SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PELAKU WIRAUSAHA YANG TERGABUNG DALAM KELOMPOK WIRAUSAHAWAN MUDA DI KOTA CIMAHI. SKRIPSI.JURUSAN PSIKOLOGI.
No.Skripsi : 346/SKRIPSI/Psi-FIP/UPI.08.2013
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PELAKU WIRAUSAHA YANG TERGABUNG
DALAM KELOMPOK WIRAUSAHA MUDA DI KOTA CIMAHI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Psikologi
Disusun oleh : Lina Afifah
0806962
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
SUBJECTIVE WELL-BEING
PADA PELAKU
WIRAUSAHA YANG TERGABUNG DALAM
KELOMPOK WIRAUSAHAWAN MUDA DI
KOTA CIMAHI
Oleh Lina Afifah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Psikologi
© Lina Afifah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
(4)
(5)
ABSTRAK
Lina Afifah (0806962). Subjective Well-Being Pada Pelaku Wirausaha Yang
Tergabung Dalam Kelompok Wirausahawan Muda Di Kota Cimahi.
Skripsi.Jurusan Psikologi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung (2013).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran umum subjective well
being, gambaran subjective well being ditinjau dari komponen kognitif dan
afektif, dan kontribusi faktor-faktor pembentuk subjective well-being terhadap tingkat subjective well-being pada pelaku wirausaha dalam Komunitas Wirausahawan Muda Cimahi (KWACI). Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi pendekatan penelitian kuantitatif dan kualitatif (combined
qualitative and quantitative designs) dengan desain atau model penelitian yang
digunakan adalah dominant-less dominant design. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen Subjective Well-Being Inventory (SUBI) serta wawancara terstruktur. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu : (1) Pelaku wirausaha di Kota Cimahi yang tergabung dalam KWACI secara umum memiliki tingkat subjective well being yang tinggi. (2) Subjective well being pelaku wirausaha di Kota Cimahi yang tergabung dalam KWACI pada komponen kognitif maupun afektif tergolong tinggi. (3) Confidence in coping, family group
support, dan general well-being – negative affect adalah tiga faktor yang memiliki
kontribusi terbesar, sedangkan perceived ill-health, inadequate mental mastery, dan primary group concern adalah tiga faktor yang memiliki kontribusi terkecil bagi tingkat subjective well being secara umum. Rekomendasi dari peneliti untuk pihak terkait antara lain: (1) Bagi pelaku wirausaha diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membentuk program kegiatan yang mendukung peningkatan subjective well being, (2)Bagi pihak pemerintah kota Cimahi diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat aturan-aturan yang mendukung kegiatan wirausaha di masyarakat, (3) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat dijadikan sumber rujukan tambahan untuk melakukan penelitian, baik mengenai subjective well being maupun mengenai pelaku wirausaha.
(6)
ABSTRACT
Lina Afifah (0806962). Subjective Well-Being inEnterpreneur Whom Joined
Cimahi City’s Young Enterpreneur Community. Paper.Jurusan Psikologi.
Psychology Department. Faculty of Education. Indonesia University of Education. Bandung (2013).
The purposes of this research are to see the general image of subjective well being,to see the subjective well being image fromcognitive and affective components, andto see the subjective well-being factorscontribution towards subjective well-being level in Cimahi City’s Young Enterpreneur Communitymembers.This research used combined qualitative and quantitative
designs method with dominant-less dominant design research model. Data collecting instruments areSubjective Well-Being Inventory (SUBI) and structural interview. The results of this research are : (1) Subjective well being level in Cimahi City’s Young Enterpreneur Communityis considered as high, (2) Subjective well being level in Cimahi City’s Young Enterpreneur Community, both in cognitive and affective components are considered as high. (3) Confidence in coping, family group support, and general well-being – negative affect are three factors with highest contributions, while perceived ill-health, inadequate mental mastery, and primary group concern are three factors with the lowest contributions to subjective well being level in general. Reccomendation to related parties include: (1) enterpreneurs community are expected to consider subjective well being aspect in making enterpreneurship development program, (2) Cimahi’s govermentare expected to make rules that encourage enterpreneurship activity in society, (3) future researchers are exptected to use resultsas research material, focused on whether subjective well being or enterpreneur.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Pengesahan...
Halaman Pernyataan... Kata Pengantar ... Hikmah... Ucapan Terima Kasih ... Abstrak ... Abstract ... Daftar Isi ... Daftar Tabel ... Daftar Gambar ...
i ii iii iv v vii viii ix xii xiv
Daftar Lampiran... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Asumsi ... 15
E. Manfaat Penelitian ... 16
F. Metode Penelitian ... 17
G. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian... 20
H. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Well Being... 22
1. Pengertian Subjective well being ... 25
2. Komponen Subjective well being ... 26
3. Faktor-Faktor Subjective well being... 32
B. Wirausaha... 39
1. Pengertian Pelaku Wirausaha ... 41
(8)
3. Motivasi Wirausaha ... 45
4. Keunggulan dan Kerugian Wirausaha ... 47
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 50
B. Desain Penelitian ... 51
C. Variabel Penelitian ... 52
D. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ... 52
E. Instrumen Penelitian 1. Subjective Well Being Inventory (SUBI) ... 53
2. Kerangka Wawancara ... 60
F.Populasi ... 60
G.Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 61
H. Teknik Pengumpulan Data ... 63
I. Teknik Analisis Data ... 64
J. Prosedur Penelitian ... 71
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL A. Hasil Pengolahan Data Kuantitatif 1. Gambaran Umum Subjective well being Pelaku Wirausaha yang Tergabung dalam KWACI... 77 2. Gambaran Subjective well being Pelaku Wirausaha yang Tergabung dalam KWACI Ditinjau Dari Komponen Kognitif dan Afektif...... 79
3. Kontribusi Faktor-Faktor Pembentuk Subjective well being Terhadap Tingkat Subjective well being pada Pelaku Wirausaha dalam KWACI... ... 82
B. Hasil Pengolahan Data Kualitatif 1. Hasil Wawancara Pada Subjek Dengan Tingkat Subjective well being Tinggi... 91
2. Hasil Wawancara Pada Subjek Dengan Tingkat Subjective well being Sedang... 96
(9)
3. Hasil Wawancara Pada Subjek Dengan Tingkat Subjective well
being Rendah... 103
C. Pembahasan Hasil Pengolahan Data 1. Gambaran Umum Subjective well being Pelaku Wirausaha yang Tergabung dalam KWACI. ... 112
2. Gambaran Subjective well being Pelaku Wirausaha yang Tergabung dalam KWACI Ditinjau Dari Komponen Afektif dan Kognitif... ...... 116
3. Kontribusi Faktor-Faktor Pembentuk Subjective well being Terhadap Tingkat Subjective well being pada Pelaku Wirausaha dalam KWACI... 121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... 140
B. SARAN 1. Bagi pelaku wirausaha dalam KWACI. ... 141
2. Bagi pihak pemerintah kota Cimahi. ... 142
3. Bagi peneliti selanjutnya... 142
DAFTAR PUSTAKA... 143
LAMPIRAN... 148
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Keterangan Item dalam Instrumen SUBI... 55
3.2 Skoring SUBI... ... 65
3.3 Kategori Tingkat Subjective Well Being... 66
3.4 Kategori Tingkat Subjective Well Being Komponen Kognitif... 66
3.5 Kategori Tingkat Subjective Well Being Komponen Afektif... 67
3.6 Kriteria Validitas Item... 72
4.1 Gambaran Subjective well being Pelaku Wirausaha dalam KWACI ... ... 78
4.2 Gambaran Subjective well being Pelaku Wirausaha Ditinjau dari Komponen Kognitif dan Afektif Secara Umum... 79
4.3 Gambaran Subjective well being Pelaku Wirausaha Ditinjau dari Komponen Kognitif dan Afektif Pada Kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah... ... .... ... ... .. 81
4.4 Tabel Skor Rata-Rata Faktor Pembentuk Subjective well being terhadap Subjective well being Pelaku Wirausaha KWACI Secara Umum... ... ... ... 83
4.5 Tabel Skor Rata-Rata Faktor Pembentuk Subjective well being pada Pelaku Wirausaha KWACI yang Memiliki Subjective well being Tinggi... 85
4.6 Tabel Skor Rata-Rata Faktor Pembentuk Subjective well being pada Pelaku Wirausaha KWACI yang Memiliki Subjective well being Sedang ... 87
4.7 Tabel Skor Rata-Rata Faktor Pembentuk Subjective well being pada Pelaku Wirausaha KWACI yang Memiliki Subjective well being Rendah... 89
4.8 Tabel Ranking Kontribusi Faktor Pembentuk Subjective well being Secara Umum, Pada Kelompok SWB Tinggi, Kelompok SWB Sedang, dan Kelompok SWB Rendah... 91
(11)
4.9 Display Data Subjek I (Tingkat Subjective well being Tinggi).... 93 4.10 Display Data Subjek II (Tingkat Subjective well being Sedang).. 97 4.11 Display Data Subjek III (Tingkat Subjective well being Rendah) 104
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Bagan Alur Prosedur Penelitian... 76 4.1 Grafik Sebaran Persentase Pelaku Wirausaha di Kota Cimahi
berdasarkan Tingkat Subjective well being...
