PENGARUH PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN SIKAP POSITIF SISWA TERHADAP MATEMATIKA.

PENGARUH PEMBELAJARAN THINK–TALK–WRITE (TTW)
TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
DAN SIKAP POSITIF SISWA TERHADAP
MATEMATIKA

Tesis
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Megister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :
RIBKA KARIANI
NIM : 8106172047

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2013

ABSTRAK
RIBKA KARIANI. Pengaruh Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)

Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa dan Sikap Positif
Siswa Terhadap Matematika. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan
Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Apakah kemampuan komunikasi
matematik siswa yang mengikuti pembelajaran TTW
lebih baik jika
dibandingkan dengan kemampuan matematik siswa yang mengikuti pembelajaran
biasa. (2) Apakah sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran
TTW lebih baik jika dibandingkan dengan sikap siswa terhadap matematika yang
mengikuti pembelajaran biasa. (3) Apakah tidak terdapat interaksi antara
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan
komunikasi matematik siswa. (4) Apakah tidak terdapat interaksi antara
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap sikap siswa
terhadap matematika. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen.
Populasi penelitian ini siswa SMPN 10 Medan. Pemilihan sampel dilakukan
secara random dengan mengacak kelas. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1)
tes kemampuan awal matematika (2) tes kemampuan komunikasi dengan materi
kubus dan balok (3) angket sikap siswa. Adapun tes yang digunakan untuk
memperoleh data adalah berbentuk pilihan ganda pada tes kemampuan awal
matematika dan tes uraian pada kemampuan komunikasi matematik. Analisis

statistik data dilakukan dengan analisis uji-t dan Anava dua jalur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) kemampuan komunikasi matematik
siswa yang mengikuti pembelajaran TTW lebih baik jika dibandingkan dengan
kemampuan matematik siswa yang mengikuti pembelajaran biasa. (2) sikap siswa
terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran TTW lebih baik jika
dibandingkan dengan sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti
pembelajaran biasa. (3) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik
siswa. (4). tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap sikap siswa terhadap matematika. Berdasarkan hasil
penelitian ini, peneliti menyarankan agar pembelajaran TTW pada pembelajaran
matematika dapat dijadikan alternatif bagi guru matematika untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematika dan sikap siswa terhadap matematika
sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang
kreatif dan inovatif.

i

ABSTRACT


RIBKA KARIANI. The Influence Learning Think-Talk-Write (TTW) The
Communication Skills Mathematics Students and a Positive Attitude Toward
Mathematics. Thesis. Medan: Mathematics Education Graduate Program, State
University of Medan, 2013.
This study aimed to determine: (1) Is the communication skills of students
participating in learning mathematics TTW better than the mathematical ability of
students who take regular lessons. (2) Do students 'attitudes toward learning
mathematics that follow TTW better than the students' attitudes toward learning
mathematics that follow usual. (3) Is there is no interaction between early
mathematics learning ability of students to mathematical communication skills of
students. (4) Is there is no interaction between early mathematics learning ability
of students to student attitudes toward mathematics. This study is a quasiexperimental study. The study population is students of SMP 10 Medan. Random
sample selection is done by randomizing the class. The instrument used consisted
of: (1) early math skills test (2) tests the ability of communication with the
material cubes and blocks (3) student attitudes questionnaire. The tests are used to
obtain the data is in the form of multiple choice math test early and test the ability
of the description in mathematical communication skills. Statistical analysis of the
data performed by analysis of t-test and ANOVA two lanes.
The results showed that: (1) communication skills of students participating in
learning mathematics TTW better when compared with the mathematical skills of

students who take regular lessons. (2) students 'attitudes toward learning
mathematics that follow TTW better than the students' attitudes toward learning
mathematics that follow usual. (3) there is no interaction between early
mathematics learning ability of students to mathematical communication skills of
students. (4). there is no interaction between early mathematics learning ability of
students to student attitudes toward mathematics. Based on these results, the
researchers suggested that the learning TTW in mathematical learning can be used
as an alternative for mathematics teachers to improve communication ability of
students' attitudes toward mathematics and mathematics students as an alternative
to applying mathematics learning creative and innovative.

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan sembah kepada Yesus Kristus atas kasihNya yang telah diberikan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh
Pembelajaran Think-Tak-Write (TTW) terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematik dan Sikap siswa Positif terhadap Matematika”. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh
gelar master kependidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah

Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Dalam proses mulai dari penulisan dan seminar proposal, pembuatan
instrumen dan penyusunan bahan ajar dan rangkaian ujicobanya, penulis mendapat
banyak bantuan, bimbingan, nasihat, dorongan, saran, dan kritik yang sangat berharga
dari berbagai pihak.
1. Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd.,M.A.,M.Sc.,Ph.D selaku Dosen
Pembimbing I dan Prof. Dr. Asmin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II
telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat selama
penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S, dan
Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd, selaku Narasumber yang telah banyak
memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap

iii

saat memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga
bagi penulis.
4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED

yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan tesis ini.
5. Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Medan yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan
6. Ayahanda NG. Milala dan Ibunda P. Pandia yang telah memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis selama penulisan tesis ini.
7. Teman-teman Tim Pi (Midarina Barus, Prananda, Baskami, Siswati, dkk)
yang selalu mendukung dan memberi dorongan dalam penyelesaian tesis
ini.
8. Sinta Dameria Simanjuntak, M.Pd, Imelda, M.Pd dan rekan-rekan satu
angkatan 2011 dari Program Studi Pendidikan Matematika yang telah
banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini benar-benar bermanfaat kepada penulis maupun rekan-rekan
lain terutama bagi rekan guru dalam meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di depan kelas serta dapat menjadi
seorang guru yang berkompetensi dan professional.
Medan, Juni 2013
Penulis

Ribka Kariani


iv

DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK

i

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

v


DAFTAR TABEL ..........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1.2. Identifikasi Masalah ...........................................................................
1.3. Pembatasan Masalah ..........................................................................
1.4. Rumusan Masalah ..............................................................................
1.5. Tujuan Penelitian ...............................................................................
1.6. Mamfaat Penelitian ............................................................................

1.7. Asumsi Keterbatasan .........................................................................
1.8. Definisi Operational ...........................................................................

1
14
15
15
16
17
18
18

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teoritis ......................................................................................
2.1.1. Belajar dan Pembelajaran Matematika.....................................
2.1.2. Pengertian Komunikasi ............................................................
2.1.3. Kemampuan komunikasi matematik ........................................
2.1.4. Sikap Siswa Terhadap Matematika ..........................................
2.1.5. Kemampuan Awal Matematika................................................
2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif ..............................................

2.1.7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write ....................
2.1.8. Pembelajaran Biasa ..................................................................
2.1.9. Teori Belajar Pendukung..........................................................
2.2 Penelitian yang Relevan ..................................................................

21
21
23
24
30
34
35
38
47
49
54

v

2.3 Kerangka Konseptual ......................................................................

2.4 Hipotesis Penelitian.........................................................................

55
62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
3.2. Jenis Penelitian ................................................................................
3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................
3.4. Variable Penelitian...........................................................................
3.5. Desain Penelitian .............................................................................
3.6. Instrument Penelitian dan Pengembangannya .................................
3.7. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ........................................................

63
63
64
67
67
70
98

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian .............................................................................
4.1.1. Analisi Hasil Penelitian ..................................................
4.1.1.1. Hasil Tes KAM............................................................
4.1.1.2. Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematik .........
4.1.1.3. Sikap Siswa Terhadap Matematika .............................
4.1.1.4. Analisis Proses Penyelesaian Masalah ........................
4.2. Pembahasan .....................................................................................
4.2.1. Faktor Pembelajaran .......................................................
4.2.2. Kemampuan Komunikasi Matematik .............................
4.2.3. Interaksi antara Pembelajaran dan KAM .......................
4.2.4. Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ..............................
4.2.5. Keterbatasan dalam Penerapan TTW .............................

99
100
100
107
115
128
155
156
160
162
164
165

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................
5.2 Saran ............................................................................................

167
168

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................

170
173

vi

DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian .....................................................................
Gambar 4.1 Rata-rata skor KAM (tinggi, sedang dan rendah) .......................
Gambar 4.2 Frekuensi Perolehan Nilai Postest Kemampuan Komunikasi
Matematik ...................................................................................
Gambar 4.3 Rata-rata skor kemampuan Komunikasi Matematik ...................
Gambar 4.4 Rata-rata skor Sikap Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol .......
Gambar 4.5 Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal
Matematika Siswa terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematik siswa .........................................................................
Gambar 4.6 Interaksi Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika
Siswa terhadap Sikap Siswa terhadap Matematik Siswa ............
Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kelompok
Tinggi Siswa Eksperimen ...........................................................
Gambar 4.8 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kelompok
Tinggi Siswa Kontrol ..................................................................
Gambar 4.9 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kelompok
Sedang Siswa Eksperimen ..........................................................
Gambar 4.10 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kelompok
Sedang Siswa Kontrol .................................................................
Gambar 4.11 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kelompok
Rendah Siswa Eksperimen..........................................................
Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kelompok
Rendah Siswa Kontrol ................................................................
Gambar 4.13 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kelompok
Tinggi Siswa Eksperimen ...........................................................
Gambar 4.14 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kelompok
Tinggi Siswa Kontrol ..................................................................
Gambar 4.15 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kelompok
Sedang Siswa Eksperimen ..........................................................
Gambar 4.16 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kelompok
Sedang Siswa Kontrol ................................................................
Gambar 4.17 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kelompok
Rendah Siswa Eksperimen..........................................................
Gambar 4.18 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kelompok
Rendah Siswa Kontrol ................................................................
Gambar 4.19 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kelompok
Tinggi Siswa Eksperimen ..........................................................
Gambar 4.20 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kelompok
Tinggi Siswa Kontrol ..................................................................
Gambar 4.21 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kelompok
Sedang Siswa Eksperimen .........................................................

