Pengaruh Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia

(1)

PENCERNAAN MANUSIA

(Kuasi Eksperimen di SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dwi Cahya Nirmala

NIM 108016100073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

i

Think-Talk-Write Terhadap Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia (Kuasi Eksperimen di SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro). Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan IPA, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran Think-Talk-Write terhadap penguasaan konsep sistem pencernaan manusia. Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan desain penelitian two group pretest-posttest. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 35 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan strategi Think-Talk-Write dan 36 siswa untuk kelas kontrol dengan pengajaran konvensional dan penggunaan LKS. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes penguasaan konsep yang berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data kedua kelompok menggunakan uji-t, diperoleh thitung diperoleh 3,97 dan ttabel pada taraf

signifikan α = 0,05 sebesar 1,99, maka thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan strategi think-talk-write terhadap penguasaan konsep sistem pencernaan manusia.

Kata Kunci : strategi think-talk-write, penguasaan konsep, penelitian kuasi eksperimen.


(5)

ii

Experiment at SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro). BA Thesis. Biology Education Study Program, Department of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This research is aimed at figuring out the influence of Think-Talk-Write strategy towards mastery of concept of human digestive system. This research was conducted at Al-Azhar 3 Bintaro Junior High School. This research employed

quasi-experimental design with two group pretest-posttest. The data collection used purposive sampling technique. The sample used in this research was 35 students for experimental classroom using Think-Talk-Write strategy and 36 students for control classroom using conventional teaching instruction using student worksheet. The instrument employed in this research was test mastery of concept which was objective test in form of multiplechoice which has been examined for validity and reliability. The data analysis technique of both groups used t-test which was (t-count) 3,97 and t-table in significant area α=0,05 was 1,99, so t-count > t-test. It shows that there was influence the use of Think-Talk-Write strategy toward mastery of concepts of human digestive system.

Key Words: think-talk-write strategy, concept mastery, quasi-experimental research.


(6)

iii

segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada beliau junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan studi S1 program studi biologi fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan, dengan judul “Pengaruh Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia”.

Pada kesempatan kali ini penulian mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalampenelitian ini dan dengan segala penuh keikhlasan telah membantu dalam penyusunan skripsi ini semoga menjadi amal baik dan dibalas Allah SWT dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi dan para staf jurusan pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto M.Pd dan Ibu Eny S. Rosyidatun, S.Si, MA., selaku pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc dan Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, selaku penguji skripsi.


(7)

iv

penelitian ini dan telah memberikan saran-saran, kemudahan, motivasi dan pengarahan kepada penulis selama penelitian skripsi.

8. Kedua Orang Tua tercinta Ayah dan Mamah, Teteh dan Aa tersayang yang telah memberikan semangat, dorongan dan doa yang tak terhingga selama penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat yang tak terlupakan dari tahun ke tahunnya selama perkuliahan yaitu kelas Biologi 8B angkatan 2008 khususnya Lia (Papah), Tifa (Mam), Eva (Upung), Annis (Ateu), Rosana (Mba Ocha) dan Nafisa (Ait) yang selalu berbagi informasi dan memberikan motivasinya.

10. Teman-teman seperjuangan dari Jurusan IPA, baik angkatan 2008 dan kakak-kakak kelas yang telah meluangkan waktu untuk sharing-sharing.

11. Serta semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini baik secara moril maupun material yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Akhir kata penulis hanya bisa memanjatkan do’a kehadirat Illahi Rabbi semoga segala bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini dapat dibalas oleh-Nya sebagai amal kebaikan, Amin.

Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan pada diri penulis sendiri pada khususnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, Maret 2013


(8)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C.Batasan Masalah ... 5

D.Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik ... 7

1. Pembelajaran Kooperatif ... 7

2. Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write ... 11

3. Penguasaan Konsep ... 18

4. Sistem Pencernaan Manusia ... 22

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 25

C. Kerangka Berpikir ... 27

D. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30


(9)

vi

1. Tingkat Kesukaran ... 36

2. Daya Beda ... 37

3. Validitas ... 38

4. Reliabilitas ... 39

G. Teknik Analisis Data ... 40

1. Analisis Data Hasil Tes Penguasaan Konsep ... 40

a. Normal Gain ... 40

b. Uji Normalitas ... 40

c. Uji Homogenitas ... 42

2. Analisis Data Hasil Observasi ... 42

3. Analisis Data Angket ... 43

H. Uji Hipotesis ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

1. Hasil Pretest ... 47

2. Hasil Posttest ... 48

3. Data N-Gain ... 51

4. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 52

a. Uji Normalitas ... 52

b. Uji Homogenitas ... 53

5. Pengujian Hipotesis ... 54

6. Hasil Analisis Data Observasi ... 55

7. Hasil Analisis Data Angket ... 57


(10)

vii

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(11)

viii

Tabel 3.1 Desain Penelitian two group pretest-posttest desaign ... 30

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 34

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi ... 35

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Angket ... 36

Tabel 3.5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ... 37

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 39

Tabel 3.7 Kriteria Hasil Lembar Observasi ... 43

Tabel 3.8 Skor Alternatif Jawaban Angket ... 44

Tabel 4.1 Hasil pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 47

Tabel 4.2 Hasil posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48

Tabel 4.3 Rekapitulasidata Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 49

Tabel 4.4 Penguasaan Konsep Siswa Untuk SetiapSubkonsep ... 50

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan N-Gain ... 51

Tabel 4.6 Uji normalitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 52

Tabel 4.7 Perhitungan Uji Homogenitas ... 53

Tabel 4.8 Uji Hipotesis Hasil Pretest ... 54

Tabel 4.9 Uji Hipotesis Hasil Posttest ... 55

Tabel 4.10 Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 56


(12)

ix


(13)

x

1.1 RPP Kelompok Eksperimen ... 66

1.2 LKS Kelompok Eksperimen ... 75

1.3 RPP Kelompok Kontrol ... 88

1.4 LKS Kelompok Kontrol ... 97

Lampiran 2 (Instrumen) 2.1 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 99

2.2 Soal Instrumen (Uji Coba) ... 108

2.3 Kunci Jawaban Soal Instrumen ... 114

2.4 Kalibrasi Instrumen Tes dengan Anates ... 115

2.5 Soal Pretest dan Posttest ... 129

2.6 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 132

2.7 Instrumen Lembar Observasi ... 133

2.8 Instrumen Angket Respon Siswa ... 135

Lampiran 3 (Hasil Penelitian) 3.1.Hasil Data Mentah Pretest dan Posttest ... 139

3.2.Perhitungan Data Distribusi Pretest ... 143

3.3.Perhitungan Data Distribusi Posttest ... 147

3.4.Perhitungan N-Gain ... 151

3.5.Perhitungan Uji Normalitas ... 153

3.6.Perhitungan Uji Homogenitas ... 157

3.7.Perhitungan Uji Hipotesis Pretest ... 159

3.8.Perhitungan Uji Hipotesis Posttest ... 160

3.9.Skoring Lembar Observasi ... 161

3.10. Tabulasi Angket Respon Siswa ... 162 Lampiran

Lampiran Lampiran Lampiran

Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran

Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran


(14)

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Sejalan dengan upaya membangun karakter bangsa, penguasaan ilmu pengetahuan yang baik perlu didukung adanya sumber daya manusia yang berkualitas, handal, dan memiliki moral yang baik. Hal ini ditunjang oleh adanya penyelenggaraan pendidikan yang baik pula. Melalui proses pendidikan yang bermakna dimungkinkan diperolehnya produk yang berkualitas.

Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam kehidupan seseorang, karena dapat membedakan kemampuan seseorang dalam berpikir. Orang yang memiliki kemampuan berpikir luas dapat bertahan di zaman yang semakin berkembang dengan pesat dan mampu meningkatkan ilmu pengetahuan. Dalam pendidikan formal, salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat digunakan untuk membangun cara berpikir siswa adalah IPA-biologi. Pelajaran biologi di sekolah tidak hanya menekankan pada pembelajaran dalam kelas saja melainkan juga sejauh mana pengetahuan siswa tentang alam ini.

Pengetahuan dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pengetahuan yang didapat seseorang tidak akan ada tanpa melalui proses pembelajaran. Sedangkan hakekat dari pembelajaran itu adalah untuk memperoleh pengetahuan, baik pembelajaran itu disadari ataupun tanpa disadari. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan.1 Kegiatan pembelajaran dapat

1

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 17.


(16)

menggunakan metode ataupun strategi pembelajaran tertentu agar mencapai tujuan yang diharapkan.

Pada saat ini di beberapa Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih menggunakan pembelajaran konvensional yang terpusat pada guru. Dalam hal ini guru dianggap sebagai sumber belajar yang paling benar. Guru mengganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan kurangnya pemahaman siswa terhadap materi.

Berdasarkan hasil observasi, pembelajaran biologi dilakukan dengan hanya memberi konsep-konsep materi biologi dari guru ke siswa dengan mengacu pada buku paket saja, tanpa ada pengolahan materi pelajaran yang melibatkan potensi siswa dan lingkungan yang ada disekitarnya, atau dengan kata lain siswa belajar menghafal konsep, bukan memahami konsep sehingga belajar biologi kurang bermakna. Sehingga siswa memandang pelajaran IPA-biologi suatu pelajaran yang sulit karena menghafal.

Siswa yang dengan hanya menghafal sebuah konsep masih kesulitan untuk menjawab suatu pertanyaan dalam pembelajaran yang berlangsung. Seharusnya siswa lebih bisa menggalih suatu pertanyaan tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki mereka dan dipahami lebih lanjut, sehingga dapat menguasai suatu konsep tertentu. Peran guru disini penting, guru tidak hanya memindahkan pengetahuannya secara utuh ke siswa tetapi guru dapat mencari suatu metode ataupun strategi pembelajaran tertentu untuk menuntun siswa dalam mencari pengetahuan suatu materi itu sendiri.

Untuk mengantisipasi masalah tersebut perlu dicarikan formula pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Proses pembelajaran menekan pada pemberian pengalaman langsung untuk


(17)

mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami fakta, konsep dan prinsip alam sekitar secara ilmiah.2

Berlakunya Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) pada tahun 1971 sampai sekarang dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Dengan kata lain, merubah paradigma pembelajaran, yaitu dari teacher centered beralih ke student centered. Sikap aktif, kreatif dan inovatif terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan. Peran guru adalah sebagai fasilisator dan bukan sumber utama pembelajaran. Guru juga dapat diperlukan dalam pengkondisian siswa didalam kelas agar siswa merasa nyaman belajar, dengan melakukan pengkondisian dimana siswa dapat melakukan kerjasama dalam kelompok yang lebih kecil, dan salah satu strateginya adalah strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW).

Strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) merupakan pendekatan dari model pembelajaran kooperatif. Strategi pembelajaran think-talk-write

diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin yang dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis.3 Dengan strategi pembelajaran Think-Talk-Write

(TTW) diharapkan siswa dapat menumbuhkembangkan kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman siswa dan dapat menyampaikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan pada LKS.

Strategi Think-Talk-Write (TTW) merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Strategi TTW didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Model pembelajaran TTW dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mengesankan, keberanian, kebermaknaan dalam pembelajaran, sosial, demokrasi, penanaman konsep yang melekat dari hasil penyelidikan, penyimpulan serta meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar

2

BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (2006), h. 377.

3

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), cet. 2, h. 84.


(18)

membangkitkan minat dan partisipasi, serta meningkatkan pemahaman dan daya ingat.

Teknik pembelajaran yang dibangun pada dasarnya melalui kemampuan berpikir, berbicara dan menulis. Strategi pembelajaran think-talk-write

dimulai dari bagaimana siswa memikirkan sendiri penyelesaian suatu tugas atau masalah yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS), kemudian mengkomunikasikan hasil pemikirannya dalam berdiskusi secara berkelompok yaitu terdiri atas 3-5 siswa yang beragam tingkat kemampuannya. Kelompok seperti ini dimaksudkan agar semua siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Tahap akhir adalah siswa mampu menuliskan pemikiran serta hasil diskusi.

Berdasarkan penerapan diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa hal yang dapat diidentifikasi untuk diteliti, di antaranya yaitu:

1. Pembelajaran konvensional yang mengakibatkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

2. Rendahnya penguasaan konsep siswa pada pelajaran IPA-Biologi, karena anggapan yang keliru bahwa pengetahuan itu dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa.

3. Siswa memandang pelajaran IPA-biologi suatu pelajaran yang sulit karena menghafal. Dari hasil wawancara, permasalahannya pada konsep sistem pencernaan manusia.

4. Banyaknya siswa yang masih kesulitan dalam menjawab suatu pertanyaan dalam pembelajaran Biologi berlangsung.

5. Rasa peduli guru terhadap penggunaan LKS (Lembar Kerja Siswa) tidak diterapkan dengan model pembelajaran yang bervariasi.


(19)

C. Pembatasan Masalah

Berhubung aspek yang berkaitan dengan penelitian ini cukup kompleks, dan untuk lebih memfokuskan pembahasannya, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Penguasaaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil belajar dari tes kognitif siswa. Ranah kognitif untuk mengukur penguasaan konsep ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/ otak.4 Ranah kognitif yang akan diukur pada penelitian ini adalah mulai dari C1 sampai dengan C3 (ingatan/hafalan, pemahaman dan penerapan).

2. Penguasaan konsep biologi pada materi sistem pencernaan manusia. 3. Strategi pembelajaran diterapkan dengan penggunaan LKS.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: Bagaimanakah pengaruh strategi pembelajaran Think-Talk-Write terhadap penguasaan konsep sistem pencernaan manusia?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh pembelajaran Think-Talk-Write terhadap penguasaan konsep sistem pencernaan pada manusia.

2. Mengetahui respon siswa terhadap strategi pembelajaran Think-Talk-Write.

4

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajan IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), h. 14.


(20)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pembaca, khususnya calon guru biologi yang ingin mengembangkan metode pembelajaran di sekolah.

2. Memberikan informasi bagi pihak terkait tentang strategi pembelajaran

Think-Talk-Write (TTW), guna sebagai masukan dalam strategi pembelajaran di sekolah, sehingga proses serta hasil kegiatan belajar mengajar optimal.


(21)

7

A.Deskripsi Teoritik

1. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul pada saat siswa merasa lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berinteraksi dan berdiskusi dengan temannya.1 Bentuk pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.2

Setiap kelompok dalam pembelajaran kooperatif bersifat

heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar antar siswa setiap kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima masukan, sehingga setiap anggota dapat memberikan konstribusi terhadap keberhasilan kelompok.3

Cooperative learning juga telah terbukti sangat bermanfaat bagi para siswa yang heterogen. Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model belajar ini dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda.

Nurulhayati dalam Rusman menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi

1

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep,Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya,(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 41.

2

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 202.

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 243.


(22)

siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Sistem belajar kooperatif yaitu siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Model kooperatif ini membentuk siswa agar tanggung jawab, karena mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompoknya.4

Sedangkan menurut Slavin dalam Zulfiani, menyatakan pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling memperbaiki dan memeriksa pendapat teman, saling membatu untuk memahami suatu bahan pembelajaran, dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi.5 Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya biasanya lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.