79 4.2 Grafik Subjective well being Ditinjau dari Komponen
Kognitif Pada Kategori tingkat Subjective well being Tinggi,
Sedang, dan Rendah... ... .... ... 81 4.3 Grafik Subjective well being Ditinjau dari Komponen Afektif
Pada Kategori tingkat Subjective well being Tinggi, Sedang,
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen SUBI ………... 148
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas Item.………... 154
Lampiran 3 Hasil Skoring Keseluruhan Sampel Penelitian ……….. 156
Lampiran 4 Hasil Perhitungan Subjective Well Being Per Kategori ... 161
Lampiran 5 Kisi-Kisi Pertanyaan Wawancara.……... 167
Lampiran 6 Verbatim Wawancara Subjek………. 169
(14)
Lina Afifah , 2013
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada bulan September tahun 2012, Badan Pusat Statistik mencatat, sekitar 7,6 juta orang berada dalam kondisi pengangguran terbuka di negeri ini. Di dalamnya, tidak jauh dengan catatan tahun silam, terdapat sekitar setengah juta sarjana S1 (strata 1). Sementara itu, sektor formal menyerap 42,1 juta tenaga kerja dari total angkatan kerja sebanyak 120,4 juta orang. Sektor formal yang sudah ada tersebut baru bisa menyerap sepertiganya saja. (Kompas Ekstra, September 2012)
Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar para mahasiswa tampaknya hanya bisa menikmati kebahagiaan kelulusan terbatas ketika di momen wisuda. Seusai memperoleh ijazah kelulusan, yang mereka rasakan adalah kekhawatiran, kecemasan akan kepastian apakah bisa segera memperoleh pekerjaan, menerapkan ilmu yang sudah diperoleh semasa kuliah, dan mendapatkan penghasilan sendiri.
Apalagi dalam sistem ekonomi kapitalis yang selama ini menguasai pasar ekonomi, muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas yang disebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan maupun asuransi. Sektor ini tumbuh pesat. Nilai transaksinya bahkan bisa mencapai 10
(15)
kali lipat daripada sektor real atau pekerjaan langsung yang membutuhkan sumber daya manusia. Pertumbuhan uang beredar yang jauh lebih cepat daripada sektor real ini mendorong inflasi dan penggelembungan harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor real. Akibatnya, hal itu mendorong kebangkrutan perusahan dan PHK serta pengangguran. Inilah penyebab utama krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang terjadi sejak tahun 1997. (www.jurnal-ekonomi.org, Juli 2008)
Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar hanya di sekelompok orang tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan karena uang mengalir untuk mengembangkan usaha yang telah ada saja. (www.jurnal-ekonomi.org, Juli 2008)
Masalah-masalah yang terdapat di atas, menyebabkan terjadinya penyempitan lapangan kerja, sehingga sarjana yang baru lulus atau orang pada umumnya sulit memperoleh pekerjaan. Masalah tersebut juga menyebabkan kenaikan harga sehingga daya beli masyarakat menurun. Kedua masalah ini menyebabkan timbulnya kesulitan memenuhi kebutuhan hidup jangka panjang karena saling berkaitan satu sama lain.
Hal ini sebenarnya tidak hanya akan dialami oleh para sarjana yang baru lulus dan cemas dalam mencari pekerjaan seperti yang dipaparkan dalam tulisan di atas, namun juga karyawan yang bekerja di sektor-sektor formal.
(16)
Lina Afifah , 2013
Kenaikan berbagai macam harga kebutuhan pokok membuat nilai uang rupiah yang dimiliki tak menentu untuk mencukupi kebutuhan jangka panjang.
Pendapatan yang tidak mencukupi ini dapat diatasi dengan dua cara. Pertama, mencari penghasilan tambahan. Kedua, bekerja di tempat yang bisa menawarkan penghasilan lebih tinggi.
Poin yang pertama lebih mudah dilakukan karena dapat berjalan beriringan dengan pekerjaan utama. Sedangkan untuk poin kedua, sulit untuk dilakukan oleh sarjana yang baru lulus atau yang memiliki jenjang pendidikan lebih rendah. Ini dikarenakan tempat bekerja yang menawarkan penghasilan tinggi biasanya memiliki persyaratan yakni jenjang kelulusan, pengalaman bekerja dan batas minimum nilai kelulusan. Poin kedua ini tidak bisa dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki prasyarat tersebut sehingga mempersempit kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup dengan cara ini. Sebagai contoh, kesempatan tersebut juga tidak dapat menjangkau para pekerja dengan jenjang pendidikan SD, SMP, SMA atau bahkan yang tidak berkesempatan mengenyam bangku pendidikan untuk memperbaiki taraf hidup mereka. (Kompas Ekstra, September 2012)
Atas dasar keinginan untuk pemenuhan kebutuhan dan kecemasan yang dialami oleh lulusan sarjana serta pekerja yang bimbang dengan pendapatan mereka inilah, maka sektor wirausaha semakin diminati.
(17)
Joseph Schumpeter (1934 dalam Rukka, 2011) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah melakukan hal-hal baru atau melakukan hal-hal yang sudah dilakukan dengan cara baru, termasuk di dalamnya penciptaan produk baru dengan kualitas baru, metode produksi, pasar, sumber pasokan dan organisasi. Schumpeter mengaitkan wirausaha dengan konsep yang diterapkan dalam konteks bisnis dan mencoba menghubungkan dengan kombinasi berbagai sumberdaya.
Sedangkan pelaku wirausaha adalah seorang yang penuh imajinasi, ditandai dengan kemampuan menetapkan dan memenuhi suatu tujuan, dimana ia juga memiliki kesadaran lingkungan yang tinggi untuk melihat kesempatan bisnis. (Filion, 1997)
Sektor kerja informal ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan profesi lainnya, diantaranya :
1. Kemandirian dalam memutuskan tujuan. 2. Fleksibilitas jadwal kerja.
3. Dapat melakukan apa yang disukai dan bersenang-senang. 4. Potensi gaji yang diukur dari hasil kerja keras pribadi.
(Clark, 2007)
Banyak orang yang hanya bermimpi untuk menjadi pelaku wirausaha, menceburkan diri langsung untuk berwiraswasta dan berharap untuk jadi
(18)
Lina Afifah , 2013
pengusaha mapan. Sektor informal ini pun menyerap jumlah tenaga kerja yang luar biasa. Tahun ini, sebanyak 70,7 juta orang bekerja di bidang tersebut. (Kompas Ekstra,September 2012).
Data statistik menunjukkan bahwa selama setahun terakhir (Februari 2011-Februari 2012), jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan, terutama di Sektor Perdagangan sekitar 780 ribu orang (3,36 persen) serta Sektor Keuangan sebesar 720 ribu orang (34,95 persen). Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 120,4 juta orang, bertambah sekitar 3,0 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2011 sebesar 117,4 juta orang atau bertambah sebesar 1,0 juta orang dibanding Februari 2011. Dengan kedua hasil statistik tersebut, bisa diasusmsikan bahwa sekitar 58,7% tenaga pekerja tersebut diserap oleh sektor informal, yakni bidang wirausaha. (www.bps.go.id/brs_file/naker_07mei12.pdf. Mei 2012)
Geliat wirausaha juga dapat dilihat dari UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) yang kian berkembang. Selama periode 2006-2012, jumlah unit UMKM meningkat rata-rata 2 persen per tahun. Jumlah tenaga kerja yang terserap di usaha ini pun berkembang, rata-rata 2,6 persen per tahun pada periode yang sama. Nilai kredit yang dikucurkan pada UMKM juga meningkar, setidaknya 10,3 persen pada Juli 2012 dibandingkan pada Desember 2011 (Budiawan Sidik. Litbang Kompas, September 2012).
(19)
Bahkan menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah wirausaha di Indonesia melonjak dari 0,24 persen pada 2009 menjadi 1,56 persen pada Januari 2012. Namun, jumlah ini masih harus terus ditingkatkan pada jumlah ideal, yakni dua persen dari total jumlah penduduk suatu negara. (Kampus.okezone.com , Maret 2012)
Selama satu dekade terakhir ini, dukungan pemerintah dan pihak perusahaan swasta pun semakin kuat terhadap sektor UMKM yang kian berkembang. Sebagai contoh, pihak televisi swasta Trans TV menayangkan sebuah program berjudul “Bosan jadi Pegawai” setiap hari Minggu pukul 12.00 yang menunjukkan tentang ragam inovasi, kreasi dan pemasaran produk wirausaha dari para pelaku bisnis mandiri tersebut. Program serupa juga menjadi tayangan di stasiun TVOne yang berjudul “Jendela Usaha” yang ditayangkan hari Sabtu pada pukul 12.30 yang mengangkat tema serupa.
Di sektor pendidikan pun hal ini diberi perhatian khusus, sebagai contoh pada program PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) di Universitas Pendidikan Indonesia yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Para pelaku wirausaha muda diberikan kesempatan untuk membuat bussiness plan berbentuk proposal dan bersaing untuk mendapatkan pinjaman modal yang ditujukkan untuk membantu pengembangan usaha mereka. (www.dikti.go.id, 2010)
(20)
Lina Afifah , 2013
Untuk memacu dan mengukur kualitas, pelaku wirausaha bahkan diberikan sarana untuk dapat mengikuti kompetisi wirausaha. Beberapa contoh kompetisi wirausaha di Indonesia adalah Wirausaha Muda Mandiri oleh PT. Bank Mandiri, Tbk (www.wirausahamodalmandiri.com) dan
Entrepreneur of the Year oleh Ernst and Young. (www.ey.com)
Walau terdapat banyak keuntungan bagi diri sendiri maupun orang lain, dukungan dan kemudahan yang ditawarkan oleh berbagai pihak seperti yang telah peneliti paparkan sebelumnya, wirausaha juga memiliki beberapa kekurangan dan resiko nyata yang akan dihadapi, yakni :
1. Ketidakpastian pendapatan, mendirikan dan menjalankan bisnis tidak memberikan jaminan akan mendapatkan cukup uang untuk bertahan hidup.
