EFEKTIVITAS TEKNIK MANAJEMEN DIRI UNTUK MENGURANGI KECANDUAN ONLINE GAME : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas IX SMPN 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh Detria 0800868

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2012


(2)

Mengurangi Kecanduan

Online Game

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap

Siswa Kelas IX SMPN 40 Bandung Tahun

Ajaran 2012/2013)

Oleh

Detria

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Detria 2012

Universitas Pendidikan Indonesia Desember 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

EFEKTIVITAS TEKNIK MANAJEMEN DIRI UNTUK MENGURANGI KECANDUAN ONLINE GAME

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas IX SMPN 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

PEMBIMBING I

Dr. Ilfiandra, M.Pd NIP 19721124 199903 1 003

PEMBIMBING II

Dr. Nurhudaya, M.Pd NIP 19600725 198601 1001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd NIP 19600501 198603 1 004


(4)

(5)

ABSTRAK

Detria. (2012). Efektivitas Teknik Manajemen Diri Untuk Mengurangi Kecanduan Online Game (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas IX SMPN 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Siwa yang mengalami kecanduan online game merasakan kompulsi yang tidak terkontrol dalam dirinya untuk mengurangi tingkah laku bermain online game dan tidak memperdulikan konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada padanya. Sebagai upaya menangani kecanduan online game adalah mengimplementasikan konseling individual melalui teknik manajemen diri yang berfokus pada pengelolaan diri siswa. Penelitian bertujuan menguji efektivitas konseling melalui teknik manajemen diri untuk mengurangi kecanduan online game. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif-kualitatif, metode penelitian campuran (mix methods), dan desain penelitian single subject with A-B-A design. Penelitian dilakukan di SMPN 40 Bandung dengan mengambil subjek penelitian yakni siswa kelas IX yang ditentukan secara non-random menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Angket/Kuesioner Adiksi Online Game dan Jurnal Kegiatan. Hasil penelitian menunjukkan secara empirik intervensi konseling melalui teknik manajemen diri teruji efektif untuk mengurangi kecanduan online game.

Kata kunci : Kecanduan, Online Game, Teknik Manajemen diri. ABSTRACT

Detria. (2012). Self-Management Counseling Technique Toreduce Online

Game Addiction Research conducted in SMPN 40 Bandung.

This research aimed to find out the effectiveness of counseling by manajemen diri technique to reduce online game addiction. Quantitative-qualitative approach was used in this research. Quasi experimental design to evaluate effectiveness of intervention used single subject baseline with A-B-A design. Research conducted in SMPN 40 Bandung (junior high school) by taking students from ninth grade as research participant using purposive sampling technique. Data was collected by using Questionnaire Online Game Addiction Activity Journal. Research result indicated that counseling by self-management technique empirically effective to reduce online game addiction.


(6)

DAFTAR ISI

hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... vii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 10

D.Manfaat Penelitian ... 11

E. Asumsi ... 11

F. Hipotesis ... 12

G.Metode Penelitian... 13

H.Lokasi dan Sampel Penelitian ... 13

I. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data... . 14

BAB II TEKNIK MANAJEMEN DIRI UNTUK MENGURANGI KECANDUAN ONLINE GAME A.Kecanduan Online Game ... 16

B. Manajemen Diri ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian... 44

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

C. Definisi Operasional Variabel ... 45

D.Instrumen Pengumpulan Data ... 49

E. Uji Coba Alat Ukur ... 52

F. Langkah-langkah Penelitian ... 53

G.Teknik Analisis Data ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 77


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan ... 119 B. Rekomendasi ... 119 DAFTAR PUSTAKA ... 122 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah berhenti untuk menghasilkan produk-produk teknologi yang tidak terhitung jumlahnya. Teknologi memberikan manfaat dan kemudahan bagi setiap individu, dari mulai pendidikan, ilmu pengetahuan, kesehatan, atau bahkan hanya untuk hiburan. Salah satu produk teknologi yang setiap waktu terus berkembang dan sangat digemari dikalangan remaja saat ini adalah video games dan online game. Keberadaan video games dan online game sebagai salah satu produk teknologi yang memiliki manfaat sebagai hiburan tentu saja sudah tidak asing lagi.

Video games ada sejak tahun 1962 berkembang dan beraneka ragam jenisnya, meliputi Nitendo, Sega, dan Online game, dan yang sedang menjadi trend di tahun 2000 terakhir terutama dikalangan remaja yaitu online game. Online Game adalah sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan (baik LAN maupun Internet). Game dengan fasilitas online via internet menawarkan fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan game biasa (seperti: video game) karena para pemain itu bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemain lain dari seluruh penjuru dunia melalui media chatting.

Memasuki tahun 2000 online game sangat digandrungi di kalangan anak, remaja bahkan ada orang tua menyenangi game. Online game mempunyai daya tarik tersendiri dimata pecintanya, karena tampilan monitor terdapat gambaran tiga dimensi yang membuat para pemain terasa nyata. “Tampilan grafik yang berkualitas tinggi serta kemampuan bertarung secara online menjadi daya tarik tersendiri bagi gamer” (Rohan, 2009:30).

Jenis online game yang sangat digandrungi yaitu; counterstrike, ragnarok, dotha, poker dan point blank dan lain sebagainya. Saat ini bagi remaja yang tidak memiliki fasilitas internet di rumahnya, maka mereka dapat mengakses online game tersebut di warnet (warung internet) yang diantaranya buka selama 24 jam


(9)

(non stop) dengan biaya murah dan sekarang permainan online game bisa melalui handphone (HP).

Mudahnya fasilitas internet untuk mengakses online game membuat remaja menjadi lebih mudah untuk mengakses online game dimana saja dan kapan saja tanpa mengenal waktu. Sifat permainan yang interaktif, atraktif, menantang dan ekonomis serta kemudahan dalam mengakses permainan tersebut menjadikan banyak remaja yang kemudian menjadi kecanduan. Kondisi kecanduan tersebut akan semakin rentan apabila dipengaruhi lingkungan, terutama keluarga kurang melakukan pengawasan kepada anaknya. Sementara itu, orang yang kecanduan online game akhirnya dapat mengarah pada munculnya perilaku agresif, tidak peduli pada kegiatan yang lain, dan gejala aneh, seperti rasa tak tenang pada saat keinginan tersebut tidak terpenuhi.

Wahadi (Widayanti, 2007:3) mengemukakan bahwa prinsipnya, “game memiliki sifat seduktif, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untuk terpaku di depan monitor selama berjam-jam.” Apalagi online game dirancang untuk suatu reinforcement atau penguatan yang bersifat segera begitu permainan berhasil melampaui target tertentu. online game menyebabkan remaja terasa tertantang sehingga terus-menerus memainkannya, dan menyebabkan remaja tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktifitas sehari-hari, sikap kurang memiliki self- control yang baik terhadap ketertarikannya pada online game.

Kesenangan mengakses online game dengan penggunaan waktu yang dominan dalam sehari akan menyisakan waktu yang sangat sedikit bagi remaja melaksanakan aktifitas penting lainnya, seperti makan, minum, belajar dan berinteraksi dengan orang lain. Pengaturan waktu dalam menjalankan kegiatan sehari-hari remaja, jika tidak seimbang akan menimbulkan perilaku salah suai dalam diri remaja. Perilaku salah suai dapat mengarahkan remaja pada perilaku yang salah atau penyimpangan perilaku.

Beberapa penelitian menyebutkan adanya masalah-masalah yang muncul dari aktifitas bermain online game yang berlebihan, diantaranya kurang peduli terhadap kegiatan sosial, isolasi sosial, kehilangan kontrol atas waktu serta menurunnya prestasi akademik, relasi sosial, finansial, kesehatan, dan


(10)

fungsi-fungsi kehidupan lain yang penting. Griffiths (Dwiastuti, 2005:6) mengungkapkan bahwa kondisi ekstrim yang muncul adalah individu akan merasa cemas jika tidak bermain. Perilaku salah suai yang muncul dapat mengarahkan remaja pada perilaku menyimpang.

Menurut Griffiths (2000) betapa besar dampak jangka panjang dari kegiatan yang menghabiskan waktu luang lebih dari 30 jam per minggu, yaitu pada perkembangan aspek pendidikan, kesehatan dan sosial remaja.

Sebuah studi yang dilakukan di Amerika mengemukakan sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh siswa perempuan pada saat menggunakan internet adalah mengerjakan tugas sekolah sebesar (75%), instant messaging (68%), dan musik (65%). Sedangkan bagi siswa laki-laki, pada saat menggunakan internet sebagian besar aktivitas yang dilakukan adalah bermain game (85%), mengerjakan tugas sekolah (68%), musik (66%), dan instan messaging (63%) (Blais dkk, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh IVO, khususnya yang terkait penelitian seputar internet dan kaum muda, menegaskan bahwa video game merupakan aktivitas populer di belanda baik online maupun offline. Lebih dari 10% anak usia umur 10-15 tahun bermain offline game sewaktu-waktu, sementara 40% remaja bermain online game multy player (Van Rooij dan Van Den Eij En Deen, 2007). Para ilmuwan dan pekerja kesehatan mengungkapkan bahwa beberapa gamer yang hobi bermain game meningkat ke titik penggunaan bermasalah. Laporan penelitian mengkonfirmasi bahwa, untuk beberapa individu, game bisa sangat mengganggu ke sekolah, bekerja, dan kontak sosial 'kehidupan nyata' (Van Rooij dan Van Den Eij En Deen, 2007).