ix

88
103
109
110
115

123
126
129
129
129
130
130
130
132
132
133
133
134
134
135
136
136

Gambar 4.22 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kelompok
Sedang Siswa Kontrol .................................................................
Gambar 4.23 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kelompok
Rendah Siswa Eksperimen.........................................................
Gambar 4.24 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kelompok
Rendah Siswa Kontrol ................................................................
Gambar 4.25 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kelompok
Tinggi Siswa Eksperimen ...........................................................
Gambar 4.26 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kelompok
Tinggi Siswa Kontrol ..................................................................
Gambar 4.27 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kelompok
Sedang Siswa Eksperimen ..........................................................
Gambar 4.28 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kelompok
Sedang Siswa Kontrol .................................................................
Gambar 4.29 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kelompok
Rendah Siswa Eksperimen..........................................................
Gambar 4.30 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kelompok
Rendah Siswa Kontrol ...............................................................
Gambar 4.31 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 5 Kelompok
Tinggi Siswa Eksperimen ...........................................................
Gambar 4.32 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 5 Kelompok
Tinggi Siswa Kontrol ..................................................................
Gambar 4.33 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 5 Kelompok
Sedang Siswa Eksperimen ..........................................................
Gambar 4.34 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 5 Kelompok
Sedang Siswa Kontrol .................................................................
Gambar 4.35 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 5 Kelompok
Rendah Siswa Ekaperimen ........................................................
Gambar 4.36 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 5 Kelompok
Sedang Siswa Kontrol ................................................................
Gambar 4.37 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 6 Kelompok
Tinggi Siswa Eksperimen ...........................................................
Gambar 4.38 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 6 Kelompok
Tinggi Siswa Kontrol ..................................................................
Gambar 4.39 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 6 Kelompok
Sedang Siswa Eksperimen ..........................................................
Gambar 4.40 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 6 Kelompok
Sedang Siswa Kontrol .................................................................
Gambar 4.41 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 6 Kelompok
Rendah Siswa Eksperimen..........................................................
Gambar 4.42 Proses Penyelesaian Jawaban Butir Soal Nomor 6 Kelompok
Rendah Siswa Kontrol ................................................................

x

136
137
137
139
139
140
140
141
141
143
143
144
144
145
145
147
147
148
148
149
149

DAFTAR LAMPIRAN
Isi

Halaman

Lampiran A:
1. Butir soal Kemampuan Awal Matematika Siswa ..........................
2. Kunci jawaban Butir soal Kemampuan Awal Matematika
Siswa ..............................................................................................
3. Kisi-Kisi dan Butir Soal Postes Tes Kemampuan Komunikasi ...
4. Kunci jawaban Soal Postes Tes Kemampuan Komunikasi ...........
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Eksperimen ...............
6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kontrol ......................
7. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) .....................................................
Lampiran B:
1. Lembar Validasi .............................................................................
2. Hasil Pertimbangan Instrumen Komunikasi, Sikap, RPP
dan LAS .........................................................................................
3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Data Ujicoba Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik ..................................................................
Lampiran C
1. Uji Homogen, Uji Normal Kemampuan Awal Matematika pada
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ............................................
2. Uji Homogen, Uji Normal Postes Kemampuan Komunikasi
Matematik pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .................
3. Uji Homogen, Uji Normal Data Sikap Siswa Terhadap Matematika
pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...................................
Lampiran D
1. Deskripsi Hasil KAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....
2. Deskripsi Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematik
Kelas Eksperimen dan Kontrol...................................................
3. Uji t Rerata Postest Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen
dan Kontrol .................................................................................
4. Uji t Rerata Angket Sikap Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol
Lampiran E
Surat-surat penting

xi

175
178
180
183
189
214
226

241
242
247

264
266
269

272
276
280
281

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dewasa ini, matematika sebagai ilmu
pengetahuan yang banyak peranannya dalam perkembangan ilmu dan teknologi
sumbangannya cukup besar, seperti Aljabar untuk komputer, Numerik untuk
teknik. Contoh tersebut merupakan penggunaan ilmu matematika dalam bidang
ilmu dan teknologi. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu memiliki karakteristik
yang berbeda dengan ilmu lainnya karena matematika bukan hanya pengetahuan
tentang objek tertentu tetapi juga menuntut cara berpikir untuk mendapatkan
pengetahuan itu, matematika menyajikan suatu cara bagaimana manusia itu
berpikir. Hal ini sesuai dengan penjelasan Johnson dan Rising dalam Suherman
(2001:19) mengatakan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu ialah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai
ide daripada mengenai bunyi.
National

Council

of

Teacher

of

Mathematic

(NCTM,

1989)

mengemukakan bahwa tujuan pelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.