2. Jam kerja yang panjang dan bekerja keras
3. Tanggung jawab kompleks, banyak pengusaha diharuskan untuk membuat keputusan mengenai isu-isu di luar bidang ilmu.
(Clark, 2007)
Para pengusaha besar yang telah sukes pun akan sepakat mengatakan bahwa siapa pun yang terjun ke bidang wirausaha adalah mereka yang mencari resiko. Resiko itu akan datang bertubi-tubi sepiawai apapun mereka
(21)
untuk menghindar. Baik yang memiliki modal nol, berjualan dengan gerobak, hingga yang menghabisakan uang tabungan, wiraswasta bukanlah pekerjaan yang indah penuh kedamaian, paling tidak di tahun-tahun awal ketika memulai usaha. Bahkan Bob Sadino, seorang tokoh kewirausahaan, mengatakan bahwa berwirausaha berarti memburu resiko bahkan bisa dikatakan mencari resiko. (Kompas Ekstra, September 2012)
Berdasarkan hasil penelitian serta fenomena yang telah dipaparkan di atas, peneliti membuat analisis yang menghasilkan beberapa dugaan. Pertama, dari fenomena di atas peneliti menemukan bahwa sebagian besar alasan seseorang untuk berwirausaha adalah untuk memperbaiki taraf hidup, khususnya dalam bidang ekonomi. Selanjutnya adalah bentuk atau reaksi dalam menghadapi tekanan dalam kepastian mendapat sebuah pekerjaan setelah lulus atau untuk bertahan hidup dengan kondisi global yang begitu fluktuatif sehingga terlalu riskan apabila hanya bertopang pada satu pekerjaan sekalipun perusahaan tersebut bonafit. Reaksi ini menimbulkan keinginan untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut secara beriringan dan mendorong seseorang mengambil keputusan untuk berwirausaha.
Sebagai contoh, sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Cimahi menghasilkan pendapatan sebesar Rp243 miliar selama 2012. Pendapatan sebesar itu berasal dari para pelaku usaha di bidang katering, fesyen, kerajinan dan jasa yang dilakukan oleh 5.511 pelaku UMKM. Sektor
(22)
Lina Afifah , 2013
UMKM pun mampu menyerap 2.356 orang tenaga kerja. (bisnis-jabar.com, Januari 2013) Pada tahun tersebut, dengan pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja, rupanya terjadi kenaikan angka pelaku UMKM sebesar 10% dari jumlah di tahun sebelumnya atau kira-kira sebanyak 551 pelaku usaha baru (tribunnews.com, April 2012).
Dugaan tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan bagi peneliti. Apakah kehidupan mereka yang memilih berwirausaha menjadi lebih sejahtera? Faktor-faktor apa yang membuat mereka merasa betah maupun tertarik untuk memilih berwirausaha? Mengapa banyak pelaku wirausaha yang tetap bertahan walau telah banyak mengalami kerugian dan mengetahui bahwa profesi tersebut memiliki banyak resiko?
Sebuah artikel hasil wawancara mengenai salah satu pelaku wirausaha menunjukkan perjalanan mereka dalam menjalankan profesi pilihan mereka tersebut. Berikut ini adalah ringkasan hasil wawancara yang diliput oleh Sukmarini (Kompas.com, 2009) :
“Keyakinan dan rasa percaya diri untuk berdagang buah menjadi kunci keberhasilan dari Bakri, seorang petani buah melodi di Jawa Tengah.
Bakri yang asalnya seorang petani sayur mayur, diajak berorganisasi mengembangkan buah melodi yang juga dikenal dengan nama buah pepino. Walaupun pernah diejek dan dan diragukan karena nama dan wana buah yang tak lazim didengar, namun beliau tetap gigih menawarkannya. Dengan usahanya yang dimulai dari nol dengan memberikan
(23)
hasil panen buah secara gratis hingga akhirnya dapat meraup omzet jutaan rupiah per bulan.
Dengan respon positif yang telah didapatkan tersebut, beliau tak lantas memperluas areal lahan tanaman dan mengembangkan produk buah secara besar-besaran untuk meraup keuntungan. Ini disebabkan mengingat buah melodi tidak bisa dikonsumsi secara sembarangan walau sangat baik untuk penderita tekanan darah tinggi.
Bakri mengaku bahagia dapat membantu orang lain yang terkena penyakit tersebut. Dengan alasan itulah beliau tetap bertekad utnuk menanam buah melodi”.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dilihat bahwa Bakri tidak memilih untuk mengembangkan lahan hektar menjadi lebih luas untuk keuntungan lebih besar namun lebih memilih mempertimbangkan fungsi buah untuk kesehatan konsumennya. Dari hal tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tingkat kualitas hidup seseorang bersifat subjektif tergantung dari penilaian masing-masing individu. Sebagai contoh dari cerita tersebut, bagi Bakri, kepuasan dan kebahagiaan dalam mengembangkan usahanya tidak diukur dari besarnya hasil penjualan saja, namun termasuk maslahat yang ia ketahui dapat berguna bagi orang banyak yang dapat diberikan dari buah yang ia jual. Sebuah konsep tentang hal ini dalam psikologi disebut subjective well being. (Compton, 2005 hal.64)
Subjective well being merujuk pada bagaimana seseorang mengalami
kualitas hidupnya dan di dalamnya terdapat reaksi emosional serta putusan kognitif. Konsep subjective well being menyertakan afeksi positif dan negatif,
(24)
Lina Afifah , 2013
individu memiliki tingkat subjective well-being yang tinggi,ia akan merasakan kepuasan dalam hidup, sering merasakan emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif. (Diener, Suh, dan Oishi, 1997 dalam Compton,2005). Kepuasan hidup ini bersifat stabil dalam jangka waktu yang panjang dalam kehidupan seseorang.
Dalam keadaan yang penuh tekanan, individu dengan tingkat
subjective well-being yang tinggi akan lebih mampu melakukan adaptasi dan coping yang lebih efektif terhadap keadaan tersebut sehingga merasakan
kehidupan yang lebih baik. Ekspektasi positif yang diharapkan terjadi di masa depan oleh individu tersebut tidak hanya menaikkan daya juang namun dapat memberi alternatif coping yang lebih baik walau berada dalam tekanan. (Diener, Biswas-Diener, dan Tamir, 2004 dalam Dewi dan Utami, 2008).
Dari berbagai literatur dan penelitian, ditemukan enam faktor dari sub komponen kognitif dan afektif yang memiliki pengaruh kuat pada subjective
well-being individu, seperti positive self-esteem, sense of perceived control,
tipe kepribadian ekstrovert, optimisme, hubungan sosial yang positif, serta keinginan untuk mencari makna dan tujuan hidup (Argyle, 1987; Myers, 1992; Diener, 1999 dalam Compton, 2005). Adapun beberapa faktor yang walau memiliki andil dalam subjective well being individu, namun tidak begitu signifikan adalah harta, usia, gender, pendidikan, ras, dan iklim.
(25)
Sekalipun faktor ini berpengaruh, biasanya lebih dikarenakan pengaruh dari pendidikan, besarnya pemasukan, dan kelas sosial.
Penelitian mengenai subjective well-being sendiri secara umum cukup populer. Seperti yang tercatat pada tahun 1967, jumlah penelitian mengenai
subjective well-being masih sangat terbatas, namun 15 tahun kemudian,
jumlah tersebut mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yaitu hingga mencapai 700 penelitian (Diener, 1984). Pusat data penelitian on-line menyatakan bahwa penelitian mengenai subjective well-being telah melebihi angka 5000 penelitian. (Veenhoven, 1999 dalam Compton, 2005).
Dari penelitian terdahulu mengenai subjective well being, diperoleh hasil yang mengemukakan bahwa beberapa faktor sebenarnya tidak berhubungan dengan tingkat subjective well-being seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Argyle (1987), Myers (1992), Diener (1999) dalam Compton (2005) pada pekerja di lingkungan industri di negara Barat menemukan bahwa faktor-faktor yang tidak berpengaruh tersebut adalah penghasilan, jenis kelamin, usia, ras dan pendidikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Indra Wahyudin terhadap guru honorer Sekolah Dasar di Kota Bandung menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat subjective well-being tinggi ditandai dengan kepuasan terhadap kehidupan secara umum, kesehatan fisik, hubungan dengan rekan kerja, keluarga, pasangan hidup, pekerjaan, pendidikan, dan waktu luang yang
(26)
Lina Afifah , 2013
sebagian besar berada dalam kategori puas, serta frekuensi dan intensitas afek-afek positif yang lebih tinggi daripada afek-afek-afek-afek negatif. (Wahyudin, 2010)
Dari hasil penelitian tersebut, Wahyudin menyimpulkan bahwa kualitas yang diperoleh dari jenis pekerjaan dengan jumlah pendapatan yang tidak tetap (sebagai guru honorer) mampu memberikan kepuasan hidup secara umum dan dalam tingkatan yang tergolong tinggi jika individu memiliki
subjective well being yang tinggi.
Berdasarkan studi literatur yang peneliti lakukan, peneliti tidak menemukan penelitian di Indonesia tentang subjective well being dengan subjek pelaku wirausaha seperti yang diajukan oleh peneliti. Namun beberapa hasil penelitian mengenai subjective well-being terdahulu dapat dijadikan kajian informasi untuk membuat perkiraan hasil perolehan data yang akan diperoleh dalam penelitian nantinya.
Walaupun belum ada penelitian yang menyentuh subjek yang menjadi sasaran peneliti, melihat fenomena yang terjadi selama satu dekade ini, peneliti merasa perlu meneliti subjek ini untuk melihat tingkat subjective well
being yang dimiliki oleh pelaku wirausaha yang membuat mereka bertahan
dalam pekerjaan mereka. Jika tingkat subjective well-being tergolong tinggi dan memuaskan, maka dapat dikatakan bahwa profesi sebagai pelaku wirausaha memiliki prospek kebahagiaan dan kualitas di masa depan dalam jangka waktu yang panjang. Namun untuk meraih kesuksesan itu, pelaku
(27)
wirausaha harus menghadapi banyak tantangan yang dihadapi karena keluar dari zona nyaman ke zona baru dalam perjuangan finansialnya.
