PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA GURU SD DAN GURU SMP di Kecamatan Pakis Magelang

  

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA

GURU SD DAN GURU SMP

di Kecamatan Pakis Magelang

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Oleh: Deni Rona Dewi

  NIM: 019114030 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  2007

  Karya sederhana ini saya persembahkan untuk keluargaku yang begitu luar biasa, Bapak, Ibu, kakakku Mas Widyaka dan Mbak Stephanie, dan adikku Purbo

  

Ia membuat segala sesuatu indah pada

waktunya, bahkan Ia memberikan

kekekalan dalam hati

mereka.

  

Tetapi manusia tidak dapat menyelami

pekerjaan yang dilakukan Allah

dari awal sampai akhir.

  

Pengkhotbah 3:11

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, Penulis

  Deni Rona Dewi

  

ABSTRAK

Deni Rona Dewi (2007). Perbedaan Tingkat Stres Kerja antara Guru SD dan

Guru SMP di Kecamatan Pakis Magelang. Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma.

  Penelitian ini adalah penelitian komparatif, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP. Penelitian ini menggunakan sebuah skala tingkat stress kerja yang terdiri dari 50 item. Pengujian validitas alat ukur menggunakan professional judgement dan pengujian reliabilitasnya dengan Alpha Cronbach. Koefisien reliabilitas skala tingkat stres sebesar 0,932.

  Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purpose

  

sampling . Sampel terdiri dari 50 subjek guru SD dan 50 subjek guru SMP, yang

diambil dari sekolah-sekolah yang ada di kecamatan Pakis Magelang.

  Uji hipotesis penelitian ini menggunakan teknik Independent Sample t-

  

Test dengan program SPSS versi 12.00 for windows. Hasil uji hipotesis diperoleh

  nilai signifikansi sebesar 0,011. Hipotesis penelitian ini diterima, yaitu ada perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP. Hasil uji hipotesis menunjukkan mean tingkat stres kerja untuk guru SD lebih besar dari guru SMP, yaitu sebesar 93,34 dan untuk guru SMP sebesar 85.52.

  Kata kunci:Tingkat stress kerja, guru SD, guru SMP.

  

ABSTRACT

Deni Rona Dewi (2007). The Difference of Work Stress Level Between

Elementary School’s Teachers and Junior High School’s Teachers in

Kecamatan Pakis Magelang. Faculty of Psychology Sanata Dharma

University.

  This research is a comparative research, which has purpose to know whether there is difference of work stress level between elementary school’s teachers and junior high school’s teachers. This research used a Work Stress Level Scale, which has 50 items. Validation test scale use professional judgment and the reliability test by Alpha Cronbach. The reliability of Work Stress Level Scale is 0,932.

  This research used purpose sampling method. There were 50 subjects of elementary school’s teachers and 50 subjects of junior high school’s teachers, who was taken from schools in kecamatan Pakis Magelang.

  This research used Independent Sample t-Test method for hypothesis test, by SPSS version 12.00 program for windows. Hypothesis test resulted 0,011 for significantly point. This research hypothesis was accepted so there is difference of work stress level between elementary school’s teachers and junior high school’s teachers. Hypothesis test result showed stress levels mean for elementary school’s teachers is 93,34, highest than stress levels mean for junior high school’s teachers which only 85.52.

  

The keywords are: Work Stress level, Elementary school’s teachers, Junior high

school’s teachers.

KATA PENGANTAR

  Segala puji syukur penulis panjatkan kepada sumber kasih, kehidupan dan pengharapan, Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan pertolongan yang tiada pernah terbatas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tak lepas dari banyaknya dukungan dan bantuan yang di berikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menuntun penulis dari awal hingga terselesainya skripsi ini.

  2. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si dan bapak Minta Istono, S.Psi., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan berharga sehingga saya lebih memahami hasil penelitian ini.

  3. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku dekan fakultas psikologi yang telah mengijinkan penelitian ini berlangsung.

