Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa : studi ekperimen di MTsN 19 Pondok Labu Jakarta Selatan

(1)

PENGARUH STRATEGI THINK-TALK-WRITE (TTW)

TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SISWA

(Studi Eksperimen di MTsN 19 Pondok Labu Jakarta Selatan)

oleh:

NINA NUR INAYAH

NIM : 103017027246

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/ 2008 M


(2)

LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN SKRIPSI

Skripsi berjudul: “Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW)

Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa” disusun oleh Nina Nur Inayah, Nomor Induk Mahasiswa 103017027246, Jurusan Pendidikan Matematika. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas.

Jakarta, Agustus 2008

Yang Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd Otong Suhyanto, M.Si


(3)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nina Nur Inayah

NIM : 103017027246

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan Tahun : 2003/2004

Alamat : Jl. RE Martadinata No. 22 Rt 12 Rw 05

Desa Mauk Timur Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang 15530

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW)

Terhadap Hasil belajar Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Kadir, M.Pd

NIP : 150265632

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Otong Suhyanto, M.Si

NIP : 150293239

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Agustus 2008


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW)

Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Jakarta, dan dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 18 September 2008 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S. Pd) dalam bidang pendidikan matematika.

Jakarta, 24 September 2008

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Jurusan (Ketua Jurusan/Program Studi)

Maifalinda Fatra, M. Pd ... ... NIP.: 150 277 129

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Otong Suhyanto, M. Si ... ... NIP.: 150 293 239

Penguji I

Maifalinda Fatra, M. Pd ... ... NIP.: 150 277 129

Penguji II

Drs. H. M. Ali Hamzah ... ... NIP.: 150 210 082

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. NIP.: 150 231 356


(5)

UJI REFERENSI

Nama : Nina Nur Inayah

NIM : 103017027246

Jur/Fak : Pendidikan Matematika/Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi : Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa

Paraf No Judul Buku dan Nama Pengarang

Pembimbing I Pembimbing II

1 2 3 4 5 6 7 8 9

R.soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdijknas, 2000), h. 43.

Wahyudin Kemampuan Guru Matematika,

Calon Guru Matematika dan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika,(bandung, disertasi, 1999), h. 271.

Wahyudin Kemampuan Guru Matematika…

h. 253.

Tim MKPBM, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA UPI, 2003), h.255.

Tim MKPBM, Strategi Pembelajaran

Matematika…h. 71.

Hera Sri Mudzakir, Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa Sekolah Menengah Pertama

(Journal Matematika dan pendidikan

matematika, UIN, 02 Desember 2006), Vol.1, h. 197

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta: Rosda, 2004), Cet ke-9, h. 90.

Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.21.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan

dengan Pendekatan Baru, (Jakarta: Rosda, 2004), Cet ke-9, h. 91.


(6)

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekata... , h. 132.

Paul Suparno, Konstruktivisme dan Dampaknya Terhadap Pendidikan,

(http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1 996/11/18/0236.html)

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2008), Cet ke-1, h. 91.

Constructivism and the Five E’s, artikel ini diakses pada tanggal 20 Mei 2008, di

http://www.constructivisme/expo.expo.edu.ph /pinatubo/page4.html.

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 92. Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 93.

Constructivism and the Five E’s,

http://www.constructivisme/expo.expo.edu.ph /pinatubo/page4.html, 20 Mei 2008

Guru,PembelajaranKonstuktivistik,

http://www.whandi.net/?pilih=new&aksi=liha t&id=66, 13 April 2007.

Nuryani Y. Rustaman Dkk, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Surabaya: Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press), cet 1, 2005), hal. 171

M. Khoiruddin, Konstruktivisme Dalam Strategi Pembelajaran,

http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=lan

g_id&client=firefox-

a&channel=s&rls=org.mozilla:en-US:official&hs=1xJ&q=pembelajaran+konstr uktivisme&start=10&sa=N, 1 juli 2008, hal 1.

Tumbuh Kembang, Konstruktivisme Dalam Pembelajaran ke Depan,

http://tumbuhkembang.blogspot.com/2007/08/ konstruktivisme-dalam-pembelajaran-ke.html, 1 Juli 2008.

Important People in the Development of the Theory of Constructivism,

http://www.constructivisme.com/chd.gse.gme. edu/immersion/konwledgebase/index.htm, 20 Mei 2008.


(7)

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 94.

Konstruktivisme dan Pembelajaran,

http://suciptoardi.wordpress.com/2007/12/04/ 48/, 1 Juli 2008.

Pembelajaran Konstruktivisme, http://guru-beasiswa.blogspot.com/2007/12/pembelajaran -matematika-dengan-teori.html, 1 Juli 2008, hal 3

Fadjar Shadiq, Implikasi Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar,http://www.google.co.id/search?client=

firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&q=pembe lajaran+konstruktivisme&meta=lr%3Dlang_id &btnG=Telusuri+dengan+Google, 1 Juli 2008, hal 7-9.

Pembelajaran Konstruktivisme, http://guru-beasiswa.blogspot..., hal 4, 1 Juli 2008.

Hamzah, “Pembelajaran Matematika Menurut

Teori Belajar Konstruktivisme”dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, No. 040, Tahun ke-8, November 2002. h. 67

Guru, Pembelajaran Konstruktivistik,

http://www.whandi.net/?pilih=new&aksi=liha t&id=66, 13 April 2007, hal 3.

The Maryland Virtual High School of Sciense and Mathematics, 5 E’s Lesson Components, ,

http://mvhsl.mbhs.edu/mvhsproj/learningcycle /lcmodel.html, 29 Maret 2007.

Ari Widodo, Konstruktivisme dan

Pembelajaran Sains, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 064, Tahun ke-13, Januari 2007, Jakarta, h.101.

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 94.

Munasprianto Ramli, Pembelajaran Sains

Menyenangkan dengan Metode Konstruktivisme, Metamorfosa, Vol. 1 No 2,

Oktober 2006, Jakarta, h. 51

Guru, Pembelajaran Konstruktivistik,

http://www.whandi.net/?pilih=new&aksi=liha t&id=66, hal 4, 13 April 2007.

Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah


(8)

35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47

Harapan, 1990), h. 190.

R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di

Indonesia Konstatasi Keadaan masa kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 1999/2000), h. 11.

Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah …, h.191.

Ismail et.al, Kapita Selekta Pembelajaran

Matematika, (PMAT44471/4SKS/modul.1-12), (Jakarta: Universitas terbuka, 2000), h. 1.15.

Sukardjono, Filasafat dan Sejarah

Matematika (Jakarta; UT, 2000), cet. 1, h. 1.3

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi

Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet ke-2, h. 252.

Tim MKPBM, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2003), h. 17.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein,

Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet Ke-2, h. 119.

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), Cet Ke-7, h.22.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein,

Strategi Belajar...h.121.

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses...h. 22-23.

Bansu Irianto Ansari, Menumbuhkembangkan

Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU (Bandung: Disertasi UPI, 2003),h.36.

http://www.mtsd.k12.wi.us/MTSD/District/ela -curiculum-03/writing/think_talk_write.html , 19 Februari 1999

Hera Sri Mudzakir, Strategi Pembelajaran

Think Talk Write (TTW) Untuk Meninhgkatkan Kemampuan Representasi Matematika Beragam Siswa Sekolah Menengah Pertama, (Bandung: Tesis, 2005), h. 55.

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 85.

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 86.


(9)

48

49

50

51

52

53

54

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 87-88.

Anas Sudijono, Pengantar Statistik

Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2005), h. 41

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi

Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2006),h. 185.

Tim MKPBM, Evaluasi Pembelajaran

Matematika, (Bandung: JICA UPI, 2003), h. 148.

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan (edisi revisi), (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.208

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi…,h.210.