Jumlah pelaku wirausaha di Indonesia sangat banyak, kurang lebih sebanyak 70,7 juta orang yang tersebar secara acak maupun tergabung dalam kelompok-kelompok wirausaha (Kompas Ekstra,September 2012). Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian, maka penelitian ini dibatasi pada subjek di Kota Cimahi, khususnya yang tergabung dalam kelompok wirausaha KWACI (Kelompok Wirausaha Muda Cimahi).
Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian mengenai “Subjective Well-Being pada Pelaku Wirausaha yang tergabung dalam
Kelompok Wirausaha Muda di kota Cimahi ” .
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian latar belakang masalah, keinginan untuk membuat taraf hidup lebih baik serta mendapatkan jawaban atas kepastian status bekerja menjadi alasan sebagian besar orang untuk memulai wirausaha.
Namun, ketika menjalankan wirausaha, terdapat berbagai tantangan dan resiko yang harus dihadapi, yang bisa menjadi tekanan bagi para pelaku
(28)
Lina Afifah , 2013
wirausaha dan mempengaruhi terhadap bagaimana para pelaku wirausaha tersebut merasakan kondisi kualitas hidup mereka.
Oleh karena itu, sejumlah pertanyaan akan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah gambaran umum subjective well being pelaku wirausaha yang tergabung dalam KWACI?
2. Bagaimanakah gambaran subjective well being pelaku wirausaha yang tergabung dalam KWACI ditinjau dari komponen kognitif dan afektif?
3. Bagaimanakah faktor-faktor pembentuk subjective well being berkontribusi terhadap tingkat subjective well-being pada pelaku wirausaha yang tergabung dalam KWACI?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi tujuan berikut :
1. Mengetahui gambaran umum subjective well being para pelaku wirausaha yang tergabung dalam KWACI .
2. Mengetahui gambaran subjective well-being pelaku wirausaha dalam KWACI ditinjau dari komponen kognitif dan afektif.
(29)
3. Mengetahui kontribusi faktor-faktor pembentuk subjective
well-being terhadap tingkat subjective well-well-being pada pelaku
wirausaha dalam KWACI.
D. Asumsi
Sejumlah teori dan hasil penelitian terdahulu yang menjadi asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Subjective well being merujuk pada bagaimana seseorang
mengalami kualitas hidupnya dan di dalamnya terdapat reaksi emosional serta putusan kognitif.
2. Faktor yang mempengaruhi tingkat kualitas subjective well-being individu adalah positive self-esteem, sense of perceived control, tipe kepribadian ekstrovert, optimisme, hubungan sosial yang positif, serta keinginan untuk mencari makna dan tujuan hidup. 3. Beberapa faktor yang walau memiliki andil dalam subjective well
being individu, namun tidak begitu signifikan adalah harta, usia, gender, pendidikan, ras, dan iklim. Sekalipun faktor-faktor ini berpengaruh, biasanya lebih dikarenakan pengaruh dari pendidikan, besarnya pemasukan, dan kelas sosial.
4. Tingkat subjective well-being tinggi ditandai dengan kepuasan terhadap kehidupan secara umum, kepastian pendapatan finansial,
(30)
Lina Afifah , 2013
fleksibilitas waktu kerja, tantangan menghadapi kegagalan serta frekuensi dan intensitas afek-afek positif yang lebih tinggi daripada afek-afek negatif.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.
Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memperluas bidang penelitian mengenai subjective well-being, terutama dalam perluasan subjek penelitian, yakni pada pelaku wirausaha.
2. Memperkaya teori dan sumber penelitian mengenai subjective
well-being, terutama mengenai bagaimana faktor-faktor pembentuk subjective well being berkontribusi pada tingkat subjective well being pada pelaku wirausaha.
Sedangkan manfaat praktis yang secara langsung didapatkan dari penelitian mengenai subjective well being pada pelaku wirausaha ini adalah :
1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun aturan-aturan dan kebijakan
(31)
yang menyangkut kewirausahaan, sehingga mendukung terhadap kualitas hidup para pelaku wirausaha.
2. Bagi pihak pembaca di kalangan umum maupun mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
subjective well-being pelaku wirausaha di kota Cimahi. Informasi
tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melihat kesempatan dan mencoba menjalankan wirausaha, yang secara tidak langsung dapat meningkatkan perekonomian dan kualitas hidup pelaku wirausaha serta lingkungannya.
F. Metode Penelitian
Berikut ini adalah ringkasan metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Secara rinci, penjelasan mengenai metode penelitian yang digunakan akan dipaparkan pada bab III.
1. Desain Penelitian
Dalam rancangan ini peneliti menggunakan metode kombinasi pendekatan penelitian kuantitatif dan kualitatif (combined qualitative
and quantitative designs).dalam mencari, mengumpulkan dan
menganalisis data. Desain atau model penelitian yang digunakan adalah dominant-less dominant design.
(32)
Lina Afifah , 2013
2. Variabel Penelitian
Penelitian ini bersifat univariabel. Artinya, hanya terdapat satu variable utama dalam penelitian ini, yaitu subjective well-being.
3. Definisi Operasional
Subjective well being dalam penelitian ini merujuk pada
bagaimana seseorang mengalami kualitas hidupnya dan di dalamnya terdapat komponen utama, yakni reaksi emosional (afektif) serta putusan kognitif. Subjective well being ditunjukkan oleh skor yang diperoleh subjek, diukur dengan menggunakan Subjective Well-Being
Inventory (SUBI) yang telah disusun oleh Nagpal dan Sell (1992)
untuk memperoleh gambaran umum subjective well-being, gambaran umum subjective well-being ditinjau dari komponen-komponennya, dan kontribusi dari setiap faktor-faktor sub komponen subjective
well-being terhadap tingkat subjective well-well-being individu (Nagpal dan
Sell, 1992).
(33)
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan dua instrumen, yaitu Subjective Well-Being Inventory (SUBI) yang diciptakan oleh Nagpal dan Sell (1992) untuk memperoleh gambaran umum subjective well-being serta besar kontribusi dari setiap faktor
subjective well-being terhadap tingkat subjective well-being individu
dan kerangka wawancara yang disusun berdasarkan teori subjective
well-being yang dikemukakan oleh Diener (2005) untuk mengetahui
bagaimana faktor-faktor pembentuk subjective well-being berkontribusi terhadap tingkat subjective well-being pada subjek penelitian.
5. Teknik Analisis
Data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif, yaitu rata-rata (mean). Nilai skor rata-rata digunakan untuk melihat tingkat subjective well being secara umum dari keseluruhan sampel dan mengkategorisasikan tingkat subjective well being.
Sedangkan data yang bersifat kualitatif digunakan untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor pembentuk subjective well being
berkontribusi terhadap tingkat subjective well-being pada pelaku wirausaha. Data yang ada akan dianalisis dengan menggunakan model
(34)
Lina Afifah , 2013
Miles dan Huberman (1984) yang dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu
data reduction, data display, dan conclusion/verification.
G. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kota Cimahi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelaku wirausaha di Kota Cimahi yang tergabung dalam forum KWACI. Sampel atau subjek dalam penelitian ini adalah anggota KWACI dan telah bergelut dalam usaha rintisannya selama minimal dua tahun dalam jenis usaha yang sama dan memiliki perkembangan usaha secara signifikan sejak awal usaha berdiri. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008).
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian
(35)
E. Asumsi
F. Metode Penelitian
G. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian H. Sistematika
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Subjective Well Being B. Wirausaha
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional C. Instrumen Penelitian
D. Populasi dan Sampel
E. Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data F. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan Hasil Penelitian
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan B. Rekomendasi
(36)
Lina Afifah , 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan digambarkan secara lengkap penerapan metode penelitian yang dipilih yakni kombinasi kuantitatif dan penelitian kualitatif, tentang populasi dan sampel yang dipilih, penjelasan instrumen, teknik analisis data, dan prosedur yang digunakan dalam penelitian.
A. Pendekatan Penelitian
Dalam rancangan ini peneliti menggunakan metode kombinasi penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif (combined quantitative and qualitative
designs) dalam mencari,mengumpulkan dan menganalisis data.
Penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode untuk meneliti sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Proses penelitian umumnya bersifat deduktif untuk menjawab rumusan masalah yang menggunakan konsep atau teori tertentu. Sedangkan penelitian kualitatif digunakan untuk objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, dan hasil penelitiannya lebih menekankan pada makna (Sugiyono, 2008)
Desain penelitian kombinasi kuantitatif dan kualitatif dinilai tepat untuk penelitian ini karena data yang diinginkan dari kedua metode akan saling melengkapi untuk mendapatkan hasil yang dapat menjawab pertanyaan penelitian
(37)
mengenai subjective well being para pelaku wirausaha di kota Cimahi khususnya yang tergabung dalam KWACI.
B. Desain Penelitian
Desain atau model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahdominant-less dominant design. Menurut Creswell (1997), dalam
dominant-less dominant design, peneliti menetapkan sebuah pendekatan sebagai
pendekatan utama dan pendekatan lain sebagai pendekatan alternatif. Pendekatan alternatif digunakan untuk memperoleh data yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan pendekatan utama (Creswell, 1997).