  4. Seluruh dosen fakultas psikologi yang telah membagikan ilmunya dan telah membimbing penulis selama ini.

  5. Mas Gandung, mbak Nanik, pak Gik, mas muji dan mas Doni yang telah membantu saya selama di fakultas psikologi ini.

  6. Ibu Darsih, Bapak Suwardi, Bapak Sukedi, Ibu Purwati,dan Bapak Sudiyono yang telah mengijinkan untuk melakukan uji coba skala penelitian di sekolah yang dipimpin. Seluruh guru di SDN Kajangkoso, SDN Kragilan, SDN

  Gumelem, SDN Gejagan, dan SMP PRI yang telah bersedia membantu mengisi skala uji coba dalam penelitian ini.

  7. Bapak Joko, selaku kepala UPT Dinas Pendidikan di kecamatan Pakis yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di kecamatan Pakis, terimakasih atas segala kemudahan yang diberikan.

  8. Bapak Ichwani yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian, terimakasih atas koordinasinya. Terimakasih kepada seluruh pengurus Koperasi Guru di Kecamatan pakis. Seluruh Guru di Kecamatan Pakis yang telah berpatisispasi dalam penelitian ini.

  9. Bapak Mantep Spd, Kepala SMP Kragilan, terimakasih sudah diijinkan untuk melakukan penelitian dan kerelaan waktu dan tenaga Bapak dalam membantu penulis.

  10. Bapak Slamet Joko, Kepala SMPN 3 Pakis, yang telah memberi ijin dan seluruh guru yang berpartisipasi. Ibu Wiwik yang telah memfasilitasi saya dalam pengambilan data ini, terimakasih banyak.

  11. Bapak Sudiyono Spd, Kepala SMP PGRI 8 Pakis, terimakasih atas kerjasama yang luar biasa dan kemurahan hati Bapak. Pak Juki, Pak Pri, Bu Ari dan seluruh guru SMP PGRI 8 pakis yang sangat kooperatif, terimakasih juga kue- kuenya.

  12. Mbak Pun yang sangat membantu memfasilitasi dan rela meluangkan waktunya untukku, thanks for your support dan masukan-masukannya, itu sangat berharga buatku. Thanks juga buat Dhea dan Chatrine yang merelakan ibunya untuk membantuku.

  13. Keluargaku yang tak pernah berhenti mencintaiku dalam kondisi apapun.

  Kedua orang tuaku Bapak Johan Sukedi dan Ibu Kanti Murniningsih, terimakasih untuk doa, dorongan, dukungan dan segala pengorbanan yang telah diberikan, terimakasih untuk segala kesabaran dan penerimaan ketika aku mengecewakan kalian. Kakakku tercinta Mas Wied dan Mbak Phanie,

  thanks atas kasih sayang dan perhatiannya, ‘ma kasih telah ‘mencukupiku’ dan membuatku gemuk he…he. Adikku tersayang Purbo yang selalu

  menyayangiku, thanks po…

  14. Mak Wo (Alm) dan Mbah Yoso yang selalu menanti saat aku diwisuda, maaf mak aku belum bisa mewujudkan keinginanmu ketika engkau masih ada.

  15. Simbah Putri, yang selalu bangga kan cucu-cucunya, matur nuwun mbah…

  16. Seluruh keluarga besar Abuyono dan Yoso Diharjo, terimakasih atas semua dorongan dan dukungannya selama ini.

  17. Aapay yang tak pernah berhenti mendorongku untuk terus maju, thanks a lot.

  Makasih buat kasih tanpa syarat, kesabaran, dan perhatian yang selalu kamu berikan.

  18. Sahabat terbaikku Beluwati Lestari yang tak pernah lelah memberi semangat untuk maju, dan yang tak pernah lelah jadi temenku meskipun aku sering nyebelin he…he..’tur nuwun yo yu…

  19. Mbak Menk yang telah menemaniku menemaniku melakukan penelitian thanks banget.

  20. Temen-temen kost: cik Anul, Mb Dewi, Mb Hebby, Yanti-mb Tuti, Mb Ika, Mb Utri-mb Tuti, Mb sari-Mb Cicil, Mb Yanti-Tuti, Mb Pipit, Tiwi, Heny,

  (akulah si penghuni terakhir he..he) , Wiwin dan Adeth (makasih telah menemaniku ujian, GBU girls..)