1

2

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imaginasi, intuisi dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran diveergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampaun komunikasi.
4. Mengembangkan

kemampuan

menyampaikan

informasi

atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan.
Namun kenyataannya bahwa matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang sulit dipahami siswa. Sehingga tidak heran kalau banyak siswa
yang tidak senang terhadap matematika yang kemungkinan disebabkan sulitnya
memahami pelajaran matematika. Hal ini dapat kita lihat dari hasil ulangan atau
ujian, raport dan atau NEM. Dialam laporan penelitian TIMSS (Trends in
Mathematics and Science Study) mengemukakan bahwa prestasi matematika dan
sain siswa Indonesia pada tahun 2003 berada pada peringkat 34 dari 45 negara,
tahun 2007 Indonesia berada pada peringkat 36 dari 49 negara, dan tahun 2011
Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Ini menunjukkan bahwa ratarata skor matematika siswa Indonesia berada jauh di bawah rata-rata skor
internasional. Sekalipun hasil ini tidak menunjukkan prestasi siswa Indonesia
secara umum dalam matematika, namun dengan membandingkan prestasi siswa
Indonesia berdasarkan hasil TIMSS, sudah menunjukkan rendahnya kualitas
pengetahuan matematika siswa Indonesia pada level internasional.
Mengingat besarnya peranan matematika, maka tak heran jika pelajaran
matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari prasekolah (TK),
SD, SLTP, SMU, sampai pada perguruan tinggi. Bahkan matematika dijadikan

3

salah satu tolak ukur kelulusan siswa melalui diujikannya matematika dalam ujian
nasional.
KTSP tahun 2006 telah diterapkan pada semua tingkatan sekolah. Secara
konseptual kurikulum ini dapat memberikan harapan cerah bagi peningkatan mutu
pendidikan matematika. Hal ini dapat dimengerti, karena tujuan pembelajaran
matematika pada KTSP antara lain adalah: (1) melatih cara berfikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi, (2)
mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu,
membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3) mengembangkan
kemampuan

memecahkan

masalah,

(4)

mengembangkan

kemampuan

menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui
pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Dari tujuan pembelajaran matematika diatas, dapat disimpulkan bahwa
siswa dituntut memiliki suatu kemampuan berfikir dan mengkomunikasikan
gagasan-gagasan matematika. Oleh karena itu diharapkan siswa dapat
menunjukkan kemampuan komunikiasi dalam membuat atau merumuskan
gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu yaitu dalam komunikasi matematika.
Karena itu kemampuan komunikasi perlu dihadirkan secara intensif agar
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan dapat menghilangkan kesan bahwa
matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan. Kemampuan
komunikasi matematik juga penting sebab matematika pada dasarnya adalah
bahasa yang sarat dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat
dipahami, dimengerti dan dimanipulasi oleh siswa. Sesuai dengan yang

4

dikemukakan oleh Baroody (1993:99) matematika bukan hanya sekedar alat bantu
berfikir, menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau menggambarkan
kesimpulan, tetapi juga sebagai suatu bahasa atau alat yang tak terhingga nilainya
untuk mengkomunikasikan berbagai macam ide secara jelas, tepat, dan ringkas.
Sementara itu, NCTM (2000) mengatakan bhwa salah satu pengajaran matematika
pada kemampuan komunikasi adalah siswa dapat menggunakan bahasa
matematika untuk mengungkapkan ide matematik dengan tepat. Dengan
demikian, mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan salah satu esensi dari
pengajaran, pembelajaran, dan pelaksanaan asesmen matematika.
Hal senada juga dikemukakan oleh Greenes dan Schulman (dalam Ansari,
2009:10) yang menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematik dapat
terjadi ketika siswa (1) Menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan,
demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda,
(2) Memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan,
atau dalam bentuk visual, (3) Mengkonstruksi, menafsirkan dan menghubungkan
bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan
komunikasi matematik siswa masih rendah dan belum sesuai dengan apa yang
diharapkan. Siswa belum terbiasa dalam melibatkan diri secara aktif dalam
pembelajaran. Ini terjadi karena siswa tidak menguasai konsep dasar (pengetahuan
prasyarat) dan cara pandang siswa terhadap pelajaran matematika kurang positif.
Misalnya, siswa beranggapan bahwa matematika tidak bisa dipelajari sendiri,
akibatnya siswa selalu menunggu bantuan guru. Penelitian yang dilakukan Ansari
(2009:62) mengungkapkan bahwa “siswa Sekolah Menengah Atas di Provinsi

5

Aceh Darussalam rata-rata kurang terampil dalam berkomunikasi untuk
menyampaikan informasi seperti menyampikan ide dan mengajukan pertanyaan
serta menanggapi pertanyaan/pendapat orang lain”.
Sebagai contoh pengalaman bapak Simarmata selaku staf pengajar di
kelas VIII SMP Negeri 10 Medan dalam menyelesaikan soal berikut, dalam
melihat kemampuan komunikasi siswanya, yaitu: Jus semangka dikemas dalam
kotak berbentuk balok dengan ukuran 4 cm x 6 cm x 8 cm. Produsen semangka itu
mengubah kemasan kotak dengan ukuran 6 cm x 6 cm x 4 cm agar terlihat lebih
menarik. Harga jus semangka dengan ukuran berbeda itu adalah sama. Apakah
volume jus semangka kedua kemasan itu sama? Jika tidak, berapa cm 3 besar
perubahannya? Manakah harga jus semangka yang lebih mahal?
Dari hasil yang diperoleh, ternyata hanya beberapa siswa yang mampu
memahami masalah soal dengan selengkapnya, melaksanakan proses yang benar
dan mendapat solusi atau hasil yang benar.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu kesulitan
untuk mempelajari matematika adalah rendahnya kemampuan komunikasi
matematik siswa. Pernyataan ini didasari oleh pendapat Bruner dalam Dahar
(1989:102) menyebutkan bahwa untuk memahami konsep-konsep yang ada
diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep
kepada orang lain. Ansari (2009) menjelaskan bahwa “mengkomunikasikan dan
menegosiasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis,
sistematis, dan efesien”. Sehingga dalam mengkomunikasikan gagasan dengan
bahasa matematika mampu merubah situasi belajar, dari siswa yang tadinya pasif
menjadi aktif, dari proses dan hasil yang tunggal menjadi berbagai variasi cara

