Persepsi siswa, guru, dan orang tua terhadap ujian nasional : studi kasus pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo - USD Repository
PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA
TERHADAP UJIAN NASIONAL
Studi Kasus Pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
VERONICA YAYIK NURYANI
NIM: 031334003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA
TERHADAP UJIAN NASIONAL
Studi Kasus Pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
VERONICA YAYIK NURYANI
NIM: 031334003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Veronica Yayik NuryaniNomor Mahasiswa : 031334003
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA TERHADAP UJIAN NASIONAL:
STUDI KASUS PADA SMA- SMA DI KABUPATEN KULON PROGO
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam
bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan
secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti
kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikiab pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 4 Maret 2008 Yang menyatakan Veronica Yayik NuryaniPERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.Yogyakarta, 16 Januari 2008 Penulis, Veronica Yayik Nuryani
ABSTRAK
PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA
TERHADAP UJIAN NASIONAL
Studi Kasus Pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo
Veronica Yayik Nuryani
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi siswa, guru,dan orang tua terhadap Ujian Nasional. Penelitian ini merupakan penelitian studi
kasus yang dilaksanakan pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo dengan
kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII program IPS, guru
yang mengajar di kelas XII program IPS pada mata pelajaran yang diujikan, dan
orang tua/wali dari siswa kelas XII program IPS. Dengan teknik purposive
sampling , diperoleh 225 sampel siswa, 25 sampel guru, dan 198 sampel orang tua.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, yang diukur dengan
skala likert . Teknik pengujian instrumen menggunakan uji validitas dengan rumus
Korelasi Product Moment dan uji reliabilitas dengan rumus Alfa Cronbach.
Teknik pengujian prasyarat untuk mengetahui normalitas data digunakan teknik
uji Kolmogorov Smirnov, sedangkan untuk mengetahui homogenitas data
digunakan uji Bartlett. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis yang
pertama dan kedua menggunakan uji statistik Chi Square, sedangkan hipotesis
yang ketiga menggunakan uji statistik One Way ANOVA.Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa ada perbedaan
persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara siswa yang belajar di
sekolah dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum
2
2
terakreditasi ( tabel = 9,488 < hitung = 16,3681), pengujian hipotesis kedua
χ χ
menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian
Nasional antara guru yang mengajar di sekolah dengan kategori sekolah
2
terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi ( tabel = 3,481 l <
χ
2 hitung = 6,8375), dan hasil pengujian hipotesis yang ketiga menunjukkan bahwa
χ
ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara orang tua
yang menyekolahkan anaknya di sekolah dengan kategori sekolah terakreditasi A,
terakreditasi B, dan belum terakreditasi (Asimp.Sig. = 0,011 < a = 0,05).
ABSTRACT
THE PERCEPTION OF STUDENTS, TEACHERS AND PARENTS
TOWARDS NATIONAL FINAL EXAMINATION
A Case Study: High Schools in Kulon Progo Regency
Veronica Yayik Nuryani
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2008
This research was purposed to know the differences of the students’,teachers’, and parents’ perception towards National Final Examination. This
research was a case study conducted at the high schools in Kulon Progo Regency
with the category based on the accreditation A, B and not yet accredited schools.
The population on this research was the XII graders of social science
department of the schools, the teachers who taught at the same class on the
examined lessons, and the parents of those students. The technique of sampling
taken was purposive sampling, it was gained 225 students, 25 teachers and 198
parents. The technique of collecting data was questionnaire, measured by likert
scale. The techniques of instrument testing used were validity testing with the
formula of Moment Product Correlation and Alfa Croncbach reliability test
formula. The technique of data analysis prerequisite to know the data normality
was Kolmogorof Smirnov test, whereas to know the data homogeneity this reseach
used Bartlett test. The technique of data analysis to test the first and second
hypotheses were statistic test of Chi Square, whereas the third hypothesis was
statistic test of One Way ANOVA.The result of the first hypothesis test shows that there is significant
difference of perception towards National Final Examination among the students
2
at A accredited school, B accredited school and not yet accredited school ( table
χ
2
= 9,488 < count = 16,3681). The result of the second hypothesis test shows that
χ
there is significant difference of perception toward National Final Examination
among the teachers at A accredited school, B accredited school and not yet
2
2
accredited school ( = 3,481 < = 6,8375) and the third result shows
table countχ χ
that there is significant difference of perception toward National Final
Examination among the parents whose children study in A accredited school, B
accredited school and not yet accredited school (Asimg.Sig = 0,011 < a = 0,05).DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
MOTTO.................................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................... v
ABSTRAK.............................................................................................. vi
ABSTRACT ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL.................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................1 A. Latar Belakang Masalah..........................................
