PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGGUNAKAN MODEL CIRCUIT LEARNING BERBASIS PMRI PADA PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL KELAS VIII SEMESTER I.

(1)

BAB B

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan. Ada yang berpendapat bahwa pembelajaran matematika selalu berkaitan dengan berhitung, rumus, simbol, serta hal-hal yang bersifat abstrak. Namun, sebenarnya pembelajaran matematika tidak hanya mempelajari tentang berhitung, menghafalkan rumus dan simbol akan tetapi siswa juga harus dapat menggunakan ilmu matematika untuk menyelesaikan persoalan di kehidupan mereka. Matematika yang bersifat abstrak membuat siswa terkadang kurang mampu mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.

Belajar matematika bermanfaat siswa untuk mengembangkan penalaran yang berguna dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dibutuhkan pembelajaran matematika yang dapat merangsang pemikiran siswa. Untuk itu pembelajaran matematika perlu dikembangkan lagi sehingga dapat membantu proses pemikiran siswa. Adanya pengembangan bahan ajar dapat membantu siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika pada kehidupan sehari-hari. Hal ini yang akan mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.


(2)

Dalam belajar matematika terdapat suatu kebiasaan yang sering dilakukan oleh siswa yaitu kebiasaan siswa mengerjakan soal-soal yang sejenis. Masalah matematika yang dikerjakan pun selalu berkaitan dengan rumus, sehingga saat soal dikembangkan sedikit berbeda dengan rumus, siswa pun tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut. Masalah matematika yang dikembangkan sedikit pun tidak dapat diselesaikan karena siswa tidak bisa mengingat rumus yang digunakan. Kemampuan menyelesaikan soal pun hanya bisa bergantung pada rumus dan penggunaan rumus. Hal ini dikarenakan kurang terbiasanya siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Proses pembelajaran seperti ini yang membuat siswa tidak mampu menerapkan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Mengajarkan matematika kepada siswa tidak hanya memberikan materi abstrak tanpa memberikan fakta yang dapat digunakan oleh siswa pada kehidupan sehari-hari. Siswa membutuhkan kedua hal tersebut secara seimbang. Hal ini dikarenakan ketika siswa diberikan masalah matematika dalam bentuk kehidupan sehari-hari, siswa tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Masalah ini membuat ilmu yang diperoleh siswa tidak bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Ketidakbiasaan siswa dalam mengerjakan soal dalam bentuk kehidupan sehari-hari masih rendah sehingga menjadikan salah satu faktor yang paling menonjol. Namun, hal ini harusnya bisa diatasi dengan membiasakan siswa mengerjakan masalah-masalah nyata yang diubah kebentuk matematika atau yang lebih dikenal dengan model matematika. Bahan ajar yang digunakan dalam


(3)

pembelajaran matematika belum tentu dapat dikuasai siswa. Bahan ajar yang dipelajari siswa terkadang hanya membawa siswa pada penyelesaian masalah dengan menggunakan rumus. Hal ini membuat siswa tidak menemukan jawaban dengan kreativitas siswa sendiri. Bahan ajar yang mampu mendorong siswa mengaitkan apa yang telah siswa pelajari dengan masalah kehidupan masih kurang. Siswa yang sudah terbiasa dengan menyelesaikan masalah-masalah matematika dengan kreativitas siswa sendiri pasti mampu mengubah soal-soal berbentuk cerita menjadi model matematika sederhana.

Mengarahkan siswa dengan menggunakan bahan ajar merupakan hal yang tidak mudah. Bahan ajar yang digunakan oleh siswa lebih menuju pada rumus dan latihan soal sesuai rumus dan tidak adanya pengembangan dari soal-soal tersebut. Terkadang bahan ajar yang digunakan siswa belum bisa membuat siswa memahami materi yang dipelajari. Beberapa hal yang terdapat pada bahan ajar siswa belum bisa membuat siswa mengaitkan materi yang sedang dipelajari siswa dengan materi dasar yang sudah pernah dipelajari siswa. Guru memacu siswa dalam memberikan soal-soal tentang kehidupan sehari-hari yang hampir sama dalam bahan ajar. Namun, siswa masih belum mampu memahami konsep yang diajarkan dan belum mampu menyelesaikan soal karena tidak bisa mengaitkan dengan materi yang diajarkan sebelumnya.

Guru dalam membantu siswa belajar matematika perlu kreativitas. Oleh karena itu, guru membuat suatu bahan ajar. Banyak bahan ajar yang dapat


(4)

dikembangkan oleh guru. Bahan ajar yang dibuat oleh guru masih kurang mampu dalam memfasilitasi siswa dalam mempelajari matematika yang mengarahkan pada kehidupan sehari-hari. Isi dari bahan ajar yang digunakan guru biasanya masih memuat soal dengan penyelesaian menggunakan rumus yang sudah diajarkan. Jenis soal pada bahan ajar pun tidak jauh berbeda sehingga siswa tidak kesulitan dalam mengerjakan, akan tetapi jika diberikan sedikit perbedaan pada soal maka siswa akan bingung dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini tentunya menjadikan bahan ajar tidak efektif. Bahan ajar dengan jenis soal bermasalahkan kehidupan sehari-hari akan membantu siswa dalam memahami materi dan siswa dapat menemukan rumus-rumus tanpa harus menghafal.

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan pendekatan yang memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan. Pendekatan ini lebih menuntut pada aktivitas manusia dan matematika yang harus dihubungkan dengan realita yang ada. PMR merupakan pendekatan yang sudah dikembangkan di Belanda. Dalam proses pembelajaran PMR terdapat banyak hal yang ditemukan siswa karena berasal dari persoalan sehari-hari yang dialami siswa sehingga akan lebih bermakna. Siswa akan lebih termotivasi karena dalam menyelesaikan permasalahan matematika siswa lebih terlibat dalam pembelajaran.

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) juga dikembangkan di Indonesia atau lebih sering dikenal dengan sebutan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI yang dikembangkan di Indonesia karena melihat


(5)

kebutuhan siswa. Siswa tidak tertarik untuk selalu mengerjakan soal yang selalu tidak melibatkan peran siswa. Dengan adanya PMRI, siswa dilibatkan langsung dalam menyelesaikan masalah. Siswa lebih tertarik dalam belajar ketika mereka dilibatkan.

Dalam membantu proses belajar siswa dapat digunakan model circuit learning yang merupakan model pembelajaran yang memaksimalkan pikiran dan perasaan dengan pola penambahan (adding) dan pengulangan (repetition). Dalam modelcircuit learningsiswa akan mendapatkan suatu informasi baru dengan cara menggunakan informasi lama yang siswa miliki. Model ini dimulai bertanya jawab topik yang akan dipelajari kemudian penyajian peta konsep. Model circuit learning dilakukan secara berkelompok, siswa diminta membentuk kelompok kemudian siswa akan diberi bahan ajar disertai dengan peta konsep. Pada bahan ajar akan diberi petunjuk tata cara pengisian peta konsep, lalu siswa mempresentasikan hasil kerja mereka lalu akan adarewardatau pujian.

Bahan ajar berbasis PMRI menggunakan model circuit learning diharapkan dapat membantu dan menambah sumber belajar siswa. Selain itu dapat membantu siswa untuk aktif dan terlibat dalam pembelajaran. Masalah-masalah yang diberikan kepada siswa juga akan dikaitkan dengan pengetahuan awal yang mereka miliki, mengaitkan dengan situasi lingkungan siswa kemudian memberikan masalah-masalah matematika yang berkaitan dengan PMRI. Proses menambahkan dan mengulang akan membantu siswa dalam memahami materi


(6)

yang sedang dipelajari. Proses keterlibatan siswa dalam belajar dengan metode ini dapat membantu siswa dalam penyelesaian soal matematika pada kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan materi berbasis PMRI dapat memacu keaktifan siswa dibantu dengan model circuit learning yang akan mengajak siswa kembali mengingat materi yang sudah dipelajari.

Materi yang sesuai untuk pembelajaran berbasis PMRI dan model circuit learning adalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Kompetensi dasar yang harus ditempuh siswa dalam mempelajari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel adalah membuat model matematika dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, dan menyelesaikan soal model matematika dari masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel siswa diharapkan mampu mengerti soal-soal cerita yang diberikan sehingga memudahkan siswa dalam memodelkan soal ke dalam matematika. Siswa pun diajak untuk menyelesaikan soal tidak menggunakan metode-metode terlebih dahulu, melainkan kembali diingatkan pada saat penyelesaian Persamaan Linear Satu Variabel. Selain itu, Sistem Persamaan Linear Dua Variabel selalu terkait dengan masalah-masalah didunia nyata sehingga pengembangan masalah-masalah akan mampu membuat siswa memahami materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk mengembangkan bahan ajar materi Sistem Persamaan Linear Dua


(7)

Variabel dengan menggunakan model circuit learning dengan materi berbasis PMRI untuk siswa kelas VIII SMP.

B. Bdentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi adanya beberapa masalah sebagai berikut.

a) Siswa tidak terbiasa dalam memahami soal-soal matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

b) Siswa cenderung menghafal rumus dan tidak mampu mengerjakan soal matematika yang telah dikembangkan.

c) Siswa tidak terbiasa menerapkan ilmu matematika pada kehidupan sehari-hari. d) Bahan ajar yang dimiliki oleh siswa hanya mampu membuat siswa

mengerjakan soal berdasarkan rumus.

e) Siswa masih belum mampu mengaitkan materi yang baru diperoleh dengan materi yang sudah diberikan sebelumnya sehingga dibutuhkannya circuit learning.

f) Bahan ajar yang diberikan oleh guru masih berkaitan pada rumus yang sudah ada tanpa ada pengembangan.

g) Bahan ajar yang dimiliki oleh siswa masih kurang mampu mengarahkan siswa dalam menyelesaikan soal berbasis PMRI.

h) Siswa yang kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran merasa bosan sehingga diperlukan materi berbasis PMRI.


