Meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif tipe think talk write (ttw) pada siswa kelas IV Mi Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

YULI KUSMIATI (1811018300050)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

IV MI AL ISHLAHAT JATIUWUNG KOTA TANGERANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Yuli Kusmiati

NIM: 1811018300050

Pembimbing

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(4)

i

Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) pada Siswa Kelas IV MI Al

Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang disusun oleh Yuli Kusmiati, NIM 1811018300050, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 25 Februari 2015

Yang mengesahkan,


(5)

ii

N a m a : Yuli Kusmiati

Tempat/Tgl. Lahir : Grobogan, 28 Juli 1984

NIM : 1811018300050

Jurusan/Prodi : PGMI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Alamat : Jl. Nakula No. 25 Kavling Agraria RT 001/008 Nusa Jaya Karawaci Kota Tangerang

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) pada Siswa Kelas IV

MI Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Meiry Fadilah Noor, M.Si

NIP : 19800516 200710 2 001

Jurusan/Prodi : Pendidikan IPA/Pendidikan Biologi

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 25 Februari 2015

Yuli Kusmiati


(6)

iii

Kelas IV MI Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) pada Siswa Kelas IV MI Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write

yang dilakukan dua siklus. Setiap siklus terdiri empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV dengan jumlah 16 yang terdiri dari 13 siswa laki-laki, 3 siswa perempuan MI Al Ishlahat Kota Tangerang. Hasil penelitian yang diperoleh adalah hasil belajar siswa dengan rata-rata nilai posttest pada siklus I sebesar 64,06 sedangkan rata-rata nilai posttest pada siklus II meningkat menjadi 79,7. Persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan hasil belajar pada siklus I 56,25%, pada siklus II sebesar 81,25%. Selain hasil belajar siswa, nilai LKS, latihan soal, dan aktivitas siswa pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan pada siklus I. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pembelajaran IPA melalui pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(7)

iv

Class MI Al Ishlahat Jatiuwung Tangerang

This research aims to improve science learning outcomes of students through cooperative learning model Think Talk Write (TTW) at IV Class MI Al Ishlahat Jatiuwung Tangerang. This type of research is a classroom action research (PTK) by using cooperative learning Think Talk Write performed two cycles. Each cycle consists of four stages: planning, action, observation and reflection. The subjects of this study were students of class IV the number 16, which consists of 13 boys, 3 girls MI Al Ishlahat Tangerang. The results obtained are the learning outcomes of students with an average value of the posttest on the first cycle of 64.06 while the average value of the posttest on the second cycle increased to 79.7. The percentage of students who achieve mastery learning outcomes 56.25% in the first cycle, the second cycle of 81.25%. In addition to student learning outcomes, the value of worksheets, exercises, and student activities in the second cycle increased compared to the cycle I. Based on the results of the study concluded that learning science through Cooperative Learning Type Think Talk Write (TTW) can improve student learning outcomes.


(8)

v

memcurahkan kepada hamba-Nya. Penulis senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga. Dengan nikmat iman dan islam, sehat wal’afiat, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) pada Siswa Kelas IV MI Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang”.

Salawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengarahkan umatnya kepada jalan kebenaran dan untuk menuju cahaya kemuliaan. Semoga Allah mencurahkan salawat dan salam kepada beliau, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga di hari kemudian.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada orang-orang yang telah mendukung dan membantu atas terselesainya skripsi ini, diantaranya yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Fauzan, MA selaku Kepala Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Asep Ediana Latif, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Meiry Fadilah Noor, M.Si selaku pembimbing yang telah menyempatkan waktu memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.


(9)

vi

Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ibu Fajriyanti, S.Pd.I selaku Kepala Madrasah Ibtidaiyah Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.

8. Seluruh guru dan Staf Yayasan Nurul Kuncung Keroncong Kota Tangerang yang telah memberikan motivasi serta saran yang membangun kepada penulis selama terlaksananya penelitian.

9. Teristimewa orang tuaku Pak Muh Yasir (alm), Bu Sumijah, Abah Rahana (alm), Mak Ayanah dan Suamiku Dede Putra, yang senantiasa telah memberikan nasihat, doa, serta motivasi pada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Kakak-kakak, Keponakan Ayu, Agus, Puput, Lili, Imam, Mus, Aras, Syafir, Fatimah, Erul, Epul, Desi, Zahra, Pian, Putri serta keluarga tercinta yang selalu memberikan support serta doa pada penulis.

11.Teman-teman DMS Kelas A.3.2 dan seluruh keluarga besar DMS terimakasih atas bantuan, kerjasama dan pengalamannya.

12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis tulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat kebaikan dan bantuannya.

Akhir kata teriring doa semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan orang-orang yang penulis sebutkan di atas mendapat ganjaran yang sesuai oleh Allah Subhanaallahu Wata’ala.

Amin……

Jakarta, 25 Februari 2015


(10)

vii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ii

ABTRAK iii

ABSTRACT iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian 5

C. Pembatasan Fokus Penelitian 5

D. Perumusan Masalah Penelitian 6

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian 6

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN

KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 7

1. Pembelajaran Kooperatif 7

a. Pengertian Kooperatif 7

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif 9

c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif 11


(11)

viii

a. Pengertian Belajar 21

b. Pengertian Hasil Belajar 23

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar 28

d. Pengukuran Hasil Pelajar 30

B. Hasil Penelitian yang Relevan 31

C. Kerangka Berfikir 34

D. Hipotesis Penelitian 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 38

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian 38

1. Metode Penelitian 38

2. Rancangan Penelitian 38

C. Subyek Penelitian 40

D. Peran dan Posisi peneliti dalam Penelitian 40

E. Tahapan Intervensi Tindakan 40

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan 43

G. Data dan Sumber Data 43

H. Instrumen Pengumpulan Data 43

I. Teknik Pengumpulan Data 47

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan 48

1. Uji Validitas 48

2. Uji Reliabilitas 49

3. Tingkat Kesukaran 50

4. Daya Pembeda 51

K. Analisis Data dan Intervensi Data 53

1. Analisis Statistik Deskriptif 53


(12)

ix

A. Hasil Penelitian 56

1. Siklus I 56

a. Perencanaan 56

b. Pelaksanaan 56

c. Hasil Pengamatan 58

d. Refleksi 64

e. Keputusan 65

2. Siklus II 66

a. Perencanaan 66

b. Pelaksanaan 66

c. Hasil Pengamatan 68

d. Refleksi 73

e. Keputusan 74

B. Pembahasan 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 80

B. Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 81

LAMPIRAN 85


(13)

x

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siklus I 45

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siklus II 46

Tabel 3.4 Teknik Pengumpulan Data 47

Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas 50

Tabel 3.6 Kriteria Tingkat Kesukaran 51

Tabel 3.7 Hasil Uji Tingkat Kesukaran 51

Table 3.8 Kriteria Daya Pembeda 52

Tabel 3.9 Hasil Uji Daya Pembeda 53

Table 3.10 Interpretasi Kriteria Tingkat Gain 54

Tabel 4.1 Data statistik Pretest dan Posttest Siklus I 59 Tabel 4.2 Persentase Peningkatan Hasil Belajar (N-Gain) Siklus I 59

Tabel 4.3 Hasil Penilaian LKS pada Siklus I 60

Tabel 4.4 Hasil Evaluasi Latihan Soal Siklus I 61

Tabel 4.5 Data Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I 62

Table 4.6 Data Rekapitulasi Hasil Penelitian Siklus I 65

Tabel 4.7 Data statistik Pretest dan Posttest Siklus II 68 Tabel 4.8 Persentase Peningkatan Hasil Belajar (N-Gain) Siklus II 69