Berdasarkan hasil penelitian Lie dalam Made Wena, menunjukkan bahwa pembelajaran pembelajaran kooperatif dengan rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pembelajaran oleh pengajar.6 Pembelajaran kooperatif akan memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Melalui pembelajaran kooperatif juga siswa akan menjadi sumber belajar bagi temannya yang lain.

Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan antar siswa, siswa

4

Rusman, op. cit., h. 203.

5

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 130.

6

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. 6, h. 189.


(23)

juga mendapatkan sumber belajar bukan hanya dari guru dan buku ajar saja, tetapi juga sesama siswa.7

Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri tertentu bila dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain. Arends dalam trianto menyatakan bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu:8 a. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan

tinggi, sedang, dan rendah (heterogen)

c. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari budaya, ras, suku, jenis kelamin yang beragam; dan

d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ketentuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.9 Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya yaitu:10

a. Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambahkan kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menentukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

7

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), cet. 2, h. 74.

8

Trianto, op.cit., h. 47.

9

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 204.

10


(24)

b. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

c. Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatannya serta menerima segala perbedaan.

d. Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar.

e. Untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

f. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.

g. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.

h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir.

Berdasarkan penelitian Slavin dalam Rusman, dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, serta menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.11

11


(25)

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi belajar dalam kelompok kecil dengan keahlian berbeda, dan di dalam kelompok kecil tersebut siswa saling belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal dengan meningkatkan pemahaman mereka baik dari pengalaman individu maupun kelompok.12

2. Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write

Menurut J.R. David dalam Wina bahwa strategi di dunia pendidikan, dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.13

Definisi strategi pembelajaran menurut Arthur L. Costa dalam Trianto yaitu suatu pola kegiatan pembelajaran berurutan yang diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai suatu hasil belajar siswa yang diinginkan.14 Penggunaan strategi dalam kegiatan pembelajaran sangat perlu karena untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Proses pembelajaran tidak akan terarah tanpa strategi yang jelas, dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan menjadi sulit tercapai secara optimal, dengan kata lain pembelajaran tidak dapat berlangsung secara efektif dan efesien.15

12

Zulfiani, dkk., loc. cit. 13

Wina Sanjaya, op. cit., h. 124.

14

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 135.

15


(26)

Strategi Think-talk-write adalah strategi yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin, yang menyatakan:

“The think-talk-write strategy presented here allowas all students to talk out the ideas behind their thoughts before they write. Talking encourages the explorarion of words and the testing of ideas. Talking promotes understanding. When students are given numerous opportunities to talk, the meaning that is constructed finds its way into

students’ writing, and the writing furher contributes to the construction of meaning.”16

(Strategi think-talk-write memungkinkan semua siswa untuk menyampaikan ide dalam pikiran mereka sebelum mereka menulis. Berbicara mendorong eksplorasi kata-kata dan menguji ide-ide. Berbicara mengembangkan pemahaman. Saat siswa banyak diberikan kesempatan untuk berbicara, mereka dapat menemukan cara yang akan ditulis ke dalam tulisannya, dan tulisan memberikan lebih lanjut untuk pembangunan makna).

Fazio and Gallagher mengemukakan:

“a think-talk-write strategy which has been adopted in England to promote literacy in science may help students to make connections between their peers, teachers, and the science phenomena under

investigation, thereby linking literacy processes.”17

(Strategi think-talk-write yang telah diterapkan di Inggris untuk mendukung literasi sains dan dapat membantu siswa untuk membuat hubungan antara rekan-rekan mereka, guru, dan fenomena ilmu alam disekitarnya, sehingga menghubungkan proses literasinya).

Pada dasarnya strategi ini dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan think-talk-write dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana

16

DeAnn Huinker & Connie Laughlin, “Talk Your Way Into Writing”,

http://www.Google.com/search?q=mtsd.kl.12.wi.us/MTSD/District/ela-curriculum-03/think_talk_write.html, diakses pada tanggal 27 Agustus 2012, p. 88.

17

Fazio Xavier and Tiffany Gallagher, “Supporting Students Writing in Elementary Science: Tools to Facilitate Revision of Inquiry-Based Compositions”, Electonic Journal of Literacy Through Science, 8, 2009, p. 6.


(27)

seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen

dengan empat sampai enam siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkan melalui tulisan.18

Think-talk-write dikembangkan dari pendekatan kooperatif sehingga dalam pelaksanaannya srategi ini membagi sejumlah siswa ke dalam beberapa kelompok secara heterogen. Jika mengacu pada definisi tersebut, maka strategi pembelajaran think-talk-write termasuk ke dalam jenis pendekatan yang berpusat pada siswa karena dalam strategi ini siswa terlibat langsung dalam pembelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Dalam pelaksanaan yang menggunakan kelompok, maka think-talk-write juga mengacu kepada pembelajaran kooperatif yang dapat mengkonstruksi penguasaan konsep.

Tahapan strategi think-talk-write dalam pembelajaran yang dilakukan di antaranya:

1) Think (Berfikir)

Belajar adalah proses berfikir. Belajar dengan berfikir dapat menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam proses berpikir tidak hanya menekankan kepada konsep pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (Self regulated).19

Dalam berfikir menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan dan

18

Martinis Yamin dan Bansu I Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), cet. 2,h. 84.

19

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 105.


(28)

merencanakan. Cara berfikir ini dapat membangkitkan ide-ide orisinal dan memicu ingatan yang mudah.20

Menurut Wiederhold yang dikutip oleh Martinis Yamin dan Bansu I Ansari, membuat catatan berarti berfikir untuk menganalisiskan tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Berfikir dapat membuat belajar menjadi rutin dengan menulis catatan sebelum, selama, dan setelah membaca. Membuat catatan dapat mempertimbangkan keterampilan berfikir dan menulis.21

Tahap berfikir ini siswa membaca teks berupa soal (kalau memungkinkan dimulai dengan soal yang berhubungan dengan permasalahan sehari-hari siswa atau kontekstual). Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan/atau hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. Aktivitas berpikir (think) siswa dapat dilihat ketika dalam pembelajaran terdapat kegiatan yang memancing siswa untuk memikirkan sebuah permasalahan. Setelah itu siswa mulai memikirkan kemungkinan jawaban atau solusi dari permasalahan dengan cara siswa mencatat atau mengingat bagaimana/apa yang dipahami atau tidak dipahami.

2) Talk (Berbicara atau Diskusi)

Setelah tahap think selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya

talk, yaitu berkomunikasi maupun berdiskusi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami.

Menurut Suryo Subroto yang dikutip Trianto, diskusi merupakan percakapan ilmiah oleh beberapa orang dalam satu

20

Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 2000), cet. 7, h. 152.

21


(29)

kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan masalah untuk mendapatkan jawaban dan kebenaran.22

Tahap berkomunikasi (talk) dapat memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Pada umumnya menurut Huinker & Laughlin yang dikutip Martinis dan Bansu, berkomunikasi dapat berlangsung secara alami. Berkomunikasi dapat dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami proses komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis.23

Menurut Tjokrodihardjo dalam Trianto, diskusi atau berkomunukasi dalam pembelajaran memiliki 3 (tiga) tujuan, yaitu:

Pertama, meningkatkan cara berfikir siswa dengan jalan membantu siswa membangkitkan pemahaman isi pelajaran. Kedua,

menumbuhkan keterlibatan dan partisipasi siswa. Ketiga,

membantu siswa mempelajari keterampilan komunikasi dan proses berfikir.24

Diskusi memberikan kesempatan tidak hanya untuk menggunakan pikiran, tetapi bila dikerjakan dengan tepat dapat membentuk suatu sikap positif terhadap cara berpikir.25 Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap pertama. Siswa berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami.