  21. Dewi, Ita, Nining, Lina, Elis, Tyas, Yuni, Nina, Sapti, (akhirnya aku nyusul

  kalian juga), Evi, Anas, Mita, Reni (cayo..!!!) dan semua teman-teman angkatan 2001 yang tidak pernah pelit berbagi informasi.

  22. Pdt. Sabar Martana dan teman-teman gereja yang selalu setia dalam pelayanan, Mb menk, Kadar, Itut, Joko, Wuri, Heri, Yohanes, Galih, Lono, Utri, Pireno, Budi. Trimakasih atas doanya.

  23. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

  

DAFTAR ISI

  Halaman Halaman Judul…………………………………………………………………..i Halaman Persetujuan Pembimbing……………………………………………...ii Halaman Pengesahan……………………………………………………………iii Halaman Persembahan………………………………………………………......iv Halaman Moto…………………………………………………………………..v Pernyataan Keaslian Karya………………………………………………….......vi Abstrak……………………………………………………………………….....vii Abstract…………………………………………………………………………viii Kata Pengantar………………………………………………………………….ix Daftar Isi……………………………………………………………………......xii Daftar Tabel………………………………………………………………….....xvii Daftar Lampiran……………………………………………………………......xviii

  BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1 A. Latar Belakang…………………………………………………………..1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………….7 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………..8 D. Manfaat Penelitian………………………………………………………8

  BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………………9 A. Stres………………………………………………………………………9

  1. Pengertian Stres…………………………………………………..9

  2. Pengertian Stres Kerja…………………………………………..12

  3. Faktor-faktor Penyebab…………………………………………13

  4. Indikator Stres…………………………………………………...17

  B. Guru……………………………………………………………….....22

  1. Pengertian Guru…………………………………………..……...22

  2. Tugas Guru……………………………………………………….23

  3. Guru SD………………………………………………………….25

  4. Guru SMP………………………………………………………...28

  C. Stres Kerja pada Guru SD dan SMP………………………………....29

  D. Hipotesis………………………………………………….………..…32

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………….….……….33 A. Jenis Penelitian……………………………………………..………...33 B. Identifikasi Variabel Penelitian……………………………..………..33 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian……………………..……...33

  1. Stres Kerja………………………………………………………..33

  2. Guru SD………………………………………………………….35

  3. Guru SMP………………………………………………………..35

  D. Subjek Penelitian…………………………………………………….35

  E. Metode Pengumpulan Data…………………………………………..36

  1. Penyusunan Pernyataan………………………………………37

  2. Pemberian Skor Skala Tingkat Stres Kerja…………………..38

  F. Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur…………………………………38

  1. Uji Reliabilitas…………………………………………….....38

  2. Uji Validitas………………………………………………….39

  3. Uji Analisis Item……………………………………………..40

  G. Metode Analisis Data………………………………………………...40

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………..41 A. Persiapan Penelitian……………………………………..…………...41

  1. Perizinan……………………………………………………..41

  2. Pelaksanaan Uji Coba………………………………………..41

  3. Skala Tingkat Stres Kerja…………………………………….41

  B. Pelaksanaan Penelitian

  1. Waktu dan Tempat Penelitian…………………………….….44

  2. Cara Pelaksanaan Penelitian…………………………………44

  C. Hasil Penelitian……………………………………………………....44

  1. Uji Asumsi…..……………………………………………….44

  a. Uji Normalitas Sebaran……………………………………44

  b. Uji Homogenitas Varian………………………………......45

  2. Uji Hipotesis…………………………………………………46

  D. Deskripsi Data Penelitian…………………………………………….49

  1. Kriteria Berdasarkan Kategori Tingkat Stres Kerja…..……….49

  2. Hasil Kategorisasi Tingkat Stres Kerja Guru SD dan SMP…...51

  E. Pembahasan……………………………………………...……………52

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………58 A. Kesimpulan…………………………………………………………..58 B. Saran…………………………………………………………………58 C. Keterbatasan Penelitian……………………………………………...59 Daftar Pustaka……………………………………………………………………61 Lampiran……………………………………………………………………...….64

