MODEL PENGEMBANGAN PROSES SOSIAL SISWA SD MELALUI METODE DAN PENDEKATAN MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI.

(1)

i DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………... i

UCAPAN TERIMA KASIH ………. ii

ABSTRAK ……… vi

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang ... ……..………. 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ……….…………. 12

C. Tujuan Penelitian ……….. 15

1. Tujuan Umum... 15

2. Tujuan Khusus... 16

D. Manfaat Penelitian ……… 16

1. Manfaat Teoritis ………. 16

2. Manfaat Praktis ……….. 17

E. Pembatasan Penelitian……… 17

F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian... 18

G. Definisi Operasional ……….. 22

BAB II TINJAUAN TEORITIS...………. 27


(2)

ii

1. Pengertian Pendidikan Jasmani …...………... 27

2. Arti Pendidikan Jasmani Bagi Kehidupan Sosial Siswa... 30

3. Tujuan Pendidikan Jasmani..………... 32

B. Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani………..……….. 36

C. Metode Mengajar Pendidikan Jasmani……….. 41

1. Metode Mengajar Tradisional... 48

a. Gaya Mengajar Komando... 48

b. Gaya Tugas... 50

2. Metode Mengajar Creative Movement.……….. 53

a. Gaya Mengajar Guided Discovery... 53

b. Gaya Mengajar Problem Solving... 57

D. Pendekatan Mengajar Pendidikan Jasmani... 60

1. Dasar Sosiologis Penjas dalam Pendekatan Bermain dan Kompetitif... 61

a. Pendekatan Bermain…………...……… 63

b. Pendekatan Kompetitif... 65

E. Proses Sosial...……….. 69

1. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial....……….…… 71

a. Proses Asosiatif... 73

1) Kerjasama (cooperation)... 73

2) Akomodasi (Accomodation)... 77

3) Asimilasi (Assimilation)... 80


(3)

iii

1) Persaingan (Competition)... 84

2) Kontravensi (Contravention)... 85

3) Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)... 87

F. Karakteristik Perkembangan Sosial Siswa Kelas Atas Sekolah Dasar ... 88

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 94

A. Metode dan Desain Penelitian ………... 94

B. Variabel Penelitian...………. 96

C. Populasi dan Sampel... 98

D. Instrumen Penelitian ..……….…………... 100

1. Penyusunan Instrumen ………..…….……. 100

2. Uji-coba Instrumen ………... 106

E. Hasil Uji-coba Instrumen ……….. 110

1. Hasil Uji Validitas Angket....………..……… 110

2. Hasil Uji Reliabilitas Angket...……… 111

F. Langkah-Langkah Penelitian ……….... 112

G. Agenda Penelitian ………... 117

H. Teknik Analisis Data ………...………. 117

1. Uji Normalitas ………...…. 117

2. Uji Homogenitas ………...…….. 118

3. Analisis Data... 118

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN………... 121


(4)

iv

A. Deskripsi Data ………...…… 121

1. Uji Normalitas ………...………. 121

2. Uji Homogenitas ………... 123

3. Uji-t ………...…… 125

B. Analisis Data Penelitian……….. 125

1. Pengajuan Hipotesis Statistik...……….. 125

2. Hasil Uji Signifikansi……… 126

3. Pengujian Hipotesis Penelitian...………. 133

C.Pembahasan Hasil... 136

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……...… 148

A. Kesimpulan ………....……. 148

B. Rekomendasi ………...……… 149

DAFTAR PUSTAKA………... 153


(5)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Penyebaran Jumlah Siswa untuk Kelomppok Sampel

Penelitian...……… 99

3.2 Kisi-kisi Angket... ………... 103

3.3 Hasil Uji Validitas Angket... ……….… 110

4.1 Hasil Pengolahan Data Uji Normalitas Proses Asosiatif... 121

4.2 Hasil Pengolahan Data Uji Normalitas Proses Disosiatif...……. 122

4.3 Hasil Pengolahan Data Uji Homogenitas Proses Asosiatif.…….. 124

4.4 Hasil Pengolahan Data Uji Homogenitas Proses Disosiatif... 124

4.5 Hasil Pengolahan Data dengan Uji-t Proses Asosiatif... 127

4.6 Hasil Pengolahan Data dengan Uji-t Proses Disosiatif... 130

4.7 Hasil Pengolahan Data Uji Faktorial pada Proses Asosiatif……. 133


(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Angket... ……… 158

2. Rancangan Kegiatan Eksperimen....……….. 163

3. Hasil Uji Coba Validitas Angket...………. 184

4. Uji Reliabilitas Angket...…….. 188

5. Uji Normalitas a. Proses Asosiatif... 189

b. Proses Disosiatif... 199

6. Uji Homogenitas... ……… 205

7. Uji Analisis Data... 206

8. SK Pembimbing Tesis PPS UPI Prodi POR..……….. 209

9. Surat Permohonan Izin Studi Lapangan/Penelitian... 211

10.Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...……… 212


(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama (Soekanto, 1999:66), baik antara orang dengan orang, orang dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani (penjas), siswa dengan guru dan dengan sesama siswa lainnya saling memberikan pengaruh. Pengaruh itu berupa perubahan perilaku yang mencakup aspek psikomotor, kognitif, dan afektif. Pada tingkatan sekolah dasar, guru memberikan pengaruh terbesar dibandingkan dengan orang lain atau pihak lain yang berada di lingkungan sekolah. Aktivitas saling mempengaruhi berawal dari interaksi di antara mereka. Misalnya, ketika guru memberikan instruksi organisasi kepada siswa untuk membentuk kelompok bermain, dengan segera siswa melakukannya dan secara langsung terjadi hubungan di antara siswa yang berada dalam satu kelompok. Aktivitas yang dilakukan siswa dan guru sudah menuju ke arah proses sosial yang terjadi di masyarakat umum, walaupun terjadi di lingkungan yang lebih kecil. Sesungguhnya itulah awal dari proses pembinaan aspek sosial siswa dalam menghadapi interaksi sosial di lingkungan masyarakat yang lebih luas.

Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Berlangsungnya proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor seperti: imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati (Soekanto, 1999:69). Imitasi terkait


(8)

dengan proses meniru atau mencontoh suatu perilaku yang dianggap baik dan disukai secara umum. Sugesti berhubungan dengan proses penerimaan suatu pandangan sampai menjadi suatu keyakinan. Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak yang lain. Sedangkan simpati berkenaan dengan suatu proses dari seseorang yang tertarik pada pihak lain. Secara langsung atau pun tidak langsung, disadari atau tidak disadari oleh siswa, kegiatan belajar mengajar penjas telah melibatkan ke empat faktor tersebut. Contohnya pada saat siswa melakukan tugas gerak. Siswa meniru setiap bentuk gerakan yang dicontohkan dan diinstruksikan oleh guru atau rekannya sendiri. Aktivitas itu sudah mengarah kepada proses imitasi atau meniru dan mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain. Seperti halnya sugesti, ungkapan guru penjas sebelum melaksanakan tugas gerak terkadang menjadi kepercayaan yang sangat kuat bagi siswa. Misalnya, agar hasil lompatannya jauh sebelum melakukan lompat jauh harus diawali dengan mengambil nafas dalam-dalam. Ungkapan guru dijadikan sugesti di setiap kali siswa memperoleh kesempatan melakukan lompat jauh. Contoh-contoh peristiwa tersebut hanya akan terjadi apabila interaksi sosial berlangsung secara mendalam dan dalam tempo yang relatif lama sebagai awal dimulainya proses sosial.

Bentuk proses sosial yang timbul akibat interaksi sosial adalah: (1) proses asosiatif terdiri dari kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan (2) proses disosiatif terdiri dari persaingan dan kontravensi/konflik (Soekanto, 1999:77-78; Susanto, 1987:53). Bentuk-bentuk proses sosial akan tampak nyata dalam aktivitas cabang olahraga permainan yang dipertandingkan secara beregu, tidak dibedakan atas


(9)

kelompok usia meski pada proses disosiatif tingkat persaingan dan konflik akan lebih menonjol pada olahraga yang dilakukan orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan perkembangan proses sosial yang telah dilalui oleh keduanya.

Proses sosial pada anak besar sering disebut sebagai usia berkelompok atau disebut juga awal melakukan hubungan sosial yang sesungguhnya di luar ikatan lingkungan keluarga. Kisaran usia anak besar sekitar 6 sampai 10 atau 12 tahun (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991:101). Anak-anak membuat kelompok atau geng dengan alasan dua atau tiga teman tidaklah cukup bagi mereka. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, sebab hanya dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolahraga atau melakukan aktivitas lainnya untuk mendapatkan kegembiraan.

Geng anak laki-laki biasanya lebih sering terlibat dalam perilaku sosial buruk dibandingkan dengan kelompok anak perempuan (Kusmaedi, Husdarta, Hidayat, 2004:64). Perilaku sosial buruk anak laki-laki akan dianggap wajar apabila dipandang dari karakter psikososial anak laki-laki pada tahap perkembangan sosialnya, misalnya kondisi emosionalnya yang tidak stabil, membenci kegagalan atau berbuat kesalahan, dan pemujaan terhadap idola sangat kuat (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991:126-127). Selanjutnya Sugiyanto dan Sudjarwo mengatakan bahwa karakter tersebut biasanya ditunjukkan dengan perilaku destruktif seperti selalu berkata kasar (meniru perilaku idolanya), tindakan dengan emosi meledak-ledak (kurangnya pertimbangan), terkadang melakukan perbuatan nekad karena adanya dukungan dari kelompoknya untuk


(10)

menentang tindakan yang dilakukan orang tua atau orang yang lebih dewasa. Berbagai tindakan yang bersifat menentang tanpa alasan yang jelas, merusak hak milik orang lain, ketaatan yang kuat atau berlebihan terhadap peraturan kelompok dibandingkan dengan aturan keluarga merupakan sebagian ciri-ciri dari terjadinya delinkuensi anak yang mengganggu proses sosialisasinya (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991:127; Kusmaedi, dkk, 2004:65,66).