Di Indonesia, fenomena bermain game sudah banyak melibatkan remaja. Online game mendapat sambutan yang luar biasa, terutama bagi remaja. Pengguna online game di Indonesia untuk produk dari Lyto sudah mencapai 6 juta orang. Jumlah yang fantastis untuk ukuran industri yang baru muncul di Indonesia. Bahkan dapat dikatakan bahwa industri ini belum memiliki tempat yang jelas di Indonesia (Henry: 2009).


(11)

Survey yang dilakukan oleh Media Analysis Laboratory pada tahun 1998 mengungkapkan bahwa pengguna game terbanyak adalah remaja. Remaja dengan seragam sekolah biasa terlihat memenuhi rental internet setelah jam pulang sekolah, akan tetapi sering kali juga ditemukan remaja yang berseragam sekolah terlihat bermain pada jam sekolah. Para pemain online game bisa menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bermain game dan tidak menghiraukan aktivitas lain yang penting seperti makan, minum atau belajar. Pada pagi, siang, sore bahkan larut malam, para remaja terlihat asyik untuk bermain online game.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 40 Bandung pada hari Rabu, Tanggal 28 September 2011 peneliti menemukan tiga kasus berkaitan dengan online game. Kasus yang pertama menimpa PS (nama samaran) kelas 9-C SMP Negeri 40 Bandung, menurut keterangan guru BK di sekolah tersebut PS sering bolos sekolah, dari rumah berangkat ke sekolah, akan tetapi tidak datang ke sekolah melainkan pergi ke warnet untuk bermain online game, latar belakang PS lebih memilih main game online daripada sekolah adalah persoalan keluarga, orang tuanya kurang memberikan perhatian, sehingga PS jarang masuk sekolah dan lebih memilih bermain online game yang pada akhirnya membuat PS kecanduan.

Kasus yang kedua menimpa DP (nama samaran) anak kelas 9-H SMP Negeri 40 Bandung. Atas rekomendasi dari guru BK, pada hari Rabu, Tanggal 28 September 2011 peneliti melakukan wawancara terhadap DP, setelah melakukan wawancara diketahui bahwa DP sejak sekolah dasar kecanduan terhadap game. Masuk SMP baru dia mengenal game online, menurut dia ternyata bermain online game lebih mengasyikkan daripada main game biasa, dikarenakan dalam online game dia bisa bermain dengan orang lain yang baru dikenal yang berasal dari negara lain. Setiap bermain online game DP menghabiskan rata-rata 6 jam/harinya, itu yang menyebabkan dia malas belajar, pekerjaan rumah (PR) sering tidak dikerjakan, sering membolos dan nilai-nilainya di bawah standar.

Kasus yang ketiga menimpa AZ anak kelas 8-G SMP Negeri 40 Bandung. Atas rekomendasi dari guru BK, peneliti melakukan konseling pada hari Rabu, tanggal 05 Oktober 2011 terhadap AZ, setelah melakukan wawancara diketahui


(12)

bahwa AZ bermain online game karena ajakan teman-temannya, merasa ketagihan bermain online game yang ternyata menurut dia mengasyikan daripada belajar di kelas, akhirnya menyebabkan AZ kecanduan.

Dari ketiga kasus diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa game online memberikan pengaruh negatif terhadap psikologis, motivasi belajar, prestasi belajar pada remaja usia sekolah.

Penggunaan fasilitas komputer yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional bisa mengarahkan pada tingkah laku adiktif, hal ini dipertegas oleh beberapa penelitian yang mengatakan bahwa penggunaan fasilitas Internet Relay Chat (IRC), Massively Multiplayer Online Role Playing Games (MMORPG) dan e-mail memberikan kontribusi yang luas bagi kemunculan kecanduan. Terutama MMORPG, penggunaan fasilitas komputer untuk tujuan online game ternyata bisa mengarahkan pada tingkah laku addictive yang cukup potensial setelah fasilitas chat room.

Penelitian mengenai akibat dari penggunaan teknologi komputer diawali oleh penelitian yang membahas fenomena internet addiction dan kini mulai mengkaji tentang fenomena online game. Ivan Goldberg (2002) mengatakan bahwa dampak yang dimunculkan dari online game serupa dengan dampak yang dimunculkan oleh Internet Addiction Disorder (IAD). Goldberg menjelaskan bahwa addiction muncul pada saat individu merasakan penurunan kualitas dari tampilan pekerjaan mereka, pendidikan, sosial, hubungan kerja, hubungan keluarga, finansial, psikologi, dan fungsi fisiologis.

Beberapa peneliti menyebutkan adanya masalah-masalah yang mungkin muncul dari aktivitas bermain online game yang berlebihan, masalah tersebut adalah isolasi sosial, kehilangan kontrol atas waktu dan mengalami kesulitan dalam hal akademis, pendidikan sekolah, relasi sosial, pernikahan, finanasial, tampilan kerja, kesehatan dan fungsi-fungsi kehidupan sehari-hari yang vital (Young, 1998; King, 1996). Menurut Griffiths (Dwiastuti, 2005:6) kondisi ekstrim yang bisa muncul adalah individu akan menjadi sangat cemas jika tidak bermain.


(13)

Data di atas, semakin jelas memberikan suatu gambaran tentang pengaruh negatif bermain game di dunia maya terhadap perkembangan fisik dan psikologis pada remaja usia sekolah. Dengan munculnya gejala-gejala kecanduan online game pada remaja usia sekolah, mendorong untuk disusunya upaya bantuan bimbingan dan konseling bagi remaja untuk mengurangi kecanduan online game yang berdampak negatif pada keadaan fisik dan psikis, serta dampak yang lebih jauh dapat menurunkan prestasi belajar remaja. Apabila kecanduan terhadap online game ini dibiarkan maka akan menjadi permasalahan bagi remaja karena berdampak buruk terhadap kesehatan dan prestasi belajar siswa yang bersangkutan.

Masalah pokok dari anak kecanduan online game adalah keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam online game, karena online game dirancang sedemikan rupa agar gamer semakin penasaran dan semakin ingin memeperoleh nilai yang lebih tinggi. Dalam online game apabila poin bertambah, maka objek yang dimainkan akan semakin hebat, dan kebanyakan orang senang sehingga menjadi kecanduan. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya kecanduan remaja terhadap online game.

Faktor-faktor internal yang menyebabkan terjadinya kecanduan terhadap online game, sebagai berikut: (1). Kurangnya self control dalam diri remaja, sehingga remaja kurang mampu mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain online game secara berlebihan. (2). Keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam online game, karena online game dirancang sedemikan rupa agar gamer semakin penasaran dan semakin ingin memeperoleh nilai yang lebih tinggi. (3). Rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di sekolah. (4). Ketidakmampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivitas penting lainnya juga menjadi penyebab timbulnya kecanduan terhadap online game.

Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya kecanduan bermain online game pada remaja, sebagai berikut: (1). Lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat teman-temannya yang lain banyak yang bermain online


(14)

game. (2). Kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja memilih alternatif bermain game sebagai aktivitas yang menyenangkan. (3). Harapan orang tua yang melambung terhadap anaknya untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti kursus-kursus atau les-les, sehingga kebutuhan primer anak, seperti kebersamaan, bermain dengan keluarga menjadi terlupakan.

Permasalahan siswa yang kecanduan online game di sekolah memerlukan sebuah upaya bantuan. Layanan bimbingan dan konseling diperlukan dalam rangka melakukan upaya kuratif terkait masalah pribadi siswa dan sosial. Bimbingan pribadi sosial merupakan salah satu bidang bimbingan yang ada di sekolah. Bimbingan pribadi sosial merupakan upaya layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya. Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan system pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta kemampuan-kemampuan pribadi sosial yang tepat. Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk menguji “Efektivitas Teknik Manajemen Diri untuk

Mengurangi Kecanduan Online Game”. Cognitive-behavior therapy (CBT) merupakan salah satu rumpun aliran konseling direktif yang dikemukakan oleh Williamson dengan modifikasi bersama teknik kognitif. Manajemen diri merupakan salah satu model dalam cognitive-behavior therapy. Manajemen diri atau pengelolaan diri adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik teurapetik (Cormier&Cormier, 1985: 519).

Manajemen diri bertujuan untuk membantu siswa kecanduan online game agar dapat membantu merubah perilaku negatifnya dan mengembangkan perilaku dan mengembangkan perilaku positifnya dengan jalan mengamati diri sendiri, mencatat perilaku-perilaku tertentu (pikiran, perasaan, dan tindakannya) dan interaksinya dengan peristiwa-peristiwa lingkungannya, menata kembali lingkungan sebagai isyarat khusus (cues) atau antesedent atau respon tertentu,


(15)

serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang mengikuti respon yang diinginkan.

Dalam menggunakan strategi manajemen diri untuk mengubah perilaku, klien berusaha mengarahkan perubahan perilakunya dengan cara memodifikasi aspek-aspek lingkungan atau mengadministrasikan konsekuensi konsekuensi (Jones, Nelson, & Kazdin, 1977:151). Dalam menggunakan strategi manajemen diri, di samping klien dapat nencapai perubahan perilaku sasaran yang diinginkan juga dapat berkembang kemampuan manajemen dirinya (Karoly & Kanfer, l982).

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah

Game online merupakan salah satu jenis game yang banyak digemari kaum remaja. Kini mulai menjamur rental-rental penyedia game online disekitar rumah yang selalu terlihat dipenuhi oleh para penggemar game. Remaja yang paling banyak mengunjungi rental game online, karena remaja menganggap game online adalah salah satu alternatif hiburan yang paling menyenangkan.