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Blue Print Sebelum Uji Coba…………………………………………..37 Tabel 2. Spesifikasi Item Sebelum Uji Coba…………………………………….37 Tabel 3. Penskoran Item Favorable dan Unfavorable……………………………38 Tabel 4. Nomor-nomor Item yang Sahih dan yang Gugur……………………….42 Tabel 5. Item-item yang Terseleksi………………………………………………43 Tabel 6. Blue Print Skala Tingkat Stres Kerja (Setelah Uji Coba)……………....43 Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov………………45 Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas……………………………………46 Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Hipotesis…………..……………………………47 Tabel 10. Norma Kategori Skor………………………………………………….49 Tabel 11. Kategori Tingkat Stres Kerja Subjek SD………………………...……50 Tabel 12. Kategori Tingkat Stres Kerja Subjek SMP……………………………50 Tabel 13. Kategori Tingkat Stres Kerja Guru SD dan SMP……………………..51

DAFTAR LAMPIRAN

  1. Skala Uji Coba………………………………………………………….. 65

  2. Uji Beda dan Reliabilitas Item Skala Tingkat Stres Kerja……………….73

  3. Skala Penelitian…………………………………………………………..83

  4. Uji Asumsi…………………………………………………………….....89

  a. Uji Normalitas…………………………………………………....90 1) Uji Normalitas Tingkat Stres Guru SD……….………..90 2) Uji Normalitas Tingkat Stres Guru SMP……………....91

  b. Uji Homogenitas…………………………………………………92

  5. Uji Hipotesis..……………………………………………………………93

  6. Data Tambahan…………………………………………………………..95

  7. Perizinan..………………………………………………………………..97

   BAB

  I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

  Sumber daya manusia berkualitas unggul sangat dibutuhkan saat ini, terutama untuk menghadapi persaingan dalam berbagai bidang.

  Kualitas sumber daya manusia yang unggul tidak tercipta begitu saja, tetapi melalui proses panjang. Kualitas sumber daya manusia yang baik akan terbentuk melalui sistem dan mutu pendidikan yang baik pula. Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut karena guru merupakan ujung tombak dalam sistem pendidikan nasional.

  Dalam kamus besar bahasa Indonesia guru diartikan sebagai seorang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar (1991).

  Dalam sebuah sistem pendidikan tugas seorang guru adalah sebagai pengajar. Mengajar adalah melatihkan ketrampilan, menyampaikan pengetahuan, membentuk sikap dan memindahkan nilai-nilai (Lefrancois, dalam Mahmud, 1989). Menurut Syah (2002) kata mengajar dapat ditafsirkan bermacam-macam, misalnya: menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain, melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain, menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain.

  Pekerjaan mengajar itu sendiri bukan merupakan pekerjaan yang mudah karena dibutuhkan suatu ketrampilan khusus. Mengajar merupakan

  2 pekerjaan yang banyak dan tidak ringan, karena guru bukan hanya menyampaikan pelajaran di depan kelas, tetapi juga menyiapkan dan mendesain bahan pelajaran, memberikan tugas-tugas, menilai proses dan hasil belajar murid, merencanakan kegiatan-kegiatan lain, dan menegakkan disiplin (Mahmud, 1989).

  Seorang guru dituntut untuk menjadi profesional. Menurut Wilonoyudho (2001) ada lima ukuran seorang guru dikatakan profesional.

  Pertama, memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkannya. Ketiga, bertanggung jawab memantau kemajuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Keempat, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugasnya. Kelima, seyogianya menjadi bagian dalam masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

  Selain dituntut untuk menjadi profesional dalam pekerjaannya, seorang guru juga memiliki tuntutan yang besar dalam masyarakat.

  Menurut Nasution (1983), berdasarkan kedudukannya, seorang guru harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat.

  Apa yang dituntut dari seorang guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi dari pada yang dituntut oleh orang dewasa lainnya.

  Tugas yang harus dipikul oleh guru memang sangat berat, akan tetapi sepertinya hal itu sangat tidak sesuai dengan apa yang diperolehnya.

