Persepsi siswa, guru, dan orang tua terhadap ujian nasional : studi kasus pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo.

(1)

vi

ABSTRAK

PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA TERHADAP UJIAN NASIONAL

Studi Kasus Pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo Veronica Yayik Nuryani

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi siswa, guru, dan orang tua terhadap Ujian Nasional. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang dilaksanakan pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII program IPS, guru yang mengajar di kelas XII program IPS pada mata pelajaran yang diujikan, dan orang tua/wali dari siswa kelas XII program IPS. Dengan teknik purposive sampling, diperoleh 225 sampel siswa, 25 sampel guru, dan 198 sampel orang tua. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, yang diukur dengan

skala likert. Teknik pengujian instrumen menggunakan uji validitas dengan rumus

Korelasi Product Moment dan uji reliabilitas dengan rumus Alfa Cronbach. Teknik pengujian prasyarat untuk mengetahui normalitas data digunakan teknik uji Kolmogorov Smirnov, sedangkan untuk mengetahui homogenitas data digunakan uji Bartlett. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis yang pertama dan kedua menggunakan uji statistik Chi Square, sedangkan hipotesis yang ketiga menggunakan uji statistik One Way ANOVA.

Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara siswa yang belajar di sekolah dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi (χ2

tabel = 9,488 < χ2hitung = 16,3681), pengujian hipotesis kedua

menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara guru yang mengajar di sekolah dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi (χ2tabel = 3,481 l <

2

χ hitung = 6,8375), dan hasil pengujian hipotesis yang ketiga menunjukkan bahwa

ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi (Asimp.Sig. = 0,011 < a = 0,05).


(2)

vii

ABSTRACT

THE PERCEPTION OF STUDENTS, TEACHERS AND PARENTS TOWARDS NATIONAL FINAL EXAMINATION

A Case Study: High Schools in Kulon Progo Regency Veronica Yayik Nuryani

Sanata Dharma University Yogyakarta

2008

This research was purposed to know the differences of the students’, teachers’, and parents’ perception towards National Final Examination. This research was a case study conducted at the high schools in Kulon Progo Regency with the category based on the accreditation A, B and not yet accredited schools.

The population on this research was the XII graders of social science department of the schools, the teachers who taught at the same class on the examined lessons, and the parents of those students. The technique of sampling taken was purposive sampling, it was gained 225 students, 25 teachers and 198 parents. The technique of collecting data was questionnaire, measured by likert scale. The techniques of instrument testing used were validity testing with the formula of Moment Product Correlation and Alfa Croncbach reliability test formula. The technique of data analysis prerequisite to know the data normality was Kolmogorof Smirnov test, whereas to know the data homogeneity this reseach used Bartlett test. The technique of data analysis to test the first and second hypotheses were statistic test of Chi Square, whereas the third hypothesis was statistic test of One Way ANOVA.

The result of the first hypothesis test shows that there is significant difference of perception towards National Final Examination among the students at A accredited school, B accredited school and not yet accredited school (χ2table

= 9,488 <χ2count = 16,3681). The result of the second hypothesis test shows that

there is significant difference of perception toward National Final Examination among the teachers at A accredited school, B accredited school and not yet accredited school (χ2

table = 3,481 <χ2count = 6,8375) and the third result shows

that there is significant difference of perception toward National Final Examination among the parents whose children study in A accredited school, B accredited school and not yet accredited school (Asimg.Sig = 0,011 < a = 0,05).


(3)

PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA

TERHADAP UJIAN NASIONAL

Studi Kasus Pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

VERONICA YAYIK NURYANI NIM: 031334003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008


(4)

i

PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA

TERHADAP UJIAN NASIONAL

Studi Kasus Pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

VERONICA YAYIK NURYANI NIM: 031334003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008


(5)

(6)

(7)

(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Veronica Yayik Nuryani

Nomor Mahasiswa : 031334003

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA TERHADAP UJIAN NASIONAL: STUDI KASUS PADA SMA- SMA DI KABUPATEN KULON PROGO

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikiab pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 4 Maret 2008

Yang menyatakan


(9)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Januari 2008 Penulis,


(10)

vi

ABSTRAK

PERSEPSI SISWA, GURU, DAN ORANG TUA TERHADAP UJIAN NASIONAL

Studi Kasus Pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo Veronica Yayik Nuryani

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi siswa, guru, dan orang tua terhadap Ujian Nasional. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang dilaksanakan pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII program IPS, guru yang mengajar di kelas XII program IPS pada mata pelajaran yang diujikan, dan orang tua/wali dari siswa kelas XII program IPS. Dengan teknik purposive sampling, diperoleh 225 sampel siswa, 25 sampel guru, dan 198 sampel orang tua. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, yang diukur dengan

skala likert. Teknik pengujian instrumen menggunakan uji validitas dengan rumus

Korelasi Product Moment dan uji reliabilitas dengan rumus Alfa Cronbach. Teknik pengujian prasyarat untuk mengetahui normalitas data digunakan teknik uji Kolmogorov Smirnov, sedangkan untuk mengetahui homogenitas data digunakan uji Bartlett. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis yang pertama dan kedua menggunakan uji statistik Chi Square, sedangkan hipotesis yang ketiga menggunakan uji statistik One Way ANOVA.

Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara siswa yang belajar di sekolah dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi (χ2

tabel = 9,488 < χ2hitung = 16,3681), pengujian hipotesis kedua

menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara guru yang mengajar di sekolah dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi (χ2tabel = 3,481 l <

2

χ hitung = 6,8375), dan hasil pengujian hipotesis yang ketiga menunjukkan bahwa

ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi (Asimp.Sig. = 0,011 < a = 0,05).


(11)

vii

ABSTRACT

THE PERCEPTION OF STUDENTS, TEACHERS AND PARENTS TOWARDS NATIONAL FINAL EXAMINATION

A Case Study: High Schools in Kulon Progo Regency Veronica Yayik Nuryani

Sanata Dharma University Yogyakarta

2008

This research was purposed to know the differences of the students’, teachers’, and parents’ perception towards National Final Examination. This research was a case study conducted at the high schools in Kulon Progo Regency with the category based on the accreditation A, B and not yet accredited schools.

The population on this research was the XII graders of social science department of the schools, the teachers who taught at the same class on the examined lessons, and the parents of those students. The technique of sampling taken was purposive sampling, it was gained 225 students, 25 teachers and 198 parents. The technique of collecting data was questionnaire, measured by likert scale. The techniques of instrument testing used were validity testing with the formula of Moment Product Correlation and Alfa Croncbach reliability test formula. The technique of data analysis prerequisite to know the data normality was Kolmogorof Smirnov test, whereas to know the data homogeneity this reseach used Bartlett test. The technique of data analysis to test the first and second hypotheses were statistic test of Chi Square, whereas the third hypothesis was statistic test of One Way ANOVA.

The result of the first hypothesis test shows that there is significant difference of perception towards National Final Examination among the students at A accredited school, B accredited school and not yet accredited school (χ2table

= 9,488 <χ2count = 16,3681). The result of the second hypothesis test shows that

there is significant difference of perception toward National Final Examination among the teachers at A accredited school, B accredited school and not yet accredited school (χ2

table = 3,481 <χ2count = 6,8375) and the third result shows

that there is significant difference of perception toward National Final Examination among the parents whose children study in A accredited school, B accredited school and not yet accredited school (Asimg.Sig = 0,011 < a = 0,05).


