PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PECAHAN (Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas IV SDN 2 Waled Kota dan SDN 2 Waled Desa Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon).

(1)

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PECAHAN (Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas IV SDN 2 Waled Kota

dan SDN 2 Waled Desa Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

ISMA JULIANA PUTRI 0903175

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

KAMPUS SUMEDANG

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PECAHAN

(Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas IV SDN 2 Waled Kota

dan SDN 2 Waled Desa Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)

ISMA JULIANA PUTRI 0903175

DISETUJI DAN DISAHKAN OLEH

Penguji I Penguji II Penguji III

Julia, M.Pd Maulana, M.Pd. Drs. H. Dede Tatang S., M.Pd NIP.198205132008121002 NIP. 198001252002121002 NIP. 195703251985031005

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar S1

Riana Irawati, M.Si. NIP.198011252005012002


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PECAHAN

(Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas IV SDN 2 Waled Kota

dan SDN 2 Waled Desa Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)

ISMA JULIANA PUTRI 0903175

DISETUJI DAN DISAHKAN OLEH

Penguji I Penguji II Penguji III

Julia, M.Pd Maulana, M.Pd. Drs. H. Dede Tatang S., M.Pd NIP.198205132008121002 NIP. 198001252002121002 NIP. 195703251985031005

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar S1

Riana Irawati, M.Si. NIP.198011252005012002


(4)

ISMA JULIANA PUTRI

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PECAHAN

(Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas IV SDN 2 Waled Kota

dan SDN 2 Waled Desa Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)

DISETUJI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING I,

Maulana, M.Pd. NIP. 198001252002121002

PEMBIMBING II,

Dr. Prana Dwija Iswara, M.Pd. NIP. 197212262005011002

Mengetahui

Ketua Program Studi PGSD S1 Kelas UPI Kampus Sumedang

Riana Irawati, M.Si.p NIP.198011252005012002


(5)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Materi Pecahan (Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas IV SDN 2 Waled Kota dan SDN 2 Waled Desa Kecamatan Waled Kebupaten Cirebon)”. Ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Sumedang, Juni 2013 Yang membuat pernyataan,

ISMA JULIANA PUTRI 0903175


(6)

i

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR HISTOGRAM ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Hasil Penelitian ... E. Batasan Istilah ...

1 1 6 7 8 9 BAB II STUDI PUSTAKA ...

A Hakekat PembelajaranMatematika ... 1. Pengertian Matematika ... 2. Pentingnya matematika... 3. Kompetensi yang Ditargetkan dalam Kurikulum

Matematika... 4. Tujuan Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 5. Ruang Lingkup pembelajaran Matematika di Sekolah

Dasar... B. Teori Belajar-Mengajar Matematika Sekolah Dasar... 1. Teori Perkembangan Mental dari Jean Piaget... 2. Teori Belajar Jerome S. Bruner ... 3. Teori Belajar William Brownell... 4. Teori Thorndike... 5. Teori Ausubel... C. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)... 1. Sejarah Realistic Mathematic Education (RME)... 2. Karakteristik Realistic Mathematic Education (RME)... 3. Prinsip Realistic Mathematic Education (RME)... 4. Lnagkah-langkah Pembelajaran Realistic Mathematic

Education (RME)... 11 11 11 12 14 19 21 25 26 28 30 30 32 32 33 34 35 37


(7)

ii

5. Kelebihan dan Kekurangan Realistic Mathematic

Education (RME)... D. Pembelajaran Pecahan dengan Menggunakan Pendekatan

Realistic Mathematic Education (RME)... E. Hasil Penelitian yang Relevan... F. Hipotesis Penelitian...

38 39 43 44 BAB III METODE PENELITIAN ...

A. Metode dan Desain Penelitian ... B. Populasi dan Sampel... 1. Populasi... 2. Sampel... C. Prosedur Penelitian ... D. Instrumen Penelitian... 1. Tes Hasil Belajar... 2. Angket... 3. Observasi... 4. Catatan Lapangan... E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...

45 45 47 47 48 48 50 50 57 59 62 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

A. Hasil Penelitian ... 1. Hasil pretes... a. Uji Normalitas Data... b. Uji Homogenitas Data... c. Uji Perbedaan Rata-rata... 2. Hasil Postes... a. Uji Normalitas Data... b. Uji Homogenitas Data... c. Uji Perbedaan Rata-rata... 3. Hasil N-gain... a. Uji Normalitas Data... b. Uji Homogenitas Data... c. Uji Perbedaan Rata-rata... 4. Pengujian Hipotesis Rumusan Masalah... a. Uji Hipotesis Rumusan Masalah 1... b. Uji Hipotesis Rumusan Masalah 2... c. Uji Hipotesis Rumusan Masalah 3... 5. Analisis Data Angket Siswa... 6. Analisis Observasi Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa...

68 68 68 73 76 76 79 82 85 86 87 89 93 94 95 95 96 97 98 110


(8)

iii

C. Deskripsi Pembelajaran Konvensional... D. Temuan Dan Pembahasan...

124 125

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

134 134 136 DAFTAR PUSTAKA ... 139 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 142 RIWAYAT HIDUP ... 356


(9)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22

Urutan Data Hasil Ujian Nasional Se-Kecamatan Waled

Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas... Validitas Tiap Butir Soal Tes Hasil Belajar... Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas... Klasifikasi Indeks Kesukaran... Analisis Tingkat Kesukaran ... Klasifikasi Daya Pembeda ... Data daya Pembeda Butir Soal... Pengkategorian Respon Siswa Berdasarkan Angket... Kriterian Presentase Angket... Data Hasil Pretes Kelas Eksperimen... Data Hasil Pretes Kelas Kontrol... Hasil Uji Normalitas Pretes... Hasil Uji Homogenitas Pretes... HasilUji U pada Data Pretes... Data Hasil Postes Kelas Eksperimen... Data Hasil Postes Kelas Kontrol... Hasil Uji Normalitas Postes... Hasil Uji Homogenitas Postes... HasilUji t pada Data Postes... Hasil N-gain pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... Hasil Uji Normalitas N-gain... Hasil Uji Homogenitas N-gain………. Hasil Uji t pada Data N-gain...………. Presentase dan Rata-rata Jawaban Angket Pernyataan Positif Siswa... Persentase dan Rata-rata Jawaban Angket Pernyataan Negatif Siswa... Persentase dan rata-rata Nilai Kinerja Guru Kelas Eksperimen... Persentase dan Rata-rata Nilai Kinerja Guru Kelas Kontrol... Hasil Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Eksperimen …………... Hasil Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Kontrol………... Catatan lapangan di Kelas Eksperimen………... Catatan lapangan di Kelas Kontrol...………...