Menurut Piaget dalam Santrock (2002:10) „berfikir operasional formal adalah yang paling tepat menggambarkan cara berfikir remaja.‟ Pada usia remaja

individu mampu membayangkan situasi rekan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan ataupun proposisi dan mencoba mengelolanya dengan pemikiran logis. Pada fase operasional formal remaja memiliki pemikiran yang logis terhadap konsekuensi-konsekuensi atas semua hal yang dilakukannya. Remaja yang memutuskan untuk bermain game online semestinya mengetahui dan menyadari dampak jika bermain game online secara berlebihan. Adanya keluhan dari orang tua mengenai kegiatan anak yang dilakukan setelah pulang sekolah mengunjungi warnet (warung internet). Waktu yang lama mengakses (game online) di warnet membuat semua kegiatan yang penting ditinggalkan. Seperti; pergi ke sekolah, anak sering terlambat karena bangun terlalu siang. Tidak mengerjakan tugas rumah, karena lelah dan malas. Sehingga semuanya akan berdampak buruk terhadap prestasi akademik anak di sekolah.

Secara umum addiction dapat didefinisikan sebagai kompulsi yang tidak terkontrol untuk mengulangi satu bentuk tingkah laku tanpa memperdulikan


(16)

konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada diri remaja. Seseorang dikatakan kecanduan jika aktivitas yang disukai mendominasi dalam level pikiran dan perilaku, kemudian orang yang adiksi akan merasakan efek kesenangan yang berlebihan jika melakukan aktivitas bermain game (euphoria).

Game online merupakan satu bentuk fenomena yang menggejala di kalangan penggemar game online. Kini mulai banyak bermunculan rental-rental penyedia layanan game online yang selalu terlihat dipenuhi oleh para penggemar game. Game online dari satu sisi dapat memberikan beberapa manfaat, khususnya untuk aktivitas rekreasi dan hiburan, namun di sisi lain dapat memberikan dampak negatif bagi aspek fisik, psikis dan sosial pada pemainnya dan juga pada orang lain. Keasyikan yang ditawarkan oleh permainan pada game online membuat pemainnya mampu bertahan bermain dalam rentang waktu yang cukup lama. Apabila sudah muncul rasa ketergantungan dari pemain game online maka pemainnya akan sanggup untuk mengacuhkan aktivitas penting lain hanya untuk bermain game online.

Bermain game online yang berlebihan dantidak mengenal waktu, tentu saja akan menjadi masalah yang sangat fatal bagi siswa, karena akan banyak hal yang dikorbankan baik yang berhubungan dengan akademik ataupun dengan pribadi siswa itu sendiri. Membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapi, maka diperlukan dukungan lingkungan atau penguatan untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari siswa.

Manajemen diri merupakan salah satu model dalam cognitive-behavior therapy. Manajemen diri meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement yang positif (self-reward), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap rangsangan (stimulus control) (Gunarsa, 1996, 225:226). Selanjutnya, dinyatakan bahwa self-intractional (menginstruksi diri) merupakan teknik kognitif yang mempunyai peranan penting atau sebagai pendukung terhadap manajemen diri. “cognitive theory suggest that some problems in self-management may be caused by faulity constructs other cognitions about we world or people around us, or of ourselves” (Yates, 1985:63). Pengaruh teori kognitif pada masalah-masalah Manajemen diri


(17)

disebabkan oleh kesalahan konstruksi-konstruksi atau kognisi-kognisi yang lain tentang dunia atau orang-orang di sekitar kita atau diri kita sendiri. Self-instructional atau menginstruksi diri sendiri pada hakikatnya adalah bentuk restrukturisasi aspek kognitif. Urgensi dari hal tersebut terungkap bahwa pernyataan terhadap diri sendiri sama pengaruhnya dengan pernyataan yang dibuat orang lain terhadap dirinya (Meichenbaum; dalam Gunarsa, 1996:228). Perilaku kecanduan game online yang terjadi pada remaja tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena akan merugikan diri remaja sendiri. Kecanduan terhadap game online akan menyebabkan banyak aktivitas yang lebih penting untuk dilakukan terabaikan begitu saja, kegagalan dalam bidang akademik, tidak mempunyai skala prioritas terhadap kegiatan utama yang harus dilakukan lebih awal, dan menjadi tidak disiplin waktu (Ameliya, 2008).

Berdasarkan identifikasi masalah, ketidakmampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivitas penting lainnya juga menjadi penyebab timbulnya kecanduan terhadap online game.

Pemaparan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian dirumuskan dalam pertanyaan, “Apakah teknik Manajemen diri efektif untuk mengurangi kecanduan online game?”.

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah memperoleh bukti empiris tentang efektifatas teknik mnajemen diri untuk mengurangi kecanduan online game.

Secara khusus penelitian bertujuan untuk memperoleh data empiris sebagai berikut:

1. Profil kecanduan online game khususnya siswa kelas IX SMP Negeri 40 Bandung.

2. Rumusan program intervensi manajemen diri untuk mengurangi kecanduan online game.


(18)

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Menambah khazanah keilmuan mengenai kecanduan online game siswa Sekolah Menengah Pertama.

b. Menambah dan memperkaya keilmuan Bimbingan dan Konseling dalam penggunaan Manajemen diri yang dapat mengurangi kecanduan online game.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Konselor

Bagi konselor untuk mengetahui analisis kebutuhan siswa tentang kecanduan terhadap online game yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan program bimbingan, serta upaya pemberian bantuan kepada siswa di sekolah yang mengalami kecanduan terhadap game, terutama online game.

b. Manfaat bagi Siswa

Siswa mengetahui kerugian dari bermain online game yang tidak mengenal waktu sehingga mengabaikan aktivitas sehari-hari, serta siswa mampu mengendalikan keinginannya untuk bermain online game agar tidak menjadi kecanduan.

c. Manfaat bagi Sekolah

Memberikan rekomendasi kriteria siswa yang mengalami kecanduan online game, memberikan manfaat bagi para guru dalam menyikapi perilaku dan indikator-indikator perilaku siswa yang mengalami kecanduan online game dan memberikan informasi secara empiris tentang profil siswa SMA yang mengalami kecanduan online game dan cara-cara penanganannya.

E.Asumsi

Asumsi yang menjadi titik tolak dari penelitian adalah :

1. Peserta didik yang berada pada masa remaja adalah individu-individu yang sedang menjalani proses pencarian identitas menuju dewasa yang memiliki karakter senang untuk mencoba hal-hal baru. Perkembangan menuju


(19)

kedewasaan memerlukan perhatian kaum pendidik secara bersungguh-sungguh dan diperlukan pendekatan psikologis-paedagogis dan pendekatan sosiologis terhadap perkembangan remaja, guna memperoleh data yang objektif tentang masalah-masalah yang dihadapi (Sofyan Willis, 2005:457). 2. Bermain online game adalah suatu aktivitas yang dapat menguras emosi dan

menghabiskan waktu. Untuk bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan komputer, individu yang kecanduan online game akan menolak untuk tidur, makan, olah raga, melakukan hal lain, dan bersosialisasi dengan orang lain. (Young, 2009:358)

3. Apabila seorang pemain online game menjadikan aktivitas bermain online game sebagai satu bentuk tingkah laku kompulsif yang tidak terkontrol sehingga tidak memperdulikan konsekuensi-konsekuensi negatif dari aktivitas bermain game, maka pemain online game memiliki addiction level yang tinggi. Keadaan sebaliknya dapat dikatakan sebagai addiction level yang rendah apabila aktivitas bermain online game tidak menjadi kompulsi yang tidak terkontrol dan tidak sampai menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatif pada diri remaja (Ariani Dwiastuti, 2005: 16).

3. Manajemen diriadalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya remaja mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik terapeutik (Cormier & Cormier, 1985:519). 4. Manajemen dirimembantu konseli agar dapat mengubah perilaku negatifnya

dan mengembangkan perilaku positifnya dengan jalan mengamati diri sendiri, mencatat perilaku-perilaku tertentu dan interaksinya dengan peristiwa-peristiwa lingkungannya, menata kembali lingkungan sebagai isyarat khusus (cues) atau penyebab atas respon tertentu, serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang mengikuti respon yang diinginkan.

F. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah “Teknik Manajemen diri efektif untuk mengurangi kecanduan online game


(20)

G.Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2010:7). Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Experiment dengan desain single subject yakni desain yang digunakan untuk mempelajari perubahan perilaku pada individu setelah diberikan perlakuan tertentu. Dalam desain single subject setiap sampel berfungsi sebagai dirinya sendiri atau kontrol.

Populasi penelitian adalah siswa yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran di Kelas IX SMP Negeri 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

H. Lokasi Dan Sampel Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMPN 40 Bandung, kelompok yang dikenai penanganan adalah siswa kelas IX SMPN 40 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 yang kecanduan terhadap online game menjadi sampel.

Penentuan sampel disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai melalui pemilihan siswa yang sesuai dengan karakteristik yang diperlukan dalam penelitian. Metode sampling yang digunakan adalah metode non-probabilitas, artinya setiap sampel tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih, dengan menggunakan metode purposive sampling, pemilihan sampel berdasarkan elemen atau karakteristik tertentu. Sampel dalam penelitian hanya sampel yang memiliki tingkat kecanduan online game tinggi. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel didasarkan tujuan tertentu (Arikunto, 1992: 113).

Pemilihan sampel berdasarkan:

1. Ciri-ciri populasi yaitu siswa yang mengalami kecanduan online game; dan 2. Kriteria tingkat kecanduan yang dijadikan subyek penelitian adalah


(21)

Berdasarkan pengolahan skor dari kecanduan online game, siswa yang termasuk pada kategori kecanduan online game tinggi ditetapkan sebagai sampel penelitian yang akan memperoleh intervensi.

I. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan instrumen berupa angket yang disusun dan dikembangkan berdasarkan indikator tingkat kecanduan online game.

Data yang telah dikumpulkan, disajikan dalam bentuk persentase dengan hitungan statistika untuk menjawab pertanyaan penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik inferensial yaitu dengan membandingkan hasil data pre-tes dan post-tes dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata berpasangan.

Desain single subject hanya melibatkan satu peserta saja, tetapi biasanya juga dapat mencakup beberapa peserta atau subjek penelitian yakni 3 sampai 8 subjek. Setiap subjek berfungsi sebagai kontrol bagi dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kinerja subjek sebelum, selama, dan setelah diberi perlakuan (Horner, 2005). Desain yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

A : Baseline 1 (Sebelum intervensi atau perlakuan) B : Intervensi

A : Baseline 2 (Setelah intervensi atau perlakuan. A – B – A


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian

Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan data berupa angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan kontrol (Sukmadinata, 2006:53). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerik berupa persentase kecanduan online game pada siswa kelas IX SMPN 40 Bandung dan keefektifan teknik manajemen diri untuk mengurangi kecanduan online game.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen kuasi dengan subjek tunggal (singel subject), yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan (intervensi) yang diberikan, kemudian mengobservasi pengaruh atau perubahan yang diakibatkan oleh manipulasi secara sengaja dan sistematis (Faizal dalam Mustika, 2009).

Desain single subject hanya melibatkan satu peserta saja, tetapi biasanya juga dapat mencakup beberapa peserta atau subjek penelitian yakni 3 sampai 8 subjek. Setiap subjek berfungsi sebagai kontrol bagi dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kinerja subjek sebelum, selama, dan setelah diberi perlakuan (Horner, 2005). Desain yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

A : Baseline 1 (Sebelum intervensi atau perlakuan ) B : Intervensi

A : Baseline 2 (Setelah intervensi atau perlakuan) A – B – A


(23)

B.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah siswa kelas IX SMP Negeri 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel didasarkan tujuan tertentu (Arikunto, 2006: 113). Pemilihan sampel berdasarkan:

1. Ciri-ciri populasi yaitu siswa yang mengalami kecanduan online game; dan 2. Kriteria tingkat kecanduan yang dijadikan subyek penelitian adalah

siswa-siswa yang termasuk pada tingkatan kecanduan online game tinggi.

Berdasarkan pengolahan skor dari kecanduan online game, siswa yang termasuk pada kategori kecanduan online game tinggi ditetapkan sebagai sampel penelitian yang akan memperoleh intervensi. Instrumen adiksi online game diberikan kepada 312 siswa, sebanyak 4 siswa yang termasuk pada katagori high addiction dijadikan sebagai subyek penelitian yang akan diberikan intervensi dengan teknik manajemen diri.

C.Definisi Operasional Variabel 1. Teknik Manajemen Diri

Teknik manajemen diri dalam penelitian ini merujuk pada suatu teknik pengubahan dan pengembangan perilaku siswa yang menekankan pentingnya ikhtiar dan tanggungjawab pribadi untuk mengubah dan mengembangkan perilaku sendiri. Pengubahan perilaku ini dalam prosesnya lebih banyak dilakukan oleh individu (konseli) yang bersangkutan, bukan diarahkan atau bahkan dipaksakan oleh orang lain (konselor). Teknik manajemen diri meliputi self-monitoring (pemantauan diri), self-reward (reinforcement yang positif), self-contracting (kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri), dan stimulus-control (penguasaan terhadap rangsangan). Adapun tahapan yang diberikan kepada konseli dalam pemberian bantuan akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Self-Monitoring: Pada tahapan ini konseli mengidentifikasi masalah yakni penyadaran akan masalah, dan penetapan tujuan dari target yang diinginkan yaitu mengurangi kecanduan online game. Disini konseli belajar untuk mengamati diri sendiri, dan mencatat sendiri tingkah laku


(24)

tertentu tentang dirinya (mencatat data tentang perilaku yang hendak diubah, penyebab perilaku, konsekuensi perilaku, dan seberapa sering perilaku itu sering terjadi). Adapun langkah-langkah dari self-monitoring yaitu:

1) Konseli menyeleksi perilaku yang ingin diubah.

2) Konseli menyusun tujuan-tujuan untuk target yang diharapkan dan menghindari hambatan-hambatannya.

3) Konseli menargetkan reaksi-reaksi yang akan dipantau. 4) Konseli mengawasi akibat dari setiap reaksi yang dialami.

5) Konseli mengevaluasi pemantauan dirinya untuk melihat keberhasilan manajemen diri-nya.

b. Self-Reward: Pada tahapan ini konseli belajar untuk memberikan ganjaran atau hadiah atas apa yang sudah dilakukannya. Tujuannya adalah untuk membantu konseli dalam mengatur dan memperkuat perilaku yang baru, dalam hal ini adalah perilaku atau target yang ingin dirubah. Disini konseli mengenali dan menyeleksi jenis-jenis reward, melahirkan reward terhadap dirinya sendiri, menjadwalkan pemberian reward kepada dirinya setelah melakukan tingkah laku yang dapat meningkatkan perilaku sasaran, dan konseli disini belajar untuk memelihara perilaku baru itu yang dapat meningkatkan perilaku sasaran itu dengan cara mencari reward dari luar atau orang lain. Self-reward dibedakan dalam dua bentuk, yaitu: penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif dengan pemberian sesuatu yang menyenangkan. Sedangkan penguatan negatif yaitu diberikan untuk mengurangi atau mengambil sesuatu yang tidak menyenangkan. Self-reward memiliki empat komponen yaitu:

1) Memilih penghargaan (ganjaran) yang tepat. 2) Memberikan penghargaan diri.

3) Pengaturan waktu penghargaan diri.


(25)

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam dalam penghargaan diri (ganjar diri) meliputi:

1) Konseli memilih perilaku yang ingin ditingkatkan atau dikurangi. Untuk masing-masing pilihan, konseli mendefinisikannya secara khusus dengan hadiah yang memadai.

2) Apabila semakin tinggi reaksi perubahannya, konseli berhak memperoleh reward yang semakin tinggi pula.

3) Konseli tidak melakukan perubahan perilaku yang besar dalam jangka waktu yang pendek.

c. Self-Contracting : Pada tahapan ini konseli berupaya atau bersungguh-sungguh dalam melakukan serangkaian proses pengubahan perilaku yang sudah terencana. Kesungguhan konseli bisa dilihat dengan adanya kerjasama dengan pihak lain diluar dirinya. Langkah-langkah dalam self-contracting menurut Yates (1985:168) adalah sebagai berikut:

1) Konseli membuat perencanaan untuk mengubah perilaku yang ingin dirubahnya.

2) Konseli meyakini target yang ingin dirubahnya.

3) Konseli bekerjasama dengan teman atau pun keluarga untuk program manajemen diri-nya.

4) Konseli akan menanggung resiko apapun mengenai program manajemen dirinya.

5) Konseli menuliskan peraturan untuk diriya sendiri selama menjalani proses manajemen diri.

d. Stimulus Control: Pada tahapan ini konseli menata kembali atau memodifikasi kondisi lingkungan yang tepat yang berperan sebagai isyarat atau antecedents pada respon tertentu yang membuat perilaku tersebut tidak terulang kembali.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam kendali stimulus ini adalah sebagai berikut:


(26)

1) Konseli memilih perilaku yang ingin dirubah atau ditingkatkan. 2) Konseli diarahkan untuk menemukan rangsangan atau stimulus

yang mempertinggi reaksi dan yang menghambatnya.

3) Konseli menyusun kembali rangsangan atau stimulus di sekitarnya yang ingin diubah.

2. Kecanduan Online Game

Perilaku kecanduan terhadap online game pada remaja yang dimaksud dalam penelitian ini secara operasional yaitu tingkat keterikatan, kesenangan, dan ketergantungan remaja terhadap permainan online game yang meliputi aspek, sebagai berikut.

a. Salience: menunjukkan dominasi aktivitas bermain game dalam pikiran dan tingkah laku.

1) Cognitive salience: dominasi aktivitas bermain game pada level pikiran.

2) Behavioral salience: dominasi aktivitas bermain game pada level tingkah laku.

b. Euphoria:mendapatkan kesenangan dalam aktivitas bermain game.

c. Conflict:pertentangan yang muncul antara orang yang kecanduan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya (external conflict) dan juga dengan dirinya sendiri (internal conflict) tentang tingkat dari tingkah laku yang berlebihan.

1) Interpersonal conflict (eksternal): konflik yang terjadi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

2) Intrapersonal conflict (internal): konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri.

d. Tolerance: aktivitas tersebut mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan.

e. Withdrawal: perasaan tidak menyenangkan pada saat tidak melakukan aktivitas bermain game.


(27)

f. Relapse and Reinstatement: kecenderungan untuk melakukan pengulangan terhadap pola-pola awal tingkah laku addictive atau bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol. Kecenderungan untuk mengulang bermain game menunjukkan ketidakmampuan untuk berhenti secara utuh dari aktivitas bermain game.

D.Instrumen Pengumpulan Data 1. Jenis Instrumen

Dalam penelitian ini, tingkat kecanduan menggunakan data primer yang diungkap dengan angket/kuesioner kecanduan online game yang dikembangkan oleh Ameliya tahun 2008. Angket tersebut memiliki indek reliabilitas 0,850 dengan tingkat kepercayaan 95% artinya tingkat korelasi atau derajat keterandalan sangat tinggi, yang menunjukkan bahwa instrument yang dibuat tidak perlu direvisi. Kisi-kisi disajikan sebagai berikut (tabel 3.1).