Strategi penelitian yang digunakan dalam metode campuran yang akan digunakan oleh peneliti adalah eksplanatoris sekuensial. Strategi ini cukup populer dalam penelitian yang lebih condong diprioritaskan pada penelitian kuantitatif. Proses pencampuran (mixing) data dalam strategi ini terjadi ketika hasil awal kuantitatif menginformasikan proses pengumpulan data kualitatif. Untuk itulah, dua jenis data ini terpisah namun tetap berhubungan. (Cresswell, 2003)
Rancangan eksplanatoris sekuensial biasanya digunakan untuk menjelaskan dan mengintepretasikan hasil-hasil kuantititatif berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data kualitatif. Sifat rancangan ini adalah keterusterangan data, mudah dideskripsikan dan dilaporkan. (Morse, 1991 dalam Cressswell, 2003)
(38)
Lina Afifah , 2013
Dalam penelitian ini, pendekatan yang dijadikan sebagai pendekatan utama adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum subjective well-being pelaku wirausaha serta gambaran subjective well-being pelaku wirausaha ditinjau dari komponennya.
Sedangkan pendekatan kualitatif dijadikan sebagai pendekatan alternatif dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor pembentuk
subjective well-being tersebut berkontribusi terhadap tingkat subjective well-being
para pelaku wirausaha. C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala hal yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut untuk kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Variabel dalam penelitian ini,merupakan variabel tunggal, yaitu subjective well-being.
D. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 1. Definisi Konseptual
Subjective well beingdalam penelitian ini dapat dinyatakan
sebagai pandangan subjektif individu terhadap kualitas hidup yang sudah dialaminya, baik secara kognitif maupun afektif. Penilaian secara kognitif adalah pandangan individu terhadap kepuasan hidupnya. Sedangkan penilaian afektif berasal dari emosiatau mood yang dirasakan. (Diener,2009)
(39)
2. Definisi Operasional
Subjective well being merujuk pada bagaimana seseorang
mengalami kualitas hidupnya dan di dalamnya terdapat komponen utama, yakni reaksi emosional (afektif) serta putusan kognitif.
Subjective well being ditunjukkan oleh skor yang diperoleh
subjek,diukur dengan menggunakan Subjective Well-Being Inventory (SUBI) yang telah disusun oleh Nagpal dan Sell (1992) untuk memperoleh gambaran umum subjective well-being, gambaran umum
subjective well-being ditinjau dari komponen-komponennya, dan
kontribusi dari setiap faktor-faktor subjective well-being terhadap tingkat subjective well-being individu.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner hasil adaptasi dari Subjective Well-Being Inventory (SUBI) dan pedoman wawancara mengenai subjective well-being. Instrumen ini dipilih karenadapat memberikan data yang dibutuhkan untuk menjawab seluruh rumusan penelitian. Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing instrumen tersebut.
(40)
Lina Afifah , 2013
Subjective Well-Being Inventory (SUBI) adalah instrumen yang
disusun oleh Nagpal dan Sell (1992). Penelitian ini menggunakan instrumen tersebut yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia, dievaluasi oleh ahli bahasa Inggris, Dr. Doddy Rusmono, MLIS dan direvisi oleh peneliti.
Instrumen ini digunakan untuk mengukur perasaan well being atau ill being yang dialami oleh individu dalam menghadapi kejadian sehari-hari.(Nagpal dan Sell, 1992) Item-item dalam instrumen ditujukan untuk melihat kontribusi faktor pembentuk subjective well
being terhadap tingkat subjective well being. Sedangkan skor
keseluruhan mampu menunjukkan tingkat subjective well being secara umum.
SUBI terdiri atas 40 item dengan 3 atau 4 skala jawaban untuk setiap item, yang mewakili 11 faktor dimensi : afek well being positif dan negatif secara umum, expectation-achievement congruence, kepercayaan diri dalam melakukan coping, transendensi, dukungan kelompok maupun keluarga, dukungan sosial, kepentingan kelompok primer, ketidakcocokan pemikiran secara mental, pengalaman sakit secara fisik, dan kekurangan kontak sosial.
Semakin tinggi skor menunjukkan semakin tinggi tingkat
subjective well being individu tersebut. Instrumen ini disusun dengan
(41)
Untuk kepentingan penelitian ini, instrumen diujicobakan untuk diketahui validitas item dan reliabilitasnya. Berdasarkan uji coba analisis item terhadap 47 responden berprofesi sebagai pelaku wirausaha, hasilnya diperoleh sebanyak 32 item valid yang memiliki nilai validitas di atas 0.2 sedangkan reliabilitas instrumen pada koefisien alfa cronbach sebesar 0,881. Berdasarkan kriteria reliabilitas Gulford, angka ini menunjukkan alat tes sangat reliabel.(Kusnadi, 2012). Hasil uji analisis item ini dilampirkan pada Lampiran 1 hal.155.
Untuk memahami lebih lanjut, berikut ini adalah tabel yang menjelaskan tentang item-item dalam instrumen SUBI yang telah di uji,termasuk penjelasan isi, arah pertanyaan, dan faktor yang diukur oleh item tersebut (Nagpal dan Sell, 1992).
Tabel 3.1 Keterangan Item dalam Instrumen SUBI
Item Isi Arah Faktor yang Diukur
1. Kehidupan – menarik + General Well-Being –
Positive Affect
2. Pemenuhan ekspektasi–standard hidup +
Expectation-Achievement Congruence
3. Kongruensi kesuksesan-kepuasan +
Expectation-Achievement Congruence
4. Kongruensi pencapaian-usaha +
Expectation-Achievement Congruence
(42)
Lina Afifah , 2013
5. Kehidupan–dibandingkan dengan masa
lalu +
General Well-Being – Positive Affect
6. Hal-hal yang telah dilakukan beberapa
tahun terakhir +
General Well-Being – Positive Affect
7. Kepercayaan diri dalam menghadapi
masa depan + Confidence in Coping
8. Momentum kebahagiaan yang intensif + Transcendence
9. Rasa memiliki – umat manusia + Transcendence
10. Pertolongan oleh relasi/teman dalam
keadaan darurat + Social Support
11. Relasi dengan anak-anak + Primary Group
Concern
12. Pertolongan oleh relasi/teman dalam
kondisi sakit + Social Support
13. Terganggu karenahaltak terduga - Inadequate Mental
Mastery
14. Merasa sedih tanpa alasan yang jelas - Inadequate Mental
Mastery
15. Iritabilitas (Sikap cepat marah) - Inadequate Mental
Mastery
16. Kecemasan dan ketegangan - Inadequate Mental
Mastery
17. Kehilangan kendali terhadap emosi
dalam menghadapi hal-hal kecil -
Inadequate Mental Mastery
18. Kedekatan di dalam keluarga + Family Group
Support
19. Kehidupan – membosankan atau tidak
menarik -
General Well-Being – Negative Affect
20. Kecemasan terhadap masa depan - General Well-Being –
(43)
21. Kehidupan – tidak berguna - General Well-Being –
Negative Affect
22. Kecemasan terhadap hubungan dengan
pasangan hidup -
Primary Group Concern
23. Pertolongan dari relasi/teman ketika
dibutuhkan + Social Support
24. Kecemasan terhadap hubungan dengan
anak-anak -
Primary Group Concern
25. Mudah terganggu oleh kritik - Inadequate Mental
Mastery
26. Harapan untuk memiliki lebih banyak
teman -
Deficiency in Social Contacts
27. Kekhawatiran terhadap kesehatan - Perceived Ill-Health
28. Rasa sakit pada beberapa bagian tubuh - Perceived Ill-Health
29. Detak jantung di atas batas normal - Perceived Ill-Health
30. Rasa pusing - Perceived Ill-Health
31. Terlalu mudah merasa lelah - Perceived Ill-Health
32. Tidur terganggu - Perceived Ill-Health
Berikut ini adalah penjelasan mengenai faktor-faktor dimensi dalam instrumen SUBI :
a. General well being positive affect
Faktor ini merefleksikan perasaan well being yang keluar dari keseluruhan persepsi tentang kehidupan yang dialami dengan bahagia dan tanpa gangguan.
(44)
Lina Afifah , 2013
Item dalam faktor ini merujuk pada perasaan well being yang secara umum didapatkan karena kesuksesan dan hidup dalam standar yang diinginkan oleh seseorang, atau apa yang bisa disebut dengan kepuasan.
c. Confidence in coping
Faktor ini berelasi terhadap pandangan kekuatan personal, kemampuan untuk menguasai situasi tak terduga atau kritis.
d. Transcendence
Item dalam faktor ini berelasi terhadap pengalaman sehari-hari yang berada diluar materi sehari-hari dan keberadaan rasional.
e. Family group support
Faktor ini merefleksikan perasaan positif yang ditunjukkan dari persepsi yang luas tentang keluarga sebagai pendukung, hubungan timbal balik dan kedekatan emosional
f. Social support
Konstruk teoritis yang digabungkan dalam faktor ini berisi item yang menjelaskan tentang lingkungan sosial diluar keluarga sebagai pendukung umum dan di kala krisis.
g. Primary group concern
Dalam faktor ini, item positif dan negatif berkorelasi dalam satu kluster. Perasaan konseptual tentang hubungan utama dengan kelompok primer atau keluarga dinyatakan memungkinkan untuk membentuk sebagian dari keseluruhan well being.
(45)
h. Inadequate mental mastery
Seluruh item dalam faktor ini mengimplikasian kurangnya kontrol atau ketiadaan kemampuan untuk menghadapi beberapa aspek dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mengganggu keseimbangan mental.
i.Percieved ill health
Faktor tunggal ini didasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kekhawatiran akan kesehatan dan fisik, sangat berkorelasi tinggi, dan kedua hal tersebut ditunjukkan disini.
j. Deficiency in social contacts
Secara umum, item yang memenuhi faktor ini berkisar antara perasaan takut tidak disukai dan kerinduan akan teman.
k. General well being-negative affect
Faktor ini merefleksikan hal-hal yang terlihat menekan dalam hidup secara umum.