48 52 53 54 55 55 57 57 59 59 70 71 73 76 77 79 80 82 85 87 88 90 93 95 99 105 111 112 114 115 117 118


(10)

v 4.1

4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

Hasil Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... Normalitas Data Nilai Pretes Kelas Eksperimen... Abnormalitas Data Nilai Pretes Kelas Kontrol... Hasil Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... Normalitas Data Nilai Postes Kelas Eksperimen... Normalitas Data Nilai Postes Kelas Kontrol... Hasil N-gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... Normalitas Data Nilai N-gain Kelas Eksperimen... Normalitas Data Nilai N-gain Kelas Kontrol...

72 74 74 81 83 83 89 91 91


(11)

vi

DAFTAR HISTOGRAM

Halaman 4.1

4.2 4.3 4.4 4.5 4.6

Hasil Uji Normalitas Pretes Kelas Eksperimen... Hasil Uji Normalitas Pretes Kelas Kontrol... Hasil Uji Normalitas Postes Kelas Eksperimen... Hasil Uji Normalitas Postes Kelas Kontrol... Hasil Uji Normalitas N-gain Kelas Eksperimen………... Hasil Uji Normalitas N-gain Kelas Kontrol………...

75 75 84 84 92 92


(12)

vii

LAMPIRAN A RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN LAMPIRAN B INSTRUMEN TES

LAMPIRAN C INSTRUMEN NONTES

LAMPIRAN D HASIL UJI COBA INSTRUMEN LAMPIRAN E DATA HASIL PENELITIAN LAMPIRAN F TABEL STATISTIK

LAMPIRAN G SURAT-SURAT

LAMPIRAN H DAFTAR MONITORING BIMBINGAN

142 203 230 261 271 332 345 354


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan mengenyam pendidikan di sekolah baik sekolah formal maupun informal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Peran pendidikan sangat penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungan serta akan menimbulkan perubahan dalam dirinya (Hamalik, 2001). Dengan demikian, pada intinya pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku.

Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari pernyataan di atas, pemerintah mengharapkan bahwa pendidikan yang berlangsung memiliki tujuan untuk menciptakan manusia yang dapat berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, dan memiliki kepribadian yang diharapkan baik oleh agama, bangsa dan negara. Pendidikan yang berlangsung tidak terlepas dari proses pembelajaran, kebermaknaan suatu pembelajaran akan sangat tergantung pada guru dan juga siswa. Guru hendaknya dapat mengaplikasikan suatu rencana pembelajaran dengan baik. Pembelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peran positif bagi perkembangan siswa untuk mengasah otak dan mengembangkan potensi yang ada di dalam diri siswa.

Matematika disebut ilmu tentang hubungan karena konsep matematika satu dengan yang lainnya saling berhubungan (Suwangsih dan Tiurlina, 2006). Matematika dapat dikaitkan dengan ilmu lain karena matematika sangat dekat dengan kehidupan manusia yang menjadikan matematika mempunyai peranan


(14)

sangat penting. Menurut Johnson dan Rising (Ruseffendi, dkk., 1992: 50), “Kekhasan matematika sesuai dengan pola pikir yang berlaku”. Dari penjelasan di atas, sehingga matematika di dalamnya mencakup berbagai hal yang dapat memajukan pola pikir serta dapat mengikuti perkembangan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Tujuan pendidikan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada jenjang sekolah dasar (BSNP, 2006: 30) agar siswa memiliki kemampuan:

1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;

2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika delam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahkan masalah. Berdasarkan tujuan pelajaran matematika di atas, di dalamnya terdapat tujuan agar siswa mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Dengan kata lain aspek komunikasi matematis merupakan salah satu standar yang harus di kembangkan oleh siswa sekolah dasar.

Maulana (2008: 58) merinci indikator untuk kemampuan komunikasi matematis, di antaranya yaitu: 1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematik; 2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar; 3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; 4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; 5) membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; 6) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi; 7)


(15)

3

menjelaskan dan membuat pernyataan tentang matematika yang telah dipelajari. Dapat disimpulkan bahwa dalam pelajaran matematika komunikasi matematis perlu dimiliki dan dikembangkan oleh setiap siswa, selain itu perlu adanya suatu pendekatan pembelajaran yang mampu mandorong kemampuan matematis siswa.

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran matematika (Kusumah, dalam Asmida, 2009). Karena melalui komunikasi siswa akan mendapatkan pengetahuan tentang matematika secara mendalam. Asmida (2009), mengatakan bahwa melalui komunikasi, ide-ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif; cara berpikir siswa dapat dipertajam; pertumbuhan pemahaman dapat diukur; dan komunitas siswa dapat dibentuk. Betapa pentingnya komunikasi matematis, maka perlu adanya peningkatan dalam pembelajaran. Kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan, di mana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika (Within dalam Herdi, 2010).

Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih sangat rendah. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Rohaeti dan Wihatma (Asmida, 2009) bahwa, rata-rata kemampuan komunikasi siswa berada pada kualifikasi kurang dan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika kurang sekali. Sejalan dengan penelitian Kusmaydi (2010: 4):

Sebagian besar siswa memiliki memampuan yang rendah dalam pelajaran matematika, hal tersebut dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut: 1) terhadap pertanyaan yang guru ajukan berkaitan dengan materi pelajaran yang sebelumnya atau materi yang telah diajarkan yang ada hubungan dengan materi yang akan diajarkanternyata kebanyakan siswa tidak tahu dan mengerti materi mana yang ada hubunganya dengan materi yang akan yang akan dipelajari; 2) siswa sangat jarang bertanya karena belum mampu membuat pertanyaan tentang matematika yang dipelajari (siswa tidak dilatih bertanya); 3) masih banyak siswa yang tidak mampu menyatakan benda nyata , gambar dan diagram ke dalam ide matematika dan juga tidak mampu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; 4) sebagian siswa tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia real atau masalah yang ada di sekitar siswa; 5) ada siswa yang


(16)

mampu menyelesaikan suatu masalah soal matematika tetapi tidak mengerti apa yang dikerjakan dan kurang memahami apa yang terkandung di dalamnya.

Masalah yang berhubungan dengan matematika sebenarnya sering muncul dalam lingkup kehidupan kita sehari-hari. Salahsatu materi matematika yang menjadi masalah adalah materi pecahan.

Pada kenyataannya, siswa sekolah dasar mampu untuk mempraktikkan pecahan tersebut, misalnya ketika mereka memiliki satu buah jeruk dan setengah jeruk tersebut mereka bagikan kepada dua orang temannya maka siswa akan tahu berapa bagian jeruk yang akan diperoleh oleh masing-masing temannya. Tetapi, hal tersebut menjadi sulit ketika siswa diminta untuk mengubahnya ke dalam simbol matematikanya. Masalah lain yang sering muncul adalah ketika siswa sudah memahami teori pecahan, kemudian diberikan soal yang berbeda konteksnya maka siswa akan sulit untuk menyelesaikan soal tersebut. Masalah-masalah tersebut pada intinya adalah anak kurang mampu mengkomunikasikan suatu materi matematika baik secara lisan maupun tulisan.

Adapun penyebab masalah di atas muncul karena, guru kurang mampu menciptakan suasana yang nyaman, aman, dan menyenangkan dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kline (Pitadjeng, 2006: 1), bahwa belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Belajar matematikapun akan efektif dilakukan dalam rangka menambah minat belajar siswa, jika tercipta suasana yang menyenangkan. Selain itu, kurang mampunya seorang guru untuk mengaitkan suatu konsep pecahan di dalam kehidupan siswa, menyajikan materi matematika tidak dalam bentuk konkret, penggunaan pendekatan, model pembelajaran kurang bervariasi. Menurut Baroody (Asmida, 2009: 5), ”Pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional, kemampuan komunikasi siswa masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru”. Sejalan dengan penelitian lain yang mengatakan guru dapat mempercepat peningkatan komunikasi matematis dengan cara pemberian tugas matematika kepada siswa dalam berbagai variasi (Cai dan Patricia, dalam Asmida, 2009).


(17)

5

Seorang guru harus mampu mengembangkan kreativitas dalam mengajarnya dan membuat inovasi pembelajaran matematika yang menarik. Selain itu, penyebab masalah muncul adalah dari siswa yang kurang mampu untuk memaknai suatu konsep pecahan, biasanya seorang guru langsung memberikan suatu konsep kepada siswa tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri, sehingga siswa hanya sekedar tahu konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan tapi tidak memahami benar.

Permasalahan yang berkaitan dengan komunikasi matematis siswa sekolah dasar dalam materi pecahan, dapat diupayakan dengan menggunakan suatu pendekatan Realistic Mathematics Education. Menurut Gravemeijer (Tarigan, 2006: 5), “ Pembelajaran matematika realistik ada lima tahapan yang harus dilalui siswa, yaitu masalah, penalaran, komunikasi, kepercayaan diri dan representasi”. Dari kelima tahapan tersebut salah satunya adalah komunikasi, sehingga pendekatan Realistic Mathematics Education dapat menjadikan solusi untuk meningkatkan komunikasi matematis.

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education akan sangat bermakna dalam materi pecahan, karena siswa akan menrekonstruksi sendiri dengan konteks yang nyata. Menurut Gravemeijer (Tarigan, 2006: 6), terdapat lima karakteristik pembelajaran realistik di antaranya:

1. penggunaan konteks: proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah kontekstual;

2. instrumen vertikal: konsep atau ide matematika dapat direkonstruksiksn oleh siswa melalui model-model instrument vertikal, yang bergerak dari proses informal ke bentuk formal;

3. kontribusi siswa: siswa aktif dalam mengkontribusi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang disediakan guru, secara aktif menyelelesaikan soal dengan cara masing-masing;

4. kegiatan interaktif: kegiatan belajar bersifat interaktif, yang memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa;

5. keterkaitan topik: pembelajaran dari suatu bahan matematika terkait dengan berbagai topik matematika secara terintegrasi.

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dipilih dengan alasan-alasan bahwa, siswa akan mudah menangkap materi pecahan, karena guru menjelaskan materi diangkat dari peristiwa nyata kehidupan sehari-hari;


(18)

penggunaan media, alat, model, atau gambar pada saat pembelajaran pecahan akan sangat membantu siswa dalam menangkap dan menemukan konsep pecahan; berlangsung secara interaktif, karena siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan ide dan menafsirkan gagasan mengenai bentuk-bentuk kalimat matematika.

Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas perlu adanya suatu pendekatan yang akan meningakatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam meteri pecahan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu penelitian yang dirumuskan ke dalam judul, “Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education untuk meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Materi Pecahan (Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas IV SDN 2 Waled Kota dan SDN 2 Waled Desa Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)”.

B. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, bahwa dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa maka terdapat pada rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah pendekatan Realistic Mathematics Education dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa secara signifikan terhadap materi pecahan di kelas IV?