Tabel 3.1

Kisi – Kisi Instrumen Kecanduan Online Game Pada Siswa

Aspek Indikator Pernyataan No.

Item

Salience Cognitive Salience

Sering atau tidaknya subjek membayangkan aktivitas bermain online game.

Ketika sedang belajar saya sulit berkonsentrasi karena membayangkan bermain online game.(+)

1

Jika tidak sedang bermain online game saya selalu berpikir kapan waktu yang tepat untuk bisa bermain online game lagi. (+)

2

Saya berpikir tentang online game meskipun saya sedang tidak menggunakan komputer. (+)

3

Sering atau tidaknya subjek membayangkan aktivitas bermain

online game dalam mimpinya.

Keasikan bermain online game sampai terbawa ke dalam mimpi saya. (+)

4

Behavioral Salience

Sebagian besar aktivitas subjek sehari-hari adalah bermain online game.

Saya bermain online game sampai larut malam. (+)

5

Subjek berupaya meluangkan waktu untuk bisa bermain online game.

Saya menghabiskan waktu untuk bermain

online game dibandingkan melakukan

aktivitas lain. (+)

6

Saya merasa kurang tidur cukup karena bermain online game. (+)


(28)

Jika dihadapkan pada dua pilihan yaitu bermain online game atau aktivitas lain maka subjek akan memilih aktivitas bermain online

game jika dibandingkan dengan

aktivitas lain.

Saya terlambat mengikuti les karena bermain online game. (+)

8 Saya lebih memilih bermain online game dibandingkan pergi sekolah. (+)

9

Subjek menunda aktivitas lain jika sedang bermain online game.

Saya menunda mengerjakan PR untuk bermain online game. (+)

10 Saya melewatkan waktu makan karena aktivitas bermain online game.(+)

11 Saya membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakan PR karena diselingi dengan bermain online game. (+)

12

Euphoria Merasa lebih bersemangat pada saat

bermain.

Saya merasa sangat antusias jika akan bermain online game. (+)

13 Ketika saya memperoleh skor tinggi, saya merasa lebih semangat untuk memperoleh dan mencapai level yang lebih tinggi lagi. (+)

14

Merasa perasaan senang pada saat bermain online game.

Saya sangat menikmati saat-saat bermain online game. (+)

15 Saya merasa larut dalam permainan jika sedang bermain online game. (+)

16 Merasa lebih bersemangat

menerima tantangan dalam permainan online game.

Saya mau berkompetisi dengan orang lain yang sedang bermain online game. (+)

17 Saya tertantang jika melihat orang lain memiliki level online game yang lebih tinggi dari saya. (+)

18

Conflict External conflict

Sering atau tidaknya mendapat komentar negatif dari keluarga mengenai aktivitas bermain online

game yang menghabiskan banyak

waktu.

Orang-orang sekeliling saya memberikan kritikan tentang aktivitas saya bermain online game. (+)

19

Saya mendapat sindiran dari orang tua bila pulang larut malam karena bermain online game. (+)

20

Sering atau tidaknya mendapat kemarahan dari orang tua mengenai aktivitas bermain online game yang berlebihan.

Saya dimarahi oleh orang tua jika bermain online game sampai lupa waktu. (+)

21 Saya diancam oleh orang tua karena aktivitas saya bermain online game. (+)

22 Sering atau tidaknya mendapat

sindiran dari teman-teman mengenai waktu luang yang jarang subjek habiskan dengan teman-teman.

Saya mendapat sindiran dari teman-teman karena banyak waktu yang saya habiskan untuk bermain online game.(+)

23

Teman-teman mengeluh karena saya jarang bermain dengan mereka lagi karena aktivitas bermain online game. (+)

24

Jumlah pertemuan dengan teman-teman yang sudah mulai jarang.

Teman-teman mulai menjauh sejak saya bermain online game. (+)

25 Persahabatan dengan teman-teman 26


(29)

memburuk karena kebiasaan saya bermain online game. (+)

Sejak mengenal online game saya jarang berkumpul lagi dengan teman-teman. (+)

27 Internal conflict

Perasaan kebingungan pada saat harus memilih antara bermain

online game atau melakukan

aktivitas lain.

Saya bingung jika harus memilih antara bermain online game dengan mengerjakan aktivitas lain. (+)

28

Tolerance Subjek merasakan kebutuhan untuk

meningkatkan durasi permainan.

Saya gagal untuk mengurangi waktu yang saya habiskan untuk bermain online game. (+)

29

Saya merasa harus menambah waktu bermain online game lebih lama dari biasanya untuk mendapatkan kepuasan. (+)

30

Subjek melakukan peningkatan durasi waktu yang dihabiskan pada awal bermain online game dengan kondisi sekarang.

Frekuensi bermain online game saya bertambah jika dibandingkan dengan sebelumnya. (+)

31

Saya menambah waktu bermain online

game dari sebelumnya untuk mencapai

level dan skor yang lebih tinggi. (+)

32

Withdrawal Muncul perasaan gelisah jika tidak

bermain game

Saya merasa gelisah jika tidak bermain online game. (+)

33 Perasaan saya tidak menentu jika tidak bermain online game. (+)

34 Muncul perasaan cemas jika tidak

bermain online game.

Saya tidak tenang jika tidak bermain online game. (+)

35 Relapse and

Reinstatement

Muncul perasaan ingin bermain online game lagi setelah kebiasaan itu berhenti.

Saya ingin bermain online game lagi setelah berhasil menghentikan kebiasaan saya bermain selama beberapa saat. (+)

36

Melakukan kembali kegiatan bermain online game setelah sebelumnya berhasil untuk menghentikan kegiatan tersebut.

Saya mencoba untuk menghentikan kebiasaan bermain online game tapi tetap tidak bisa. (+)

37

Saya gagal menepati janji saya untuk tidak bermain online game lagi. (+)

38 Intensitas bertambah setelah sempat

mengalami penghentian

Saya bermain online game lebih lama dari sebelumnya setelah sempat berhenti beberapa waktu.

39

Saat ini kebisaan bermain online game saya bertambah parah setelah saya berhasil menghentikannya secara total.(+)

40

2. Pedoman Skoring

Pernyataan-pernyataan pada alat ukur addiction level pada pemain online game ini terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Masing-masing


(30)

pernyataan menyediakan empat alternatif jawaban, yaitu: Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), Tidak Pernah (TP). Skor setiap pernyataan berkisar antara 1 sampai dengan 4, sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh subjek, yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.2

Kriteria Penyekoran Instrumen Kecanduan Online Game Skor Jawaban Nilai untuk

Skor Positif

Nilai untuk Skor Negatif

Selalu (SL) 4 1

Sering (SR) 3 2

Jarang (JR) 2 3

Tidak Pernah (TP) 1 4

E.Uji Coba Alat Ukur

1. Uji Validitas Butir Item

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen (Arikunto, 2006:78). Pengujian validitas butir item yang dilakukan terhadap seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap kecanduan online game. Kegiatan uji validitas butir item bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan mampu mengukur apa yang diinginkan. Pengujian validitas butir item akan menggunakan rumus korelasi Spearman-Brown.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas

Kesimpulan Item Jumlah

Memadai 1,2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,13,14,15,16,17,18,20,22,23,24,25,26,27,28,29 ,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39, 40,

37 Tidak

memadai

10,19,21 3

Hasil pengujian validitas instrumen kecanduan online game dengan menggunakan korelasi item total Spearman-Brown, dari 37 item pernyataan yang disusun didapat bahwa 37 item dinyatakan valid dan sebanyak 3 item pernyataan tidak valid pada tingkat kepercayaan 95%.


(31)

2. Uji reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keterandalan instrumen atau keajegan instrumen. Suatu alat ukur memiliki reliabilitas baik jika memiliki kesamaan data dalam waktu yang berbeda sehingga dapat digunakan berkali-kali. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen diolah dengan metode split half secara statistik memakai program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 20.0 for windows.

Sebagai tolak ukur koefisien reliabilitasnya, digunakan kriteria dari Guilford, tersaji dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4

Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen

Kriteria Kategori

< 20 Derajat keterandalan sangat rendah 0.21-0.40 Derajat keterandalan rendah 0.41-0.70 Derajat keterandalan sedang 0.71-0.90 Derajat keterandalan tinggi 0.91-1.00 Derajat keterandalan sangat tinggi

Guilford (Furqon, 1999) Hasil uji reliabitias tersebut menunjukkan bahwa nilai reliabilitas instrumen ialah sebesar 0,963. Dengan demikian, instrumen tersebut dinyatakan memiliki tingkat konsistensi yang sangat tinggi.

F. Langkah-langkah Penelitian

Langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pre-test (Tes Awal)

Kegiatan pre-test ini dilakukan dengan menyebar angket kecanduan online game pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Bandung untuk mendapatkan data mengenai gambaran kecanduan online game.

2. Treatment (Perlakuan)

Pemberian treatment (perlakuan) dengan menggunakan teknik manajemen diri dilakukan pada siswa dengan tingkat kecanduan tinggi (high addiction)


(32)

berdasrkan hasil pre-test. Rancangan intervensi dengan menggunakan teknik manajemen diri ini adalah sebagai berikut.