22

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 122.

23

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, op. cit., h. 87.

24

Trianto, op. cit., h. 124.

25

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep,Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya,(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 120.


(30)

Pada tahapan ini memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Pada umumnya berkomunikasi dapat berlangsung secara alami. Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah, proses komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis ide yang berhubungan dengan pengalaman mereka, sehingga mereka mampu untuk menulis tentang ide tersebut.

3) Write (Menulis)

Selanjutnya tahap write, yaitu menuliskan hasil diskusi/ dialog pada lembar kerja yang disediakan (lembar aktivitas siswa). Aktivitas menulis berarti mengkonstruksikan ide, karena setelah berdiskusi atau berdialog antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Menurut Masingila dan Wisniowsak dalam Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari mengemukakan bahwa aktivitas menulis siswa bermanfaat karena dapat memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsep siswa terhadap ide yang sama.26

Dorongan untuk menulis itu sama besarnya dengan dorongan untuk berbicara, untuk mengkomunikasikan pikiran dan pengalaman kita kepada orang lain. Menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika).27

Selama tahap ini, aktivitas yang dilakukan oleh siswa adalah (1) menulis solusi terhadap masalah/ pertanyaan yang diberikan, (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah-demi-langkah

26

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, op. cit., h. 88.

27


(31)

agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, (3) mengoreksi semua pekerjaan sehingga tidak ada yang tertinggal, (4) meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik, yaitu lengkap, mudahdibaca, dan terjamin keasliannya.28

Karakteristik pembelajan think-talk-write yang membedakan dengan strategi pembelajaran yang lain, diantaranya:

a) Melibatkan siswa secara aktif dalam melakukan eksplorasi suatu konsep biologi.

b) Mengkonstruksi dengan benar pengetahuan awal siswa baik dari pengalaman maupun informasi yang diterima.

c) Termasuk model pembelajaran konstruktivisme yang dilakukan secara kooperatif.

d) Think-talk-write dibangun oleh kemampuan berpikir, berbicara, dan menulis siswa yang dikelompokkan secara heterogen kemudian diberikan permasalahan untuk dipikirkan, didiskusikan dalam kelompok yang kemudian dicari solusinya.

e) Karena terdapat langkah diskusi maka guru dengan mudah mengetahui miskonsepsi siswa dan dengan diskusi juga dapat diarahkan untuk merubah konsepnya.

Think-talk-write memberikan keuntungan kepada guru, diantaranya:29

a) Guru dapat mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan dan menantang siswa untuk berpikir.

b) Guru dapat mendengarkan dengan hati-hati ide atau gagasan siswa.

28

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, loc. cit.

29


(32)

c) Guru dapat menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan maupun tulisan.

d) Guru dapat memutuskan apa yang akan digali dan dibawa siswa dalam diskusi.

e) Guru dapat memutuskan kapan memberikan informasi, mengklarifikasi persoalan, menggunakan model, membimbing, dan membiarkan siswa berjuang untuk memecahkan soal.

f) Guru dapat memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi, dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.

Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW:30

a) Guru membagi teks bacaan berupa lembaran aktivitas siswa yang memuat situasi masalah bersifat open-ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya.

b) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think).

c) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator pembelajaran. d) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi

(write).

3. Penguasaan Konsep

Penguasaan dapat diartikan juga sebagai pemahaman atau kesanggupan seseorang untuk menggunakan pengetahuan dan kepandaiannya. Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya hapal secara

30 Ibid.


(33)

verbal tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta.31 Pengertian dari penguasaan tersebut dinyatakan juga dengan pemahaman yang bukan saja berarti mengetahui atau mengingat suatu hal yang dipelajari akan tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain atau dengan kata-kata sendiri mengenai materi yang telah dipelajari sehingga mudah dimengerti namun tidak mengubah arti yang dikandungnya.

Menurut Biehler dan Dahar yang dikutip oleh Sutarto menyatakan bahwa konsep adalah kategori yang diberikan secara tidak langsung kepada lingkungan, oleh karena itu dalam pengkonsepan selalu ada proses pembawaan obyek atau kejadian-kejadian dalam penyajian non-verbal, yang sering disebut dengan gambaran mental, dengan ini pengonsepan adalah hal yang tidak mudah.32

Konsep adalah suatu ide atau gagasan dengan suatu pengertian yang umum, misalnya sumber kekayaan alam yang dapat diperbarui.33 Dengan suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian dalam menggambarkan ciri-ciri dan karakter terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya. Penguasaan konsep dapat diartikan kemampuan seseorang dalam mengungkapkan kembali suatu objek tertentu berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki objek tersebut.

Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pengertian dan pemahaman. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan pengetahuan yang didapat dengan objek-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau konsep. Kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran mendeskripsi dengan proses

31

M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 15, h. 44.

32Sutarto, “Buku Ajar Fisika (BAF) dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika (AFKF)

Sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep Fisika,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No 054, tahun ke-11, Mei 2005, h. 327.

33


(34)

kognitif sebelumnya.34 Belajar melalui konsep yang dimiliki oleh seseorang dapat dilakukan dengan kesanggupan seseorang untuk mengungkapkan pendapat tentang dunia sekitarnya. Seseorang dapat melakukannya tanpa batas dengan kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia akan menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep tertentu.

Penguasaan konsep seseorang mampu membedakan antara benda yang satu dengan benda yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Dengan menguasai konsep siswa akan dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep tertentu. Dengan demikian konsep-konsep itu sangat penting bagi manusia dalam berpikir, dan dalam belajar.35 Penguasaan konsep dapat diperoleh dari pengalaman dan proses belajar, merupakan bagian dari hasil dalam komponen pembelajaran. Konsep, prinsip dan struktur pengetahuan dan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang penting pada ranah kognitif. Dengan demikian penguasaan konsep merupakan bagian dari hasil belajar pada ranah kognitif. Keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan dan kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Penguasaan konsep sebagai hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan tes yang dapat menunjukkan pencapaian keberhasilan seseorang dari proses belajar, yang berupa pemahaman atau daya serap terhadap materi yang diberikan selama proses belajar.

Prayekti mengungkapkan bahwa penguasaan konsep merupakan penguasaan terhadap abstraksi yang memiliki objek-objek suatu kejadian atau hubungan yang mempunyai kesamaan.36 Siswa dengan memahami dua pengertian atau lebih kemudian memahami dan

34

Iif Khoiru Ahmadi, dkk., Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu: Pengaruh Terhadap Konsep Pembelajaran Sekolah Swasta dan Negeri, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h. 27.

35

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 158.

36

Prayekti, “Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat pada Pembelajaran IPA di SD”, Pena Wiyata. Jurdik & Hum. No.9 Tahun V, September 2006,h. 2.


(35)

menyebutkan hubungannya. Jadi untuk menjawab soal pemahaman siswa selain harus mengingat juga berpikir.

Tingkat pencapaian konsep meliputi tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikasi, tingkat formal. Tingkat konkret dicapai siswa apabila siswa telah mengenal benda tersebut sebelumnya, kemudian mengamati dan mampu membedakan benda tersebut dari stimulus-stimulus sekitarnya. Tingkat identitas akan dicapai siswa apabila tiga konkret yaitu kemampuan mengamati, membedakan, mengingat dikuasai oleh siswa yang selanjutnya digunakan sebagai landasan untuk membuat generalisasi. Tingkat klasifikasi akan dicapai apabila siswa mampu mengenal dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Tingkat formal, sebagai tingkat paling tinggi pada tingkat pencapaian konsep, tingkat ini akan diperoleh siswa apabila ketiga tingkat diatas sudah dikuasai oleh siswa. Konsep sangat penting untuk memenuhi kemampuan kognitif siswa.37

Penguasaan konsep dapat diperoleh dari pengalaman dan proses belajar, serta merupakan bagian dari hasil dalam komponen pembelajaran. Konsep, prinsip dan struktur pengetahuan merupakan hasil belajar yang penting pada ranah kognitif. Dengan demikian penguasaan konsep merupakan hasil belajar yang penting pada ranah kognitif. Keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan dan kondisi belajar, tetapi pada pengetahuan awal siswa.