Tabel 4.9 Hasil Penilaian LKS Siklus II 70

Tabel 4.10 Hasil Evaluasi Latihan Soal Siklus II 71

Tabel 4.11 Data Observasi Aktivitas Siswa paada Siklus II 72


(14)

xi

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir Penelitian 36

Gambar 3.1 Bagan Siklus dalam Penelitian Tindakan Kelas 39

Gambar 4.1 Data Rata-rata Pretest dan Posttest 74

Gambar 4.2 Peningkatan N-Gain 75


(15)

xii

Lampiran 2. Lembar Kerja Siswa 1 124

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa 2 134

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa 3 140

Lampiran 5. Lembar Kerja Siswa 4 145

Lampiran 6. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi (Studi Pendahuluan) 151

Lampiran 7. Lembar Observasi (Studi Pendahuluan) 152

Lampiran 8. Kesimpulan Hasil Observasi 156

Lampiran 9. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Wawancara Guru 158

Lampiran 10. Lembar Wawancara Guru 160

Lampiran 11. Kesimpulan Hasil Wawancara Guru 168

Lampiran 12. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Wawancara Siswa 170

Lampiran 13. Lembar Wawancara Siswa 172

Lampiran 14. Kesimpulan Hasil Wawancara Siswa 179

Lampiran 15. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Sebelum Validasi 181

Lampiran 16. Hasil Uji Validas dan Reliabilitas Instrumen 203

Lampiran 17. Instrumen Penelitian Setelah Validasi 233

Lampiran 18. Penetapan KKM 237

Lampiran 19. Daftar Nilai Ulangan Semerter Genap 239

Lampiran 20. Hasil Belajar Siklus I 240

Lampiran 21. Hasil Belajar Siklus II 239

Lampiran 22. Tabel Pengukuran N-Gain Siklus I 242

Lampiran 23. Tabel Pengukuran N-Gain Siklus II 243

Lampiran 24. Tingkat Ketuntasan Belajar 244


(16)

xiii

Lampiran 29. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Ke-2 (Siklus I) 251 Lampiran 30. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Ke-3 (Siklus II) 253 Lampiran 31. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Ke-4 (Siklus II) 255

Lampiran 32. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa 257


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan global saat ini menuntut dunia pendidikan untuk selalu mengembangkan konsep berfikirnya. Seluruh bangsa melakukan perubahan untuk menata sistem pendidikan dalam menghadapi perkembangan pengetahuan dan teknologi. Dalam The Word Summit for Children, yang diselenggarakan PBB pada akhir September 1990 yang dihadiri sekitar 70 kepala negara di dunia, didemonstrasikan kepedulian pemerintah dunia untuk memperbaiki nasib siswa.1 Demikian juga Indonesia sedang mewujudkan pendidikan yang berkualitas, seperti dalam Undang-Undang R.I Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003. Pendidikan adalah usaha sadar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia menjadi salah satu motivasi bagi seluruh komponen pendidikan untuk berusaha meningkatkan mutu pendidikan. Tidak sedikit lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang tidak siap menghadapi dunia kerja karena kurangnya keahlian yang dimiliki. Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku yang diinginkan terjadi setelah siswa belajar. Tujuan pendidikan dijelaskan mulai dari tujuan nasional, institusional, kurikuler sampai instruksional.3

IPA adalah salah satu mata pelajaran yang penting, karena dapat memberikan pengalaman pembelajaran secara alamiah serta mengembangkan cara berpikir saintifik (ilmiah). IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan

1

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran teori dan konsep Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 5.

2

Depdiknas, Undang-Undang R.I Nomor : 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003, h. 5.

3

Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001), Cet ke III. h. 2.


(18)

gejala alam dan kebendaan yang sistematik, tersusun secara teratur, berlaku secara umum, berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen.4 Karenanya IPA bukan sekedar tentang benda atau makhluk hidup, melainkan cara kerja, berfikir, dan memecahkan masalah.

Pembelajaran IPA menuntut siswa untuk memiliki sikap, keterampilan dan nilai-nilai ilmiah. Hakikat IPA meliputi empat unsur utama, yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Sikap ilmiah muncul setelah mempelajari IPA adalah sikap rasa ingin tahu siswa terhadap alam dan segala isi yang ada didalamnya. Rasa ingin tahu yang dimiliki siswa akan menimbulkan suatu masalah yang dapat dipecahkan dengan menggunakan metode ilmiah. Hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan siswa dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.5 Pembelajaran IPA di sekolah tidak hanya menekankan pada pembelajaran dalam kelas saja melainkan juga sejauh mana pengetahuan siswa tentang alam ini.

Pengetahuan dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pengetahuan yang didapat seseorang tidak akan ada tanpa melalui proses pembelajaran. Sedangkan hakikat pembelajaran itu adalah untuk memperoleh pengetahuan, baik pembelajaran itu disadari atau tidak. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan.6 Pembelajaran merupakan suatu usaha untuk membuat siswa belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Pembelajaran IPA di MI hendaknya ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan siswa terhadap dunia keseharian mereka di mana mereka tinggal dan hidup. Nilai-nilai agama diharapkan juga mewarnai setiap pemahaman

4

Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ,(Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI,2009), h. 2.

5

Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta:Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet I h. 47.

6

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 17.


(19)

terhadap berbagai macam kejadian alam yang dapat diamati secara ilmiah sesuai dengan tingkat perkembangan pengetahuan yang dimilikinya. Pembelajaran IPA yang menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung belum sepenuhnya dilaksanakan guru di sekolah, khususnya SD/MI. Hal ini terjadi karena masih adanya pemikiran guru yang menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pengajar (guru) kepada siswa. Ini merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu permasalahan dalam pendidikan harus diperbaiki. Begitu pula permasalahan proses pembelajaran yang terjadi di MI Al Ishlahat Jatiuwung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru MI Al Ishlahat teridentifikasi masalah-masalah dalam kegiatan belajar mengajar. Seperti penunjang proses belajar yaitu, luas ruang dan jumlah buku di perpustakaan masih terbatas, dan tidak dimanfaatkannya media pembelajaran pendukung seperti alat peraga (KIT) dan LCD yang jumlahnya terbatas. Guru dalam menyampaikan materi ajar lebih banyak menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Guru tidak pernah memberikan metode pembelajaran dengan percobaan dan presentasi. Media yang dipakai guru hanya sebatas papan tulis. Aktivitas siswa pada saat pembelajaran kurang perhatian khususnya saat penjelasan materi, dimana siswa lebih banyak melakukan aktifitas lain seperti berbicara, bercanda dan bercerita.7

Permasalahan lain yang terlihat adalah rata-rata hasil belajar IPA lebih rendah daripada mata pelajaran lain. Berdasarkan data nilai semester Genap pada tiga tahun pelajaran berturut-turut yaitu 2011/2012, 2012/2013, 2013/2014 menyatakan nilai IPA siswa kelas IV masih rendah dibandingkan dengan nilai Bahasa Indonesia dan Matematika, yaitu di bawah 50% dari jumlah 18 siswa dengan standar KKM 70.8

Dunia pengajaran dan pembelajaran memiliki peran yang sangat penting terhadap perkembangan pendidikan, terutama bagi siswa, sebab melalui pengajaran dan pembelajaran itulah, proses pendidikan berlangsung. Dengan demikian tidak hanya diperlukan perbaikan kurikulum tetapi juga perubahan

7

Lampiran 10

8


(20)

metode belajar dan pembelajaran. Proses pembelajaran di sekolah sangat membutuhkan strategi penyampaian, dan sistem evaluasi yang tepat. Strategi itu dapat berupa pembelajaran yang mempesona, menyenangkan, menarik, mengasyikan, tidak membosankan, aktif, variatif, kreatif dan inovatif untuk siswa. Dengan kata lain merubah kebiasaan pembelajaran, yaitu dari teacher centered

beralih ke student centered. Oleh karena itu model pembelajaran kooperatif Tipe

Think-Talk-Write (TTW) diduga dapat diterapkan pada proses pembelajaran sebagai solusi terhadap masalah yang telah dikemukakan sebelumnya.

Strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) merupakan pendekatan dari model pembelajaran kooperatif. Secara umum pembelajaran kooperatif TTW dapat ditempuh melalui 3 tahap yaitu: Think (berfikir), Talk (berbicara), dan Write

(menulis). Teknik pembelajaran yang dibangun pada dasarnya melalui kemampuan berfikir, berbicara dan menulis. Siswa memikirkan sendiri untuk menyelesaikan tugas atau masalah dalam LKS, kemudian mengkomunikasikan hasil pemikirannya dalam diskusi yang terdiri atas 3-5 siswa yang beragam tingkat kemampuannya dengan tujuan agar semua siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Serta siswa mampu menuliskan pemikiran serta hasil diskusi.9

Strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) diharapkan siswa dapat menumbuhkembangkan kemampuan untuk menkonstruksi pengetahuan dan pemahaman siswa dan dapat menyampaikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan dalam LKS. Dengan strategi ini dapat meningkatkan keaktifan siswa, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menarik, mengasyikan, tidak membosankan dalam pembelajaran dan penanaman konsep yang mudah dipahami dan ingat dari hasil pemikiran, penyelidikan dan penyimpulan.

Penggunaan model TTW ini siswa dapat lebih mudah

mengkomunikasikan konsep IPA. Pembelajaran dalam bentuk kelompok kecil, dengan bekerja, berdiskusi dan menulis, siswa tidak tertekan melakukan komunikasi ilmiah kepada temannya sendiri tanpa ada rasa takut, malu, maupun

9

Martimis Yamin dan Bonsu I Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), cet. 2, h. 84.


(21)

rendah diri sehingga komunikasi ilmiah siswa terhadap suatu konsep akan meningkat.10 Meningkatkan berkomunikasi akan menghasilkan pembelajaran yang optimal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian tindakan kelas yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar IPA melalui pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) pada siswa kelas IV MI Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang.

B. Identifiasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:

1. Fasilitas terbatas seperti luas ruang dan jumlah buku di perpustakaan dan media pendukung pembelajaran seperti alat peraga (KIT) dan LCD.

2. Metode pembelajaran yang diterapkan guru masih terbatas pada metode ceramah, tanya jawab dan diskusi.

3. Guru yang mengkondisikan sebagai satu-satunya sumber informasi.

4. Kurangnya aktivitas siswa pada proses pembelajaran khususnya pada saat penjelasan materi.

5. Siswa tidak dilatih untuk mengemukakan pendapat mengenai pemahamnnya. 6. Rata-rata hasil belajar IPA lebih rendah daripada mata pelajaran lain yaitu di

bawah 50% dari jumlah 18 siswa dengan standar KKM 70.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran Kooperatif Think Talk Write (TTW) yang diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar IPA yang dicapai siswa.

2. Penelitian ini diterapkan pada materi Sifat-Sifat Bunyi dan Indra Pendengar (Telinga).

3. Hasil belajar yang dicapai siswa ditinjau dari aspek kognitif C1, C2, C3.

10

Widya Nurhayati, Sutji Wardayani, Isa Ansori,Peningkatan Komunikasi Ilmiah Pembelajaran IPA Melalui Model Kooperatif Tipe Think Talk Write,Joyful Learning Journal, 2012, h.15.


(22)

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti sebagai berikut: “Apakah pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV MI Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang?”

E. Tujuan dan Keguanaan Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA dengan menerapkan pembelajaran Kooperatif TTW pada materi Sifat-Sifat Bunyi dan Indra Pendengar (Telinga).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait langsung kepada dunia pendidikan, antara lain sebagai berikut:

1. Bagi guru dan calon guru, pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif dalam menyiapkan berbagai strategi pembelajaran dalam upaya mengarahkan siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

2. Bagi siswa, penerapan model pembelajaran ini diharapkan dappat membantu siswa dalam belajar biologi sehingga siswa dapat memahami dan meningkatkan hasil belajarnya.

3. Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi bekal pengetahuan mengenai pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat menerapkannya dengan baik dalam proses belajar mengajar.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi guru sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.


(23)

7

BAB II

KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Kooperatif

Pembelajaran koopertif mulai dikenalkan oleh Slavin. Dalam Aninditya,

Slavin menjelaskan “in cooperative learning methods, studens work together in

four member tiams to master material initially presented by the teacher”. Dari pendapatnya ini diketahui bahwa dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok dengan empat anggota untuk menyelesaikan tugas guru.1 Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademis, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).2

Pembagian kelompok yang bersifat heterogen ini sangat bermanfaat dalam pembelajaran kooperatif. Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model pembelajaran ini dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan latar belakang yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.3

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) lebih menekankan kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya

1

Aninditya Sri Nugraheni, Penerapan Strategi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pedagogia, 2012), h. 179.

2

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Bandung: Kencana Predana Media Group, 2008), Cet I, h. 194.

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung: Kencana Predana Media Group, 2006), Cet I, h. 245.


(24)

kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut.4 Melalui pembelajaran kooperatif, siswa diberikan kepercayaan secara penuh untuk melakukan kerjasama atau bekerja secara kolaboratif dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas, memecahkan permasalahan ataupun mengerjakan kegiatan ilmiah secara bersama-sama.5

Menurut Nurhayati dalam Rusman, menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Sistem belajar kooperatif yaitu siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Model pembelajaran kooperatif ini membentuk siswa agar bertanggung jawab, karena mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompoknya.6

Menurut Slavin dalam Zulfiani, menyatakan bahwa pembelajaran koopertif dalam merupakan strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling memperbaiki dan memeriksa pendapat teman, saling membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran, dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi.7 Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesamasiswa linnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya biasanya lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat empat hal penting dalam strategi pembelajran kooperatif, yakni: (1) adanya siswa dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam

4

Ibid, h. 244.

5

Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), h. 92.

6

Rusman, Model-Model Pembelajaran mengembangkan profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 203.

7

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,2009), h. 130.


(25)

kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.8 Jadi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi belajar dalam kelompok kecil dengan keahlian berbeda, dan di dalam kelompok kecil tersebut siswa saling belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal dengan meningkatkan pemahaman mereka baik dari pengalaman individu maupun kelompok.9

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif ialah strategi pembelajaran dengan melibatkan kerjasama dalam kelompok-kelompok kecil, partisipasi, dan tanggungjawab antar siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru untuk mencapai keberhasilan dan tujuan yang sama yaitu menyelesaikan permasalahan, sehingga menimbulkan adanya interaksi (diskusi antar anggota kelompok).

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok.10 Berdasarkan proses pembelajarannya, maka pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik sebagai berikut:11

1) Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim/kelompok. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap kelompok harus bersifat heterogen, artinya bahwa dalam suatu kelompok harus terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan

8

Rusman , Op. Cit., h. 204.

9

Zulfiani, dkk , Loc. Cit., h.130.