  Pada umumnya kehidupan ekonomi para guru masih sangat memprihatinkan, meskipun mereka harus bekerja keras namun mereka

  3 hanya memperoleh gaji yang pas-pasan, bahkan sering kali tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya.

  Tuntutan profesionalisme dan tuntutan besar dari masyarakat, serta kurang tercapai kesejahteraan itu tentunya dirasakan sangat menekan, atau berpotensi menimbulkan stres. Selain hal-hal di atas, lingkungan .kerja juga memiliki potensi menimbulkan stres. Berdasarkan hasil penelitian Smith dan Bourke (dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998) terungkap bahwa 66 persen stres yang dialami oleh guru bersumber dari pekerjaannya. Hal ini disebabkan ciri pekerjaan guru yang bersifat repetitif. Long dan Khan (dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998) mengemukakan bahwa pekerja yang melakukan tugas yang bersifat rutin akan mengalami stres jangka panjang.

  Stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2006). Stres pada diri seseorang dapat menimbulkan berbagai macam gangguan baik bagi dirinya sendiri, orang lain maupun bagi lingkungan kerjanya. Menurut Rini (2002) ada hubungan sebab akibat antara stres dengan penyakit seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Bakker dkk (dalam Rini, 2002) mengungemukakan bahwa stres yang dialami oleh seseorang akan merubah sistem kekebalan tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

  4 Menurut Robbins (1996) faktor yang menyebabkan stres adalah faktor lingkungan, yaitu faktor yang menyebabkan stres yang bersumber dari lingkungannya secara umum; faktor organisasional, yaitu yang berasal dari dalam organisasi tempat kerjanya; dan faktor individual.

  Guru merupakan pekerjaan yang memiliki ritme kerja yang rutin, yaitu mengajar dengan jam yang sudah ditentukan. Namun demikian, tugas guru berbeda-beda berdasarkan jenjang pendidikan yang diampunya. Dalam sistem pendidikan dasar 9 tahun yang diterapkan di negara kita saat ini, terdapat dua jenjang pendidikan yang wajib ditempuh oleh setiap anak, yaitu pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah pertama.

  Pada umumnya guru Sekolah Dasar memiliki tugas mengajar yang lebih monoton dibandingkan dengan guru Sekolah Menengah Pertama. Kebanyakan guru Sekolah Dasar, terutama guru-guru di lingkungan pedesaan, berperan sebagai guru kelas yang mengajar siswa dalam satu kelas, sehingga setiap harinya seorang guru Sekolah Dasar akan menghadapi murid-murid yang sama. Seorang guru kelas juga memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan dan menyampaikan hampir semua mata pelajaran yang ada, sehingga dapat dikatakan bahwa jam kerjanya adalah sehari penuh. Selain itu seorang guru kelas juga bertanggung jawab terhadap perkembangan pendidikan seluruh anak didiknya dalam setiap mata pelajaran.

  Guru SMP tidak berperan sebagai guru kelas. Pada umumnya guru Sekolah Menengah Pertama memiliki tugas untuk menyampaikan

  5 satu mata pelajaran untuk beberapa kelas sesuai dengan spesifikasi ilmunya. Hal ini tentunya akan menimbulkan adanya variasi siswa yang diajarnya, artinya seorang guru tidak selalu menghadapi murid yang sama sepanjang hari. Berbeda dengan guru Sekolah dasar yang bertanggung jawab terhadap perkembangan siswanya dalam seluruh mata pelajaran, seorang guru sekolah menengah biasanya hanya bertanggung jawab terhadap perkembangan siswanya dalam satu mata pelajaran yang diampunya.

  Menurut Slavin (2003) guru yang baik adalah guru yang mengetahui bahan pelajaran dan menguasai ketrampilan mendidik.

  Seorang guru yang efektif tidak hanya mengetahui mata pelajaran, tetapi juga mampu mengkomunikasikan ilmunya kepada peserta didik. Jika demikian halnya maka seorang guru SD memiliki tugas dan tanggung jawab yang relatif lebih berat karena dia harus menguasai semua mata pelajaran dan juga harus memiliki ketrampilan mendidik. Guru pada tingkat SMP pada umumnya hanya dituntut untuk menguasai satu atau dua mata pelajaran saja di samping ketrampilan mendidik.