Komponen kognitif berbasis pada evaluasi asumsi (sikap) mengenai kepuasan seseorang terhadap kehidupannya. (Schimmack, 2006). Faktor-faktor dalam instrumen yang termasuk dalam komponen ini adalah
Expectation-achievment congruence, Confidence in coping, Family group support, Social support, Primary group concern, Percieved ill health, dan Deficiency in social contacts.
Komponen afektif ditunjukkan oleh faktor-faktor dimensi yang berkaitan dengan evaluasi individu terhadap pengalaman dalam hidupnya dengan cara
(46)
Lina Afifah , 2013
mengkaji tipe reaksi emosi atau mood yang dirasakan yang dialami oleh mereka. (Diener,2008) Faktor-faktor dalam instrumen yang termasuk dalam komponen ini adalah General Well-being positive affect, Transcendence, Inadequate mental
mastery, dan General well-being negative affect.
2. Kerangka Wawancara
Kerangka wawancara disusun oleh peneliti untuk memperoleh data mengenaikontribusi faktor-faktor pembentuk subjective well being yang bekerja dalam mempengaruhi tingkat subjective well being para pelaku wirausaha dalam KWACI. Peneliti telah menyusun rancangan pedoman wawancara berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Diener (2005), yang akan menggali faktor-faktor pembentuk subjective well being yaitu global satisfaction, domain life satisfactions (kepuasan terhadap kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, hubungan sosial, keluarga, dan waktu luang), positive affect, dan negative affect. Kisi-kisi wawancara selengkapnya dilampirkan.
F. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah KWACI. KWACI adalah salah satu kelompok berbagi untuk para pelaku wirausaha muda di Cimahi yang didirikan pada bukan Oktober 2012. Dengan sistem online group di jejaring sosial Facebook, kelompok ini memiliki anggota sebanyak 616 orang yang mengadakan agenda rutin untuk berdiskusi, menyelenggarakan pelatihan,
(47)
partisipasi pameran, promosi usaha sambil berkegiatan sosial, dan promosi produk-produk khas kota Cimahi.
Ragam bidang usaha yang dijalani oleh anggotanya berupa kuliner, fashion, konveksi, alat-alat kesehatan, jasa impor, jasa periklanan, aksesori furniture, kosmetika, perternakan, jasa antar barang, dan barang seni.
G. Sampel dan Teknik Pengambilan sampel
1. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tertentu. (Sugiyono, 2011).Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah pelaku wirausaha yang tergabung dalam KWACI dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh peneliti.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Agar sampel yang diambil representatif dengan keadaan di lapangan dan memiliki kesesuaian dengan judul penelitian yang dilakukan, maka teknik penentuan sampel yang digunakan di lapangan adalah purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu, sehingga hasilnya berlaku untuk diterapkan pada situasi kelompok yang memiliki karakteristik homogen.(Sugiyono, 2008). Teknik ini dipilih agar sampel dapat memenuhi prinsip kewirausahaan, yakni usaha yang dilakukan harus
(48)
Lina Afifah , 2013
mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu, tidak sekadarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup saja. (Kasali, 2010)
Kriteria sampel yang dipilih adalah :
1) Pelaku wirausaha yang masih bergulat dalam usaha rintisannya selama minimal 2 tahun dalam jenis usaha yang sama.
2) Memiliki perkembangan usaha secara signifikan sejak awal usaha berdiri. Perkembangan usaha ini dapat dilihat dari salah satu hal berikut, yakni penambahan jumlah variasi produk atau jasa yang ditawarkan, kenaikan jumlah laba bersih yang diperoleh, kenaikan jumlah pelanggan dan pemesanan produk atau jasa, maupun cabang usaha.
Penulis menetapkan perkembangan yang terjadi minimal sebesar 50% sejak usaha berdiri sebagai indikator adanya kemauan untuk maju dalam berusaha.
.
Jumlah populasi yang telah diketahui sebanyak 616 orang, maka ukuran sampel ditentukan dengan menggunakan rumus penentuan ukuran sampel yang dikemukakan oleh Slovin (Sevilla et. al., 1960:182) berikut ini:
Keterangan:
N: jumlah populasi n: jumlah sampel
(49)
Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi. Misalnya, penelitian dengan batas kesalahan 5% berarti memiliki tingkat akurasi 95%. Penelitian dengan batas kesalahan 2% memiliki tingkat akurasi 98%. Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi kesalahan, semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan.
Nilai kritis yang diambil oleh peneliti sebesar 10% untuk akurasi penelitian 90%, nilai ini dipilih oleh peneliti karena keterbatasan waktu dan biaya penelitian. Maka, dengan perhitungan di atas, didapatkan angka 86,035. Dibulatkan sehingga pada saat berada di lapangan, peneliti mengambilsampel sebanyak 86 orang.
H. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu angket dan wawancara.
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis pada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2008).Teknik ini digunakan sebagai pengumpulan data yang efisien karena peneliti telah mengetahui pasti variabel yang akan diukur dan apa yang bisa diharapkan dari responden. Angket dilakukan dengan menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Subjective Well-Being
(50)
Lina Afifah , 2013
Inventory (SUBI) dari Nagpal dan Sell (1992) yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya.
Metode pengambilan data lain yang digunakan oleh peneliti adalah wawancarayakni jenis wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah teknik pengumpulan data melalui interaksi langsung dimana peneliti telah mengetahui pasti tentang informasi yang akan diperoleh dengan menggunakan pedoman yang telah ditentukan sebelumnya (Sugiyono, 2008). Wawancara ini disusun oleh peneliti dengan menggunakan teori subjective
well being yang dikemukakan oleh Diener.
I. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Kuantitatif
Sesuai dengan sistem perhitungan dari instrumen yang dipakai, maka penghitungan data kuantitatif dalam penelitian ini akan menggunakan statistik deskriptif. Perhitungan kuantitatif ini digunakan untuk menganalisis data guna menjawab pertanyaan penelitian tentang gambaran umum subjective well being pada pelaku wirausaha, gambaran subjective well being pelaku wirausaha ditinjau dari komponen kognitif dan afektif, dan kontribusi faktor-faktor pembentuk
subjective well being terhadap tingkat subjective well being.
Statistik deskriptif adalah proses pengumpulan dan peringkasan data, dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
(51)
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat generalisasi (Sugiyono, 2011).
Sebelum dilakukan perhitungan dengan statistik deskriptif, dilakukan skoring instrumen SUBI dengan penilaian sebagai berikut :
Tabel 3.2 Skoring SUBI
Faktor
Jumlah Item
Skor minimum
Skor maksimum
Nilai Tengah
1 3 3 9 6
2 3 3 9 6
3 1 1 3 2
4 2 2 6 4
5 1 3 3 2
6 3 3 9 6
7 3 3 12 7.5
8 6 6 18 12
9 6 6 18 12
10 1 1 3 2
(52)
Lina Afifah , 2013
SUBI dapat dinilai dengan memasukkan nilai 3-2-1 untuk respon kategori item positif dan 1-2-3 untuk item negatif. Nilai minimum dan maksimum skor dapat ditunjukkan dengan angka 34 dan 96.
Skor rata-rata dapat diintepretasikan secara kesimpulan dalam tiga rentang skor untuk menentukan kategori tingkat gambaran
subjective well being secara umum, yakni :
Tabel 3.3 Kategori Tingkat Subjective Well Being Subjective Well Being
Rentang Skor Kategori
34-54 Rendah
55-75 Sedang
76-96 Tinggi
Sedangkan untuk gambaran skor subjective well being ditinjau dari komponen afektif dan kognitifnya dapat dilihat dari skor faktor-faktor dimensi dalam instrumen SUBI. Pembagian faktor-faktor-faktor-faktor tersebut ke dalam dimensi subjective well being sesuai dengan definisi kognitif dan afektif yang telah dipaparkan sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Kognitif : Expectation-achievement congruence,Confidence
in coping, Family group support, Social support, Primary group concern, Percieved ill health, Deficiency in social contacts.
(53)
Dengan skor minimal 20 dan skor maksimal 54. Sedangkan kriterianya menurut Nagpal dan Sell (1992) dapat ditentukan sebagai berikut :
Tabel 3.4 Kategori Tingkat Subjective Well Being Komponen Kognitif
Skor Kategori
<36 Kurang baik
36 Cukup Baik
> 36 Baik
2. Afektif : General well being positive affect, Transcendence,
Inadequate mental mastery, General well being-negative affect.
Dengan skor minimal 14 dan skor maksimal 42. Sedangkan kriterianya menurut Nagpal dan Sell (1992) dapat ditentukan sebagai berikut :
Tabel 3.5 Kategori Tingkat Subjective Well Being Komponen Afektif
Skor Kategori
<28 Kurang baik
28 Cukup baik
> 28 Baik
Sedangkan untuk melihat kontribusi faktor-faktor dapat dilihat dari hasil skor yang didapat dari tiap faktor kemudian dibagi jumlah keseluruhan sampel. Hasil yang didapat adalah rata-rata skor faktor sampel yang kemudian dilihat selisihnya dengan nilai maksimal ideal tiap faktor. Semakin kecil selisih antar kedua nilai, berarti nilai skor
(54)
Lina Afifah , 2013
dari hasil penelitian semakin mendekati nilai maksimal ideal dan ini berarti semakin kuat kontribusi faktor tersebut terhadap tingkat
subjective well being. Hasil ini akan diperkuat lagi oleh hasil
wawancara, agar kesimpulan yang didapatkan lebih kredibel.
Data skor yang telah didapatkan akan diolah untuk dicari rata-rata tingkat subjective well being yang dimiliki oleh subjek secara umum, gambaran skor subjective well being ditinjau dari komponen afektif dan kognitif, serta kontribusi faktor-faktor subjective well being terhadap tingkat subjective well being secara umum. Rumus yang akan digunakan, sebagai berikut :
Rata-Rata (Mean)
Keterangan:
∑X = jumlah skor total sampel n = jumlah sampel
Untuk tingkat subjective well being secara umum, skor total sampel adalah jumlah skor keseluruhan. Untuk gambaran skor subjective well
being ditinjau dari komponen afektif dan kognitif, skor total sampel
(55)
kontribusi faktor-faktor subjective well being, skor total sampel berasal dari jumlah skorpada tiap faktor.