(12)

(13)

(14)

(15)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

MOTTO... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah... 11

C. Rumusan Masalah... 11

D. Tujuan Penelitian... 12

E. Manfaat Penelitian... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 15

A. Pengertian Persepsi ... 15

B. Evaluasi... 19 1. Hakekat Evaluasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar19


(16)

xii

2. Ujian Nasional... 24

C. Akreditasi Sekolah ... 26

D. Kerangka Berpikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 38

A. Jenis Penelitian... 38

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 38

C. Subjek dan Objek Penelitian... 38

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel... 39

1. Populasi... 39

2. Sampel... 39

3. Teknik Penarikan Sampel... 40

E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... 41

1. Variabel Penelitian... 41

2. Pengukuran Variabel... 43

F. Teknik Pengumpulan Data... 44

1. Kuesioner ... 44

2. Dokumentasi... 44

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 44

1. Pengujian Validitas ... 44

2. Pengujian Reliabilitas... 51

H. Teknik Analisis Data ... 52

1. Pengujian Prasyarat Analisis ... 52


(17)

xiii

b. Uji Homogenitas ... 53

2. Pengujian Hipotesis... 54

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 68

A. Deskripsi Data... 68

B. Analisis Data ... 73

1. Pengujian Prasyarat Analisis ... 73

a. Uji Normalitas... 73

b. Uji Homogenitas ... 75

2. Uji Hipotesis... 78

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 87

BAB V PENUTUP... 96

A. Kesimpulan... 96

B. Keterbatasan Penelitian... 97

C. Saran... 98

DAFTAR PUSTAKA... 101 LAMPIRAN


(18)

(19)

(20)

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis multidimensional yang melanda Indonesia telah membuka mata kita terhadap mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan secara tidak langsung merujuk pada mutu pendidikan yang menghasilkan SDM itu sendiri. Meskipun sudah merdeka lebih dari setengah abad, akan tetapi mutu pendidikan di Indonesia dapat dikatakan masih rendah. United Nation Development Program (UNDP) dalam Human Development Index (HDI) tahun 2005 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 110 dari 177 negara di dunia. Bahkan yang lebih memprihatinkan, peringkat tersebut justru sebenarnya menurun dari tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun 1997 HDI Indonesia berada pada peringkat 99, lalu menjadi peringkat 102 pada tahun 2002, dan kemudian merosot kembali menjadi peringkat 111 pada tahun 2004 (http://jurnalhukum.blogspot.com).

Gambaran tersebut setidaknya memacu kita untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Di sisi lain proses peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tentu saja harus sejalan dengan tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,


(22)

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Pencapaian tujuan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan tersebut dapat diketahui melalui suatu kegiatan yang dinamakan evaluasi. Menurut Ralp Tyler dalam Arikunto (2005: 3), menyatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 menyebutkan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebaga i bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

Salah satu bentuk evaluasi adalah Ujian Nasional (UN). Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 66 menyebutkan bahwa Ujian Nasional merupakan penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. UN merupakan alat ukur yang terstandar (standardized test) yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jadi, UN menunjukkan suatu sistem evaluasi yang terpusat.

Sistem evaluasi terpusat dalam bentuk UN mendapat banyak sorotan dari berbagai kalangan. Kontroversi seputar ujian secara nasional mula- mula dipicu oleh penolakan sekelompok masyarakat terhadap kebijakan kenaikan


(23)

batas kelulusan dari 3,01 pada 2003 menjadi 4.01 pada 2004. Ada kekhawatiran ambang kelulusan itu bisa membuat banyak siswa tidak lulus. Argumen berkembang ke masalah dampak pembelajaran di sekolah, UN membuat perhatian murid tertuju kepada mata pelajaran yang diujikan. Selain itu juga dikritik karena tidak komprehensif, hanya mementingkan aspek kognitif saja. Tak kalah pentingnya, UN dianggap tidak adil karena mengevaluasi murid dengan ukuran yang seragam, sungguh suatu pelanggaran bagi keadaan Indonesia yang heterogen.

Pendapat-pendapat tersebut sejalan pula dengan hasil kajian Koalisi Pendidikan. Koalisi Pendidikan yang terdiri dari Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP), National Educational Watch (NEW), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), The Centre for the Betterment Indonesia (CBE), Kelompok Kajian Studi Kultural (KKSK), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI), Forum Aksi Guru Bandung (FAGI-Bandung), For-Kom Guru Kota Tangerang (FKGKT), Lembaga Bantuan Hukum (LBH-Jakarta), Jakarta Teachers and Education Club (JTEC), dan Indonesia Corporation Watch (ICW) menyebutkan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pemberlakuan UN. Penyimpangan-penyimpangan tersebut muncul tidak hanya karena kebijakan UN yang digulirkan Departemen Pendidikan Nasional minim sosialisasi dan tertutup, tetapi lebih pada hal yang bersifat fundamental baik secara pedagogis, yuridis, sosial psikologis maupun ekonomi (Tempo, 4 Februari 2004). Hal- hal tersebut dijelaskan sebagai berikut ini.


(24)

Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tetapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan.

Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik.

Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01


(25)

pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di- UN-kan di sekolah ataupun di rumah.

Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun lalu, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 mema ng disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpanganfinansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.

Selain hal- hal tersebut di atas, yang tidak kalah disoroti adalah berkenaan dengan kebijakan yang menjadikan UN sebagai satu-satunya standar kelulusan. Hal ini tentu saja tidak menghargai proses pendidikan yang sudah dijalani oleh peserta didik selama tiga tahun dan juga tidak menghargai peran guru dalam ikut serta mengevaluasi peserta didik karena diambil alih oleh UN. Walaupun sebenarnya di tahun ajaran 2006/2007 syarat kelulusan tidak hanya berdasarkan hasil UN saja melainkan ada tiga aspek lain yang juga harus diperhitungkan tetapi dalam prakteknya tentu saja hasil UN lah penentu segalanya. Keberatan-keberatan tentang UN mencapai puncaknya ketika beberapa orang yang tergabung dalam Tim Advokasi Korban Ujian


(26)

Nasional (Tekun) menggugat Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan Nasional, dan Ketua Standar Nasional Pendidikan atas kelalaiannya dalam memenuhi hak pendidikan warga negara, terutama hak-hak pendidikan yang tidak didapatkan para siswa yang gagal menempuh UN. Gugatan tersebut akhirnya dikabulkan (Lampung Post, 22 Mei 2007).

Di antara kritikan-kritikan tajam, muncul juga argumentasi yang mendukung kuat pelaksanaan UN. Argumen tersebut diantaranya menyebutkan bahwa Ujian Nasional merupakan langkah terakhir untuk mengukur apakah sekolah-sekolah yang dibangun baik oleh negara maupun swasta telah memenuhi standar mutu pendidikan nasional. Lebih lanjut dikatakan Ketua BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), UN dilaksanakan untuk melihat perkembangan proses pendidikan di setiap wilayah sekaligus sebagai pemetaan standar pendidikan nasional. Wakil Presiden Yusuf Kalla menjelaskan bahwa tujuan UN adalah untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada beberapa mata pelajaran tertentu, juga untuk mengukur apakah standar nasional pendidikan itu tercapai atau tidak (Media Indonesia, 7 Desember 2006).

Sedangkan menurut enam hasil studi yang dilakukan oleh Depdiknas maupun lembaga- lembaga yang disponsori Depdiknas, menyimpulkan bahwa masyarakat mendukung ujian akhir secara nasional (Kompas, 31 Januari 2005). Keenam hasil studi tersebut antara lain dijelaskan sebagai berikut.

Studi pertama dilakukan oleh Pusat Kebijakan Balitbang Depdiknas, menyimpulkan bahwa UAN diperlukan untuk alat ukur standar mutu


(27)

pendidikan nasional. Studi kedua oleh Inspektorat Jenderal Depdiknas. Menurut studi ini, seluruh kepala dinas propinsi dan kabupaten, kepala sekolah, guru, murid, orang tua murid maupun pemerhati pendidikan menyatakan setuju UAN diselenggarakan.

Studi ketiga yang dilaksanakan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, mayoritas siswa menyebutkan UAN membuat siswa semangat belajar, rajin mencari sumber bacaan, rajin masuk sekolah; mayoritas guru menyatakan UAN membuat mereka lebih giat mengajar, meningkatkan disiplin dan motivasi berprestasi.; mayoritas orang tua menyatakan UAN membuat mereka lebih memperhatikan proses pembelajaran anak dan memberi dorongan belajar. Sedangkan studi keempat yang dilakukan oleh Universitas Pendidikan Indonesia mengemukakan bahwa evaluasi nasional berperan meningkatkan mutu dan perlu dilaksanakan oleh badan independen.

Studi kelima dilakukan oleh Lembaga Studi Pembangunan Indonesia (LSPI). Studi ini menyimpulkan dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan UAN, sekolah perlu diberi kepercayaan menentukan kelulusan, penyelenggaraan ujian oleh lembaga mandiri dan perlunya perbaikan pada sistem ujian dengan ditiadakan ujia n ulangan dan disertakan soal essai. Dan studi yang keenam oleh Departemen Hukum dan HAM mengemukakan UU No. 20 Th 2003 tentang Sisdiknas memerintahkan adanya kompetensi lulusan, penilaian berencana dan berkala: evaluasi mutu peserta didik dilakukan pada semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan secara nasional


(28)

Furqon (Masih Perlukah Ujian Akhir Nasional, Pikiran Rakyat, 23 Desember 2004 – On line) menyebutkan sedikitnya ada lima alasan yang mendukung pelaksanaan UN. Pertama, alasan akuntabilitas publik (public accountability), yaitu ujian dalam pendidikan diharapkan mampu menyediakan dan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kemajuan dan prestasi, sehubungan dengan manfaat dari setiap rupiah yang dibelanjakan dalam kegiatan pendidikan.