2. Apakah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa secara signifikan terhadap materi pecahan di kelas IV?

3. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan di kelas IV dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education lebih baik secara signifikan daripada siswa yang belajar secara konvensional? 4. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pembelajaran

dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap materi pecahan di kelas IV?


(19)

7

5. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap materi pecahan di kelas IV?

Penelitian difokuskan pada penggunaan pendekatan yang dilaksanakan, pendekan tersebut menggunakan pendekan Realistic Mathematics Education untuk siswa sekolah dasar kelas IV semester genap tahun ajaran 2012/2013 yang berada di Kabupaten Cirebon. Pokok bahasan pecahan dengan subpokok bahasan penjumlahan pecahan dan pengurangan pecahan. Adapun alasan memilih materi pecahan, didasarkan pada hal-hal sebagai berikut ini.

1. Materi pecahan merupakan salahsatu materi yang sering muncul di dalam kehidupan sehari-hari siswa.

2. Bagian-bagian dari pecahan secara keseluruhan itu memiliki porsi yang sama, hal tersebut menuntut anak untuk dapat belajar sikap adil. Karena siswa sebelum belajar mengenai konsep pecahan diberikan tugas-tugas membagi dengan adil. Selain itu, setiap siswa di dalam kehidupannya berbuat saling berbagi apapun dengan orang lain dengan adil, oleh sebab itu materi pecahan memiliki peran penting bagi kehidupan siswa.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelian ini adalah untuk melihat pengaruh penggunaan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan. Adapun penjabaran dari tujuan khusus penelitian sebagai berikut ini.

1. Untuk mengetahui pendekatan Realistic Mathematics Education dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa secara signifikan terhadap materi pecahan di kelas IV.

2. Untuk mengetahui pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa secara signifikan terhadap materi pecahan di kelas IV.


(20)

3. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan di kelas IV dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education lebih baik secara signifikan daripada siswa yang belajar secara konvensional.

4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap materi pecahan di kelas IV.

5. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap materi pecahan di kelas IV.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil yang didapat dari penelitian eksperimen ini, bisa langsung dirasakan oleh pihak-pihak yang dapat memberikan kontribusi di bidang pendidikan, adapun manfaat yang dapat diambil oleh pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut. 1. Bagi Peneliti

Seberapa besar pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi pecahan, serta lebih meningkatkan lagi kualitas pembelajarannya sehingga komunikasi matematis siswa dalam materi penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama dan berpenyebut beda dapat meningkat.

2. Bagi Siswa

Mendapatkan pengalaman baru, yang lebih bermakna dan menyenangkan, serta menumbuhkembangkan berpikir aktif dan kreatif dalam belajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education. Selain itu, komunikasi matematis siswa lebih terasah.

3. Bagi guru

Dapat langsung menerapkan pendekatan Realistic Mathematics Education dalam materi pecahan, juga lebih meningkatkan kinerjanya secara profesional dalam mengajar, serta memotivasi guru untuk lebih mengembangkan


(21)

9

kreativitas dan membuat inovasi pembelajaran matematika yang lebih menyenangkan dan bermakna bagi siswanya.

4. Bagi Sekolah

Dapat melakukan inovasi dalam merancang pembelajaran, serta meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Dari perubahan-perubahan tersebut diharapkan sekolah mencapai target dari tujuan yang telah direncanakan khususnya dalam materi pecahan sehingga sekolah yang menjadi tempat penelitian dapat menjadi pembaharu dibanding sekolah lain.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bisa dijadikan bahan referensi selanjutnya untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pendekatan Realistic Mathematics Education juga mengenai kemampuan komunikasi matematis dalam materi pecahan.

E. Batasan Istilah

1. Pendekatan Realistic Mathematics Education suatu pendekatan dalam pelajaran matematika yang memiliki lima karakteristik, yaitu: menggunakan masalah realistik, menggunakan model, adanya kontribusi siswa, interaktif, adanya keterkaitan.

2. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa salah satu kemampuan yang ditargetkan dalam kurikulum matematika, dengan indikator yang dipilih di antaranya: 1) menghubungkan gambar ke dalam ide matematik; 2) menjelaskan ide matematik tulisan dengan gambar; 3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam simbol matematika.

3. Pecahan adalah nilai bilangan antara dua bilangan cacah yang ditulis ܽ

ܾ dengan

a dan b bilangan cacah dan bersyarat b ≠ 0, dalam hal ini a disebut pembilang dan b disebut penyebut (Maulana, 2010a: 109). Pada penelitian ini materi pecahan dibatasi pada subpokok bahasan penjumlahan dan pengurangan pecahan. Penjumlahan pecahan berpenyebut sama, penjumlahan pecahan berpenyebut beda, pengurangan pecahan berpenyebut sama dan pengurangan pecahan berpenyebut beda.


(22)

4. Pembelajaran Konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan di SDN 2 Waled Desa dalam mata pelajaran matematika khusunya dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan pecahan, guru menggunakan metode ceramah, diskusi dengan satu meja, tanya jawab, dan pengasan.


(23)

DAFTAR PUSTAKA

Asmida. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Realistik. Tesis pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hamalik, Oemar. (2001). Proses belajar mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara. Herdi. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [11 September 2012].

Kusmaydi. (2010). Pembelajaran Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Tesis pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Maulana. (2008). Pendidikan Matematika 1: Bahan Belajar untuk Guru, Calon Guru, dan Mahasiswa PGSD. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Maulana. (2010a). Dasar-dasar Keilmuan dan Pembelajaran Matematika Sequel 2. Bandung.

Pitadjeng. (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.

Ruseffendi, dkk. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi.

Suwangsih, dan Tiurlina. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Press.

Tarigan, Daitin. (2006). Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Departeman pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan tinggi.

Dokumen

BSNP. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Dharma Bhakti.

Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Fokus Media.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen (Experimental Research). Penelitian eksperimen ini dipilih dengan tujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat, serta untuk mengetahui pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan bagi siswa SD kelas IV. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dibuat secara sistematis, logis, dan teliti di dalam melakukan kontrol terhadap suatu kondisi (Rianto, dalam Zuriah, 2005). Peneliti melakukan manipulasi terhadap variabel bebas yaitu pendekan Realistic Mathematics Education (RME) untuk diamati perubahan yang terjadi pada variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis siswa sekolah dasar kelas IV dalam materi pecahan.

Menurut Zuriah (2005: 58), ”Penelitian eksperimen bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian, memprediksi kejadian atau peristiwa di dalam latar eksperimen, dan menarik generalisasi hubungan antar variabel”. Hipotesis dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari penggunaan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan, serta materi pecahan dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan secara konvensional atau malah sebaliknya pembelajaran akan menunjukkan peningkatan jika menggunakan pembelajaran secara konvensional dibangingkan dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Selain itu, hasil dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan untuk satu wilayah di Kecamatan.

Menurut Maulana (2009: 23), dalam penelitian ekperimen ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut ini.


(25)

46

a. Membandingkan dua kelompok atau lebih

b. Adanya kesetaraan (ekuivalensi) subjek-subjek dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Kesetaraan ini biasanya dilakukan secara acak (random).

c. Minimal ada dua kelompok/kondisi yang berbeda pada saat yang sama, atau satu kelompok tapi untuk dua saat yang berbeda.

d. Variabelnya terikat diukur secara kuantitatif dan dikuantitatif. e. Menggunakan statistika inferensial.

f. Adanya kontrol terhadap variabel-variabel luar (Extraneous Variables). g. Setidaknya ada satu variabel bebas yang dimanipulasi.

Hal pertama yang dilakukan untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah dengan mengacak seluruh kelas yang berada di wilayah Kebupaten Cirebon Timur, tepatnya di Kecamatan Waled berdasarkan hasil Ujian Nasional SD/MI tahun 2012. Setelah didapatkan dua kelas yang berbeda dari hasil random, kemudian kelompok eksperimen diberi perlakukan dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada materi pecahan, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan perlakuan seperti apa yang biasa guru kelasnya ajarkan (konvensional).

Desain penelitan ini adalah menggunakan desain kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest control group design). Adanya randomisasi terhadap subjek eksperimen, adanya pretes dan postes sebelum dan sesudah eksperimen sehingga effect perlakuan pada masing-masing perlakuan baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol (Suherman, 2012). Desain yang digunakan tesebut karena peneliti melakukan pretes untuk mengukur kesetaraan kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen, kemudian kelas eksperimen dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam materi pecahan, sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan secara konvensional. Terakhir adalah melakukan postes untuk mengetahui perbedaan hasil peningkatan komunikasi matematis pada dua kelas yang berbeda tersebut.

Maulana (2009) menggambarkan bentuk dari desain kelompok kontrol pretes-postes yaitu sebagai berikut ini.

A 0 X 0

A 0 0


(26)

Keterangan:

A adalah kelas yang dipilih secara acak 0 adalah pretes dan postes

X adalah perlakuan terhadap kelas eksperimen.

B.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Zuriah (2005), bahwa populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Sedangkan menurut Maulana (2009: 25),

a. keseluruhan subjek atau objek penelitian,

b. wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya,

c. seluruh data yang menjadi perhatian dalam lingkup dan waktu tertentu, d. semua anggota kelompok orang, kejadian atau objek lain yang telah

dirumuskan secara jelas.

Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV se-Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon, dipilih dari tingkat kualitas golongan tinggi. Data tersebut diperoleh dari Unit Pelaksana Tingkat Daerah Pendidikan di wilayah Kecamatan Waled dikelompokkan berdasarkan peringkat nilai rata-rata Ujian Nasional SD/MI tahun 2011/2012. Jumlah dari seluruh SD yang berada di Kecamatan Waled adalah 23 SD, kemudian dibuat menjadi tiga kelompok besar, yakni: kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Untuk menentukan panjang pendeknya interval, maka diambil 27% dari kelompok tinggi dan 27% kelompok rendah dari jumlah keseluruhan (Sugiono, 2007). Maka, diperoleh urutan kelompok adalah kelompok tinggi 1-6, kelompok sedang 7- 17, kelompok rendah 18 - 23. Sekolah yang menjadi urutan 1-6 berdasarkan hasil UN adalah SDN 2 Waled Desa, SDN 1 Waled Kota, SDN 2 Waled Kota, SDN 1 Waled Asem, SDN 1 Waled Desa. Di bawah ini merupakan Tabel 3.1 yang merupakan data urutan sekolah berdasarkan nilai ujian nasional.


(27)

48

Tabel 3.1

Urutan Data Hasil Ujian Nasional Se-Kecamatan Waled

No Nama SD Urutan

1 SDN 2 Waled Desa I

2 SDN 1 Waled Kota II

3 SDN 2 Waled Kota III

4 SDN 2 Cibogo IV

5 SDN 1Waled Desa V

6 SDN 1 Waled Asem VI

7 SDN1 Cikulak Kidul VII

8 SDN 1 Cikulak VIII

9 SDN 2 Ciuyah IX

10 SDN 2 Karang Sari X

11 SDN 1 Cisaat XI

12 SDN 1 Ciuyah XII

13 SDN 3 Ciuyah XIII

14 SDN 2 Ambit XIV

15 SDN 1 Gunung Sari XV

16 SDN 2 Cikulak XVI

17 SDN 3 Waled Kota XVII

18 SDN 1 Karang Sari XVIII

19 SDN 1 Cibogo XIX

20 SDN2 Cikulak Kidul XX

21 SDN 1 Ambit XXI

22 SDN 1 Mekar Sari XXII

23 SDN 3 Cikulak XXIII

2. Sampel

Menurut Maulana (2009: 26), “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”, sejalan dengan pendapat Fathoni (2005), bahwa sampel merupakan wakil yang sah bagi populasi yang menjadi sasaran. Teknik pengumpulan sampel dengan cara random sederhana. Random artinya acak, dilakukan jika setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih dengan cara acak melalui pengundian, menggunakan tabel bilangan acak, dan dapat menggunakan kalkulator atau komputer (Maulana, 2009). Menurut Maulana (2009), memaparkan bahwa besar ukuran sampel merupakan pemikiran yang penting, karena sampel yang diambil sudah memenuhi kaidah representatif atau belum. Dari tiga kelompok populasi terpilihlah kelompok tinggi, kemudian populasi kelompok tinggi yang berjumlah enam SD di acak, kemudian terpilihlah