Delinkuensi anak-anak berawal dari ketidakmampuan anak beradaptasi dengan lingkungan sosial karena dampak negatif dari interaksi sosial yang tidak mampu dicegahnya. Fenomena seperti itu bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang hendak dicapai melalui penjas, yang justru memiliki fungsi dan tujuan menumbuhkembangkan seluruh aspek (psikomotor, kognitif dan afektif) yang dimiliki anak didik. Fungsi dan tujuan penjas itu khususnya dalam membantu anak mengembangkan kemampuan sosial dan pengendalian emosional sebagai bagian dari aspek afektif. Menurut Hoedaya (2009:23), “…, komponen afektif bisa diubah melalui pengalaman pembelajaran pendidikan jasmani yang menyenangkan.” Sedangkan cara dalam membantu proses sosialisasi yang menjadi bagian aspek afektif anak-anak adalah melalui keanggotaan kelompok seperti dikemukakan Kusmaedi, dkk (2004:64-65) yaitu dengan belajar bersaing dengan orang lain, belajar bekerja sama, belajar bermain dan olahraga.

Aktivitas bermain dan berolahraga bagi anak menjadi media pendidikan jasmani dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang menyeluruh, oleh karena fungsi dan tujuan pendidikan jasmani adalah menumbuhkembangkan seluruh potensi yang ada pada peserta didik melalui aktivitas jasmani, termasuk


(11)

juga dalam hal mengembangkan kemampuan sosial anak. Alfermann (1999:374) menyatakan bahwa “Physical education is a natural practice ground for social interaction and an opportunity for observing social processes. These are seen within groups as well as between groups”. Alferman menegaskan bahwa pendidikan jasmani merupakan dasar latihan yang alamiah bagi interaksi sosial dan kesempatan untuk mengamati proses-proses sosial yang terjadi, baik di dalam kelompok maupun antar kelompok. Sejalan dengan pendapat Alferman, Lutan (2001:35) juga mengemukakan bahwa pendidikan jasmani memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang. Lebih lanjut Lutan mengemukakan bahwa manfaat dari segi sosial akan banyak diperoleh melalui program pendidikan jasmani, sebab melalui aktivitas jasmani atau olahraga seseorang memperoleh kesempatan untuk bergaul, berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Sikap dan perilaku yang sesuai norma atau nilai dan direstui dalam kehidupan sosial dapat dibina dengan aktivitas jasmani, khususnya aktivitas jasmani yang dilakukan secara berkelompok sebagai sarana terjadi dan terjalinnya interaksi sosial di antara para pelakunya. Aktivitas jasmani yang dilakukan dapat berupa hasil rekayasa lingkungan pembelajaran penjas, misalnya guru menciptakan suasana pertandingan bola voli dengan menekankan tugas dan peran siswa secara tegas sebagai pemain, pelatih, wasit, hakim garis, atau pendukung setiap regu.

Kemampuan interaksi sosial siswa akan meningkat apabila proses pembelajaran penjas dilaksanakan dengan metode dan pendekatan mengajar,


(12)

sebagai salah satu model pengembangan proses sosial yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Melalui metode dan pendekatan mengajar penjas yang terus berkembang, guru berupaya untuk bekerja secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran penjas. Upaya itu dilaksanakan dengan tidak melupakan karakteristik peserta didik yang diidentifikasi melalui minat dan kebutuhan anak.

Melalui identifikasi terhadap karakter siswa telah muncul beberapa cara mengajar penjas. Mosston dan Ashworth (1994:128) mengemukakan dua bentuk cara mengajar penjas yaitu direct teaching styles (gaya mengajar langsung) dan indirect teaching styles (gaya mengajar tidak langsung). Pendapat Ainshworth & Fox (1989) yang dikutip Suherman (1998:130) menyebut direct teaching sebagai traditional approach (pendekatan tradisional) dan indirect teaching sebagai cognitive approach (pendekatan kognitif). Metode mengajar penjas terus berkembang dan kemudian melahirkan metode yang masih berlandaskan kepada metode sebelumnya yang terdiri dari dua bagian yaitu Traditional Teaching Method atau metode tradisional dan Creative Movement Teaching Method (Theodorakou & Zervas, 2003:95).

Metode mengajar tradisional dan creative movement yang dikembangkan diyakini mampu mengembangkan aspek fisik dan kognitif serta aspek psikis-sosial seperti self esteem (Theodorakou & Zervas, 2003:91), dan melalui bermain dalam program penjas yang mampu berkontribusi dalam membangun self confidence (Gruber, 1986; Bunker, 1991; dalam Theodorakou & Zervas, 2003:93). Hasil-hasil penelitian tersebut semakin memberikan gambaran bahwa


(13)

metode dan pendekatan mengajar penjas telah memberikan pengaruh positif dalam proses mengembangkan beberapa aspek sosial seorang anak seperti self-esteem.

Meski masih ada perbedaan mengenai kebermaknaan metode mengajar penjas seperti pada direct teaching atau traditional method (Hoffman, 1971; dalam Tinning, 1987:83) dan indirect teaching, namun sudah ada arahan untuk mengoptimalkan hasil dari penerapan metode agar sesuai dengan fungsi dan tujuan penjas yang bersifat menyeluruh. Seperti yang dikemukakan Tinning (1987:83), pada umumnya metode tradisional secara khusus dipergunakan untuk mengajarkan keterampilan fisik (physical skill). Yanuarkiram (1997:15) mengemukakan bahwa di dalam proses pembelajaran yang selama ini berorientasi pada penguasaan keterampilan atau teknik berbagai cabang olahraga, terutama dalam peristiwa pembelajaran penjas di sekolah dasar, perlu ada perubahan melalui proses pembelajaran yang bermuatan pembentukan sikap dan watak, nilai-nilai interaksi sosial, dan problem solving.

Belum sesuainya antara harapan dan kenyataan dalam pelaksanaan pembelajaran penjas lebih disebabkan karena faktor guru. Mengacu pada penelitian Husdarta (2000:46), belum efektifnya pembelajaran penjas di SD disebabkan guru penjas pada umumnya belum memahami dan belum mampu menerapkan strategi dalam menerapkan gaya mengajar yang lebih variatif. Artinya bukan hanya mengerti dan mampu melaksanakan gaya mengajar sebagai bagian dari metode mengajar, tetapi bagaimana menyiasati agar terjadi kesesuaian


(14)

antara metode, materi, tujuan, dan evaluasi sebagai rangkaian utuh dan menyeluruh dari proses pembelajaran.

Proses pendekatan mengajar atau proses menerapkan metode mengajar pun harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Anak-anak pada usia sekolah dasar masih didominasi oleh keinginan bermain, sehingga pendekatan untuk menerapkan metode mengajar hendaknya lebih ditekankan pada aktivitas bermain. Lutan, Ibrahim, Suherman, dan Saputra (2002:16) mengemukakan, “Dari perspektif sejarah, aktivitas pendidikan jasmani seperti dalam bentuk kegiatan bermain merupakan alat utama pendidikan. Para pendidik dan filosof percaya bahwa kegiatan itu sangat efektif untuk menumbuhkembangkan keseluruhan potensi peserta didik”. Dari pernyataan itu ada tugas mulia sekaligus pekerjaan berat yang diemban guru penjas. Selain harus memahami bermain dengan segala maknanya, guru harus mampu dan meyakini bahwa kewajibannya adalah menumbuhkembangkan aspek psikomotor, kognitif, dan afektif siswa melalui aktivitas bermain.

Esensi bermain harus dipahami oleh guru penjas karena pada kenyataannya bermain lebih disenangi dalam waktu yang relatif lama, mempengaruhi kepribadian dan kehidupan manusia (Sukintaka, 1992:1). Pendapat Hurlock (1987) yang dikutip Sukintaka (1992:33) menyatakan bahwa dengan bermain bersama anak lain, anak-anak belajar menetapkan hubungan sosial, menemukan dan menyelesaikan masalah sampai hubungan ini meningkat. Melalui aktivitas bermain inilah bentuk-bentuk permainan yang dilakukan oleh anak semakin beragam. Bentuk permainan merupakan hasil kesepakatan atau


(15)

keputusan bersama di antara para pelaku yang sedang bermain dengan cara menentukan aturan-aturan bermain yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan masing-masing kepentingan para pelakunya, terutama adalah ciri atau karakter pelaku permainan.

Dari ciri sosial siswa SD kelas IV sampai kelas VI seperti pada ciri kelompok anak-anak besar, bentuk penyajian pembelajaran sebaiknya dalam bentuk bermain beregu, dengan gaya mengajar komando dan tugas (bagian dari metode mengajar tradisional) serta lomba yang bersifat kompetitif (Sukintaka, 1992:44). Bentuk penyajian lomba atau kompetisi dalam proses pembelajaran penjas, diharapkan akan membuat siswa termotivasi untuk mengeluarkan kemampuan gerak semaksimal mungkin. Intensitas gerak yang cukup tinggi memungkinkan interaksi sosial diantara siswa dalam satu kelompok akan tinggi pula. Hal ini bisa ditunjukkan dengan kuatnya pemberian dorongan dan saling mendukung dalam kerja sama untuk memenangkan perlombaan. Sebelum memulai lomba, guru harus dengan tegas menginstruksikan kepada seluruh siswa berkenaan dengan tugas-tugas yang akan dilakukan, sehingga permainan dalam bentuk perlombaan akan berjalan lancar sebagai tahapan pengembangan bermain dalam proses pembelajaran.

Werner (1979:4) mengemukakan bahwa tahapan bermain bagi anak usia 7–12 tahun adalah dengan tahapan kompetitif melalui kelompok kecil atau tim dengan proses testing, contesting, analysis, synthesis, evaluation melalui pendekatan mengajar problem solving dan guided discovery (bagian dari metode mengajar creative movement), serta gaya mengajar komando. Tahap testing


(16)

adalah anak mencoba-coba aktivitas permainan. Setelah yakin terhadap aktivitas permainan yang dipilihnya, anak menginjak tahap contesting yaitu memainkan bentuk permainan yang dipilih. Tahap analysis yaitu anak mulai mampu menguraikan bentuk permainan ke dalam beberapa aspek, misalnya strategi yang harus dipakai, jenis gerak dominan yang dilakukan. Tahap synthesis adalah tahap memadukan berbagai aspek yang diperlukan dalam bentuk permainan yang dilakukan oleh anak. Tahap evaluation adalah menilai berbagai aspek yang ada dalam bentuk permainan, misalnya menilai kemampuan dan kelemahan dirinya dan lawan bermain, kerja sama tim yang telah dilakukan. Kelima proses pada tahapan kompetitif (testing, contesting, analysis, synthesis, evaluation) merupakan aktivitas bersama anak (siswa) dan guru sebagai upaya menentukan kesesuaian bentuk permainan, pelaksanaan permainan dan tujuan yang dicapai sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam penyajian berikutnya, sehingga berbagai manfaat pendekatan mengajar akan diperoleh.