1 B. Batasan Masalah......................................................
11 C. Rumusan Masalah...................................................
11 D. Tujuan Penelitian.....................................................
12 E. Manfaat Penelitian...................................................
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................
15 A. Pengertian Persepsi .................................................
15
2. Ujian Nasional..................................................
24 C. Akreditasi Sekolah ..................................................
26 D. Kerangka Berpikir ...................................................
29 BAB III METODE PENELITIAN .............................................
38 A. Jenis Penelitian........................................................
38 B. Tempat dan Waktu Penelitian.................................
38 C. Subjek dan Objek Penelitian...................................
38 D. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel...
39 1. Populasi.............................................................
39 2. Sampel...............................................................
39 3. Teknik Penarikan Sampel..................................
40 E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya .................
41 1. Variabel Penelitian............................................
41 2. Pengukuran Variabel.........................................
43 F. Teknik Pengumpulan Data......................................
44 1. Kuesioner ..........................................................
44 2. Dokumentasi......................................................
44 G. Teknik Pengujian Instrumen ...................................
44 1. Pengujian Validitas ...........................................
44 2. Pengujian Reliabilitas........................................
51 H. Teknik Analisis Data ...............................................
52
b. Uji Homogenitas .........................................
53 2. Pengujian Hipotesis...........................................
54 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ..................
68 A. Deskripsi Data.........................................................
68 B. Analisis Data ...........................................................
73 1. Pengujian Prasyarat Analisis .............................
73 a. Uji Normalitas.............................................
73 b. Uji Homogenitas .........................................
75 2. Uji Hipotesis......................................................
78 C. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................
87 BAB V PENUTUP......................................................................
96 A. Kesimpulan..............................................................
96 B. Keterbatasan Penelitian...........................................
97 C. Saran........................................................................
98 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 101 LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional yang melanda Indonesia telah membuka mata
kita terhadap mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan secara tidak langsung merujuk pada mutu pendidikan yang menghasilkan SDM itu sendiri.
Meskipun sudah merdeka lebih dari setengah abad, akan tetapi mutu pendidikan di Indonesia dapat dikatakan masih rendah. United Nation (UNDP) dalam Human Development Index (HDI)
Development Program tahun 2005 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 110 dari 177 negara di dunia. Bahkan yang lebih memprihatinkan, peringkat tersebut justru sebenarnya menurun dari tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun 1997 HDI Indonesia berada pada peringkat 99, lalu menjadi peringkat 102 pada tahun 2002, dan kemudian merosot kembali menjadi peringkat 111 pada tahun 2004 (http://jurnalhukum.blogspot.com).
Gambaran tersebut setidaknya memacu kita untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Di sisi lain proses peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tentu saja harus sejalan dengan tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang menyatakan bahwa pendidikan
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.Pencapaian tujuan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan tersebut dapat diketahui melalui suatu kegiatan yang dinamakan
evaluasi. Menurut Ralp Tyler dalam Arikunto (2005: 3), menyatakan bahwa
evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah
tercapai. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1
menyebutkan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebaga i bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.Salah satu bentuk evaluasi adalah Ujian Nasional (UN). Menurut
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 66 menyebutkan bahwa Ujian Nasional merupakan
penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. UN merupakan
alat ukur yang terstandar (standardized test) yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Jadi, UN menunjukkan suatu sistem evaluasi yang terpusat.Sistem evaluasi terpusat dalam bentuk UN mendapat banyak sorotan
batas kelulusan dari 3,01 pada 2003 menjadi 4.01 pada 2004. Ada
kekhawatiran ambang kelulusan itu bisa membuat banyak siswa tidak lulus.