(28)

SDN 2 Waled Kota dengan SDN 2 Waled Desa sebagai sampel untuk dilakukan penelitian. Terakhir dilakukan pengacakan dari dua SD tersebut untuk menentukan SD mana yang mendapat kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka terpilihlah SDN 2 Waled Kota sebagai kelas eksperimen dan SDN 2 Waled Desa dengan kelas kontrol.

Dari uraian di atas, maka siswa kelas IV SDN 2 Waled Kota sebagai kelas eksperimen, dan siswa kelas IV SDN 2 Waled Desa sebagai kelas kontrol.

C.Prosedur Penelitian

Dalam prosedur penelitian terdiri dari empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap analisis data dan tahap pembuatan kesimpulan. Penjelasan dari keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut.

a) Tahap Persiapan

Tahap perencanaan penelitian diawali dengan melakukan observasi ke sekolah yang menjadi objek penelitian untuk meminta izin kepada pihak sekolah, yaitu guru kelas IV dan kepala sekolah. Peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sekaligus menyusun instrumen untuk diujicobakan dalam penelitian yang akan dilaksanakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, setelah instrumen dibuat peneliti mengkonsultasikan instrumen kepada ahli mengenai validitas isi yang ada layak atau tidak untuk digunakan.

b)Tahap Pelaksanaan

Setelah tahap perencanaan dilakukan, selanjutnya adalah melakukan pretes kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan, untuk mengetahui kemampuan awal siswa dari dua kelas yang telah ditentukan samplenya.

Selanjutnya adalah melakukan pembelajaran sesuai dengan materi dan jadwal yang telah dtentukan, pada saat pembelajaran dilakukanlah penilaian secata kualitatif dan kuantitatif dengan mengobservasi pembelajaran yang berlangsung dan juga menggunakan instrumen yang telah ditentukan oleh peneliti.


(29)

50

Setelah berlangsungnya pembelajaran, maka lakukanlah postes untuk mengetahui hasil dari kemampuan siswa dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di kelas eksperimen dan juga pembelajaran yang biasanya dilakukan oleh guru (konvensional) di kelas kontrol.

c) Tahap Analisis Data

Data-data yang terkumpul pada saat pelaksanaan, kemudian dilakukan pengolahan dan dianalisis data tersebut baik data kualitatif maupun kuantitatif dari instrumen tes yang digunakan yaitu pada saat pretes dan postes, dan instrumen nontes yang telah disiapkan. Pengumpulan semua instrumen dan analisis dilakukan dengan tujuan untuk menjawab dari rumusan masalah untuk disimpulkan.

d)Tahap Pembuatan Kesimpulan

Tahap yang terakhir dilakukan adalah pembuatan kesimpulan, setelah ketiga tahap dilaksanakan selanjutnya peneliti memberikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan.

D.Instrumen Penelitian

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, menggunakan instrumen. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai instrumen-instrumen yang digunakan penelitian, yaitu:

1. Tes Hasil Belajar

Untuk mengetahui kemampuan siswa terhadap pembelajaran maka digunakan tes hasil belajar, soal tes diberikan sebagai pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang dijadikan sebagai penelitian, yang diberikan kepada kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol, selain itu soal tes juga diberikan kepada kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi


(30)

pecahan. Soal dibuat untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka (konstruk) sebelumnya soal diperiksa dan dikonsultasikan kepada ahli sebelum diujicobakan. Terbentuklah soal tes hasil belajar sebanyak 34 soal uraian yang diujicobakan kepada siswa kelas V SDN Cupuwangi sebanyak 33 siswa (daftar lengkap hasil ujicoba terlampir). Setelah soal sudah diujicobakan, maka soal tersebut dihitung untuk dapat diketahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda untuk dinilai apakah soal tersebut sudah baik atau tidak.

Setelah soal dikonsultasikan dengan pertimbangan yang matang dilihat dari validitas tiap butir soal, reliabitilas butir soal, tingkat kesukaran dan daya pembeda, akhirnya dipilihlah 20 soal dari 34 soal (soal tes hasil belajar terlampir) yang dibuat untuk dijadikan sebagai instrumen tes hasil belajar pada penelitian ini. Penjelasan yang lebih rinci mengenai hasil uji coba instrumen hasil belajar dalam teknik pengolahan data tes hasil belajar dan uji coba instrumen adalah sebagai berikut ini.

a) Validitas Instrumen

Validitas didefinisikan sebagai hubungan antara ketepatan, keberartian ,serta kegunaan dari suatu kesimpulan spesifik yang dibuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan (Maulana, 2009: 41). Untuk mengetahui validitas instrumen yang dibuat dengan cara membandingkan skor yang diperoleh siswa dalam tes dengan skor yang dianggap sebagai nilai baku, misalnya nilai ujian akhir semester atau nilai lapor yang asli. Untuk menentukan tingkat (kriteria) validitas instrumen yang dibuat, maka digunakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan rumus product moment dari Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990: 154) dengan formula sebagai berikut.

=

(

) (

)

[

2

(

2

)][

2

(

2

)]

Keterangan:

= koefisien korelasi antara X dan Y N = banyak peserta tes


(31)

52

Y = nilai rata-rata ulangan harian siswa

Untuk menghitung validitas instrumen secara keseluruhan, maka formula di atas dapat digunakan. Sedangkan, untuk mengetahui validitas instrumen tiap butir-butir soal digunakan product moment raw score, tapi variabel X untuk jumlah skor soal yang dimaksud dan variabel Y untuk jumlah skor total tes hasil belajar.