Dalam menerapkan gaya mengajar yang termasuk ke dalam metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement melalui pendekatan kompetitif dan bermain yang dijadikan model pengembangan proses sosial akan diperoleh manfaat untuk perkembangan sosial anak. Saputra (2001:6), berkompetitif akan memberikan manfaat terutama dalam upaya membentuk karakter dan mempersiapkan para siswa untuk menghadapi masyarakat di luar sekolah atau bersosialisasi dengan masyarakat umum. Manfaat yang diperoleh melalui bermain untuk perkembangan sosial adalah siswa belajar berbagi hak milik, mempertahankan hubungan yang sudah terbina, dan mencari cara


(17)

memecahkan masalah yang dihadapi teman bermainnya. Bermain menurut penelitian Barnet (1991) dan para peneliti lainnya dalam Olympic Aid The 5 Rings Program (ttn:16), secara signifikan memberikan dampak kepada meningkatnya kemampuan memecahkan masalah dan aktif dalam kehidupan sosial.

Manfaat yang diperoleh dari berkompetisi dan bermain akan menjadi bekal bagi anak didik untuk mampu beradaptasi secara efektif dan efisien dengan lingkungannya, sehingga pada akhirnya akan banyak keuntungan yang diperoleh melalui interaksi sosial bagi proses perkembangan sosial anak selanjutnya. Jika itu bisa dicapai maka hal tersebut telah mengarah pada pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan jasmani yang sejalan dengan proses sosial yang terjadi di masyarakat pada umumnya. Pembinaan proses sosial siswa pada hakikatnya adalah menumbuhkembangkan peserta didik menjadi makhluk sosial yang bermanfaat bagi lingkungannya di mana pun ia berada. Sehubungan dengan hal ini, Hoedaya (2009:3) mengemukakan bahwa melalui sosialisasi, khususnya keterlibatan anak pada aktivitas olahraga, maka sifat, perilaku, serta aspek kepribadian diharapkan akan tumbuh dan berkembang dengan baik, akan tumbuh sifat bersaing yang dilandasi sportivitas tinggi, menghargai lawan bermain, menghargai usaha sendiri, percaya diri, dan kemampuan mengendalikan emosi.

Karakter penjas adalah kegiatan jasmani yang menimbulkan rasa dan kesadaran untuk menguasai emosi pribadi, mandiri, penyesuaian diri sebagai dasar bagi terbentuknya mental sehat dan kebiasaan hidup sehat di lingkungan masyarakat di mana pun siswa berada, termasuk mendapatkan pengakuan diri sebagai anggota masyarakat yang baik karena kemampuan bersosialisasinya atau


(18)

keterampilan sosialnya berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang (Lutan, 2001:34).

Karakter penjas dapat tercapai bila program pengajaran penjas yang teratur dapat dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan program pembelajaran penjas yang teratur akan memberikan pengaruh pada perkembangan hidup siswa yang akan semakin tumbuh sempurna, bukan hanya pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya saja, melainkan juga keadaan emosi, mental, dan hubungan sosialnya menjadi lebih baik karena mampu berinteraksi melalui sikap dan perilaku yang direstui masyarakat (Ichsan, 1983:54; Lutan, 2001:35).

B. Rumusan Masalah Penelitian

Isu proses belajar mengajar penjas menurut Suherman dan Mahendra (2001:28) diantaranya adalah “Guru kurang mengembangkan domain afektif karena kurang melibatkan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama, dan kesenangan siswa terhadap pendidikan jasmani.” Isu seperti ini harus menjadi perhatian penting bagi para pelaksana pembelajaran untuk segera dicarikan jalan keluarnya.

Problematika di lapangan adalah guru penjas di sekolah dasar lebih menekankan pada proses mengembangkan keterampilan motorik, bahkan lebih ekstrim lagi adalah skill yang bersifat kecabangan (Husdarta, 2000) yang sebenarnya belum memungkinkan bagi siswa, misalnya menggunakan sarana dan prasarana bagi orang dewasa, di samping belum sesuai dengan tujuan kurikulum penjas SD. Meski ada guru yang menerapkan variasi metode mengajar tetapi


(19)

pendekatan mengajar yang dilakukan belum sesuai dengan karakteristik siswa. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan guru belum mampu menyesuaikan materi (bahan ajar) dan tujuan dengan minat, kebutuhan dan karakteristik siswa berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.

Terdapat pula aktivitas guru penjas SD selama pembelajaran penjas yang mendominasi melalui gaya mengajar komando (bersifat teacher centered), yang diarahkan pada aktivitas yang bersifat kompetitif dengan penekanan pada hasil akhir (menang atau kalah). Ini terungkap dari pengalaman penulis mengajar di PGSD Penjas S-1 Sumedang (tahun 2004-2005) yang mahasiswanya adalah para guru penjas dari wilayah Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung. Para guru penjas mengakui bahwa penyajian bahan ajar penjas yang dilakukannya selalu didominasi oleh gaya mengajar komando yang diarahkan agar siswa menguasai suatu keterampilan motorik. Padahal sebenarnya ada metode dan pendekatan mengajar yang memungkinkan siswa mengembangkan aspek sosialnya, misalnya metode yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengambil keputusan seperti metode guided discovery dan problem solving. Penekanan pada satu jenis metode yang bersifat teacher centered saja berakibat anak kurang memiliki kesempatan mengembangkan proses sosial (proses asosiatif dan proses disosiatif). Padahal mengembangkan aspek sosial sejak anak-anak (usia dini) merupakan fondasi bagi terbentuknya social skill di masa berikutnya (Lutan, dkk., 2002). Seperti dikemukakan pula oleh Kamtomo (1974:6), ketika anak bermain dalam suatu permainan olahraga maka sesungguhnya mereka adalah manusia dengan segala aspek-aspeknya sebagai makhluk individu dan makhluk


(20)

sosial. Sebagai individu, anak terdiri dari jiwa dan raga. Sebagai makhluk sosial, anak sedang belajar menerapkan status dan peranannya seperti halnya dalam kehidupan sosial di masyarakat. Ketika menjadi pemain maka berperanlah sebagai pemain, ketika menjadi wasit maka jadilah sebagai wasit bukan menjadi pemain. Artinya melalui aktivitas olahraga anak diajarkan untuk mengerti berbagai status dan peranannya dalam kehidupan sosial di masyarakat.

Perkembangan sosial yang terjadi pada siswa SD yang sesuai dengan harapan guru dan masyarakat tidak terjadi dengan sendirinya. Melalui pembelajaran penjas yang disajikan dengan berbagai metode mengajar dan pendekatan mengajar diharapkan aspek sosial pada diri siswa dapat ditumbuhkembangkan. Metode mengajar yang dimaksud adalah metode tradisional dan metode creative movement. Sedangkan pendekatan mengajar yang umum diterapkan dalam kegiatan pembelajaran penjas di SD yaitu pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif (berlomba). Kedua metode mengajar dan pendekatan mengajar ini diharapkan dapat menjadi model pembelajaran dalam mengembangkan proses sosial siswa SD, khususnya proses asosiatif (kerja sama, akomodasi, asimilasi) dan mencoba mengurangi dampak negatif dari proses disosiatif (persaingan, kontravensi, konflik).

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh metode mengajar dan pendekatan mengajar terhadap proses asosiatif siswa SD ?


(21)

2. Bagaimana pengaruh metode mengajar dan pendekatan mengajar terhadap proses disosiatif siswa SD ?

3. Metode mengajar melalui pendekatan mengajar manakah yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan proses asosiatif siswa SD?

4. Metode mengajar melalui pendekatan mengajar manakah yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan proses disosiatif siswa SD?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan baru berupa model pembelajaran yang didalamnya berisi metode mengajar tradisional dan metode creative movement yang dilaksanakan melalui pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif dalam mengembangkan proses sosial siswa SD, serta memberikan bukti kebermaknaan pendidikan jasmani yang mampu menumbuhkembangkan seluruh aspek yang dimiliki siswa, khususnya aspek sosial. Artinya, pembelajaran penjas tidak hanya berdampak pada pengembangan jasmani siswa saja melainkan dapat pula mengembangkan aspek-aspek sosial dan emosional.

2. Tujuan Khusus

Tujuan yang lebih khusus dari penelitian ini adalah untuk menggali informasi mengenai berbagai aspek yang terkait dengan pengaruh metode mengajar tradisional dan metode creative movement melalui pendekatan bermain


(22)

dan kompetitif dalam mengembangkan proses sosial siswa SD. Penjabaran tujuan khusus tersebut ialah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dampak penerapan metode mengajar dan pendekatan mengajar terhadap proses asosiatif siswa SD.

b. Untuk mengetahui dampak penerapan metode mengajar dan pendekatan mengajar terhadap proses disosiatif siswa SD.

c. Untuk menemukan metode mengajar yang diterapkan melalui pendekatan mengajar yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan proses asosiatif siswa SD.

d. Untuk menemukan metode mengajar yang diterapkan melalui pendekatan mengajar yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan proses disosiatif siswa SD.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi yang bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis, bagi berbagai pihak yang berkepentingan dengan pembinaan dan pengembangan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar.

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan memperkaya referensi bagi para peneliti dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan penerapan metode mengajar tradisional dan creative movement melalui pendekatan bermain dan kompetitif sebagai salah satu alternatif untuk mengembangkan proses sosial siswa


(23)

sekolah dasar. Khususnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian atau rujukan di bidang strategi belajar mengajar pendidikan jasmani terkait dengan penerapan metode dan pendekatan mengajar penjas oleh lembaga-lembaga yang berkepentingan dalam mengembangkan keilmuan di bidang pendidikan jasmani seperti FPOK, lembaga terkait lainnya, para guru penjas, termasuk para peneliti dalam bidang kajian yang sama.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi metode mengajar yang lebih sesuai diantara metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement melalui pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif. Selanjutnya, metode mengajar tersebut dapat digunakan sebagai model pembelajaran proses sosial oleh para guru penjas dalam upaya menumbuhkembangkan aspek-aspek sosial siswa SD melalui penerapan metode dan pendekatan mengajar dalam program pendidikan jasmani. Akhirnya seluruh potensi sosial siswa diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan kurikulum.

E. Pembatasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penerapan dua metode mengajar dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani yaitu metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement yang dikemukakan Kalliopi Theodorakou dan Yannis Zervas (2003). Kedua metode mengajar diterapkan melalui pendekatan bermain dan kompetitif dengan bahan ajar yang disesuaikan dengan


(24)

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK 2003) yang didominasi oleh kegiatan belajar siswa yang bersifat berkelompok. Kedua metode dan kedua pendekatan ini diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran penjas untuk mengembangankan proses sosial siswa SD.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan sampel penelitian siswa laki-laki dan perempuan (64 orang siswa) kelas IV, V, dan kelas VI sekolah dasar di Kabupaten Sumedang. Penelitian diarahkan untuk mengetahui perubahan proses sosial siswa SD melalui indikator perubahan proses asosiatif dan proses disosiatif yang diketahui dari proses pengumpulan dan analisis data pre-tes dan pasca-tes dengan angket yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya.

F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama karena adanya aktivitas-aktivitas sosial yang terjadi sebagai akibat interaksi sosial. Bentuk proses sosial yang timbul akibat interaksi sosial yaitu (1) proses asosiatif: kerjasama, akomodasi, asimilasi, (2) proses disosiatif: persaingan (competition), kontravensi/konflik. Berlangsungnya proses interaksi didasarkan pada faktor-faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati, semua ini terjadi apabila ada kontak sosial dan ada komunikasi (Soekanto, 1999:69). Hal yang sama terjadi dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah. Bagi siswa sekolah dasar (khususnya kelompok anak besar berusia 7-12 tahun),


(25)

peningkatan proses sosial melalui keanggotaan kelompok adalah dengan belajar bermain dan berolahraga (Kusmaedi, dkk., 2004:65).

Bermain dan berolahraga merupakan aktivitas dominan pendidikan jasmani. Berkenaan dengan pendidikan jasmani, Alfermann (1999:374) mengemukakan “Physical education is a natural practice ground for social interaction and an opportunity for observing social processes.” Maksudnya adalah pendidikan jasmani merupakan wadah latihan alamiah untuk interaksi sosial dan kesempatan dalam mengamati proses-proses sosial. Menurut faham realisme, program kejuaraan olahraga akan mengembangkan perilaku sosial manakala kemenangan bukan tujuan utama (Cholik dan Lutan, 1996/1997:10). Melalui aktivitas jasmani akan diperoleh banyak manfaat bagi segi sosial, misalnya dalam mengembangkan rasa percaya diri, penilaian positif terhadap kemampuan diri, dan konsep diri yang positif pada anak didik (Lutan, 2001:34, 95).

Bermain dalam aktivitas penjas diyakini mampu menumbuhkembangkan seluruh potensi anak didik termasuk di dalamnya kemampuan sosial (Lutan, dkk., 2002:43). Pendapat Hurlock (1987; dalam Sukintaka, 1992:33) menyatakan bahwa dengan bermain bersama anak lain, anak-anak belajar bagaimana menetapkan hubungan sosial, dan bagaimana menemukan serta menyelesaikan masalah sehingga hubungan sosial menjadi lebih meningkat seperti halnya pada proses akomodasi dan asimilasi. Kemampuan sosial seperti itu merupakan salah satu indikator dari proses sosial yang asosiatif.


(26)

Pendekatan bermain sebagai cara menerapkan metode mengajar creative movement semakin memberikan kebebasan kepada siswa untuk menjalin interaksi atau hubungan sosial dengan sesamanya. Peristiwa ini mungkin terjadi karena interaksi sosial diantara siswa relatif lebih sering dan mendalam. Ini disebabkan karena metode mengajar creative movement dilaksanakan melalui gaya mengajar problem solving, eksplorasi, eksperimen, dan discovery seperti dikemukakan oleh Theodorokou & Zervas (2003:95) “The creative movement teaching method implements learning through improvisation, experimentation, problem-solving, exploration and discovery.” Metode ini mengarahkan siswa sebagai pembuat keputusan dominan dalam proses pembelajaran penjas. Siswa mendapatkan kebebasan untuk menentukan apa yang harus dilakukannya setelah menerima pengarahan dalam bentuk instruksi informasi tugas gerak dari guru. Misalnya guru menugaskan siswa untuk mencari cara menendang bola yang mampu mengenai sasaran. Siswa akan berusaha menemukan cara menendang yang dianggapnya paling sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Berbeda dengan metode tradisional yang diterapkan dengan gaya mengajar tugas dan komando seperti dikemukakan pula oleh Theodorokou & Zervas (2003:95) “… the traditional teaching method implements learning through demonstration and command. The teacher makes the decisions and the students follow.” Pelaksanaan metode tradisional biasanya selalu diawali demonstrasi atau peragaan yang dilakukan oleh guru dengan menempatkan guru sebagai pembuat dan penentu keputusan dominan dalam proses pembelajaran penjas. Guru menentukan semua hal tentang apa yang harus dilakukan siswa sehingga


(27)

kebebasan dan kesempatan siswa berinteraksi dengan siswa yang lainnya menjadi terbatas. Semua siswa memusatkan perhatian pada semua hal yang diperintahkan guru. Apalagi bila pendekatan kompetitif menjadi pilihan melaksanakan metode mengajar tradisional. Ruang gerak siswa semakin dibatasi, kebebasan menggali kemampuan diri semakin terbatas.

Pendekatan kompetitif mengharuskan siswa bersaing secara tajam untuk mencapai kemenangan yang memungkinkan pula terjadinya kontravensi di antara anak yang bersaing. Pendekatan ini bermanfaat untuk membentuk karakter dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi masyarakat di luar lingkungan sekolah (Saputra, 2001:7). Biasanya aktivitas berkompetitif diarahkan melalui metode mengajar tradisional seperti dengan gaya mengajar komando, dan metode mengajar creative movement dengan gaya mengajar problem solving dan guided discovery (Werner, 1979:4) dan tugas. Berbeda dengan bermain yang lebih bersifat sukarela karena dorongan langsung dari dalam diri anak (Soemitro, 1992:1). Aktivitas ini lebih sesuai dilakukan dengan metode mengajar creative movement karena pembuat keputusan dominan dimiliki siswa, meski sesekali dengan gaya mengajar komando.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Metode mengajar creative movement dengan pendekatan bermain akan memberikan pengaruh yang paling besar dalam mengembangkan proses asosiatif dibandingkan dengan metode mengajar dengan pendekatan mengajar yang lainnya.


(28)

2. Metode mengajar tradisional dengan pendekatan kompetitif akan memberikan pengaruh paling besar dalam meningkatkan proses disosiatif dibandingkan metode mengajar dengan pendekatan mengajar yang lainnya.

G. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran menurut Lutan (1988:398) adalah penyederhanaan dan penjabaran dalam bentuk sebuah model dari proses pengajaran yang kompleks yang meliputi elemen-elemen yang melukiskan arus timbal balik antara stimulus dan respons antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Mengenai konsep dasar metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement Theodorakou & Zervas (2003:95) mengemukakan :

The creative movement teaching method implements learning through improvisation, experimentation, problem-solving, exploration and discovery. The student makes the decision and produces movement within certain parameters set by the teacher. On the other hand, the traditional teaching method implements learning through demonstration and command. The teacher makes the decisions and the students follow.

Mengacu kepada pendapat Theodorakau & Zervas, dapat disimpulkan bahwa metode mengajar creative movement lebih menyerupai indirect teaching yaitu dominasi berada pada siswa sebagai pembuat keputusan dalam pembelajaran penjas dengan menggunakan gaya mengajar problem solving dan guided discovery. Guru penjas sebagai pemberi intruksi informasi materi pembelajaran, hanya membimbing dan mengarahkan dengan dominasi perlakuan terhadap siswa sangat kecil. Sementara pada metode tradisional guru dominan sebagai pembuat


(29)

keputusan, segala sesuatu ditentukan oleh guru berkenaan dengan materi, tugas gerak, apa yang harus siswa lakukan selama pembelajaran, dan siswa tinggal mengikutinya. Evaluasi ditentukan guru ketika memberikan status pada siswa. Penerapan metode tradisional adalah dengan menggunakan gaya mengajar komando dan gaya mengajar tugas.

3. Proses sosial

Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama yang di dalamnya terkandung suatu gejala perubahan, gejala penyesuaian dan gejala pembentukan (Soesanto, 1985:53; Soekanto, 1999:66). Dalam penelitian ini, proses sosial terdiri dari proses asosiatif dan proses disosiatif dengan pengertian masing-masing sebagai berikut:

a. Proses asosiatif

Proses asosiatif adalah proses yang menuju kepada suatu kerja sama melalui keserasian pandangan dan tindakan yang mengarah kepada kesatuan tindakan (Huky, 1982; Taneko, 1993; dan Soekanto, 1999). Artinya, proses yang mempersatukan di antara dua orang atau lebih (di antara kelompok). Proses asosiatif terdiri dari :

1) Kerjasama yaitu bekerja secara bersama-sama karena mempunyai kepentingan yang sama . Di dalam penelitian ini kerjasama tercermin dari aktivitas siswa yang dilakukan secara berkelompok untuk menyelesaikan tugas gerak yang diinstruksikan guru.

2) Akomodasi adalah usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan (Soekanto,


(30)

1999:82). Di dalam penelitian ini usaha-usaha yang dimaksud diantaranya siswa menjadi penengah dalam menyelesaikan pertentangan di antara dua orang temannya.

3) Asimilasi adalah usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok manusia juga meliputi usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Di dalam penelitian ini, asimilasi ditunjukkan oleh perilaku siswa, diantaranya yaitu memberikan kesempatan kepada teman untuk menggunakan alat guna melaksanakan tugas gerak, menghargai kemampuan orang lain.

b. Proses disosiatif

Disebut juga sebagai oppositional processes atau proses oposisi yakni proses sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu (Soekanto, 1999:97). Pola-pola oposisi dinamakan struggle for existence.

Proses disosiatif terdiri dari :

1) Persaingan (competition) yaitu suatu proses sosial, ketika individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang sedang trend dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Salah satu bentuk persaingan di dalam konteks penelitian ini adalah persaingan di antara siswa untuk menjadi pemain inti dalam suatu pertandingan olahraga.