TEKNIK MANAJEMEN DIRI UNTUK MENGURANGI KECANDUAN ONLINE GAME

A.Rasional

Produk teknologi yang setiap waktu terus berkembang dan sangat digemari dikalangan remaja saat ini adalah video games dan online game. Keberadaan video games dan online game sebagai salah satu produk teknologi yang memiliki manfaat sebagai hiburan tentu saja sudah tidak asing lagi. Mudahnya fasilitas internet untuk mengakses online game membuat remaja menjadi lebih mudah untuk mengakses online game dimana saja dan kapan saja tanpa mengenal waktu. Sifat permainan yang interaktif, atraktif, menantang dan ekonomis serta kemudahan dalam mengakses permainan tersebut menjadikan banyak remaja yang kemudian menjadi kecanduan. Kecanduan online game adalah kesenangan saat bermain game karena didalamnya terkandung rasa puas untuk menikmati kemenangan, rasa puas ketika mampu memukul jatuh lawannya kemudian disitu ia mendapatkan hadiah atau simbol-simbol tertentu yang bisa mengekpresikan kesenangan sehingga adaperasaan mengulangi lagi kegiatan yang menyenangkan ketika bermain game online.

Berdasarkan pengumpulan data awal (pre-test) diperoleh gambaran umum kecanduan online game siswa kelas IX di SMP Negeri 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 sebanyak 91,03% berada pada kategori low addiction dan 8,97% berada pada kategori high addiction. Gambaran umum kecanduan online game per aspek, salience (31,22%), euphoria (17.87%), conflict (23,81%), tolerance (8,91%), Withdrawal (6,37%) dan Relapse and Reinstatement (11,82%).

Berdasarkan hasil wawancara dilakukan kepada guru BK SMP Negeri 40 Bandung dan studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 40 Bandung pada hari rabu, tanggal 28 september 2011 peneliti menemukan tiga kasus berkaitan dengan online game. Kasus yang pertama menimpa PS (nama samaran) kelas 9-C SMP Negeri 40 Bandung, menurut keterangan guru BK di sekolah tersebut PS


(33)

sering bolos sekolah, dari rumah berangkat ke sekolah, akan tetapi tidak datang ke sekolah melainkan pergi ke warnet untuk bermain online game, latar belakang PS lebih memilih main game online daripada sekolah adalah persoalan keluarga, orang tuanya kurang memberikan perhatian, sehingga PS jarang masuk sekolah dan lebih memilih bermain online game yang pada akhirnya membuat PS kecanduan.

Kasus yang kedua menimpa DP (nama samaran) anak kelas 9-H SMP Negeri 40 Bandung. Atas rekomendasi dari guru BK, pada hari Rabu, Tanggal 28 September 2011 peneliti melakukan wawancara terhadap DP, setelah melakukan wawancara diketahui bahwa DP sejak sekolah dasar telah kecanduan terhadap game. Masuk SMP baru dia mengenal game online, menurut dia bermain online game lebih mengasyikkan daripada main game biasa, dikarenakan dalam online game dia bisa bermain dengan orang lain yang baru dikenal yang berasal dari negera lain. Setiap bermain online game DP menghabiskan rata-rata 6 jam/harinya, itu yang menyebabkan dia malas belajar, pekerjaan rumah (PR) sering tidak dikerjakan, sering membolos dan nilai-nilainya di bawah standar.

Kasus yang ketiga menimpa AZ anak kelas 8-G SMP Negeri 40 Bandung. Atas rekomendasi dari guru BK, peneliti melakukan konseling pada hari Rabu, tanggal 05 Oktober 2011 terhadap AZ, setelah melakukan wawancara diketahui bahwa AZ bermain online game karena ajakan teman-temannya, merasa ketagihan bermain online game yang ternyata menurut dia mengasyikan daripada belajar di kelas, akhirnya menyebabkan AZ kecanduan.

Fenomena kecanduan online game di atas mengisyaratkan bahwa diperlukan suatu program untuk mengurangi kecanduan online game siswa di sekolah. Oleh sebab itu dibuatlah program intervensi untuk mengurangi kecanduan online game menggunakan teknik manajemen diri. Keberadaan konselor diharapkan dapat membantu siswa mengurangi kecanduan online game. bantuan yang diberikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa melalui berbagai bentuk bantuan dan setting, baik individual maupun kelompok.

Permasalahan kecanduan online game siswa dengan pendekatan bimbingan pribadi-sosial dapat dilakukan menggunakan teknik manajemen diri. Teknik


(34)

manajemen diri merujuk pada suatu teknik pengubahan dan pengembangan perilaku siswa yang menekankan pentingnya ikhtiar dan tanggungjawab pribadi untuk mengubah dan mengembangkan perilaku sendiri.

Pengubahan perilaku ini dalam prosesnya lebih banyak dilakukan oleh individu (konseli) yang bersangkutan, bukan diarahkan atau bahkan dipaksakan oleh orang lain (konselor). Teknik manajemen diri meliputi self-monitoring (pemantauan diri), self reward (reinforcement yang positif), self-contracting (kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri), dan stimulus control (penguasaan terhadap rangsangan).

B.Tujuan

Tujuan umum konseling melalui teknik manajemen diri adalah mengurangi kecanduan online game siswa kelas IX SMP Negeri 40 Bandung Tahun Aelajaran 2012/1013. Sedangkan tujuan khusus konseling teknik manajemen diriini adalah:

1. Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek salience . 2. Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek euphoria. 3. Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek conflict. 4. Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek tolerance. 5. Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek withdrawal.

6. Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek relapse and reinstatement.

C.Asumsi Dasar

Asumsi pelaksanaan intervensi ini adalah:

1. Bermain online game adalah suatu aktivitas yang dapat menguras emosi dan menghabiskan waktu. Untuk bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan komputer, individu yang kecanduan online game akan menolak untuk tidur, makan, olah raga, melakukan hal lain, dan bersosialisasi dengan orang lain. (Young, 2009: 358).

2. Apabila seorang pemain online game menjadikan aktivitas bermain online game sebagai satu bentuk tingkah laku kompulsif yang tidak terkontrol


(35)

sehingga tidak memperdulikan konsekuensi-konsekuensi negatif dari aktivitas bermain game, maka pemain online game memiliki addiction level yang tinggi. Keadaan sebaliknya dapat dikatakan sebagai addiction level yang rendah apabila aktivitas bermain online game tidak menjadi kompulsi yang tidak terkontrol dan tidak sampai menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatif pada diri remaja (Ariani Dwiastuti, 2005: 16).

3. Manajemen diri adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya remaja mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik terapeutik (Cormier & Cormier, 1985:519). 4. Manajemen diri membantu konseli agar dapat mengubah perilaku

negatifnya dan mengembangkan perilaku positifnya dengan jalan mengamat diri sendiri, mencatat perilaku-perilaku tertentu dan interaksinya dengan peristiwa peristiwa lingkungannya, menata kembali lingkungan sebagai isyarat khusus (cues) atau penyebab atas respon tertentu, serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang mengikuti respon yang diinginkan.

D.Sasaran Intervensi

Adapun sasaran intervensi yaitu siswa-siswa kelas IX SMP Negeri 40 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, intervensi dilakukan terhadap 4 orang siswa dengan intensitas kecanduan online game paling tinggi dari 28 siswa yang mengalami kecanduan online game tinggi. Keempat siswa tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

1. FLR dengan fokus intervensi aspek salience yang meliputi subjek menunda aktivitas lain jika sedang bermain online game. Aspek euphoria yang meliputi merasa lebih bersemangat menerima tantangan dalam permainan online game. Aspek conflict yang meliputi sering atau tidaknya mendapat sindiran dari teman-teman mengenai waktu luang yang jarang subjek habiskan dengan teman-teman. Aspek tolerance yang subjek melakukan peningkatan durasi waktu yang dihabiskan pada awal bermain online game dengan kondisi sekarang. Aspek withdrawal muncul perasaan cemas jika


(36)

tidak bermain online game. Aspek relapse and reinstatement muncul perasaan ingin bermain online game lagi setelah kebiasaan itu berhenti. 2. KOS dengan fokus intervensi aspek salience yang meliputi subjek menunda

aktivitas lain jika sedang bermain online game. Aspek euphoria yang meliputi merasa lebih bersemangat menerima tantangan dalam permainan online game. Aspek conflict yang meliputi sering atau tidaknya mendapat kemarahan dari orang tua mengenai aktivitas bermain online game yang berlebihan. Aspek tolerance yang subjek merasakan kebutuhan untuk meningkatkan durasi permainan. Aspek withdrawal muncul perasaan cemas jika tidak bermain online game. Aspek relapse and reinstatement yang meliputi muncul perasaan ingin bermain online game lagi setelah kebiasaan itu berhenti.

3. MRF dengan fokus intervensi aspek salience yang meliputi (cognitive salience) sering atau tidaknya subjek membayangkan aktivitas bermain online game. Aspek euphoria yang meliputi merasa lebih bersemangat menerima tantangan dalam permainan online game. Aspek conflict yang meliputi (external conflict)sering atau tidaknya mendapat komentar negatif dari keluarga mengenai aktivitas bermain online game yang menghabiskan banyak waktu. Aspek tolerance yang subjek melakukan peningkatan durasi waktu yang dihabiskan pada awal bermain online game dengan kondisi sekarang. Aspek withdrawal yang meliputi muncul perasaan gelisah jika tidak bermain game Aspek relapse and reinstatement intensitas bertambah setelah sempat mengalami penghentian.

4. NAP dengan fokus intervensi aspek salience yang meliputi (cognitive salience) sering atau tidaknya subjek membayangkan aktivitas bermain online game. Aspek euphoria yang meliputi merasa lebih bersemangat menerima tantangan dalam permainan online game. Aspek conflict yang meliputi external conflict) sering atau tidaknya mendapat komentar negatif dari keluarga mengenai aktivitas bermain online game yang menghabiskan banyak waktu. Aspek tolerance yang subjek melakukan peningkatan durasi waktu yang dihabiskan pada awal bermain online game dengan kondisi


(37)

sekarang. Aspek withdrawal yang meliputi muncul perasaan gelisah jika tidak bermain game Aspek relapse and reinstatement intensitas bertambah setelah sempat mengalami penghentian.