  Dalam praktik pendidikan tugas seorang guru tidak hanya terbatas pada menyampaikan pelajaran pada muridnya, tetapi juga mendidik muridnya untuk menjadi seorang yang baik yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam hal ini tentunya beban tugas guru SD dan guru SMP tidak sama, karena mereka memiliki anak didik yang berbeda dalam hal usia, sehingga pola pendidikan yang diterapkan serta tantangan kerja

  6 yang dihadapi juga akan berbeda. Peserta didik dalam jenjang pendidikan SD dan SMP memiliki keunikan masing-masing.

  Sekolah Dasar merupakan awal dari sebuah proses pendidikan, di Sekolah Dasar ini seorang anak akan mulai diajarkan bagaimana membaca, menulis, berhitung, serta mengenal hal-hal yang ada dilingkungannya, tentunya itu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan bahkan memiliki tantangan yang sangat tinggi. Pendidikan di Sekolah Dasar sering kali dianggap sebagai dasar utama dalam kehidupan seseorang.

  Jalannya proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan kognitif peserta didik. Piaget (dalam Gunarsa, 1987) menganggap belajar sebagai proses yang aktif yang harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak. Oleh karena itu guru juga harus mampu memiliki pemahaman tentang perkembangan kognitif anak.

  Rentang usia peserta didik di Sekolah Dasar adalah sekitar 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget (dalam Irwanto, 1997) tahap perkembangan kognitif anak pada usia 7 – 12 tahun masuk pada tahap perkembangan operasional konkrit, dimana seorang anak mampu menalar suatu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya. Selain itu pada usia ini anak mampu mengklasifikasikan objek berdasarkan cirinya. Meskipun demikian, pemikiran logis anak masih terpancang pada objek konkrit yang disajikan. Untuk itu guru SD harus mampu menyajikan pelajaran

  7 sedemikian rupa sehingga anak mampu memahaminya, misalnya dengan menyajikan pelajaran yang berisi obyek atau benda-benda yang nyata.

  Pendidikan pada tingkat SMP masih termasuk dalam pendidikan dasar, tapi dalam hal karakteristik peserta didik secara umum tentunya sudah sangat berbeda dengan peserta didik di SD. Guru SMP memiliki peserta didik yang usianya sekitar 13 sampai 15 tahun. Usia ini secara kognitif masuk pada tahap perkembangan operasional formal. Dalam tahap ini seorang anak mampu berpikir secara abstrak dan simbolis. Pola berpikir anak juga menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda (Piaget, dalam Irwanto, 1997). Dalam usia ini seorang anak masuk pada usia pubertas yang sering disebut periode tumpang tindih, yaitu saat akhir masa kanak-kanak dan awal masa remaja (Irwanto, 1997). Periode ini merupakan masa yang sulit bagi seseorang, sehingga tentunya akan menimbulkan berbagai macam permasalahan dan tantangan bagi guru.

  Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk mengetahui perbedaan tingkat stres antara guru SD dan guru SMP khususnya di kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di kecamatan Pakis?

  8

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di kecamatan Pakis.

  D. Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian ini adalah 1.

   Manfaat Teoretis

  Penelitian ini dapat menambah kajian teoretis di bidang psikologi pendidikan, khususnya mengenai stres kerja pada guru.

2. Manfaat Praktis

  Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai stres kerja pada guru SD dan SMP khususnya di kecamatan Pakis Magelang. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan mengenai hal-hal yang menyebabkan stres pada guru.

BAB II LANDASAN TEORI A. Stres 1. Pengertian Stres Stres menurut Santrock (2003) adalah respon individu terhadap

  keadaan dan kejadian yang disebut stressor, yang mengancam dan menganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping).

  Selye (dalam Huffman, 2000) mendefinisikan stres sebagai respon nonspesifik dari tubuh terhadap suatu tuntutan. Secara sederhana Anoraga (2006) mengartikan stres sebagai suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

  Hardjana (1994), mengartikan stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan orang yang dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya.