(31)

2) Kontravensi (contravention) yaitu suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian dengan bentuk-bentuknya seperti: penolakan, perbuatan kekerasan dan mengacau rencana fihak lawan; menyangkal pernyataan orang lain; penghasutan; perbuatan khianat; menggangu atau membingungkan fihak lawan. Contoh kontravensi yang terjadi dalam proses pembelajaran penjas adalah siswa mengganggu konsentrasi rekannya saat melakukan tugas gerak dengan cara mengejek, menghalang-halangi pergerakan, dan bertindak kasar dengan merebut alat yang sedang dipergunakan.

4. Pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif. a. Pendekatan bermain

Beberapa pendidik mengatakan bahwa bermain adalah belajar menyesuaikan diri dengan keadaan. Seperti dikutip Soemitro (1992:2), Smith mengemukakan bahwa bermain adalah dorongan langsung dari dalam diri setiap individu, yang bagi anak-anak merupakan pekerjaan, sedang bagi orang dewasa lebih dirasakan sebagai kegemaran. Bermain adalah aktivitas yang dilakukan dengan rasa senang, menimbulkan kesadaran agar bermain dengan baik perlu berlatih, mengetahui kemampuan teman, patuh pada peraturan, dan mengetahui kemampuan dirinya sendiri. Dalam penelitian ini kategori bermain termasuk ke dalam tipe bermain aktif. Tipe bermain aktif meliputi gerakan fisik dan ikut sertanya dalam bermacam-macam kegiatan seperti kejar-kejaran, kucing-kucingan, senam, dan sebagainya


(32)

b. Pendekatan kompetitif

Kompetitif merupakan kata sifat dari kompetisi yang identik dengan persaingan yang biasanya diwujudkan oleh individu yang tengah bersaing selalu berupaya untuk menjadi yang terbaik dari individu yang lainnya (Saputra, 2001:6). Saputra mengemukakan bahwa makna kompetisi secara umum diartikan sebagai sebuah proses dalam menentukan pemenang dan yang kalah dengan mengidentifikasikan siapa saja yang lebih baik daripada yang lainnya dalam suatu perlombaan atau permainan. Akhir dari perlombaan diperoleh ranking berupa urutan kedudukan secara hierarkis. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa aktivitas dengan pendekatan kompetitif ditunjukkan dengan tingkat persaingan yang lebih tajam, terkadang segala upaya dilakukan untuk memenangkan sebuah permainan. Dalam penelitian ini, aktivitas pembelajaran penjas dengan pendekatan kompetitif adalah aktivitas bersaing (berlomba dan bertanding) untuk menentukan pemenang dan pecundang, misalnya lomba lari, pertandingan voli mini, dan bentuk permainan yang akhirnya melahirkan pemenang dan pecundang. Sedangkan aktivitas penjas melalui pendekatan bermain yaitu aktivitas yang tidak sampai mempertajam persaingan dan tidak sampai kepada penentuan pemenang dan yang kalah.


(33)

94 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Dengan mengkaji permasalahan penelitian secara umum maka metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen. Metode eksperimen dilakukan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih atau mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya (Hyllegard, 1996: 424; Sudjana dan Ibrahim, 2001:19).

Dalam konteks penelitian ini variabel yang menjadi penyebab atau mempengaruhi (independent variable) adalah dua jenis metode mengajar (metode tradisional dan metode creative movement). Kedua metode diterapkan melalui dua jenis pendekatan mengajar yaitu pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif. Sedangkan variabel yang dipengaruhi (dependent variable) atau yang mendapat akibat dari perlakuan variabel penyebab, adalah proses sosial yang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di bagian B.

Data penelitian hasil eksperimen diperoleh melalui tes awal dan tes akhir untuk kemudian dibandingkan dan dianalisis. Diadakannya tes awal dan tes akhir adalah untuk mengetahui pengaruh dampak dari perlakuan pada setiap kelompok sampel penelitian. Mengacu pada hal tersebut maka rancangan desain penelitiannya terdiri dari dua jenis yaitu desain untuk perubahan proses asosiatif


(34)

dan perubahan proses disosiatif dengan model factorial 2 X 2 yaitu sebagai berikut:

a. Desain Faktorial Proses Asosiatif

Metode Mengajar

Pendekatan Mengajar

Pendekatan Bermain Pendekatan Kompetitif

Metode Tradisional A1B1 A1B2

Metode Creative Movement A2B1 A2B2

Keterangan:

A1B1: Proses asosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode

tradisional melalui pendekatan bermain.

A1B2: Proses asosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode

tradisional melalui pendekatan kompetitif.

A2B1: Proses asosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode creative

movement melalui pendekatan bermain.

A2B2: Proses asosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode creative

movement melalui pendekatan kompetitif.

b. Desain Faktorial Proses Disosiatif

Metode Mengajar

Pendekatan Mengajar

Pendekatan Bermain Pendekatan Kompetitif

Metode Tradisional A1B1 A1B2

Metode Creative Movement A2B1 A2B2


(35)

A1B1: Proses disosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode

tradisional melalui pendekatan bermain.

A1B2: Proses disosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode

tradisional melalui pendekatan kompetitif.

A2B1: Proses disosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode creative

movement melalui pendekatan bermain.

A2B2: Proses disosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode creative

movement melalui pendekatan kompetitif.

B. Variabel Penelitian

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu variabel bebas (variabel yang mempengaruhi) dan variabel terikat (variabel yang dipengaruhi).

1. Variabel Bebas (independent variable)

Variabel bebas terdiri dari empat bentuk. Keempat variabel tersebut terdiri dari dua jenis metode mengajar yaitu metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement, dan dua variabel penyerta yang bersifat aktif yaitu pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif. Secara lengkap variabel yang memberikan pengaruh dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Metode mengajar tradisional melalui pendekatan bermain b. Metode mengajar tradisional melalui pendekatan kompetitif c. Metode mengajar creative movement melalui pendekatan bermain d. Metode mengajar creative movement melalui pendekatan kompetitif. Setiap variabel bebas ini sekaligus merupakan bentuk perlakuan yang diberikan kepada setiap kelompok sampel penelitian. Dengan demikian


(36)

sampel penelitian terbentuk menjadi empat kelompok dengan setiap kelompok memperoleh perlakuan berbeda yang sesuai dengan variabel bebas. Berikut ini adalah matrik yang menjelaskan karakteristik pokok dari setiap variabel bebas:

Variabel Bebas

Metode Mengajar Pendekatan Mengajar

Metode Tradisional Metode Creative Movement Pendekatan Bermain Pendekatan Kompetitif Bahan ajar disampaikan melalui:

1. gaya mengajar tugas

2.gaya mengajar komando Dominasi pembuat keputusan kegiatan pembelajaran berada di tangan guru.

Bahan ajar disampaikan melalui:

1. gaya mengajar guided

discovery 2. Gaya mengajar

problem solving Dominasi pembuat keputusan kegiatan pembelajaran berada di tangan siswa. 1. Menetapkan sasaran yang akan dicapai. 2. Menentukan jenis permainan sebagai aktivitas bermain siswa. 3. Menjelaskan cara-cara bermain dan selalu menjauhkan siswa pada bentuk aktivitas persaingan yang melahirkan pemenang dan yang kalah. 1. Tetapkan sasaran yang akan dicapai. 2. Jelaskan

cara-cara mencapai sasaran tersebut. 3. Tetapkan kriteria keberhasilan dan kemenangan. 4. Umumkanlah siapa pemenangnya.

2. Variabel Terikat (dependent variable)

Variabel terikat terdiri dari satu variabel yaitu proses sosial dengan dua sub-variabel yaitu proses asosiatif (terdiri dari kerjasama, akomodasi, asimilasi) dan proses disosiatif (terdiri dari persaingan dan konflik/kontravensi). Kedua


(37)

sub-variabel ini yang menjadi indikator dari perubahan proses sosial sebagai dampak dari pemberian perlakuan (eksperimen) keempat variabel bebas. Berikut ini adalah matrik yang mendeskripsikan karakteristik pokok variabel terikat:

Variabel Terikat Proses Sosial

Proses Asosiatif Proses Disosiatif

1. Kerja sama 2. Akomodasi 3. Asimilasi

1. Persaingan (kompetisi) 2. Kontravensi

3. Pertentangan/konflik

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah siswa-siswi pada kelompok kelas atas (kelas IV sampai dengan kelas VI) sekolah dasar di Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang. Melalui pendekatan purposive sampling terpilih jumlah sampel sebanyak 64 orang siswa SDN Bendungan I. Sampel yang berjumlah 64 orang siswa adalah jumlah keseluruhan dari siswa kelas IV, kelas V, dan kelas VI SDN Bendungan I. Kemudian dilakukan pengacakan (random sampling) dengan pendekatan sampel acak strata proporsional untuk menempatkan setiap siswa di kelompok sampel penelitian. Caranya diawali dengan menentukan proporsi jumlah anggota dari setiap kelompok sampel. Setiap kelompok harus terdiri dari siswa kelas IV, siswa kelas V, dan siswa kelas VI dengan jumlah proporsi atau rasio siswa laki-laki dengan perempuan diusahakan relatif sama. Selannjutnya menyebarkan setiap siswa dari setiap tingkatan kelas untuk menjadi anggota


(38)

kelompok dengan pertimbangan jumlahnya harus proporsional. Menempatkan siswa mana yang harus berada di kelompok mana dilakukan dengan cara undian. Tabel 3.1 memperlihatkan penyebaran siswa untuk setiap kelompok sampel penelitian:

Tabel 3.1

Penyebaran Jumlah Siswa untuk Kelompok Sampel Penelitian Kelompok

Penelitian

Kelas Jumlah

IV V VI

L P L P L P

Kelompok A 3 2 2 4 2 3 16

Kelompok B 3 2 3 3 2 3 16

Kelompok C 3 2 3 2 2 3 16

Kelompok D 3 2 2 3 3 3 16

Setelah kelompok sampel penelitian terbentuk, kepada setiap kelompok kemudian dilakukan pra-tes dan post-tes menggunakan angket yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya.

Pemilihan populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor seperti tujuan penelitian, serta data empirik di lapangan pada saat ditemukannya masalah penelitian ini. Adapun yang menjadi pertimbangan pemilihan sampel diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Berdasarkan karakter perkembangan sosial selain masih menyukai bermain sebagai ciri kehidupannya, siswa kelas IV, V, dan VI sekolah dasar yang termasuk kelompok anak besar (10-12 tahun) mulai menyenangi aktivitas kompetitif, lebih menyenangi aktivitas kelompok daripada aktivitas individual, berusaha meningkatkan kebanggaan diri, dan memiliki


(39)

kepercayaan tinggi (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991:101) di lingkungan sebayanya. Kelompok anak besar mulai belajar bergaul dengan teman sebayanya dan belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria dan wanita (Makmun, 2004:113).