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar

Evaluasi…, h. 218

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd Otong Suhyanto, M.Si


(10)

ABSTRAK

Nina Nur Inayah. Pengaruh Strategi Thnik-Talk-Write Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus 2008

Penelitian ini dilakukan atas suatu masalah kurang pahamnya siswa terhadap konsep pada materi yang dipelajari sehingga mengakibatkan rendahnya hasil belajar matematika siswa. Penggunaan strategi Think-Talk-Write pada proses pembelajaran ini dilakukan untuk mengarahkan siswa belajar secara mandiri dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas peningkatan hasil belajar matematika siswa yang

mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi Think-Talk-Write dan

siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan bangun datar.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian eksperimen yang bertempat di MTsN 19 Pondok Labu Jakarta Selatan pada bulan Maret sampai bulan Juni 2008. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen, karena hanya ada dua kelas maka teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara merandom dua kelas untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen yang diujikan adalah tes uji coba kepada kedua kelas yang berupa hasil belajar matametika siswa, sedangkan teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t untuk menguji hipotesis. Dari hasil perhitungan uji hipotesis diperoleh nilai thitung = 2,09, sedangkan ttabel pada

taraf signifikansi 5 % = 1,98. Sehingga didapatkan thitung > ttabel, yang berarti H0

ditolak dan Ha diterima. Oleh karena itu, data menunjukkan bahwa rata-rata hasil

belajar matematika yang menggunakan strategi Think-Talk-Write lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar matematika yang menggunakan pembelajaran

konvensional. Dengan demikian strategi Think-Talk-Write dalam pembelajaran

matematika berpengaruh secara nyata terhadap hasil belajar matematika siswa.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan, dimana berbagai permasalahan tersebut hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi.Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Berkenaan dengan hal itu, Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Al Ankabut ayat 43 yang berbunyi:

Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”

Berdasarkan ayat ini jelas bahwa orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan adalah orang-orang yang mampu memahami apa yang sudah diberikan-Nya, baik dari segi ilmu pengetahuan umum maupun ilmu


(12)

pengetahuan yang berhubungan dengan agama.

Dalam perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dan penguasaanya, Matematika mempunyai peranan yang sangat penting. Semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin banyak menuntut matematika untuk menemukan bentuk-bentuk baru sebagai pembantunya. Kenyataan tersebut mungkin menjadi dasar mengapa Matematika dijadikan bidang studi yang dipelajari oleh siswa dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Mempelajari matematika sebenarnya adalah mempelajari ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak yang tersusun secara hierarkis. Menanamkan ide atau konsep yang abstrak ini merupakan persoalan yang tidak mudah dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar jika tidak diimbangi dengan metode dan pendekatan mengajar yang tepat dan disesuaikan dengan kemampuan kognitif siswa.

R.Soedjadi merumuskan tujuan umum pembelajaran matematika, yaitu:

1. Mempersipkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di

dalam kehidupan dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran yang logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola

pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.1

Keberhasilan dalam pembelajaran matematika dapat dinilai dari sejauh mana perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa. Hal ini dapat dicapai melalui proses belajar mengajar yang efektif, efisien, dan bermakna. Salah satu cara untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran matematika yang memerlukan keaktifan siswa baik secara fisik, intelektual, maupun emosional. Disinilah dituntut kemampuan guru dalam memilih dan menerapkan model, strategi, pendekatan, dan metode

1

R.soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdijknas, 2000), h. 43.


(13)

pembelajaran yang ada dalam upaya peningkatan penguasaan konsep-konsep matematika. Untuk itu, model dan pendekatan pembelajaran matematika di kelas pun seharusnya dimodifikasi agar siswa sebagai generasi penerus memiliki kemampuan matematika yang lebih tinggi, baik dalam pemahaman maupun kemampuan komunikasi matematikanya. Dalam hal ini tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi, namun guru harus mampu mendorong siswa belajar mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah dan komunikasi matematika. Disamping perubahan pada model pembelajaran di kelas, guru atau tenaga pendidik juga diharapkan mampu berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika.

Al Ghazali dalam Asrorun Ni’am Sholeh memberikan batasan yang ketat bagi profesi pendidik sebagai prasyarat yang harus dipenuhi: 1) Pendidik harus mempunyai sifat kasih sayang terhadap anak didik serta mampu memperlakukan mereka sebagaimana anak sendiri; 2) Pendidik meakukan aktivitas karena Allah SWT; 3)Pendidik harus mampu memberikan nasehat yang baik kepada anak didik; 4) Pendidik harus mampu mengarahkan anak didik kepada hal-hal yang positif dan mencegah mereka melakukan aktifitas yang destruktif; 5) Mengetahui tingkat nalar dan intelektualitas anak didik; 6) Pendidik harus mampu menumbuhkan kegairahan murid terhadap ilmu yang dipelajarinya tanpa menimbulkan sikap apriori terhadap disiplin ilmu yna lain; dan 7) Pendidik harus mampu mengidentifikasi kelompok anak didik usia dini dan secara khusus memberikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya.

Berkenaan dengan hal itu, Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat An Nahl ayat 125 yang berbunyi:


(14)

Artinya: ” Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Ayat ini jelas bahwa guru harus mengajarkan yang benar kepada siswanya, salah satunya adalah menerapkan strategi yang tepat yang disesuaikan dengan kemampuan siswa, baik dari segi kognitif maupun dari segi kejiwaannya. Sehingga hasilnya akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. namun demikian, pada kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran matematika di Indonesia masih mengalami banyak kendala, diantaranya kualitas pembelajaran matematika yang masih rendah. Hal ini ditandai dengan rendahnya penguasaan siswa dalam pelajaran matematika dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Wahyudin mengungkapkan bahwa tingkat penguasaan atau hasil belajar terhadap

matematika cenderung rendah.2 Salah satu penyebab rendahnya penguasaan

atau hasil belajar siswa dalam matematika adalah siswa tidak memahami konsep-konsep atau persoalan-persoalan yang diberikan dalam pembelajaran matematika. Pemahaman terhadap suatu konsep matematika berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika yang lain.

Masalah lain dalam pembelajaran matematika adalah banyaknya keluhan yang muncul baik dari siswa maupun orang tua tentang pelajaran matematika. Sebagian besar orang menganggap hal yang berkaitan dengan matematika adalah hal yang sukar untuk dimengerti. Begitu pula pandangan

2

Wahyudin Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika,(bandung, disertasi, 1999), h. 271.


(15)

siswa terhadap pelajaran matematika di sekolah, mereka menganggap pelajaran matematika sulit untuk dipelajari. Selain itu siswa merasa cepat bosan dengan pembelajaran matematika yang monoton, akibatnya siswa cenderung tidak menyukai matematika. Wahyudin mengungkapkan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang cukup sukar untuk dipahami, karena menurut mereka rumus-rumus atau persoalan dalam matematika terlalu banyak dan sukar dipahami.3

Model pembelajaran yang umumnya dipakai seolah-olah adalah model pembelajaran klasikal. Erman mengemukakan bahwa pada model pembelajarn klasikal guru mengajar sejumlah siswa, biasanya sampai 30 sampai dengan 40

orang siswa dalam sebuah ruangan.4 Para siswa memiliki kemampuan

minimum dan diasumsikan memiliki kecepatan belajar yang relative sama. Dengan kondisi ini, kondisi belajar siswa yang sacara individual baik menyangkut kecepatan belajar, kesulitan belajar sukar diperhatikan oleh guru. Pada umumnya cara guru dalam menentukan kecepatan menyajikan materi dan tingkat kesukaran materi kepada siswanya berdasarkan informasi kemampuan siswa secara umum. Guru nampaknya sangat mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran. Banyaknya materi yang diajarkan, urutan materi pelajaran, kecepatan guru mengajar, dan lain-lain sepenuhnya ada di tangan guru. Model pembelajaran klasikal membuat guru menjadi pusat utama kegiatan belajar di kelas, yang akhirnya siswa sukar untuk diperhatikan mengenai kondisi individualnya. Siswa terkesan pasif dan menerima apa kata guru. Kondisi ni umumnya membuat kejenuhan bagi siswa yang kurang teroptmalkan potensinya dan berujung pada rendahnya efektifitas belajar siswa. Pembelajaran yang diharapkan pada saat ini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana peran aktif siswa sangat ditekankan di dalamnya.

Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of

knowledge), tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning)

3

Wahyudin Kemampuan Guru Matematika… h. 253. 4


(16)

agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktifitas seperti komunikasi matematika.

Menurut teori belajar konstruksivisme, fokus utama dalam belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Cobb mendefinisikan bahwa belajar matematika merupakan proses di mana

siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.5 Dengan

demikian guru berperan sebagai fasilitator yakni menyediakan kondisi belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan matematikanya.

Banyak model atau pendekatan pembelajaran matematika yang sesuai dengan prinsip dasar konstruksivisme, salah satunya adalah pembelajaran

matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran Think-Talk-Write

(TTW). Strategi pembelajaran TTW yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin (1996: 82) menyebutkan bahwa penerapan TTW memungkinkan seluruh siswa mengeluarkan ide-ide di belakang pemikirannya, membangun secara tepat untuk berpikir dan refleksi, mengorganisasikan ide-ide, serta mengetes ide tersebut sebelum siswa diminta untuk menulis.6 Strategi TTW lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok kecil yang heterogen dengan 3-5 siswa, dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar, dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkan melalui tulisan.