(8)

i) Siswa kurang mampu untuk mengingat materi sebelumnya sehingga perlu digunakannya metodecircuit learningdalam metode pembelajaran.

j) Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang sehingga siswa terlihat pasif.

k) Bahan ajar yang digunakan siswa belum bisa mengarahkan siswa sehingga menimbulkan kesulitan dalam mempelajari materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

l) Penerapan soal cerita pada bahan ajar yang diberikan guru masih kurang dan perlu dikembangkan.

m) Bahan ajar yang diberikan guru khusus materi sistem persamaan linear Dua Variabel masih belum berbasis PMRI.

C. Batasan Masalah

Penulis membatasi masalah agar penelitian lebih efektif, efisien, dan dapat dikaji lebih mendalam. Dalam penelitian ini, permasalahan difokuskan pada Pengembangan bahan ajar menggunakan model circuit learning dengan materi berbasis PMRI pada topik Sistem Persamaan Linear Dua Variabel kelas 8 semester 1.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:


(9)

a) Bagaimana mengembangkan bahan ajar menggunakan model circuit learning dengan materi berbasis PMRI pada topik Sistem Persamaan Linear Dua Variabel kelas 8 Semester 1?

b) Bagaimana mengembangkan bahan ajar yang efektif, praktis dan valid dengan menggunakan model circuit learning dengan materi berbasis PMRI pada topik Sistem Persamaan Linear Dua Variabel kelas 8 Semester 1?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu: a) Mengembangkan bahan ajar dengan topik Sistem Persamaan Linear dengan

model circuit learning dengan materi berbasis PMRI pada siswa kelas VIII semester 1 yang praktis, keefektifan, dan kevalidan.

b) Menghasilkan bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam belajar dengan topik Sistem Persamaan Linear dengan model circuit learning dengan materi berbasis PMRI pada siswa kelas VIII semester 1.

F. Manfaat Penelitian

a) Bagi siswa, penelitian ini dapat membantu siswa dalam belajar dan memahami materi dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

b) Bagi guru, penelitian ini dapat menginspirasi dalam mengembangkan materi pada siswa sehingga siswa tidak merasa jenuh dalam belajar.

c) Bagi peneliti, penelitian ini dapat melatih peneliti dalam mengembangkan bahan ajar pada siswa.


(10)

BAB BB

KAJBAN TEORB

A. Pengembangan Bahan Ajar 1. Pengembangan

Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah atau tahapan-tahapan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih banyak atau lebih luas dan dapat pula menjadi lebih baik dari hasil yang telah dibuat yang tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware) seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software) seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen dan lain-lain seperti yang diungkapkan oleh Nana Syaodih Sukmadinata (2008: 164-165). Pengembangan yang digunakan misalnya dalam dunia pendidikan dapat berupa materi pembelajaran, media, strategi, atau materi lainnya dalam pembelajaran untuk digunakan di sekolah, bukan untuk menguji teori seperti yang dikemukakan oleh Gay dalam Anik Ghufron dkk,. (2007: 5). Pengembangan berupa materi pembelajaran, media, strategi atau materi lainnya dapat digunakan untuk membantu kesulitan siswa dalam pembelajaran. Pengembangan secara umum berarti pola pertumbuhan, perubahan secara perlahan (evolution) dan perubahan secara bertahap. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2009: 168) pengembangan yang dilakukan di dunia pendidikan adalah pembelajaran, dimana banyak digunakan untuk mengembangkan


(11)

model-model, desain atau perencanaan pembelajaran, proses atau pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan model-model program pembelajaran. Penelitian dengan model pengembangan juga banyak digunakan untuk mengembangkan bahan ajar, media pembelajaran serta manajemen pembelajaran. “Development is a long-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which managerial personel learn conceptual and theoretical knowledge for general purposes” (Andrew E. Sikula dalam Sedarmayanti, 2009: 163) yang artinya pengembangan adalah suatu proses pendidikan jangka panjang yang memanfaatkan prosedur sistematis dan terorganisir. Pengembangan mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan (T. Hani Handoko, 2001: 75).

Dalam hal ini maka dapat dikatakan bahwa pengembangan adalah suatu proses yang berisi tahapan-tahapan yang menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Dalam dunia pendidikan pengembangan yang dilakukan meliputi banyak hal, seperti materi, media, strategi, model, dan sebagainya. Pengembangan ini dilakukan guna menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Pengembangan dapat dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan sehingga memiliki ruang lingkup yang luas.

2. Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam membantu kesulitan siswa. Menurut Depdiknas (2006: 4) bahan


(12)

ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa untuk belajar dan disesuaikan dengan kurikulum yang ada. Menurut Rudi Susilana (2007: 199) dalam kegiatan belajar, bahan ajar dapat digunakan, baik secara terpisah maupun tidak terpisah sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar. Suatu bahan ajar perlu dibuat menarik sehingga siswa tertarik untuk mempelajari materi yang akan diterima. Sungkono dkk., (2003: 2) bahan ajar dapat diartikan bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara lengkap dan sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar yang menarik tentunya dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar seperti yang diungkapkan Shomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008: 40) bahwa bahan ajar adalah materi pembelajaran yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mencapai kompetensi.Bahan yang dimaksud bisa berupa bahantertulis. Bahan ajar yang akan diberikan kepada siswa perludisesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa seperti yang diungkapkan Nanang Hanafi (2009: 31).

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah materi yang berisikan kompetensi-kompetensi yang dipelajari siswa di sekolah yang disusun secara sistematis. Bahan ajar juga berisikan materi ilmu pengetahuan yang dapat mempermudah siswa dalam mempelajari bahan ajar tersebut. Bahan ajar yang digunakan siswa dibuat sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang telah dilakukan siswa tersebut. Adanya


(13)

bahan ajar ini tentunya dapat membantu guru untuk menyampaikan materi atau ilmu pengetahuan kepada siswa.

3. Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar dapat dikembangkan dan didesain semenarik mungkin, sehingga siswa senang untuk mempelajari bahan ajar tersebut. Pengembangan bahan ajar menurut Pannen dan Purwanto sebagaimana dikutip oleh Shomsin dan Jasmadi (2008: 55) secara umum diklasifikasikan dalam tiga cara yaitu :

a. Starting from scratch

Pengembangan bahan ajar dengan penulisan dari awal (starting from scratch) sampai menjadi sebuah bahan ajar dapat dilakukan sendiri maupun dalam tim (lebih dari satu orang), karena tim dianggap mempunyai kemampuan menulis dan mengerti kebutuhan siswa.

b. Text Transformation

Penyusunan bahan ajar dapat dilakukan dengan memanfaatkan informasi yang telah ada (buku teks, artikel, jurnal, dan sebagainya). Sumber yang sudah ada dikumpulkan dan dipilih berdasarkan kebutuhan yang disesuaikan dengan tujuan instruksional dan rencana kegiatan pembelajaran, lalu diberikan beberapa perubahan pada materi untuk melengkapi materi yang telah ada. Hal ini merupakan bagian dari pengemasan kembali suatu informasi atau biasa disebut dengantext transformation.


(14)

c. Compilation

Compilation atau kompilasi informasi adalah penyusunan bahan ajar dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber tanpa memberikan perubahan pada informasi tersebut.

Pengembangan suatu bahan ajar harus didasarkan pada analisis kebutuhan siswa. Beberapa alasan perlu dilakukan pengembangan bahan ajar menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008: 8-9) suatu bahan ajar dikembangkan sesuai dengan kurikulum sebagai berikut:

a. Karakteristik sasaran, artinya bahan ajar yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran yang meliputi lingkungan sosial, budaya, geografis maupun tahapan perkembangan siswa.

b. Pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah atau kesulitan siswa dalam belajar.

Pengembangan bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsisp-prinsip pembelajaran. Menurut Depdiknas (2008: 10-11) prinsisp-prinsip-prinsisp-prinsip pembelajaran tersebut adalah:

a. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak. Artinya, siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di lingkungan mereka.


(15)

konsep. Namun, pengulangan dalam penulisan bahan ajar harus disajikan secara tepat dan bervariasi sehingga tidak membosankan. c. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap

pemahaman siswa. Artinya, seringkali kita menganggap mudah dengan memberikan respon yang sekedarnya atas hasil kerja siswa. Padahal respon yang diberikan oleh guru terhadap siswa akan menjadi penguatan pada diri siswa.

d. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar. Artinya, seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar siswa mau belajar.

e. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu. Untuk mencapai suatu standar kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan-tujuan antara. Guru perlu menyusun anak tangga tujuan pembelajaran secara pas, sesuai dengan karakteristik siswa. Dalam bahan ajar, anak tangga tersebut dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator kompetensi.

f. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus mencapai tujuan. Dalam proses pembelajaran, guru ibarat pemandu perjalanan. Pemandu perjalanan yang baik, akan memberitahukan kota tujuan akhir yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati, dan memberitahukan pula sudah sampai dimana dan berapa jauh lagi


(16)

perjalanan. Hal ini agar semua peserta dapat mencapai kota tujuan dengan selamat. Dalam pembelajaran, setiap anak akan mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri, namun mereka semua akan sampai kepada tujuan meskipun dengan waktu yang berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip belajar tuntas.