Penguasaan konsep diperoleh dari proses belajar, sedangkan belajar pada dasarnya adalah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Domain kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, dan kemampuan-kemampuan intelektual. Sebagian besar tujuan-tujuan

37


(36)

instruksional berada dalam domain kognitif.38 Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut haruslah dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hafalan.39

Penguasaan konsep sebagai hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan tes yang dapat menunjukkan pencapaian keberhasilan seseorang dari proses belajar, yang berupa pemahaman atau daya serap terhadap materi yang diberikan selama proses belajar. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan intruksional.

4. Sistem Pencernaan Manusia

Materi sistem pencernaan pada manusia merupakan salah satu materi yang diajarkan pada siswa kelas VIII semester ganjil. Materi ini tercakup dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, siswa diharapkan memahami konsep sistem pencernaan manusia hingga tingkat penguasaan minimal memahami.

Di dalam KTSP, materi ini diatur oleh suatu standar kompetensi tertentu. Standar kompetensi tersebut mengandung enam kompetensi dasar. Materi ini juga dijelaskan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar pada tabel berikut.

38

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta Press, 2006), h.14.

39 Ibid.


(37)

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sistem Pencernaan Manusia40

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami berbagai

sistem dalam

kehidupan manusia.

1.1. Menganalisis pentingnya pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup. 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan

manusia.

1.3. Mengidentifikasi sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

1.4. Mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

1.5. Mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

1.6. Mendeskripsikan sistem peredaran darah pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

Sistem pencernaan pada manusia merupakan konsep biologi yang sangat kompleks. Dalam memahaminya, siswa perlu mengerti sejumlah konsep penting yang rumit. Konsep yang terkandung didalamnya berupa organ pencernaan pada manusia, fungsi organ pencernaan, makanan yang baik untuk dicerna manusia, dan kelainan pada sistem pencernaan manusia. Materi yang terkandung dalam kompetensi dasar sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan diantaranya mengenai alat pencernaan manusia dan penyakit pada sistem pencernaan.

40

BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (2006), h. 381.


(38)

Berikut sub materi pada sistem pencernaan pada manusia: a) Alat pencernaan

Gambar 2.1 Organ Sistem Pencernaan

1) Rongga mulut (Cavum Oris)

Dalam rongga mulut terdapat organ pencernaan lidah, gigi, dan kelenjar ludah.

2) Kerongkongan (Esofagus) 3) Lambung (Ventrikulus) 4) Usus halus (Intestinum)

5) Usus besar (Intestinum Crasum) b) Makanan dan kesehatan

Makanan yang dibutuhkan dalam tubuh manusia adalah makanan yang cukup mengandung gizi, yaitu mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

c) Kelainan pada sistem pencernaan

Sistem pencernaan dapat mengalami gangguan atau kelainan akibat infeksi bakteri, keracunan, dan kebiasaan makanan yang salah.


(39)

B.Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian-penelitian mengenai strategi pembelajaran Think-Talk-Write

dan penguasaan konsep telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti dari berbagai kalangan.

Maesaroh dalam penelitiannya yang berjudul: “Pengaruh Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.” Dengan hasil analisisnya mengatakan bahwa berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji-U pada taraf signifikansi 95% (α = 0,005), didapatkan Uhitung lebih besar Utabel yaitu 16,5 > 7, sehingga hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan penerapan strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) terhadap hasil belajar fisika siswa, sedangkan hasil perhitungan instrumen non tes yang menggunakan analisis deskriptif diperoleh hasil observasi aktivitas siswa pada aspek TTW mencapai rata-rata 46,67% yang termasuk dalam kategori sedang.41

Dipdip Herdianata dalam penelitian dengan menggunakan one group time series design yang berjudul: “Penerapan Pembelajaran Think

-Talk-Write (TTW) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fisika Siswa SMA.”

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penguasaan siswa meningkat dengan signifikan untuk setiap seri bahwa model pembelajaran think-talk-write dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika siswa SMA jika diterapkan pada pokok bahasan fluida statis.42

Rika Amalia Rizkiyati dalam penelitiannya yang berjudul: “ Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Metode Think Talk Write (TTW) terhadap Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik pada Materi Koloid Kelas XI IPA

41

Maesaroh, “Pengaruh Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa (Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung)”, Skripsi (Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN, Jakarta, 2010), tidak dipublikasikan.

42

Dipdip Herdianata, “Penerapan Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fisika Siswa SMA”, Skripsi (Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI), http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=2035, diakses pada bulan Juli 2012.


(40)

MAN II Yogyakarta Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012.” Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data pengetahuan awal kimia peserta didik, dan data nilai prestasi belajar kimia peserta didik dari kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dianalisis dengan menggunakan uji analisis kovarian. Hasil uji analisis kovarian menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 5,192 dan phitung = 0,025. Karena nilai Fhitung (5,192) > Ftabel (4,03) dan phitung (0,025) < ptabel (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan metode Think Talk Write dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan metode ekspositori. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai prestasi belajar kimia peserta didik pada kelas eksperimen adalah 60,271 lebih tinggi dari nilai kelas kontrol yaitu 51,138. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan metode Think Talk Write lebih efektif dibandingkan metode ekspositori dan dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar kimia peserta didik kelas XI IPA semester 2 MAN II Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.43

Sri Kadarwati, dkk dalam penelitiannya yang berjudul: “Implementasi Strategi Think-Talk-Write pada Pembelajaran Menulis dan Pemahaman

Matematis.” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan

pemahaman siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan strategi TTW lebih baik daripada secara konvensional. Pembelajaran dengan strategi TTW dapat meningkatkan disposisi matematika siswa SMP.44

43

Rika Amalia Rizkiyati, “Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Metode Think Talk Write (TTW) Terhadap Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik pada Materi Koloid Kelas XI IPA MAN II Yogyakarta Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012”, Skripsi (Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY, Yogyakarta, 2012), tidak dipublikasikan.

44

Sri Kadarwati, Nining Sulistyaningsih, Edi Prayitno, Bambang Yulianto,

“Implementasi Strategi Think-Talk-Write pada Pembelajaran Menulis dan Pemahaman Matematis”, Jurnal Pendidikan volume 10 nomor 2, 2009, h. 64.


(41)

C.Kerangka Berpikir

Pembelajaran yang biasa digunakan (konvensional) bisa diindikasikan sebagai salah satu faktor yang dapat menghambat proses pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkan. Sehingga penguasaan konsep biologi siswa masih rendah. Pemberian materi sering kali dengan menggunakan metode ceramah, misalkan guru menerangkan materi yang diajarkan, kemudian siswa diharapkan mampu menerangkan kembali untuk mengerjakan kuis atau soal yang diberikan oleh guru.

Untuk menambah penguasaan konsep siswa SMP kelas VIII pada konsep sistem pencernaan manusia harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Konsep sistem pencernaan manusia dianggap sebagai salah satu konsep yang cukup sulit, karena siswa dituntut memiliki pemahaman konsep materi yang cukup baik. Tingkat kesulitan yang cukup tinggi ini mengharuskan proses belajar yang diberikan kepada siswa dengan tidak hanya mendidik siswa dari segi kognitif saja, tetapi juga harus memperhatikan kondisi siswa yang lainnya, seperti tingkat kenyamanan siswa dalam memperoleh materi. Materi yang cukup sulit jika perlakuan yang diberikan guru hanya satu arah saja, maka siswa kurang tertarik pada materi yang disampaikan.