Kedua, alasan pengendalian mutu (quality control) pendidikan. Ujian diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan dan menjamin bahwa setiap keluaran (lulusan) pendidikan telah memenuhi kualifikasi, kompetensi, atau standar tertentu yang ditetapkan.

Ketiga, alasan motivator (pressure to achieve), yaitu evaluasi diharapkan menjadi instrumen untuk mendorong dan "memaksa" pengelola, penyelenggara, dan pelaksana (guru dan siswa) pendidikan untuk berusaha lebih keras dalam mencapai hasil yang diharapkan.

Keempat, alasan seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi pendidikan dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang pelamar, khususnya jika tempat yang tersedia lebih sedikit dari jumlah yang melamar. Selain itu, hasil evaluasi juga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan ke mana seseorang dianjurkan untuk melanjutkan pendidikannya atau bekerja.

Kelima, alasan diagnostik, yaitu bahwa evaluasi dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada sistem tentang kekuatan dan kelemahannya,


(29)

sehingga dapat ditentukan kegiatan tindak lanjut yang diperlukan. Fungsi ini sering juga dikaitkan dengan fungsi peningkatan mutu (quality improvement) karena balikan yang tepat dapat mendorong kegiatan dan program pendidikan untuk senantiasa melakukan peningkatan mutu layanan pendidikan dan keluaran yang dihasilkannya.

Kontroversi sistem pelaksanaan UN yang berkepanjangan tentu saja menimbulkan keprihatinan bagi banyak pihak Beberapa pihak yang paling merasakan dampak UN adalah siswa, guru dan orang tua siswa. Masing-masing mempunyai beban sesuai dengan kapasitasnya dalam rangka menghadapi UN.

Bagi siswa, beban kian akan berat dirasakan, manakala standar kelulusan akan dinaikkan kembali. UN tahun 2007 menentukan dua kriteria kelulusan:1). Memiliki nilai rata-rata minimum 5,00 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan dengan tidak ada nilai di bawah 4,25; 2) Memiliki nilai minimum 4,00 pada salah satu mata pelajaran dengan nilai dua mata pelajaran lainnya minimum 6,00. Kedua kriteria ini dimungkinkan akan dinaikkan nilainya pada UN 2008. Terhadap kebijakan ini, peneliti menduga ada perbedaan persepsi diantara para siswa terhadap pelaksanaan UN.

Bagi guru, tuntutan standar minimal seperti yang disebutkan di atas tentu akan menjadi beban karena mereka harus mempersiapkan peserta didik yang sangat heterogen, misalnya tingkat kecerdasan dan keadaan sosial ekonomi orang tuanya. Selain itu, terbatasnya sumber dana dan sarana prasarana di sekolah juga akan menjadi hambatan tersendiri bagi guru untuk


(30)

mempersiapkan anak didik dalam menghadapi UN. Terhadap keadaan tersebut, peneliti menduga ada perbedaan persepsi guru terhadap pelaksanaan UN.

Bagi orang tua siswa, kedua kriteria standar minimal UN tahun 2007 dan kemungkinan akan dinaikkan lagi untuk UN tahun depan, sungguh menjadi kekhawatiran tersendiri, muncul keraguan apakah putera-puteri mereka siap menghadapi UN. Lebih dari itu, anggapan yang berkembang di masyarakat adalah UN dijadikan satu-satunya penentu kelulusan, walaupun sebenarnya masih ada tiga kriteria kelulusan yang lain. Peneliti menduga ada perbedaan persepsi orang tua terhadap pelaksanaan UN.

Siswa, guru, dan orang tua diduga mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap pelaksanaan UN. Perbedaan tanggapan ini bisa disebabkan oleh kualitas siswa, kualitas guru dan sarana prasarana sekolah. Sekolah yang memiliki siswa dan guru berkualitas baik dan sarana prasarana memadai diduga memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan dengan sekolah yang memiliki siswa dan guru yang berkualitas sedang maupun kurang serta sarana prasarana yang terbatas. Dalam penelitian ini, sekolah yang berkualitas amat baik dikelompokkan dalam sekolah terakreditasi A, berkualitas baik dikelompokkan dalam sekolah terakreditasi B dan sekolah berkualitas kurang dikelompokkan dalam sekolah belum terakreditasi. Pengkategorisasian tersebut merupakan hasil penilaian Badan Akreditasi Sekolah berdasarkan Kepmendiknas No.087/u/2002 tentang Akreditasi Sekolah. Peneliti menduga


(31)

bahwa perbedaan kategorisasi sekolah ini akan mempengaruhi persepsi siswa, guru dan orang tua terhadap pelaksanaan UN.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, dengan judul “Persepsi Siswa, Guru, dan Orang Tua terhadap Ujian Nasional, Studi Kasus pada SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo”.

B. Batasan Masalah

Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi siswa, guru, dan orang tua terhadap UN, namun peneliti membatasi pada faktor akreditasi sekolah yang terdiri dari sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi. Dalam hal ini berarti siswa yang belajar, guru yang mengajar dan orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori baik sekolah terakreditasi A, terakreditasi B dan belum terakreditasi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara siswa yang belajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi?


(32)

2. Apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara gur u yang mengajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi?

3. Apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas antara lain:

1. Ingin mengetahui apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara siswa yang belajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

2. Ingin mengetahui apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara guru yang mengajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

3. Ingin mengetahui apakah ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.


(33)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Pemerintah

Dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan untuk semakin menyempurnakan kegiatan evaluasi bagi proses pendidikan di Indonesia sehingga mutu pendidikan yang selama ini dicita-citakan akan tercapai. 2. Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi UN, baik persiapan materi maupun mental siswa.

3. Orang Tua

Hasil penelitian ini hendaknya dapat menambah wawasan para orang tua sehingga secara proporsional dan realistis dapat melihat bahwa kelulusan bukanlah ukuran atau harga mati untuk keberhasilan seseorang di dalam hidup.

4. Peneliti

Dapat menambah wawasan tentang berbagai masalah pendidikan di Indonesia terutama tentang penentuan standar nasional pendidikan yang tentu saja tidaklah mudah dalam pengukurannya.

5. Peneliti selanjutnya

Dapat merangsang munculnya ide-ide baru dalam bentuk penelitian-penelitian pengembangan sehingga akan memberi sumbangan yang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.


(34)

6. Universitas

Selain memberikan tambahan referensi di perpustakaan, penelitian ini diharapkan memberikan informasi tambahan yang berhubungan dengan kegiatan evaluasi pendidikan.


(35)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Persepsi

Persepsi pada dasarnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Jadi persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha, 2005: 141).

Branca, 1965; Woodworth dan Marquis, 1957, (dalam Walgito, 1994: 53) menyebutkan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului penginderaan, yaitu proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi. Proses penginderaan akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat inderanya. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya.

Persepsi juga diartikan sebagai suatu tanggapan (penerimaan langsung atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindera (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 675). Sedangkan Winkel (1986: 161) menyebutkan bahwa persepsi adalah penga matan secara global, kemampuan


(36)

untuk membedakan antara objek yang satu dengan yang lain berdasarkan ciri-ciri fisik objek-objek itu, misalnya ukuran, warna, dan bentuk.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsang dari luar/lingkungan melalui panca indera, sehingga individu mengerti dan menyadari apa yang ditangkap oleh inderanya. Dalam penelitian ini, persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh siswa, guru dan orang tua terhadap rangsang dari luar yaitu Ujian Nasional.

Adapun proses persepsi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Thoha, 2005: 146):

1. Stimulus

Pada tahap ini, individu dihadapkan dengan suatu situasi atau stimulus. Rangsangan ini ditangkap oleh penginderaan individu tersebut.

2. Registrasi

Pada tahap ini, seseorang akan terpengaruh atas apa yang diinderakannya. Pada tahap registrasi, seseorang akan menerima informasi yang diinderakannya, kemudian mendata dan mendaftar semua informasi tersebut.