10

Wina, Op. Cit., h. 244.

11


(26)

pengalaman, sehingga diharapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompoknya.

2) Manajemen Kooperatif

Pada umumnya, manajemen kooperatif mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan kontrol. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang, agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Sedangkan fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.

3) Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya sikap saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu yang kurang pintar.

4) Keterampilan bekerja sama

Kemauan untuk bekerja sama dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok.

Sedangkan menurut Aninditya, model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:12

12


(27)

1) Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif;

2) Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah (heterogen);

3) Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.

c. Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya:13

1) Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambahkan kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menentukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.

2) Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3) Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5) Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

6) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamnnya sendiri, menerima umpan balik.

13


(28)

7) Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemmpuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir.

Menurut Roger dan Johnson yang dikutip oleh Zulfiani, pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan, diantaranya: 14

1) Pembelajaran kooperatif lebih kuat menghasilkan pencapaian tujuan pembelajaran dibanding pola interaksi kompetitif dan individual.

2) Siswa lebih positif tentang sekolah, bidang mata pelajaran dan guru.

3) Siswa lebih efektif antar pribadi, lebih mampu menerima perspektif orang lain dan memiliki keahlian interaksi yang lebih baik

Berdasarkan hasil penelitian Slavin dalam Rusman dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir kritis, pemecahan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.15

Selain memiliki keunggulan, pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan, diantaranya: 16

1) Dalam kelompok dengan keahlian campuran, seringkali siswa yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan mengerjakan sebagian besar tugas kelompok.

2) Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus tugas pada tingkatan yang paling mendasar.

3) Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi.

14

Zulfiani, Op. Cit., h. 136.

15

Rusman , Op. Cit., h. 205

16


(29)

Sedangkan menurut Wina, di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran kooperatif juga memiliki keterbatasan, diantaranya:17

1) Untuk siswa yang memiliki kelebihan, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.

2) Ciri utama SPK adalah siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teahcing yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidk pernah dicapai oleh siswa.

3) Penilaian yang didasarkan kepada hasil kelompok, perlu disadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

4) Keberhasilan SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sesekali penerapan strategi ini.

5) Selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam SPK memang bukan pekerjaan yang mudah.

Saat menggunakan pembelajaran kooperatif mungkin mengalami beberapa masalah. Sebagian dari masalah-masalah ini dan solusi yang dirasakan efektif oleh guru untuk mengatasinya yaitu:18

1) Tidak bisa berteman.

Solusi utama dari masalah ini adalah waktu. Beberapa siswa akan merasa tidak suka pada teman satu tim meraka saat pertama kali ditentukan, tetapi apabila mereka sudah mendapatkan skor tim mereka yang pertama dan menyadari bahwa mereka benar-benar sebuah tim dan perlu bekerja sama untuk bisa berhasil, mereka akan menemukan cara untuk bisa bersahabat. Salah satu cara efektif untuk membuat para siswa bekerja sama dengan lebih baik adalah dengan memberikan penghargaan ekstra kepada tim yang menjadi pemenang.

17

Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 250-251.

18

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 274-278.


(30)

2) Perilaku yang salah.

Salah satu cara untuk mendorong siswa supaya berperilaku sesuai adalah dengan memberikan kepada tiap tim maksimal tiga poin tambahan tiap harinya yang didasarkan pada perilaku tim, kekooperatifannya, dan usahanya. Poin-poin yang dikumpulkan tim dari perilaku itu harus jelas bukan merupakan sebuah kejutan, tetapi harus merefleksikan apa yang telah dikatakan pada periode tersebut.

3) Kebisingan.

Solusi pertama adalah dengan membuat semua kegiatan berhenti, buatlah menjadi benar-benar tenang, lalu bisikan peringatan kepada siswa untuk berbicara pelan-pelan saja. Apabila ini tidak bekerja bisa juga membuat kriteria tingkat kebisingan tertentu untuk mendapatkan ekstra poin tim.

4) Siswa tidak hadir.

Apabila seorang siswa tidak hadir, maka pembagian tim sesuai dengan jumlah siswa yang hadir. Akan tetapi jika dalam kelas memiliki siswa yang sering tidak hadir, maka siswa yang tidak hadir itu harus dibagikan secara merata ke dalam tiap tim sebagai anggota kelima atau keenam, supaya setidaknya ada tiga atau empat siswa yang kemungkinan besar selalu hadir pada tiap tim setiap harinya.

5) Penggunaan waktu latihan tim yang tidak efektif.

Apabila para siswa tiak bisa menggunakan waktu latihan tim mereka secara efektif, maka bisa memasukkan struktur tertentu dalam sesi-sesi latihan tim untuk memastikan bahwa mereka menggunakan waktunya dengan efektif.

6) Tingkat kinerja yang terlalu jauh rentangnya.

Pertama pikirkanlah tentang apa yang akan dilakukan sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif. Apabila biasanya menggunakan pengajaran untuk seluruh kelompok, maka bisa melakukan hal yang sama dengan pembelajaran kooperatif, tetapi perlu meluangkan waktu bekerja bersama siswa dengan kinerja rendah untuk membantu mereka mencapai tingkat seluruh siswa dalam kelas.


(31)

2. Pembelajaran Think Talk Write

a. Pengertian Pembelajaran Think Talk Write

Menurut J.R. David dalam Wina bahwa strategi di dunia pendidikan, dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal. Maka, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tetentu.19

Sedangkan strategi pembelajaran menurut Arthur L. Costa dalam Trianto yaitu suatu pola kegiatan pembelajaran berurutan yang diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai suatu hasil belajar siswa yang diinginkan.20 Hal ini berarti sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sehingga tanpa strategi yang jelas, pembelajaran tidak akan terarah dan tujuan yang telah ditetapkan sulit tercapai.

Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktif Metodik Kurikulum IKIP Surabaya dalam Lince yang dikutip Trianto, bahwa efesiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik.21 Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan strategi dan teknik yang tepat dalam kegiatan pembelajaran sangat perlu karena mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.

Dalam kamus Inggris-Indonesia, Think artinya “1. Pikir…. 2. Kira, pikir

…. 3. Berpikir, …. .”22

Talk artinya “ 1. Percakapan 2. Pembicaraan,

perbincangan ….”23

Menurut Tarigan dalam Hindun, berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi serta menyampaikan pikiran, gagasan dan

19

Wina Sanjaya, Op. Cit. h. 126.

20 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 135.

21

Ibid, h. 20.

22 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 587.


(32)

perasaan.24 Write artinya “1. Menulis …. .”25 Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya, memberi tahu, meyakinkan, menghibur.26 Think Talk Write berarti kegiatan berpikir menggunakan akal untuk mempertimbangkan dan mengambil suatu keputusan, berbicara/berdiskusi melakukan komunikasi secara lisan untuk bertukar pendapat dan menulis hasil diskusi.

Strategi Think Talk Write adalah strategi yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin. Huinker & Laughlin dalam Dwi menyatakan:

“The think talk write strategy presented here allows all students to talk out the ideas behind their thoughts before they write. Talking encourages the exploration of words and the testing of ideas. Talking promotes understanding. When students are given numerous opportunities to talk, the meaning that is constructed finds its way into students writing and the writing further contributes to the construction of meaning.”