6

dan penyelesaian. Oleh sebab itu dengan komunikasi matematik memampukan
guru dalam memahami kemampuan siswa disaat menginterpretasi dan
mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang
mereka lakukan sehingga pembelajaran dapat tercapai.
Sikap siswa terhadap matematika juga akan diukur dalam penelitian ini,
karena sikap siswa terhadap matematika berhubungan dengan prestasi belajar
yang dicapai oleh siswa. Sikap positif siswa terhadap matematika adalah salah
satu tujuan dari pendidikan matematika khususnya di Indonesia. Dalam peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No 22 (Depdiknas, 2004) mengenai standar isi mata
pelajaran matematika yang menyatakan bahwa tujuan

nomor 5 pelajaran

matematika di sekolah adalah supaya para siswa : “memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam mempelajari matematika, serta ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah”.
Sikap dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana siswa cenderung
menerima atau menolak konsep, kumpulan ide dari kelompok atau individu.
Matematika dapat diartikan sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang
penalarannya

dilakukan

secara

deduktif

aksiomatik.

Dengan

demikian

matematika tersebut dapat disikapi oleh siswa secara berbeda-beda dengan
kemungkinan akan menerima atau menolak matematika itu sendiri.
Terhadap pembalajaran matematika, sikap siswa dapat berupa sikap positif
dan sikap negatif. Sikap positif adalah sikap yang membantu siswa dalam
memahami serta menghargai mata pelajaran matematika dan membantu siswa
dalam mengembangkan rasa percaya diri pada kemampuannya sendiri. Namun

7

sebaliknya sikap negatif adalah sikap yang tidak dapat membantu siswa dalam
memahami serta menghargai mata pelajaran matematika dan tidak dapat
membantu siswa dalam mengembangkan rasa percaya diri terhadap kemapuannya
sendiri. Contoh sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika adalah ada
beberapa siswa yang tidak menyukai matematika. Hal ini terjadi karena ada
persepsi umum dibenak siswa tentang sulitnya matematika berdasarkan pendapat
orang lain, pengalaman belajar di kelas akibat dari proses belajar yang kurang
menarik bagi siswa, perlakuan guru yang kurang tepat, kegagalan mempelajari
matematika dan tidak mengetahui manfaat dari matematika itu sendiri. Selain
kemampuan penyelesaian komunikasi matematik, faktor lain yang perlu
diperhatikan adalah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika. Hal ini begitu
penting karena sikap siswa terhadap pembelajaran matematika berhubungan
dengan prestasi belajar yang akan dicapai oleh siswa. Sikap siswa terhadap
pelajaran matematika juga berhubungan erat dengan minat siswa dalam
mempelajari matematika itu sendiri.
Namun pembelajaran matematika di sekolah selama ini khususnya di SMP
nampaknya kurang memberi motivasi kepada siswa dalam pembentukan sikap
belajar matematika karena siswa lebih banyak bergantung pada guru sehingga
sikap ketergantungan inilah yang kemudian menjadi karakteristik seorang siswa
yang secara tidak disadari bahwa guru telah membiarkan siswa tumbuh dan
berkembang melalui gaya pembelajaran tersebut. Sehingga sikap siswa terhadap
pembelajaran matematika di kelas kurang antusias.

Padahal yang diinginkan

adalah siswa memiliki sikap yang positif dan cara berpikir yang mandiri, mampu
memunculkan gagasan dan ide-ide yang kreatif serta mampu menghadapi

8

tantangan atau permasalahan yang sedang dan akan dihadapi. Sikap tentang
pelajaran matematika adalah perasaan terhadap matematika, kesediaan untuk
mempelajari, dan kesadaran terhadap manfaat matematika.
Sikap dapat dikatakan juga sebagai kesiapan mental atau emosional dalam
beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Mental yang tidak siap cenderung
akan menimbulkan kegelisahan, jenuh, bahkan terjadi pemberontakan untuk
menolak setiap apa yang disampaikan oleh gurunya. Keadaan diperparah lagi
dengan pendekatan metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.
Guru cenderung hanya mengejar target kurikulum tanpa memperhatikan sikap
mental peserta didik dan guru jarang memberikan respon kepada setiap individu.
Pada pembelajaran biasa, guru hanya menyampaikan informasi dengan
aktif sementara siswa pasif, mendengarkan dan menyalin, sesekali guru bertanya
dan sesekali siswa menjawab. Dalam pembelajaran guru memberi contoh soal
dilanjutkan dengan memberi soal latihan yang sifatnya rutin, yang akhirnya
mengakibatkan pembelajaran menjadi membosankan, dan hal ini akan
menumbuhkan

sikap

negatif

siswa

terhadap

pembelajaran

matematika.