3. Interpretasi

Interpretasi merupakan aspek kognitif dari persepsi. Interpretasi tergantung pada cara pendalaman (learning), motivasi, dan kepribadian seseorang. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi antara


(37)

satu orang dengan orang lain. Interpretasi merupakan subproses dari persepsi yang sangat penting.

4. Umpan balik (feedback)

Pembentukan persepsi seseorang yang diakibatkan dari adanya suatu ekspresi atau kejadian atas apa yang telah dilakukan individu tersebut.

Menurut Pareek dalam Desy Arisandy (1984), menjelaskan ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi yaitu:

1. Perhatian

Terjadinya persepsi pertama kali diawali oleh adanya perhatian. Tidak semua stimulus yang ada di sekitar kita dapat kita tangkap semuanya secara bersamaan. Perhatian kita hanya tertuju pada satu atau dua objek yang menarik bagi kita.

2. Kebutuhan

Setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan menetap maupun kebutuhan yang sesaat.

3. Kesediaan

Adalah harapan seseorang terhadap suatu stimulus yang muncul, agar memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima lebih efisien sehingga akan lebih baik apabila orang tersebut telah siap terlebih dulu.

4. Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam diri seseorang atau masyarakat akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang.


(38)

Menurut Wilson dalam Munir (2000), faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi ada dua yaitu:

1. Faktor eksternal atau dari luar yang terdiri dari:

a. Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan dengan yang objektif.

b. Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan dibandingkan dengan hal- hal yang lama.

c. Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibandingkan dengan gerak yang lambat.

d. Conditioned stimuli, stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu, deringan telpon dan lain- lain.

2. Faktor internal atau dari dalam yang terdiri dari:

a. Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk merespon terhadap istirahat.

b. Interest, hal- hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik.

c. Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian

d. Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain- lain


(39)

B. Evaluasi

1. Hakekat Evaluasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar

Ralp Tyler dalam Arikunto (2005: 3), menyatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan Cronbach dan Stufflebeam dalam buku yang sama menyebutkan bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Jadi evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang.

Adapun jenis evaluasi menurut Winkel (1991: 314) adalah:

a. Evaluasi produk, melalui evaluasi ini dapat diselidiki apakah dan sampai berapa jauh tujuan instruksional telah tercapai; tujuan-tujuan itu merupakan hasil belajar yang seharusnya diperoleh siswa, baik menurut aspek isi maupun aspek sikap.

b. Evaluasi proses, meninjau proses belajar- mengajar yang mendahului adanya pencapaian hasil belajar (produk).


(40)

Sedangkan jenis-jenis evaluasi menurut Groundlund, N.E. dalam Sudjana dan Ibrahim (1989:119) meliputi:

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap selesai dipelajari suatu unit pelajaran tertentu.

b. Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir pengajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu.

c. Evaluasi diagnostik, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnostik.

d. Evaluasi penempatan, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan warga belajar pada suatu program pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kemampuannya.

Evaluasi mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Kegiatan pengukuran dapat dilakukan melalui ulangan, ujian, tugas dan sebagainya. Kegiatan pengukuran merupakan penentuan kuantitas sifat suatu objek melalui aturan-aturan tertentu yang benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud (Masidjo, 1995:14). Kuantitas yang diperoleh dari suatu pengukuran disebut skor. Contoh skor: 50, 75, 45 dsb.

Agar skor-skor tersebut berarti bagi pihak-pihak yang terkait, maka perlu diberi arti atau makna. Skor tersebut akan bermakna apabila diperbandingkan dengan suatu acuan yang relevan, yang sesuai dengan sifat suatu objek, dalam hal ini adalah prestasi belajar siswa dalam penguasaan suatu mata pelajaran (Masidjo, 1995:17-18). Tabel berikut ini adalah contoh pedoman penilaian.


(41)

Tabel 2.1

Contoh Pedoman Penilaian

Kelas Interval Kualifikasi Kualitas/Nilai 49 – 60

40 – 48 34 – 39 28 – 33 0 - 27

Amat baik Baik Cukup

Kurang/meragukan Kurang sekali/gagal

A B C D E

Berdasarkan contoh di atas, skor-skor tersebut dapat diubah menjadi kualitas. Dengan demikian, penilaian suatu objek adalah kegiatan membandingkan antara hasil pengukuran yang berupa skor dengan acuan yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan nilai.

Menurut Masidjo (1995:23-26), prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan pengukuran dan penilaian suatu objek sebagai berikut:

a. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus dilaksanakan secara terus- menerus atau kontinyu.

Dengan dilaksanakannya kegiatan pengukuran dan penilaian secara kontinyu akan membuat siswa makin dapat melaksanakan kegiatan belajar secara teratur. Dengan demikian guru dapat mengetahui perkembangan prestasi belajar siswa secara lebih mantab.

b. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus dilaksanakan secara menyeluruh atau komprehensif.

Kegiatan pengukuran dan penilaian harus menyentuh semua bahan pelajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sifat menyeluruh dari isi kegiatan pengukuran dan penilaian prestasi belajar siswa I ini tampak pada isi tes prestasi belajar yang mencakup


(42)

berbagai bidang, yaitu pengetahuan, pemahaman, sikap, nilai dan ketrampilan.

c. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus dilakukan secara objektif.

Objektifitas pelaksanaan pengukuran dan penilaian prestasi belajar siswa dapat dicapai dengan mentaati aturan-aturan yang dituntut oleh kedua kegiatan tersebut secara bertanggungjawab, berusaha mengatasi keterbatasan-keterbatasan dengan bertindak secara lugas dan apa adanya. Tantangan godaan yang dihadapi dalam melaksanakan kedua kegiatan tersebut berasal dari pandangan yang keliru tentang tugas guru, yang karena keadaannya seolah-olah dapat dibeli, sehingga dapat mengikis dan meruntuhkan sikap objektif guru dalam penentuan skor dan nilai prestasi belajar siswa.

d. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus dilaksanakan secara kooperatif.

Dalam melaksanakan kegiatan pengukuran dan penilaian harus ada kerjasama antarguru, antara guru dengan kepala sekolah atau guru lain yang berpengalaman. Kerjasama dapat berupa perencanaan dan penyusunan tes prestasi belajar yang akan dipakai, sehingga tes tersebut diyakini sebagai tes yang bermutu. Di samping itu juga perlu kerjasama dalam pemahaman kondisi belajar siswa dengan mengadakan penelitian tentang kondisi belajar siswa, kerjasama dalam penentuan acuan penilaian yang dipakai oleh sekolah. Bentuk


(43)

kerjasama ini lain dapat berupa penataran atau lokakarya dari para ahli, diskusi terarah antara guru muda dengan guru yang lebih berpengalaman atau pejabat yang bertanggungjawab. Dengan adanya kerjasama tersebut diharapkan susunan atau profil nilai prestasi belajar siswa dalam laporan resmi seperti rapor dapat menunjukkan taraf keseimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sejak awal tahun ajaran 2006/2007, Indonesia menerapkan Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh masing- masing satuan pendidikan (Sarkim, 2006:1). Jadi, KTSP memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada guru dan sekolah untuk mengembangkan kurikulumnya sendiri sesuai dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Pengembangan KTSP yang beragam tersebut mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Dua standar nasional yang utama dalam pengembangan KTSP adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) hasil rumusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Berdasarkan keterangan tersebut berarti KTSP merupakan sebuah bentuk demokratisasi dan desentralisasi sektor pendidikan dari pemerintah kepada setiap lembaga pendidikan yang berarti setiap lembaga pendidikan berhak pula untuk melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar-mengajarnya yang sesuai dengan pengembangan kurikulumnya. Hal ini


(44)

sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 58 yang menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan

2. Ujian Nasional

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 45 Tahun 2006 tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007 Pasal 1, Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Tujuan pelaksanaan Ujian Nasional seperti yang tertuang dalam Permen No. 45 Tahun 2006 tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007, Pasal 3 menyebutkan Ujian Nasional bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Adapun fungsi hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk (Pasal 4):

a. pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan b. seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya

c. penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan d. akreditasi satuan pendidikan

e. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.


