk peta. Pada masa lalu peta sering dikonotasikan dengan atlas (yang diajarkan pada tingkat SD, SLTP), atau suatu bentuk garis-garis yang rumit yang memperlihatkan jaring jalan, sungai dan bangunan yang hanya dimengerti oleh kalangan tertentu saja seperti perencana, teknisi maupun insinyur pembuat jalan.

Sebenarnya peta dapat dipakai untuk keperluan lain misalnya, untuk memperlihatkan kondisi

perubahan jaringan drainase di suatu kota pada tahun yang berbeda, perubahan fungsi lahan

yang terjadi pada suatu wilayah tertentu, lahan pertanian yang dialiri oleh sistem irigasi, tanah kosong, tanah gundul dan lain lain.

  

Penampilan informasi dalam satu wahana peta bereferensi ruang akan sangat membantu dan

memudahkan bagi para pengambil keputusan dan perencana untuk menilai kejadian-kejadian

yang ada pada masing-masing daerah, bahkan sangat dimungkinkan untuk menganalisa sebab

dan akibat dari berbagai fenomena yang terjadi dalam bentuk suatu analisa terpadu baik secara visual pada peta maupun dengan menggunakan teknik-teknik analisa yang lebih mutakhir seperti dengan menggunakan sistem GIS.

Oleh karena itu, untuk dapat melakukan evaluasi terhadap sistem drainase yang saat ini sudah

terbangun, diperlukan data spasial (peta) yang memiliki kedalaman informasi cukup memadai. Sebagai contoh, untuk dapat melakukan identifikasi mengenai keberadaan jaringan saluran drainase tingkat sekunder, diperlukan data spasial dengan skala minimum

yaitu 1:5000. Pemanfaatan foto udara/peta foto sebagai peta dasar dalam penanganan sistem

drainase sangat bermanfaat. Hal ini disebabkan karena kemampuan peta foto/foto udara

untuk menampilkan detail fenomena yang ada di lapangan (bangunan, badan perumukaan air,

vegetasi, infrastruktur buatan manusia, dsb) dalam visualisasi yang sama dengan aslinya.

Oleh karenanya, interpretasi objek yang terkait dengan jaringan drainase akan lebih mudah

untuk dilakukan dan kemudian dianalisa untuk keperluan lainnya.

Foto udara sebagai sumber data diproses lebih lanjut menggunakan teknik fotogrametris dan

inderaja untuk mendapatkan informasi-informasi yang relevan dan handal. Dari foto udara melalui teknik interpretasi foto/ citra dapat memberikan kesaksian/ fakta yang berkaitan dengan suatu kondisi yang terjadi di suatu daerah seperti banjir, pencemaran/ perusakan,

komposisi kimiawi, adanya endapan dan informasi kualitatif lainnya. Sedang melalui proses

fotogrametri dapat memberikan informasi metrik atau kuantitatif yang berkaitan dengan kajian dalam forensik lingkungan. Satu hal lainnya yang tidak kalah penting yaitu penetapan referensi sistem tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) telah menetapkan Titik Tinggi Geodesi (TTG) sebagai sistem tinggi. Dari kegiatan ini diharapkan Dinas Pekerjaan Umum sebagai salah satu instansi yang

mempunyai tanggung jawab terhadap pengelolaan drainase dapat mengambil kebijakan yang

tepat, baik sebelum memulai pembangunan sarana dan prasaran drainase maupun setelah selesai pembangunan.

  DAERAH PEMUKIMAN YANG DENGAN DRAINASE YANG BURUK Salah satu kota yang terkena dampak hujan lebat adalah Kota Bandung.

  Hujan berintensitas tinggi mengguyur dan menggenangi jalan – jalan utama kota Kembang tersebut, Senin, 24 Oktober 2016. “Kawasan Pasteur yang paling parah terkena dampaknya,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan pers, Senin, 24 Oktober 2016.