Oleh sebab itu, strategi pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan agar siswa dapat saling membantu sehingga dapat memahami kebutuhannya adalah strategi Think-Talk-Write (TTW). TTW merupakan gebrakan baru dalam strategi pembelajaran yang diharapkan memiliki pengaruh baik terhadap hasil penguasaan konsep biologi siswa yang dikembangkan dari model kooperatif, sehingga dalam pelaksanaannya strategi ini membagi sejumlah siswa kedalam beberapa kelompok-kelompok kecil (terdiri dari 4-6 siswa) secara heterogen untuk saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama. Tahapan pembelajaran ini yaitu:

think (berpikir), guru atau siswa membaca berbagai wacana dari konsep sistem pencernaan manusia, atau dari peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu siswa mulai memikirkan kemungkinan jawaban atau solusi


(42)

dari permasalahan dengan cara siswa mencatat atau mengingat bagaimana/ apa yang dipahami atau tidak dipahami. Talk (bicara), siswa melakukan komunikasi dengan rekan sekelompok dalam diskusi kelompok yang membahas kemungkinan jawaban atau solusi dari permasalahan sehingga diperoleh solusi kelompok. Write (tulis), siswa menuliskan hasil diskusi itu dalam catatannya (lembar kera siswa/ LKS) baik berupa definisi istilah maupun kejadian-kejadian yang terkait dengan sistem pencernaan manusia. Dengan memilih strategi yang tepat, diharapkan pemahaman konsep dan hasil belajar siswa dapat meningkat.

Dari pernyataan di atas, maka dapat diduga adanya pengaruh pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write terhadap hasil penguasaan konsep siswa. Kerangka pikir penelitian tersebut dapat dilihat pada bagan kerangka pikir dibawah ini.

Gambar 2.2 Bagan kerangka pikir penelitian

Hasil penguasaan konsep yang masih rendah

Materi / Konsep yang dipelajari

Pembelajaran dengan Strategi TTW (Think-Talk-Write)

Pembelajaran Konvensional dengan

penggunaan LKS

Hasil tes penguasaan konsep (Posttest)


(43)

D.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian yang diajukan dirumuskan sebagai berikut:

“Terdapat pengaruh penggunaan strategi think-talk-write terhadap penguasaan konsep sistem pencernaan manusia.”


(44)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2012-2013. Sedangkan untuk tempat penelitian yaitu di SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro, Jl. Bonjol no. 9 Pd. Karya Pd. Aren kota Tangerang Selatan.

B.Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment

(eksperimen semu), yaitu metode penelitian yang dapat mengontrol variabe dalam bentuk memasangkan karakteristik dan bisa dengan cara random.1

Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi kelompok kontrol tidak berfungsi untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi eksperimen.2 Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pada desain ini, kedua kelompok akan diberikan (treatment) dengan strategi pembelajaran yang berbeda dalam penggunaan LKS. Sebelum belajar, kedua kelompok diberikan tes awal (pretest) dan setelah pembelajaran berakhir diberikan tes akhir (posttest). Desain penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.1 Desain Penelitian two group pretest-posttest desaign

Kelas Pre-test Treatment Post-test

Eksperimen T1 XE T2

Kontrol T1 XK T2

1

Nana Syaodih Sukmadinata, MetodePenelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), cet. 6, h. 207.

2

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 77.


(45)

Keterangan:

T1 : pretest (tes hasil penguasaan konsep siswa sebelum mendapatkan perlakuan)

T2 : posttest (tes hasil penguasaan konsep siswa sesudah mendapatkan perlakuan)

XE : treatment (perlakuan) pada kelas eksperimen yaitu penggunaan strategi pembelajaran TTW.

XK : treatment (perlakuan) pada kelas kontrol yaitu pembelajaran konvensional dengan penggunaan LKS.

Berdasarkan desain penelitian diatas, subyek penelitian diberikan tes penguasaan konsep sebanyak dua kali, yaitu sebelum pembelajaran dimulai (pretest) dan setelah semua konsep diajarkan guru (posttest). Tes penguasaan konsep yang dilakukan sebelum eksperimen (T1) disebut pretest dan tes penguasaan konsep yang dilakukan setelah eksperimen (T2) disebut posttest. Instrumen pada pretest dan posttest merupakan instrumen yang sama.

C.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian.3 Populasi merupakan keseluruhan subjek dalam penelitian. Target populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro. Sedangkan untuk populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro.

Sampel merupakan wakil dari populasi yang diteliti.4 Sampel merupakan sebagian ataupun wakil populasi yang diteliti. Adapun teknik pengambilan sampel dengan menggunakan dua teknik yaitu purposive sampling dan random sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet.14, h.173.

4


(46)

pertimbangan tertentu.5 Teknik penarikan sampel berdasarkan tujuan, karena populasi dianggap memiliki karakteristik dan kesempatan sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Maka peneliti mengambil kelas VIII B dan kelas VIII D. Untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan teknik random sampling. Maka telah ditetapkan kelas VIII B sebagai kelas eksperimen yang akan menggunakan LKS dengan strategi pembelajaran TTW, sedangkan kelas VIII D ditetapkan sebagai kelas kontrol yang akan menggunakan LKS dengan pembelajaran konvensional.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data-data yang mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data karena ketiganya dianggap yang paling tepat dalam mengungkapkan dan menguraikan data yang paling tepat dalam mengungkapkan dan menguraikan data yang peneliti perlukan. Adapun ketiga teknik pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tes

Tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.6 Dalam penelitian ini menggunakan dua tes, yakni pretest dan posttest. Tes yang diberikan berbentuk tes objektif jenis pilihan ganda. Tes ini dilaksanakan sebanyak dua kali pada setiap pertemuannya, yaitu sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest). Soal-soal yang digunanakan pada

pretest dan posttest merupakan soal yang sama. Hal ini dimaksud agar tidak ada pengaruh perbedaan kualitas instrumen terhadap perubahan pengetahuan dan pemahaman yang terjadi. Tes ini digunakan untuk

5

Sugiyono, op.cit., h. 85.

6

M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 15, h. 23.


(47)

mengukur peningkatan penguasaan konsep yang diperoleh siswa setelah strategi pembelajaran think-talk-write diterapkan. Tes ini disusun berdasarkan pada indikator yang hendak dicapai pada setiap pertemuan pembelajaran.

2. Observasi

Observasi adalah suatu metode atau cara-cara menganalisis secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.7 Dalam penelitian ini observasi meliputi aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan strategi think-talk-write. Observasi aktivitas siswa dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui secara langsung kegiatan siswa saat pembelajaran. Instrumen ini berupa lembar observasi yang terbentuk dari daftar isisan atau rating scale yang didalamnya telah tercantum jenis-jenis aspek kegiatan, artinya observer hanya memberikan tanda ceklis (√ ) pada kolom yang sesuai dengan aktivitas yang diobservasi dan keterangan yang memuat jumlah siswa yang melaksanakan aktivitas tersebut.

3. Angket

Peneliti menggunakan instrumen non tes berupa angket untuk mengetahui respos siswa secara keseluruhan terhadap pembelajaran menggunakan strategi Think-Talk-Write.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk memperoleh data. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu test dan non tes.

1. Instrumen tes

Instrumen tes berupa pretest dan posttest, guna untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai konsep dengan menggunakan strategi pembelajaran TTW. Dalam soal-soal tes ini memuat beberapa indikator sebagai berikut.