2) Sampel yang dipilih adalah siswa kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 di SDN Bendungan I Kecamatan Sumedang Utara yang berusia antara 9-12 tahun. Secara geografis siswanya berasal dari beberapa dusun/kampung yang tersebar dan terpisah relatif jauh antara dusun yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru kelas dan guru penjas, ternyata ada hal menarik untuk diteliti berkenaan dengan sulitnya siswa untuk disatukan dalam kelompok kerjasama yang berasal dari setiap dusun yang berbeda. Mayoritas hanya menginginkan teman sekelompok yang berasal dari dusun yang sama. Terlihat pula adanya fenomena sulitnya siswa bergaul dengan siswa lain yang bukan berasal dari dusun tempat tinggal yang sama.

D. Instrumen Penelitian 1. Penyusunan Instrumen

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah angket berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden berkenaan dengan pribadinya atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 1993:125). Dari pernyataan tersebut maka angket merupakan instrumen yang sesuai untuk memperoleh informasi mengenai persepsi dan sikap seseorang berkenaan dengan proses sosial sebagaimana tujuan penelitian ini.


(40)

Sebagai instrumen penelitian (alat pengumpul data) ini keuntungan menggunakan angket adalah sebagai berikut:

a) Dibagikan secara serentak kepada semua responden dan dijawab responden menurut kecepatan menjawabnya masing-masing.

b) Angket dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur, dan tidak malu dalam menjawabnya.

c) Angket bersifat praktis, hemat waktu, tenaga, dan biaya.

Beberapa kelemahan di dalam penggunaannya adalah kemungkinan jawaban sering tidak objektif apalagi jika pertanyaan atau pernyataan dalam angket kurang tajam, yang memungkinkan responden berpura-pura.

Jenis angket yang digunakan adalah angket skala Likert. Mengenai skala Likert ini, Sudjana dan Ibrahim (2001:107) mengemukakan sebagai berikut sebagai berikut:

Skala Likert dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu pernyataan ada dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan baik pernyataan positif maupun negatif dinilai subyek sangat setuju, setuju, tidak punya pilihan, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

Berdasarkan alternatif jawaban pada angket skala Likert, ditetapkan kategori penyekorannya sebagai berikut:

a) Untuk pernyataan positif, Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Tidak Punya Pilihan atau Ragu (R) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1.


(41)

b) Untuk pernyataan negatif, Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Tidak Punya Pilihan atau Ragu (R) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 5.

Untuk memperoleh angket yang valid dan reliabel diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematis dalam menyusunnya. Langkah-langkah penyusunan yang telah ditetapkan adalah: menyusun lay out angket, membuat kerangka pertanyaan/pernyataan, menyusun urutan pertanyaan/pernyataan, membuat format angket, membuat petunjuk pengisian, percobaan (try out) angket, revisi, dan memperbanyak angket dan membagikannya.

Hal-hal umum yang diperhatikan pada proses membuat pernyataan dalam angket adalah sebagai berikut:

1) Menyusun kisi-kisi angket berdasarkan masalah penelitian .

2) Menentukan indikator-indikator dari masalah penelitian yang pokok.

3) Melengkapi angket dengan petunjuk jawaban dari soal pertanyaan sehingga responden tidak menemukan kesulitan dalam memberikan jawabannya.

Perlu diketahui pula bahwa dalam menyusun pernyataan-pernyataan agar responden dapat menjawab salah satu alternatif jawaban, maka pernyataan-pernyataan yang disusun harus memiliki kriteria seperti yang telah dikemukakan oleh Surakhmad (1998:184), yakni sebagai berikut:

1. Rumuskan setiap pernyataan sejelas-jelasnya dan seringkas-ringkasnya 2. Mengajukan pernyataan-pernyataan yang memang dapat dijawab oleh

responden, pernyataan yang tidak menimbulkan kesan negatif 3. Sifat pernyataan harus netral dan objektif

4. Mengajukan hanya pernyataan yang jawabannya tidak dapat diperoleh dari sumber lain

5. Keseluruhan pernyataan dalam angkat harus sanggup mengumpulkan kebulatan jawaban untuk masalah yang kita hadapi


(42)

Berikut ini adalah kisi-kisis angket yang memuat variabel penelitian, sub variabel, indikator, nomor dan keterangan. Indikator pada angket merupakan penjelasan atau rincian dari setiap sub variabel berdasarkan kajian teoritik (seperti sudah dijelaskan di Bab II).

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket

Variabel Sub-variabel Indikator Nomor Keterangan

Proses sosial

1. Proses Asosiatif

a. Kerja sama Menyadari mempunyai kepentingan yang sama Mempunyai perasaan yang sama

Bekerja atas dasar tujuan bersama

Kebersamaan sebagai dasar bekerja

Motif menolong orang lain Saling membutuhkan Kewajiban

situasional/terpaksa dilakukan Memperoleh hasil yang lebih besar

3 (+) 24 (+) 46 (-) 18 (+) 26 (-) 5 (+) 13 (+) 33 (+)


(43)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

Variabel Sub-variabel Indikator Nomor Keterangan

b. Akomodasi Keseimbangan dalam interaksi sosial Upaya meredakan pertentangan Mencegah meledaknya pertentangan Upaya menyelesaikan sengketa Menjadi penengah

Menyelesaikan masalah tanpa menghancurkan lawan

Memperkuat cita-cita, sikap, dan kebiasaan

Menahan keinginan bersaing Toleransi

Adil dalam mendukung

1 (+) 19 (+) 14 (-) 32 (-) 47 (+) 49 (+) 25 (-) 6 (-) 52 (-) 2 (+) c. Asimilasi Upaya mengurangi

perbedaan

Mempertinggi kesatuan pikiran, tindakan, dan sikap Kepentingan umum lebih

utama

Cita-cita yang sama Menekan individualistis Pengembangan sikap yang

sama

Menghargai orang dan kebudayaan asing Menghormati perkawinan campuran Pertentangan diselesaikan bersama Simpatik Menghindari prasangka Pendekatan terhadap pihak

lain Bersikap terbuka Menghormati golongan minoritas Keterikatan kepada kelompok 4 (-) 48 (+) 15 (-) 50 (+) 53 (+) 51 (+) 17 (-) 30 (-) 28 (+) 45 (-) 16 (+) 54 (+) 44 (-) 29 (-) 31 (-)


(44)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

Variabel Sub-variabel Indikator Nomor Keterangan

2. Proses Disosiatif a. Persaingan Menyalurkan keinginan berkompetisi Cara seleksi

Alat pembagian kerja yang efektif

Bersaing mencari keuntungan

Menarik perhatian publik Mempertajam prasangka tanpa ancaman/kekerasan 8 (-) 43 (+) 41 (+) 35 (+) 12 (-) 9 (+) b. Kontravensi Ketidakpastian diri

Perasaan tidak suka yang disembunyikan

Benci/ragu pada kepribadian seseorang

Menolak, enggan, melawan Protes dan menghalang-halangi pihak lain Menggangu dan

mengacaukan rencana pihak lain

Menyangkal pernyataan orang lain

Melemparkan beban

pembuktian pada pihak lain Mencaci, mencerca, dan memfitnah Menghasut Mengumumkan rahasia pihak lain 7 (+) 36 (-) 27 (+) 38 (+) 10 (-) 23 (+) 37 (+) 11 (+) 21 (+) 40 (-) 34 (-) c. Pertentangan Menentang pihak lawan

dengan ancaman dan kekerasan

Perbedaan pendirian dan perasaan Perbedaan kepentingan Disorganisasi struktur 20 (-) 39 (+) 42 (+) 22 (+)


(45)

2. Uji Coba Instrumen

Setelah rancangan instrumen penelitian dibuat, proses berikutnya adalah melaksanakan uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas angket sebagai instrumen penelitian. Proses ini dilakukan melalui empat tahapan yang terdiri dari tiga kali pra uji coba dan sekali uji coba.

a. Pra uji coba pertama

Pra uji coba pertama dilakukan pada hari Sabtu tanggal 14 April 2006 pukul 16.00 WIB di Sumedang. Responden yang terpilih adalah 8 orang siswa sekolah dasar yang terdiri dari 2 orang siswa kelas IV, 4 orang siswa kelas V, dan 2 orang siswa kelas VI (3 putri dan 5 putra). Kesemua siswa bersekolah di SDN Bendungan I. Tujuan pra uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman responden terhadap pernyataan dari setiap butir soal angket. Hasilnya adalah hampir 90 % dari 54 butir soal tidak dimengerti (dipahami) oleh responden. Penyebabnya adalah bahasa yang dipergunakan dalam setiap butir soal tidak sesuai dengan tingkat pemahaman responden. Bahasa dalam angket lebih cocok untuk siswa SMU atau mahasiswa.

b. Pra uji coba ke dua

Setelah melakukan revisi terhadap beberapa istilah dan pernyataan dalam angket sebagai koreksi hasil pra uji coba pertama, kemudian di lanjutkan dengan pra uji coba ke dua. Pra uji coba ke dua dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 21 April 2006 pukul 16.00 WIB di Sumedang. Responden yang terpilih adalah 10 orang siswa, 50 % di antaranya adalah responden yang mengikuti pra uji coba pertama. Responden terdiri dari 4 orang siswa kelas IV,


(46)

3 orang siswa kelas V, dan 3 orang siswa kelas VI. Responden berasal dari SDN Bendungan I dan Madrasah Aliyah Desa Margamukti Kecamatan Sumedang Utara. Tujuan pra uji coba ke dua adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman responden terhadap setiap pernyataan yang menjadi butir soal angket yang telah direvisi. Hasilnya sebanyak 24 butir dari 54 butir soal belum dipahami oleh responden. Peneliti kemudian melakukan revisi dan bimbingan dengan para pembimbing.

c. Pra uji coba ke tiga

Hasil revisi dan bimbingan kemudian di pra ujicobakan kembali pada hari Rabu 26 April 2006 jam 15.30. Responden yang terpilih sebanyak 15 orang siswa (7 putri dan 8 putra) yang terdiri dari 5 orang siswa kelas IV, 5 orang siswa kelas V, dan 5 orang siswa kelas VI. Sebanyak 6 orang siswa (2 orang kelas IV, 1 orang kelas V, dan 3 orang kelas VI) berasal dari SDN Kasokandel II Kabupaten Majalengka, sedangkan 4 orang siswa berasal dari SDN Bendungan II (1 orang kelas IV, 2 orang kelas V, dan 1 orang kelas VI), dan 5 orang siswa berasal dari Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD) Desa margamukti (2 orang kelas IV, 1 orang kelas V, dan 2 orang kelas VI). Tujuan pra uji coba ke tiga adalah untuk mengetahui validitas angket. Hasilnya sebanyak 19 butir soal dari 54 butir dinyatakan tidak valid. Uji validitas ini menggunakan uji Liliefors.

d. Uji coba.