Maksud pernyataan tersebut bahwa (strategi think talk write

memungkinkan semua siswa untuk menyampaikan ide dalam pikiran mereka sebelum mereka menulis. Berbicara mendorong eksplorasi kata-kata dan menguji ide-ide. Berbicara mengembangkan pemahaman. Saat siswa banyak diberikan kesempatan untuk berbicara, mereka dapat menemukan cara yang akan ditulis ke dalam tulisannya, dan memberikan lebih lanjut pembangunan makna).27

Think Talk Write dikembangkan dari pendekatan kooperatif sehingga dalam pelaksanannya pembelajaran ini membagi sejumlah siswa ke dalam beberapa kelompok secara heterogen. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pembelajaran Think Talk Write (TTW) termasuk jenis pendekatan yang berpusat pada siswa (student center) karena dalam strategi ini siswa terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan dalam pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitator. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan

24

Hindun, Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2013), h. 193.

25 John M. Echols dan Hassan Shadily, Op. Cit., h. 655. 26

Hindun, Op. Cit., h. 203-294.

27

Dwi Cahya Nirmala, “Pengaruh Penggunaan Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia (di SMP Muhamadiyah 1 Bintaro) ”, Skripsi (Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN, Jakarta, 2013), h. 12.


(33)

kelompok, maka Think Talk Write juga mengacu kepada pembelajaran kooperatif yang dapat mengkontruksi penguasaan konsep.

Pada dasarnya strategi ini dibangun melalui berfikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (shering) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan tiga sampai lima siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.28

b. Tahapan Pembelajaran Think Talk Write

Tahapan strategi Think Talk Write dalam pembelajaran yang dilakukan diantaranya:

1) Think (Berfikir)

Belajar adalah proses berfikir. Belajar dengan berfikir dapat menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu dengan lingkungan. Dalam proses berfikir tidak hanya menekankan kepada konsep pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self-regulated).29

Keterampilan berfikir secara reflektif ini penting untuk melatih siswa menyelesaikan berbagai problema kehidupan. Belajar untuk berfikir merupakan pembelajaran sepanjang hayat, seseorang yang selalu siap belajar untuk berfikir, selama hidupnya tidak akan mengalami kebosanan karena menghadapi keniscayaan rutinitas.30

28

Martimis Yamin dan Bonsu I Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), cet. 2, h. 84.

29

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Sandar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 105

30

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran teori dan konsep Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 30.


(34)

Menurut Muhibbin berfikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah.31 Kegiatan belajar memecahkan masalah merupakan tipe kegitan belajar dalam usaha mengembangkan kemampuan berfikir. Berfikir adalah aktivitas kognitif tingkat tinggi. Berfikir melibatkan asimilasi dan akomodasi berbagai pengetahuan dan struktur kognitif atau skema kognitif yang dimiliki siswa untuk memecahkan persoalan.32

Menurut Wiederhold dalam Martimis Yamin dan Bansu I Ansari, menyatakan membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu, belajar rutin membuat/menulis catatan setelah membaca merangsang aktivitas berfikir sebelum, selama dan setelah membaca. Membuat catatan mempertinggikan pengetahuan siswa, bahkan meningkatkan keterampilan berfikir dan menulis.33

Pada tahap berfikir ini siswa membaca teks yang berupa soal yang berkaitan dengan konsep, atau peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan atau hal-hal yang belum dipahami dengan bahasa sendiri. Aktivitas berpikir (think) terlihat ketika pembelajaran memancing siswa untuk memikirkan suatu permasalahan. Setelah itu siswa memikirkan kemungkinan jawaban dengan mencatat atau mengingat bagaimana/apa yang dipahami atau tidak dipahami.

2) Talk (Berbicara atau Diskusi)

Setelah tahap think selanjutnya adalah tahap talk, yaitu berkomunikasi menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Suryo Subroto dalam Trianto menyatakan, diskusi merupakan percakapan ilmiah oleh beberapa orang dalam satu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau

31

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 118.

32

Agus Suprijono, Cooperative Learning, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012 ) h. 10.

33


(35)

bersama-sama mencari pemecahan masalah untuk mendapatkan jawaban dan kebenaran.34

Tahap berkomunikasi (talk) pada strategi ini memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Dalam Martimis Yamin dan Bansu menurut Huinker & Laughlin, pada umumnya berkomunikasi dapat berlangsung secara alami, tetapi menulis tidak. Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses komunikasi dapat dibangun di kelas dan dapat dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis.35

Berkomunikasi dalam diskusi dapat membantu kolaborasi dan meningkatkan aktivitas belajar di dalam kelas. Selain itu, berkomunikasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan penyelidikannya pada tahap pertama. Siswa berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Siswa melakukan komunikasi dengan teman sekelompok untuk membahas kemungkinan jawaban atau solusi dari permasalahan sehingga diperoleh solusi kelompok.

Pada tahapan ini memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Pada umumnya berkomunikasi dapat berlangsung secara alami. Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Proses komunikasi dapat dibangun dengan mudah di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis ide yang berhubungan dengan permasalahan mereka, sehingga mereka mampu untuk menulis tentang ide tersebut.

3) Write (Menulis)

Selanjutnya tahap Write, yaitu menuliskan hasil diskusi/dialog pada lembar kerja yang disediakan (lembar aktifitas siswa). Aktivitas menulis berarti mengkontruksikan ide, karena setelah berdiskusi atau berdialog antar teman dan

34

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana,2011), cet. 4, h. 122.

35


(36)

kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan konsep siswa. Menurut Masingila dan Wisniowsak dalam Martimis Yamin dan Bansu I. Ansari mengemukakan bahwa aktivitas menulis siswa bermanfaat karena dapat memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama.36

Selama tahap ini, aktivitas yang dilakukan oleh siswa adalah (1) menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan, (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah-demi-langkah agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, (3) mengoreksi semua pekerjaan sehingga tidak ada yang tertinggal, (4) meyakini bahwa pekerjaan yang terbaik, yaitu lengkap, mudah dibaca, dan terjamin keasliannya.37

Karakteristik pembelajaran Think Talk Write yang membedakan dengan strategi pembelajaran yang lain, diantaranya:

a) Melibatkan siswa secara aktif melakukan eksplorasi suatu konsep IPA.

b) Mengkontruksi dengan benar pengetahuan awal siswa baik dari pengalaman maupun informasi yang diterima.

c) Termasuk model pembelajaran kontruktivitisme yang dilakukan secara kooperatif.

d) Think Talk Write dibangun oleh kemampuan berfikir, berbicara, dan menulis siswa yang dikelompokkan secara heterogen kemudian diberikan permasalahan untuk dipikirkan, didiskusikan dalam kelompok yang kemudian dicari solusinya.

e) Karena terdapat langkah diskusi maka guru dengan mudah mengetahui miskonsepsi siswa dan dengan diskusi juga dapat diarahkan untuk merubah konsepnya.

36

Ibid., h. 88.

37


(37)

Langkah-langkah pembelajaran Think Talk Write (TTW):38

1) Guru membagi teks bacaan berupa lembaran aktivitas siswa yang memuat situasi masalah bersifat open-ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya.

2) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think).

3) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar.

4) Siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write).

Think Talk Write memberikan keuntungan kepada guru, diantanya:39

1) Guru dapat mengajukan pertanyaan atau tugas yang mendatangkan keterlibatan dan menantang siswa untuk berfikir.

2) Guru dapat mendengarkan dengan hati-hati ide atau gagasan siswa.

3) Guru dapat menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan maupun tulisan. 4) Guru dapat memutuskan apa yang akan digali dan dibawa siswa dalam

diskusi.

5) Guru dapat memutuskan kapan memberikan informasi, mengklarifikasi persoalan, menggunakan model, membimbing, dan membiarkan siswa berjuang untuk memecahkan soal.