Berdasarkan paparan di atas diperlukan penelitian lebih lanjut

mengenai “PENGARUH STRATEGI THINK-TALK-WRITE (TTW)

TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA”.

5

Tim MKPBM, Strategi Pembelajaran Matematika…h. 76. 6

Hera Sri Mudzakir, Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa Sekolah Menengah Pertama (Jurnal Matematika dan pendidikan matematika, UIN, 02 Desember 2006), Vol.1, h. 197


(17)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Apakah penggunakan strategi TTW dapat membuat siswa lebih siap dan

aktif dalam proses pembelajaran?

2. Apakah pembelajaran dengan strategi think-talk-write mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa?

3. Apakah pembelajaran dengan strategi TTW lebih efektif dari pada

pembelajaran yang tidak menggunakan strategi TTW? 4. bagaimanakah respon siswa terhadap strategi TTW?

Pembatasan Masalah

Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda maka diberikan batasan masalah dari penelitian ini yaitu:

Penelitian ini diilakukan pada siswa kelas VII MTsN 19 Pondok Labu Jakarta Selatan semester genap tahun ajaran 2007/2008 dengan pokok bahasan bangun datar.

Strategi pembelajaran think-talk-write adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar dengan memahami permasalahan terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan akhirnya menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya.

Hasil belajar yang dimaksud pada penelitian ini adalah nilai tes formatif pada pokok bahasan bangun datar.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti menetapkan perumusan masalah di atas yaitu: Apakah penerapan

strategi Think-Talk-Write (TTW) berpengaruh terhadap hasil belajar


(18)

Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui kualitas peningkatan hasil belajar matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi TTW dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat atau kegunaan, antara lain:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kepustakaan

pendidikan, khususnya mengenai pengaruh penerapan strategi Think-Talk-Write (TTW) terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan bangun datar. Serta menjadi bahan masukan bagi peneliti yang berminat untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi sekolah

(guru) untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan memberikan inovasi baru yaitu penerapan strategi Think-Talk-Write pada pokok bahasan bangun datar.

3. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan strategi TTW diharapkan

dapat melatih belajar secara aktif dan mandiri dan akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.


(19)

BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A.

Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar Matematika a. Pengertian Belajar

Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi /materi pelajaran.

Belajar menurut Muhibin Syah mengutip pendapat Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan, yaitu:

1) Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.

2) Rumusan kedua berbunyi: belajar adalah proses memperoleh

respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.7

Ada suatu hukum yang sangat terkenal dari teori gestalt yaitu hukum Pragnanz yang kurang lebih berarti “teratur, seimbang, atau harmonis”. Belajar merupakan upaya mencari dan menemukan Pragnanz, keteraturan, keharmonisan dari sesuatu yang dipelajari. Untuk menemukan Pragnanz diperlukan adanya pemahaman atau

insight. Menurut Ernest Hilgard ada 6 ciri dari belajar yang mengandung pemahaman, yaitu:

7


(20)

1) Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar

2) Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu

3) Pemahaman tergantung pada pengaturan situasi

4) Pemahaman didahului oleh usaha coba-coba

5) Belajar dengan pemahaman dapat diulangi

6) Suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi

lain.8

Dalam pandangan psikologis secara umum mendefinisikan belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dan interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan itu Reber membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah A relative permanent change ini respons potensiality which occurs as a result of reinforced practise, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.9

Dari pendapat tersebut, belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan-latihan yang dilakukan berulang dan pengalaman yang sifatnya relatif menetap, bukan bersifat sementara atatu tiba-tiba terjadi kemudian cepat hilang kembali.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam.

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.

8

R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.21.

9

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan..., (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2004), Cet ke-9, h. 91.


(21)

2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis

upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.10

Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah dipelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesui dengan proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar pada pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

Berdasarkan beberapa definisi tentang belajar, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku untuk menuju ke arah yang lebih baik yang membawa hasil dari sebuah pengalaman. Adapun perubahan tingkah laku itu mencakup berbagai aspek, seperti aspek: kognitif, afektif, dan aspek psikomotorik.

Menurut teori konstruktivisme, fokus utama dalam pembelajaran matematika adalah memberdayakan siswa untuk berpikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya.

Cobb (1991) dalam Erman mengatakan bahwa dari perspektif konstruktivis, belajar matematika bukanlah suatu proses ‘pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati, melainkan tentang mengorganisir aktifitas, di mana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berfikir konseptual. Cobb (1992) juga mengatakan bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.

Paul Suparno mengemukakan bahwa dalam pengertian konstruktivisme, belajar adalah suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dibuat sendiri oleh pelajar atau orang yang mau

10


(22)

mengerti.11 Orang itulah yang aktif berpikir, membuat konsep, dan mengambil makna. Guru atau

pendidik disini hanyalah membantu agar proses konstruksi itu berjalan. Guru bukan mentransfer pengetahuan sebagai yang sudah tahu, tetapi membantu agar anak didik membentuk pengetahuannya. Dalam belajar sistem ini, peran murid diutamakan dan keaktivan murid untuk membentuk pengetahuan dinomorsatukan. Semua peralatan, bahan, lingkungan dan fasilitas disediakan untuk membantu pembentukan itu. Murid diberri kesempatan mengungkapkan pemikirannya akan suatu masalah, tanpa dihambat. Dengan dibiasakan berpikir sendiri dan mempertanggung jawabkan pemikirannya, murid akan terlatih untuk menjadi pribadi yang sungguh mengerti, yang kritis, kreatif, dan rasional.

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama dalam Martinis dengan ide utamanya sebagai berikut:

1. Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa membentuk pengerahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru ke dalam pikiran. Akomodasi adalah penyusunan kembali (modifikasi) struktur kognitif karena adanya informasi baru, sehingga informasi itu mempunyai tempat.

2. Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan

linkungannya. Adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkunganya, terjadilah ketidaksetimbangan. Akibatnya terjadilah akomodasi dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.

3. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat

mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, terjadilah

ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibatnya terjadilah

akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.

4. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang

keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang. Tetapi bila terjadi kembali kesetimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan intelektual anak dipengeruhi oleh faktor sosial. Lingkungan sosial dan

11

Paul Suparno, Konstruktivisme dan Dampaknya Terhadap Pendidikan,


(23)

pembelajaran secara natural mempengaruhi perkembangan anak dalam meningkatkan kekomplekan dan kesistematikan kognitif.12

Pada pembelajaran konstruktivisme, guru berusaha sebisa mungkin untuk memberikan sistem pembelajaran yang tidak monoton. Pembelajaran ini banyak sekali digunakan dalam pembelajaran sains, dengan tuntunan berikut ini: belajar sesuatu yang baru dan berusaha mengetahui pemahaman yang telah ada lebih mendalam. Hal ini merupakan tahap awal dari eksplorasi, dimana siswa dapat menggabungkan antara pengalaman sebelumnya dengan pengetahuan

yang baru.13 Metode pembelajaran seperti itu disebut metode

konstruktivisme.

Selain Piaget, Konstruksivis yang lain yaitu Vygostsky dalam Martinis berpendapat bahwa perkembangan intelektual anak

dipengaruhi oleh lingkungan sosial.14 Lingkungan sosial dan

pembelajaran secara natural mempengaruhi perkembangan anak dalam meningkatkan kekomplekkan dan kesisitematisan kognitif. Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Martinis mengutip dari Driver dan Bell mengajukan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara persoanal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi dan sumber. Berkaitan dengan pembelajaran

12

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2008), Cet ke-1, h. 91.

13

Constructivism and the Five E’s, artikel ini diakses pada tanggal 20 Mei 2008, di

http://www.constructivisme/expo.expo.edu.ph/pinatubo/page4.html. 14


(24)

Brooks & Brooks menambahkan delapan visi pembelajaran yang berbasis konstruktivis sebagai berikut:

1. Pembelajaran disajikan secara utuh menuju bagian-bagian yang

penekanannya pada konsep-konsep besar (big concepts)

2. Menggali pertanyaan siswa sangat dihargai

3. Aktivitas pembelajaran dititikberatkan pada sumber data utama dan memanipulasi bahan-bahan atau alat peraga.

4. Siswa dipandang sebagai pemikir dengan memunculkan

permasalahan.

5. Guru secara umum bertindak dengan cara interaktif, dan mediator lingkungan bagi siswa.

6. Guru menggali konsepsi siswa, sehingga memahami sajian

konsepsi siswa untuk penggunaan pelajaran berikutnya.