Setelah melakukan revisi terhadap butir-butir soal yang tidak valid, kemudian dilakukan uji coba pada hari Rabu tanggal 3 Mei 2006 pukul 09.00 WIB di


(47)

SDN Bendungan II. Responden yang terpilih sebanyak 28 orang siswa (14 putri dan 14 putra) yang terdiri dari 10 siswa kelas IV, 10 siswa kelas V, dan 8 siswa kelas VI. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas angket yang nantinya dijadikan instrumen penelitian. Hasil uji coba dapat dilihat pada pembahasan analisis instrumen.

3. Analisis Instrumen a) Uji validitas instrumen

Adapun langkah-langkah yang dilaksanakan dalam proses pengolahan data untuk menentukan validitas angket (Sugiono, 2002:272) dengan menggunakan pendekatan rumus Cronbach dengan daya pembeda sebagai berikut:

1) Mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil ujicoba, kemudian memisahkan dan mengelompokkan skor yang tinggi dengan skor yang rendah.

2) Menetapkan 27% responden yang memperoleh skor tertinggi sebagai kelompok atas dan 27% responden yang memperoleh skor terendah sebagai kelompok bawah.

3) Mencari nilai rata-rata (X ) setiap butir pernyataan dari kelompok atas dan kelompok bawah dengan rumus

n xi

=

4) Mencari simpangan baku (S) setiap butir pernyataan dari kelompok atas dan kelompok bawah dengan rumus:

( )

(

1

)

2 2

− −

=

n n

xi x

n S


(48)

5) Mencari variansi gabungan (S2) untuk setiap butir pernyataan kelompok atas dan kelompok bawah dengan rumus:

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 − + − + − = n n S n S n S

6) Mencari nilai t hitung untuk setiap butir pernyataan dengan rumus:

2 1 1 1 2 1 n n S x x t + − = − −

Penentuan valid tidaknya sebuah butir tes dilakukan melalui pendekatan signifikansi. Jika t-hitung lebih besar atau sama dengan t-tabel maka pernyataan atau butir tes tersebut dinyatakan valid, sebaliknya apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel maka pernyataan atau butir tes tersebut dinyatakan tidak valid.

b) Uji reliabilitas instrumen

Langkah-langkah untuk mengetahui tingkat reliabilitas keseluruhan butir tes menurut Arikunto (2003:158) adalah sebagai berikut:

1) Membagi butir-butir pernyatan yang valid menjadi dua bagian yaitu butir yang bernomor ganjil dan bernomor genap.

2) Skor nomor ganjil dijadikan variabel X sedangkan skor butir nomor genap dijadikan variabel Y.

3) Mengkorelasikan antara skor butir-butir pernyataan yang bernomor ganjil dengan skor butir-butir pernyataan bernomor genap dengan menggunakan teknik Pearson Product Moment (rxy) dengan rumus:


(49)

( )( )

( )

(

)

(

( )

)

− − − = 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rxy

4) Mencari reliabilitas seluruh perangkat butir pernyataan dengan menggunakan rumus Sperman Brown (rii) dengan rumus:

rxy rxy rii + = 1 . 2

5) Menguji signifikansi korelasi, yaitu dengan rumus yang dikembangkan oleh Sudjana dengan rumus:

2 1 2 r N r t − − =

E. Hasil Uji Coba Instrumen 1. Hasil Uji Validitas Angket

Setelah dilakukan uji coba angket, hasilnya kemudian dianalisis melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Hasil uji validitas seperti pada Table 3.3.

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Angket

No. Butir Soal t-hitung Keterangan No. butir soal t-hitung Keterangan

1 1,9 28 1,9

2 2,4 29 1,8

3 2,6 30 0,8 Tidak valid

4 2,7 31 2,5

5 2,3 32 2,3

6 1,9 33 3,4

7 1,5 Tidak valid 34 1,8

8 1,9 35 1,9


(50)

Tabel 3.3 (Lanjutan)

No. Butir Soal t-hitung Keterangan No. butir soal t-hitung Keterangan

10 2,2 37 3,6

11 1,8 38 2,0

12 2,9 39 1,5 Tidak valid

13 3,4 40 1,9

14 2,3 41 2,1

15 3,3 42 2,0

16 2,3 43 2,6

17 2,6 44 2,0

18 2,1 45 2,1

19 1,9 46 2,0

20 2,6 47 2,2

21 2,7 48 1,9

22 2,0 49 2,3

23 1,9 50 2,0

24 1,4 Tidak valid 51 3,1

25 2,2 52 3,1

26 2,7 53 3,2

27 1,7 Tidak valid 54 1,2 Tidak valid

Dari hasil penghitungan data diketahui bahwa t-tabel adalah 1,8. Dengan demikian butir soal yang memiliki t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka butir soal tersebut dinyatakan tidak valid untuk dijadikan pernyataan pada instrumen penelitian. Dari 54 butir soal terdapat 6 butir soal yang tidak valid yaitu no 7, 24, 27, 30, 39, dan 54. Butir-butir soal yang valid kemudian diurut kembali berdasarkan nomor urut (seperti pada lampiran) pada angket untuk kemudian dijadikan instrumen penelitian.

2. Hasil Uji Reliabilitas Angket

Berdasarkan proses penghitungan uji reliabilitas menggunakan Product Moment, diperoleh r-hitung rxy=0,5,05 dan koefisien korelasi rii=0,671 sedang pada r-tabel product moment dengan n=24 (dk:n-2=22) harga r 0.95 adalah 0,423.


(51)

Ini berarti bahwa r-hitung (0,505) lebih besar dari r-tabel (0,423) yang artinya bahwa angket atau instrumen adalah reliabel. Sedangkan pada hasil uji signifikansi korelasi diketahui bahwa t-hitung = 4,176 sedangkan pada t-tabel dengan taraf nyata 0.05 dan dk (22) = 2,074. Ini berarti bahwa t-hitung (4,176) lebih besar dari t-tabel (2,074) sehingga korelasi instrumen mempunyai reliabilitas yang signifikan.

F. Langkah-langkah Penelitian

Setelah diperoleh angket (instrumen penelitian) yang valid dan reliabel, proses penelitian mulai mengarah pada pelaksanaan eksperimen atau pemberian perlakuan pada setiap kelompok sampel. Penelitian ini dibantu oleh seorang guru penjas SDN Bendungan I dengan fungsi untuk membantu peneliti dalam kegiatan pembelajaran penjas. Sebelum terjun langsung ke lapangan penelitian, guru mendapatkan pengarahan dari peneliti tentang berbagai hal yang berkaitan khusus dengan eksperimen dan proses penelitian pada umumnya. Maksudnya adalah agar proses penelitian berjalan lancar dan proses penelitian tidak menjadi bias sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Selain itu peneliti juga memperoleh informasi berkenaan dengan karakter siswa, sarana dan prasarana pembelajaran penjas, dan model pembelajaran yang dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran di SDN Bendungan I.

Materi pembelajaran yang dijadikan kegiatan eksperimen dalam penelitian adalah berdasarkan KBK 2006 yang meliputi olahraga dan permainan sepak bola, bola voli, bola tangan. Atletik dengan materi lari cepat, lompat jauh, lompat


(52)

jangkit, dan lompat tinggi. Latihan senam sebagai materi aktivitas pengembangan meliputi latihan keseimbangan.

Sebelum melakukan eksperimen langkah awal penelitian adalah melakukan observasi dan membuat rencana kegiatan eksperimen.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan awal dilakukan di sekolah yang siswanya akan dijadikan sampel penelitian. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana kegiatan pembelajaran penjas, mengetahui karakterisitik siswa dari hasil wawancara dengan guru penjas, dan mengurus izin penelitian dengan pihak sekolah.

2. Perencanaan

Tahap ini dimulai dengan penyusunan instrumen atau alat ukur penelitian berupa angket, pemilihan sampel, pembuatan rencana atau program perlakuan (eksperimen) metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement melalui pendekatan bermain dan dengan pendekatan kompetitif dalam pembelajaran penjas, penyediaan sarana dan prasaran pembelajaran, penentuan waktu tes awal dan tes akhir, dan pengarahan atau pembekalan kepada guru penjas berkenaan dengan konsep metode mengajar dan pendekatan mengajar sebagai rekan kerja selama eksperimen, termasuk juga dengan materi dan skenario kegiatan pembelajaran. Untuk lebih jelasnya program perlakuan eksperimen dapat dilihat pada lampiran.

Sedangkan tahapan eksperimen yang dilakukan selama proses penelitian yaitu sebagai berikut:


(53)

1. Tes awal

Tes awal dilakukan serempak pada hari senin tanggal 8 Mei 2006 jam 08.00 WIB sampai selesai dengan menggunakan angket yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Tes awal dilaksanakan pada seluruh sampel penelitian (siswa-siswi kelas 4, 5, dan 6 SDN Bendungan I). Ada hambatan kecil pada tahap ini yaitu sejumlah kecil siswa kelas 4 kurang memahami beberapa istilah pada pernyataan di angket sehingga harus dijelaskan dengan Bahasa Sunda. Penjelasan yang diberikan bukan untuk mempengaruhi siswa untuk memilih suatu jawaban tertentu.

2. Pembagian kelompok eksperimen

Pembagian kelompok eksperimen dilakukan pada hari yang sama yaitu setelah selesai tes awal dilaksanakan. Setiap kelompok terdiri dari siswa dan siswi kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 dengan perimbangan jumlah yang proporsional, dan dapat dilihat di Tabel 3.1.