Pembelajaran Biasa tidak membantu kelompok siswa yang bersikap negatif
terhadap

matematik

dalam

memahami

konsep-konsep

matematika,

menghubungkan benda nyata, gambar ke dalam ide matematika terlebih dahulu,
sehingga mengakibatkan kelompok siswa ini tidak dapat melihat bagaimana
konsep-konsep itu saling terkait, dan bagaimana kaitannya dengan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Hal ini mengakibatkan siswa
kurang

mampu

mengkomunikasikan

matematika.

Sehingga

kemampuan

komunikasi matematik siswa rendah. Oleh karena itu untuk menumbuhkan sikap

9

positif siswa terhadap pembelajaran matematika menjadi tanggung jawab bersama
terutama guru sebagai subjek pendidikan yang memegang peranan penting dalam
mewujudkan keberhasilan suatu pengajaran. Guru diharapkan tidak hanya
memberi informasi-informasi yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
semata melainkan mendidik dan membimbing siswa dalam belajar.
Pembelajaran matematika pada saat ini, diharapkan menjadi pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa. Siswa dituntut untuk aktif membangun
pengetahuannya

sendiri,

guru

hanya

sebagai

fasilisator.

Namun

pada

kenyataannya sampai saat ini masih ada guru yang menggunakan paradigma lama
yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru ( teacher centered), bukan pada
siswa (student centered).

Masih ada guru yang beranggapan bahwa belajar

matematika merupakan transfer ilmu secara utuh dari pikiran guru ke pikiran
siswa. Guru berperan sebagai pemberi informasi dan siswa mendengarkan, guru
memberikan contoh soal dan mengerjakannya kemudian memberikan soal yang
akan dikerjakan siswa yang mirip dengan soal yang disajikan guru. Hal inilah
membuat siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengemukakan ide dan
gagasan, siswa hanya sampai pada berfikir tingkat rendah sementara tujuan yang
ingin dicapai adalah berfikir rasional, kritis, logis, kreatif dan bernalar yang
merupakan bagian dari berfikir tingkat tinggi.
Berbagai cara dan usaha telah dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran
matematika di kelas. Akan tetapi tatap saja masih ada kesulitan belajar yang
dihadapi siswa. Kesulitan ini timbul akibat materi yang sulit, metode mengajar
guru yang kurang tepat, teori belajar yang digunakan kurang sesuai atau
pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat.

10

Pembelajaran matematika di kelas diharapkan pembelajaran yang berpusat
pada siswa, proses pembelajaran di kelas yang melibatkan interaksi antara siswa
dengan siswa, siswa dengan guru. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan
sangat membantu proses pembelajaran matematika di kelas.
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran
yang menuntut siswa untuk belajar bersama berbagi ide, bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah secara bersama.
Hal ini dinyatakan oleh Sanjaya (2008:242) mengatakan bahwa :”pembebelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku
yang berbeda (heterogen).”.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) merupakan
model pembelajaran yang memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit
untuk memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, berbicara (diskusi bersama
teman kelompoknya) saling membantu dan menulis. Hal ini diungkapkan oleh
Ibrahim (dalam Trianto, 2010:81) bahwa :

Pada pembelajaran ini, siswa dituntut untuk menemukan sendiri
pengetahuan baru. Namun tidak sekedar mendapatkan pengetahuan yang baru,
lebih dari itu siswa diharapkan supaya mampu dalam memahami proses yang
terjadi untuk mendapatkan ilmu tersebut. Artinya, siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa juga dituntut untuk dapat mereflesikan benda nyata,
gambar yang ada disekitarnya ke dalam ide matematika dan menginterpretasikan

11

ilmu yang peroleh dengan kejadian aktual di masyarakat. Sedangkan guru dituntut
supaya dapat memahami karakteristik belajar siswa, sehingga siswa dapat belajar
dengan caranya masing-masing, dengan demikian pembelajaran menjadi
menyenangkan dan lebih bermakna, dan inilah yang akan menumbuhkan sikap
positif siswa terhadap pembalajaran matematika.
Pembelajaran kooperatif tipe TTW ini akan membantu kelompok siswa
yang bersikap negatif terhadap matematika dalam memahami konsep-konsep
matematika, sehingga siswa mampu melihat bagaimana konsep-konsep tersebut
saling berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa
kelompok ini dapat menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam
ide matematika, baik menjelaskan ide, situasi dalam lisan maupun tulisan dengan
kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TTW ini, siswa
dilibatkan secara aktif dalam soal-soal komunikasi matematik, melalui lembar
aktivitas siswa, latihan-latihan, penugasan maupun kegiatan lain yang melibatkan
keaktifan siswa sehingga mampu menunjang kemampuan komunikasi matematik
pada kelompok siswa yang bersikap negatif terhadap pembelajaran matematika,
demikian juga kelompok siswa yang bersikap positif terhadap pembelajaran
matematika, kemampuan komunikasi matematiknya akan lebih baik.
Untuk menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi dan sikap positif
siswa terhadap pembelajran matematika, guru harus mengupayakan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat memberi peluang dan
mendorong siswa untuk melatih kemampuan komunikasi dan sikap positif siswa
terhadap matematika. Disamping itu perlu diketahui bahwa setiap siswa
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami matematika.