6) Guru dapat memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi, dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.

3. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses hidup yang sadar atau tidak harus dijalani semua manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, pengetahuan,

38

Ibid., h. 90.

39


(38)

keterampilan, dan sikap.40 Belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah suatu aktivitas seseorang untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang tidak dimiliki sebelumnya.

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.41 Dengan demikian belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktifitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Di samping itu belajar juga dapat diartikan sebagai proses perubahan, baik perubahan dalam penguasaan materi ataupun perubahan dalam sikap dan keterampilan yang sebelumnya tidak dimiliki sebagai akibat atau hasil interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Slavin dalam Trianto, menyatakan bahwa proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Jadi belajar adalah proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun diri sendiri. 42 Dengan demikian belajar merupakan perubahan tingkah laku akibat suatu pengalaman yang terjadi, perubahan tersebut terjadi dalam jangka waktu tertentu yang relatif permanen.

Dari beberapa teori tentang belajar tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam belajar terjadi proses perubahan-perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menganalisa, mendengar, meniru dan sebagainya. Belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap, yang dapat diperoleh diantaranya melalui pengalaman.

40

Heri Wahyubi, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik Deskripsi dan Tinjauan Kritis, cet 1, (Bandung: Nusa Media, 2012), h. 1.

41Suyono dan Hariyanto, Op. Cit., h. 9.

42


(39)

Pengalaman dapat berupa interaksi dengan lingkungan dan melibatkan proses yang tidak nampak. Belajar merupakan proses untuk memperoleh interaksi hasil belajar, belajar juga merupakan perilaku aktif dalam menghadapi lingkungan untuk medapatkan pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman.

b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh siswa melalui proses pembelajaran. Hasil belajar adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.43 Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.44

Dalam teori conditioning operant menurut B.F. Skinner, dalam penelitiannya menghasilkan hukum-hukum belajar diantaranya:45

1) Low of operant conditioning, jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2) Law of operant extinction, jika imbulnya perilaku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan akan menghilang.

Berdasrkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ialah bertambahnya kemampuan yang didapat siswa setelah mengikuti pengalaman kegiatan belajar yang dapat diunjukkan dari perubahan perilakunya yang berupa pengetahuan, keterampilan sikap, informasi dan strategi kognitif yang baaru diperoleh siswa setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suasana atau kondisi pembelajaran.

Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita – cita. Masing – masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah

43

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 22.

44 Agus Suprijono, Cooperative Learning, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012 ) h. 5.

45


(40)

ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) keterampilan motoris.46

Tujuan pembelajaran yang populer di Indonesia yaitu yang dilandasi taksonomi pendidikan Bloom. Benyamin Bloom membagi hasil belajar dalam tiga ranah yaitu:

1) Ranah kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Menurut Bloom hasil belajar tipe kognitif diklasifikasikan dalam enam jenjang kemampuan, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating) dan encipta (creating). Hasil belajar tipe kognitif dalam taksonomi Bloom digambarkan sebagai berikut:47

Gambar 2.1 Tipe Kognitif (Taksonomi Bloom)

46

Masnur Muslich, Authentic Assessment:Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), h. 38.

47

David R. Kratwohl, A Revision Of Bloom’s Taxonomy An Overview Theory Into Practice Volume 41 Number 4 (Copyright (c) Collage of Educational The Ohio State University, 2002), h. 215.

Mengingat

Memahami

Menerapkan

Menganalis

Mengevaluasi


(41)

a) Mengingat (remembering)

Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar mengingat bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat. Kata operasional mengetahui yaitu mengutip, menjelaskan, menggambar, menyebutkan, membilang, mengidentifikasi, memasangkan, menandai, menamai.

b) Memahami (understanding).

Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa mereka telah mempunyai pengertian yang memadai untuk mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui. Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali informasi, namun harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang diketahuinya. Kata operasional memahami yaitu menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, membeberkan.

c) Menerapkan (applying).

Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu, mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu menjalankan dan mengimplementasikan. Kata oprasionalnya melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi.


(42)

d) Menganalisis (analyzing).

Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Kata oprasionalnya yaitu menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline,

mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan,

mengintegrasikan.

e) Mengevaluasi (evaluating).

Mengevaluasi membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini adalah memeriksa dan mengkritik. Kata operasionalnya yaitu menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.

f) Mencipta (creating).

Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu membuat, merencanakan, dan memproduksi. Kata oprasionalnya yaitu merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah.

2) Ranah Afektif

Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategori ini dimulai dari tingkat yang sederhana sampai tingkat yang kompleks.48

a) Reciving/attending, yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan ( stimulasi ) dari luar yang datang dari siswa dalam bentuk masalah, situasi, atau gejala.

48


(43)

Yang termasuk dalam tipe ini adalah kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi atas gejala atau rangsangan dari luar.

b) Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Yang termasuk dalam tipe ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

c) Valuing atau penilaian, yaitu nilai dan kepercayaan terhadap stimulasi yang datang kepadanya. Yang term asuk dalam tipe ini adalah kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d) Organization atau organisasi, yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, skala prioritas nilai, dan sebagainya.

e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Yang termasuk dalam tipe ini adalah keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

3) Ranah Psikomotoris

Hasil belajar psikomotoris menampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu:49

a) Gerakan refleks atau keterampilan pada gerakan yang tidak sadar. b) Keterampilan pada gerakan – gerakan dasar.

c) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, dan motoris.

d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

49


(44)

e) Gerakan–gerakan skill mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks,

f) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-dekursif, seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang diketahui, diperoleh atau didapat setelah melalui proses belajar, baik karena ada guru yang mengajar ataupun siswa sendiri yang memanfaatkan lingkungannya untuk belajar. Hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran. Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan siswa memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai adanya tujuan pengajaran yang diharapkan. Hasil belajar sangat erat kaitannya dengan metode yang digunakan pada proses pembelajaran. Semakin tepat pemilihan metode atau strategi pembelajaran, hasil belajar akan semakin baik

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Dalam proses pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, antara lain:

1) Faktor internal siswa

Faktor internal siswa yang dapat mempengaruhi belajar, terdiri atas aspek fisiologis (jasmaniah) dan aspek psikologis (rohaniah). Faktor tersebut berasal dari diri siswa sendiri.

Aspek fisiologis/jasmaniah meliputi kondisi dan kesehatan jasmani siswa. Setiap siswa memiliki kondisi fisik yang berbeda-beda, dalam arti ada yang mampu belajar hingga enam jam ada juga yang hanya tahan hingga dua jam saja.

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa. Faktor-faktor tersebut mencakup


(45)

tingkat kecerdasan/inteligensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat serta motivasi siswa selama kegiatan belajar.50

2) Faktor eksternal siswa

Selain faktor internal, faktor eksternal juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Faktor tersebut meliputi lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.

Lingkungan sosial di sekolah seperti guru, tenaga kependidikan (kepala sekolah beserta wakilnya) dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang selalu memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik, maka hal ini dapat menjadi pemicu bagi siswa agar mau meningkatkan hasil belajarnya. Selain itu, lingkungan sosial siswa dalam kehidupan keluarga dan masyarakat juga ikut berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa.

Faktor lingkungan nonsosial yang juga ikut berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa. Faktar-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan oleh siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.51

3) Faktor pendekatan belajar

Faktor pendekatan belajar (approach to learning), berupa usaha belajar siswa yang mencakup strategi serta metode yang digunakan siswa untuk mempelajari materi-materi pelajaran.52 Disamping faktor-faktor internal dan eksternal, faktor pendekartan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasiakan pendekatan belajar deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface tau reprodektif.53 Hal ini berarti, pemebelajaran memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan diskusi, sangat mungkin

50

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 131.