7. Penilaian hasil belajar siswa terkait dengan pembelajaran dan

terjadi melalui pengamatan guru terhadap pekerjaan dan penampilan siswa serta portofolio.

8. Siswa sebaiknya bekerja dalam kelompok15

Filsafat tentang pembelajaran, yang menunjukkan pembelajar butuh untuk dibangun pemahaman mereka, yang biasa disebut kontruktivisme. Sudah banyak diteliti dan ditulis oleh para ahli teori pembelajaran dan kognisi. Seperti Jean Piaget, Eleanor Duckworth, George Hein dan Howard Gardener telah mendalami metode pembelajaran ini.16

Konstruktivisme berarti bersifat membangun, dalam konteks Filsafat Pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya dan modern. Dalam proses pembelajaran konsep ini menghendaki agar anak didik dapat mengembangkan kemampuannya secara konstruktif untuk

15

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 93. 16

Constructivism and the Five E’s,


(25)

menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi.17

Menurut Fensham (1994:5) penganut konstruktivisme memiliki pandangan tentang hal-hal yang dialami atau diceritakan secara aktif oleh diri mereka sendiri. Makna yang dibangun bergantung pada pengetahuan yang sudah ada pada diri seseorang. Oleh karena pengalaman dan hasil bacaan perorangan berbeda-beda, maka hasil pemaknaan juga boleh jadi menjadi amat berbeda.18

Salah satu ahli pendidikan dari Indonesia berpendapat bahwa pendekatan pembelajaran konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam benak atau pikiran manusia. John Dewey mengutakan lagi teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara terus menerus.19

Pendapat lain menyatakan bahwa: Konstruktivisme merupakan cara pandang (filosofist) yang menganjurkan perubahan proses pembelajaran skolastik (baik formal maupun non formal dan informal) melalui pengenalan, penyusunan, dan penetapan tangkapan pengetahuan berdasar reaksi (di dalam pikiran) peserta didik. Ilmu pengetahuan tidak boleh dipindahkan kepada peserta didik (transfer knowledge) dalam bentuk yang serba “sempurna”/”jadi” melalui program pengajaran guru (Teacher Centered Learning).20

17

Guru,PembelajaranKonstuktivistik,

http://www.whandi.net/?pilih=new&aksi=lihat&id=66, 13 April 2007. 18

Nuryani Y. Rustaman Dkk, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Surabaya: Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press), cet 1, 2005), hal. 171

19

M. Khoiruddin, Konstruktivisme Dalam Strategi Pembelajaran,

http://www.google.co.id/search?hl=id&lr=lang_id&client=firefox-

a&channel=s&rls=org.mozilla:en-US:official&hs=1xJ&q=pembelajaran+konstruktivisme&start=10&sa=N, 1 Juli 2008, hal 1. 20

Tumbuh Kembang, Konstruktivisme Dalam Pembelajaran ke Depan, http://tumbuhkembang.blogspot.com/2007/08/konstruktivisme-dalam-pembelajaran-ke.html, 1 Juli


(26)

Menurut paham konstruktivisme di atas, ilmu pengetahuan sekolah tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru kepada murid, tapi murid perlu dibina untuk memperoleh pengetahuan itu sendiri dengan pengalaman masing-masing.

Banyak ahli pskilogi dan pendidikan yang berkutat meneliti metode pembelajaran tersebut. Seperti yang sudah penulis jabarkan di atas. Berikut ini sumbangan pemikiran dari John Dewey tentang pendekatan konstruktivisme. Bagi Dewey, berfikir adalah mengubah, mengorganisasi kembali, membentuk makna. Dewey kerap berkata pada pembaca bahwa:

“ Mind is active, a verb and not a noun” (Fosnot, 1996, p.126)

Dewey menegaskan bahwa penting bagi siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Pengalaman yang dimaksud Dewey adalah lingkungan sosial, dimana siswa bersama-sama menganalisa objek permasalahan dan atau menciptakan sendiri komunitas untuk saling bertukar pikiran. 21

Akhir-akhir ini para ahli mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi pandangan konstruktivisme dari Piaget. pandangan ini berpendapat bahwa dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar, 1989:160). Oleh karena itu setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selam berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat beberapa hal yang perlu ditekankan dalam konstruktivisme, yaitu : (1) peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna; (2) pentingnya membuat kaitan antar gagasan oleh siswa mengkonstruksi pengetahuan; (3) mengaitkan antara gagasan siswa dengan informasi baru di kelas (Tasker, 1992: 30). Konstruktivisme

yang menggunakan kegiatan hands-on serta memberikan kesempatan

21

Important People in the Development of the Theory of Constructivism, http://www.constructivisme.com/chd.gse.gme.edu/immersion/konwledgebase/index.htm, 20 Mei 2008.


(27)

yang luas untuk melakukan dialog dengan guru dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan keterampilan berpikir para siswa.

Implementasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran, Menurut Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu: (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.22

Ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, maka otaknya akan terbentuk struktur kognitif tertentu. Struktur kognitif itu disebut skemata yang merupakan suatu organisasi mental yang akan memudahkan individu untuk menghadapi tuntutan lingkungannya semakin meningkat.

Siswa tidak boleh diberikan bagian-bagian yang terpisah, penyerdehanaan masalah, dan pengulangan keterampilan dasar, tetapi sebaliknya: siswa dihadapkan pada lingkungan belajar yang kompleks, terlihat samar-samar, dan masalah yang tidak beraturan.

Masalah-masalah yang kompleks itu harus dihubungkan pada aktivitas dan tugas yang otentik, karena keberagaman situasi yang dihadapi tersebut, seperti juga aplikasi yang mereka hadapi tentang dunia nyata.23

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995:222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai suatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungin proses

22

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 94. 23


(28)

keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pmbelajaran, materi, dan sumber.24

Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan terbentuk atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bodner (1986:873): “… knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her experience in terms of preexisting mental structures”. Dengan demikian, belajar matematika merupakan proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa. Di samping itu, pentingnya kemampuan memecahkan masalah, terutama di saat para siswa sudah bekerja atau di saat mempelajari materi lain, akan menuntut adanya perubahan proses pembelajaran di kelas-kelas, termasuk di Sekolah Dasar di seluruh Indonesia.

Berdasarkan penjelasan dan contoh di atas, implikasi konstruktivisme pada pembelajaran di antaranya adalah:25

1. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak mesti diikuti dengan hasil yang bagus pada siswanya. Setiap siswa SD harus mengkonstruksi (membangun) pengetahuan matematika di dalam benaknya masing-masing berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam benaknya.

2. Tugas setiap guru adalah memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan matematika dibangun atau dikonstruksi para siswa

24

Pembelajaran Konstruktivisme,

http://guru-beasiswa.blogspot.com/2007/12/pembelajaran-matematika-dengan-teori.html, 1 Juli 2008, hal 3. 25

Fadjar Shadiq, Implikasi Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar,

http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&q=pembelajaran+konstruktivisme&meta=lr%3Dlang_id&btn G=Telusuri+dengan+Google, 1 Juli 2008, hal 7-8.


(29)

sendiri dan bukan ditanamkan oleh para guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru ke dalam kerangka kognitifnya. Karenanya, pembelajaran matematika akan menjadi lebih efektif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna

3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu. Karenanya, para guru harus mau bertanya dan mau mengamati pekerjaan siswanya. Setiap kesalahan siswa harus menjadi umpan balik dalam proses penyempurnaan rancangan proses pembelajaran berikutnya.

4. Pada konstruktivisme, siswa perlu mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing konsep matematika sehingga peranan guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan matematika pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-kontruksi mental yang diperlukan. Pada akhirnya mudah-mudahan tulisan ini akan lebih menjelaskan dan dapat meyakinkan para guru, akan perlunya perubahan ini.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak menurut Poedjiadi adalah sebagai berikut:26

(a) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. (b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang

memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah

26


(30)

seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan

(c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

Menurut Wheatley dalam jurnal Hamzah, dua prinsip utama dalam pembelajaran konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognitif bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.27

Pendapat lain mengatakan prinsip dari konstruktivisme sebagai berikut:28

1. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.

2. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah

pertanyaan.