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2008: 8-9), prinsip pengembangan bahan ajar, sebagai berikut:

a. Ketersedian bahan ajar sesuai tuntutan, artinya bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum.

b. Karakteristik sasaran, artinya bahan ajar yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran, karakteristik tersebut meliputi lingkungan sosial, budaya, geografis maupun tahapan perkembangan siswa.

c. Pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah atau kesulitan dalam belajar.

Daryanto dan Dwicahyono (2014: 172-173), prinsip pengembangan bahan ajar, sebagai berikut.

a. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongret untuk memahami yang abstrak.

b. Pengulangan akan memperkuat pemahaman.

c. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa.

d. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar.


(17)

e. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu.

f. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus mencapai tujuan.

Dapat disimpulkan bahwa pengembangan bahan ajar merupakan hasil analisis dari siswa yang didesain semenarik mungkin untuk memudahkan siswa dalam mempelajari bahan ajar tersebut. Bahan ajar disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan berisikan materi ilmu pengetahuan yang dikembangkan, namun tidak mengubah isi dari ilmu pengetahuan yang ingin disampaikan. Pengembangan bahan ajar tersebut guna memecahkan masalah kesulitan siswa dalam belajar sehingga materi yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan mudah. Prinsip-prinsip bahan ajar yang telah diketahui dapat membantu siswa dalam memahami bahan ajar yang diberikan.

4. Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran berisi tugas yang di dalamnya berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas. LKS dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen dan demonstrasi (Trianto, 2007: 73). LKS merupakan materi ajar yang dikemas sedemikian rupa agar siswa dapat mempelajari materi tersebut secara mandiri (Sutarto, 2009: 1). Pengertian LKS yang dikemukakan oleh Badjo (1993: 8) LKS merupakan lembar kerja yang


(18)

berisi informasi dan perintah/instruksi dari guru kepada siswa untuk mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam bentuk kerja, praktek, atau dalam bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu tujuan. Hidayah (2008:7) menjelaskan bahwa LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran yang akan disajikan secara tertulis sehingga dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual untuk menarik perhatian peserta didik.

Dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah suatu bahan ajar cetak yang berisikan materi yang dikemas sedemikian rupa sehingga siswa dapat mengerti materi yang diajarkan. LKS berisikan petunjuk dan informasi untuk mempelajari materi yang akan diajarkan sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. LKS didesain semenarik mungkin agar siswa tertarik untuk mempelajari materi maka dari itu dibutuhkan media visual yang dapat menarik perhatian siswa.

B. ModelCircuit Learningdalam Pembelajaran Matematika 1. Model

Model yang dimaknakan oleh Meyer, W.J, (1985: 2) adalah suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata yang diubah untuk suatu bentuk yang lebih luas dan lengkap. Model adalah pola (contoh, acuan, dan ragam) dan sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen P. & K. 1984: 75). Menurut Gunter et al (1990: 67) model is a step by step procedure that leads to specific learning outcome yang artinya model adalah tahapan demi tahapan langkah yang dilakukan untuk mencapai hasil pembelajaran yang


(19)

spesifik. Menurut Simarmata (1983: ix-xii) model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa hal dari kehidupan sebenarnya. Menurut Munandir (1987:9), model yaitu konsep tentang cara pengajaran pada hakikatnya berusaha menjelaskan bagian-bagian dari suatu perangkat materi pengajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan pada material tersebut agar dapat menimbulkan hasil belajar tertentu untuk siswa.

Dapat disimpulkan bahwa model adalah suatu konsep yang digunakan untuk menggambarkan suatu hal. Model tersebut dapat berupa contoh, acuan dan ragam yang akan dilakukan untuk mencapai suatu hal. Dalam dunia pendidikan model dapat berupa cara pengajaran. Model dapat membantu pembelajaran abstrak menjadi konkret dimana dapat membantu siswa dalam memahami materi, begitu pula sebaliknya.

2. ModelCircuit Learning

Model circuit learning adalah suatu model dalam pembelajaran yang memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Penggunaan model ini dengan mengkondisikan situasi belajar yang kondusif dan fokus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya, peta konsep, bahasa yang dibuat oleh siswa, tanya jawab dan refleksi. Jadi dengan model pembelajaran ini siswa diharapakan lebih kreatif dengan pola pikir mereka sendiri agar mendapatkan hasil yang maksimal seperti yang diungkapkan Dr. Suyatno (2009: 75). Circuit learning (Herdy, 2015: 1) merupakan pembelajaran dengan memaksimalkan pikiran pola


(20)

bertambah dan mengulang. Seperti yang diungkapkan Huda (2013: 313) model circuit learning merupakan model pembelajaran yang memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola penambahan (adding) dan pengulangan (repetion). Kelebihan model pembelajaran circuit learning ini adalah meningkatkan kreativitas siswa dalam merangkai kata dengan bahasa siswa sendiri dan melatih konsentrasi siswa untuk fokus pada gambar yang disajikan dan peta konsep yang dibuatnya. Siswa akan dilatih berbahasa dan mengungkapkan idenya dengan bahasanya sendiri yang kemudian disusun lagi menggunakan bahasa yang sederhana sehingga bahasanya menjadi lebih baik. Model circuit learning ini berkaitan dengan pendekatan materi dan pendekatan pembelajaran dan hampir mencakup keduanya. Menurut Teller dalam Porter, (1999: 180), model circuit learning yang dikembangkan oleh Teller ini memuat tiga hal pokok berurutan sebagai berikut :

a. Keadaan yang tenang pada saat belajar

Guru mengkondisikan siswa agar siap mengikut pembelajaran. b. Peta pikiran dan catatan tulis susun

Siswa mencatat apa yang ditulis guru dipapan tulis dengan kreativitas masing-masing tetapi tetap memperhatikan simbol-simbol dalam matematika serta menuliskan hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa.


(21)

c. Menambah dan mengulang

Setelah siswa memperoleh materi yang telah diberikan guru, melalui metode tanya jawab, guru mengingatkan kembali hal-hal yang penting dari materi yang telah dibahas pada setiap kali pertemuan.

Model circuit learning terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Tahapan ini tersusun dari tahapan yang mudah menuju ke tahapan yang sederhana layaknya circuit yang berawal dari medan yang mudah ke medan yang sulit (Huda, 2013: 311).

Dapat disimpulkan bahwa model circuit learning adalah model pembelajaran melingkar yang bersifat menambah dan mengulang. Materi yang telah dipelajari siswa diulang kemudian ditambah dengan materi baru yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Penggunaan model ini dengan mengkondisikan situasi belajar yang kondusif dan fokus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya, peta konsep, bahasa yang dibuat oleh siswa, tanya jawab dan refleksi.. Model pembelajaran ini dapat menyingkat waktu ketika diujikan di kelas. Materi dan pembelajaran dicakup oleh model pembelajaran ini. Hal ini tentunya memudahkan siswa dalam belajar dan memahami materi yang akan diperoleh.Circuit learningdigunakan untuk meningkatkan kreativitas siswa, seperti saat siswa menuliskan informasi dengan menggunakan bahasa sendiri. Pembelajaran circuit learning diharapkan dapat meningkatkan kreativitas siswa.


(22)

3. Pembelajaran

Menurut Rebber, dalam Sugihartono dkk., (2007: 74) mendefinisikan belajar dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi. Menurut Oemar Hamalik (2005: 154), belajar yang dilakukan oleh manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan di mana saja, baik di sekolah, di kelas, di jalanan dalam waktu yang tak dapat ditentukan sebelumnya. Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002: 13), belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu.Pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap seperti yang diungkapkan W.S. Winkel dalam Darsono (2004: 4). Aktivitas belajar yang dilakukan oleh setiap orang pastinya mendapatkan perubahan dan dampak yang berbeda. Setelah melakukan kegiatan belajar pun tentunya ada ilmu yang diperoleh. Dengan adanya belajar maka diperoleh ilmu atau pengetahuan baru. Proses belajar dapat dilakukan oleh setiap orang. Menurut Sadirman dalam Sronbach (2005: 20) memberikan definisi learning is shown by a change a behavior as a result of experience. Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif tetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.


(23)

Dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan. Belajar merupakan bagian dari kegiatan manusia sehingga belajar dapat dilakukan dimana saja, kapan saja tanpa ada batas. Hasil yang diperoleh dari belajar adalah suatu perubahan tingkah laku dan sebagai hasil dari pengalaman. Belajar juga merupakan hasil dari pengalaman manusia. Dalam dunia pendidikan belajar dilakukan oleh guru dan siswa di sekolah. Belajar yang dilakukan guru dan siswa ini disebut dengan pembelajaran.

Menurut Robert (2009: 5) “instructional design process is important as a way to validate the reasons and motivations of all participants engaged in the process” yang artinya adalah proses dari desain pembelajaran penting sebagai cara untuk memvalidasi dan memotivasi siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran. Menurut Syaiful Sagala (2006: 63), pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu:

a. Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir.

b. Dalam pembelajaran membangun suasana dengantanya jawab terus menerus guna mengarahkan dan memperbaiki serta meningkatkan kemampuanberpikir siswa yang pada akhirnya kemampuan berpikir itu dapat membantusiswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka bangun sendiri.