12

Seperti yang dinyatakan Ruseffendi (1991) bahwa, dari sekelompok siswa yang
dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah. Namun perbedaan yang dimiliki oleh siswa bukan sematamata bawaan dari lahir, tetapi bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan
demikian pemilihan lingkungan belajar khususnya pembelajaran kooperatif tipe
pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan sehingga dapat
mengakomodasi kemampuan komunikasi siswa yang heterogen agar hasil belajar
dapat dimaksimalkan.
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan siswa dituntut mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri atau dengan bimbingan guru, siswa bukan hanya
sekedar penerima pengetahuan secara pasif tetapi siswa diarahkan sedemikian
rupa sehingga target kompetensi dasar matematik yang berupa pemahaman,
komunikasi, penalaran, koneksi dan komunikasi matematik akan tercapai.
Untuk mencapai target kompetensi dasar matematik yang telah ditetapkan
dalam KTSP, maka guru senantiasa harus dapat menjabarkan aktivitas kegiatan
belajar mengajar dalam bentuk perencanaan pengajaran yang mempertimbangkan
pengurutan kompetensi dasar menjadi pokok bahasan serta perlu memperhatikan
target aspek kompetensi yang akan dicapai. Bila aspek kompetensi yang akan
dicapai penekanannya pada kemampuan komunikasi matematik, maka hal yang
memungkinkan pembelajaran dan pengenalan konsep matematika disajikan
dengan

masalah yang dekat dengan kehidupan siswa, yaitu melalui model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW).
Huinker dan Laughlin (dalam Ansari 2006) sebagai orang-orang yang
memperkenalkan pembelajaran ini menyebutkan bahwa penerapan pembelajaran

13

kooperatif tipe TTW memungkinkan seluruh siswa mengeluarkan ide-ide di
belakang pemikirannya, membangun secara tepat untuk berfikir dan refleksi,
mengorganisasikan ide-ide, serta mengetes ide tersebut sebelum siswa diminta
untuk menulis. Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif tipe TTW ini
terletak pada prosedur pembelajaran yang harus dilakukan siswa.
1. Menurut Ansari (2009) aktivitas berfikir (think) merupakan proses membaca
suatu teks matematika atau berisi cerita matematik kemudian membuat catatan
apa yang telah mereka baca. Dalam membuat atau menulis catatan tersebut
siswa dapat membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks
bacaan, kemudian menterjemahkan ke dalam bahasanya sendiri.
2. Tahap talk terjadi ketika siswa dalam kelompok kecil mendiskusikan hasil
yang diperolehnya dari tahap think. Pada tahap talk ini, siswa-siswa dalam
satu kelompok saling mengobservasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, dan
mengklarifikasi hal-hal yang berbeda dari representasi yang dihasilkan
temannya. Menurut Huinker dan Laughlin (dalam Ansari 2009) dalam tahap
ini siswa diberi kesempatan saling mengungkapkan pendapat; menjelaskan
alasan dengan mengemukakan analisis atau sintesis ide matematiknya;
memodifikasi pemahaman; serta mengkonstruksi, melakukan negosiasi (tawar
menawar), dan menyempurnakan pemaknaan ide matematik dengan siswa lain
agar diperoleh representasi yang tepat dan memadai. Dengan kata lain, pada
tahap talk ini, pikiran seringkali dirumuskan, diklarifikasi atau direvisi.
3. Menurut Ansari (2009: 71) write atau menulis dapat meningkatkan taraf
berfikir siswa ke arah yang lebih tinggi. Pada tahap write, secara individual
siswa bekerja keras menuliskan hasil diskusi dan mengungkapkan melalui

14

tulisan berupa kata-kata (teks tertulis), grafik, tabel, diagram, gambar;
persamaan (ekspresi matematik), atau wujud konkrit (alat peraga) dengan
menggunakan kemampuan (pemikiran dan bahasanya) sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk merealisasikan
upaya tersebut dalam suatu penelitian dengan judul: ”Pengaruh Pembelajaran
Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik dan
Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika.”
1.2. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah sebelumnya maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan yang ditemukan sebagai berikut:
1. Masih rendahnya tingkat pemahaman matematik siswa
2. Masih rendahnya kemampuan komunikasi siswa sehingga membuat siswa
kurang dapat memahami permasalahan pada matematika.
3. Siswa masih menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit.
4. Kebanyakan siswa bersikap negatif terhadap matematika
5. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru masih mendominasi dalam kelas
dan siswa kurang aktif, sehingga pembelajaran kurang menyenangkan.
6. Apakah tidak terdapat interaksi antara pembelajaran kooperatif tipe
pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematika terhadap
komunikasi matematika dan sikap siswa terhadap matematika.