Argumen berkembang ke masalah dampak pembelajaran di sekolah, UN
membuat perhatian murid tertuju kepada mata pelajaran yang diujikan. Selain
itu juga dikritik karena tidak komprehensif, hanya mementingkan aspek
kognitif saja. Tak kalah pentingnya, UN dianggap tidak adil karena
mengevaluasi murid dengan ukuran yang seragam, sungguh suatu pelanggaran
bagi keadaan Indonesia yang heterogen.Pendapat-pendapat tersebut sejalan pula dengan hasil kajian Koalisi
Pendidikan. Koalisi Pendidikan yang terdiri dari Lembaga Advokasi
Pendidikan (LAP), National Educational Watch (NEW), Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI), The Centre for the Betterment Indonesia (CBE),
Kelompok Kajian Studi Kultural (KKSK), Federasi Guru Independen
Indonesia (FGII), Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI), Forum Aksi Guru
Bandung (FAGI-Bandung), For-Kom Guru Kota Tangerang (FKGKT),
Lembaga Bantuan Hukum (LBH-Jakarta), Jakarta Teachers and Education
Club (JTEC), dan Indonesia Corporation Watch (ICW) menyebutkan bahwa
telah terjadi penyimpangan dalam pemberlakuan UN. Penyimpangan-
penyimpangan tersebut muncul tidak hanya karena kebijakan UN yang
digulirkan Departemen Pendidikan Nasional minim sosialisasi dan tertutup,
tetapi lebih pada hal yang bersifat fundamental baik secara pedagogis, yuridis,
Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan
peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), ketrampilan
(psikomotorik), dan sikap (afektif). Tetapi yang dinilai dalam UN hanya satu
aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan
sebagai penentu kelulusan.Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1
yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan
secara berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan
dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh
pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain
merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian
yang berupa proses. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah
dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan
evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas
pendidik.
pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada
tahun 2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik
dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang
akan di- UN-kan di sekolah ataupun di rumah.Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN
memboroskan biaya. Tahun lalu, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai
Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005
mema ng disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas
sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan
dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal
penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat
tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan
terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.Selain hal- hal tersebut di atas, yang tidak kalah disoroti adalah
berkenaan dengan kebijakan yang menjadikan UN sebagai satu-satunya
standar kelulusan. Hal ini tentu saja tidak menghargai proses pendidikan yang
sudah dijalani oleh peserta didik selama tiga tahun dan juga tidak menghargai
peran guru dalam ikut serta mengevaluasi peserta didik karena diambil alih
oleh UN. Walaupun sebenarnya di tahun ajaran 2006/2007 syarat kelulusan
tidak hanya berdasarkan hasil UN saja melainkan ada tiga aspek lain yang
juga harus diperhitungkan tetapi dalam prakteknya tentu saja hasil UN lah
Nasional (Tekun) menggugat Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan
Nasional, dan Ketua Standar Nasional Pendidikan atas kelalaiannya dalam
memenuhi hak pendidikan warga negara, terutama hak-hak pendidikan yang
tidak didapatkan para siswa yang gagal menempuh UN. Gugatan tersebut
akhirnya dikabulkan (Lampung Post, 22 Mei 2007).Di antara kritikan-kritikan tajam, muncul juga argumentasi yang
mendukung kuat pelaksanaan UN. Argumen tersebut diantaranya
menyebutkan bahwa Ujian Nasional merupakan langkah terakhir untuk
mengukur apakah sekolah-sekolah yang dibangun baik oleh negara maupun
swasta telah memenuhi standar mutu pendidikan nasional. Lebih lanjut
dikatakan Ketua BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), UN
dilaksanakan untuk melihat perkembangan proses pendidikan di setiap
wilayah sekaligus sebagai pemetaan standar pendidikan nasional. Wakil
Presiden Yusuf Kalla menjelaskan bahwa tujuan UN adalah untuk mengukur
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada beberapa mata pelajaran
tertentu, juga untuk mengukur apakah standar nasional pendidikan itu tercapai
atau tidak (Media Indonesia, 7 Desember 2006).Sedangkan menurut enam hasil studi yang dilakukan oleh Depdiknas
maupun lembaga- lembaga yang disponsori Depdiknas, menyimpulkan bahwa
masyarakat mendukung ujian akhir secara nasional (Kompas, 31 Januari
2005). Keenam hasil studi tersebut antara lain dijelaskan sebagai berikut.
pendidikan nasional. Studi kedua oleh Inspektorat Jenderal Depdiknas.