Tabel 3.5

Matriks Rancangan Program Intervensi Konseling Kognitif Perilaku Untuk Mengurangi Kecanduan Online Game

Nama Sesi Tahapan Intervensi Konseling Tujuan Penunjang Teknis Sesi 1 Pre Test

(1 x pertemuan) 60 menit

Assesmen dan diagnosa Untuk mengetahui tingkat kecanduan online game pada siswa yang menjadi sampel penelitian.

Instrumen kecanduan online game.

Sesi 2

(1 x pertemuan) 60 menit

Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, penyimpanan proses berfikir dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan.

Mengetahui kebutuhan konseli dan mengetahui latar belakang konseli kecanduan

online game dalam

pelaksanaannya serta siswa mampu mengidentifikasi kebiasaan negatif yang sering muncul pada perilaku kecanduan online game.

Lembar kerja self monitoring ke satu dan lembar evaluasi konseling.

Sesi 3

(1 x pertemuan) 60 menit

Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekuensi positif-negatif kepada konseli.

Membantu siswa mampu mengenal kebiasaan negatif yang sering muncul pada perilaku online game.

Lembar kerja self monitoring ke dua. dan lembar evaluasi konseling.

Sesi 4 dan 5 (1 x pertemuan) 60 menit

Menata kembali keyakinan yang menyimpang dan Intervensi tingkah laku.

Membantu siswa untuk mencari faktor-faktor yang dapat menghambat perilaku target muncul, dan membantu siswa menghindari berbagai hambatan yang dapat menghambat perilaku target muncul.

Siswa mampu menentukan

reward dan membuat

perencanaan untuk mengubah perilaku yang ingin diubahnya dalam upaya menuju ke arah yang positif.

Lembar kerja self control, Lembar kerja

self-reward, lembar

kerja self-contracting dan lembar evaluasi konseling.

Sesi 6

(1 x pertemuan) 60 menit

Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek salience .

Lembar evaluasi konseling.

Sesi 7

(1 x pertemuan) 60 menit

Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek euphoria.

Lembar evaluasi konseling.


(38)

(1 x pertemuan) 60 menit

kecanduan online game pada aspek conflict.

sesi konseling.

Sesi 9

(1 x pertemuan) 60 menit

Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek tolerance.

Lembar evaluasi konseling.

Sesi 10

(1 x pertemuan) 60 menit

Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek Withdrawal.

Lembar evaluasi konseling.

Sesi 11

(1 x pertemuan) 60 menit

Mengurangi perilaku kecanduan online game pada aspek Relapse and reinstatement.

Lembar evaluasi per sesi konseling.

Sesi 12

Review dan Pos-

Test

(1 x pertemuan) 60 menit

Pencegahan dan Training Self-Help serta pelaksanaan post test sebagai penutup intervensi konseling.

1. Mencegah kondisi kecanduan online game kembali terjadi

2. Siswa telah memiliki kesiapan serta kesanggupan melanjutkan terapi dengan metode

self-help secara

berkesinambungan sehingga dari terapi yang telah dilakukan disimpulkan pada akhirnya siswa secara keseluruhan siswa memiliki keterampilan mengolah pikiran-perasaan-perbuatan secara positif dalam setiap masalah yang dihadapi. 3. Konseli memahami tujuan

post-test .

Instrumen kecanduan online game.

E.Prosedur Pelaksanaan

Pelaksanaan intervensi teknik manajemen diri untuk mengurangi kecanduan online game siswa ini berlangsung 7 sesi. Pelaksanaan intervensi sesi 1 sampai sesi 7 dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara konselor dan konseli. Untuk tempat pelaksanaan intervensi mengambil tempat di SMPN 40 Bandung. Konseling individual teknik manajemen diriini meliputi serangkaian tahapan:


(39)

1. Assesmen dan Diagnosa.

2. Mencari Akar Permasalahan yang Bersumber dari Emosi Negatif, Penyimpanan Proses Berfikir dan Keyakinan Utama yang Berhubungan dengan Gangguan.

3. Konselor Bersama Konseli Menyusun Rencana Intervensi dengan Memberikan Konsekuensi Positif-Negatif Kepada Konseli.

4. Menata Kembali Keyakinan yang Menyimpang. 5. Intervensi Tingkah Laku.

Intervensi tingkah laku difokuskan pada strategi sebagai berikut:

a. Self-Monitoring: Pada tahapan ini konseli mengidentifikasi masalah yakni penyadaran akan masalah, dan penetapan tujuan dari target yang diinginkan yaitu mengurangi kecanduan online game. Disini konseli belajar untuk mengamati diri sendiri, dan mencatat sendiri tingkah laku tertentu tentang dirinya (mencatat data tentang perilaku yang hendak diubah, penyebab perilaku, konsekuensi perilaku, dan seberapa sering perilaku itu sering terjadi).

b. Self-Reward: Pada tahapan ini konseli belajar untuk memberikan ganjaran atau hadiah atas apa yang sudah dilakukannya. Tujuannya adalah untuk membantu konseli dalam mengatur dan memperkuat perilaku yang baru, dalam hal ini adalah perilaku atau target yang ingin dirubah.

c. Self-Contracting : Pada tahapan ini konseli berupaya atau bersungguh-sungguh dalam melakukan serangkaian proses pengubahan perilaku yang sudah terencana. Kesungguhan konseli bisa dilihat dengan adanya kerjasama dengan pihak lain diluar dirinya.

d. Stimulus Control: Pada tahapan ini konseli menata kembali atau memodifikasi kondisi lingkungan yang tepat yang berperan sebagai isyarat atau antecedents pada respon tertentu yang membuat perilaku tersebut tidak terulang kembali.


(40)

F. Sesi Intervensi

Setiap sesi intervensi diusahakan mengacu pada serangkaian teknis tersebut. Rencana bantuan yang disusun berdasarkan pre-test dan penyesuaian penerapan pendekatan konseling kognitif-perilaku (KKP) khususnya teknik manajemen diri dalam setting pribadi. Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatan antara konselor dan konseli. Gambaran setiap sesi intervensi sebagai berikut. Sesi 1

Sesi pertama digunakan untuk pelaksanaan pre-test. Pre-test dilakukan untuk mengetahui tingkat kecanduan online game pada siswa yang menjadi sampel penelitian.

Sesi 2

Sesi konseling yang kedua yaitu perkenalan antara praktikan dengan siswa, penyampaian maksud dan tujuan serta penyepakatan jadwal pelaksanaan, dan menetapkan aturan-aturan kelompok. Pada sesi ini pula peneliti menumbuhkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan. Sesi ini konselor dan konseli mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, penyimpangan proses berfikir dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan. Sesi ini bertujuan mengetahui kebutuhan konseli dan mengetahui latar belakang konseli kecanduan online game dalam pelaksanaannya serta siswa mampu mengidentifikasi kebiasaan negatif yang sering muncul pada perilaku kecanduan online game. Teknik yang digunakan manajemen diri sesi ini rangkaian dari tahapan strategi self-monitoring.

Sesi 3

Konseli 1 (KOS)

Konseling pada sesi ke tiga ini konselor dan konseli menyusun bersama rencana intervensi dengan memberikan konsekuensi positif negatif kepada konseli, bertujuan membantu siswa mampu mengenal kebiasaan negatif yang sering muncul pada perilaku online game. Teknik yang digunakan manajemen diri sesi ini rangkaian dari tahapan strategi self-monitoring.


(1)

Horn, Patricia., A. Brigham Thomas. (1996). A Self-Management Approach To Reducing Aids Risk In Sexually Active Heterosexual College Students. Behavior And Social Issues, Volume 6, No. 1, Spring 1996.

Horner, Robert H. Et al,. (2005). The Use of Singel-Subject Research to Identify Evidence-Based Pratice in Special Education. Council for hoxpmmmil ChiUm. Vol. 71(2) pp. 165-179

Hurlock, Elizabeth. B. (1992). (a.b. Meitasari Tjandarasa). Psikologi Perkembangan (Edisi lima). Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth. B. (1978). (a.b. Meitasari Tjandarasa). Perkembangan Anak (Edisi Lima). Jakarta: Erlangga.

Ilfiandra. (2008). Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Mengurangi Prokrastinasi Akademik Mahasiswa. Disertasi PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Jansz, Jeroen., Martens Lonneke. (2005). Gaming at a LAN event: the social context of playing video games. Journal Amsterdam School of Communications Research (ASCoR) University of Amsterdam 2005 SAGE Publications London, Thousand Oaks, CA and New Delhi Vol7(3):333–355. Jones, R.T. ;Nelson, R.E.; & Kazdin, A.E. (1977). “The Role of External Variables in Self-reincforcement: A Review.” Behavior Modification, 1, 147-178.

Kharisma, W. (2008).”Candu Permainan Jaringan”. Pikiran Rakyat (3 Maret 2008).

Kanfer, F.H. (1980). Self-management Methods. “dalam F.H. Kanfer & A.P Goldstein (Eds.), Helping People Change Second Edition, New York : Pergamon Press, 334-389.

Karoly, D. & Kanfer, F.H. (1982). Self-management and Behavior Change. New York: Pergamon Press.

Kem. L. (2005). Gamers addiction: A threat to student success! What advisors need to know., 13.58 from NACADA Clearinghouse of Academic Advising Resources Web site: http://www.nacada.ksu.edu/Clearinghouse o/AdvisingIssues/Gamer-Addiction.htm.