3. Mencari dan menilai pendapat siswa.

4. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

5. Menilai belajar siswa dalam konteks pengajaran.

Konstruktivisme memiliki beberapa tahap yang dapat menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:29

1. Persiapan, pada tahap ini terdapat aktivitas untuk menarik

perhatian siswa, menstimulasi cara berfikir siswa dan menolong mereka untuk menerima pengetahuan yang baru. Biasanya dengan

27

Hamzah, “Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme”dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, No. 040, Tahun ke-8, November 2002. h. 67

28

Guru, Pembelajaran Konstruktivistik,

http://www.whandi.net/?pilih=new&aksi=lihat&id=66, 13 April 2007, hal 3. 29

The Maryland Virtual High School of Sciense and Mathematics, 5 E’s Lesson Components, , http://mvhsl.mbhs.edu/mvhsproj/learningcycle/lcmodel.html, 29 Maret 2007.


(31)

metode; demonstrasi, membaca dari media koran, jurnal, buku, literature, biografi, dan menganalisis grafik.

2. Pencarian, pada tahap ini siswa diberi waktu untuk berfikir,

berencana, berinvestigasi dan mengorganisasi informasi. Dengan melakukan metode-metode berikut; mengumpulkan informasi agar

dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan open-ended dan untuk

membuat keputusan, pemecahan masalah, mengkonstruksi model, eksperimen.

3. Penjelasan, siswa melakukan analisis terhadap pencarian yang

dilakukan. Pemahaman mereka diklarifikasi dan dimodifikasi karena aktivitas bayangan. Dengan menggunakan metode-metode berikut ini: analisis dan penjelasan siswa, mengeluarkan gagasan, berdiskusi.

4. Perluasan, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk

meluaskan dan menguatkan pengertian mereka akan konsep dan menerapkan situasi yang sebenarnya. Dengan menggunakan metode pembelajaran berikut ini: pemecahan masalah, eksperimen inquiri, aktivitas kemampuan berpikir, membuat keputusan.

5. Evaluasi, dimana guru dan siswa menggenerasi alat dan rubrik. Konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berfokus pada bagaimana siswa dapat memahami konsep tentang materi yang diajarkan. Dimana siswa dapat membangun sendiri pemahamannya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata, tentunya dengan prosedur di atas.

Tahap-tahap dalam pembelajaran konstruktivisme tercantum dalam berbagai persepsi dari beberapa ahli. Tapi memiliki satu tujuan, diantaranya dari Ari Widodo, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:30

1) Pendahuluan, tahap penyiapan pembelajaran untuk mengikuti

kegiatan pembelajaran.

30


(32)

2) Eksploitasi, tahap pengidentifikasian dan pengaktifan pengetahuan awal pembelajaran.

3) Restrukturisasi, tahap restrukturisasi pengetahuan awal

pembelajaran agar terbentuk konsep yang diharapkan.

4) Aplikasi, tahap penerapan konsep yang telah dibangun pada

konteks/kondisi yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari.

Secara umum menurut Horsley (1990: 59) dalam Martinis mengutarakan bahwa pembelajaran dengan teori konstruktivisme meliputi empat tahapan:

1) Tahap apersepsi, ini berguna untuk mengungkapkan konsepsi awal

siswa dan membangkitkan motivasi belajar 2) Tahap eksplorasi

3) Tahap diskusi dan penjelasan konsep

4) Tahap pengembangan dan aplikasi konsep.

Sehubungan dengan itu Tytler (1996: 20) lebih merincikan lagi rancangan pembelajaran dengan teori ini yaitu:

1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan

gagasannya dengan bahasanya sendiri.

2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang

pengalamannya, sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.

3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.

4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang

telah dimiliki siswa.

5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.

6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.31

Konstruktivis menurut Piaget adalah dimana siswa akan mempunyai pengalaman belajar jika mereka aktif berpartisipasi. Shapiro (1994) menyatakan bahwa di dalam kelas yang mengaplikasikan metode konstruktivis, siswa mempunyai sifat dan perilaku yang sama dengan saintis: Siswa membangun hipotesa,

31


(33)

mengumpulkan data dengan melakukan percobaan atau observasi, dan membangun konsep berdasarkan hipotesis dan fakta yang mereka peroleh.32

Setiap model, strategi atau metode pendidikan memiliki keurangan dan kelebihan masing-masing. Adakalanya cocok menggunakan metode yang satu dan tidak cocok dengan metode lainnya. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan dari metode konstruktivisme, diantaranya:

1. Pembelajaran melekat dalam lingkungan belajar yang komplek,

realistis, dan relevan.

2. Menyediakan negosiasi sosial, dan tanggungjawab bersama

sebagai bagian dari pembelajaran.

3. Mendukung pandangan beragam dan menggunakan representasi

yang juga beragam terhadap isi yang dipelajari.

4. Meningkatkan kesadaran diri dan pengertian bahwa pengetahuan

itu dibangun.

5. Mendorong kesadaran dalam pembelajaran.

Kekurangan dari metode konstruktivisme adalah sebagai berikut:33

1. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah bertahun-tahun

menggunakan pendekatan tradisional.

2. Guru konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan

pembelajaran dan memilih menggunakan media.

3. Pendekatan konstruktifis menuntut perubahan siswa evaluasi, yang mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu dekat.

32

Munasprianto Ramli, Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode Konstruktivisme, Metamorfosa, Vol. 1 No 2, Oktober 2006, Jakarta, h. 51

33

Guru, Pembelajaran Konstruktivistik,


(34)

4. Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru yang terbiasa dengan kurikulm terkontrol.

5. Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi

dengan proses belajar dan mengajar yang baru.

b.

Pengertian Matematika

Matematika merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan, karena tanpa bantuan matematika ilmu pengetahuan tidak akan mengalami kemajuan yang berarti.

Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara para matematikawan, apa yang disebut matematika. Para ahli matematika mendefinisikan matematika dari tinjauan yang berbeda diantaranya ada yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya sekumpulan rumus-rumus mati.34

Pendapat lain mengatakan bahwa matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan

bilangan.35 Matematika merupakan bahasa artifisial yang

dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Matematika mempunyai kelebihan dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif, sedangkan bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif.36 Suatu rumus yang jika ditulis dalam bahasa

34

Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990), h. 190.

35

R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstatasi Keadaan masa kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 1999/2000), h. 11.

36


(35)

verbal memerlukan kalimat yang panjang, sedangkan jika ditulis dalam bahasa matematika cukup ditulis dengan model yang sederhana.

Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang bermula dari bahasa yunani mathematike dari akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berkaitan pula dengan kata mathanein yang berfikir atau belajar. Dalam kamus besar bahasa indonesia, mathematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Depdikbud).37

Matematika adalah cara atau metode berpikir dan bernalar. Matematika dapat digunakan untuk memutuskan apakah suatu ide itu benar atau salah, atau paling sedikit ada kemungkinan benar. Matematika adalah suatu medan eksplorasi dan penemuan, di situ setiap hari ide-ide baru diketemukan. Matematika adalah cara berpikir yang digunakanuntuk memecahkan semua jenis persoalan di dalam sains, pemerintah dan industri ia adalah bahasa lambang yang dipahami oleh semua bangsa berbudaya di dunia bahkan dipercaya bahwa matematika akan menjadi bahasa yang dipahami oleh penduduk di planet mars (jika di sana ada penduduknya!). matematika adalah seni, seperti halnya musik, penuh dengan simetri, pola dan irama yang dapat sangat menyenangkan.38

Menurut Abdurrahman, dalam buku pendidikan bagi anak berkesulitan belajar menuliskan:

Menurut Johnson dan Myklebust (1967: 244), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner (1988: 430) mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen

37

Ismail et.al, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, (PMAT44471/4SKS/modul.1-12), (Jakarta: Universitas terbuka, 2002), h. 1.15.

38


(36)

dan kualitas. Kline (1981: 172) juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar deduktif.39

Menurut Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.40

c. Pengertian Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya seorang subyek didik dalam menyelesaikan program belajar yang dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Dalam hal ini penentu baik atau tidaknya hasil belajar siswa adalah siswa itu sendiri, karena siswalah yang bertanggung jawab terhadap komitmen dirinya menjalani proses belajar dari gurunya, hasil belajar dapat diukur melalui tes dalam bentuk nilai atau diamati dengan jalan membandingkan sebelum dan sesudah belajar.

Ada empat unsur utama dalam proses pembelajaran, yaitu tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses pembelajaran pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat

39

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), cet ke-2, h. 252.

40

Tim MKPBM, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2003), h. 17.


(37)

pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses pembelajaran agar sampai pada tujuan yang ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.

Untuk mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan yang berbeda sejalan dengan filsafatnya. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional

khususnya dapat tercapai.41 Hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya.42 Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar,

yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.