  Sarafino (1997) mendefinisikan stres dalam tiga pendekatan antara lain :

  10

  a. stres sebagai stimulus

  Pendekatan ini menitikberatkan pada lingkungan, dan mengambarkan stres sebagai stimulus. Individu melihat dalam referensi orang terhadap sumber atau penyebab kegelisahan dan tekanan sebagai kejadian atau keadaan yang menyebabkan stres. Keadaan atau kejadian yang membuat kita merasa terancam atau terganggu, sehingga menghasilkan perasaan tertekan yang disebut stressor.

  Stressor dapat berupa bencana besar (tornado, tsunami, gempa

  bumi, banjir, dll), kejadian besar dalam kehidupan seseorang (kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan), kondisi yang tidak menyenangkan (hidup di daerah yang bising).

  b. stres sebagai respon

  Pendekatan ini lebih menekankan pada reaksi seseorang terhadap

  

stressor dan menggambarkan stres sebagai suatu respon. Individu secara

  cepat akan merespon stimulus yang diterimanya. Respon yang dialami tersebut mengandung dua komponen, yaitu komponen psikologis dan komponen fisiologis. Komponen psikologis meliputi: perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stres. Komponen fisiologis berupa rangsangan- rangsangan fisik yang meningkat, seperti jantung bedebar, mulut kering, perut mulas, dan berkeringat. Respon terhadap stressor ini disebut strain atau ketegangan.

  Selye (dalam Sarafino, 1997) menyatakan pendapat yang senada, bahwa ketika organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong

  11 dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenalin yang mengaktifkan sistem saraf simpatetik. Menurut Selye individu tidak hanya berhenti pada merespon stressor saja namun masih ada 2 tahap lagi. Selye menyebut 3 tahap tersebut dengan istilah

  

General Adaption System (GAS) antaralain: (1) Tahap reaksi alarm (alarm

reaction) merupakan upaya mempersiapkan diri untuk melawan stres.

  Upaya yang dilakukan seperti: jantung berdebar-debar, muka pucat, tekanan darah naik, kadar gula dalam darah meningkat. (2) Tahap resisten (resistance reaction) merupakan tahap dimana tubuh melakukan penyesuaian pada keadaan yang menimbulkan stres. (3) Tahap kelelahan

  (exhoustion reaction) terjadi ketika tubuh sudah tidak mampu lagi untuk memberi respon dalam melawan keadaan stress (Sarafino, 1997).

  c. stres sebagai transaksi

  Stres adalah hubungan antara individu dengan lingkungan yang merupakan kelanjutan dari interaksi dan penyesuain diri. Interaksi antara individu dalam lingkungan yang saling mempengaruhi disebut hubungan transaksional. Stres tidak hanya suatu stimulus atau suatu respon, namun juga merupakan sebuah proses yang mana individu sebagai pengantara yang aktif yang dapat mempengaruhi stressor melalui perilaku, kognitif, dan emosional. Individu dapat memberikan reaksi yang berbeda pada stressor yang sama.

  Sarafino (1997) menyimpulkan bahwa stres merupakan kondisi yang merupakan hasil ketika transaksi orang/lingkungan membawa individu merasa

  12 ketidaksesuaian-nyata atau tidak-dengan tuntutan dari situasi dan sumberdaya biologis, psikologi atau sistem sosial.

  Steers (dalam Rasid, 1992) memandang stres sebagai reaksi individu terhadap karakteristik lingkungan yang dirasa menunjukkan suatu ancaman.

  Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa stres merupakan tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap kondisi lingkungan yang menuntut, membebani dan mengancamnya.

2. Pengertian Stres Kerja

  Secara umum jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka individu tersebut dikatakan mengalami stres kerja (Rini, 2002).

  Stres kerja adalah kondisi dinamik yang terjadi ketika seseorang dihadapkan dengan suatu peluang, kendala dan tuntutan yang tidak seimbang di dalam pekerjaannya. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan munculnya ketidakpastian yang dirasakan oleh seseorang dalam kehidupan bekerjanya (Robbins, 1997).