Menurut studi ini, seluruh kepala dinas propinsi dan kabupaten, kepala
sekolah, guru, murid, orang tua murid maupun pemerhati pendidikan
menyatakan setuju UAN diselenggarakan.Studi ketiga yang dilaksanakan oleh Program Pascasarjana Universitas
Negeri Yogyakarta, mayoritas siswa menyebutkan UAN membuat siswa
semangat belajar, rajin mencari sumber bacaan, rajin masuk sekolah;
mayoritas guru menyatakan UAN membuat mereka lebih giat mengajar,
meningkatkan disiplin dan motivasi berprestasi.; mayoritas orang tua
menyatakan UAN membuat mereka lebih memperhatikan proses pembelajaran
anak dan memberi dorongan belajar. Sedangkan studi keempat yang dilakukan
oleh Universitas Pendidikan Indonesia mengemukakan bahwa evaluasi
nasional berperan meningkatkan mutu dan perlu dilaksanakan oleh badan
independen.Studi kelima dilakukan oleh Lembaga Studi Pembangunan Indonesia
(LSPI). Studi ini menyimpulkan dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan
UAN, sekolah perlu diberi kepercayaan menentukan kelulusan,
penyelenggaraan ujian oleh lembaga mandiri dan perlunya perbaikan pada
sistem ujian dengan ditiadakan ujia n ulangan dan disertakan soal essai. Dan
studi yang keenam oleh Departemen Hukum dan HAM mengemukakan UU
No. 20 Th 2003 tentang Sisdiknas memerintahkan adanya kompetensi lulusan,
Furqon (Masih Perlukah Ujian Akhir Nasional, Pikiran Rakyat, 23
Desember 2004 – On line) menyebutkan sedikitnya ada lima alasan yang
mendukung pelaksanaan UN. Pertama, alasan akuntabilitas publik (public
), yaitu ujian dalam pendidikan diharapkan mampu accountabilitymenyediakan dan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
kemajuan dan prestasi, sehubungan dengan manfaat dari setiap rupiah yang
dibelanjakan dalam kegiatan pendidikan.Kedua, alasan pengendalian mutu (quality control) pendidikan. Ujian
diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan dan menjamin
bahwa setiap keluaran (lulusan) pendidikan telah memenuhi kualifikasi,
kompetensi, atau standar tertentu yang ditetapkan.Ketiga, alasan motivator (pressure to achieve), yaitu evaluasi
diharapkan menjadi instrumen untuk mendorong dan "memaksa" pengelola,
penyelenggara, dan pelaksana (guru dan siswa) pendidikan untuk berusaha
lebih keras dalam mencapai hasil yang diharapkan.Keempat, alasan seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi
pendidikan dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan untuk menerima
atau menolak seorang pelamar, khususnya jika tempat yang tersedia lebih
sedikit dari jumlah yang melamar. Selain itu, hasil evaluasi juga dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan ke mana seseorang
dianjurkan untuk melanjutkan pendidikannya atau bekerja.
sehingga dapat ditentukan kegiatan tindak lanjut yang diperlukan. Fungsi ini
sering juga dikaitkan dengan fungsi peningkatan mutu (quality improvement)
karena balikan yang tepat dapat mendorong kegiatan dan program pendidikan
untuk senantiasa melakukan peningkatan mutu layanan pendidikan dan
keluaran yang dihasilkannya.Kontroversi sistem pelaksanaan UN yang berkepanjangan tentu saja
menimbulkan keprihatinan bagi banyak pihak Beberapa pihak yang paling
merasakan dampak UN adalah siswa, guru dan orang tua siswa. Masing-
masing mempunyai beban sesuai dengan kapasitasnya dalam rangka
menghadapi UN.Bagi siswa, beban kian akan berat dirasakan, manakala standar
kelulusan akan dinaikkan kembali. UN tahun 2007 menentukan dua kriteria
kelulusan:1). Memiliki nilai rata-rata minimum 5,00 untuk seluruh mata
pelajaran yang diujikan dengan tidak ada nilai di bawah 4,25; 2) Memiliki
nilai minimum 4,00 pada salah satu mata pelajaran dengan nilai dua mata
pelajaran lainnya minimum 6,00. Kedua kriteria ini dimungkinkan akan
dinaikkan nilainya pada UN 2008. Terhadap kebijakan ini, peneliti menduga
ada perbedaan persepsi diantara para siswa terhadap pelaksanaan UN.Bagi guru, tuntutan standar minimal seperti yang disebutkan di atas
tentu akan menjadi beban karena mereka harus mempersiapkan peserta didik
yang sangat heterogen, misalnya tingkat kecerdasan dan keadaan sosial
mempersiapkan anak didik dalam menghadapi UN. Terhadap keadaan
tersebut, peneliti menduga ada perbedaan persepsi guru terhadap pelaksanaan
UN.Bagi orang tua siswa, kedua kriteria standar minimal UN tahun 2007
dan kemungkinan akan dinaikkan lagi untuk UN tahun depan, sungguh
menjadi kekhawatiran tersendiri, muncul keraguan apakah putera-puteri
mereka siap menghadapi UN. Lebih dari itu, anggapan yang berkembang di
masyarakat adalah UN dijadikan satu-satunya penentu kelulusan, walaupun
sebenarnya masih ada tiga kriteria kelulusan yang lain. Peneliti menduga ada
perbedaan persepsi orang tua terhadap pelaksanaan UN.Siswa, guru, dan orang tua diduga mempunyai tanggapan yang berbeda
terhadap pelaksanaan UN. Perbedaan tanggapan ini bisa disebabkan oleh
kualitas siswa, kualitas guru dan sarana prasarana sekolah. Sekolah yang