Hasil belajar adalah nilai hasil pengajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu. Menurut Syaiful Djamarah ketercapaian hasil belajar dapat dikategorikan menjadi beberapa kriteria, yaitu:

1) Istimewa/maksimal, apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang

diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

2) Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76%-99%) bahan

pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

41

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet Ke-2, h. 119.

42


(38)

3) Baik/minimal, apabila hanya 60%-75% bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.43

Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Bloom dan rekan-rekannya membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu:

1) Ranah kognitif, meliputi: pengetahuan, pemaahaman, penerapan,

analisis, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah afektif, meliputi: penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.

3) Ranah psikomotor, meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan

terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, dan kreatifitas.44

Hasil belajar merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya seorang subyek didik dalam menyelesaikan program belajar yang dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Dalam hal ini penentu baik atau tidaknya hasil belajar siswa adalah siswa itu sendiri, karena siswalah yang bertanggung jawab terhadap komitmen dirinya menjalani proses belajar dari gurunya, hasil belajar dapat diukur melalui tes dalam bentuk nilai atau diamati dengan jalan membandingkan sebelum dan sesudah belajar.

Hasil belajar matematika di tingkat sekolah dasar dan menengah umumnya dinyatakan dengan nilai (angka), sehingga siswa yang belajar matematika akan mempunyai kemampuan baru tentang matematika sebagai tambahan dari kemampuan yang telah ada. Hasil belajar matematika adalah tolak ukur keberhasilan yang dicapai siswa dalam belajar matematika dengan tujuan kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sebelum seorang guru menilai hasil belajar siswa dalam penguasaan terhadap

43

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar...h.121. 44


(39)

mata pelajaran yang ditekuninya, guru tersebut sebaiknya mengukur hasil belajar siswa dalam penguasaan pelajaran tersebut. Kegiatan pengukuran hasil belajar siswa dapat dilakukan antara lain melalui ulangan, ujian, tugas, dan sebagainya.

2. Strategi Think-Talk-Write (TTW)

a. Pengertian Think-Talk-Write (TTW)

Untuk merealisasikan pembelajaran matematika yang melibatkan siswa secara aktif, dewasa ini telah dikembangkan berbagai strategi pembelajaran matematika baik yang melibatkan penggunaan alat bantu seperti multimedia ataupun tidak. Salah satunya adalah strategi think-talk-write (TTW).

Strategi TTW diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok kecil yang heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar, dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.45

TTW is a strategi that facilitates the oral rehearsal of language and writing fluency. It is based on the understanding that learning is a social behavior. It encourages students to think, talk, and then write regarding a topic.46

45

Bansu Irianto Ansari, Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU (Bandung: Disertasi UPI, 2003),h.36.

46


(40)

http://www.mtsd.k12.wi.us/MTSD/District/ela-curiculum-Esensinya strategi pembelajaran ini melibatkan tiga aspek penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran matematika yaitu:

1. Think (Berpikir)

Think diartikan sebagai berpikir. Resnick dalam Hera Sri

Mudzakir mengutarakan pengertian berpikir sebagai suatu proses

yang melibatkan operasi mental seperti klarifikasi, induksi,

deduksi, dan penalaran, atau merupakan suatu kemampuan untuk

menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan

pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.47 Menurut Marpaung dalam Hera Sri Mudzakir menyatakan bahwa proses

yang terjadi pada saat berpikir dimulai dengan penerimaan atau

penemuan informasi yang datangnya dari diri siswa itu sendiri

atau dari luar, kemudian siswa mengolahnya, menyimpan, dan

memanggil kembali informasi tersebut dari ingatanya.

Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca

suatu teks matematika atau berisi cerita matematika kemudian

membuat catatan apa yang telah dibaca. Dalam membuat atau

menulis catatan, siswa membedakan dan mempersatukan ide yang

disajikan dalam teks bacaan, kemudian diterjemahkan dalam

bahasa sendiri. Wiederhold (1997) dalam Martinis menyatakan

bahwa membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan

47

Hera Sri Mudzakir, Strategi Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Untuk Meninhgkatkan Kemampuan Representasi Matematika Beragam Siswa Sekolah Menengah Pertama, (Bandung: Tesis, 2005), h. 55.


(41)

memerikasa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu, belajar rutin atau

membuat dan menulis catatan setelah membaca merangsang

aktivitas berpikir sebelum, selama dan setelah membaca. 48 Membuat catatan mempertinggi pengetahuan siswa bahkan

meningkatkan keterampilan berpikir dan menulis. Salah satu

manfaat dari proses ini adalah membuat catatan akan menjadi

bagian yang integral dalam pembelajaran. Kemampuan membaca

secara komprehensif secara umum dianggap berfikir, meliputi

membaca baris demi baris atau membaca yang penting saja.

2. Talk (Berbicara atau Berdialog)

Setelah siswa berpikir dan mendokumentasikan hasilnya, aspek berikutnya yang harus dilakukan adalah tahap talk yang diartikan sebagai berbicara atau berdiskusi.

Talk menjadi penting dalam matematika karena: (1) apakah itu tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan merupakan perantara ungkapan matematika sebagai bahasa manusia. matematika adalah bahasa yang spesial dibentuk untuk mengkomunikasikan bahasa sehari-hari; (2) pemahaman matematika dibangun melalui interaksi dan percakapan antara sesama individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna; (3) cara utama partisipasi komunikasi dalam matematika adalah melalui talk. Siswa menggunakan bahasa untuk menyajikan ide kepada temannya, membangun teori bersama,

sharing strategi solusi, dan membuat definisi; (4) pembentukan ide

melalui proses talking. Dalam proses ini, pikiran seringkali

dirumuskan, diklatrifikasi atau direvisi; (5) internalisasi ide.

48


(42)

Dalam proseds konversi matematika internalisasi dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah; (6) meningkatkan dan menilai

kualitas berpikir. Talking membantu guru mengetahui tingkat

pemahaman siswa dalam belajar matematika, sehingga dapat mempersipkan perlengkapan pembelajaran yang dibutuhkan. 49

Berdasarkan uraian di atas fase berkomunikasi (talk) pada strategi ini memungkinkan siswa untuk tampil berbicara. Keterampilan berkomunikasi dapat mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan idenya melalui tulisan. Selanjutnya berkomunikasi atau dialog baik antar siswa maupun dengan guru dapat meningkatkan pemahaman. Hal ini dapat terjadi karena ketika siswa diberi kesempatan untuk berbicara atau berdialog, sekaligus mengkonstruksi berbagai ide untuk dikemukakan melalui dialog.

3. Write (Menulis)

Selanjutnya fase write yaitu menuliskan hasil diskusi atau dialog pada lembar kerja yang disediakan (lembar aktivitas siswa). Aktivitas menulis berarti mengkonstruksikan ide, karena setelah berdiskusi atau berdialog antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam matematika membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang ia pelajari. Paparan di atas sejalan dengan pandangan Shield dan Swinson dalam Martinis yang menyatakan bahwa aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat

perkembangan konsep siswa. Mesingilia dan Winowska

mengemukakan aktivitas menulis siswa bagi guru dapat memantau: (1) kesalahan siswa, miskonsepsi dan konsepsi siswa

49


(43)

terhadap ide yang sama; (2) keterangan yangn nyata dari prestasi siswa.50

Dalam tahap ini aktivitas siswa adalah sebagai berikut::

1. Menulis solusi terhadap masalah atau pernyataan yang

diberikan termasuk perhitungan.

2. Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah,

baik penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, grafik,

ataupun table agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti.

3. mengoreksi semua pekerjaan.

4. meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap,

mudah dibaca dan terjamin keasliannya.

Peranan dan keutamaan think-talk-write serta tugas-tugas yang dilakukan siswa dalam menggunakan strategi ini, secara rasional diharapkan bahwa pembelajaran dengan strategi think-talk-write dapat meningkatkan hasil belajar matematka siswa.

b. Pelaksanaan Strategi Think-Talk-Write (TTW)

Untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang diharapkan dapat menjawab permasalahn pokok dalam penelitian ini, seperti yang telah disebutkan pada latar belakang masalah, dirancang suatu desaign

pembelajaran yang menggunakan strategi think-talk-write dengan

memperhatikan karakteristik seperti yang telah disebutkan di atas. Desaignnya tampak pada gambar 1.

50

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan...., h. 87-88.


(44)

Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW:

1. Guru menjelaskan secara garis besar tentang materi yang akan

dibahas.