2. Analisis data Kualitatif
Data yang bersifat kualitatif digunakan untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor pembentuk subjective well being berkontribusi terhadap tingkat subjective well-being pada pelaku wirausaha. Data yang ada akan dianalisis dengan menggunakan Model Miles dan Huberman yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh atau dengan kata lain jika jawaban responden sudah berpusat dan tidak bisa digali lagi. Analisis ini dilakukan pada saat pengambilan data dan setelah data selesai dikumpulkan.(Sugiyono, 2008).
Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu data reduction,
data display, dan conclusion/verification.
a. Data reduction
Hal ini dilakukan dengan cara merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal penting, dicari tema dan polanya agar data yang telah diperoleh akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya
(56)
Lina Afifah , 2013
apabila diperlukan. (Sugiyono,2008). Dalam penelitian ini, maka dalam mereduksi data peneliti akan memfokuskan pada kontribusi faktor pembentuk subjective well-being para pelaku wirausaha terhadap tingkat subjective well being mereka.
Tahapan ini dilakukan setelah mendapatkan data kuantitatif, dengan melakukan wawancara terstruktur pada masing-masing satu pelaku wirausaha yang berada dalam kategori subjective well being tinggi, sedang, dan rendah. Wawancara dilakukan secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda dengan fokus pertanyaan menggali kontribusi faktor-faktor pembentuk subjective well being terhadap tingkat
subjective well being mereka.
b. Data Display
Peneliti menyajikan data agar lebih mudah untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Data yang telah didapatkan sebelumnya dapat ditunjukkan berupa teks naratif, grafik,matriks, network, dan chart. (Sugiyono,2008)
Proses ini dilakukan dengan mengolah data hasil wawancara yang telah dilakukan dengan cara membuat teks verbatim untuk memperjelas hasil wawancara, kemudian
(57)
memberi kode dan menyusun jawaban yang diberikan agar sesuai dengan dimensinya masing-masing.
Sedangkan data hasil perhitungan kuantitatif akan ditunjukkan dengan bentuk bar chart untuk mendampingi hasil wawancara.
c. Data verification
Pada tahapan ini, peneliti membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah ada. Kesimpulan awal yang dikemukakan dan berasal dari proses perhitungan kuantitatif masih bersifat sementara dan baru yang sebelumnya belum diketahui hasilnya. Kesimpulan akan berubah jika tidak ditemukan bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data kualitatif.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal (kuesioner), didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data kualitatif, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. (Sugiyono,2008)
Proses ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan hasil skoring angket sebelumnya, apakah saling melengkapi dan sesuai atau
(58)
Lina Afifah , 2013
berbeda. Jika hasilnya sesuai, maka akan dianalisis untuk membuat penarikan kesimpulan mengenai kontribusi faktor-faktor subjective well being terhadap tingkat subjective well
being para pelaku wirausaha.
J. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan dalam penelitian ini dibagi ke dalam tahap-tahap berikut ini :
1. Tahap Persiapan
a. Menentukan masalah yang akan diteliti untuk dijadikan penelitian.
b. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran yang jelas berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti. c. Merumuskan pertanyaan yang akan dicari dalam penelitian. d. Menetapkan desain penelitian dan instrumen yang akan digunakan.
e. Menetapkan populasi dan sampel penelitian yang cocok dengan judul penelitian.
f. Menyusun proposal penelitian.
g. Mengajukan proposal penelitian kepada Dewan Pembimbing Skripsi untuk mendapat pengesahan dan perbaikan. h. Pengajuan surat izin penelitian pada fakultas Ilmu Pendidikan dan jurusan Psikologi Universitas Pendidikan
(59)
Indonesia untuk diberikan pada komunitas tempat pengambilan sampel.
i. Menguji validitas dan reliabilitas instrumen dengan penentuan corrected item corellation.
Sarwono (2006)
memberikan kriteria validitas item sebagai berikut :
Tabel 3.6 Kriteria Validitas Item
0 Tidak ada korelasi antara dua variabel >0 – 0,25 Korelasi sangat lemah
>0,25 – 0,5 Korelasi cukup >0,5 – 0,75 Korelasi kuat
>0,75 –
0,99 Korelasi sangat kuat
1 Korelasi sempurna
Dengan kriteria di atas, maka peneliti mengambil batas nilai di atas 0,2 untuk item yang valid dan tingkat signifikansi cronbach
alpha 0,5 untuk reliabilitas instrumen.
2. Tahap Pengambilan Data Kuantitatif
a. Penjelasan maksud penelitian pada sampel yang akan diteliti.
b. Pemberian angket dari instrumen SUBI pada sampel penelitian.
c. Memberikan penjelasan mengenai cara pengisian angket. d. Mengumpulkan dan mengecek angket yang telah diisi.
(60)
Lina Afifah , 2013
a. Verifikasi Data
Verifikasi data dilakukan dengan mengecek kelengkapan jumlah angket yang terkumpul dan item yang diisi oleh sampel.
b. Penyekoran Data
Penyekoran data dilakukan dengan menggunakan sistem skoring yang sudah ditetapkan sebelumnya untuk instrumen SUBI yang digunakan.
c. Kategorisasi Data
Kategorisasi data dilakukan dengan menggunakan rentang nilai tertentu yang telah ditetapkan dari hasil penyekoran data untuk menentukan tingkat subjective well being.
4. Tahap Pengambilan Data Kualitatif
a. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data kuantitatif, peneliti memilih tiga orang sampel dengan kategori tingkat
subjective well-being tinggi, sedang, dan rendah untuk melihat
bagaimana kontribusi faktor-faktor sebjective well being bekerja mempengaruhi tingkat subjective well being mereka. b. Peneliti melakukan wawancara terhadap subjek yang dipilih secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda.
(61)
5. Tahap Pengolahan Data Kualitatif
a. Data reduction, proses pemilihan data yang relevan dan
memfokuskan data yang mengarah pada jawaban pertanyaan penelitian.
b. Data display, yaitu penyajian data dalam bentuk uraian atau
teks verbatim hasil wawancara. Peneliti akan membuat teks verbatim untuk memperjelas hasil wawancara, kemudian memberi kode dan menyusun jawaban yang diberikan agar sesuai dengan dimensinya masing-masing.
c. Conclusion drawing, penarikan kesimpulan berdasarkan
data-datayang telah valid dan konsisten diperoleh.Proses ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan hasil skoring angket sebelumnya.
6. Tahap Penyelesaian
a. Menampilkan hasil analisis penelitian
b. Membahas hasil analisis penelitian berdasarkan teori-teori yang dipergunakan.
c. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian serta mengajukan rekomendasi untuk berbagai pihak yang terkait.
(62)
Lina Afifah , 2013
Secara ringkas, prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan pada bagan alur di bawah ini:
Gambar 3.1. Bagan Alur Prosedur Penelitian 1.
•Memilih instrumen yang digunakan dan menyusun kisi-kisi wawancara
berdasarkan landasan teoritis
2. •Menguji validitas instrumen kuesioner pada pelaku wirausaha
3.
•Menguji validitas dan reliabilitas instrumen yang telah diujicobakan
melalui teknik statistik
4. •Merevisi instrumen kuesioner
5. •Penentuan jumlah sampel, dilakukan dengan teknik purposive sampling
6.
•Pengambilan data dari sampel dengan menggunakan instrumen kuesioner
yang telah di revisi
7. •Penyekoran jawaban terhadap item kuesioner
8.
•Pengolahan data instrumen kuisioner dengan skoring yang telah ditentukan sebelumnya, mencari nilai rata-rata, dan menentukan kategorisasi tingkat subjective well being para pelaku wirausaha
9.
•Memilih tiga orang subjek wawancara, masing-masing satu orang dari
kategori subjective well being tinggi, sedang, dan rendah
10. •Melakukan wawancara terstruktur secara langsung
11.
•Pengolahan data wawancara dengan penyortiran jawaban tentang kontribusi faktor-faktor subjective well being terhadap tingkat subjective well being
(63)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang berkenaan dengan hasil penelitian ini.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis terhadap hasil pengolahan data, penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaku wirausaha di Kota Cimahi yang tergabung dalam KWACI secara umum memiliki tingkat subjective well being yang tinggi.
2. Subjective well being pelaku wirausaha di Kota Cimahi yang
tergabung dalam KWACI, baik pada komponen kognitif maupun afektif tergolong tinggi. Tinggi dalam komponen kognitif artinya pelaku wirausaha di Kota Cimahi yang tergabung dalam KWACI merasa puas menilai aspek kehidupan yang dimiliki selama ini baik secara umum (secara keseluruhan) sesuai dengan kriteria yang mereka tentukan sendiri,maupun secara khusus (spesifik) pada suatu aspek kehidupan yang berdasar pada pengalaman di masa lampau. Sedangkan tinggi dalam komponen afektif artinya subjek memiliki kestabilan mood yang baik,yang bertahan dalam jangka panjang dan cenderung tetap.