51

Ibid., h. 135. 52

Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 207.

53


(46)

memiliki peluang untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik, bila dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface, yakni tidak memaksimalkan belajar dan minat belajar hanya datang dari luar, misalnya takut mendapat nilai buruk.

d. Pengukuran Hasil Belajar

Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar. Adatiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar capaian kompetensi tersebut, yakni penilaian terhadap: (1) penguasaan materi akademik (kognitif), (2) hasil belajar yang bersifat proses normative (afektif), dan (3) aplikatif produktif (psikomotor). Ketiga ranah tersebut saling terkait erat dan bahkan tidak boleh diabaikan dalam kegiatan pembelajaran, termasuk juga mengevaluasinya. Oleh karena itu, pada pelaksanaan evaluasi baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan instrument evaluasi dengan teknik tes dan nontes secara seimbang. Muara dari ketiga kompetensi tersebut mengarah kepada kecakapan hidup siswa (life skill).54

1) Pengukuran hasil belajar Kognitif

Ranah kognitif berhubungan dengan hasil belajar intelektual atau penguasaan materi, evaluasi formatif sangat penting dalam proses pembelajaran, pelaksanaan evaluasi yang teratur akan mengarahkan guru untuk merumuskan secara jelas tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Penilaian ini bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan (content objectives) berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Ranah kognitif ini lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk ranah kognitif oleh Bloom dikategorikan lebih rinci secara hirarkis kedalam enam jenjang, yakni: ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), penilaian (C5) dan mencipta

54

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 13.


(47)

(C6).55 Dalam prakteknya pengukuran keberhasilan siswa pada ranah ini dapat dilakukan dengan berbagai cra, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan.

2) Pengukuran hasil belajar Afektif

Hasil belajar afektif berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan da pemilikan kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pda peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru, dan sebagainya. Untuk menilai hasil belajar ini dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi yang bersifat nontes, misalnya kuesioner dan observasi. 3) Pengukuran hasil belajar Psikomotor

Hasil belajar pada ranah ini merupakan hasil belajar yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemmpuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Untuk menilai hasil belajar ini dapat digunakan instrumen tes kinerja atau nontes dengan pedoman observasi. Penilaian hasil belajar siswa pada domain psikomotor dititik beratkan pada keterampilan motorik. Ranah psikomotor ini dirinci oleh Trowbridge et.al menjadi empat kategori yaitu: bergerak (moving), memanipulasi (manipulating), berkomunikasi (communicating), dan menciptakan (creating).56

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Model pembelajaran Think Talk Write merupakan salah satu model pembelajaran yang didasarkan pada pandangan kontruktivisme, beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan model pembelajaran Think Talk Write terhadap hasil belajar siswa.

Widya Nurhayati, Sutji Wardhayani, dan Isa Ansori berdasarkan penelitiannya yang bertujuan meningkatkan komunikasi ilmiah siswa melalui model pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk write siswa kelas IV SDN Bulu Lor Semarang, menyimpulkan: 1) pada siklus I rata-rata perolehan skor

55

David R. Kratwohl, A Revision Of Bloom’s Taxonomy An Overview Theory Into Practice Volume 41 Number 4 (Copyright Collage of Educational The Ohio State University, 2002), h. 215.

56


(48)

kemampuan guru adalah 3,16 dengan kategori baik, pada siklus II rata-rata perolehan skor kemampuan guru meningkat menjadi 3,8 dengan kategori sangat baik, 2) aktifitas siswa pada siklus I diperoleh total skor 2,54 dengan kategori baik, dan pada siklus II perolehan skor meningkat menjadi 3,3 dengan kategori sangat baik, 3) pada siklus I ketuntasan hasil belajar klasika mencapai 72,7% (24 dari 33 siswa yang tuntas mencapai KKM > 63) dengan rerata kelas adalah 3,3 dan pada siklus II ketuntasan hasilbelajr klasikal meningkat menjadi 87, 9% (29 dari 33) dengan rerata kelas adalah 81,4. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pembelajaran IPA melalui model kooperatif tipe Think-Talk-Write dapat meningkatkan, kemampuan guru aktivitas komunikasi siswa dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Bulu Lor Semarang.57

Imama Wahidah dan Ipung Yuwono berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa diperoleh peningkatan hasil tes siswa yang ketuntasan klasikalnya lebih dari 80% dan skor aktivitas guru dan aktivitas siswa yang termasuk lebih dari kategori “baik” dengan menerapkan pembelajaran strategi

Think Talk Write yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMP Brawijaya Smart School (BBS) pada pokok bahasan humpunan subbab Diagram Venn dan pemecahan masalah dengan konsep himpunan. Dari rekapitulasi data skor aktifitas guru dan aktivitas siswa, dapat dilihat bahwa aktivitas guru dan siswa pun mengalami peningkatan. Dengan peningkatan aktivitas guru dari siklus I ke siklus II sebanyak 6,35 dan peningkatan aktivitas siswa sebanyak 4,6. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata aktivitas guru termasuk dalam kategori sangat baik, sedangkan rata-rata aktivitas siswa dalam kategori sangat baik.58

Putu Susma Indrayani, Ni Wayan Arini, Ni Wayan Rati melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) berbasis kearifan lokal Tri Kaya Parisudha dan siswa yang mengikuti model

57 Widya Nurhayati, Sutji Wardayani, Isa Ansori,Peningkatan Komunikasi Ilmiah Pembelajaran IPA Melalui Model Kooperatif Tipe Think Talk Write, Joyful Learning Journal, 2012, h.12.

58 Imama Wahidah dan Ipung Yuwono, Penerapan Strategi Think Talk Write (TTW) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SMP Brawijaya Smart Scool, Skripsi, (Universitas Negeri Malang), 2013.


(49)

pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Sukasada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) berbasis kearifan lokal Tri Kaya Parisudha dan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD pada semester ganjil tahun 2013/3014 di Gugus III Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Hal ini ditunjukkan oleh thitung sebesar 16,06 > ttabel sebesar 2,201. Skor rata-rata yang diperoleh antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) berbasis kearifan lokal Tri Kaya Parisudha yaitu 18 yang berada pada kategori tinggi dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu 13,68 yang berada pada kategori sedang. Hal itu berarti model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) berbasis kearifan lokal Tri Kaya Parisudha menunjukkan hasil belajar yang lebih baik daripada model konvensional.59

Nova Maulidah, Lailatul Musyarofah, dan Hilyatul Aulia dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menggambarkan keefektifan strategi Think Talk Write (TTW) terhadap pengajaran menulis dalam menyusun karangan deskriptif pada siswa kelas dua Sekolah Menengah Pertama. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari pengamatan dan penggambaran kondisi kelas yang terjadi secara alami. Data diperoleh menggunakan teknik lembar pengamatan aktivitas siswa dan keterlaksanaan RPP, lembar respon siswa dan karangan deskriptif siswa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa strategi TTW efektif untuk digunakan sebagai strategi alternatif dalam pengajaran menulis.60

59

Putu Susma Indrayani, Ni Wayan Arini, Ni Wayan Rati, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperati Tipe TTW Berbasis Kearifan Lokal Tri Kaya Parisudha Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD, Jurnal Mimbar Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol:2 No: 1, Tahun 2014).