2. Guru membagi teks bacaan berupa lembar kerja siswa yang

memuat situasi masalah dan petunjuk serta prosedur pelaksanannya.

3. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think)

4. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk

membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator

lingkungan belajar.

5. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil

kolaborasi (write).

6. Setelah selesai melalui tahap think, talk, dan write, guru

memerintahkan salah satu kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas.


(45)

Siswa

Aktivitas Siswa

Aktivitas Siswa Guru

Menjelaskan secara garis besar materi yang akan dibahas

Belajar bermakna dengan strategi TTW

Dampak

Situasi Masalah melalui pemberian

LKS

THINK

TALK

Membaca teks yang ada di LKS dan membuat catatan secara individual

Interaksi dengan grup untuk membahas situasi

masalah

WRITE

Konstruksi pengetahuan hasil dari Think dan Talk

secara individual

Siswa secara individu

Siswa secara kelompok

Siswa secara individu

Hasil belajar matematika


(46)

Gambar 1: Desain Pembelajaran dengan Strategi TTW

3. Penggunaan Strategi Think-Talk-Write (TTW) Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sangat sulit untuk dipelajari oleh para siswa disekolah-sekolah, apalagi dengan rumus-rumus atau persoalan dalam matematika terlalu banyak dan sukar untuk dipahami. selain itu siswa merasa cepat bosan dengan pembelajaran matematika yang monoton, akibatnya siswa cenderung tidak menyukai matematika.

Agar hal tersebut dapat tidak terus berulang maka para guru

matematika senantiasa selalu mencoba dan terus berusaha mencari metode atau strategi yang tepat yang sesuai dengan materi dalam matematika, sehingga proses belajar mengajar akan lebih efisien, efektif, dan bermakna. Para guru juga selalu berusaha kreatif mencari strategi pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan bervariasi sehingga dapat menumbuhkan minat siswa untuk lebih menyenangi pelajaran matematika dan terus ingin belajar matematika sehingga dapat mencapai keberhasilan yang terus membaik dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Strategi Think-Talk-Write (TTW) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang menyenangkan, rileks, dan menarik dengan lebih mementingkan proses untuk mendapatkan hasil belajar matematika yangt

lebih baik. Strategi Think-Talk-Write (TTW) diyakini dapat

membangkitkan motivasi belajar siswa, dapat membuat siswa lebih aktif, lebih berani dalam mengungkapkan pendapat karena belajar dengan


(47)

kelompok, dan lebih rileks karena adanya doingmath dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran dengan menggunakan strategi Think-Talk-Write

(TTW) ini menggunakan lembar kerja siswa (LKS). Sebelumnya guru menjelaskan secara garis besar tentang materi yang akan dibahas, setelah itu guru memberikan LKS kepada siswa, kemudian siswa secara individu

diperintahkan untuk memasuki tahap Think dengan waktu yang telah

ditentukan, tahap Think ini bertujuan agar siswa memahami soal yang ada di LKS kemudian menulis catatan kecil tentang apa yang diketahui atau apa yang tidak difahami untuk dibawa ke forum diskusi. Setelah selesai guru membagikan kelompok yang telah ditentukan secara heterogen sebanyak 3-5 orang siswa kemudian siswa langsung berdiskusi dengan teman sekelompoknya untuk membahas soal-soal yang ada di LKS yang disertai doingmath dengan waktu yang telah ditentukan. Pada tahap ini guru sebagai mediator lingkungan belajar. Setelah selesai melaui tahap

Talk, guru memerintahkan kepada siswa untuk memasuki tahap Write.

Pada tahap ini siswa secara individu langsung menuliskan hasil diskusi yang telah dilakukan. Setelah selesai melalui tahap Think-Talk-Write guru memerintahkan perwakilan kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa pembelajaran

matematika dengan menggunakan strategi Think-Talk-Write (TTW) akan

dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

4. Strategi Pembelajaran Konvensional

Ruseffendi (1991: 231) memandang bahwa strategi pembelajaran konvensional sama dengan pembelajaran tradisional yaitu proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode ekspositori. Siswa dalam kelas ini dianggap memiliki kemampuan pada syarat minimal,


(48)

minat, kepentingan, kecakapan, dan kecepatan belajar yang diasumsikan relatif sama51

Pembelajaran matematika konvensional ini menurut Silver dan Smith (1996: 20) dalam Hera mengatakan bahwa tugas dan peran guru secara esensial hanya memindahkan atau menyalurkan pengetahuan dan memvalidasi jawaban siswa, sedangkan siswa diharapkan untuk belajar sendiri dalam keadaan kelas yang tenang dan sunyi.

Berdasarkan pengertian di atas, dalam proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional guru menyajikan pengetahuan kepada siswa dalam bentuk yang telah dipersipkan secara rapi, sistematis, dan lengkap. Sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur. Tetapi pada strategi pembelajaran konvensional ini dominasi guru banyak berkurang karena tidak terus menerus bicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Pada pembelajaran dengan strategi konvensional ini siswa belajar lebih aktif seperti siswa mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya atau disuruh membuatnya di papan tulis.

Ciri umum strategi pembelajaran konvensional adalah definisi dan teorema disajikan oleh pengajar, contoh soal diberikan oleh pengajar kemudian latihansoal. Secara garis besar, prosedur pelaksanaannya kurang menekankan aktivitas fisik siswa, yang diutamakan adalah aktivitas mental siswa, sehingga banyak orang beranggapan bahwa strategi pembelajaran konvensional menghasilkan belajar menghafal dan kurang efektif belajar bermakna. Secara umum strategi pembelajaran konvensional sama dengan cara mengajar biasa (tradisional), namun di dalam strategi pembelajaran konvensional dominasi guru berkurang, guru tidak terus berbicara, guru hanya menjelaskan pada bagian-bagian yang diperlukan saja.

51

Hera Sri Mudzakkir, strategi Pembelajaran dengan Pendekatan Think-Talk-Write untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematika Beragam Siswa Sekolah Menengah Pertama, (jurnal Matematika, Vol. 1, 02 desember 2006).


(49)

5. Materi Bangun Datar 1) Segi Empat

Segiempat adalah suatu bidang datar yang dibentuk/dibatasi oleh empat garis lurus sebagai sisinya. Bangun datar segi empat yang akan dibahas meliputi persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium.

Persegi Panjang Pengertian

Persegi panjang adalah segi empat dengan sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang, dan keempat sudutnya siku-siku.

Sifat-sifat persegi panjang

Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. Setiap sudutnya siku-siku.

Mempunyai dua buah diagonal yang sama panjang dan saling berpotongan di titik pusat persegi.

Mempunyai 2 sumbu simetri yaitu sumbu vertikal dan horizontal.

Mempunyai 4 cara dalam menempati bingkainya. Keliling dan luas persegi panjang

a. Keliling

b. Luas

Persegi/Bujur Sangkar Pengertian

Persegi / bujur sangkar adalah segi empat yang keempat sisinya sama panjang.

(

p l

)

K =2 +

l p L= ×


(50)

Sifat – sifat persegi / bujur sangkar

a. Semua sisinya sama panjang dan sisi yang berhadapan sejajar.

b. Setiap sudutnya siku-siku

c. Mempunyai diagonal yang sama panjang, berpotongan di tangah-tengah, dan membentuk sudut siku-siku.

d. Setiap sudutnya dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya.

e. Memiliki 4 sumbu simetri.

f. Memiliki 8 cara dalam menempati bingkainya. Keliling dan luas persegi / bujur sangkar

Keliling persegi / bujur sangkar

Luas persegi / bujur sangkar

Jajargenjang

1. Pengertian

Jajargenjang adalah segiempat dengan kekhususan yaitu sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang.

2. Sifat-sifat jajargenjang

a. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. b. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar.

c. Mempunyai dua buah diagonal yang berpotongan di satu titik dan salai saling membagi dua sama panjang.

d. Mempunyai simetri putar tingkat dua dan tidak memiliki simetri lipat.

3. Keliling dan luas jajargenjang a. Keliling

s

K =4

2 s L=

(

m n

)


(51)

b. Luas

Belah Ketupat

1. Pengertian

Belah ketupat adalah segi empet yang dibentuk dari segitiga sama kaki dan bayangannya, dengan alas sebagai sumbu cermin.