(45)

Furqon (Masih Perlukah Ujian Akhir Nasional, Pikiran Rakyat, 23 Desember 2004 – On line) menyebutkan lima fungsi yang diharapkan dari pelaksanaan UN. Kelima fungsi tersebut antara lain:

a. Pertama, alasan akuntabilitas publik (public accountability), yaitu ujian dalam pendidikan diharapkan mampu menyediakan dan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kemajuan dan prestasi, sehubungan dengan manfaat dari setiap rupiah yang dibelanjakan dalam kegiatan pendidikan.

b. Kedua, alasan pengendalian mutu (quality control) pendidikan. Ujian diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan dan menjamin bahwa setiap keluaran (lulusan) pendidikan telah memenuhi kualifikasi, kompetensi, atau standar tertentu yang ditetapkan.

c. Ketiga, alasan motivator (pressure to achieve), yaitu evaluasi diharapkan menjadi instrumen untuk mendorong dan "memaksa" pengelola, penyelenggara, dan pelaksana (guru dan siswa) pendidikan untuk berusaha lebih keras dalam mencapai hasil yang diharapkan. d. Keempat, alasan seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi

pendidikan dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang pelamar, khususnya jika tempat yang tersedia lebih sedikit dari jumlah yang melamar. Selain itu, hasil evaluasi juga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan ke mana seseorang dianjurkan untuk melanjutkan pendidikannya atau bekerja.


(46)

e. Kelima, alasan diagnostik, yaitu bahwa evaluasi dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada sistem tentang kekuatan dan kelemahannya, sehingga dapat ditentukan kegiatan tindak lanjut yang diperlukan. Fungsi ini sering juga dikaitkan dengan fungsi peningkatan mutu (quality improvement) karena balikan yang tepat dapat mendorong kegiatan dan program pendidikan untuk senantiasa melakukan peningkatan mutu layanan pendidikan dan keluaran yang dihasilkannya.

Pelaksanaan UN sebagai alat evaluasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa dengan tujuan dan fungsi seperti tersebut di atas hendaknya tetap sejalan dengan hakekat evaluasi dan landasan hukum evaluasi sebagaimana tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.

C. Akreditasi Sekolah

Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 087/u/2002 tentang Akreditasi Sekolah disebutkan bahwa akreditasi sekolah adalah suatu kegiatan/ proses penilaian kelayakan suatu sekolah yang dilaksanakan secara komprehensif dengan mendasarkan suatu kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan.

Sekolah yang diakreditasi meliputi Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK).


(47)

Badan Akreditasi Sekolah melaksanakan akreditasi SLB, SMA, SMK se Provinsi, sedang Badan Akreditasi Sekolah Kabupaten / Kota melaksanakan akreditasi TK, SD, dan SMP.

Adapun tujuan dari akreditasi sekolah adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh gambaran kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan , pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.

2. Menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan.

Selanjutnya fungsi dari proses akreditasi adalah:

1. Untuk pengetahuan , yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu pada standar yang ditetapkan beserta indikator –indikatornya. 2. Untuk akuntabilitas , yakni sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah

kepada publik, apakah layanan yang dilaksanakan dan diberikan oleh sekolah telah memenuhi harapan dan keinginan masyarakat.

3. Sebagai pembinaan dan pengembangan, yakni sebagai dasar bagi sekolah , pemerintah, dan masyarakat dalam upaya peningkatan mutu sekolah.

Tujuan dan fungsi akreditasi tersebut didukung dengan prinsip-prinsip yang dijadikan pijakan yaitu obyektif, efektif, komprehensif, profesional, memandirikan dan keharusan. Oleh sebab itu hasil dari akreditasi tentu saja akan memberikan manfaat kepada banyak pihak diantaranya yaitu: pemerintah, kepala sekolah, guru, masyarakat (orang tua), dan peserta didik sendiri.


(48)

Akreditasi sekolah dimulai dengan kegiatan evaluasi diri oleh pihak sekolah sehingga sekolah dapat mengetahui secara persis kekurangan dan kelebihannya. Sesudah itu Tim Penilai/ Asesor akan mengadakan cek/ penilaian. Adapun komponen-komponen sekolah yang dinilai berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 087/u/2002 tentang Akreditasi Sekolah pada Bab III Pasal 5 adalah sebagai berikut:

1. Kurikulum/ proses belajar mengajar 2. Administrasi/ manajemen sekolah 3. Organisasi/ kelembagaan sekolah 4. Sarana dan prasarana

5. Ketenagaan 6. Pembiayaan

7. Peserta didik/ siswa 8. Peranserta masyarakat 9. Lingkungan / kultur sekolah

Hasil akreditasi sekolah dinyatakan dalam peringkat akreditasi sekolah. Peringkat akreditasi sekolah terdiri atas tiga klasifikasi yaitu :

A ( Amat Baik ) dengan nilai 85 – 100 B ( Baik ) dengan nilai 70 – 85 C ( Cukup ) dengan nilai 56 – 70

Nilai kurang dari 56 dinyatakan dengan predikat Tidak Terakreditasi. Peringkat akreditasi tersebut berlaku selama empat tahun terhitung mulai tanggal ditetapkan dan sekolah wajib mengajukan permohonan akreditasi


(49)

ulang paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa berlakunya akreditasi berakhir. Sedangkan untuk sekolah yang belum terakreditasi, mereka dapat memperbaiki kelemahan diri dan meningkatkan kekuatan yang dimiliki.

D. Kerangka Berpikir

1. Persepsi siswa terhadap Ujian Nasional pada siswa yang belajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsang dari luar/lingkungan melalui panca indera, sehingga individu mengerti dan menyadari apa yang ditangkap oleh inderanya. Dalam penelitian ini, persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh siswa terhadap rangsang dari luar yaitu Ujian Nasional.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang negatif terhadap suatu objek. Demikian juga dengan siswa, pasti juga memiliki persepsi positif atau negatif terhadap UN. Siswa dapat bepersepsi positif maupun negatif. Artinya sebagian dari mereka dapat memahami ujian nasional sebagai suatu cara untuk motivasi belajar sehingga dapat meningkatkan


(50)

kualitas pendidikan, sebaliknya, sebagian dapat me mahaminya sebagai suatu beban studi yang cukup berat karena sebagai penentu kelulusan.

Persepsi siswa terhadap UN yang berbeda-beda tersebut dikarenakan persepsi seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu untuk mengadakan persepsi (Walgito, 1991: 54-55). Dalam penelitian ini, perbedaan persepsi siswa terhadap UN diduga salah satunya dipengaruhi oleh kualitas sekolah. Pengkategorisasian kualitas sekolah biasanya dilakukan dengan melihat kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengkategorisasian tersebut meliputi sekolah terakreditasi A, sekolah terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Sekolah terakreditasi A merupakan sekolah dengan kelayakan dan kinerja yang dapat memberikan layanan pendidikan sesuai atau bahkan melebihi kebutuhan dan harapan masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini tentu saja didukung dengan kurikulum/ proses belajar mengajar, administrasi / manajemen sekolah, organisasi/ kelembagaan sekolah, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, dan peserta didik/ siswa yang amat baik. Sedangkan sekolah terakreditasi B memberilan layanan pendidikan lebih baik dari sekolah belum terakreditasi tetapi masih di bawah sekolah terakreditasi A. Artinya dapat dimungkinkan masih ada beberapa komponen pendukung dalam sekolah


(51)

terakreditasi B yang masih harus diperbaiki. Demikian juga untuk sekolah yang belum terakreditasi, sekolah tersebut dinilai memiliki kinerja yang masih kurang. Sekolah yang belum terakreditasi masih diberi kesempatan untuk memperbaiki seluruh komponen dalam sekolahnya sehingga pada saatnya dapat me mberikan layanan pendidikan dengan baik.

Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti menduga bahwa siswa yang belajar di sekolah terakreditasi A cenderung memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap UN dibandingkan dengan siswa yang belajar di sekolah terakreditasi B dan sekolah belum terakreditasi. Sementara siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B juga pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap UN dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah belum terakreditasi.

Dugaan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa siswa yang belajar di sekolah terakreditasi A adalah siswa yang memiliki kualitas paling baik dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah belum terakreditasi, sehingga akan lebih mudah dalam mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan UN. Disamping itu, SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A tentu saja didukung dengan sarana prasarana yang memadai, suasana belajar yang nyaman dan guru yang berkompeten. Hal ini tentu saja tidak semua bisa didapat oleh siswa yang belajar di sekolah terakreditasi B dan sekolah


(52)

belum terakreditasi. Sehingga terhadap pelaksanaan Ujian Nasional pun, peneliti menduga siswa akan memiliki persepsi yang berbeda-beda.