  

Sutopo mencontohkan, keadaan banjir saat itu seperti diterjang tsunami kecil yang tumpah di

jalan. Air merendam jalan utama setinggi 160 sentimeter sehingga tampak seperti sungai. Banjir tersebut merendam kendaraan yang melintas di Jalan Pasteur. Kawasan parkir mal Bandung Trade Center, yang berada di Jalan Pasteur, juga terendam. Beberapa mobil di jalanan bahkan terseret banjir.

Selain Pasteur, banjir merendam Jalan Pagarsih dengan ketinggian air hingga 150 sentimeter

serta Jalan Nurtanio setinggi 120 sentimeter. Sutopo mengatakan banjir mengalir cepat dan

semua drainase perkotaan meluap. “Saluran drainase perkotaan tidak mampu mengalirkan aliran permukaan sehingga terjadi banjir,” tuturnya.

  Berdasarkan laporan awal Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat,

banjir menyebabkan ratusan rumah terendam. Beberapa rumah rusak akibat tergerus banjir di

bantaran Kali Cilimus. Banjir juga menjebol pagar Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)

9 Bandung sehingga ruang kelas dan ruang guru terendam dengan ketinggian air sekitar 90 sentimeter.

  Pemerintah Bandung hingga saat ini belum membentuk BPBD. Pendataan terkait dengan

bencana itu dilakukan BPBD Jabar bersama unsur lainnya, seperti TNI, Polri, Tagana, satuan

kerja perangkat daerah, dan relawan. Menurut Sutopo, saat ini sebagian banjir telah surut. Kondisi topografi yang miring menyebabkan banjir cepat surut. “Masyarakat mulai membersihkan rumah dari lumpur,” katanya. BNPB mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan menghadapi banjir dan

longsor. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprediksi curah hujan akan terus

meningkat. Fenomena intensitas La Nina lemah diprediksi akan meluruh pada Desember 2016.

  Hujan deras yang mengguyur Kota Bandung sejak Senin 24 Oktober 2016 pagi membuat sejumlah ruas jalan digenangi banjir. Banjir di Jalan Pasteur, Kota Bandung, Senin siang

melebihi 60 sentimeter. Akibatnya, sejumlah kendaraan memilih berhenti untuk menunggu

banjir reda. Namun, beberapa mobil tetap memaksakan diri melewati genangan banjir. Foto :

BNPB Melihat perkembangan pembangunan yang makin besar, limpasan air dihasilkan pun demikian besar. Drainase yang dirancang dulu, mungkin kian mengecil, karena adanya sedimen tanah, sampah dan faktor lain. Sehingga resapan ke lintasan drainase makin besar karena build up (pembangunan kota) areanya juga makin besar. Ditambah lagi, belum adanya pembaharuan rancangan masterplan drainase untuk kota

Bandung. “Kalau tidak salah, adanya masterplan drainase pas Bandung Urban Development

Project (BUDP) di awal tahun 1980-an, ketika saya masih duduk di bangku kuliah. Tetapi, sampai saat ini saya belum melihat ada lagi masterplan drainase yang baru,” katanya.

  Dia mengatakan, sejauh ini perkembangan Kota Bandung dilihat dari presentase Ruang

Terbuka Hijau (RTH) dengan ruang terbangun sangat tidak seimbang, masih jauh dari standar

minimum yang ditetapkan UU Penataan Ruang No 26 Tahun 2007, yakni sekitar 20%. Kota Bandung sendiri memiliki luas sekitar 16.729 hektar. Itu artinya, wilayah seluas 160 hektar harus berfungsi sebagai RTH dan tidak boleh dijamah oleh pembangunan.

Menurutnya, angka RTH kota Bandung masih belum akurat, namun berdasarkan data Dinas

Pertamanan dan Pemakaman (Distamkam) Kota Bandung, dari hasil perhitungan sesusai dengan yang dikelolanya baru sekitar 6%-11%.

Seharusnya, Pemerintah Kota Bandung harus segera merealisasikan penyediaan 20% wilayah

untuk RTH sekaligus menentukan kawasan – kawasan yang diproyeksikan sebagai RTH.