(64)
3. Confidence in coping, family group support, dangeneral well-being
– negative affect adalah tiga faktor yang memiliki kontribusi
terbesar bagi subjective well being secara umum pada pelaku wirausaha di Kota Cimahi yang tergabung dalam KWACI. Sedangkan perceived ill-health, inadequate mental mastery, dan
primary group concern merupakan tiga faktor yang memiliki
kontribusi terkecil bagi tingkat subjective well being secara umum.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis berpendapat bahwa ada beberapa pihak yang diharapkan dapat berperan bagi subjective well
being pelaku wirausaha di kota Cimahi, yakni :
1. Bagi pelaku wirausaha dalam KWACI.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membentuk program kegiatan yang mendukung peningkatan subjective well being anggota KWACI khususnya maupun pelaku wirausaha di kota Cimahi pada umumnya. Pembentukan program tersebut diharapkan terutama mempertimbangkan optimalisasi pemberdayaan faktor-faktor yang paling berkontribusi terhadap subjective well being pelaku wirausaha Kota Cimahi.
(65)
2. Bagi pihak pemerintah kota Cimahi.
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat aturan-aturan yang mendukung kegiatan wirausaha di masyarakat agar dapat meningkatkan
subjective well being mereka.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Diharapkan dapat dijadikan sumber rujukan tambahan untuk melakukan penelitian, baik mengenai subjective well being maupun mengenai pelaku wirausaha.
(1)
2. Bagi pihak pemerintah kota Cimahi.
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat aturan-aturan yang mendukung kegiatan wirausaha di masyarakat agar dapat meningkatkan subjective well being mereka.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Diharapkan dapat dijadikan sumber rujukan tambahan untuk melakukan penelitian, baik mengenai subjective well being maupun mengenai pelaku wirausaha.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. (2012). UMKM di Cimahi tumbuh 10 persen per tahuh. (online). Tersedia : http://www.tribunnews.com/2012/04/26/umkm-di-cimahi-tumbuh-10-persen-setahun. (20 Maret 2013) Anonymous. (2013). Luar Biasa! Omzet UMKM Cimahi capai Rp. 243 Miliar!. (online) Tersedia : http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/luar-biasa-omzet-umkm-cimahi-capai-rp243-miliar.(20 Maret 2013)
Badan Pusat Statistik. (2012). Pada Februari 2012, Tingkat Pengangguran
Terbuka 6.32 Persen. (online). Tersedia:
http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07mei12.pdf. (3 Oktober 2012)
Baumeister, R. F. and Bratslavsky, E. (2001). Bad Is Stronger Than Good . Dalam Review of General Psychology. Vol. 5. No. 4. hal 323-370. Ohio : Educational Publishing Foundation.
Clark, R. (2007). Entrepreneur Advantages and Disadvantages. (online). Tersedia : http://ezinearticles.com/?Entrepreneur-Advantages-and-Disadvantages&id=618160. (22 Februari 2013)
Compton, W. (2005). Introduction to Positive Psychology . hal.43-64. USA : Thomson Learning, Inc
Creswell, J. (2009). Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Deci, E. L. & Ryan, R. M. (2006). Hedonia, Eudaimonia, And Well-Being: An Introduction. New York : Springer Publishing.
Diener, E. (1984). Subjective well being. Dalam Psychological Bulletin 95. Hal 542-575. Illinois : University of Illinois.
Diener, E . (2005). Guidelines for National Indicators of Subjective Well-Being and Ill-Being. Illinois : University of Illinois.
Diener, E. (2006). Satisfaction with Life Scale. (online). Tersedia : positivepsychology.org. (24 September 2012)
(3)
Diener, E. (2008). Happiness: Unlocking the mysteries of psychological wealth. Malden, MA: Blackwell Publisher.
Diener, E. (2008). The Role of Positive and Negative Emotions in Life Satisfaction Judgment. Dalam Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 95, No. 1 : American Psychological Association
Diener, E. (2009). Assessing Well-being: The Collected Works of Ed Diener. New York : Springer Publishing.
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, culture, and subjective well-being: Emotional and cognitive evaluations of life. Bab 54, hal 403-425. Illinois : Annual Review of Psychology.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2010). Program Mahasiswa Wirausaha.
(online). Tersedia:
http://www.dikti.go.id/files/Belmawa/Pedoman_Program_Mahasiswa_Wira usaha_(PMW).pdf. (25 September 2012)
Dolan, P.,et.al. (2011). Measuring Subjective Wellbeing for Public Policy: Recommendations on Measures. London : London School of Economics and Political Science.
Filion, L.J. (1997). Entrepreneurship: Entrepreneurs and Small business Owner-managers. Montréal : École des Hautes Études Commerciales (HEC). Filion, L. J. (2008). Defining the Entrepreneur Complexity and
Multi-Dimensional Systems Some Reflections. Montréal : HEC.
Fredrickson, B. L. (2001). The role of positive emotions in positive psychology : The broaden and- build theory of positive emotions. Washington DC : American Psychologist Association.
Kasali, R., dkk. (2010). Modal Kewirausahaan untuk Program Strata 1. Bandung : Penerbit Hikmah.
Kompas Ekstra. (September 2012). Menjadi Pengusaha bagian I. Bandung : Penerbit Kompas.
(4)
Kusnadi, Ade. Oktober (2012). Uji Validitas Dan Reliabilitas Soal Uraian Dengan Menggunakan Microsoft Excel 2007. (online). Tersedia : http://adekusnadi.wordpress.com/2012/10/29/uji-validitas-dan-reliabilitas-soal-uraian-dengan-microsoft-excel-2007/. (18 April 2013)
Kristanto, R. (2009). Kewirausahaan : Entrepreneurship, Pendekatan Manajemen dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu
Larsen, R. (2009). The Contributions of Positive and Negative Affect to
Emotional Well-Being . St. Louis.: Department of Psychology, Washington University.
Lazarus, R. S. (1991). Emotion and adaptation. New York : Oxford Univ. Press. Naragon, K., & Watson, D. (2009). Positive affectivity. Dalam The Encyclopedia
of Positive Psychology . hal. 707-711. Hoboken, New Jersey : Wiley-Blackwell.
Pavot, W., Diener, E., & Fujita, F. (1990). Extraversion and happiness. Dalam Personality and Individual Differences. bab 11, hal 1299-1306. Great Britain : Pergamon Press
Puspitarini, M. (2012). Tanoto Entrepreneurship Series, Tingkatkan Jumlah
Wirausaha Muda . (online). Tersedia:
http://kampus.okezone.com/topic/read/6706. (26 September 2011)
Ravichandra. K., Beena. C. & Regani. R. Psychological Well-being:
Correlational and Intervention Studies. (online). Tersedia :
books.google.com/books?isbn=818220237X (10 Februari 2012)
Rukka, R.M. (2011). Buku Ajar Kewirausahaan-1. Makassar : Lembaga Kajian Dan Pengembangan Pendidikan Universitas Hasanuddin.
Russell, J. E. A. (2008). Promoting Subjective Well-Being at Work Journal of Career Assessment. Baltimore : University of Maryland.
Ryff, C. D & Keyes C. L. (1995) The Structure Of Psychological Well-Being Revisited. dalam Journal of Personality and Social Psychology. Volume: 69, Pages: 719-27, Issue: 4. American Psychological Association.
(5)
Sarwono, Jonathan. (2008). Teori Analisis Korelasi Mengenal Analisis Korelasi (online).Tersedia: http://www.jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.html (28 April 2013)
Schimmack, U. (2006). The Structure of Subjective Wellbeing. Canada : University of Toronto.
Sean E. M, Heather.Y. L. and Lavis, C.A. 2005. Subjective Well-Being And Life Satisfaction In The Kingdom Of Tonga. New York : Springer
Seifert, T. A. (2005). The Ryff Scales of Psychological Well-Being. Iowa : University of Iowa.
Seligman, M. E. P. (2011). Flourish: A Visionary New Understanding of Happiness and Well-being. (reprint edition). New York : Simon and Schuster.
Sell & Nagpal .(1992). The Subjective Well Being Inventory. New Delhi : World Health Organization.
Sevilla, C.G. ,et. al .(2007). Research Methods. Quezon City : Rex Printing Company.
Sevilla, C. G. dkk. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI-Press.
Sholahuddin, M.. (Juli 2008). Apa Penyebab Pengangguran dan Sulitnya Lapangan Kerja dalam Perekonomian Kapitalis?. (online). Tersedia : http://www.jurnal-ekonomi.org/apa-penyebab-pengangguran-dan-sulitnya-lapangan-kerja-dalam-perekonomian-kapitalis. (3 Oktober 2012)
Sumarsono,S. (2010). Kewirausahaan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sukmarini, R. (2009). Bakri dan Keyakinan Menjual Buah Melodi. (online). Tersedia : http://cetak.kompas.com/read/2009/09/26/03180790/bakri.dan. keyakinan.menjual.buah.melodi (24 September 2012)
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suparyanto, R.W. (2012). Kewirausahaan, konsep dan realita pada usaha kecil. Bandung: Alfabeta.
(6)
Suryana, Y & Bayu. K. (2010). Kewirausahaan , Pendekatan karakteristik wirausahawan sukses.Jakarta : Kencana
Wahyudin, I. (2010). Profil Subjective Well-Being Pada Guru Honorer. (online). Tersedia : http://karya-ilmiah.com/skripsi-profil-subjective-well-being-guru- honorer-sekolah-dasar-studi-deskriptif-pada-guru-honorer-sekolah-dasar-di-kota-bandung-0704988#respond.(20 Oktober 2012)
Wartanto. (2010). Konsep Dasar Kewirausahaan. Jakarta : Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Kementrian Pendidikan Nasional.
Watson, D., & Clark, L. A. (1984). Negative affectivity: The disposition to experience negative aversive emotional states. Dalam Psychological Bulletin.Tersedia : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6393179. (22 Februari 2013)
Wichers, M. 2007. Genetic risk of depression and stress-induced negative affect in daily life. Dalam The British Journal of Psychiatry. Tersedia : bjp.rcpsych.org/content/191/3/218.full.pdf. (22 Februari 2013)
Wikipedia. September (2012). Subjective Well Being. (online). Tersedia: