MANAJEMEN PENGEMBANGAN KINERJA GURU DALAM KONTEKS KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH : Studi Perencanaan, Pelaksanaan, Dan Pengawasan Pengembangan Kinerja Guru Sekolah Dasar Di Kota Tegal.
i
DAFTAR ISI
Talaman
PERNYATAAN ... i
PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT... iv
PENGANTAR ... v
PENGTARGAAN ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDATULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 13
C. Tujuan dan kegunaan Hasil Penelitian ... 14
D. Premis Penelitian ... 16
E. kerangka Pikir Penelitian ... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengembangan kinerja dalam Studi Administrasi Pendidikan ... 20
B. konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 25
1. Makna Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 25
2. Ragam Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 34
C. Dimensi kinerja Guru ... 42
1. Dimensi kesejarahan dan Spektrum Tugas Guru ... 48
2. Dimensi kualifikasi dan kompetensi Guru ... 53
3. Dimensi Profesionalisme Guru ... 62
4. Dimensi komitmen Guru ... 68
5. Dimensi Pemerataan Distribusi Guru ... 76
D. kebijakan Pengembangan kinerja Guru ... 78
(2)
ii
2. kewenangan Pusat dan Daerah ... 89
3. Modus kebijakan Pengembangan kinerja Guru ... 98
4. Prosedur Manajerial Pengembangan kinerja Guru ... 106
5. Pemerataan Distribusi Guru dalam kebijakan Otonomi Daerah 146 E. Penelitian Terdahulu ... 149
F. Ringkasan Teori dan Penelitian Terdahulu ... 162
BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 169
B. Lokasi dan kategori Sumber Data Penelitian ... 171
C. Teknik Pengumpulan Data ... 173
1. Wawancara ... 174
2. Observasi ... 175
3. Studi Dokumentasi ... 176
D. Pemeriksaan kesahihan Data ... 177
E. Teknik Analisis Data ... 178
1. Reduksi Data ... 178
2. Penyajian Data ... 179
3. Penarikan kesimpulan dan Verifikasi ... 180
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBATASAN TASIL PENELITIAN A. kondisi Umum kota Tegal ... 181
B. Manajemen Pengembangan kinerja Guru SD di kota Tegal ... 187
1. Perencanaan Pengembangan ... 188
2. Pelaksanaan Program Pengembangan ... 196
3. Pengawasan dan Evaluasi ... 199
4. Dampak Pengembangan ... 202
C. Pembahasan ... 210
1. Aspek Rencana Pengembangan ... 210
2. Aspek Pelaksanaan Pengembangan ... 220
(3)
iii
BAB V MODEL KONSEPTUAL MANAJEMEN PENGEMBANGAN KINERJA GURU SD
A. kondisi Sistem Program Pengembangan ... 227
B. Asumsi Model Manajemen Pengembangan ... 233
1. Standar kompetensi Guru ... 233
2. Posisi Strategik SD dan Guru SD ... 235
3. Otonomi Manajemen Sumber Daya Pendidikan ... 237
C. Elemen Model Manajemen Pengembangan ... 238
1. Visi ... 239
2. Perencanaan ... 240
3. Pelaksanaan ... 242
D. Diskusi Validasi Model ... 247
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. kesimpulan ... 261
B. Implikasi ... 265
C. Rekomendasi ... 268
DAFTAR PUSTAKA ... 271
(4)
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel ... Talaman
3.1. Responden dan kategori Informasi Penelitian ... 172
4.1. keadaan Demografi kota Tegal ... 182
4.2. keadaan Ekonomi kota Tegal ... 184
4.3. keadaan Sosial Budaya dan Agama kota Tegal ... 185
4.4. keadaan SD dan MI di kota Tegal ... 187
4.5. Program kerja dan Jumlah kegiatan Pengembangan Pendidikan dan kebudayaan Tahun 2008 ... 191
4.6. Perbaikan Latar Belakang Pendidikan Guru SD di kota Tegal ... 202
4.7. Perbaikan kelayakan Mengajar Guru SD di kota Tegal ... 204
4.8. Perbaikan Tingkat Penguasaan Materi Pelatihan oleh Guru kelas Peserta Pelatihan ... 207
4.9. kinerja Guru kelas SD kota Tegal Berdasarkan Instrumen Observasi kelas ... 208
4.10. Perbaikan Efisiensi Edukasi di Tingkat SD kota Tegal ... 209
4.11. Posisi Pengembangan kinerja Guru di Tiga Daerah ... 225
5.1. kekuatan, kelemahan, Peluang dan Ancaman Sistem Program Pengembangan kompetensi Guru SD di kota Tegal... 229
(5)
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar ... Talaman
1.1. kerangka Pikir Penelitian ... 18
2.1. Wilayah kerja Administrasi Pendidikan ... 24
2.2. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Manajemen Sumber Daya Manusia ... 28
2.3. Ragam Tahap Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 35
2.4. Diskrepansi Tujuan Organisasional dan Tujuan Individual ... 37
2.5. Rancangan Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 40
2.6. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Organisasi kompetitif ... 41
2.7. Spektrum Tugas Guru ... 52
2.8. karakteristik Pembentuk kompetensi ... 56
2.9. Proses Profesionalisasi ... 101
2.10. Proses Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 109
2.11. Langkah-langkah Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 110
2.12. Hubungan antara Visi dengan Strategi, Program, dan kinerja Organisasi ... 114
2.13. Fungsi Pengawasan dalam Organisasi ... 119
4.1. Jalur Pengembangan Mutu Guru SD di kota Tegal ... 197
4.2. Alur Seleksi Calon Peserta Pengembangan Mutu Guru SD melalui Pendidikan ... 199
(6)
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran ... Talaman
1. kategori Informasi Lapangan ... 279
2. kisi-kisi Observasi ... 280
3. kisis-kisi Wawancara ... 281
4. Pedoman Observasi kemampuan Profesional Guru ... 282
5. Catatan Lapangan ... 286
6. Refleksi Model konseptual Manajemen Pengembangan kinerja Guru SD ... 292
(7)
BABBIB
PENDAHULUANB
A. LATARBBELAKANGBMASALAHB
Era sekarang dan mendatang disebut the age of complexity and chaos, yang bercirikan usangnya teori-teori lama dan cara berpikir linier-konvensional dalam menghampiri persoalan. Hal itu menuntut cara pendekatan, teori, dan perspektif baru, karena realitas persoalan yang dihadapi pun berbeda daripada masa-masa sebelumnya.
Sementara itu, persoalan mendasar mutu pendidikan dari sudut pandang output, dikategorisasi oleh Zamroni (2000) ke dalam tiga bentuk kesenjangan: akademik, okupasional, dan kultural. Kesenjangan akademik adalah ketiadaan kaitan antara ilmu yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kesenjangan okupasional, ketidakgayutan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, meskipun hal ini bukan hanya disebabkan oleh dunia pendidikan semata. Kesenjangan kultural,
(8)
ketidakmampuan peserta didik memahami persoalan yang sedang dan akan dihadapi bangsanya di masa depan.
Mutu pendidikan di Indonesia, menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC) sebagaimana dikutip oleh Rosyada (2004), berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Rendahnya mutu pendidikan tersebut dapat pula dilihat dari data UNESCO (2004) mengenai peringkat Indeks Pengembangan Manusia. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati peringkat ke-102 pada tahun 1996, ke-99 tahun 1997, ke-105 tahun 1998, dan ke-109 tahun 1999.
Hasil studi International Assosciation for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) di Asia Timur yang dilaporkan oleh Bank Dunia (1992), menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan, dan mereka mengalami kesulitan menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran.
(9)
Kekhawatiran akan penurunan mutu pendidikan di SD terus berlangsung tanpa ada jawaban yang jelas dan secara konsepsional dapat dibenarkan (Suryadi, 1993). Padahal SD berperan menjabarkan misi pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam UU Sisdiknas, yaitu: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa; (2) mempersiapkan lulusan yang memiliki kemampuan membaca, menulis, menghitung; dan (3) mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lanjutan.
Oleh karena itu, diperlukan paradigma holistik dalam memahami dan membenahi pendidikan. Paradigma holistik melahirkan dua dimensi pembaharuan pendidikan, yaitu: (1) pendidikan yang memampukan anak didik berpikir global dan bertindak lokal; (2) pemaknaan ulang efisiensi pendidikan, dari makna ekonomis semata menjadi keharmonisan dengan lingkungan, solidaritas, dan kebaikan untuk semua (Zamroni, 2000).
(10)
Tuntutan kualifikasi hasil didik pun berubah sehingga pendidikan harus mengembangkan kemampuan anak didik: (1) menghampiri permasalahan secara global berpendekatan multidisiplin; (2) menyeleksi arus informasi untuk dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari; (3) menghubungkan peristiwa yang satu dengan yang lain secara kreatif; dan (d) mengembangkan sikap mandiri.
Implikasi jangka pendeknya, sekolah harus berkemampuan: (1) menciptakan rasa aman anak didik, dengan atmosfer kelas yang demokratik dan guru yang memahami kondisi anak didik; (2) menciptakan self-efficacy pada diri anak didik, bahwa mereka berkemampuan melaksanakan tugas-tugas sekolah; (3) membantu anak didik menyalurkan emosi melalui kegiatan yang positif dan konstruktif.
Dalam jangka panjang hal itu memerlukan model proses pembelajaran yang: (1) penyajian materinya tersusun dalam problema, tema, dan terintegrasi; (2) dampak belajarnya meliput aspek kognitif dan afektif, khususnya kerjasama dan kompetensi
(11)
sosial; (3) gurunya team teaching dengan prosedur yang fleksibel; (4) sasaran pemahamannya mencakup konsep, hubungan, dan keterkaitan; (5) pembelajarannya kooperatif.
Putaran evolusi masyarakat dalam perempat akhir abad ini, menurut Goble (1975) mengharuskan banyak pihak melakukan redefinisi konsep pendidikan dan peranan guru. Redefinisi tersebut dirasakan penting mengingat makin diragukannya gayutan antara pandangan-pandangan lama dengan aspirasi, kondisi, dan kebutuhan manusia yang akan memasuki abad ke-21. Dalam konteks demikian, redefinisi itu bukan hanya ditujukan kepada penemuan sarana prediktor peranan guru tetapi juga guna mengenali sarana untuk berbagai jenis perubahan yang dikehendaki masyarakat.
Kebermaknaan perubahan peranan guru terjadi ketika tingkat akumulasi informasi-baru mendorong kesadaran bahwa pengetahuan yang sesungguhnya tidak terbatas dan tidak dapat dimiliki. Demikian pula kemampuan merasakan, menghimpun, dan memahaminya dalam diri manusia bersifat sementara dan
(12)
berubah-ubah. Keabsahan pengetahuan hanya dapat diukur dari daya aplikasinya terhadap kebutuhan-kebutuhan yang ada dan dengan hasil yang memadai.
Pandangan tersebut mengimplikasikan perubahan mendasar di dalam fungsi mengajar. Mengajar tidak lagi bermakna memonopoli, tetapi memediasi informasi. Guru pun tidak cukup hanya dimaknai sebagai individu yang memiliki sejumlah pengetahuan tertentu, melainkan berkewajiban pula memelihara keseimbangan yang serasi antara fungsi tradisional sebagai penyebar pengetahuan yang otentik dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas.
Kompetensi mengajar dalam bingkai perubahan peranan guru (dari monopoli menjadi mediasi informasi), mencakup aspek-aspek diagnosis, responsi, penilaian, hubungan pribadi, pengembangan kurikulum, tanggung jawab sosial, dan administrasi.
Di pihak lain, diungkapkan oleh Danim (2006) bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru yang belum
(13)
mampu menunjukkan kinerja yang memadai. Selanjutnya, Supratman (2003) mengidentifikasi empat indikator kelemahan yang terkait dengan isu kinerja guru dalam melaksanakan tugas profesi kependidikan, yaitu: (a) pengetahuan tentang strategi pembelajaran; (b) kemahiran pengelolaan kelas, khususnya interaksi pembelajaran; (c) motivasi berprestasi; (d) komitmen profesi dan etos kerja.
Secara lebih luas, permasalahan kinerja guru , termasuk guru SD meliputi dimensi-dimensi berikut ini. Pertama, dimensi kompetensi yang berkaitan dengan rendahnya kesadaran akan tugas-ganda guru sebagai pemindah ilmu pengetahuan dan pelaksana proses pendidikan yang harus menyesuaikan diri dengan tuntutan kurikulum dan harapan masyarakat.
Kompetensi guru berkenaan pula dengan keterbukaan sikap guru terhadap pembaruan, kemampuan menanggapi dan menghargai pendapat orang lain, kemampuan mencoba gagasan positif yang berasal dari sesama guru, ketangguhan dan tidak
(14)
mudah putus asa, rasa percaya diri, dan kemauan bekerjasama di antara rekan seprofesi.
Hasil uji kompetensi guru (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2004) terhadap 29.238 guru SD secara nasional, menunjukkan bahwa rerata tingkat penguasaan guru atas substansi materi uji kompetensi profesional masih rendah. Tingkat penguasaan materi mapel Bahasa Indonesia 36,87%; IPS 36,47%; Matematika 33,87%; pembelajaran dan wawasan kependidikan 38,26% (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2005).
Kedua, menurunnya komitmen terhadap profesi. Dimensi masalah ini ditandai antara lain oleh kurangnya kegairahan guru melaksanakan kegiatan proses belajar-mengajar; keengganan guru untuk memahami dan memastikan perbedaan antara masalah sekolah dengan masalah pengajaran; dan permasalahan lain yang dihadapi dalam keseharian tenaga pendidik.
Ketiga, kualifikasi akademik mayoritas guru SD adalah lulusan SPG, D2, dan baru sebagian yang sudah menyelesaikan pendidikan S1. Padahal perubahan lingkungan strategik dan
(15)
lahirnya berbagai kebijakan yang terkait dengan paradigma baru pendidikan menuntut optimalisasi kemampuan guru untuk mengembangkan diri, mencari informasi baru, dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hasil survei kualifikasi pendidikan guru (Depdiknas, 2004) menginformasikan bahwa: (1) Guru SD, SDLB dan MI yang berpendidikan Diploma-2 ke atas adalah 61,4 %. Hal itu berarti bahwa guru SD, SDLB dan MI yang tidak memenuhi kualifikasi sejumlah 38,6%; (2) Guru SMP dan MTs yang berpendidikan Diploma-3 ke atas adalah 75,1%, artinya guru SMP dan MTs yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan sebesar 24,9%.
Wajarlah apabila guru menjadi bagian integral dari upaya perbaikan dan peningkatan pendidikan. Menurut Sutisna (1989:4) perbaikan dan peningkatan pendidikan bertujuan menciptakan suatu sistem pendidikan yang:
(1) mampu melayani kebutuhan masyarakat akan pendidikan dalam arti kuantitatif, serta menjamin lahirnya para lulusan yang secara kualitatif memenuhi harapan masyarakat banyak, sehingga asas efektivitas dan produktivitas merupakan wacana yang semakin dikembangkan oleh dunia pendidikan;
(16)
(2) menyelenggarakan pendidikan yang dilihat dari segi program kurikuler serta materi dan jenis pengalaman belajar yang mengisinya selaras dengan dunia pekerjaan yang akan dimasuki oleh para lulusan (relevansi); dan (3) mampu mendayagunakan tenaga, dana, fasilitas dan
teknologi yang tersedia secara optimal bagi tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (efisiensi).
Dengan demikian, pengembangan kinerja guru harus diprioritaskan dalam agenda dan rencana aksi penataan pendidikan pada semua jenis, jalur, dan jenjang. Salah satu agenda yang relevan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan dasar adalah meningkatkan kinerja guru SD. Agenda tersebut didasari pola pikir bahwa mutu hasil pendidikan ditentukan oleh mutu proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar yang bermutu hanya mungkin dilaksanakan oleh guru-guru yang bermutu tinggi.
Sementara itu, hasil observasi awal yang penulis lakukan terhadap kondisi SD di Kota Tegal menemukan fakta berikut ini. Pertama, populasi usia SD dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pemerintah Kota Tegal memproyeksikan bahwa
(17)
dalam lima tahun (2003-2008) akan meningkat rata-rata 11 sampai dengan 13,5% pertahun.
Kedua, efisiensi pendidikan SD pada tahun 2006 dicirikan oleh indikator sebagai berikut: (1) APK murid mencapi 110,70 (laki-laki) dan 100,66 (perempuan); (2) APM 88,34; (3) rasio murid/sekolah 203; murid/kelas 32; indeks layanan sekolah 181; (4) jumlah keluaran 88,7; jumlah tahun-murid 5.912; putus sekolah 105; mengulang 321; rata-rata lama belajar lulusan 6,32; rata-rata lama belajar murid putus sekolah 2,52; dan kohort 5,87; (5) posisi prestasi hasil belajar berdasarkan rata-rata NEM, relatif tertinggal dibanding yang diraih oleh SD-SD di Kota atau Kabupaten lain di Provinsi 0awa Tengah.
Adapun kondisi guru SD di Kota Tegal berdasarkan latar belakang pendidikannya: berijazah SLTA satu orang; berijazah SLTA plus 196 orang; D1 tujuh orang; D2 836 orang; D3 23 orang; dan S1 177 orang. Rasio murid/guru 0,73. Pemerintah Kota Tegal (Profil Pendidikan, 2003) menyadari rendahnya kinerja guru sebagai salah satu masalah strategik. Di dalam dokumen tersebut
(18)
dinventarisasi bahwa sebagian guru: (1) kurang memiliki bekal pengetahuan (didaktik, metodik, materi) dan kreativitas dalam pembelajaran; (2) belum mendapat insentif yang layak; (3) belum mendapat perlindungan profesi yang memadai; dan (4) belum mendapat peluang karir yang mendorong motivasi berprestasi.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Tegal mencanangkan arah pengembangan kinerja guru sebagai berikut: (1) perbaikan penghargaan tenaga pendidik berdasarkan profesionalisme dan pengabdian; (2) perbaikan kesejahteraan guru agar memenuhi kebutuhan hidup pemangku profesio; (3) perbaikan dan penataan sistem pembinaan karir pendidik; (4) pemerataan distribusi guru antarsekolah dan antar-mata pelajaran
Hasil observasi awal yang penulis lakukan tersebut menginformasikan persoalan yang cukup mendasar dalam pengembangan kinerja guru SD di Kota Tegal. Oleh karena itu, pengembangan kinerja guru tidak dapat dilaksanakan secara tersendiri, tetapi harus terpadu, dalam arti melibatkan berbagai unsur terkait.
(19)
Apabila dikaitkan dengan implementasi kebijakan otonomi daerah, maka pengembangan kinerja guru akan menuntut lebih banyak inisiatif dan kemampuan para pengambil kebijakan pendidikan di daerah. Dari perspektif kebijakan pengelolaan bidang pendidikan, otonomi daerah --yang berintikan pemberian kewenangan yang luas kepada daerah-- mengandung konsekuensi yang luas terhadap pengelolaan pendidikan, mengingat pendidikan merupakan salah satu dari sebelas bidang yang diserahkan kepada daerah.
Latar belakang dan informasi faktual di atas menunjukkan bahwa komponen sistem dan kinerja sistem pendidikan SD tidak terlepas dari kinerja guru. Dengan demikian, manajemen pengembangan kinerja guru SD dalam kerangka kebijakan otonomi daerah merupakan isu mendasar yang masih layak untuk diteliti.
B. FOKUSBMASALAHBDANBPERTANYAANBPENELITIANB Bertolak dari latar belakang masalah di atas, masalah pokok yang menjadi fokus penelitian ini dapat penulis rumuskan
(20)
sebagai berikut: Bagaimanakah efektivitas manajemen pengembangan kinerja guru SD di tingkat Pemerintahan Kota Tegal? Selanjutnya, pokok masalah di atas penulis jabarkan ke dalam pernyataan-pertanyaaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pengembangan kinerja guru SD di Kota Tegal?