7


(48)

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes

2. Instrumen non tes a. Lembar Observasi

Lembar observasi lebih sering digunakan sebagai alat pelengkap instrumen lain. Observasi pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa kelompok eksperimen selama proses pembelajaran, yaitu sebanyak dua kali pertemuan. Lembar onservasi disusun berdasarkan

No. Sub Konsep Indikator Pembelajaran

No. Butir Soal Jumlah

C1 C2 C3

1. Sistem pencernaan dan proses pencernaan

Menjelaskan sistem pencernaan dan proses pencernaan pada manusia dengan cara mekanis dan kimiawi.

1, 3 2 3

2. Organ

pencernaan manusia

Menjelaskan saluran dan kelenjar penyusun sistem pencernaan

5, 6, 9 3

Mengidentifikasi

struktur dan fungsi organ pencernaan pada

manusia.

4, 7, 8, 11,

12

13 6

3. Gizi dan kalori

Menjelaskan fungsi makanan bagi manusia beserta kandungan zat yang bermanfaat di dalamnya.

16, 19 14, 15, 22, 23

10 7

4. Penyakit dan kelainan pada sistem pencernaan

Menyebutkan berbagai contoh kelainan dan pencegahan penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan.

20 21 17, 18 4


(49)

kajian teori yang dilakukan oleh peneliti, dengan kisi-kisi instrumen observasi sebagai berikut.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi

No. Tahap-tahap

pembelajaran Indikator

Skor < 50

%

≥ 50 %

1 Think 1. Siswa membaca LKS

2. Siswa menulis catatan kecil

2 Talk

1. Saling bertukar informasi dengan teman dalam kelompok

2. Memberikan konstribusi ide pemecahan masalah

3. Mendengarkan pendapat orang lain dalam diskusi kelompok

4. Mengikuti instruksi yang diberikan di LKS

5. Mengumpulkan tugas dengan baik dan tepat waktu

6. Siswa memperhatikan ketika perwakilan dari kelompoknya mempresentasikan hasil diskusinya

7. Secara aktif melibatkan dirinya dalam diskusi

3 Write 1. Mengevaluasi hasil diskusi 2. Membuat kesimpulan pada LKS Keterangan:

< 50 % = bila dilakukan oleh kurang dari setengah jumlah siswa

≥ 50 % = bila dilakukan oleh sama dengan atau lebih dari setengah jumlah siswa

3. Angket

Isi angket dibuat agar mudah dipahami oleh siswa, peneliti membuat kisi-kisi angket sebagai berikut.


(50)

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Angket

F. Kalibrasi Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data harus dimantapkan kualitasnya melalui suatu langkah yang disebut uji coba (pengujian). Dari data hasil uji coba perangkat tes dipilih butir soal yang memenuhi tingkat kesukaran dan daya pembeda, validitas, serta reliabilitas instrumen tersebut.

1. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran merupakan salah satu analisis kuantitatif konvensional paling sederhana dan mudah. Hasil hitungan menunjukkan suatu perbandingan antara siswa yang menjawab benar dengan keseluruhan siswa yang mengikuti tes.8 Tingkat kesukaran dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut.

P = Keterangan:

P = Proporsi (Indeks kesukaran)

B = jumlah siswa yang menjawab benar

8

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajan IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), h. 103.

No. Indikator Nomor Pernyataan

Positif Negatif 1. Menunjukkan kesukaan terhadap mata

pelajaran biologi

1, 9 4, 11

2. Menunjukkan kesukaan terhadap pembelajaran menggunakan strategi

think-talk-write

2, 7, 10, 15, 17, 21,

25

3, 8, 13, 19, 20, 22, 24 3. Menunjukkan sikap setuju terhadap

pembelajaran menggunakan strategi

think-talk-write untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa

5, 16 6, 12, 14, 18, 23


(51)

N = jumlah peserta tes

Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai-nilai tingkat kesukaran dibagi kedalam kriteria tertentu. Kriteria indeks kesukaran ditentukan sebagai berikut:9

Soal dengan P 0.00 sampai 0.30 = soal termasuk kategori sukar. Soal dengan P 0.31 sampai 0.70 = soal termasuk kategori sedang. Soal dengan P 0.71 sampai 1.00 = soal termasuk kategori mudah.

Perhitungan pengujian taraf kesukaran dalam penelitian ini menggunakan bantuan software Anates. Hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Kategori soal Jumlah soal Persentase %

Sukar 5 14,28%

Sedang 18 51,43%

Mudah 12 34,29%

Jumlah 35 100%

2. Daya beda

Daya beda digunakan untuk mengetahui kemampuan butir dalam membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai dengan yang kurang pandai. Hal tersebut mengacu kepada distribusi normal, yang dalam pembelajaran individual berbasis kompetensi kurang dikehendaki.10 Persamaan daya beda soal sebagai berikut.

D =

Keterangan : D = daya beda

Ba = jumlah yang menjawab benar pada kelompok atas

9

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. 1, h. 225.

10


(52)

Bb = jumlah yang menjawab benar pada kelompok bawah N = jumlah peserta tes

Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai-nilai daya beda dibagi kedalam kriteria tertentu. Kriteria daya pembeda ditentukan sebagai berikut.11

D = 0.00 – 0.20 : Jelek D = 0.20 – 0.40 : Cukup D = 0.40 – 0.70 : Baik D = 0.70 – 1.00 : Baik sekali

Pengujian daya pembeda dalam penelitian ini menggunakan bantuan software Anates.

3. Validitas

Validitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung kepada mampu tidaknya alat tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.12 Validitas dapat dirumuskan sebagai berikut.

√∑ ∑ Keterangan :

= koefisien kolerasi antara skor butir dengan skor total

∑ = jumlah kuadrat deviasi skor dari

∑ = jumlah kuadrat deviasi skor dari

∑ = jumlah deviasi skor dari

11

Arikunto, op. cit., h. 232

12


(53)

Perhitungan validitas soal dalam penelitian ini menggunakan

software Anates. Hasil uji validitas instrumen dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Statistik

Jumlah soal 35

Jumlah siswa 36

Nomor soal valid 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 24, 28, 30, 32, 35

Jumlah soal valid 23

4. Reliabilitas

Reliabilitas (rely + ability = reliability) yang berarti kestabilan atau konsistensi. Reliabilitas dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten. Pengertian reliabilitas alat ukur dan reliabilitas hasil ukur dianggap sama, hanya saja dalam penggunaannya sedikit berbeda.13 Untuk koefisien reliabilitas dengan menggunakan rumus koefiesien Alpha Cronbach sebagai betikut.

[ ]

Keterangan :

= koefisien reliabilitas tes

= jumlah butir

= varians skor butir

= varians skor total

Perhitungan uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan

software Anates. Hasil uji reliabilitas instrumen tes diperoleh sebesar 0,86.

13 Ibid.


(54)

G.Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Hasil Tes Penguasaan Konsep

Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu uji normalitas menggunakan uji Lilefors dan uji homogenitas varians menggunakan uji Fisher. Kemudian untuk pengujian hipotesis, data dianalisi dengan menggunakan uji-t.

a. Normal Gain

Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretes, gain menunjukan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Rumus Uji normal gain menurut Meltzer14:

Dengan kategori:

g tinggi : nilai (g) > 0,70 g sedang : nilai 0,70 > (g) > 0.3 g rendah : nilai (g) < 0,3

b. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan yaitu uji Lilliefors dengan kriteria adalah tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal jika L0/Lhitung yang diperoleh dari data pengamatan kurang dari hasil data Ltabel yang diperoleh dan sebaliknya untuk hipotesis nol diterima. Adapun langkah-langkah uji Lilliefors sebagai berikut:15

14

David E. Meltzer, “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible-hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”, http://physic.iastate.edu/per/docs/Addendum_on_normalized_gain.pdf, diakses pada bulan September 2012.