Selanjutnya koefisien korelasi diperoleh diinterpretasi dengan menggunakan klasifikasi koefisien korelasi (koefisien Validitas) menurut Guilford (Suherman, dalam Setiadi, 2005: 45) sebagai berikut.

Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas

Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 < ≤ 1,00 Validitas Sangat Tinggi 0,60 < ≤ 0,80 Validitas Tinggi 0,40 < ≤ 0,60 Validitas Sedang 0,20 < ≤ 0,40 Validitas rendah 0,00 < ≤ 0,20 Validitas Sangat Rendah

≤ 0,00 Tidak Valid

Untuk mengetahui validitas instrumen tes hasil belajar yang dibuat baik secara keseluruhan maupun masing-masing butir soal, peneliti menggunakan bantuan microsoft office exel 2007. Hasil uji coba menunjukkan bahwa secara keseluruhan, soal yang berjumlah 34 tersebut koefisien korelasinya adalah 0,61 yang berarti validitas instrumen tes hasil belajar keseluruhan yaitu tinggi berdasarkan tabel klasifikasi koefisien korelasi validitas (perhitungan validitas hasil uji coba instrumen tes hasil belajar kesuluruhan terlampir). Berdasarkan validitas tes hasil belajar masing-masing soal yang dipilih sebanyak 20 soal dari 34 soal yang dibuat, hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 3.3 berikut ini.


(32)

Tabel 3.3

Validitas Tiap Butir Soal Tes Hasil Belajar

No. Soal

Koefisien Korelasi

Interpretasi

1 0,35 Validitas Rendah 2 0,75 Validitas Tinggi 3a 0,43 Validitas Sedang 3b 0,47 Validitas Sedang 4a 0,47 Validitas Sedang 4b 0,55 Validitas Sedang 5 0,50 Validitas Sedang 6a 0,67 Validitas Tinggi 6b 0,69 Validitas Tinggi 6c 0,63 Validitas Tinggi 7a 0,33 Validitas Rendah 7b 0,49 Validitas Sedang 8a 0,61 Validitas Tinggi 8b 0,49 Validitas Sedang 8c 0,68 Validitas Tinggi 9 0,43 Validitas Sedang 10 0,59 Validitas Sedang 11 0,55 Validitas Sedang 12 0,41 Validitas Sedang 13 0,36 Validitas Rendah

b)Reliabilitas Instrumen

Menurut Maulana (2009: 45), ”Reliabilitas mengacu kepada kekonsistenan skor yang diperoleh, seberapa konsisten skor tersebut untuk setiap individu dari suatu daftar instrumen terhadap yang lainnya”. Dapat dikatakan reliabel apabila tes yang digunakan selalu memberikan hasil yang sama apabila diteskan kembali pada kelompok yang sama dalam waktu yang berbeda. Untuk menghitung reliabititas dapat menggunakan formula Cronbach Alpha (Suherman dan Sukjaya, 1990: 194) sebagai berikut:

=

−1

1

2

2

Keterangan:

n = Banyak butir soal


(33)

54

2 = Variansi skor total

Koefisien reliabilitas diperoleh dari hasil perhitungan formula di atas, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien

reliabilitas menurut Guilford (Suherman, dalam Setiadi, 2005: 46) sebagai berikut.

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 < 11 ≤ 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi 0,60 < 11 ≤ 0,80 Reliabilitas Tinggi 0,40 < 11 ≤ 0,60 Reliabilitas Sedang 0,20 < 11 ≤ 0,40 Reliabilitas rendah 0,00 < 11 ≤ 0,20 Reliabilitas Sangat Rendah

11 ≤ 0,00 Tidak Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.4 hasil uji coba instrumen yang dilakukan dalam penelitian mencapai kriteria sangat tinggi dengan perolehan koefisien korelasi reliabilitas mencapai 0,90 (perhitungan reliabilitas hasil uji coba instrumen terlampir).

c) Tingkat Kesukaran Instrumen

Tingkat kesukaran instrumen perlu diketahui untuk mengukur berapa besar derajat kesukaran yang dibuat agar soal tersebut proposrsional. Soal yang proporsional maksudnya adalah soal tes yang dibuat sebaiknya jangan terlalu mudah dan jangan terlalu sukar semua (Arifin, 2010). Untuk mengetahui tingkat/ indeks kesukaran setiap butir soal, formula yang dapat digunakan adalah sebagai berikut ini:

=

Keterangan:

Ik = Tingkat/indeks kesukaran �

= Rata-rata skor setiap butir soal SMI =Skor maksimum ideal


(34)

Indeks kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan formula di atas, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi indeks kesukaran menurut Gulford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 213) sebagai berikut ini.

Tabel 3.5

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Di bawah ini akan dipaparkan dari 20 soal yang dipilih, yang merupakan indeks kesukaran hasil uji coba instrumen tes hasil belajar yang telah dilakukan.

Tabel 3.6

Analisis Tingkat Kesukaran

No.