(24)

Menurut Sugihartono dkk., (2007: 74) pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan menciptakan berbagai metode sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh siswa dari pendidik tentunya berguna bagi siswa. Namun, aktivitas ini yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya bukan pemindahan dari guru kepada siswa seperti yang dikemukan Wina Sanjaya (2006: 107). Dengan kreativitas yang dimiliki oleh guru dan menggunakan bermacam-macam metode maka siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga tidak terjadi pemindahan ilmu. Definisi lain tentang pembelajaran dikemukakan oleh Patricia L. Smith dan Tillman J. Ragan yang mengemukan bahwa pembelajaran adalah pengembangan dan penyampaian informasi, dan kegiatan yang diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pembelajaran yang spesifik (Benny A. Pribadi, 2009: 9).

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses atau aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan. Pembelajaran merupakan pengembangan dan penyampaian informasi seperti ilmu pengetahuan. Pembelajaran di dunia pendidikan dilakukan oleh guru dan siswa dimana guru membantu siswa dalam mendapatkan informasi atau ilmu pengetahuan tersebut. Adanya bantuan guru dapat membantu siswa dalam memahami informasi dengan baik. Hal ini dapat dilihat setelah siswa dapat membangun ilmu pengetahuannya sendiri berdasarkan informasi yang siswa miliki. Adanya pembelajaran dapat membantu


(25)

mempermudah guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Didukung dengan berbagai model dan metode yang dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran, tentunya dapat membantu siswa dalam memahami informasi yang diperoleh dari pembelajaran tersebut.

4. Matematika

Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil seperti yang diungkapkan Heruman (2008: 1). Matematika membantu manusia dalam mengembangkan pola pikir yang mereka miliki sehingga terkadang matematika memiliki sifat abstrak. Seperti yang dikatakan Soedjadi (2007: 9) matematika sebagai suatu ilmu, mempunyai ciri-ciri khusus yaitu: memiliki objek kajian yang abstrak (hanya ada dipikiran), bertumpu pada kesepakatan (lebih bertumpu pada aksioma formal), berpola pikir deduktif, konsisten dalam sistemnya, memiliki atau menggunakan simbol yang “kosong” dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan. Dengan bahasa simbolis dengan fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan yang memudahkan manusia berpikir dalam memecahkan masalah sehari-hari (Mulyono Abdurrahman, 1999: 252). Matematika menurut Jujun S. Suriasumantri (2005: 89) merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis yaitu mempunyai arti jika diberikan


(26)

sebuah makna kepada lambang dari matematika tersebut. Matematika bersifat kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif. Matematika berbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, penalaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu pengembangan pola pikir yang berkenaan dengan ide, proses dan penalaran seperti yang diungkapkan Russeffendi ET dalam Erman Suherman, dkk. (2003: 16).

Dapat disimpulkan dari uraian diatas, bahwa matematika adalah bahasa simbol. Matematika juga membantu manusia dalam mengembangkan pola pikir yang tidak mungkin menjadi mungkin. Matematika memiliki sifat abstrak atau hanya ada dipikiran saja. Dalam matematika tentunya terdapat ciri-ciri yaitu konsisten pada sistemnya, memperhatikan semesta pembicaraan. Dalam menggunakan bahasa yang simbolis, matematika mampu mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan memecahkan masalah sehari-hari yang awalnya bersifat abstrak.

5. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada siswa, yang didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan suasana dan pelayanan terhadap kemampuan, kompetensi, minat bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antar siswa (Suyitno, 2004: 2). Pembelajaran matematika adalah tentangkonstruktivisme yang meyakini bahwa


(27)

pengetahuan akan tersusun atau terbangun didalam pikiran siswa sendiri ketika siswa berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman baru berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada didalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bordner (1986: 873). Menurut Rachmadi Widdiharto (2004: 1) tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk membentuk kemampuan pada diri siswa melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat obyektif, jujur, dan disiplin dalam memecahkan permasalahan baik dalam bidang matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika, menurut Bruner (Herman Hudoyo, 2000: 56) adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika di dalamnya. Menurut Sobb (Erman Suherman, 2003: 71) pembelajaran matematika sebagai proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan mengkonstruksi pengetahuan matematika.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang guru matematika yang mengajarkan matematika kepada siswa. Hal ini bertujuan untuk membangun kemampuan siswa dalam belajar matematika. Oleh karena itu, guru matematika harus mampu membuat suasana yang nyaman saat pembelajaran berlangsung. Adanya suasana yang baik maka akan mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengerjakan masalah matematika. Pembelajaran matematika juga mampu membantu siswa dalam mengkontruksi pengetahuan yang mereka miliki. Dalam hal ini,


(28)

pembelajaran matematika yang dilakukan seperti mengulang dan menambah materi yang telah dipelajari oleh siswa.

6. ModelCircuit Learningdalam Pembelajaran Matematika

Model circuit learning dalam pembelajaran matematika termasuk dalam model pembelajaranyang mengutamakan kegiatan berpikir dan berbasis masalah. Model ini cocok untuk pembelajaran matematika, karena memanfaatkan diskusi kelompok sehingga terdapat kegiatan berpikir dan pengungkapan pikiran menggunakan bahasa sendiri. Dalam kegiatan berpikir juga terdapat pengimajinasian masalah-masalah yang dibahas dalam diskusi (Huda, 2013: 311). De Porter (2012: 230) mengemukakan tujuan model pembelajaran matematika menggunakan circuit learning yaitu, mengajarkan dengan keadaan rileks dalam belajar sehingga mencegah rasa takut, jenuh, pikiran negatif, bosan dan tidak percaya diri dalam belajar.

Model circuit learning dalam pembelajaran matematika tentunya dapat membantu siswa dalam memahami materi. Dalam pembelajaran matematika dibutuhkan tingkat fokus yang baik dan perlu mengingat materi terkait yang sudah diajarkan pada pertemuan sebelumnya. Menurut Miftahul Huda (2013: 311), model circuit learning dapat meningkatkan kreativitas siswa. Model ini dimulai dari tahap pertama, yaitu pemecahan masalah secara bersama (tanya jawab tentang topik yang dipelajari), tahap kedua pemecahan masalah secara berkelompok (membuat peta konsep dari sebuah gambar), dan tahap ketiga pemecahan masalah secara individu


(29)

(mengembangkan peta konsep hasil pemikiran kelompokyang mudah dimengerti). Model ini dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam merangkai kata dengan bahasa sendiri dan melatih siswa untuk fokus pada gambar yang disajikan guru.

Sara menggunakan model circuit learning dalam pembelajaran matematika oleh Miftahul Huda (2014: 34 – 36)

Tahap 1 : Persiapan

 Melakukan apersepsi

 Menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa dalam pembelajaran hari ini

 Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan

Tahap 2 : Kegiatan Inti

 Melakukan Tanya jawab tentang topik yang dibahas  Menempelkan gambar tentang topic tersebut di papan tulis  Mengajukan pertanyaan tentang gambar yang ditempel  Menempelkan peta konsep yang telah dibuat

 Menjelaskan peta konsep yang telah ditempel  Membagi siswa menjadi beberapa kelompok  Memberikan lembar kerja kepada setiap kelompok

 Menjelaskan bahwa setiap kelompok harus mengisi LKS dan mengisi bagian dari peta konsep sesuai dengan bahasa mereka sendiri


(30)

 Menjelaskan bahwa bagian peta konsep yang mereka kerjakan akan dipresentasikan

 Melaksanakan presentasi bagian peta konsep yang telah dikerjakan  Memberikan penguatan berupa pujian atau hadiah atas hasil

presentasi yang bagus serta memberikan semangat kepada mereka yang belum dapat pujian atau hadiah untuk berusaha lebih giat lagi  Menjelaskan kembali hasil diskusi siswa tersebut agar wawasan

siswa menjadi lebih luas

Tahap 3 : Penutup

 Memancing siswa untuk membuat rangkuman  Melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa

Kelebihan model ini antara lain :

o Meningkatkan kreativitas siswa dalam merangkat kata dengan bahasa sendiri

o Melatih konsentrasi siswa untuk fokus pada peta konsep yang disajikan guru.

Sementara itu, kekurangan model ini adalah:

o Penerapan strategi ini memerlukan waktu lama

o Tidak semua pokok bahasan dapat menggunakan model ini, misal pada materi awal turunan atau differensial. Hal ini dikarenakan turunan merupakan materi awal dan belum pernah dipelajari oleh siswa.


(31)

Model pembelajaran matematika menggunakancircuit learning(Herdy, 2015:1) adalah memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Dengan aturan seperti berikut:

a. Kondisikan situasi belajar kondusif dan focus

b. Siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya peta konsep bahasa khusus

c. Tanya jawab dan refleksi.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa model circuit learningdalam pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan pembelajaran matematika dengan kegiatan berpikir berbasis masalah yang dilakukan secara mengulang dan menambah materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kegiatan yang dilaksanakan saat pembelajaran pun bersifat tanya jawab, kelompok dan individu. Tanya jawab dilakukan oleh guru dan siswa untuk mengingat materi yang lalu, kemudian guru memberikan sedikit informasi membantu siswa memahami materi yang akan dipelajari. Kemudian, siswa dibentuk kelompok sehingga siswa membentuk peta konsep dari apa yang telah dipelajari dan yang akan dipelajari. Terakhir, siswa diminta secara individu membuat bahasa sendiri untuk menyimpulkan pembelajaran yang mereka pelajari. Model circuit learning dalam pembelajaran matematika tentunya sangat membantu pembelajaran matematika di kelas karena lebih menyingkat waktu pembelajaran.