15


(55)

1) Kolom Xi

Data diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar 2) Menentukan nilai Zi dari tiap-tiap data dengan rumus;

Zi = ̅

Keterangan: Zi = Skor baku

̅ = Mean

= Skor data = Simpangan baku 3) Kolom Zt

Nilai Zt dikonsultasikan pada Ftabel, misalnya mencari -2,7167 maka pada tabel dilihat barik ke 2,7 kolom 2 maka diperoleh Zt = 0,04967 4) Kolom F(Zi)

Jika Zi bernilai negatif, maka F(Zi) = 0,5 – Zt Jika Zi bernilai positif, maka F(Zi) = 0,5 + Zt 5) Kolom S(Zi)

S(Zi) =

6) Kolom F(Zi)-S(Zi)

Merupakan harga mutlak dari selisih antara F(Zi) dan S(Zi)

7) Menentukan harga terbesar dari harga-harga mutlak selisih tersebut untuk mendapatkan L0.

H0 = Sebaran data mengikuti distribusi normal Ha = Sebaran data tidak mengikuti distribusi normal


(56)

c. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi homogen atau tidak. Persyaratan agar uji homogenitas dapat dilakukan ialah apabila datanya telah terbukti berdistribusi normal. Untuk melakukan pengujian homogenitas ada beberapa cara, salah satunya adalah dengan cara menghitung varians terbesar dibandingkan dengan varians terkecil. Rumus uji homogenitas yang digunakan, sebagai berikut:16

Fhitung =

Keterangan:

F = Homogenitas

S12 = Varians terbesar atau data pertama S12 = Varians terkecil atau data kedua Dengan derajat kebebasan (db)

db = n – 1

Kriteria pengujian jika Fhitung < Ftabel H0 diterima Fhitung > Ftabel H0 ditolak

2. Analisis Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Strategi TTW

Data hasil observasi diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa selama pembelajaran. Observasi aktivitas siswa ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TTW oleh siswa.

Data yang diperoleh dari lembar observasi diolah dengan cara menghitung jumlah seluruh observer yang memilih item-item yang tersedia,

16


(57)

kemudian jumlah tersebut diubah kedalam bentuk persentase dengan cara sebagai berikut:

Keterangan:

R = Persentase observer yang menyatakan keterlaksanaan tahapan strategi TTW oleh siswa

P = Jumlah skor observer yang menyatakan keterlaksanaan tahapan strategi TTW oleh siswa

F = Jumlah skor ideal observer yang menyatakan keterlaksanaan tahapan strategi TTW oleh siswa.

Untuk mempermudah analisis hasil persentase lembar observasi tersebut digunakan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.7 Kriteria Hasil Lembar Observasi

R (%) Kriteria

R = 0 Tak satu tahapan pun

0 < R < 25 Sebagian kecil tahapan 25 < R < 50 Hampir setengah tahapan

R = 50 Setengah tahapan

50 < R < 75 Sebagian besar tahapan 75 < R < 100 Hampir seluruh tahapan

R = 100 Seluruh tahapan

3. Analisis Data Angket

Untuk mengetahui respon siswa dalam pembelajaran biologi melalui strategi TTW digunakan suatu angket. Angket terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skor dari pernyataan positif dan negatif pada angket tercantum pada tabel 3.8 berikut.


(58)

Tabel 3.8 Skor alternatif jawaban angket

No. Alternatif Jawaban

Skor

(+) (-)

1. Sangat Setuju (SS) 4 1

2. Setuju (S) 3 2

3. Tidak Setuju (TS) 2 3

4. Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Hasil angket mengenai respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan strategi TTW (Think-Talk-Write) dianalisis dengan langkah sebagai berikut:

a. Masing-masing butir angket dikelompokkan sesuai dengan aspek yang diamati.

b. Berdasarkan pedoman penskoran angket yang telah dibuat, kemudian dihitung jumlah skor tiap-tiap butir pernyataan sesuai dengan aspek-aspek yang diamati.

c. Dari jumlah skor yang diperoleh pada setiap aspek selanjutnya dihitung skor akhirnya dengan cara sebagai berikut:

d. Respon tiap butir pernyataan dikatakan positif jika persentase jumlah siswa yang menyatakan sangat setuju (SS) dan setuju (S) lebih banyak dari pada jumlah persentase yang menyatakan tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS)17. Maka respon positif siswa didapatkan dari skor akhir siswa yang menyatakan sangat setuju (SS) dijumlahkan dengan yang menyatakan setuju (S) untuk pernyataan yang positif, dan jumlah dari skor akhir siswa yang menyatakan tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS) untuk pernyataan negatif. Jika didapatkan jumlah persentase lebih dari 50% maka dinyatakan respon positif atau baik.

17 Susanah & Sa’idi Amin, “

Implementasi Model Struktur Intelek Dengan Pengajuan Masalah Pada Materi Segi Empat”, Wahana vol. 51 no.2, 2008, h. 8.


(59)

H.Uji Hipotesis

Metode statistik untuk menentukkan uji hipotesis yang akan digunakan harus disesuaikan dengan asumsi-asumsi statistik seperti asumsi distribusi dan kehomogenan varians. Berikut ini kondisi asumsi distribusi dan kehomogenan varians dari data hasil penelitian serta uji hipotesis yang seharusnya digunakan adalah data distribusi normal dan homogen. Data berdistribusi normal dan homogen, untuk menguji hipotesis digunakan statistik parametrik yaitu uji-t. Uji-t dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua mean sampel yang diambil, tidak terdapat perbedaan yang signifikan.18 Dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Merumuskan hipotesis Ho : µ1≥ µ2

Ha : µ1≤ µ2 Keterangan:

µ1 : penguasaan konsep sistem pencernaan manusia dengan ceramah dan dibantu LKS

µ2 : penguasaan konsep sistem pencernaan manusia dengan strategi

think-talk-write

2) Menentukan kriteria

- Jika thitung < ttabel maka Ho diterima - Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak

3) Menentukan taraf signifikan dan derajat kebebasan (dk). Derajat kebebasan dicari dengan menambah frekuensi kedua sampel dikurang 2.

18

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 278.


(60)

4) Menentukan uji statistik, dengan persamaan dibawah ini:19

̅̅̅ ̅̅̅ √

dimana

Keterangan: T = uji hipotesis

̅1 = rerata kelas eksperimen

̅2 = rerata kelas kontrol = simpangan baku n = number of cases

19


(61)

47

A. Hasil Penelitian

Berikut disajikan data dari dua kelompok subjek penelitian, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diambil dari pretest dan

posttest.

1. Hasil Pretest

Berdasarkan hasil pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, diperoleh data dalam bentuk diagram batang sebagai berikut.1

Tabel 4.1 Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Pemusatan dan Penyebaran Data

Pretest

Eksperimen Kontrol

Skor tertinggi 60 60

Skor terendah 13 13

Rata-rata (mean) 41,87 40,50

Median 36,95 37,5

Modus 50,5 49,42

Standar deviasi 10,62 13,10

Variansi 112,78 171,61

Dari hasil perhitungan pretest untuk kelompok eksperimen dengan sampel 35 siswa diperoleh informasi: skor terendah 13, siswa yang mendapat skor terendah pada interval 13 sampai 20 yaitu diperoleh oleh 1 siswa atau sebesar 2,86%. Skor tertinggi 60, siswa yang mendapat skor tertinggi pada interval 53 sampai 60 yaitu 3 siswa atau sebanyak 8,57%. Skor terbanyak berada pada interval 45 sampai 52 dengan persentase 40%.

1


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)