Berdasarkan uraian di atas, maka diturunkan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ha1 : Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional

antara siswa yang belajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

2. Persepsi guru terhadap Ujian Nasional pada guru yang mengajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsang dari luar/lingkungan melalui panca indera, sehingga individu mengerti dan menyadari apa yang ditangkap oleh inderanya. Dalam penelitian ini, persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh guru terhadap rangsang dari luar yaitu Ujian Nasional.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang buruk terhadap suatu objek. Sama halnya dengan siswa, guru juga memiliki persepsi positif dan negatif terhadap UN. Sebagian guru memandang UN sebagai


(53)

suatu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan menghasilkan lulusan yang berkuliatas, sebaliknya ada juga sebagian guru yang justru mema ndang UN sebagai suatu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang menyimpang dari hakekat evaluasi.

Persepsi guru terhadap UN yang berbeda-beda tersebut diduga salah satunya dipengaruhi oleh kualitas sekolah. Pengkategorisasian kualitas sekolah biasanya dilakukan dengan melihat kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengkategorisasian tersebut meliputi sekolah terakreditasi A, sekolah terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Sekolah terakreditasi A adalah sekolah yang memiliki kualitas sangat baik tercermin dari kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang paling baik. Oleh karena itu, bagi sekolah yang berkualitas sangat baik, UN bukan suatu masalah yang besar. Sebaliknya bagi sekolah yang berkualitas baik dan kurang baik, UN dipandang sebagai suatu beban berat yang harus dipikul. Dalam hal ini sekolah berkualitas baik adalah sekolah terakreditasi B dan sekolah berkualitas kurang adalah sekolah belum terakreditasi.

Dengan demikian ada dugaan bahwa guru yang mengajar di sekolah terakreditasi A pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap UN dibandingkan dengan gur u yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah belum


(54)

terakreditasi. Sementara guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B juga pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap UN dibandingkan dengan guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah belum terakreditasi.

Dugaan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A akan jauh lebih mudah untuk mempersiapkan dan menyesuaikan dengan sistem evaluasi yang ada dibandingkan guru yang mengajar di sekolah terakreditasi B dan sekolah belum terakreditasi. Hal ini karena disamping didukung dengan kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang sangat memadai, siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A adalah siswa yang memang memiliki kualitas yang paling baik dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah belum terakreditasi sehingga akan lebih mudah mempersiapkan siswanya untuk menghadapi UN. Guru yang mengajar di sekolah terakreditasi B akan lebih sulit dalam mempersiapkan anak didiknya untuk mengikuti UN daripada sekolah terakreditasi A, hal ini dikarenakan tidak semua komponen sekolah dapat mendukung proses belajar mengajar. Apalagi untuk sekolah yang belum terakreditasi.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menduga guru akan memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap pelaksanaan UN. Oleh sebab itu maka diturunkan hipotesis penelitian sebagai berikut :


(55)

Ha2 : Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional

antara guru yang mengajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

3. Persepsi orang tua terhadap Ujian Nasional pada orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsang dari luar/lingkungan melalui panca indera, sehingga individu mengerti dan menyadari apa yang ditangkap oleh inderanya. Dalam penelitian ini, persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh orang tua terhadap rangsang dari luar yaitu Ujian Nasional.

Persepsi orang tua terhadap UN dapat berbeda-beda, ada yang memiliki persepsi positif dan ada yang memiliki persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik (positif) terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang buruk (negatif) terhadap suatu objek. Sebagian dari orang tua mema ndang UN sebagai sesuatu yang menumbuhkan motivasi untuk lebih memperhatikan anak-anaknya terutama dalam kegiatan belajar, sebaliknya ada juga sebagian orang tua yang justru memandang UN sebagai beban yang cukup berat karena sebagai penentu kelulusan.


(56)

Pembentukan persepsi orang tua terhadap UN dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Dalam penelitian ini, perbedaan persepsi orang tua diduga salah satunya dipengaruhi oleh kualitas sekolah yang tercermin dari akreditasi sekolah, yaitu sekolah terakreditasi A, terakreditasi B dan belum terakreditasi.

Orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah terakreditasi A akan memiliki persepsi yang lebih positif daripada orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah terakreditasi B. Orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah terakreditasi B akan berpersepsi lebih positif daripada yang menyekolahkan anaknya di sekolah yang belum terakreditasi.

Dugaan ini berdasarkan pemikiran bahwa orang tua memiliki keyakinan yang baik terhadap sekolah terakreditasi A bahwa anak-anak mereka akan dipersiapkan sungguh untuk menghadapi UN dengan didukung oleh kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang sangat memadai. Dengan demikian, orang tua akan cenderung lebih tenang dan memiliki persepsi positif terhadap Ujian Nasional dengan standar kelulusan yang terus akan dinaikkan dari tahun ke tahun karena kemungkinan akan gagal kecil.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menduga orang tua akan memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap pelaksanaan UN. Oleh sebab itu maka diturunkan hipotesis penelitian sebagai berikut :


(57)

Ha3 : Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional

antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.


(58)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus pada siswa, guru dan orang tua siswa di SMA-SMA di Kabupaten Kulon Progo. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis. Kesimpulan penelitian hanya berlaku pada siswa, guru dan orang tua di SMA – SMA di Kabupaten Kulon Progo sebagai subyek penelitian ini. Berdasarkan tingkat kedalaman analisisnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif yaitu penelitian yang bertujuan mengungkapkan dan mendeskripsikan variabel- variabel penelitian, antara lain variabel persepsi siswa, guru dan orang tua terhadap UN.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat untuk penelitian ini adalah beberapa SMA di Kabupaten Kulonprogo.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2007.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian


(59)

a. Siswa SMA kelas XII program IPS

b. Para guru bidang studi Bahasa Indonesia, Ekonomi/Akuntansi, dan Bahasa Inggris kelas XII.

c. Para orang tua siswa SMA kelas XII program IPS 2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah Ujian Nasional

D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006: 55). Dalam penelitian ini populasi terbagi menjadi tiga yaitu siswa SMA kelas XII program IPS, guru bidang studi Bahasa Indonesia, Ekonomi/Akuntansi, dan Bahasa Inggris SMA yang mengajar kelas XII, dan orang tua siswa-siswi SMA kelas XII program IPS di Kabupaten Kulonprogo.

2. Sampel

Sampel adalah besaran karakteristik (tertentu) dari sebagian populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan populasi (Nurastuti, 2006: 127). Sampel dalam penelitian ini terbagi tiga, sampel siswa, guru dan orang tua. Peneliti mengambil sampel siswa kelas XII program IPS sebagai sampel untuk kelompok siswa. Sampel guru adalah guru bidang studi yang


(60)

diujikan dalam Ujian Nasional program IPS yaitu guru Bahasa Indonesia, Ekonomi/Akuntansi, dan Bahasa Inggris yang mengajar di kelas XII program IPS. Sedangkan sampel orang tua siswa diambil dari orang tua siswa yang telah terpilih menjadi sampel dalam penelitian ini. Orang tua yang dimaksud adalah ayah/ibu/wali murid kelas XII program IPS yang terpilih tersebut. Jumlah sampel beserta perinciannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jumlah Sampel

Akreditasi Sekolah

Nama Sekolah Jml

Siswa

Jml Guru

Jml Ortu/Wali

SMA 1 Kalibawang 16 4 16

SMA 1 Wates 70 3 70

A

SMA Ma’arif 26 3 22

SMA XIV Sanjaya Nanggulan

21 3 21

B

SMA 1 Kokap 37 3 37

SMA BOPKRI Wates 14 3 14

SMA PGRI Pengasih 10 3 10

Belum Terakreditasi

SMA 1 Lendah 60 3 60

Jumlah 254 25 254

3. Teknik Penarikan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel nonprobability sampling, yaitu teknik sampling yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur/anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2006: 60). Jenis nonprobability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.


(61)

E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam hal ini adalah persepsi siswa, guru dan orang tua terhadap Ujian Nasional. Secara rinci variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel persepsi siswa adalah pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh siswa terhadap suatu rangsangan yaitu Ujian Nasional.

b. Variabel persepsi guru adalah pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh guru terhadap suatu rangsangan yaitu Ujian Nasional.

c. Variabel persepsi orang tua adalah pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh orang tua terhadap suatu rangsangan yaitu Ujian Nasional.

d. Variabel akreditasi sekolah ditentukan berdasarkan pengklasifikasian menurut Badan Akreditasi Sekolah yaitu sekolah terakreditasi A, terakreditasi B dan belum terakreditasi

Variabel persepsi siswa, guru dan orang tua terhadap UN dijabarkan ke dalam indikator-indikator seperti terlihat pada tabel operasionalisasi variabel berikut ini.