(32)

C. Pembelajaran Matematika Berbasis PMRB

1. Pendidikan Matematika Realistik Bndonesia (PMRB)

Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari pendidikan matematika realistik. Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa (Ariyadi, 2012: 20). Gravemeijer mengungkapkan realistic mathematics education is rooted in Freudenthal’s interpretation of mathematics as an activity. Ungkapan Gravemeijer (1994: 82) di atas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Konsep ini jugalah yang sedang dikembangkan di Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Konsep lain dari pembelajaran matematika realistik yang dikembangkan di Indonesia dikemukakan Treffers (dalam Fauzan, 2002: 33-34) dalam pernyataan berikut ini “the key idea of RME is that children should be given the opportunity to reinvent mathematics under the guidance of an adult (teacher). In addition, the formal mathematical knowledge can be developed from children’s informal knowledge”. Dalam ungkapan di atas Treffers menjelaskan ide kunci dari pembelajaran matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa (guru). Selain itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan (ditemukan kembali) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa.Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik


(33)

yang dikembangkan di Indonesia juga mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. Menggunakan konteks, artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.

b. Menggunakan model, artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak. c. Menggunakan kontribusi siswa, artinya pemecahan masalah atau

penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

d. Interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.

e. Intertwin, artinya topik-topik yang berbeda dapat dihubungkan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara bersamaan.

Prinsip utama dalam PMR adalah sebagai berikut (Gravemeijer, 1994: 90) a.Guided ReinventiondanProgressive Mathematization

Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri yang sama sebagaimana konsep matematika ditemukan.


(34)

b.Didactical Phenomenology

Topik-topik matematika disajikan atas dua pertimbangan yaitu aplikasinya serta kontribusinya untuk pengembangan konsep matematika selanjutnya.

c.Self Developed Models

Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi konkrit atau dari matematika informal ke bentuk formal, artinya siswa membuat sendiri dalam menyelesaikan masalah. Frans Moerlands mendiskripsikan tipe realistik tersebut dalam ide gunung es (iceberg) yang mengapung di tengah laut. Dalam model gunung es terdapat empat tingkatan aktivitas, yakni (1) orientasi lingkungan secara matematis, (2) model alat peraga, (3) pembuatan pondasi (building stone) dan (4) matematika formal. Sontoh ide gunung es dalam pembelajaran perkalian adalah sebagai berikut.

Gambar 1. (Iceberg) Gunung Es dalam menggambarkan PMRI


(35)

dibiasakan menyelesaikan masalah situasi sehari-hari tanpa harus mengakitkan secara tergesa-gesa pada matematika formal. Tahap ini disebut sebagai tahap orientasi lingkungan secara matematis. Bekerja secara matematis merupakan dasar pengembangan pemahaman matematika yang menuntut proporsi yang lebih yakni dengan memberikan banyak kegiatan matematis yang bersentuhan dengan konteks real. Tahap kedua adanya penggunaan alat peraga untuk mengekplorasi kemampuan siswa dalam bekerja matematis. Tahap ini lebih menekankan kemampuan siswa dalam memanipulasi alat peraga tersebut guna memahami prinsip-prinsip matematika, seperti halnya sifat 8×6 = 6×8 tanpa harus mendeskriksikan dalam bahasa matematika. Tahap ketiga pembuatan pondasi (building stone) yang mana aktivitas siswa mulai mengarah pada pemahaman matematis, penggunaan lambang bilangan dan garis bilangan kosong (empty number-line) merupakan contoh jembatan yang sangat penting dalam menuju pemahaman konsep perkalian. Tahap ini berada di bawah tahap matematika formal.

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah merupakan pendidikan matematika realistik yang dikembangkan di Indonesia. Pendidikan matematika realistik merupakan kegiatan matematika dimana siswa mempelajari matematika berdasarkan aktivitas di lingkungannya. Matematika yang dipelajari siswa saat menggunakan PMRI bersifat lingkungan karena belajar matematika yang dimaksud adalah belajar matematika berdasarkan kehidupan yang nyata sehingga


(36)

berasal dari lingkungan. Dalam hal ini tujuan dari PMRI adalah agar siswa belajar matematika dengan lebih bermakna.

2. Pembelajaran Matematika berbasis Pendidikan Matematika Realistik Bndonesia (PMRB)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk menanamkan persoalan matematika (Fajar dan Nur Amini, 2010: 7).

Menurut R.K. Sembiring (2008: 60) dalam PMRI, matematika disajikan sebagai suatu proses, sebagai kegiatan manusia bukan sebagai produk jadi yang bisa langsung dipakai. Dalam hal ini prinsip menemukan kembali sangat penting. Bahan pelajaran yang disajikan melalui bahan cerita yang sudah dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dituntut aktif dan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator. Menurut Yuzri Zani (2010: 23) dalam pembelajaran matematika yang menerapkan PMRI, guru bukan satu-satunya sumber belajar (teacher center). Guru lebih banyak mengambil peran sebagai fasilitator dan motivator, sedangkan siswa diharapkan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Sutarto Hadi (2005: 23) mengemukakan beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru, dan pembelajaran yang mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga PMRI pantas untuk


(37)

dikembangkan di Indonesia. Berikut adalah konsepsi PMRI yang perlu dikembangkan :

a. Konsepsi PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut.

1. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide–ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.

2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.

3. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.

4. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat agama pengalaman.

5. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matamatika

b. Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut. 1. Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

2. Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif. 3. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara

aktif terlibat pada proses pembelajaran dan cara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan real.

4. Guru tidak terpancang pada materi yang ada dalam kurikulum, tetapi aktif mengkaitkan kurikulum dengan dunia real.


(38)

1. Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “real” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.

2. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut. 3. Siswa mengembangkan atau menciptakan model–model

simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan.

4. Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, melakukan refleksi terhadap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.

Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) menekankan pada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembelajaraan, yaituhypothetical learning trajectory (rute belajar siswa) dan pengembangan model (matematisasi). Menurut Simon (Ariyadi Wijaya, 2009: 375) ada tiga komponen utama dari learning trajectory yaitu: tujuan pembelajaran (learning goals), kegiatan pembelajaran (learning activities) dan hipotesis proses belajar siswa (hypothetical learning process).


(39)

De Lange (Sutarto Hadi: 19-20) mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima) karakteristik yaitu :

a. Menggunakan masalah kontekstual

Masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang diinginkan dapat muncul.

b. Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertical

Perhatian diarahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi daripada hanya mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.

c. Menggunakan kontribusi siswa

Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode unformalmereka ke arah yang lebih formal atau standar.

d. Interaktivitas

Negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal.

e. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya

Pendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika berbasis pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI) adalah


(40)

pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan pengalaman siswa berdasarkan aktivitas yang dilakukan siswa dengan lingkungannya. Materi yang digunakan untuk PMRI adalah materi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matemtaika berbasis PMRI tentunya dapat membantu siswa dalam mempelajari pelajaran. Hal ini menjadikan pembelajaran matematika lebih bermakna. Pembelajaran matematika berbasis PMRI juga memusatkan kegiatan pada siswa sehingga tidak menggunakan teacher center.

D. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel menurut Kurikulum 2006 1. Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)

Dalam perkuliahan Aljabar dan Trigonometri bersama Prof. Dr. Rusgianto, Persamaan adalah kalimat terbuka yang memuat relasi “=”. Dapat dikatakan Persamaan linear dua variabel adalah persamaan yang memiliki variabel tepat dua dan masing-masing suku hanya memuat 1 variabel. Bentuk umum dari persamaan linear dua variabel adalah

0   by c

ax atau axbyd. Penyelesaian dari PLDV tidak tunggal yaitu berupa pasangan nilai-nilai (x,y) yang apabila disubtitusi pada PLDV akan menjadi pernyataan yang benar. Menurut Nuniek, (2008: 70) PLDV adalah persamaan yang hanya memiliki dua variabel dan masing-masing berpangkat satu. Dewi N. dan Tri W. (2008: 97-98) mengungkapkan bahwa Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) merupakan persamaan linear yang memiliki banyaknya variabel ada dua dan masing-masing berpangkat satu. Menurut J. Dris dan Tasari (2011: 80) mengungkapkan bahwa PLDV adalah sebuah persamaan yang


(41)

mempunyai dua variabel, dengan masing-masing variabel memiliki pangkat tertinggi satu dan tidak ada perkalian diantara dua variabel tersebut. PLDV yang dinyatakan dalam bentuk axbyc, dengan

0 , , ,

,b cR a b

a disebut koefisien dan x, adalah suatu variabely sehingga jika terdapat suatu persamaan maka dua variabel yang dimaksud adalah dan (Sukino, 2007: 140).

PLDV dimasukkan dalam Standar Kompetensi kelas VIII pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, berikut adalah Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator pada pembelajaran PLDV (Endah Budi dkk, 2008: 89–90).

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 2. Memahami sistem

persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.

a. Pengertian

persamaan linear dua variabel. 2.2 Membuat model

matematika dari

masalah yang

berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel.

b. Menyatakan suatu pernyataan dan

PLDV dan

sebaliknya.

2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.


(42)

Dapat disimpulkan bahwa persamaan linear dua variabel atau PLDV adalah persamaan garis lurus yang mempunyai dua variabel. PLDV merupakan materi pengantar dalam materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. PLDV memiliki penyelesaian tidak tunggal sehingga ketika penyelesaian disubtitusikan pada persamaan maka akan menjadi pernyataan yang benar. Bentuk umum dari PLDV adalah

c by

ax  dimana a dan b adalah koefisien, x dan y adalah variabel dan c adalah konstanta.

2. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

Sistem persamaan linear dua variabel atau SPLDV adalah dua buah persamaan linear dua variabel yang memiliki penyelesaian atau himpunan penyelesaian yang harus memenuhi kedua persamaan linear dua variabel tersebut (Nuniek, 2008:75). Pada perkuliahan Aljabar dan Trigonometri yang diampuh oleh Prof. Dr. Rusgianto, SPLDV merupakan gabungan dari dua PLDV, yaitu PLDV (1) adalah axbyc dan PLDV (2) adalah,dxeyf dengan bentuk umum seperti berikut:

       f ey dx c by ax

. Penyelesaian SPLDV tergantung nilai-nilai a,b,c,d,e,

dan .f Penyelesaian SPLDV tersebut adalah pasangan bilangan (x,y) yang memenuhi dua persamaan tersebut. Dalam bentuk umum SPLDV tersebut a,b,d,e disebut koefisien, dan xdan yadalah variabel, cdan f adalah konstanta (Heru dan Usda, 2009: 79). Bentuk umum dari SPLDV pun memiliki dua bentuk yaitu:


(43)

b.SPLDV tidak homogen yaitu SPLDV yang mempunyai nilai konstanta sama dengan nol seperti c  0 dan f 0.

Dalam mempelajari SPLDV tentunya terdapat solusi-solusi SPLDV. Untuk mencari solusi SPLDV tersebut, terdapat empat metode yang digunakan pada kelas VIII SMP yaitu (1) metode subtitusi, (2) metode eliminasi, (3) metode campuran (eliminasi-subtitusi), dan (4) metode grafik.

Terdapat tiga jenis solusi dalam menyelesaikan SPLDV. Pertama, mempunyai satu solusi yaitu jika axbyc dan dxeyf digambar

akan saling berpotongan tepat disatu titik dan memenuhi sifat 2 2 1 1 b a b

a dengan

0 , 2 1 b

b . Kedua, mempunyai lebih dari satu solusi yaitu jika c

by

ax  dan dxeyf digambar akan berimpit dan memenuhi sifat

2 1 2 2 1 1 c c b a b

a dengan , , 0. 2 2 1 b c

b Ketiga, tidak memiliki solusi yaitu jika

persamaan axbyc dan dxeyf digambar akan sejajar dan

memenuhi sifat 2 1 2 2 1 1 c c b a b

a dengan , , 0 2 2 1 b c

b .

3. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel menurut Kurikulum 2006

Mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pendidikan (KTSP) dan Standar Isi 2006, materi SMP Kelas VIII Semester I membahas materi sistem persamaan linear dua variabel. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Standar Isi 2006, standar kompetensi yang mengacu pada materi sistem persamaan linear


(44)

dua variabel adalah memahami sistem persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran yang akan dibahas dalam penelitian ini yang sesuai dengan standar kompetensi tersebut. Menurut Emilia Silvi Indrajaya, dkk (2012: 2) terdapat beberapa masalah ataupun kesulitan yang dialami siswa dalam memahami materi sistem persamaan linear dua variabel. Di antara letak kesulitan tersebut adalah menentukan nilai dari variabel-variabel yang ada dalam persamaan SPLDV. Selain itu siswa juga kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita dalam SPLDV karena siswa harus mengkontruksi soal ke dalam model matematika yaitu persamaan linear dua variabel.Untuk mengatasi kesulitan dalam materi tersebut, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan PMRI dengan harapan siswa mampu menentukan nilai variabel dengan pengalaman sehari-hari.

Sesuai standar ktsp 2006, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang dikembangkan pada materi SPLDV menurut Sukino (2007: 7) adalah sebagai berikut:

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 2. Memahami sistem

persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

2.1Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.

a. Pengertian

persamaan linear satu variabel (mengulang). b. Persamaan Linear

Dua Variabel. c. Sistem Persamaan

Linear Dua

Variabel. 2.2 Membuat model

matematika dari

masalah yang

berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel.


(45)

d. Sistem Persamaan Non Linear Dua Variabel.

2.3 Menyelesaikan model matematika dari

masalah yang

berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.

Tabel 2. SK, KD, dan Indikator SPLDV KTSP 2006

Materi SPLDV yang disampaikan sesuai standar KTSP 2006 menurut Marsigit, dkk (2011: 109) penyelesaian masalah SPLDV dengan metode grafik, metode subtitusi, metode eliminasi, dan metode gabungan subtitusi eliminasi. Adapun Indikator yang dikembangkan untuk materi SPLDV sesuai dengan KTSP 2006 menurut Endah, dkk (2008: iv).

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 2. Memahami sistem

persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. 2.1Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.

a. Pengertian

persamaan linear dua variabel.

b. Menyatakan suatu pernyataan dan

PLDV dan

sebaliknya.

c. Mengenali SPLDV dalam berbagai bentuk dan variabel. d. Membedakan akar

dan bukan akar PLDV dan SPLDV. Menjelaskan arti kata “dan” pada solusi SPLDV. e. Menentukan penyelesaian SPLDV dengan substitusi, eleminasi dan grafik.

2.2 Membuat model matematika dari

masalah yang

berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel. 2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.

Tabel 3. SK, KD, dan Indikator dalam KTSP 2006

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa sistem persamaan linear dua variabel dalam kurikulum 2006 adalah memahami sistem persamaan linear


(46)

dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar, indikator serta materi disusun sesuai standar kompetensi yang ada di kurikulum 2006. Materi berisikan tentang sistem persamaan linear dua variabel, cara menyelesaikan masalah sistem persamaan linear dua variabel. SPLDV dalam kurikulum 2006 juga memberikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang akan diselesaikan dengan metode subtitusi, metode eliminasi, metode grafik, dan metode eliminasi-subtitusi.

E. Model 4-D

Model 4-D adalah salah satu metode penelitian pengembangan. Menurut Thiagarajan (1974: 5) model 4-D terdiri dari 4 tahapan yaitu define, design, develop, dandisseminate.

a. Define atau tahap pendefinisian adalah kegiatan yang dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering dinamakan analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis yang berbeda-beda. Secara umum, dalam pendefinisian ini dilakukan kegiatan analisis kebutuhan pengembangan.

b. Design atau tahap perancangan bertujuan untuk merancang bahan ajar yang akan digunakan siswa.

c. Develop atau tahap pengembangan menurut Thiagarajan (1974), tahap pengembangan dibagi dalam dua kegiatan yaitu: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Dalam kegiatan


(47)

ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran pengguna model. Hasil uji coba digunakan memperbaiki produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang efektif.

d. Disseminate atau tahap penyebaran menurut Thiagarajan tahap dibagi dalam tiga kegiatan yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adoption. Pada tahapvalidation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukanpackaging (pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan supaya produk dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan dengan mencetak bahan ajar panduan penerapan model pembelajaran. Setelah bahan ajar dicetak, bahan ajar


(48)

tersebut disebarluaskan supaya dapat diserap (difusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) di kelas.

F. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mei Hardianto Rahayu (2012) dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar dengan Pendidikan Matematika Realistik pada Materi Kesebangunan dan Kekongruenan kelas IX SMP”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RPP dan LKS yang disusun sangat valid, RPP dan LKS yang dihasilkan praktis mudah digunakan dalam pembelajaran matematika. RPP dan LKS dengan pendekatan matematika realistik efektif digunakan dalam pembelajaran siswa kelas IX B dan IX S SMP N 6 Magelang.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sambung Basuki Rachmat dengan judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di SMP N 3 Depok Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa memahami konsep meningkai berdasarkan indicator pemahaman konsep dari tes siklus 1 ke siklus 2.

3. Penelitian yang dilakukan Andrianis Dwi Novianti (2014) dengan judul “Kemampuan Menulis Naskah Drama Melalui Model Pembelajaran Sircuit Learning dengan Media Gambar Situasi Khayal siswa kelas XI IPA 3 SMAN 1 Jogonalan Klaten. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peningkatan pembelajaran menulis siswa tampak pada kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh keaktifan dan antusias siswa


(49)

ketika melakukan penulisan sehingga dapat menciptakan suasana diskusi yang aktif dan menyenangkan bagi siswa. Dengan adanya model pembelajarancircuit learning, siswa menjadi lebih kreatif merangkai kata-kata dalam dialog naskah drama dengan bahasanya sendiri. Imajinasi siswa menjadi lebih berkembang dengan adanya media gambar situasi khayal.

G. Kerangka Pikir Penelitian

Dalam pembelajaran matematika, siswa sering diberikan rumus tanpa tahu tujuan penggunaan rumus tersebut dalam dikehidupan sehari-hari. Hal ini menjadikan siswa tidak terbiasa dalam menerapkan ilmu matematika pada kehidupan sehari-hari. Siswa kesulitan dalam memahami materi karena penyajian rumus disetiap pembelajaran matematika. Tidak terbiasanya siswa mengaitkan ilmu yang siswa peroleh dengan ilmu yang baru diperoleh saat belajar berlangsung.

Guru diminta untuk mengembangkan bahan ajar guna membantu siswa dalam memahami materi. Namun, bahan ajar yang dikembangkan oleh guru masih berkaitan pada rumus yang sudah ada tanpa ada pengembangan lebih lanjut untuk pembelajaran matematika pada kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran matematika yang akan dikembangkan adalah SPLDV dengan menggunakan model circuit learning berbasis PMRI. Hal ini dikarenakan materi SPLDV yang dipelajari siswa masih belum berbasis PMRI dan SPLDV merupakan materi yang berasal dari PLDV.