2. Bagaimana pelaksanaan pengembangan kinerja guru SD di Kota Tegal?
3. Bagaimana pengawasan dan evaluasi pengembangan kinerja guru SD di Kota Tegal?
4. Bagaimana manfaat pengembangan kinerja guru SD di Kota Tegal?
C. TUJUANBDANBKEGUNAANBHASILBPENELITIANBB
1. Mendeskripsikan faktor-faktor yang melandasi perlunya pengembangan kinerja guru SD di Kota Tegal, yang meliputi kondisi faktual pendidikan SD; kebijakan Pemerintah Kota dalam peningkatan mutu SD; dan program pengembangan kinerja guru SD.
(21)
2. Memperoleh informasi empirik mengenai upaya Dinas Pendidikan dan instansi terkait dalam mengelola program pengembangan kinerja guru SD, yang meliputi manajemen program (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi), dan komponen sistem program (masukan, proses, dan keluaran) pengembangan kinerja guru SD.
3. Menawarkan model konseptual pengembangan kinerja guru SD yang relevan dan tepat guna untuk diimplementasikan dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan SD di Kota Tegal.
Secara teoretik, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memperkaya hasil-hasil kajian dan khazanah teori yang berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia pendidikan, terutama peningkatan kinerja guru .
Sedangkan secara praktik, diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat didayagunakan sebagai bahan pemikiran atau pengambilan kebijakan mengenai pengembangan kinerja guru SD.
(22)
D. PREMISBPENELITIANBB
Penelitian ini dilandasi oleh premis-premis berikut ini. Pertama, pengembangan kinerja guru berhubungan erat dengan mutu pendidikan untuk merespons berbagai kecenderungan yang muncul sebagai akibat dari tuntutan pengembangan standar mutu pendidikan dan perubahan lingkungan strategik pendidikan.
Kedua, keberhasilan guru SD dalam memenuhi tuntutan kompetensinya tidak terlepas dari upaya pengembangan yang diprogramkan oleh beragam lembaga. Dalam konteks yang lebih luas, program peningkatan mutu pendidikan dasar sembilan tahun secara umum perlu ditopang oleh kecakapan guru mentransformasi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai melalui proses pendidikan dan pengajaran yang dilakukannya.
Ketiga, pengembangan kinerja guru merupakan bagian integral dari upaya peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi, dan relevansi pendidikan. Di samping beragamnya isu dan kebijakan pendidikan nasional yang mengimplikasikan perubahan mendasar pada berbagai aspek kemampuan guru.
(23)
E. KERANGKABPIKIRBBPENELITIANBBB
Secara sederhana, kerangka pikir identik dengan paradigma. Kerangka pikir penelitian perlu dikedepankan mengingat penelitian merupakan proses kegiatan yang sistematik dan menggunakan metode tertentu guna memperoleh kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara ilmiah, setiap peneliti akan berorientasi dan berakhir pada kebenaran ilmiah. Konsep-konsep teoretik dan bukti-bukti empirik sangat penting untuk mendukung kebenaran yang dimaksud.
Apabila dikaitkan dengan penelitian maka paradigma diartikan sebagai kerangka konseptual dalam melihat permasalahan secara terstruktur. Dalam hal ini paradigma merupakan pernyataan perspektif teoretik yang akan menjadi panduan dalam aktivitas inkuiri, juga merupakan representasi, model teoretik, ide atau prinsip.
Berdasarkan pengertian dan prinsip-prinsip tersebut, maka kerangka pikir penelitian ini menggambarkan keterkaitan antara
(24)
masalah, teori, kondisi empirik, dan luaran penelitian yang secara ringkas disajikan dalam gambar 1.1.
ISU DAN KEBIJAKAN MUTU GURU
• UU Guru Dosen • SNP KONDISI FAKTUAL KINERJA GURU •Kompetensi •Komitmen •Kualifikasi EKSPLANASI TEORETIK MANAJEMEN PSDM KEBIJAKAN LOKAL PENGEMBANGAN KINERJA GURU DIM ENSI KINERJA GURU
M ODEL KONSEPTUAL
M ANAJEMEN PENGEMBANGAN KINERJA GURU SD PERBAIKAN KUALIFIKASI GURU SD PERBAIKAN KOMPETENSI GURU SD PERBAIKAN EFISIENSI EDUKASI SD
M ANAJEMEN PENGEMBANGAN KINERJA GURU DI KOTA TEGAL
ANALISIS MASALAH
M ANAJEMEN PENDIDIKAN DALAM KONTEKS
OTDA
PERENCANAAN PENGEMBANGAN M UTU GURU SD
PELAKSANAAN PENGEMBANGAN
M UTU GURU SD PENGAWASAN & EVALUASI
PENGEMBANGAN M UTU GURU SD
GambarB1.1.B
KERANGKABPIKIRBPENELITIANB B
Mempertimbangkan isu dan kebijakan mutu guru berbanding kondisi faktual guru, teridentifikasi kesenjangan mutu guru sebagai bagian dari masalah manajemen pendidikan. Kategori masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah manajemen pengembangan kinerja guru di tingkat Pemerintahan Kota Tegal. Aspek masalahnya mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam pengembangan kinerja
(25)
guru. Ketiga aspek tersebut dilihat kaitannya dengan perbaikan kualifikasi dan kompetensi guru serta efisiensi edukasi Sekolah Dasar. Konsep-konsep kunci di dalam masalah penelitian ini terlebih dahulu dijelaskan dengan terori dan konsep manajemen pengembangan sumber daya manusia, kebijakan lokal pengembangan guru, dan dimensi-dimensi kinerja guru. Keseluruhan fakta empirik ditelaah dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Akhirnya dari refleksi terhadap hasil analisis ditawarkan model konseptual manajemen pengembangan kinerja guru Sekolah Dasar.
(26)
169
BABBIIIB
PROSEDURBPENELITIANB
A. PENDEKATANBPENELITIANB
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penggunaan pendekatan tersebut dimaksudkan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian ini, yaitu memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pengembangan mutu guru SD, yang meliputi aspek-aspek: (1) landasan pengembangan mutu guru SD di daerah penelitian, kondisi faktual SD; visi program pengembangan mutu guru; dan kebijakan Pemerintah Kota dalam peningkatan mutu pendidikan dasar; (2) upaya Dinas Pendidikan dan instansi terkait dalam mengelola program pengembangan mutu guru SD, yang meliputi manajemen program pengembangan (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi), dan komponen sistem pengembangan (masukan, proses, dan keluaran) kompetensi guru SD.
Pendekatan kualitatif pada dasarnya bersifat mengamati perilaku manusia dalam suatu kelompok tertentu, sehingga
(27)
berinteraksi merupakan kebutuhan mutlak dalam memahami permasalahan yang sedang dihadapinya. Bogdan dan Biklen lebih memandang pendekatan kualitatif sebagai salah satu pendekatan yang berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi perilaku manusia dalam suatu situasi tertentu menurut perspektif sendiri.
Sesuai kategori informasi yang diperlukan, penelitian ini memilih rancangan studi kasus, suatu rancangan yang berupaya mencari kebenaran ilmiah dengan cara mempelajari secara mendalam dan dalam jangka waktu yang lama. Di dalam studi kasus, menurut Muhadjir (2000), bukan banyaknya individu dan juga bukan rerata yang menjadi dasar penarikan kesimpulan, melainkan didasarkan ketajaman peneliti melihat kecenderungan, pola, arah, interaksi banyak faktor dan hal lain yang memacu atau menghambat perubahan.
Harton dan Hunt sebagaimana dikutip oleh Muhadjir (2000) membedakan studi kasus sebagai studi longitudinal menjadi dua tipe yaitu retrospektif dan prospektif. Rancangan penelitian ini
(28)
lebih merupakan tipe studi kasus yang disebut terakhir, yaitu yang: (1) mengambil objek perkembangan normal baik individu, kelompok, atau satuan sosial lain; (2) digunakan untuk keperluan penelitian, mencari kesimpulan, dan diharapkan dapat ditemukan pola, kecenderungan, arah, dan lainnya; dan yang dapat digunakan untuk membuat perkiraan-perkiraan perkembangan masa depan; (3) jumlah subjeknya biasanya cukup banyak, apalagi kalau unit analisisnya bukan orang, melainkan satuan tertentu.
B. LOKASIBDANBKATEGORIBSUMBERBDATABPENELITIANBBBBBB
Penelitian ini memilih lokasi di Kota Tegal, difokuskan kepada unit analisis yang bersifat kelembagaan, dalam arti memusatkan perhatian kepada organisasi atau lembaga yang terkait dalam pengembangan mutu guru SD. Objek atau wilayah kasusnya berupa program pengembangan mutu guru SD.
Data penelitian bersumber dari subyek manusia, peristiwa interaksi sosial antarmanusia, dan berbagai dokumen kelembagaan, yang berhubungan langsung atau tidak langsung
(29)
dengan wilayah kasus penelitian ini. Masing-masing kategori sumber data tersebut, penulis acak berdasarkan prosedur
purposive sampling dengan prinsip bola salju.
Pemilihan prosedur sampling tersebut didasarkan atas argumen bahwa dalam penelitian kualitatif, sampling merupakan pilihan peneliti tentang aspek apa dari peristiwa apa dan siapa dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu, dan karena itu dilakukan terus menerus sepanjang penelitian (Nasution, 1996).
TabelB3.1.B
RESPONDENBDANBKATEGORIBINFORMASIBPENELITIANB LevelB
WilayahB
TujuanB RespondenB Data/InformasiB
KotaB DPRDBII Ketua Komisi Dasar Hukum
Dinas PendidikanB Perencana Pendidikan
B
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Mutu Guru Bappeda B Kabag Asda Pendidikan Renstra Bidang Pendidikan
SetdaB ASDA IIIB Program Pembinaan Guru
Dewan Pendidikan Ketua Dewan Pendidikan
Advisory, Supporting, Controlling, Mediator Kecamatan Kantor KecamatanB Camat/Sekmat
B
Perencanaan Teknis UPTD PendidikanB Kepala UPTD
B
Kebijakan dan
Implementasi Program Pengembangan Mutu Guru
Masyarakat Komite SekolahB Partisipasi Masyarakat Kelurahan Kelurahan
B
Lurah
B
Partisipasi Masyarakat
MasyarakatB Tokoh dan
aktivis bidang pendidikanB
(30)
Sekolah SD Sampel Kepala Sekolah
B
Keluaran dan dampak Program Pengembangan Mutu Guru
Dengan kata lain, sampling dilakukan untuk tujuan memerinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik, bukan memusatkan pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi (Moleong, 1996). Sampling dalam hal ini digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber sehingga akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Teknik sampling ini bercirikan: (1) sampel tidak dapat ditentukan terlebih dahulu; (2) pemilihan sampel secara berurutan; (3) penyesuaian berkelanjutan dari sampel; dan (4) pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan (Moleong, 1996).
C. TEKNIKBPENGUMPULANBDATAB
Sesuai dengan pendekatan dan rancangannya, instrumen utama penelitian ini adalah manusia, yaitu penulis sendiri.
(31)
Sebagai instrumen utama maka dalam penelitian ini penulis berperan dalam menjaring data dan informasi yang diperlukan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
1. WawancaraBB
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab, yang penulis lakukan secara sistematik berlandaskan tujuan penelitian. Proses wawancara merujuk kepada saran Nasution (1988), yaitu: (1) harus secara nyata mengadakan interaksi dengan responden; dan (2) menghadapi kenyataan, adanya pandangan orang lain yang mungkin berbeda dengan pandangan peneliti sendiri.
Jenis pertanyaan yang penulis ajukan berkenaan dengan: (1) perilaku; (2) pendapat, perasaan, dan nilai; (3) pengetahuan disiplin, peraturan; (4) manfaat program pengembangan mutu guru SD dari beragam persepsi stakeholders.
(32)
2. ObservasiBB
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini bertipe observasi partisipatif. Penggunaan teknik tersebut didasarkan atas alasan sebagaimana diperinci oleh (Moleong, 1996), bahwa teknik tersebut memungkinkan peneliti:
(1) mengoptimalkan kemampuan dari segi motif, kepercayaan, perhatian, dan perilaku lainnya; (2) melihat dunia sebagai yang dilihat oleh subjek penelitian, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu; (3) merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek; dan (4) pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama baik dari pihak peneliti maupun dari pihak subjek yang diteliti. Observasi atau pengamatan partisipatif dalam penelitian ini ditujukan untuk memahami fenomena nyata dan aktual tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam situasi pengembangan mutu guru SD di daerah penelitian. Penulis mengamati pula hal-hal yang dilakukan oleh masing-masing responden sesuai dengan peran dan kedudukannya di dalam konteks pengembangan mutu guru SD.
(33)
Hasil pengamatan yang diharapkan berupa informasi yang berkenaan dengan masukan, proses, keluaran, dan dampak pengembangan mutu guru; termasuk manajemen programnya. Dari informasi itu diharapkan pula ditemukan faktor-faktor pendukung dan penghambat program, serta upaya mengatasinya.
3. StudiBDo3umentasiB
Studi dokumentasi dilakukan untuk mengungkapkan data yang bersifat administratif dan peristiwa yang menggambarkan aspek-aspek: (1) kelayakan dan kualifikasi guru SD di daerah penelitian; (2) posisi mutu pendidikan SD; (3) rencana strategik pendidikan dan peningkatan mutu tenaga kependidikan; (4) rujukan kebijakan, rencana, dan pelaksaan program pengembangan mutu guru SD.
Hasil-hasil studi dokumentasi ini digunakan untuk memperkuat data hasil observasi dan wawancara. Data dokumen itu pun akan memperkuat pemahaman penulis terhadap aspek-aspek penting dalam fokus penelitian ini. Karena dokumen tersebut akan memberi informasi otentik secara tertulis mengenai
(34)
peristiwa dan hal-hal yang dapat dijadikan acuan memperkuat analisis penelitian ini.
D. PEMERIKSAANBKESAHIHANBDATAB
Sebelum menganalisis data, terlebih dahulu penulis memeriksa kesahihan data penelitian ini agar memenuhi persyaratan derajat keterpercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Sebagaimana disarankan oleh Nasution (1998), untuk menguji kredibilitas data penelitian ini, penulis melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Memperpanjang masa observasi, yaitu menambah waktu untuk mengenal lingkungan dan mengadakan hubungan baik dengan setiap komponen dari obyek penelitian.
(2) Melakukan pengamatan terus menerus, dengan maksud agar penulis memperoleh makna informasi secara lebih cermat dan tepat, terinci, dan mendalam.
(35)
(3) Triangulasi dengan data, sumber data, dan teknik pengumpulan data.
(4) Pengecekan anggota atau mengecek ulang secara garis besar beberapa hal yang telah disampaikan oleh informan berdasarkan catatan lapangan, agar informasi yang diperoleh dan digunakan dalam penulisan laporan penelitian sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan.
E. TEKNIKBANALISISBDATAB
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung. Adapun prosedur analisis data yang penulis tempuh dalam penelitian ini meliputi: (1) reduksi data; (2) penyajian data; (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi.
1. Redu3siBDataB
Dalam tahap ini penulis merangkum dan memilih hal-hal yang pokok dari catatan lapangan. Setelah data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menelaah semua data yang diperoleh
(36)
dari berbagai sumber, yaitu dari pengamatan, hasil wawancara, dokumen resmi, gambar, dan foto.
Data yang telah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, selanjutnya penulis reduksi dengan cara membuat abstraksi yang merupakan rangkuman inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya serta mudah dikendalikan.
2. PenyajianBDataB
Penyajian data adalah penyampaian informasi yang sudah diperoleh dalam bentuk teks formatif. Penyajian data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematik dari bentuk informasi yang kompleks menjadi sederhana namun selektif.
Data yang diperoleh dari penelitian ini dalam wujud kata-kata, kalimat-kalimat, atau paragraf-paragraf. Data tersebut akan disajikan dalam bentuk teks atau berupa uraian naratif. Untuk memudahkan penelusuran atas data yang telah tersaji, maka di
(37)
bawah satuan data yang dikutip tersebut penulis bubuhkan label tertentu.
3. Penari3anBKesimpulanBdanBVerifi3asiB
Pada tahap ini, penulis menarik simpulan secara tentatif. Analisis data yang dikumpulkan selama dan sesudah pengumpulan data digunakan untuk menarik simpulan, sehingga dapat menggambarkan tentang peristiwa yang terjadi.
Analisis data yang penulis lakukan termasuk juga pekerjaan mengurangi atau menambah data yang dibutuhkan. Sejak proses pengumpulan data, penulis telah mencari makna keterkaitan berbagai hal, penjelasan-penjelasan serta alur sebab akibat yang terjadi, rangkaian kegiatan tersebut diakumulasikan yang kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan.
(38)
227
BABBVBB
MODELBKONSEPTUALBMANAJEMENBPENGEMBANGANB KINERJABGURUBSDB
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan model merujuk kepada definisi Johansson (1993), yaitu pola pendekatan, abstraksi visual atau konstruksi dari suatu konsep. Model dapat digunakan untuk memahami realitas. Lebih lanjut, Johansson memerinci wujud model sebagai berikut:
(1) kognitif (human concept) yang diwujudkan dalam
penalaran dan persepsi, termasuk pembuatan keputusan; (2)
normatif (purpose oriented) diwujudkan dalam penggambaran
fungsi-fungsi, tujuan, sasaran suatu sistem atau proses; (3)
deskriptif (decriptive models) yang diwujudkan dalam
orientasi tingkah laku untuk tujuan-tujuan saintifik dan teknologikal, seperti model kuantitatif dengan angka-angka dan model kualitatif dengan data kategorikal; (4) fungsional
(action and control oriented) yang direalisasikan dalam
tindakan nyata yang berorientasi pada pengawasan terhadap fungsi-fungsi dalam melaksanakan model yang efektif.
Berdasarkan penjelasan tersebut, model konseptual ini
dibangun dengan mempertimbangkan aspek-aspek
pengembangan mutu guru SD, yang meliputi: (1) kondisi sistem program pengembangan; (2) asumsi-asumsi model; dan (3)
(39)
elemen-elemen model. Upaya validasi terhadap model konseptual
yang telah dibangun, dilakukan melalui focused group discussion
dengan sejumlah pakar dan perwakilan pemangku kepentingan pendidikan di Kota Tegal.
A. KONDISIBSISTEMBPROGRAMBPENGEMBANGANBB
Apabila dilihat secara sistemik, implementasi program pengembangan mutu guru SD di Kota Tegal selama ini memiliki potensi yang harus dikembangkan, kelemahan yang terjadi, peluang yang dapat diraih, dan tantangan masa depan yang harus diminimalkan, sebagaimana diringkaskan dalam tabel 5.1.
Tabel tersebut menginformasikan bahwa kekuatan
Pemerintah Kota Tegal untuk merealisasikan program
pengembangan mutu guru SD adalah terdapatnya: (1) guru SD yang sebagian besar cukup termotivasi untuk mencapai taraf profesionalisme yang ideal; (2) jumlah, mutu, dan kapasitas sumber daya pendukung program pengembangan mutu guru tersedia tersedia memadai; (3) hubungan kemitraan Pemerintah Kota dengan berbagai lembaga dan Perguruan Tinggi.
(40)
TabelB5.1B
KEKUATAN,BKELEMAHAN,BPELUANGBDANBANCAMANBSISTEMBPROGRAMB PENGEMBANGANBMUTUBGURUBSDBDIBKOTABTEGALB
PROGRAMBPengembanganB kinerjaBguruBSDBB DIBKOTABTEGALBB
KEKUATANB(S)B KELEMAHANB(W)B
1. Sebagian besar guru SD cukup termotivasi untuk mencapai taraf profesionalisme yang ideal. 2. Jumlah, mutu, dan kapasitas
sumber daya pendukung program pengembangan mutu guru tersedia tersedia memadai. 3. Pemkot telah membangun
kemitraan dengan berbagai lembaga dan perguruan tinggi.
1. Pemetaan dan analisis kebutuhan pengembangan individual guru belum sejalan dengan kebutuhan pengembangan organisasional SD.
2. Otoritas penyelenggara program pengembangan masih diwarnai “ego setktoral” dan
kecenderungan tumpang-tindih antara Dinas Pendidikan dengan Badan Kepegawaian Daerah. 3. Kinerja dan kultur kerja otoritas
penyelenggara program cenderung rigid dan birokratik
PELUANGB(O)B STRATEGIBSOB STRATEGIBWOB
1. Otonomi manajemen pendidikan anak usia dini sampai dengan menengah sebagai urusan wajib Pemkot (UU No. 32/2004 dan PP No. 38/ 2007), didasari asumsi-asumsi perbaikan mutu
pendidikan secara berkelanjutan; dan pendidikan sebagai investasi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
2. Masyarakat makin menghendaki sekolah efektif dan layanan pendidikan yang bermutu tinggi. 3. Lembaga-lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi mitra Pemkot telah berkomitmen untuk memajukan pendidikan dan mengembangkan kompetensi pendidik.
1. Meningkatkan intensitas dan efektivitas sosialiasi kebijakan pengembangan mutu guru SD; memperluas dan menjamin pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan kepada guru SD, negeri maupun swasta.
2. Mengoptimalkan dan mengefektifkan realisasi kerja sama Pemkot dengan mitra kerja dalam penyelenggaraan program pengembangan mutu guru SD. 3. Memanfaatkan tenaga ahli untuk
menyusun program kerja pengembangan mutu guru SD
1. Menganalisis ulang kebutuhan pengembangan mutu guru SD sehingga dicapai keterkaitan dan kesepadanan antara kebutuhan individu guru dengan kebutuhan satuan pendidikan.
2. Memperjelas dan menegaskan batas job deskripsi antara BKD (administrasi pengembangan) dan Disdik (substansi materi program pengembangan).
ANCAMANB(T)B STRATEGIBSTB STRATEGIBWTB
1. Sikap sebagian guru SD yang cenderung merasa puas dengan prestasi kerja dan latar belakang pendidikan telah yang
dimilikinya.
2. Praktik perekrutan dan seleksi calon peserta pengembangan yang dicurigai lebih
mengutamakan guru yang memiliki kedekatan personal dengan pengambil kebijakan.
1. Memfungsikan program pengembangan, terutama jalur studi lanjut yang bersubsidi APBD, sebagai insentif bagi guru SD yang berprestasi.
2. Memperjelas skala prioritas pemberian kesempatan pengembangan berdasarkan derajat kebutuhan dan jenis pengembangan mutu guru SD.
1. Merekonstruksi sistem dan prosedur pengembangan mutu guru, terutama aspek-aspek rekrutmen, seleksi, evaluasi dan pengawasannya.
2. Memberikan peluang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah bagi guru SD yang telah berhasil dalam program pengembangan kompetensi.
(41)
Sumber: Hasil analisis SWOT terhadap Sistem Program Pengembangan mutu guru SD Kota Tegal Meskipun demikian, masih ditemukan kelemahan terutama dalam aspek-aspek: (1) pemetaan dan analisis kebutuhan pengembangan kompetensi individual guru SD yang belum sejalan dengan kebutuhan pengembangan organisasional SD; (2) otoritas penyelenggara program pengembangan masih diwarnai “ego setktoral” dan kecenderungan tumpang-tindih antara Dinas Pendidikan dengan Badan Kepegawaian Daerah; (3) kinerja dan kultur kerja otoritas penyelenggara program cenderung rigid dan birokratik.
Adapun peluang pengembangan guru SD di Kota Tegal
meliputi tiga aspek. Pertama, adanya otonomi manajemen
pendidikan anak usia dini sampai dengan menengah sebagai urusan wajib Pemkot sebagaimana diatur dalam UU No. 32/2004 dan PP No. 38/ 2007). Otonomi tersebut didasari asumsi-asumsi perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan, dan pendidikan sebagai investasi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kedua, adanya kehendak dan tuntutan masyarakat akan
(42)
Ketiga, adanya komitmen lembaga-lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi yang diikat oleh perjanjian resmi dengan Pemerintah Kota Tegal, untuk memajukan pendidikan dan mengembangkan kompetensi pendidik.
Di samping itu, ditemukan pula kelemahan yang berupa: (1) sikap sebagian guru SD yang cenderung merasa puas dengan prestasi kerja dan latar belakang pendidikan yang telah yang dimilikinya; (2) praktik perekrutan dan seleksi calon peserta pengembangan yang dicurigai lebih mengutamakan guru yang memiliki kedekatan personal dengan pengambil kebijakan.
Untuk menyikapi kondisi tersebut, selanjutnya dapat diajukan sembilan kombinasi strategi SO, WO, ST, dan WT. Kesembilan strategi tersebut dapat diurutkan sebagai berikut:
(1) Menganalisis ulang kebutuhan pengembangan mutu guru
SD sehingga dicapai keterkaitan dan kesepadanan antara kebutuhan individu guru dengan kebutuhan satuan pendidikan.
(43)
(2) Mengoptimalkan dan mengefektifkan realisasi kerja sama Pemkot dengan mitra kerja dalam penyelenggaraan program pengembangan mutu guru SD.
(3) Memanfaatkan tenaga ahli untuk menyusun program kerja
pengembangan mutu guru SD
(4) Meningkatkan intensitas dan efektivitas sosialiasi kebijakan
pengembangan mutu guru SD; memperluas dan menjamin pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan kepada guru SD, negeri maupun swasta.
(5) Memperjelas skala prioritas pemberian kesempatan
pengembangan berdasarkan derajat kebutuhan dan jenis pengembangan mutu guru SD.
(6) Merekonstruksi sistem dan prosedur pengembangan mutu
guru, terutama aspek-aspek rekrutmen, seleksi, evaluasi dan
pengawasannya. B
(7) Memperjelas job deskripsi terutama untuk menegaskan batas
(44)
pengembangan) dengan Dinas Pendidikan (substansi materi program pengembangan).
(8) Memfungsikan program pengembangan, terutama jalur studi
S1 yang bersubsidi APBD, sebagai insentif bagi guru SD yang berprestasi.
(9) Memberikan peluang mendapatkan tugas tambahan sebagai
kepala sekolah bagi guru SD yang telah berhasil menempuh
program pengembangan kompetensi.B
Ramuan strategi tersebut lebih lanjut dapat dijadikan rujukan model manajemen pengembangan kinerja guru SD di Kota Tegal. Untuk itu, terlebih dahulu perlu dikemukakan asumsi-asumsi yang mendasarinya.
B. ASUMSIBMODELBMANAJEMENBPENGEMBANGANBB
1. StandarBKompetensiBGuruB
Pelaksanaan tugas-tugas profesional guru harus makin disesuaikan dengan tuntutan normatifnya. Dalam kaitan itu, Pasal 20 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(45)
menandaskan bahwa guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya berkewajiban:
(1) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
(2) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
(3) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
(4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan,
hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika;
(5) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa.
Lebih lanjut Pasal 28 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjabarkan bahwa:
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ayat 1);
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku (ayat 2);
(46)
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) Kompetensi pedagogik; (b) Kompetensi kepribadian; (c) Kompetensi profesional; dan (d) Kompetensi sosial (ayat 3);
Berdasar amanat UU tersebut jelas bahwa pengembangan mutu guru mencakup bukan hanya aspek kapasitasnya sebagai pengajar, melainkan juga aspek sikap positifnya terhadap situasi kerja, pemahaman atas nilai-nilai yang selayaknya dianut oleh pendidik, dan upaya menjadikan dirinya sebagai teladan anak didiknya. Selain itu, mencakup pula pengembangan kemampuan-kemampuan guru untuk menyesuaikan diri dengan tujuan kerja dan lingkungan sekitar ketika menjalankan tugas-tugas layanan profesionalnya.
2. PosisiBStrategikBSDBdanBGuruBSDB
Kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia
terangkum dalam tiga strategi dasar, yaitu: (1) perluasan akses dan pemerataan pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik (Depdiknas, 2005:5). Prioritas pertama pembangunan
(47)
pendidikan diarahkan pada pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan dasar, melalui pembangunan sarana prasana dan pengadaan tenaga kependidikan.
Upaya pemerataan akses dan mutu, menjadi sangat strategik apabila dikaitkan dengan posisi dan tujuan institusional SD. SD merupakan salah satu organisasi pendidikan yang utama dalam jenjang pendidikan dasar. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 disebutkan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Dengan demikian, SD sebagai lembaga pendidikan dasar berfungsi sebagai: (1) peletak dasar perkembangan pribadi anak untuk menjadi warga negara yang baik; (2) peletak dasar kemampuan dasar anak; dan (3) penyelenggara pendidikan awal
(48)
untuk persiapan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kemampuan dasar utama yang diberikan kepada anak SD adalah kemampuan yang memungkinkan mereka dapat berpikir kritis dan imajinatif yang tercermin dalam kemampuan menulis, berhitung dan membaca. Posisi guru SD dan kompetensinya adalah faktor strategik dalam kerangka pencapaian tujuan-tujuan strategik kelembagaan SD tersebut.
3. OtonomiBManajemenBSumberBDayaBPendidikanB
Makna otonomi pendidikan bukan mempersempit substansi pendidikan menjadi bersifat kedaerahan, tetapi sebagai pelimpahan kekuasan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk merencanakan dan memutuskan pemecahan permasalahan bidang pendidikan.
Dengan demikian, otonomi pendidikan mendorong
penciptaan kemandirian daerah untuk berkompetisi
(49)
Perubahan struktur kewenangan tersebut melahirkan dua konsekuensi kepada daerah.
Pertama, siapa yang menjadi pengambil keputusan berbagai
kebijakan makro bidang pendidikan, bagaimana posisi dan peran
daerah dalam konteks kebijakan messo dan mikro. Kedua, sebatas
mana daerah memposisikan diri sebagai pengambil keputusan, apabila terjadi sesuatu dalam kebijakan provinsi atau Pusat.
Dari perspektif manajemen sumber daya pendidikan, termasuk pengembangan mutu guru oleh Pemerintah Daerah, otonomi dan perubahan struktur kewenangan itu menuntut adanya: (1) visi yang tanggap terhadap perubahan dan tantangan masa depan; (2) perencanaan yang tepat, antisipatif, dan lentur berkaitan dengan kurikulum, kesiapan sumber daya pendidikan, dan pengembangan program; (3) langkah-langkah penyesuaian dan perbaikan yang akurat.
C. ELEMENBMODELBMANAJEMENBPENGEMBANGANBB
Berdasar asumsi-asumsi di atas, selanjutnya dapat dikonstruksi model manajemen pengembangan kinerja guru SD, yang memuat
(50)
elemen-elemen visi, kriteria perencanaan, dan aspek-aspek pelaksanaannya. Masing-masing elemen yang dimaksud, penulis jelaskan secara ringkas berikut ini.
1. VisiB
Berkenaan dengan elemen visi, ada dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam manajemen pengembangan kinerja
guru SD di Kota Tegal. Pertama, bahwa visi itu hendaknya
mencerminkan kesamaan pandangan dan komitmen bersama yang --selain meniadakan ego sektoral-- dibangun bersama antara Dinas Pendidikan dengan Badan Kepegawaian Daerah. Dengan demikian, di antara kedua instansi tersebut menjadi lebih fleksibel dan serempak dalam menggariskan kebijakan, program aksi, kriteria, dan sasaran program pengembangan mutu guru.
Kedua, berkenaan dengan kesadaran memaknai visi sebagai
representasi dari keyakinan kedua instansi mengenai
bagaimanakah seharusnya bentuk organisasi di masa depan di
dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilih, dan stakeholder
(51)
depan organisasi yang dapat dilihat sekarang sehingga mendorong setiap orang untuk mulai hidup dan bekerja dalam situasi yang dikehendaki itu (Salusu, 1996:18).
Bertolak dari dua hal di atas, selanjutnya dirancang program dan proses pengembangan mutu guru SD dengan melibatkan elemen-elemen dan kelembagaan yang berkompeten untuk itu,
misalnya Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga advokasi
pendidikan, organisasi profesi guru, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, dan Badan Akreditasi Sekolah.
2. PerencanaanB
Sebagaimana telah dibahas dalam bab keempat, bahwa Renstra Pendidikan Kota Tegal sebagai rujukan rencana pengembangan mutu guru SD, sudah cukup baik dilihat dari aspek-aspek konsep dan formatnya, prosesnya, dan aspek isu
strategiknya. Isu tersebut meniscayakan langkah-langkah
pengembangan mutu guru yang berdimensi the improvement of
(52)
diprogramkan dalam rencana pengembangan mutu guru SD di Kota Tegal.
Ditelaah dengan sudut pandang teoretik, rencana
pengembangan mutu guru SD di Kota Tegal dinilai cukup baik karena memuat diagnosis kebutuhan pengembangan secara komprehensif, terutama berkaitan dengan pengetahuan spesifik dan keahlian khusus yang akan dimiliki. Meskipun demikian, perencanaan tersebut belum memenuhi kriteria berikut ini.
Pertama, kontribusi terhadap tujuan dan sasaran pendidikan.
Setiap aspek kegiatan, maupun komponen-komponen yang
direncanakan sesungguhnya merupakan sistem yang
terorganisasi yang dibentuk demi tercapainya tujuan dan sasaran
pendidikan. Kedua, aspek primer dari perencanaan dan
pendidikan. Bahwa perencanaan pendidikan merupakan langkah yang paling utama dan pertama karena perencanaan senantiasa mendahului sekaligus menjadi pegangan bagi langkah-langkah manajemen yang lain.
(53)
Ketiga, daya serap perencanaan pendidikan. Bahwa perencanaan pendidikan mencakup keseluruhan komponen yang ada serta berada pada setiap level manajemen pendidikan. Oleh karenanya perencanaan pendidikan haruslah komprehensif.
Keempat, efisiensi rencana. Bahwa perencanaan pendidikan
dengan pilihan alternatif-alternatif tindakan dan keputusan yang dibuat diharapkan dapat diimplementasikan dengan baik sehingga tujuan dan sasaran pendidikan dapat tercapai secara efisien.
3. PelaksanaanB
a. AspekBPerekrutanBdanBSeleksiB
Ditinjau dari segi produktivitasnya, pelaksanaan program pengembangan mutu guru SD di Kota Tegal, telah membuahkan hasil yang cukup bermakna bagi peningkatan mutu sumber daya manusianya. Tetapi dalam hal seleksi, belum efektif, dalam arti belum sepenuhnya sesuai dengan prosedur dan masih ditemukan kecenderungan jalan pintas, meskipun calon yang tersaring
(54)
adalah para guru yang memenuhi persyaratan dan diperkirakan mampu menyelesaikan program dengan baik.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, perlu dikembangkan kriteria perekrutan yang efektif, dengan cara: (1) menetapkan garis pedoman, yang berupa landasan hukum, definisi numerik, dan alternatif: (2) mengirimkan brosur dan pengumuman; (3) mengecek validitas pemenuhan persyaratan dan moralitas; (4) menilai rekomendasi atasan dan rekan kerja; (5) menilai prestasi dan kemampuan kerja; dan (6) melakukan seleksi atas dasar efesiensi dan tenaga.
b. AspekBProsesBPengembanganB
Aspek proses merupakan faktor krusial dalam program pengembangan guru. Oleh karena itu, perlu disepakati kriteria program pengembangan yang efisien, bermutu, dan relevan. Efisien merujuk kepada arti tidak hemat biaya, mudah dilaksanakan, dan tepat waktu dalam pelaksanaannya dan didukung oleh sumberdaya program yang telah tersedia.
(55)
Bermutu artinya mencapai mutu proses dan mutu keluaran yang sesuai dengan rencana.
Adapun kriteria keluaran program pengembangan adalah guru SD yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagaimana yang dipersyaratkan oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Lebih dari itu, perlu pula dikembangkan kompetensi guru dalam kerangka mendukung pengembangan organisasi satuan pendidikan. Dengan kata lain, guru yang: (1) sensitif dan responsif terhadap peluang dan tantangan baru; (2) tidak terpaku pada kegiatan-kegiatan rutin yang terkait dengan fungsi birokrasi, akan tetapi harus mampu melakukan terobosan
(break through) melalui pemikiran yang kreatif dan inovatif; (3)
mempunyai wawasan futuristik dan sistematik; (4) mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi, memperhitungkan dan meminimalkan risiko; (5) jeli terhadap sumber-sumber dan
peluang baru; (6) mempunyai kemampuan untuk
(56)
mempunyai produktivitas tinggi, dan (7) mempunyai kemampuan untuk mengoptimalkan sumber yang tersedia.
c. AspekBKebijakanBPascaBPengembanganB
Dilihat dari domain prestasi guru, program pengembangan mutu guru mengandung arti meningkatkan dan memperdalam: (1) penguasaan ilmu pengetahuan (2) aplikasi ilmu pengetahuan atau pemecahanan masalah; (3) keterampilan personal dan sosial; (3) motivasi dan komitmen. Oleh karena itu, kepada para para guru yang telah menjalani program pengembangan kompetensi dan berhasil memperbaiki kinerjanya, perlu diberi insentif seperti: kesempatan untuk memimpin sekolah atau mempertinggi pendidikannya.
d. AspekBPemantauanBdanBEvaluasiBB
Persoalan yang seringkali muncul dalam kebanyakan program pengembangan pendidikan, termasuk pengembangan mutu guru, adalah inkonsistensi dalam fungsi pengawasan. Pengawasan lebih dipahami dan dijalankan hanya untuk mencukupi formalitas.
(57)
Oleh karena itu, tindakan pemantauan dan evaluasi program pengembangan mutu guru, hendaknya dijalankan dalam konteks
pengendalian program. Dalam arti menjamin agar
pelaksanaannya berjalan sesuai dengan rencana dan mengoreksi penyimpangan yang mendistorsi pencapaian tujuannya.
Berdasarkan asumsi dan kriteria seluruh elemen tersebut,
selanjutnya dapat dirangkum dalam model konseptual
sebagaimana disajikan dalam gambar 5.1.
GambarB5.1B
MODELBKONSEPTUALBMANAJEMENBPENGEMBANGANBB KINERJABGURUBSDB
(58)
D. DISKUSIBVALIDASIBMODELBB
Sebagaimana telah penulis jelaskan bahwa validasi dilakukan untuk memperoleh kritik dan saran dari berbagai pihak terhadap model konseptual yang telah dibangun. Adapun
proses validasi diselenggarakan melalui focused group discussion
dengan kalangan akademisi, pemerhati, dan praktisi pendidikan. Mereka adalah Dr. Maufur (Wakil Walikota Tegal); Dr. Yayat
Hidayat Amir (Ketua Lembaga Advokasi Masyarakat
Pendidikan); Dr. Basukiyatno (penggiat Lembaga Pendidikan Ma’arif); Prof. Dr. Trijaka Kartana (Rektor Universitas Pancasakti Tegal); Dr. Muntoha Nasuha (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes); Drs. Rofiuddin, M.Hum (Badan Akreditasi Sekolah); Drs. Sisdiono Ahmad (Ketua Dewan Pendidikan Kota Tegal). Rangkuman pendapat, kritik, dan saran yang berkembang dalam diskusi tersebut, penulis sajikan berikut ini.
a. AspekBOtonomiBManajemenBPendidikanB
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dalam bidang pendidikan, pada dasarnya menjanjikan harapan sekaligus
(59)
mengandung tantangan yang harus diantisipasi terutama berkenaan dengan upaya meningkatkan mutu, efisiensi pengelolaan, perluasan dan pemerataan, peran serta masyarakat dan akuntabilitas pendidikan.
Sehubungan dengan itu, terdapat enam isu yang menuntut penghayatan dari para pemangku kebijakan pendidikan di
daerah. Pertama, pendidikan sebagai salah satu kebutuhan dasar
setiap warga negara, harus mampu menjamin perolehan hak untuk mendapatkan layanan pendidikan bagi setiap penduduk. Hal ini berimpilkasi terhadap kemampuan Daerah dalam perluasan dan pemerataan pendidikan, terutama wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dan pelayanan pendidikan yang berkualitas, berasaskan keadilan dan pemerataan.
Kedua, bagaimana mengantisipasi disparitas mutu yang
diakibatkan oleh konteks lokalitas yang cenderung memunculkan kriteria lokal; bagaimana mengembangkan standar kinerja pendidikan yang memenuhi tuntutan keunggulan kompetitif dan komparatif baik dalam konteks nasional maupun global.
(60)
Ketiga, kebijakan otonomi daerah didasarkan atas argumen bahwa dengan cara memberdayakan lembaga setempat diharapkan terjadi efisiensi yang disebabkan oleh munculnya motivasi kerja baru dan berkurangnya prosedural birokrasi. Efisensi yang dimaksud dapat berupa efisiensi pengelolaan (administrasi) dan efisiensi anggaran.
Keempat, pelaksanaan otonomi dapat meningkatkan aspirasi
masyarakat, meskipun harus dibayar mahal dengan
kemungkinan melebarnya kesenjangan antardaerah dalam pemerataan fasilitas pendidikan akibat keragaman potensi. Kecenderungan ini akan mendorong meningkatnya ketimpangan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Kelima, tujuan otonomi adalah menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dana untuk menyelenggarakan pendidikan.
Keenam, melalui otonomi pengambilan keputusan,
(61)
masyarakat yang dilayani. Hal itu mengakibatkan pergeseran orientasi akuntabilitas, dari berorientasi ke pemerintah pusat menjadi berorientasi kepada masyarakat.
Pola pikir di atas seharusnya menginspirasi para pembuat kebijakan di daerah untuk menggali potensi dan kekuatan daerahnya, sehingga dapat dirumuskan visi dan model perencanaan pendidikan yang paling sesuai dengan harapan masyarakat dan potensi daerah.
b. AspekBVisiBPengembanganBmutuBguruB
Relevan dengan keperluan perumusan visi pengembangan mutu guru SD, terdapat beberapa pokok pikiran yang harus mendapatkan perhatian dari seluruh pemangku kebijakan pendidikan di Kota Tegal.
Pertama, berkenaan dengan indikator visi keberhasilan
sebagai berikut: (1) menekankan tujuan, perilaku, kriteria kinerja, aturan keputusan dan standar yang merupakan pelayanan publik dan bukan pelayanan untuk diri sendiri; (2) disebarkan secara
(62)
lainnya; dan (3) digunakan untuk menyebarluaskan keputusan dan tindakan organisasi yang penting dan minor.
Kedua, berkenaan dengan perwujudan kinerja organisasi
yang baik di masa depan, yang mempertanyakan: (1) apa yang dipandang sebagai kunci bagi masa depan organisasi; (2) kontribusi unik apakah yang dapat diberikan organisasi di masa depan; (3) nilai apakah yang perlu ditekankan; (4) apakah yang
seharusnya menjadi core competencies; (5) bagaimana posisi
organisasi pada pelanggan, pasar, pertumbuhan, teknologi, kualitas, dan sebagainya; (6) apa yang dapat dilihat sebagai kesempatan terbesar organisasi untuk tumbuh dan berkembang di masa depan.
Ketiga, berkenaan dengan kejelasan perumusan visi agar: (1)
anggota organisasi akan memperoleh gambaran tentang rupa organisasi di masa depan; (2) mampu mencegah timbulnya perdebatan antarsubjek pengambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana, mengapa dan sebagainya, sehingga dapat menghemat waktu; (3) memberikan petunjuk bagi para
(63)
perencana dalam menjabarkan rencana-rencana organisasi dan mengendalikannya.
Oleh karena itu, visi pendidikan dan visi Dinas Pendidikan
Kota Tegal harus diekpresikan dalam corporate values Dinas
Pendidikan, meliputi: (1) innovation; (2) excellence; (3) participation;
(4) ownership; dan (5) leadership; yang secara keseluruhan
menjadikan kinerja organisasi lebih baik. Lebih jauh visi tersebut harus pula menginspirasi dan memotivasi semua elemen penyelenggara pendidikan dalam dua hal.
Pertama, menciptakan iklim kondusif secara makro
institusional terhadap pengembangan wawasan keunggulan dalam keseluruhan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan. Hal yang dapat dilakukan antara lain mendorong motivasi berprestasi kepada semua pihak, kesadaran mengembangkan keahlian dan profesionalisme.
Kedua, menciptakan iklim kompetitif dalam semua aktivitas
pendidikan. Dalam hal ini dibutuhkan sistem yang terbuka dan
(64)
pihak yang terlibat. Sistem yang demikian memungkinkan terciptanya ketekunan dan dedikasi kerja yang tinggi bagi setiap orang.
c. AspekBParadigmaBManajemenBPengembanganBGuruB
Pengembangan sumber daya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan orang-orang dalam suatu masyarakat. Hal itu mengandung arti bahwa belajar berkelanjutan menjadi esensi manajemen sumber daya manusia. Konsekuensinya adalah terjadinya perubahan
pandangan dasar manajemen sumber daya manusia, dari strategic
human resource management menjadi brainware management.
Dalam pandangan teoretik akademik, konsep brainware
management bertumpu kepada prinsip bahwa sumber daya
manusia merupakan faktor utama yang menentukan daya saing
(competitive advantage). Oleh karena itu, perencanaan sumber daya
manusia merupakan bagian integral dari perencanaan strategik. Selanjutnya, pemanfaatan secara efektif sumber daya manusia
(65)
merupakan hal yang terkait dengan kelangsungan hidup (survival issues).
Sedangkan perencanaan sumber daya manusia yang efektif dapat: (a) memberi jalan untuk melakukan pengkajian efektivitas sumber daya manusia saat ini dan dapat memprediksi kebutuhan sumber daya manusia masa depan; (b) memberi kontribusi terhadap efisiensi biaya dan utilasi yang produktif dari sumber daya manusia itu sendiri; (c) mengatasi dinamika perubahan lingkungan yang dihadapi organisasi terhadap sumber daya manusianya.
d. AspekBDampakBPengembanganBMutuBGuruB
Isu peningkatkan mutu sumber daya manusia, bukan terletak pada persoalan perlu atau tidaknya pengembangan sumber daya manusia, tetapi dalam bidang apa pengembangan itu dilakukan, dengan intensitas yang bagaimana dan melalui penggunaan teknik pengembangan apa.
Penyelenggaraan program pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi harus diarahkan untuk
(66)
tujuan-tujuan individual dan peningkatkan efektivitas serta efisiensi organisasi. Tujuan-tujuan individual, misalnya meningkatkan
produktivitas, kualitas dan semangat (morale) kerja; mencegah
kedaluarsaan abilitas kerja; dan sebagai insentif bagi mereka yang berprestasi.
Demikian pula halnya dalam konteks pengembangan mutu guru, yang pada gilirannya harus berdampak positif, baik untuk tujuan-tujuan perbaikan individual guru maupun tujuan-tujuan perbaikan organisasional satuan pendidikan.
Pada perbaikan individual guru, pengembangan kompetensi tentunya ditujukan untuk memenuhi standar kompetensi mereka. Standar tersebut secara formal tertuang dalam peraturan dan perundang-undangan pendidikan di Indonesia. Standar formal
tersebut, pada dasarnya menitikberatkan aspek profesional teaching
skill. Dalam konstelasi pendidikan di negara maju seperti
Amerika Serikat, profesional teaching skill mencakup lima proposisi
(67)
Pertama, Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup: (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
Kedua, Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach
Those Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
Ketiga, Teachers are Responsible for Managing and Monitoring
Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode
dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas
(68)
keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
Keempat, Teachers Think Systematically About Their Practice and
Learn from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus
menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.
Kelima, Teachers are Members of Learning Communities
mencakup: (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan orang tua siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Dihubungkan dengan kontribusinya terhadap tujuan-tujuan organisasional, maka kemampuan atau kompetensi individual para guru tersebut harus memungkinkan mereka berkemampuan melaksanakan kerja sama secara tim. Tinjauan akademik memperinci kemampuan-kemampuan yang dimaksud berikut ini.
(69)
Pertama, system thinking, yaitu kemampuan berpikir secara sistematik, meliputi arti kemampuan untuk selalu berpikir dan bertindak berdasarkan pendekatan komprehensif, dan mampu menimbang usur-unsur sistemik atau saling berkaitan.
Kedua, personal mastery, yaitu derajat kemampuan atau
keahlian kerja setiap anggota tim, mencakup makna semangat menemukan proses dan hasil kerja yang lebih baik dari sebelumnya serta derajat kemampuan atau keahlian kerja dari setiap anggota.
Ketiga, share vision, yaitu kemampuan dan kemauan setiap
anggota tim untuk menumbuhkan persamaan pandangan masa depan dan menumbuhkan kesadaran berkomitmen, mencakup makna adanya kesepakatan seluruh anggota tim untuk menjadikan proses pembelajaran atau berbagai visi sebagai
kebiasaan kerja sehari-hari. Keempat, mental model, yaitu keserasian
nilai-nilai yang dianut dalam menyikapi proses pembelajaran.
Kelima, team learning, yaitu kemampuan dan kemauan untuk
(70)
derajat semangat seluruh anggota tim untuk saling mengajarkan berbagai cara serta derajat kemampuan seluruh anggota tim untuk belajar dan bekerja sama sebagai satu kesatuan.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam setiap program pengembangan adalah berfungsinya pengawasan. Pengawasan tersebut berproses melalui tahap-tahap: (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, apabila diperlukan.