(62)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Kuesioner Persepsi Siswa terhadap UN

No. Aspek Indikator Pernyataan Positif (Nomor Item dalam Kuesioner) Pernyataan Negatif (Nomor Item dalam Kuesioner 1. Pedagogis a. Kesesuain materi

b. Aspek kognitif c. Aspek afektif d. Aspek psikomotorik e. Sarana dan prasarana

1 2

3 4 5 2. Sosial dan

Psikologis

a. Dampak psikologis 8 6,7

3. Yuridis a. Sistem penilaian b. Ketentuan kelulusan

9,11 10 4. Ekonomi a. Finansial orang tua

b. Finansial negara c. Finansial sekolah d. Transparansi 12 13 14 15 Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Persepsi Guru terhadap UN

No. Aspek Indikator Pernyataan Positif (Nomor Item dalam Kuesioner) Pernyataan Negatif (Nomor Item dalam Kuesioner

1. Pedagogis a. Aspek afektif 1

2. Sosial dan Psikologis

a. Dampak psikologis 3, 4

3. Yuridis a. Sistem penilaian 5,6

4. Ekonomi a. Finansial orang tua b. Finansial negara c. Finansial sekolah

7 8 9


(63)

Tabel 3.4

Kisi-kisi Kuesioner Persepsi Orang Tua terhadap UN

2. Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel persepsi siswa, guru dan orang tua terhadap UN didasarkan pada indikator-indikatornya. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai negatif seperti berikut ini:

Tabel 3.5

Skoring Berdasarkan Skala Likert Skor Kriteria Jawaban

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju ( SS ) 4 1

Setuju ( S ) 3 2

Tidak Setuju ( TS ) 2 3

Sangat Tidak Setuju ( STS) 1 4

No. Aspek Indikator Pernyataan Positif (Nomor Item

dalam Kuesioner)

Pernyataan Negatif (Nomor Item dalam

Kuesioner 1. Pedagogis a. Aspek psikomotorik

a. Aspek afektif

b. Sarana dan prasarana

1 2 3 2. Sosial dan

Psikologis

a. Aspek psikologis

b. Aspek sosial 5

4 3. Yuridis a. Sistem penilaian

b. Penentuan kelulusan

6,8 7 4. Ekonomi a. Finansial orang tua

b. Finansial negara c. Transparansi

9 10 11


(64)

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Kuesioner

Kuesioner adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden (Zuriah, 2005: 182). Responden diharapkan mengisi dengan jawaban yang sesuai keadaan responden yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, kuesioner dimaksudkan untuk mendapatkan data primer tentang persepsi siswa, guru dan orang tua siswa terhadap UN di Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Kulonprogo.

2. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal- hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulensi rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206). Dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yaitu tentang daftar nama- nama sekolah di Kabupaten Kulonprogo berdasarkan jenjang akreditasi.

G. Teknik Pengujian Instrumen 1. Pengujian Validitas

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian terlebih dahulu diuji dengan pengujian validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen.


(65)

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2002: 145).

Pengujian validitas ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor total dari setiap item dengan skor total dari seluruh item. Teknik yang digunakan untuk menghitung validitas ini adalah teknik korelasi product moment dari Karl Pearson dengan rumus (Arikunto, 2005: 72):

rxy =

(

)( )

( )

{

2

2

}

{

2

( )

2

}

− −

Y Y

n X X

n

Y X XY

n

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

n = total responden

X = skor total dari setiap item Y = skor total dari seluruh item

Koefisien korelasi (rxy) yang diperoleh dari hasil perhitungan menunjukkan tinggi rendahnya tingkat validitas instrumen yang diukur. Selanjutnya hasil koefisien korelasi (rxy) ini dibandingkan dengan nilai r korelasi Product Moment pada tabel dengan taraf signifikansi 0,05. Jika hasil rhitung lebih besar daripada rtabel maka butir soal tersebut dapat dikatakan va lid, begitu pula sebaliknya. Pelaksanaan perhitungan validitas butir pada penelitian ini menggunakan bantuan komputer dengan program

SPSS for Windows versi 11.50.

Uji validitas ini didasarkan pada jawaban responden yang berjumlah 69 untuk siswa, 33 unt uk guru dan 35 untuk orang tua di luar sampel penelitian, dimana db = n-2. Derajat kebebasan ini sebesar 67 (69-2) untuk siswa, 31 (33-(69-2) untuk guru dan 33 (35-(69-2) untuk orang tua.


(66)

Sehingga rtabel dari 0,05; 67 = 0,237; rtabel dari 0,05; 31 = 0,344; rtabel dari

0,05; 33 = 0,334.

Hasil pengujian untuk 19 butir pernyataan dari kuesioner tentang persepsi siswa terhadap Ujian Nasional adalah sebagai berikut: pada taraf signifikansi 5% dengan db= n-2 diperoleh rtabel sebesar 0,237. Sedangkan

nilai rhitung adalah: 0,2375 (butir 1); 0,2243 (butir 2); 0,4950 (butir 3);

0,3352 (butir 4); -0,2016 (butir 5); 0,3734 (butir 6); 0, 2764 (butir 7); 0,3332 (butir 8); 0,3927 (butir 9); 0.1439 (butir 10); -0,2500 (butir 11); 0,2263 (butir 12); 0,4594 (butir 13); 0,4400 (butir 14); 0,6530 (butir 15); 0,7298 (butir 16); -0,1218 (butir 17); 0,4101 (butir 18); 0,5393 (butir 19). Mengingat nilai- nilai dari rhitung tidak semuanya lebih besar dari rtabel

(0,237), maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua butir pernyataan tentang persepsi siswa terhadap Ujian Nasional adalah valid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rangkuman tabel di bawah ini:

Tabel 3.6

Hasil Pengujian Validitas

Persepsi Siswa terhadap Ujian Nasional (Awal) No Item rhitung rtabel taraf

signifikansi 5% Hasil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0,2375 0,2243 0,4950 0,3352 - 0,2016 0,3734 0,2764 0,3332 0,3927 0.1439 -0,2500 0,2263 0,4594 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid


(67)

14 15 16 17 18 19 0,4400 0,6530 0,7298 -0,1218 0,4101 0,5393 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Perlakuan terhadap butir kuesioner yang tidak valid adalah dihilangkan secara bertahap, sehingga diperoleh semua butir pernyataan untuk persepsi siswa terhadap Ujian Nasional adalah valid, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rangkuman tabel di bawah ini:

Tabel 3.7

Hasil Pengujian Validitas

Persepsi Siswa terhadap Ujian Nasional (Akhir) No Item rhitung rtabel taraf

signifikansi 5% Hasil 1 2 3 4 6 7 8 9 12 13 14 15 16 18 19 0,2802 0,3071 0,5879 0,4168 0,3505 0,3158 0,3087 0,3407 0,2449 0,4654 0,4571 0,6700 0,7102 0,4431 0,5057 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Selanjutnya no item tersebut di atas diurutkan dari no 1 sampai dengan 15 pada kuesioner.