(50)

Dari model pembelajaran circuit learningberbasis PMRI yang diterapkan pada materi SPLDV dapat digunakan model Research and Development (R&D) untuk melakukan penelitian. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah4Dmodels, yaituDefine, Design, Develop and Disseminationguna membantu perhitungan sehingga bahan ajar mendapatkan kriteria valid, praktis dan efektif bagi siswa.


(51)

BAB BBB

METODE PENELBTBAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian pada skripsi ini adalah penelitian pengembangan, model yang digunakan adalah model pengembangan atau Research and Development (R&D). Metode penelitian dan pengembangan adalah metode yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407). Penelitian ini bermaksud untuk mengembangkan bahan ajar menggunakan model circuit learning berbasis PMRI pada pembelajaran sistem persamaan linear dua variabel kelas VIII semester I. B. Metode Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 4D Models, yaituDefine, Design, Develop, and Dissemination(Thiagarajan, 1974: 5).

1. Define(Tahap Pendefinisian)

Thiagarajan (1974), menganalisis lima kegiatan yang dilakukan pada tahap define yaitu: analisis awal-akhir (front-end analysis), analisis karakteristik siswa (learner analysis), analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).

a. Analisis Awal-Akhir

Analisis awal-akhir ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam memahami materi SPLDV dan beberapa fakta yang dapat


(52)

dijadikan dasar sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun bahan ajar yang lebih baik dan efisien.

b. Analisis Karakteristik Siswa

Analisis ini guna menelaah karakteristik siswa SMP. Karakteristik ini meliputi latar belakang kemampuan, pengetahuan dan perkembangan kognitif siswa. Dalam hal ini, untuk dapat melanjutkan ke materi SPLDV, siswa hendaknya sudah paham materi Sister Persamaan Linear Satu Variabel.

c. Analisis Konsep

Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi, merinci, dan menyusun secara sistematis bagian-bagian utama yang akan dipelajari siswa. Materi yang akan diajarkan kepada siswa adalah SPLDV yang terdiri dari membuat model matematika dari masalah kehidupan sehari-hari dan cara menyelesaikan model matematika tersebut.

d. Analisis Tugas

Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan rincian mengenai tugas-tugas yang akan diberikan kepada siswa dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tugas-tugas yang diberikan adalah aktivitas-aktivitas siswa dalam pembelajaran, seperti terlibat aktif dalam pembelajaran, aktif dalam diskusi kelompok, dan sebagainya. Pada tahap ini juga ditentukan indikator-indikator terkait materi pelajaran yang akan dikembangkan yang diturunkan dari kompetensi dasar.


(53)

e. Analisis Tujuan Pembelajaran

Analisis tujuan pembelajaran bertujuan untuk mengidentifikasi indikator-indikator ketercapaian hasil belajar siswa berdasarkan Kompetensi Dasar yang dijadikan dasar dalam penyusunan tes kemampuan pemahaman konsep. Pada pembelajaran menggunakan model circuit learning berbasis PMRI agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Misalnya, pada indikator membuat model matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV, langkah-langkah yang dilakukan siswa dalam mempelajaran adalah:

 Pada langkah mencermati

Siswa diberikan permasalahan nyata tentang SPLDV, kemudian siswa akan mencermati masalah tersebut.

 Pada langkah mengingat kembali

Siswa kembali diajak untuk mengingat kembali materi yang telah dipelajari yaitu saat membuat model Persamaan Linar Satu Variabel, kemudian diarahkan untuk membuat Persamaan Linear Satu Variabel.

 Pada langkah mengumpulkan informasi

Pada langkah ini siswa sudah memiliki informasi Persamaan Linear Satu Variabel dan Persamaan Linear Dua Variabel, dan siswa kembali diajak untuk menemukan informasi baru menggunakan bahan ajar yang telah didesain dengan model circuit learningberbasis PMRI.


(54)

 Pada langkah mengasosiasi

Pada langkah ini siswa sudah bisa mengaitkan informasi yang sebelumnya siswa miliki dan informasi baru.

 Pada langkah mengomunikasikan

Pada langkah ini siswa secara berkelompok diberikan kesempatan untuk menampaikan hasil observasi, pendapat dan memodelkan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari kedalam SPLDV.

2. Design(Tahap Perancangan)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang bahan ajar. Thiagarajan (1974) membagi perancangan menjadi empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu:

a. Mengkonstruksi Tes Acuan Kriteria(Criterion-Test Construction), Tes yang dimaksud pada tahap ini adalah tes untuk mengukur prestasi belajar siswa yang disusun berdasarkan acuan kriteria yang telah dijabarkan kedalam indikator-indikator pencapaian kompetensi. Tes yang dikembangkan adalah Tes Kemampuan Pemahaman Konsep.

b. Pemilihan Media(Media Selection)

Pemilihan media harus berkaitan dengan materi yang disajikan yang didasarkan pada analisis materi, analisis tugas, dan fasilitas yang tersedia di sekolah serta karakteristik siswa.


(55)

c. Pemilihan Format(Format Selection),

Langkah ini meliputi kegiatan pemilihan format untuk merancang isi materi, pemilihan strategi, model serta sumber belajar yang dikembangkan.

d. Perancangan Awal(Initial Design)

Perancangan awal ini dilakukan untuk mendesain bahan ajar dari analisis yang telah dilakukan pada tahap pendefinisian dan berdasarkan kriteria yang ditentukan dengan media dan format yang sesuai.

3. Develop(Tahap Pengembangan)

Dalam konteks pengembangan bahan ajar, tahap pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan bahan ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakan bahan ajar tersebut. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga bahan ajar tersebut benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui efektivitas bahan ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya diambil dari bahan ajar yang dikembangkan.

Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan pengembangan (develop) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.


(56)

a. Uji Ahli

Uji Ahli dilakukan untuk memperoleh penilaian atau menguji validitas desain awal bahan ajar dari para ahli terhadap bahan ajar yang dikembangkan dan media yang digunakan untuk menyajikan bahan ajar yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS). Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dan saran perbaikan dari ahli terhadap bahan ajar yang dikembangkan.

b. Uji Coba Terbatas

Rancangan yang sudah direvisi kemudian diujicobakan pada kelompok terbatas yang dinamakan uji coba terbatas. Pada uji coba terbatas ini bahan ajar yang diujicobakan kepada beberapa siswa yang memiliki kemampuan berbeda yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Uji yang dilakukan adalah uji keterbacaan bahan ajar kepada guru dan siswa untuk mendapatkan masukan dan saran terhadap bahan ajar yang dikembangkan.

c. Uji Coba Lapangan

Kegiatan ini dilakukan pada kelas yang menjadi subjek penelitian untuk menguji kualitas dari produk yang dikembangkan dalam skala yang lebih luas. Selain untuk keperluan modifikasi, dilakukan pula uji kepraktisan dan keefektifan untuk mengetahui kualitas bahan ajar yang dikembangkan. Setelah dilakukan uji coba lapangan, hasil uji coba lapangan ini kemudian dipakai sebagai dasar untuk revisi akhir bahan ajar yang dikembangkan.


(57)

4. Dissemination

Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas kepada guru dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan oleh sasaran yang lebih luas.

C. Desain Penelitian

Uji coba dilakukan untuk mendapatkan data yang digunakan sebagai dasar merevisi produk. Uji coba terdiri dari dua tahap yaitu uji coba terbatas dan uji coba lapangan. Uji coba terbatas dilakukan untuk menguji kualitas produk pengembangan pada skala kecil. Tujuannya adalah untuk mengetahui kelayakan dari produk bahan ajar yang dikembangkan.

Langkah-langah kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1. Uji Ahli

Uji ahli dilakukan dengan meminta pertimbangan dua orang ahli yaitu ahli materi dan ahli media tentang kevalidan isi, media yang digunakan, dan konstruk mengenai kelayakan seluruh bahan ajar dan instrumen yang digunakan. Para ahli ini kemudian akan memvalidasi bahan ajar yang dikembangkan yaitu RPP, Lembar Kerja Siswa (LKS), Tes Kemampuan Pemahaman Konsep yang menyangkut format, bahasa,


(58)

ilustrasi, dan isi. Kategori penilaian pada lembar validasinya dikonversikan menjadi Sangat Baik (skor 5), Baik (skor 4), Cukup (skor 3), Buruk (skor 2), Sangat Buruk (skor 1).

Apabila hasil validasi oleh para ahli adalah valid, maka instrumen dan bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan dalam uji coba. Apabila valid dan layak dengan sedikit revisi, maka dilakukan revisi seperti yang disarankan oleh validator ahli, sehingga RPP, LKS dan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep yang sudah direvisi dapat digunakan dalam uji coba. Namun, jika hasil analisis menunjukkan tidak valid dan tidak layak, maka dilakukan revisi total. Hasil revisi harus divalidasi kembali oleh para ahli dan praktisi hingga didapatkan RPP, LKS, dan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep yang valid dan layak untuk digunakan. 2. Uji Coba Terbatas

Pada uji terbatas ini, RPP, LKS, Tes Kemampuan Pemahaman Konsep yang telah divalidasi oleh para ahli diujicobakan pada kelompok terbatas dengan meminta penilaian dari siswa dan guru. Uji coba terbatas ini dilakukan di SMP Negeri 2 Kalasan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berupa uji keterbacaan oleh siswa dan guru. Uji keterbacaan RPP, LKS, dan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep dari guru dilakukan oleh satu orang guru dari SMP Negeri 2 Kalasan dengan cara memberikan LKS dan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep yang disusun untuk dibaca dan dipahami untuk selanjutnya memberikan saran atau masukan-masukan terhadap bahan ajar yang dikembangkan.