15

1.3. Pembatasan Masalah
Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas
dan kompleks, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kemampuan komunikasi matematika siswa.
2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think–Talk–Write (TTW).
3. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.
4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan
awal matematika terhadap komunikasi matematika dan sikap siswa terhadap
matematika.
1.4. Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian

ini

diharapkan

dapat

menjawab

pertanyaan-pertanyaan

yang

dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan
pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang mendapatkan pembelajaran biasa?
2. Apakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang mendapatkan
pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang mendapatkan pembelajaran biasa?
3. Apakah tidak terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan
kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap
kemampuan komunikasi matematik siswa.

16

4. Apakah tidak terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan
kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap
sikap siswa terhadap matematika?
5.

Apakah proses penyelasaian masalah yang dibuat oleh siswa dalam
menyelesaikan masalah pada pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa.

1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan
penelitian ini secara rinci adalah untuk:
1. Untuk

mengetahui

kemampuan

komunikasi

matematik

siswa

yang

mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik jika dibandingkan
dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa.
2. Untuk mengetahui bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran matematika
yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik jika
dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa?
3. Untuk mengetahui bahwa tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.
4. Untuk mengetahui bahwa tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa terhadap sikap positif siswa terhadap matematika.
5. Untuk mengetahui proses penyelasaian masalah yang dibuat oleh siswa dalam
menyelesaikan masalah pada pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa.

17

1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat dan menjadi masukan berharga
bagi fihak-fihak terkait di antaranya:
1. Untuk Peneliti
Memberi gambaran atau informasi tentang peningkatan kemampuan
komunikasi matematik dan penyelesaian soal siswa yang mendapatkan
pembelajaran kooperatif tipe TTW.
2. Untuk Siswa
Penerapan pembelajaran kooperatif

tipe TTW selama penelitian pada

dasarnya memberi pengalaman baru dan mendorong siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran agar terbiasa melakukan ketrampilan-ketrampilan kunci
komunikasi sehingga selain kemampuan komunikasi matematik dan
penyelesaian soal meningkat juga pembelajaran matematika menjadi lebih
bermakna dan bermanfaat.
3. Untuk Guru Matematika dan Sekolah
Memberi alternatif atau variasi pembelajaran kooperatif tipe pembelajaran
matematika

untuk

dikembangkan

agar

menjadi

lebih

baik

dalam

pelaksanaannya dengan cara memperbaiki kelemahan dan kekurangannya dan
mengoptimalkan pelaksanaan hal-hal yang telah dianggap baik sehingga dapat
menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam
mata pelajaran matematika secara umum dan meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik dan penyelesaian soal secara khusus.

18

1.7. Asumsi dan Keterbatasan
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 Medan. Dalam penelitian ini
diasumsikan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian sungguh-sungguh
dalam menyelesaikan tes kemampuan awal, tes komunikasi matematik, dan
angket sikap siswa dalam materi Kubus dan Balok. Selanjutnya siswa berperan
aktif dalam kegiatan kelompok dan tidak didominasi oleh seorang anggota saja
dan

peneliti

melaksanakan

pembelajaran

sesuai

dengan

prinsip-prinsip

pembelajaran kooperatif tipe TTW.
Dalam Penelitian ini, penulis berperan sebagai motivator dan fasilitator
hanya pada materi yang disajikan. Penulis juga menyediakan perangkat
pembelajaran seperti soal materi kemampuan awal matematika siswa, soal tes
komunikasi matemati, Rencana Pembelajaran,

Lembar Aktivitas Siswa dan

angket sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.
1.8. Definisi Operational
Beberapa istilah dalam penelitian ini perlu didefinisikan secara operasional
agar tidak menimbulkan kesalahfahaman dan untuk memberi arah yang jelas
dalam pelaksanaannya. Istilah-istilah tersebut adalah:
1. Pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah pembelajaran yang dilakukan dalam
setting kelompok kecil dengan tiga tahapan kerja yaitu:
a. Think: tahap pembelajaran ketika siswa membaca, berfikir, dan
menuliskan hal-hal penting dari bahan ajar yang disajikan dalam LAS.
b. Talk: tahap pembelajaran ketika siswa mendiskusikan hasil catatan yang
diperoleh dari tahap think.

19

c. Write: tahap pembelajaran ketika siswa secara individual menuliskan hasil
diskusi berdasarkan pemikiran dan bahasa masing-masing.
2. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa menggunakan
matematika sebagai alat komunikasi (bahasa matematika) secara tertulis, yang
akan dilihat dari aspek: (1) merefleksikan gambar ke dalam ide matematika,
(2) menyatakan ide matematika dalam bentuk gambar, (3) menyatakan ide
matematika ke dalam model