60

Nova Maulidah, Lailatul Musyarofah, Hilyatul Aulia, Think Talk Write (TTW) Strategy for Tearhing Descriptive Writing, Jurnal Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Sidoarjo, Vol. 1, No. 1, April 2013, h. 48.


(50)

Maesaroh dalam penelitiannya yang berjudul: “Pengaruh Strategi

Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.” Dengan hasil analisisnya mengatakan bahwa berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji-U pada taraf signifikasi 95% ( 0,005), didapatkan Uhitung lebih besar Utabel yaitu 16,5 > 7, sehingga hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternative (Ha) ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) terhadap hasil belajar fisika siswa, sedangkan hasil perhitungan instrumen non tes yang menggunakan analisis deskriptif diperoleh hasil observasi aktifitas siswa pada aspek TTW mencapai rata-rata 46,67% yang termasuk dalam kategori sedang.61

Dwi Cahya Nirmala dalam penelitiannya yang berjudul: “Pengaruh Penggunaan Strategi Pembelajaran Think Talk Write Terhadap penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia.” Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa (1) strategi pembelajaran Think Talk Write dapat meningkatkan penguasaan konsep sistem pencernaan manusia pada siswa SMP dengan signifikan. Hal ini dapat dilihat dari pengujian hipotesis yang menunjukkan bahwa thitung diperoleh 3,97 dangan ttabel sebesar 1,99. Berdasarkan hal tersebut diperoleh bahwa thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan strategi think talk write terhadap penguasaan konsep system pencernaan manusia. (2) Respon siswa terhadap strategi pembelajaran think talk write adalah baik yang ditunjukkan dengan perolehan 73,88% siswa yang menyatakan menyukai strategi pembelajaran think talk write. Meskipun demikian, masih ada 26,12% siswa menyatakan tidak menyukai strategi pembelajaran ini yang disebabkan mengalami kesulitan melakukan tiap tahapnya. 62

61Maesaroh, “Pengaruh Strategi Pembelajaran Think –

Talk-Write Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa (Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung)”, Skripsi (Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN, Jakarta, 2010), tidak dipublikasikan.

62

Dwi Cahya Nirmala, “Pengaruh Penggunaan Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia (di SMP Muhamadiyah 1 Bintaro) ”, Skripsi (Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN, Jakarta, 2012), tidak dipublikasikan.


(51)

C. Kerangka Berfikir

Pembelajaran yang biasa digunakan (konvensional) bisa diindikasikan sebagai salah satu faktor yang dapat menghambat proses pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkan. Sehingga hasil belajar IPA siswa masih rendah. Pemberian materi sering kali menggunakan metode ceramah, misalkan guru menerangkan materi yang diajarkan, kemudian siswa diharapkan mampu nenerangkan kembali untuk mengerjakan latihan atau soal yang diberikan oleh guru.

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa MI kelas IV harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Rendahnya hasil belajar siswa ini mengharuskan proses belajar yang diberikan kepada siswa dengan tidak hanya mendidik siswa dari segi kognitif saja, tetapi juga harus memperhatikan kondisi siswa yang lainnya, seperti tingkat kenyamanan siswa dalam memperoleh nateri. Jika guru menyampaikan materi hanya satu arah saja, maka dapat menyebabkan siswa kurang tertarik pada materi yang disampaikan.

Oleh sebab itu, strategi pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan agar siswa dapat saling membantu sehingga dapat memahami kebutuhannya adalah strategi Think Talk Write (TTW). TTW merupakan gebrakan baru dalam strategi pembelajran yang diharapkan memiliki pengaruh yang baik terhadap hasil belajar IPA siswa yang dikembangkan dari model kooperatif, sehingga dalam pelaksanaannya strategi ini membagi sejumlah siswa ke dalam beberapa kelompok-kelompok kecil (terdiri dari 4-6 siswa) secara heterogen untuk saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama.

Tahapan pembelajran ini yaitu: think (berpikir), guru atau siswa membaca berbagai wacana dari materi Bunyi dan Indra Pendengar (Telinga), atau dari peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu siswa mulai memikirkan kemungkinan jawaban atau solusi dari permasalahan dengan cara mencatat atau mengingat bagaimana/apa yang dipahami atau tidak dipahami. Talk (berbicara), siswa melakukan komunikasi dengan rekan sekelompok dalam diskusi kelompok yang membahas kemungkinan jawaan atau solusi dari permasalahan sehingga diperoleh solusi kelompok. Write (menulis), siswa menuliskan hasil diskusi itu


(52)

dalam catatan (lembar kerja siswa/LKS) baik berupa definisi istilah maupun kejadian-kejadian yang terkait dengan bunyi dan alat pendengaran (telinga). Dengan memilih strategi yang tepat, diharapkan pemahaman konsep dan hasil belajar siswa dapat meningkat.

Dari pernyataan di atas, maka dapat diduga pembelajaran dengan strategi

Think-Talk-Write dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kerangka pikir penelitian tersebut dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir di bawah ini:

Gambar 2.2 Bagan kerangka pikir penelitian

Hasil belajar IPA yang masih rendah

Materi/konsep yang dipelajari

Penyampaian materi/konsep Strategi TTW

(Think-Talk-Write)

Tes hasil belajar kognitif (C1, C2, C3, C4)

Peningkatan hasil belajar IPA


(53)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritis dan hasil penelitian yang relevan, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa pada materi Sumber-Sumber Bunyi dan Indra Pendengar (Telinga)”.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1984 dari seorang ibu yang bernama Sumijah, dan seorang ayah (almarhum) bernama Muh Yasir. Anak bungsu dari lima bersaudara. Tinggal di Jl. Nakula No. 25 Kavling Agraria 001/008, Nusa Jaya Karawaci Kota Tangerang. Menikah tanggal 23 Agustus 2012 dengan Dede Putra.

Menikmati masa pendidikan Sekolah Dasar di SDN Kronggen IV lulus tahun 1997. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Brati lulus tahun 2000. Selanjutnya masuk SMK Negeri 1 Purwodadi lulus tahun 2003. Pada tahun 2004 menyelesaikan PGTK di ISI Darul Qalam Tangerang. Tahun 2015 menyelesaikan Program S1 PGMI DMS di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pernah menjadi tenaga tata usaha (TU) tahun 2008-2012 di SMK YAPINKTEK Jatiuwung Tangerang. Tahun 2004-sekarang menjadi tenaga pengajar (Guru Kelas) di Madrasah Ibtidaiyah Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS CERPEN

3 21 111

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pendekatan pembelajaran kooperatif model think, pair and share siswa kelas IV MI Jam’iyatul Muta’allimin Teluknaga- Tangerang

1 8 113

“Pengaruh Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

0 5 247

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Perbedaan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan metode pembelajaran TTW (Think Talk Write) dan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) di SMA Nusa Putra Tangerang

1 6 154

Pengaruh strategi pembelajaran think-talk write (TTW) tehadap hasil belajar fisika siswa : kuasi eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung

2 16 103

Pengaruh Strategi Think Talk Write terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Pernapasan pada Manusia

0 15 243

Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa : studi ekperimen di MTsN 19 Pondok Labu Jakarta Selatan

0 5 225

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) PADA SISWA KELAS IV B Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar IPA Melalui Strategi Think Talk Write (TTW) Pada Siswa Kelas IV B MI Negeri Andong Tahun Pelajaran 2011/

0 0 16

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-TALK- WRITE (TTW) PADA Peningkatan Hasil Belajar Melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) Pada Siswa Kelas IV Mata Pelajaran Matematika d

0 0 18