  Ivanchevich dan Matteson (dalam Nurofia, 2000) mendefinisikan stres dalam dunia kerja sebagai suatu respon adaptif, yang diantarai oleh perbedaan individual dan atau proses-proses psikologis, yang merupakan konsekuensi dari segala tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang mempunyai tuntutan psikologis atau fisik yang cukup besar bagi diri seseorang.

  13 Sedangkan menurut Behr dan Newman (dalam Nurofia, 2000) stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul dari interaksi individu dengan pekerjaannya dan dicirikan oleh perubahan-perubahan di dalam individu tersebut yang mendorong timbulnya penyimpangan dari fungsi normal.

  Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah respon penyesuaian yang merupakan hasil interaksi individu dengan pekerjaannya terhadap situasi eksternal (peluang, kendala, tuntutan) yang tidak seimbang yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan fisik, psikologis yang berpengaruh terhadap kognisi dan emosi, serta tingkah laku.

3. Faktor-faktor penyebab stres kerja

  Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres pada individu disebut sebagai stressor. Rice menggolongkan macam stressor sebagai berikut: a) Stressor individu merupakan sumber stres yang berasal dari faktor internal seperti: kepribadian, sikap terhadap stres, dan faktor kognitif

  (penilaian terhadap stres).

  b) Stressor interpersonal adalah sumber stres yang berhubungan dengan proses interaksi dengan orang lain. Proses ini akan menimbulkan masalah yang menyebabkan terjadi ketegangan secara fisik, sehingga memicu sekresi hormon stres dalam tubuh seperti: adrenalin,

  noradrenalin, dan cortisol.

  c) Stressor sosial merupakan sumber stres yang berasal dari kehidupan sosial, seperti: perubahan sosial yang cepat, kepadatan penduduk,

  14 kepadatan pemukiman, keramaian, kemacetan, pertikaian antara kelompok masyarakat, kerusuhan, kenaikan biaya hidup, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan sebagai kaum minoritas.

  d) Stressor lingkungan fisik merupakan sumber stres yang disebabkan oleh kondisi lingkungan fisik disekitar individu. Stressor ini sering dialami oleh individu, sehingga mereka mampu beradaptasi dan melakukan koping stres. Stressor ini seperti: bencana alam, banjir, cuaca, temperatur, kecepatan angin, kebisingan, polusi, dan bencana yang berasal dari teknologi.

  e) Stressor organisasi merupakan sumber stres terjadi pada setting khusus yaitu organisasi atau perusahaan. Jenis stressor yang timbul bisa bersifat struktural maupun kultural seperti stres pada pekerjaan, jadwal kerja padat, struktur tugas berat, kebijakan perusahan yang negatif, dan budaya organisasi yang destruktif. Selain dalam kehidupan secara luas, stres juga dialami di dalam lingkungan kerja. Menurut Smet (1994) ada dua hal yang menyebabkan suatu pekerjaan menjadi stressful. Pertama, tuntutan kerja yang terlalu banyak yang mengharuskan orang untuk bekerja terlalu keras. Kedua, jenis pekerjaannya, misalnya pekerjaan yang memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya (supervisi), guru atau dosen.

  Menurut sarafino (dalam Smet, 1994) stres kerja dapat disebabkan oleh:

  a) lingkungan fisik yang terlalu menekan, misalnya kebisingan, udara yang panas, dan penerangan yang kurang terang.

  15 b) kurangnya kontrol yang dirasakan

  c) kurangnya hubungan interpersonal d) kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja.

  Sumber stres menurut Cary Cooper (dalam Rini, 2002) adalah stres karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi.

  a) Kondisi Pekerjaan 1) Lingkungan Kerja.

  Keadaan lingkungan kerja yang buruk berpotensi menimbulkan karyawan mudah sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Selain itu kenyamanan kerja karyawan akan terganggu jika ruang kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, dan berisik. 2) Overload

  Overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Overload secara kuantitatif adalah jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut,sehingga karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam "tegangan tinggi". Overload secara kualitatif adalah bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.

  3) Deprivational Stress Istilah deprivational stress adalah untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya

  16 keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).