memiliki siswa dan guru berkualitas baik dan sarana prasarana memadai
diduga memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan dengan sekolah
yang memiliki siswa dan guru yang berkualitas sedang maupun kurang serta
sarana prasarana yang terbatas. Dalam penelitian ini, sekolah yang berkualitas
amat baik dikelompokkan dalam sekolah terakreditasi A, berkualitas baik
dikelompokkan dalam sekolah terakreditasi B dan sekolah berkualitas kurang
dikelompokkan dalam sekolah belum terakreditasi. Pengkategorisasian
tersebut merupakan hasil penilaian Badan Akreditasi Sekolah berdasarkan bahwa perbedaan kategorisasi sekolah ini akan mempengaruhi persepsi siswa, guru dan orang tua terhadap pelaksanaan UN.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, dengan judul “Persepsi Siswa, Guru, dan Orang Tua terhadap Ujian Nasional, Studi Kasus pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo”.
B. Batasan Masalah Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi siswa, guru, dan orang tua terhadap UN, namun peneliti membatasi pada faktor akreditasi sekolah yang terdiri dari sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi. Dalam hal ini berarti siswa yang belajar, guru yang mengajar dan orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori baik sekolah terakreditasi A, terakreditasi B dan belum terakreditasi.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara siswa yang belajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi?
2. Apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara gur u yang mengajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi?
3. Apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas antara lain:
1. Ingin mengetahui apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara siswa yang belajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.
2. Ingin mengetahui apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara guru yang mengajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.
3. Ingin mengetahui apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Pemerintah Dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan untuk semakin menyempurnakan kegiatan evaluasi bagi proses pendidikan di Indonesia sehingga mutu pendidikan yang selama ini dicita-citakan akan tercapai.
2. Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi UN, baik persiapan materi maupun mental siswa.
3. Orang Tua Hasil penelitian ini hendaknya dapat menambah wawasan para orang tua sehingga secara proporsional dan realistis dapat melihat bahwa kelulusan bukanlah ukuran atau harga mati untuk keberhasilan seseorang di dalam hidup.
4. Peneliti Dapat menambah wawasan tentang berbagai masalah pendidikan di Indonesia terutama tentang penentuan standar nasional pendidikan yang tentu saja tidaklah mudah dalam pengukurannya.
5. Peneliti selanjutnya Dapat merangsang munculnya ide-ide baru dalam bentuk penelitian-
6. Universitas Selain memberikan tambahan referensi di perpustakaan, penelitian ini diharapkan memberikan informasi tambahan yang berhubungan dengan kegiatan evaluasi pendidikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Persepsi Persepsi pada dasarnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap
orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Jadi persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha, 2005: 141).
Branca, 1965; Woodworth dan Marquis, 1957, (dalam Walgito, 1994: 53) menyebutkan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului penginderaan, yaitu proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi. Proses penginderaan akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat inderanya. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya.
Persepsi juga diartikan sebagai suatu tanggapan (penerimaan langsung atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindera (Kamus
untuk membedakan antara objek yang satu dengan yang lain berdasarkan ciri-
ciri fisik objek-objek itu, misalnya ukuran, warna, dan bentuk.Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses
pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsang
dari luar/lingkungan melalui panca indera, sehingga individu mengerti dan
menyadari apa yang ditangkap oleh inderanya. Dalam penelitian ini, persepsi
merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan
penginterpretasian oleh siswa, guru dan orang tua terhadap rangsang dari luar
yaitu Ujian Nasional.Adapun proses persepsi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Thoha, 2005: 146):
1. Stimulus Pada tahap ini, individu dihadapkan dengan suatu situasi atau stimulus.
Rangsangan ini ditangkap oleh penginderaan individu tersebut.
2. Registrasi Pada tahap ini, seseorang akan terpengaruh atas apa yang diinderakannya.
Pada tahap registrasi, seseorang akan menerima informasi yang diinderakannya, kemudian mendata dan mendaftar semua informasi tersebut.