3. Pelaksanaan eksperimen

Eksperimen penelitian dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 10 Mei 2006 sampai hari Senin tanggal 5 Juli 2006. Kegiatan eksperimen dilaksanakan tiga kali dalam seminggu dengan diselingi satu hari istirahat setelah setiap kali eksperimen dilaksanakan. Adapun jadwal perlakuan yang diberikan pada setiap kelompok penelitian adalah sebagai berikut:

Kelompok A: 1. Hari Senin jam 15.00-16.00 2. Hari Rabu/Jumat jam 14.00-15.00 3. Hari Sabtu jam 7.00-8.30


(1)

152

Indikasi dan harapan ini hanya dapat terjadi apabila interaksi dan komunikasi timbal balik diantara komponen yang terlibat (guru penjas, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat) mampu dijalin dengan terbuka secara harmonis. Upaya pengembangan proses sosial siswa SD dan sikap positif terhadap kegiatan pembelajaran penjas harus dilakukan dan dibina sejak usia dini, dimulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD), TK, dan SD. Prosesnya harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan memiliki arah dan tujuan yang sesuai dengan konsep kependidikan secara umum.

4. Penelitian pengembangan proses sosial siswa SD harus ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan semua pihak dengan melibatkan pula berbagai pihak terkait. Sebagai alternatif solusi diantaranya dengan pembuatan program yang lebih baik dan terarah, mampu menetapkan metode penelitian yang lebih sesuai, tersedianya waktu dan ditemukannya perlakuan yang relatif lebih intens. Guru penjas juga harus senantiasa memberikan penjelasan kepada semua pihak bahwa aktivitas permainan dan olahraga kompetitif dalam konteks pembelajaran penjas bukan hanya sekedar aktivitas jasmani (fisik) belaka, tetapi banyak hal yang dapat ditumbuhkembangkan seperti aspek afektif. Kesemua ini bertujuan untuk menghapus asumsi atau anggapan masyarakat bahwa aktivitas jasmani dalam konteks penjas hanya melatih fisik siswa saja. Padahal sesungguhnya seluruh potensi siswa (kognitif, afektif, dan psikomotor) turut pula dikembangkan seiring dengan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak didik pada setiap tingkatan usia.


(2)

153

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Arma & Manadji. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud. Jakarta.

Alfermann, Dorothee. (1999). Teacher–Student Interaction and Interaction Pattern in Student Group dalam buku Psychology for Physical Educators, Fepsac Human Kinetic.

Apruebo, Roxel A. (2005). Sport Psychology. Manila: UST Publishing House. Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta.

Ateng, H. Abdulkadir. (1992). Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani, Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Bouman, J.P. (1976). Sosiologi Pengertian dan Masalah. Jakarta: Yayasan Kanisius.

Cholik M., Toho & Lutan, Rusli. (1996/1997). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikti Bagian Proyek Pengembangan Penidikan Guru Sekolah Dasar.

Dougherty, Neil J. & Bonanno, Diane. (1979). Contemporary Approaches to Teaching of Physical Education. Minnesota: Burgess Publishing Company. Faisal, Sanapiah. (1981). Menggalang Bangun Diri Masyarakat Desa. Surabaya:

Usaha Nasional.

Furchan. (1982). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan . Surabaya: Usaha Nasional.

Harsono. (1968). Pendidikan Djasmani. Bandung: Sekolah Tinggi Olahraga (STO).

(1983). Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Rangka Meningkatkan Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Makalah disampaikan dalam kegiatan Seminar Nasional Olahraga Indonesia di Jakarta 25 Agustus 1983


(3)

154

(1988). Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. C.V. Tambak Kusuma.

Hoedaya, Danu. (2009). Pendekatan Psikologis Dalam Olahraga Usia Dini Buku Pedoman Pelatihan Usia Dini. Jakarta: Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Bidang Peningkatan Prestasi dan Iptek Olahraga Pengembangan SDM Keolahragaan.

Hoedaya, Danu. (2009), Empati Dalam Kehidupan Bermasyarakat Tinjauan Potensi Pendidikan Jasmani Dalam Pendidikan Watak. Makalah. Bandung: FPOK UPI.

Huky, Willa. (1982). Pengantar Sosiologi. Surabaya: Usaha Nasional.

Husdarta, J.S. (2000). Perbandingan Pengaruh Gaya Mengajar Reciprocal dan Eksplorasi Terhadap Peningkatan Keterampilan Gerak Dasar Siswa SD di Kodya Bandung, Penelitian Dana Rutin, Lembaga Penelitian, UPI.

Husdarta, J.S & Saputra, Yudha M. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Hyllegard, R., Mood, D.P, & Marrow, J.R. (1996). Interpreting Research in Sport and Exercise Science. Mosby Year Book, Inc. St. Louis, Misouri.

Ichsan, M. (1983). Kesehatan Mental. FPOK IKIP Bandung.

Johana, Kemal & Supandi .(1990). Sosiologi Olahraga. FPOK IKIP Bandung. Kamtomo. (1974). Ilmu Jiwa Olahraga. Jakarta : Dirjen Pemuda dan Olahraga

Departemen P dan K.

Kermarrec, G., Todorovich, J.R., & Fleming, D.S. (2004). An Investigation of the Self-Regulation Components Student Employ in Physical Education Setting. Journal of Teaching in Physical Education, 23 (2), 142.

Kusmaedi, Nurlan., Husdarta, J.S., & Hidayat, Yusuf. (2004). Pertumbuhan dan Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan Konsep, Teori, dan Implikasi-Pengaruh Timbal Balik Terhadap Penjas dan Olahraga, Bandung : FPOK UPI.

Lafont , Lucile dan Winnykamen, Fayda. (1999). Co-operation and Competition in Children and Adolescents dalam buku Psychology for Physical Educator, Fepsac Human Kinetic.


(4)

Lutan, Rusli., Ibrahim, Rusli.,Suherman, Adang., Saputra, Yudha M. (2002). Supervisi Pendidikan Jasmani : Konsep dan Praktik . Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikdasmen bekerjasama dengan Dirjen Olahraga.

Lutan, Rusli. (1988). Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori Dan Metode. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

(1998). Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Penjaskes. PPGK-2536 (Modul 1 s/d 2). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis Bagian Proyek Peningkatan Mutu Guru Penjaskes Setara D-II.

(2001). Asas-Asas Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar, Jakarta: Depdiknas: Dirjen Dikdasmen bekerja sama dengan Dirjen Olahraga.

(2001). Mengajar Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak Di Sekolah Dasar. Jakarta : Depdiknas : Dirjen Dikdasmen bekerja sama dengan Dirjen Olahraga.

Makmun, Abin Syamsuddin. (2004). Psikologi Pendidikan.. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mansyur, M. Cholil. (1980). Sosiologi Masyarakat Desa dan Kota. Surabaya: Usaha Nasional.

Masrun. (1984). Metodologi Penelitian: Analisis Kuantitatif. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Doktor Universitas Gadjah Mada.

Mosston, M., & Ashworth, S. (1994). Teaching Physical Education. Edisi ke empat. Macmillan College Publishing Company Inc.

Pangrazi, P.R, dan Daue, P.V. (1995). Dynamic Physical Education for Elementary School Children Edisi ke 7. USA: Allyn and Bacon.

Saputra, Yudha M. (2001), Dasar-Dasar Keterampilan Atletik Pendekatan Bermain Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Jakarta: Depdiknas Dikdasmen Bekerja Sama Dengan Dirjen Olahraga.

Siedentop,Daryl. (1991). Developing Teaching Skills in Physical Education. Edisi ketiga. Palo Alto, CA: Mayfield.

Siswopangripto, M. Soehartono, & Sastrosupono. (1984). Pokok-Pokok Sosiologi Pedesaan. Bandung: Alumni.


(5)

156

Soekanto, Soerjono. (1999). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Pers. Soelaeman, B. Munandar. (1995). Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu

Sosial. Bandung: Eresco.

Soemitro. (1992). Permainan Kecil, Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Tenaga Kependidikan.

Soesilowindradini. (ttn). Psikologi Perkembangan (Masa Remaja). Surabaya: Usaha Nasional.

Sudjana, Nana & Ibrahim, (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyanto & Sudjarwo .(1991). Materi Pokok Perkembangan dan Belajar Gerak Buku I Modul 1-6. Jakarta : Depdikbud Proyek Penataran Guru SD Setara D II Bagian Proyek Penataran Guru Penjas.

Sugiyono. (2002). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Sukintaka. (1992). Teori Bermain Untuk D2 PGSD Penjaskes, Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikti Bagian Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Suherman, Adang. (1998). Revitalisasi Keterlantaran Pengajaran Dalam

Pendidikan Jasmani, Bandung : IKIP Bandung Press.

Suherman, Adang & Mahendra, Agus. (2001), Menuju Perkembangan Menyeluruh Menyiasati Kurikulum Pendidikan Jasmani di Sekolah Menengah Ummum. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen bekerja sama dengan Dirjen Olahraga.

Sumanto. (1990). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta.

Supandi. (1992). Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Surakhmad, Winarno. (1998). Pengantar Penelitian Dasar Metode Teknik. Bandung: Tarsito.

Susanto, Astrid S. (1985). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Penerbit Bina Cipta.

Syarifuddin, Aip dan Muhadi. (1992/1993). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.


(6)

Taneko, B. Soleman. (1993). Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. Theodorakou, Kalliopi & Zervas, Yannis. (2003). The effect of The Creative

Movement Teaching Method and The Traditional Teaching Method on Elementary School Children’s Self-esteem, Sport Education and Society Journal Teaching in Physical Education Volume 23 Number 1 January 2004.

Tinning, Richard. (1987). Improving Teaching in Physical Education. Victoria: Deakin University.

Weinberg, Roberts S, & Gould, Daniel. (1995). Foundations of Sport and Exercise Psychology. USA: Human Kinetics.

Werner, Peter H. (1979). A Movement Approach to Games for Children, ST. Louis-Toronto-London : The C.V. Mosby Company.

Wuest, Deborah. Bucher, Charles. (1995). Foundations of Physical Education And Sport. St. Louis: Mosby.

Yanuarkiram, (1997). Pengembangan Pedagogi Olahraga Untuk Merespon Perluasan Misi dan Fungsi Lembaga Pendidikan Tinggi di Bidang Olahraga, Makalah, Konferensi Nasional Pendidikan Jasmani dan Olahraga IKIP Bandung.

Sumber Lain

Olympic Aid The 5 Rings Program Every Child has The Right to Play. Produced in collaboration with The World Health Organization (WHO).

(2005). The United Nation International Conference on Sport and Education October 30 – November 2, 2005 Bangkok Thailand. Organized by Ministry of Tourism and Sports and The Ministry of Foreign Affairs.

(2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta: Dikdasmen Depdiknas.