  

Dia mencontohkan, jika pemerintah Kota Bandung berencana menargetkan menambah ruang

terbuka hijau secara berkala sebesar 0.5% di tiap tahunnya. Untuk menambah angka 7.5% diperlukan waktu selama 15 tahun sampai 2031, kiranya pemerintah harus membebaskan lahan sekitar 80 hektar per tahun.

BURUKNYA SALURAN DRAINASE

  Akibat buruknya saluran drainase, Kepala Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bandung Agus Nuria menjelaskan, penanganan drainase menjadi salah satu program prioritas yang akan dilakukan pihaknya selain pemeliharaan jalan. Semula,

penanganan drainase menjadi tanggung jawab Dinas Sumber Daya Air dan Energi Kabupaten

Bandung yang saat ini dilebur berdasarkan SOTK baru.

“Saat ini berdasarkan nomenklatur SOTK (satuan organisasi dan tata kerja) baru, kami yang

dulunya Dinas Bina Marga berubah menjadi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Dengan SORK baru ini, tugas kami juga bertambah salah satunya mengenai drainase.

Penanganan drainase menjadi salah satu program prioritas kami selain pemeliharaan jalan,”

ungkap Agus saat ditemui di ruang kerjanya, Senin 16 Januari 2017.

  Diakui Agus, meskipun pihaknya baru menerima pelimpahan wewenang penanganan

drainase, pihaknya sudah melakukan pemetaan beberapa wilayah yang memang drainasenya

tidak berfungsi optimal. Beberapa daerah itu di antaranya di Majalaya, Rancaekek, Soreang,

Katapang, Ciparay, Baleendah, Bojongsoang, dan Cileunyi.

  “Sesuai target Pak Bupati Bandung, bukan hanya jalan mantap yang terus dioptimalkan melainkan juga dengan infrastruktur penunjang juga untuk menangani banjir, baik itu cileuncang maupun banjir-banjir besar. Kita sudah mapping lokasi mana saja yang

mengalami drainase buruk dan akan segera kita tangani. Nanti akan ada program normalisasi

drainase. Tidak akan dibiarkan begitu saja,” ucap Agus.

Sebelumnya, masih buruknya penataan drainase di beberapa lokasi di Kabupaten Bandung,

kerap dikeluhkan warga. Cileuncang pun kerap membanjiri ruas jalan yang disebabkan tidak

tertampungnya air di dalam saluran drainase yang buruk.

Seperti halnya terpantau di Jalan Laya Laswi di Kampung Cidawolong Desa Biru Kecamatan

Majalaya pada Senin 16 Januari 2017 sekitar pukul 7.00. Para pengendara yang melintasi

jalan tersebut terpaksa menerobos genangan air dengan ketinggian permukaan air mencapai

20 sentimeter yang meluap dari saluran drainase di lokasi tersebut. Menurut warga sekitar, meluapnya air dari saluran drainase itu kerap terjadi, namun hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari Pemerintah Kabupaten Bandung dalam menanganinya.

LANGKAH MENGATASI MASALAHNYA

  

Menerangkan, bila dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berapa persen diperuntukan

untuk membangun. Itulah yang dipakai bahan hitungan untuk mengukur lebar drainase setiap ruas jalan yang diperlukan sampai masuk ke tanah. Atau bisa juga digunakan menghitung jumlah sumur resapan, biopori dan RTH untuk meresapkan air yang tidak masuk ke tanah. Jadi, bukan hanya pencegahan melalui pendekatan secara struktural menciptakan drainase yang besar-besar itu, tetapi juga bisa dilakukan secara ekologi, artinya menyiapkan RTH

yang punya resapan siginifikan untuk mengurangi limpasan ke drainasenya.”RTH diperluas,

sumur resapan diperbanyak. Supaya air yang masuk ke drainase, sebetulnya bisa diminimalisir,” papar Denny. Denny menyarankan, dalam jangka waktu dekat ini, pemerintah kota Bandung agar

mendesain ulang masterplan drainase secara lengkap. Yang bisa diperuntukkan untuk kondisi

saat ini atau kalau bisa, dirancang sebagai antisipasi untuk masa depan. Pada tahap Survey, Investigation dan Design tahapan-tahapan tersebut dibagi menjadi dua tahap lagi, yaitu tahap studi dan tahap perancangan, tahap studi merupakan tahap perumusan proyek dan penyimpilan akan dilaksanakan suatu proyek, dalam hal ini garis besar untuk mengatasi masalah drainasi terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu :

a. Identifikasi masalah

  Mengedintifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

  drainase. Faktor-faktor yang perlu diperhatkan antara lain luas areal lahan dan kondisi topografinya, jenis tekstur dan struktur tana, macam tanaman yang dibudidayakan, kemungkinan pembuatan saluran yang berkapasitas tinggi.