3. Interpretasi Interpretasi merupakan aspek kognitif dari persepsi. Interpretasi satu orang dengan orang lain. Interpretasi merupakan subproses dari persepsi yang sangat penting.
4. Umpan balik (feedback) Pembentukan persepsi seseorang yang diakibatkan dari adanya suatu
ekspresi atau kejadian atas apa yang telah dilakukan individu tersebut.
Menurut Pareek dalam Desy Arisandy (1984), menjelaskan ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi yaitu:
1. Perhatian Terjadinya persepsi pertama kali diawali oleh adanya perhatian. Tidak semua stimulus yang ada di sekitar kita dapat kita tangkap semuanya secara bersamaan. Perhatian kita hanya tertuju pada satu atau dua objek yang menarik bagi kita.
2. Kebutuhan Setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan menetap maupun kebutuhan yang sesaat.
3. Kesediaan Adalah harapan seseorang terhadap suatu stimulus yang muncul, agar memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima lebih efisien sehingga akan lebih baik apabila orang tersebut telah siap terlebih dulu.
4. Sistem nilai Sistem nilai yang berlaku dalam diri seseorang atau masyarakat akan
Menurut Wilson dalam Munir (2000), faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi ada dua yaitu:
1. Faktor eksternal atau dari luar yang terdiri dari:
a. Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan dengan yang objektif.
b. Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan dibandingkan dengan hal- hal yang lama.
c. Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibandingkan dengan gerak yang lambat.
d. Conditioned stimuli, stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu, deringan telpon dan lain- lain.
2. Faktor internal atau dari dalam yang terdiri dari:
a. Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk merespon terhadap istirahat.
b. Interest, hal- hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik.
c. Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian
d. Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain- lain
B. Evaluasi
1. Hakekat Evaluasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar Ralp Tyler dalam Arikunto (2005: 3), menyatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Sedangkan Cronbach dan Stufflebeam dalam buku yang sama menyebutkan bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh
mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Jadi evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang.
Adapun jenis evaluasi menurut Winkel (1991: 314) adalah:
a. Evaluasi produk, melalui evaluasi ini dapat diselidiki apakah dan sampai berapa jauh tujuan-tujuan instruksional telah tercapai; tujuan- tujuan itu merupakan hasil belajar yang seharusnya diperoleh siswa, baik menurut aspek isi maupun aspek sikap.
b. Evaluasi proses, meninjau proses belajar- mengajar yang mendahului
Sedangkan jenis-jenis evaluasi menurut Groundlund, N.E. dalam Sudjana dan Ibrahim (1989:119) meliputi:
a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap selesai
dipelajari suatu unit pelajaran tertentu.
b. Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir
pengajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu.
c. Evaluasi diagnostik, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana
diagnostik.
d. Evaluasi penempatan, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk
menempatkan warga belajar pada suatu program pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kemampuannya.Evaluasi mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Kegiatan
pengukuran dapat dilakukan melalui ulangan, ujian, tugas dan sebagainya.
Kegiatan pengukuran merupakan penentuan kuantitas sifat suatu objek
melalui aturan-aturan tertentu yang benar-benar mewakili sifat dari suatu
objek yang dimaksud (Masidjo, 1995:14). Kuantitas yang diperoleh dari
suatu pengukuran disebut skor. Contoh skor: 50, 75, 45 dsb.Agar skor-skor tersebut berarti bagi pihak-pihak yang terkait, maka
perlu diberi arti atau makna. Skor tersebut akan bermakna apabila
diperbandingkan dengan suatu acuan yang relevan, yang sesuai dengan
sifat suatu objek, dalam hal ini adalah prestasi belajar siswa dalam
Tabel 2.1 Contoh Pedoman Penilaian
Kelas Interval Kualifikasi Kualitas/Nilai
49 – 60 Amat baik A
40 – 48 Baik B
34 – 39 Cukup C
28 – 33 Kurang/meragukan D
0 - 27 Kurang sekali/gagal E
Berdasarkan contoh di atas, skor-skor tersebut dapat diubah
menjadi kualitas. Dengan demikian, penilaian suatu objek adalah kegiatan
membandingkan antara hasil pengukuran yang berupa skor dengan acuan
yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan
nilai.Menurut Masidjo (1995:23-26), prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan pengukuran dan penilaian suatu objek sebagai berikut:
a. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus
dilaksanakan secara terus- menerus atau kontinyu.