2. Sifat-sifat belah ketupat

a. Semua sisinya sama panjang.

b. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya.

c. Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan saling tegak lurus.

d. Kedua diagonal belah ketupat merupakan sumbu simetrinya. 3. Keliling dan luas belah ketupat

a. Keliling

b. Luas

E. Layang-layang

1. Pengertian

Layang-layang merupakan segiempat yng dibentuk oleh dua segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan berhimpit. 2. Sifat-sifat layang-layang

t a

L= ×

s

K =4

2 1

2 1

d d


(52)

a. Pada layang-layang terdapat dua pasang sisi yang sama panjang.

b. Pada layang-layang terdapat sepasang sudut berhadapan yang sama besar.

c. Pada layang-layang terdapat satu sumbu simetri yang merupakan diagonal terpanjang.

d. Pada layang-layang, salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal dan tegak lurus terhadap diagonal lainnya.

3. Keliling dan luas layang-layang a. Keliling

b. Luas

F. Trapesium

1. Pengertian

Trapesium adalah segi empat yang memiliki sepasang sisi berhadapan sejajar.

2. Sifat-Sifat Trapesium Sifat umum trapesium

a. AB sejajar DC

b. <A + <D = 180° c. <B + <C = 180° Sifat khusus trapesium

a. Terdapat dua pasang sudut berdekatan sama besar. b. Dalam trapesium sama kaki terdapat diagonal-diagonal

yang sama panjang.

(

x y

)

K =2 +

2 1

2 1

d d


(53)

3. Keliling dan luas Trapesium a. Keliling

b. Luas

2) Segitiga Pengertian

Segitiga adalah bidang datar yang dibatasi oleh tiga garis lurus dan membentuk tiga sudut.

Jenis-Jenis Segitiga

Jenis segitiga ditinjau dari panjang sisi-sisinya Segitiga sama kaki

Segitiga sama kaki terbentuk dari dua segitiga siku-siku kongruen yang berimpit pada sisi siku-siku yang sama panjang

Segitiga sama sisi

Segitiga sama sisi adalah segitiga yang ketiga sisinya sama panjang.

Segitiga sebarang

Segitiga sebarang adalah segitiga yang ketiga sisinya tidak sama panjang.

Jenis segitiga ditinjau dari sudut-sudutnya

a. Segitiga yang ketiga sudutnya lancip disebut segitiga

lancip

b. Segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku disebut

segitiga siku-siku

2 1 kaki kaki

atap alas

K = + + +

(

a b

)

t

L= + ×

2 1


(54)

c. Segitiga yang salah satu sudutnya tumpul disebut segitiga tumpul.

Jenis segitiga ditinjau dari panjang sisi-sisi dan besar sudutnya a. Segitiga sama kaki

Segitiga siku-siku Segitiga lancip sama kaki Segitiga tumpul sama kaki sama kaki

b. Segitiga sama sisi

Segitiga sama sisi bila dikaitkan dengan besar sudut-sudutnya adalah besar tiap sudutnya 60°.

c. Segitiga sebarang Sifat-Sifat Segitiga

1. Segitiga siku-siku

Segitiga siku-siku mempunyai dua sisi siku-siku yang mengapit sudut siku-siku dan satu sisi miring (hypotenusa). 2. Segitiga sama kaki

Dua sisi yang sama panjang, sisi tersebut sering disebut kaki segitiga.

Dua sudut yang sama besar yaitu sudut yang berhadapan dengan sisi yang panjangnya sama.

Satu sumbu simetri. 3. Segitiga sama sisi

a. Tiga sisi yang sama panjang b. Tiga sudut yang sama besar c. Tiga sumbu simetri.

Keliling dan Luas Segitiga Keliling dan luas Segitiga a. Keliling


(1)

Lampiran 20

KUNCI JAWABAN

TES HASIL BEELAJAR MATEMATIKA

No Jawaban No Jawaban

1 D 13 A 2 B 14 A 3 A 15 D 4 B 16 B 5 B 17 C 6 A 18 B 7 D 19 D 8 A 20 D 9 B 21 C 10 C 22 A 11 B 23 B 12 B 24 B


(2)

Uji Normalitas Kelompok Eksperimen Contoh perhitungan baris pertama: Z = S X -Xi = 31 , 11 96 , 59 38−

= -1,94

F(Z) = Jika nilai Z < 0, maka: 0,5 – Z tabel Jika nilai Z > 0, maka: 0,5 + Z tabel

S(Z) = n fk = 48 2

= 0,04

Untuk baris seterusnya perhitungannya sama. Sehingga diperoleh:

Ltabel = Jika n > 30, maka acuan yang digunakan adalah

n 886 , 0 = 48 886 , 0 = 0,128

Lhitung = Diperoleh dari nilai |F(Z) – S(Z)| yang memiliki nilai terbesar

= 0,109

Kriteria:

Terima H0 jika Lhitung < Ltabel Tolak H0 jika Lhitung > Ltabel

Karena Lhitung < Ltabel (0,109 < 0,128) maka dapat disimpulkan bahwa sampel kelas tersebut berdistribusi normal.


(3)

Uji Normalitas Kelompok Kontrol Contoh perhitungan baris pertama: Z = S X -Xi = 54 , 10 31 , 55 38− =-1,64

F(Z) = Jika nilai Z < 0, maka: 0,5 – Z tabel Jika nilai Z > 0, maka: 0,5 + Z tabel

S(Z) = n fk = 48 3

= 0,06

Untuk baris seterusnya perhitungannya sama. Sehingga diperoleh:

Ltabel = Jika n > 30, maka acuan yang digunakan adalah

n 886 , 0 = 48 886 , 0 = 0,128

Lhitung = Diperoleh dari nilai |F(Z) – S(Z)| yang memiliki nilai terbesar

= 0,110

Kriteria:

Terima H0 jika Lhitung < Ltabel Tolak H0 jika Lhitung > Ltabel

Karena Lhitung < Ltabel (0,110 < 0,128) maka dapat disimpulkan bahwa sampel kelas tersebut berdistribusi normal.


(4)

Nama Siswa Kelas VII-2 Berdasarkan kelompok

MTsN 19 Jakarta Tahun pelajaran 2007/2008

Kelompok 1 Kelompok 2

1. Ahmad fauzi

2. Apriliana

3. Jaka

4. Rivaldi Rizki Pratama

1. Adi Sulaksono

2. Feri Hidayat

3. Sarah Sita Qomariah

4. Zaenal Arifin

Kelompok 3 Kelompok 4

1. Anisa Rahmayani

2. Nurhasanah

3. Serranisa Yelsi 4. Syarifudin

1. Fauziah Aulia

2. Ibrahim yusro

3. Nurrina Setia Ayuningtyas

4. Siti Humairoh

Kelompok 5 Kelompok 6

1. Aldi Setiawan

2. Evi Lutviani

3. Nurul Islamiyah

4. Sugi Febriatik

1. Annisa Al Husna

2. Citra Melati 3. Eti Susuanti 4. siti Damayanti

Kelompok 7 Kelompok 8

1. Amarsjah Putra Bimara

2. Umi Jamiatul Hasanah

3. Desi Rizki Liani 4. Eka Septiani

1. Winda Rahmawati

2. Abi Fauzan

3. Medika Marsah

4. Alfian Ridzwan

Kelompok 9 Kelompok 10

1. Hoki Purwasih

2. Putri hadi Pratiwi

3. Alvi Salam

4. Fika Muthiarahmah

1. Mita Diofani

2. Utari Wulandari

3. Hamdani


(5)

Kelompok 11 Kelompok 12

1. Sab’atun Widad

2. Rahmawati

3. Handoko Tri Pamungkas

4. Suryadi

1. Karlianingsih Maysa Putri

2. Nur fauziah Oktaviani

3. Luthfiah Yunida


(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS CERPEN

3 21 111

Pengaruh Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia

0 11 158

“Pengaruh Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

0 5 247

Meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif tipe think talk write (ttw) pada siswa kelas IV Mi Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang

0 10 0

Perbedaan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan metode pembelajaran TTW (Think Talk Write) dan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) di SMA Nusa Putra Tangerang

1 6 154

Pengaruh strategi pembelajaran think-talk write (TTW) tehadap hasil belajar fisika siswa : kuasi eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung

2 16 103

Pengaruh Strategi Think Talk Write terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Pernapasan pada Manusia

0 15 243

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) PADA Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Pada Siswa Kelas V MI Muhammadiyah Ngasem Kecamata Colomadu Tah

0 2 16

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-TALK- WRITE (TTW) PADA Peningkatan Hasil Belajar Melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) Pada Siswa Kelas IV Mata Pelajaran Matematika d

0 0 18

PENGARUH STRATEGI THINK TALK WRITE TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS IV SEKOLAH DASAR

0 0 10