  b. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah bertujuan untuk membatasi masalahterjadinya genangan sehingga mempermudah dalam melakukanpenyidikan agar dapat mengetahui batas interval faktor yangmenyebabkan terjadinya drainase.

  c. Survei Awal Hal ini merupakan survai paling awal yang harus dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi sebanyak mungkin agar dapatdipakai lagi dalam melakukan survai dan penyidikan lebih lanjut. Tujuan dari survai awal yaitu menentukan luas lahan yang harus

dikembangkan, menentukan persediaan, tata letak, dan kapasitas outlet saluran pengatus,

menyusun rencana umum pengembangan dan menyusun perkiraan biaya dan keuntungan yang didapatkan.

  d. Survei Lanjutan Merupakan kelanjutan dari survei awal namun lebih terperinci. Data dan informasi

yang diperoleh harus dapat digunakan sebagai dasar pembuatan rancang bangun secara

kasar, misalnya menyusun kriteria rancang, kebutuhan pengatusan dan sebagainya. Survei

dilakukan untuk mengetahui tempat-tempat yang dipilih bagi selokan drainase atau cara

pengaliran kelebihan air. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada tempattempat yang rendah atau paling rendah diantara areal lahan yang diari serta yang akan langsung memasuki saluran pembuang yang lama seperti sungai ataupun celah-celah jurang dan lan- lain.

  e. Survai Rancang Bangun

  Survai rancang bangun mencakup survai terakhir yang harus dilakukan sebelum

pekerjaan konstruksi dilakukan. Oleh sebab itu data yang dikumpulkan haruslah serinci

dan seaktual mungkin. Melalui survai rancang bangun ini dapat diketahui sistem drainase yang sesuai yaitu sistem drainase permukaaa atau sistem drainase bawah permukaan. Tahap perancangan merupakan tahap pembahasan proyek pekerjaan irigasi secara mendetail.

  Aspek-aspek yang tercakup disini bersifat teknis. a. Membangun Drainase yang baik Dalam merancang bangun suatu drainase agar tidak terjadi kelebihan pada lahan pertanaman, yang perlu diperhatkan yaitu jenis tanah dan lahan yang akan diberi saluran drainase, kondisi iklim terutama curah hujan, kedalaman permukaan air tanah yang sesuai untu jenis tanaman yang dibudidayakan. Dengan adanya drainase yang baik, maka tanaman tidak akan mengalami genangan berlebih sehingga produktivitas tanaman meningkat. Pada pelaksanaannya penggalian-penggalian saluran dan

penempatan pipa hendaknya mentaati apa yang telah dirancangkan, baik secara random,

paralel, atau secara mengikuti arah garis kontur atau secara memotong lereng seperti

yang telah dirancangkan oleh ahli irigasi. Dengan demikian saluran drainase minimal

sebaiknya disesuaikan dengan saluran air irigasi, agar lebih menguntungkan terutama dalam

pemeliharaannya di kemudian hari. Saluran irigasi dan drainase diberi jalan inspeksi, untuk melancarkan pengawasan dan pemeliharaan saluran-saluran tersebut.

  b. Uji Bangunan Drainase

Uji bangunan dilakukan untuk memastikan bahwa bangunan sudah dapat

digunakan atau belum, jika bangunan sudah memenuhi syarat fungsinya maka bangunan

tersebut sudah bisa digunakan dan jika belum memenuhi syarat teknis maka

bangunan drainase tersebut belum dapat digunakan dan perlu melakukan identifikasi ulang.