Hasil pengujian untuk 19 butir pernyataan dari kuesioner tentang persepsi guru terhadap Ujian Nasional adalah sebagai berikut: pada taraf signifikansi 5% dengan db= n-2 diperoleh rtabel sebesar 0,344. Sedangkan


(68)

0,3221 (butir 4); 0,0037 (butir 5); -0,2613 (butir 6); 0, 2607 (butir 7); 0,3726 (butir 8); 0,3039 (butir 9); 0,0549 (butir 10); 0,1815 (butir 11); 0,3822 (butir 12); 0,1328 (butir 13); 0,6322 (butir 14); 0,1262 (butir 15); 0,5446 (butir 16); -0,0517 (butir 17); 0,4787 (butir 18); -0,0119 (butir 19). Mengingat nilai- nilai dari rhitung tidak semuanya lebih besar dari rtabel

(0,344), maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua butir pernyataan tentang persepsi guru terhadap Ujian Nasional adalah valid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rangkuman tabel di bawah ini:

Tabel 3.8

Hasil Pengujian Validitas

Persepsi Guru terhadap Ujian Nasional (Awal) No Item rhitung rtabel taraf

signifikansi 5% Hasil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 0,342 0,1433 0,4080 0,3221 0,0037 -0,2613 0,2607 0,3726 0,3039 0,0549 0,1815 0,3822 0,1328 0,6322 0,1262 0,5446 -0,0517 0,4787 -0,0119 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Perlakuan terhadap butir kuesioner yang tidak valid adalah dihilangkan secara bertahap, sehingga diperoleh semua butir pernyataan untuk persepsi


(69)

guru terhadap Ujian Nasional adalah valid, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rangkuman tabel di bawah ini:

Tabel 3.9

Hasil Pengujian Validitas

Persepsi Guru terhadap Ujian Nasional (Akhir) No Item rhitung rtabel taraf

signifikansi 5% Hasil 3 7 8 12 14 15 16 18 0,3590 0,4331 0,4814 0,4972 0,5571 0,3872 0,3557 0,6002 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 0,344 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Selanjutnya no item tersebut di atas diurutkan dari no 1 sampai dengan 8 pada kuesioner.

Hasil pengujian untuk 16 butir pernyataan dari kuesioner tentang persepsi orang tua terhadap Ujian Nasional adalah sebagai berikut: pada taraf signifikansi 5% dengan db= n-2 diperoleh rtabel sebesar 0,334.

Sedangkan nilai rhitung adalah: 0,1260 (butir 1); 0,5199 (butir 2); 0,6638

(butir 3); 0,4896 (butir 4); 0,3123 (butir 5); -0,2113 (butir 6); 0, 4243 (butir 7); 0,2067 (butir 8); 0,5629 (butir 9); 0,6064 (butir 10); 0,5176 (butir 11); 0,3848 (butir 12); 0,4802 (butir 13); 0,0836 (butir 14); 0,2194 (butir 15); 0,3805 (butir 16).

Mengingat nilai-nilai dari rhitung tidak semuanya lebih besar dari

rtabel (0,334), maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua butir pernyataan

tentang persepsi orang tua terhadap Ujian Nasional adalah valid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rangkuman tabel di bawah ini:


(70)

Tabel 3.10

Hasil Pengujian Validitas

Persepsi Orang Tua terhadap Ujian Nasional (Awal) No Item rhitung rtabel taraf

signifikansi 5% Hasil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 0,1260 0,5199 0,6638 0,4896 0,3123 -0,2113 0, 4243 0,2067 0,5629 0,6064 0,5176 0,3848 0,4802 0,0836 0,2194 0,3805 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 Tidak Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Perlakuan terhadap butir kuesioner yang tidak valid adalah dihilangkan secara bertahap, sehingga diperoleh semua butir pernyataan untuk persepsi orang tua terhadap Ujian Nasional adalah valid, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rangkuman tabel di bawah ini:

Tabel 3.11

Hasil Pengujian Validitas

Persepsi Orang Tua terhadap Ujian Nasional (Akhir) No Item rhitung rtabel taraf

signifikansi 5% Hasil 2 3 4 5 7 9 10 11 12 13 16 0,5239 0,6400 0,5145 0,3591 0,4142 0,5987 0,6030 0,5355 0,3941 0,4375 0,3500 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 0,334 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid


(71)

Selanjutnya no item tersebut di atas diurutkan dari no 1 sampai dengan 11 pada kuesioner

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan pada konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama (Zuriah, 2005: 192). Dalam pengujian ini penulis akan menggunakan teknik Alfa Cronbach (Arikunto, 2002: 171):

r11 =

    

  

−      

2

1 2 1

1 σ

σb

k k

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

b

σ = jumlah varians butir 2

1

σ = varians total

Reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach. Jika koefisien alpha > dari 0,60 maka instrumen penelitian tersebut reliabel (dapat dipercaya). Sebaliknya alpha < dari 0,60 maka instrumen pene litian tersebut tidak reliabel (Nunally, 1967 dalam Imam Gozhali, 2001:42). Pelaksanaan pengujian validitas dalam penelitian ini me nggunakan bantuan komputer dengan program SPSS for Windows versi 11.50.

Pengujian reliabilitas instrumen penelitian ini didasarkan pada butir-butir pernyataan yang valid. Dari hasil pengujian instrumen tentang persepsi siswa terhadap Ujian Nasional diperoleh rhitung 0,8142 > 0,60


(72)

maka kuesioner tersebut dapat dipercaya atau dapat diandalkan sebagai alat ukur. Sedangkan hasil pengujian instrumen tentang persepsi guru terhadap Ujian Nasional diperoleh rhitung 0,7473 > 0,60 maka kuesioner

tersebut dapat dipercaya atau dapat diandalkan sebagai alat ukur. Dan hasil pengujian instrumen tentang persepsi orang tua terhadap Ujian Nasional diperoleh rhitung 0,8195 > 0,60 maka kuesioner tersebut dapat dipercaya

atau dapat diandalkan sebagai alat ukur.

H. Teknik Analisis Data

1. Pengujian Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas

Uji normalitas sampel disini dimaksudkan untuk menguji normal tidaknya sampel (Zuriah, 2005: 201). Apabila data ya ng terkumpul berdistribusi normal maka analisis untuk pengujian hipotesis dapat dilakukan.Untuk mengetahui hal tersebut maka uji normalitas harus dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji One-Sample Kolmogrov-Smirnov Test, pada program SPSS for Windows versi 11.50

Kriteria pengujian normalitas yaitu jika harga asymp.sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha (α) = 0,05 berarti distribusi data tidak menyimpang dari distribusi normal (data berdistribusi normal), sedangkan jika harga asymp.sig. (2-tailed) lebih kecil dari alpha (α) = 0,05 berarti data tidak berdistribusi normal.


(73)

b. Uji Homogenitas

Pengujian ini digunakan untuk menguji kesamaan varians populasi yang berdistribusi normal, berdasarkan sampel yang telah diambil dari setiap populasi. Ada beberapa metode yang telah ditemukan untuk melakukan pengujian ini. Pengujian yang dipakai adalah uji Bartlett. Uji Bartlett menggunakan statistik chi kuadrat dengan rumus :

Ada beberapa metode yang telah ditemukan untuk melakukan pengujian ini seperti uji Bartlett (Arikunto, 2000:415). Beberapa satuan yang dip erlukan untuk mengerjakan pengujian tes adalah: 1) Disusun daftar seperti yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.12 Uji Bartlett Sampel ke- Derajat kebebasan

1/dk Si2 Log Si2 (dk) Log Si2

1 2 K

n1 – 1

n2 – 1

nk - 1

1/(n1 – 1)

1/(n2 – 1)

1/(nk– 1) S12

S22

Sk2

Log S 12

Log S22

Log Sk2

(n1-1)Log S12

(n1-1)Log S22

(n1-1)Log Sk2

Jumlah

(

1

)

1 n

      −1 1 1 n

- -

(

)

2

1 i

i LogS

n

2) Mencari variansi gabungan dari semua sampel dengan rumus :

(

)

(

)

− −

= n 1 /Si2 ni 1

S χ2


(74)

3) Mencari satuan B dengan rumus:

(

)

(

)

= logS2 ni 1

B

4) Menghitung harga Chi-kuadrat ( χ2 ) dengan rumus

(

)

{

}

=

χ 2

i i

2

S log 1 n B

10 n 1

Dimana 1n10 = 2,3026 merupakan bilangan tetap yang disebut logaritma asli daripada bilangan 10. Jadi rumus dapat ditulis:

(

)

{

}

=

χ 2

i i

2

S log 1 n B

3026 , 2

a) Jika χ2 hitung < χ2 tabel pada taraf signifikansi 0,05 maka hipotesis diterima atau tidak ada perbedaan variansi antara sampel-sampel yang diambil.

b) Jika χ2 hitung > χ2 tabel pada taraf signifikansi 0,05 maka hipotesis ditolak atau terdapat perbedaan variansi antara sampel-sampel yang diambil.

2. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian normalitas dengan menggunakan SPSS ternyata didapatkan hasil bahwa variabel yang diteliti tidak semua berdistribusi normal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel persepsi siswa adalah tidak berdistribusi normal, sedangkan variabel persepsi guru dan orang tua berdistribusi normal. Hasil pengujian homogenitas menunjukkan bahwa varians sampel siswa dan guru adalah tidak homogen, serta varians untuk sampel orang tua adalah homogen.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)