Pengawasan adalah usaha sistematik untuk menetapkan
standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan,
merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin
(71)
bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan diskusi tersebut tersimpul bahwa model manajemen pengembangan kinerja guru yang penulis tawarkan, pada prinsipnya telah memenuhi kebutuhan. Tetapi, untuk
menguji keandalan praktisnya, model tersebut perlu
(72)
271
DAFTAR PUSTAKA
Acheson, K.A dan Gall, M.D. 1987. Techniques in the Clinical
Supervisiona of Teacher, Second Edition, White Palin, New York: Longman.
Alfonso, RJ. Firth, GR dan Nevile, RF. 1981. Instructional Supervision:
A Behavior System, Boston Allyn and Bacon Inc.
As’ad, Moh. 1982. Kepemimipinan Efektif dalam Perusahaan, Suatu
Pendekatan Psikologik. Jakarta: Liberty.
Bafadal, Ibrahim. 1992. Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya
dalam Membina Profesional Guru, Jakarta: Bumi Aksara.
Barra, Ralph J. 1986. Putting Quality Circles to Work (terjemahan Agus
Maupala dan Kristina), Jakarta: Erlangga.
Bastian, Aulia Reza. 2002. Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah
Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan dalam Rangka
Desentralisasi Sistem Pendidikan Indonesia. Yogyakarta: Lappera
Pustaka Utama.
Bogdan, RC and Biklen, SK. 1982. Qualitative Research for Education, Boston: Allyn and Bacon Inc.
Boles, Harold W. dan Davenport, James A. 1983. Introductional to
(73)
Borich, Gary D. 1988. Effective Teaching Methods, Ohio: Merrill Publishing Company: Colombus.
Castetter, William. B. 1981. The Personnel Function in Educational
Adminstration, 3rd Edition, New York Mac Millan Publishing Co:
Inc.
Choy, S.P., and Chen, X. 1998. Toward Better Teaching: Professional
Development in 1993–94 (NCES 98-230). U.S. Departement of
Education, National Center for Education Statistics.
Cogan, M.L. 1973. Clinical Supervision, Boston: Honghton Mifflin.
Cunningham, William G. 1982. Systemmatic Planning for Educationnal
Change, 1st Edition. California: Mayfield Publishing Company.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. Pola Pembaharuan
Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia. Jakarta:
Ditjen Dikti.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Pedoman Pembinaan
Kompetensi Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Dasar.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Pedoman Pengelolaan
Gugus Sekolah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Efisiensi Pengelolaan
Pendidikan. Jakarta: Pusat Informatika , Balitbang Depdikbud.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997/1998. Pedoman
(74)
Dasar Melalui Gugus Sekolah, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Engkoswara. 1987. Dasar-dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta:
P2LPTK. Depdikbud.
Engkoswara. 1999. Menuju Indonesia Modern 2020, Bandung: Yayasan
Amal Keluarga.
Engkoswara. 2002. Lembaga Pendidikan Sebagai Pusat Pembudayaan
(Hidup Harmoni di Keluarga, Sekolah dan di Masyarakat), Bandung:
Yayasan Amal Keluarga.
Feigenbaum, AV. 1986. Total Quality Control, New York: Mc Grow
Hill Book Company.
Flippo, Edwin B. 1995. Personnel Management. Singapore: McGraw-Hill,
Inc.
Gaffar, Moh. Fakry. 1991. ”Desentralisasi dan Implikasi terhadap
Perencanaan Pendidikan”, Makalah Pertemuan Nasional
Administrasi Pendidikan di Bukitinggi, 16-18 September 1991. Gaffar, Moh. Fakry. 1984. ”TQC dalam Pembinaan Produktivitas
LPTK”. Makalah Konferensi ISPI 17-19 Mei 1984.
Gilley, Jerry W. dan Steven A. Eggland. 1989. Principles of Human
Resources Development. New York: Addison Wesley Pub. Company.
Inc.
Harris, BM. 1985. Supervisory Behavior in Education, New Jersey:
(1)
Dasar Melalui Gugus Sekolah, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Engkoswara. 1987. Dasar-dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta: P2LPTK. Depdikbud.
Engkoswara. 1999. Menuju Indonesia Modern 2020, Bandung: Yayasan Amal Keluarga.
Engkoswara. 2002. Lembaga Pendidikan Sebagai Pusat Pembudayaan
(Hidup Harmoni di Keluarga, Sekolah dan di Masyarakat), Bandung:
Yayasan Amal Keluarga.
Feigenbaum, AV. 1986. Total Quality Control, New York: Mc Grow Hill Book Company.
Flippo, Edwin B. 1995. Personnel Management. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Gaffar, Moh. Fakry. 1991. ”Desentralisasi dan Implikasi terhadap Perencanaan Pendidikan”, Makalah Pertemuan Nasional Administrasi Pendidikan di Bukitinggi, 16-18 September 1991. Gaffar, Moh. Fakry. 1984. ”TQC dalam Pembinaan Produktivitas
LPTK”. Makalah Konferensi ISPI 17-19 Mei 1984.
Gilley, Jerry W. dan Steven A. Eggland. 1989. Principles of Human
Resources Development. New York: Addison Wesley Pub. Company.
Inc.
Harris, BM. 1985. Supervisory Behavior in Education, New Jersey: Prentice- Hall Inc.
(2)
Hawley, W.D., and Valli, L. 2001. “The Essentials of Effective Professional Development: A New Consensus, dalam Boesel (Ed).
Continuing Professional Development. Washington DC: US
Departement of Education, National Library of Education.
Hersey, Paul dan Blanchard, Kenneth H. 1990 Manjemen Perilaku
Organisasi Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta:
Erlangga.
House, R,J. dan Mitchell, T.R. 1974. Path-Goal Theory of Leadership. Journal of Contemporary Business: Autumn.
Jackson, S. E. & Schuler, R. S. (1999). Managing Human Resources: A
Partnership Perspective. Cincinnati: South-Western .
Jony, Raka T. 1980. Penglolaan Kelas. Jakarta: P3G Depdikbud.
Kasmianto. 1997. “Studi tentang Pengelolaan Guru Honor Daerah di Kabupaten Indragiri Hulu”. Disertasi. Bandung: IKIP Bandung. Kast, Fremont E. dan Rosezweig, James E. 1981. Organization and
Mangement: a System and Contingency Approach, 3rd Edition.
Kogakusho: Exsclusive Right By McGraw-Hill.
Knezevich, K. Stephan. 1984. Administration of Public Education. New York: Harper & Row Publisher, Inc.
Lazaruruth, Soewadji. 1988. Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya. Salatiga: Kanisus.
Lipham. JM. Et-al. 1985. The Prinsipalship: Concept, Competencies and
(3)
Luthans, F. & Davis, K. 1996. Human Resources and Personnel
Management. New York: McGraw-Hill Book Company.
Merryfield. 1997. Preparing Teacher to Teach Global Perspectives;
Miles, Matthew B, dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data
Kualitataif. Jakarta: UI Presss.
Nasution, S. 1998. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitataif. Bandung: Tarsito.
Nawawi, Hadari. 1985. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung.
Pidarta, Made. 1980. “Pengembangan Sikap Keguruan Profesional di IKIP Surabaya”. Disertasi. Bandung: IKIP Bandung.
Pidarta, Made. 1988. Perencanaan Pendidikan Pendekatan Partisipatori. Jakarta P2PLTK – Dirjen Dikti Depdikbud.
Pidarta, Made. 1998. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Ruky. A.S. 2001. Performance Management System, Panduan Praktis untuk
Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Sanusi, Ahmad. dkk. 1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan
Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung: IKIP.
Satori, Djam’an. 1999. Perencanaan Pendidikan Makro dan Mikro. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Biro Perencanaan Sekretariat Jendral.
(4)
Satori, Djam’an. 1989. ”Pengembangan Model Supervisi Sekolah Dasar”. Disertasi. Bandung: IKIP Bandung.
Satori, Djam’an. 1997. Studi Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Guru
Sekolah Dasar, Laporan Penelitian. Bandung: IKIP Bandung.
Satori, Djam’an. 1999. ”Paradigma Baru dalam Pengelolaan Pendidikan Analisis Kebijakan dalam Rangka Desentralisasi Pendidikan”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Administrasi Pendidikan. FIP IKIP Bandung, 15 Oktober 1999. Schuler, Randall S. & Jackson. 1997. Personal and Human Resources
Management. St Paul: West Publishing Company.
Somantri, M. 1991. ”Pengembangan Model Perencanaan Strategik, Penuntasan Wajib Belajar dan Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar”. Disertasi. Bandung: PPs-UPI.
Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. “Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards”. The Science Teacher. September 1998.
Sudjana. 2000. Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah Production.
Sudrajat A. 1997. ”Upaya Pengembangan Kompetensi Profesional Tenaga Pendidik pada Lembaga Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Penerangan Daerah Bandung”. Tesis. Bandung: PPs-UPI.
(5)
Supriadi, Dedi dan Fasli Djalal. 2001. Reformasi pendidikan dan
Konteks Otonomi Daerah. Yoyakarta.: Adicita Karya Nusa
Surya, M. 1997. ”Pergeseran Paradigma Pendidikan Menyongsong Abad ke-21”. Jurnal Pendidikan. Mimbar Pendidikan UPI No. 4 Tahun XVI.
Suryadi, A. 1983. Membuat Siswa Aktif Belajar. Bandung: Bina Cipta. Suryadi, A. dan Tilaar HAR. 1993. Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu
Pengantar. Bandung: Rosda Karya.
Sutermeister, Robert A. 1976. People and Productivity. New York: McGraw-Hill Book Company.
Sutisna, Oteng. 1999. Administrasi Pendidikan Dasar Teoretik untuk
Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.
Sutisna, Oteng. 1987. Pendidikan dan Pembangunan. Bandung: Ganaco.
Tilaar, HAR. 1989. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional
dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.
Tilaar, HAR. 1997. Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan
Masa Depan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan
(6)
Wasliman, Iim. 1999. “Studi Pemberdayaan Tim Koordinator Wajar Dikdas Propinsi Jawa Barat”. Disertasi. Bandung: IKIP Bandung