Ko, C.H.; Yen, J.Y.; Chen, C.C.; Chen, S.H.; Yen, C.F. (2005). Gender Differences and Related Factors Affecting Online Gaming Addiction Among Taiwanese Adolescents. Journal of Nervous and Mental Disease. Vol 193 (4) Apr 2005, 273-277.


(2)

Krumboltz, H.B. dan Shapiro,J. (1979). “Counseling Women In Behavioral Self-Direction”. The Personel and Guidance Journal, 57, 415-418.

Kusumadewi, Theodora. 2009. Hubungan antara Kecanduan Internet Game Online dan Keterampilan Sosial pada Remaja (Relation Between Internet Game Online and Social Skills in Adolecents). Skripsi Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Lehdonvirta, Mika., Nagashima, Yosuke., Lehdonvirta Vili., Baba Akira. (2012). The Stoic Male: How Avatar Gender Affects Help-Seeking Behavior in an Online Game. Journal Games and Cultur 7(1) 29-47.

Lindgren, H.C. (1976). Educational Psychology in The Classroom. Jhon Wiley & Sons, Inc., New York.

Lo, S.K.; Wang, C.C.; Fang, W. (2005). Physical interpersonal relationships and social anxiety among online game players. Cyberpsychology & behavior. (2005) Vol. 8 (1), p: 15-20.

Mahoney, M.K. & Thorensen, C.E. (1974). Self-Control: Power to the Person. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Manna A, Alma., Sijrike F, Van der Mei., W. Nathalie, Feitsma; Johan W, Groothoff., Theo G, Van Tilburg., Theo P. B. M. Suurmeijer. (2011). Loneliness and Self-Management Abilities in the Visually Impaired Elderly. Journal of Aging and Health 23(5) 843–861.

Mustika, Argiasri. (2009). Peningkatan Keterampilan Mengarang Reproduksi Pada Anak Tunarungu Melalui Gambar Animasi. Sripsi PLB FIP UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Muqodas, Idat (2011). CBT: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di Indonesia. Dalam Yusuf Syamsu (editor). 2011. Contempory And Creative Counseling Technique: How To Be More Creative In Counseling Sessions. Bandung: Rizki Press

Ng, B.D.; Wiemer-Hastings, P. (2005). Addiction to the Internet and Online Gaming. CyberPsychology and Behavior. Vol 8 (2) Apr 2005, 110-113. Nursalim, Mochamad dan Tri H, Retno. 2007. Konseling Kelompok. Surabaya:

Unesa University Press.

Oktorina, Sebastian Jaya, Tjibeng dan Tiatri. (2009). Pengaruh Faktor Protektif Sekolah, Terutama „Harapan Yang Tinggi‟, Pada Kebiasaan Bermain Game Online Siswa. Jurnal Penelitian Universitas Tarumanegara.


(3)

Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta: Kreativ Media.

Patonah, Siti Peti (2010) Profil Siswa Pecandu Game Online (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Siswa Kelas XII Di SMA Negeri 1 Cimalaka). Skripsi pada Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Pradipta Christy Pratiwi., Tri Rejeki Andayani., Nugraha Ari Karyana. (2012). Perilaku Adiksi Game-Online Ditinjau dari Efikasi Diri Akademik dan Keterampilan Sosial pada Remaja di Surakarta. Jurnal Universitas Sebelas Maret Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi.

Proudfoot, Judith., Parker, Gordon., Hyett, Matthew., Manicavasagar, Vijaya; Smith Meg., Grdovic, Sue., Greenfield, Leah. (2007). Next generation of self-management education: Web-based bipolar disorder program. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry 2007; 41:903_909. Poerwadarminta. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta:

Erlangga.

Rahmayani N, Roza. (2011). Pengembangan Program Konseling untuk Siswa yang Mengalami Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder (BDD) dengan Menggunakan Teknik Self-Management. Skripsi PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Rachel Anne, Mooney., Seth A, Darst., Robert Landick (2005). Sigma And Rna Polymerase: Review An On-Again, Off-Again Relationship?. Molecular Cell, Vol. 20, 335–345, November 11, 2005.

Rani A, Desai., Suchitra, Krishnan-Sarin., Dana, Cavallo., Marc N, Potenza. (2010). Video-Gaming Among High School Students: Health Correlates, Gender Differences, and Problematic Gaming. Official Journal Of The American Academy Of Pediatrics DOI: 10.1542/peds.2009-2706.

Rinvolucri. (1995). Grammar Games Cognitive, affective and drama activities for EFL students. Published by the Press Syndicate of the University of Cambride The Pitt Building. New York, USA.

Rohan. (2009). Game Station-Indonesia‟s Best Selling Game Magazine. Open Beta. Jakarta.

Santrok, J.W. (1983). Life-Span Develovment. Alih Bahasa (2002). Achmad Cusairi dan Santrok, J.W. Life-Span Develovment‟perkembangan mata hidup‟. Jakarta.


(4)

Sattar, P.; Ramaswamy, S. (2004). Internet Gaming Addiction. School Counselor. Vol 31 (1) Sep 1983, 40-43.

Shelton, J.L. (1979). Behavior Modification for Counseling Centers: A Guide for Program Development. Washington DC: ACPA-APGA.

Shotton, M. (2004). Computer and Cyberspace "Addiction". Journal Universitat Nacional de Educacion a Distancia, Los Jazmines, 46, Algeciras, Spain, 11207, Adicciones. Vol 13(4) 2001, 407-413.

Sorensen, E. (2005). Addiction to online games? When children and adolescents play too much [Nar Born og unge spiller meget online - Og voksne frygter afhaengighed]. Journal Kobenhavns Universitet, Kobenhavns, Denmark, Psyke and Logos. Vol 26(1) 2005, 137-152.

Steed L, Kong R, Stygall J et al. (2001) . The role of apolipoprotein E in cognitive decline after cardiac operation. Ann Thorac Surg vol. 71, (3) 823-826. Steinkuehler, Constance A. (2006). Why Game (Culture) Studies Now?. Journal

University of Wisconsin–Madison Games and Culture Volume 1 Number 1 January 2006 97-102.

Stinson, Jennifer., Wilson, Rita., Yamada, Janet., Holt, Jessica. (2008). A Systematic Review of Internet-based Self-Management Interventions for Youth with Health Conditions. Journal of Pediatric Psychology 34(5) pp. 495–510.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata, N.S. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Sunahwa dan Warsito. (2008). Penggunaan Strategi Self-Management Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Di Lingkungan Pesantren. Jurnal Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan UNESA.

Suler, J. (2004). Computer and Cyberspace "Addiction. International Journal of Applied Psychoanalytic Studies. Vol 1 (4) 2004, 359 -362.

Supendi, Rosna Pentiaratih (2011) Program Bimbingan Dan Konseling Untuk Mengurangi Kecanduan Online Game Pada Siswa SMP (Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 1 Lembang Kab. Bandung


(5)

Barat Tahun Ajaran 2011/2012)). Skripsi Pada Jurusan Fakultas Ilmu Pendidikan Upi. Bandung: Tidak Di Terbitkan.

Surya, Hendra. 2005. Kiat Mengatasi Penyimpangan Perilaku Anak (2). Jakarta: PT Elex Media Kompetindo.

Timm, Paul R. (1993). Successfull Self-Management Increasing Your Personal Effectiveness. Axzo Press. Washington.

Thorensen, C.E. & Mahoney, M.J. (1974). Behavioral Self-Control. New York: Holt, Reinhart &Winston.

Trihendradi, C. (2009). Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Yogyakarta. Widayanti. (2007). Dampak Kebiasaan Bermain Video Game terhadap

Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Wan, C.S & Chiou, W.B. 2006. Why Are Adolescents Addicted to Online Gaming? An Interview Study in Taiwan. cyberPsychology and Behavior. Vol. 9 No. 6,p:762-766

Wilkinson, Lee A. (2008). Self-Management for Children With High Functioning Autism Spectrum Disorders. Intervention in School and VOL. 43, NO. 3, JANUARY 2008 (PP. 150–157).

Winsen Sanditaria., Siti Yuyun Rahayu Fitri., Ai Mardhiyah. (2010). Adiksi Bermain Game Online Pada Anak Usia Sekolah Di Warung Internet Penyedia Game Online Jatinangor Sumedang. Jurnal Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran.

Yusuf, Syamsu. (1989). Disiplin Diri dalam Belajar Dihubungkan dengan Penanaman Disiplin yang Dilakukan oleh Orang tua dan Guru. Tesis Magister pada FPS IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Yates, B.T. (1985). Self-Managrement: The Science and Art! of Helping Yourself. Berlmont, California: Wardsworth Publ. Co., A Division of Wardsworth, Inc.

Yee, N. (2003). “Motivations of Play in Online Games”. Cyberpschology & Behaviour. 9: 772-775.

Young Kimberly S. (2004). Internet Addiction A New Clinical Phenomenon and Its Consequences. Journal St. Bonaventure University Center for Online Addiction American Behavioral Scientist, Vol. 48 No. 4.


(6)

Young, K. S. (2009). “Understanding Online Gaming Addiction and Treatment issues for adolescents”. The American Journal of Family Therapy. 37: 355-372.

Young, K. S., de Abreu, C. N. (2011). Internet Addiction A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Zakiyah Nur, Siti. (2010). Efektivitas Teknik Self-Management Dalam Mereduksi Body Disk Order (BDD) Remaja. Skripsi PPB FIP UPI Bandung : Tidak diterbitkan.. (2009). Praktik Teknik Konseling.

Van Rooij, A. J. (2011). Online Video Game Addiction. Exploring a new phenomenon [PhD Thesis].Rotterdam, The Netherlands: Erasmus University Rotterdam.