(59)

Untuk uji keterbacaan dari siswa dilakukan dengan melibatkan 18 siswa kelas IX SMP Negeri 2 Kalasan yang dipilih berdasarkan keragaman tingkat kemampuan akademik mereka, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Setelah siswa membaca dan memahami tentang segala sesuatu mengenai tugas yang harus dilakukan dalam pembelajaran yang dilaksanakan, siswa kemudian memberikan saran dan masukan di bagian-bagian dimana siswa kurang paham tentang tugas yang harus dilakukan.

Data hasil uji coba terbatas dianalisis untuk mengetahui apakah bahan ajar yang dikembangkan telah memenuhi kriteria praktis dan efektif. Berdasarkan pengamatan pada saat uji coba terbatas dan masukan dari guru matematika kemudian dilakukan revisi terhadap RPP, LKS, dan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep.

3. Uji Coba Lapangan

Setelah melakukan revisi terhadap RPP, LKS, dan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep yang telah diuji keterbacaan oleh guru dan siswa, maka langkah selanjutnya adalah mengujicobakan pada kelompok yang lebih luas. Uji coba lapangan ini melibatkan 32 siswa kelas VIII.B di SMP Negeri 2 Kalasan. Selain itu uji coba lapangan juga melibatkan satu orang guru SMP Negeri 2 Kalasan sebagai mitra peneliti. Kegiatan uji coba lapangan ini dilakukan dengan cara melaksanakan pembelajaran menggunakan RPP, LKS, dan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep yang telah direvisi saat uji keterbatasan. Dalam uji coba lapangan ini yang berlaku sebagai observer adalah satu orang mahasiswa


(60)

Universitas Negeri Yogyakarta. Pada awal dan akhir pembelajaran diadakan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep berupapretestdanposttest. D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII.B di SMP Negeri 2 Kalasan.

E. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII.B SMP N 2 Kalasan semester ganjil pada bulan November 2015.

F. Jenis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif berupa validasi ahli mengenai kelayakan instrumen, data validasi dan komentar ahli mengenai validitas RPP, LKS, Tes Kemampuan Pemahaman Konsep, data hasil belajar siswa, data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, data lembar penilaian guru dan siswa terhadap RPP, LKS dan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep.

G. Bnstrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Lembar Validasi

a) Lembar Validasi RPP

Instrumen ini digunakan untuk mengukur data kevalidan RPP yang akan digunakan saat penelitian. Lembar validasi ini terdiri dari petunjuk, aspek yang dinilai, kesimpulan tentang kelayakan, saran perbaikan, dan skala nilai yaitu valid dan tidak valid dengan kategori penilaian pada lembar validasinya dikonversikan menjadi Sangat Baik


(61)

(skor 5), Baik (skor 4), Cukup (skor 3), Buruk (skor 2), Sangat Buruk (skor 1). Pada kategori kelayakan terdapat tiga kategori yaitu layak digunakan, layak digunakan dengan revisi dan tidak layak digunakan. Lembar validasi RPP dapat dilihat pada Lampiran IV halaman 144. b) Lembar Validasi Lembar Kerja Siswa (LKS) oleh Ahli

Instrumen ini digunakan untuk mengukur data kevalidan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang terdiri dari petunjuk, aspek yang dinilai, kesimpulan tentang kelayakan, saran perbaikan, dan skala nilai yaitu valid dan tidak valid dengan kategori penilaian pada lembar validasinya dikonversikan menjadi Sangat Baik (skor 5), Baik (skor 4), Cukup (skor 3), Buruk (skor 2), Sangat Buruk (skor 1). Pada kategori kelayakan terdapat tiga kategori yaitu layak digunakan, layak digunakan dengan revisi, dan tidak layak digunakan. Lembar validasi LKS dapat dilihat pada Lampiran IV halaman 138 dan 147.

c) Lembar Validasi Tes Kemampuan Pemahaman Konsep

Instrumen ini digunakan untuk mengukur data kevalidan instrumen penilaian yang meliputi penilaian pretest dan posttest. Instrumen ini terdiri dari petunjuk, aspek yang dinilai, kesimpulan, saran perbaikan, dan skala nilai yaitu valid dan tidak valid berdasarkan komentar, saran dan masukan validator ahli. Pada kategori kelayakan terdapat tiga kategori yaitu layak digunakan, layak digunakan dengan revisi, dan tidak layak digunakan. Lembar validasi instrumen penilaian dapat dilihat pada Lampiran IV halaman 150.


(1)

Tabel 16. Kriteria Penilaian Tes Kemampuan Pemahaman Konsep

Interval Kriteria

Sangat Baik Baik Cukup Buruk Sangat Buruk

Bahan ajar dengan menggunakan model circuit learning berbasis PMRI untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa SMP Kelas VIII dianggap efektif apabila persentase posttest lebih besar dari persentasepretestdan berklasifikasi baik.


(2)

DAFTAR PUSTATA

Abdurrahman, Mulyono. (1999). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta.

Benny A Pribadi. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Bordner, G.M. (1986). Constructivism: A theory of Knowledge” Journal of Chemical Education, 63, 873-788.

Chomsin, S. Widodo & Jasmadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Elek Media Komputindo.

Darsono, Max. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Daryanto, & Dwicahyono, A. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran (Silabus, RPP, PHB Bahan Ajar). Yogyakarta: Gava Media.

Departemen., P. & K. (1984). Pelajaran Bahasa Indonesia Pendidikan Luar Sekolah Direktur Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah.

Depdiknas, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Depdiknas Depdiknas. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Dikmenum.

Depdiknas.

DePorter& Hernacki. (2005).Quantum Theaching.Bandung: Mizan Pustaka. Dewi N. & Tri W. (2008) Matematika dan Konsep Aplikasinya untuk SMP/MTs

kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008). Panduan Penulisan Butir


(3)

Dudewicz, Edward J., Mishra, Satya N. (1995). Statistic Mathematic Modern. Terjemahan R. K. Sembiring. Bandung: IPB.

Endah Budi, dkk. (2008). Contextual Teaching yearning Matematika: SMP/ Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Gravemeijer, K.(1994). Develomping Realistic Mathematics Education. Netherlands: Freudenthal Institute.

Gunter, M., et al. (1990). Instruction: A Models Approach. Boston: MA: Allyn & Bacon.

Hadi, Sutarto. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Penerbit Tulip

Hamalik,Oemar. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Handoko, T Hani, (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Herman Hudoyo. (1998). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. Heruman, (2008).Model pembelajaran matematika di sekolah dasar. Bandung:

Rosda karya.

Indrajaya, Emilia Silvi. 2012. Strategi Pemecahan Masalah Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Materi SPLDV Siswa Kelas VIII Di Smp Kristen 2 Salatiga. Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana

.

J. Dris & Tasari. (2011). Matematika untuk SMP & MTS Kelas VIII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.


(4)

Jujun S. Suriasumantri. (2005). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular, Jakarta Pustaka Sinar Harapan.

Marsigit, dkk. (2011). Matematika 2. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Meyer, W. J. 1985. Concept of mathematical modeling. Singapore: Mc Graw-hill book company .

Miftahul Huda. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Indonesia: Pustaka Pelajar.

Munandir. (1987). Rancangan Sistem Pengajaran. Jakarta: Dikti

Nana, Syaodih Sukmadinata. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

Nanang, Hanafiah. (2009). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Saditama.

Nuniek. (2008). Mudah Belajar Matematika 2: Untuk Kelas VIII SMP/ Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Kurikulum & Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.

Rudi Susilana dan Cepi Riyana. (2007). Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima

Saiful Sagala. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Sardiman, A. M. (2005). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.


(5)

Simarmata. (19823). Operation Research– Sebuah Pengantar, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Slavin, Robert E. (2009). Cooperative yearning (Teori, Riset, Praktik). Bandung: Nusa Media.

Soedjadi. (2001). Pembelajaran Matematika Berjiwa RME. Makalah disampaikan pada seminar nasional PMRI di Universitas Sanata Darma. Yogyakarta. Soedjadi. (2007). Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah.

(Seri Pembelajaran Matematika Realistik untuk Guru dan Orang Tua Murid). Universitas Negeri Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah

Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan.Yogyakarta: UNY Press. Sukino. (2007). Matematika SMP Kelas VIII. Jakarta: PT Erlangga.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sungkono, dkk. (2003). Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: FIP UNY. Suyatno, (2009). Menjelajah Pembelajaran Inofatif. Sidoarjo: Masmedia Buana

Pusaka

Suyitno, Amin. (2004). Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: FMIPA UNNES

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Thiagarajan, S., Semmel, D., & Semmel, M. (1974). Instructional development for training teachers and exceptional children a sourcebook. Indianapolis: Indiana University.

Trianto, (2007).Modellmodel Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.


(6)

Widdiharto, Rahmadi. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika.

Widiyoko, E. P. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Wijaya, Ariyadi. (2012). Pendidikan Matematika Realistik “Suatu Alternatif Pendekatan pembelajaran Matematika”. Yogyakarta: Graha Ilmu