Soal TK Interpretasi

1 1,70 0,42 Sedang

2 1,20 0,30 Sukar

3a 1,17 0,29 Sukar

3b 0,59 0,30 Sukar

4a 1,21 0,30 Sukar

4b 0,92 0,46 Sedang

5 1,08 0,27 Sukar

6a 1,47 0,37 Sedang

6b 1,55 0,39 Sedang

6c 2,58 0,64 Sedang

7a 1,06 0,15 Sukar

7b 1,21 0,30 Sukar

8a 1,76 0,88 Mudah

8b 1,83 0,92 Mudah

8c 1,26 0,63 Sedang

9 1,77 0,44 Sedang

10 1,80 0,45 Sedang

11 2,91 0,48 Sedang

12 1,14 0,28 Sukar

13 0,94 0,16 Sukar

Klasifikasi Indeks Interpretasi

IK Terlalu Sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < IK ≤ 1,00 Mudah


(35)

56

Soal-soal yang dipilih memiliki tiga variasi tingkat kesukaran yang berbeda-beda dair jumlah 20 soal yang diambil, yaitu soal mudah, soal sedang, dan soal sukar. Dari 20 soal yang dipilih, terdapat dua soal mudah, sembilan soal sedang, dan sembilan soal sukar. Persentasenya adalah 10%, 45%, dan 45%. Pemilihan soal yang cenderung pada tingkat kesukaran sedang dan sukar dipilih karena, pada penelitian kali ini, kemampuan yang diambil adalah kemampuan komunikasi yang merupakan kemampuan tingkat tinggi. Oleh sebab itu, soal-soalnya dominan sedang dan sukar.

d)Daya Pembeda Instrumen

Arifin (2010) memberikan pendapatnya, bahwa perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan siswa yang yang belum menguasai dengan yang sudah menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu, jika butir soal dapat membedakannya maka koefisien daya pembedanya tinggi. Untuk mengetahui daya pembeda setiap butir soal, dapat menggunakan formula sebagai berikut.

��

=

� −

Keterangan:

DP = Daya pembeda

= Rata-rata skor kelompok atas

= Rata-rata skor kelompok bawah

SMI = Skor maksimum ideal

Daya pembeda yang diperoleh dari hasil perhitungan formula di atas, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi daya pembeda menurut Gulford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 2002) dapat dilihat pada tabel 3.7 di bawah ini.


(36)

Tabel 3.7

Klasifikasi Daya Pembeda

Klasifikasi Daya Pembeda Interpretasi DP ≤ 0,00 Sangat Jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < IK ≤ 0,40 Cukup Baik 0,40 < IK ≤ 0,70 Baik 0,70 <IK ≤ 1,00 Sangat Baik

Di bawah ini merupakan data daya pembeda hasil uji coba instrumen tes hasil belajar yang telah dilakukan.

Tabel 3.8

Data Daya Pembeda Butir Soal

No.

Soal

DP Tafsiran

1 2,11 1,39 0,18 Jelek

2 2,17 0,50 0,42 Baik

3a 1,50 0,72 0,19 Jelek

3b 1,33 0,28 0,53 Baik

4a 1,50 0,89 0,15 Jelek

4b 1,33 0,39 0,47 Baik

5 1,50 1,00 0,30 Cukup Baik

6a 1,78 0,72 0,26 Cukup Baik 6b 2,00 0,89 0,28 Cukup Baik 6c 3,00 1,56 0,36 Cukup Baik

7a 1,61 0,78 0,12 Jelek

7b 0,78 0,94 0,21 Cukup Baik 8a 2,00 1,28 0,36 Cukup Baik 8b 2,00 1,56 0,22 Cukup Baik

8c 1,83 0,56 0,64 Baik

9 2,00 1,33 0,17 Jelek

10 2,17 1,39 0,19 Jelek

11 3,56 1,67 0,31 Cukup Baik 12 1,61 0,72 0,22 Cukup Baik

13 1,06 0,89 0,03 Jelek

Soal-soal yang di ujicobakan kepada 33 siswa, siswa dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan nilai ulangan harian matematika, untuk menghitung daya pembeda dari soal yang telah diujicobakan. Cara pengelompokan siswa unggul


(37)

58

dan siswa asor adalah dengan mengambil 27% dari jumlah seluruh siswa, maka dipilihlah sembilan orang kelompok unggul dan sembilan orang kelompok asor. Hasil dari perhitungan 20 soal yang dipilih diketahui empat soal dikatakan baik, sembilan soal masuk kriteria cukup baik dan tujuh soal masuk dalam kriteria jelek. Adapun persentasenya adalah 10% soal baik, 45% soal cukup baik, dan 35% soal jelek.

2. Angket

Menurut Ruseffendi (Maulana, 2009: 35),

Angket adalah sekumpulan pernyataan atau jawaban pertanyaan yang harus dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab pertanyaan melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi kalimat dengan jalan mengisisnya.

Angket ini merupakan instrumen untuk mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) pada kelas eksperimen, diberikan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Angket yang berisi 25 pernyataan yang harus diisi oleh siswa, terdapat tiga kriteria sikap dengan beberapa indikator di dalamnya. Kriteria pertama, yaitu sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan indikator siswa dapat menunjukkan manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari; kriteria kedua, sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education dengan indikator di dalamnya, yaitu menunjukkan minat siswa terhadap pembelajaran matematika realistik, pembelajaran matematika realistik membuat siswa aktif untuk mengajukan pertanyaan dan juga mengemukakan gagasan, pembelajaran matematika realistik membuat siswa percaya diri, dan aktivitas ketika diskusi pada pembelajaran matematika realistik membantu siswa untuk belajar; kriteria ketiga, sikap siswa terhadap soal-soal komunikasi matematis dengan indikator menunjukkan tes yang memberikan kebermanfaatan, manantang, dan membangkitkan minat siswa.

Di dalam angket tersebut dibuat dalam bentuk daftar cek (checklist), dan disediakan empat pilihan jawaban siswa, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan yang dibuat


(38)

digolengkan menjadi dua, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Adapun skor untuk jawaban pernyataan positif siswa, yaitu sebagai berikut ini. Sangat Setuju (SS) : Skor 5

Setuju (S) : Skor 4

Tidak Setuju (TS) : Skor 2 Sangat Tidak Setuju (STS) : Skor 1

Pemberian skor untuk pernyataan negatif siswa, yaitu sebagai berikut ini. Sangat Setuju (SS) : Skor 1

Setuju (S) : Skor 2

Tidak Setuju (TS) : Skor 4 Sangat Tidak Setuju (STS) : Skor 5

Di dalam angket juga terdapat kolom jumlah untuk mengetahui jumlah skor yang di Untuk mengetahui respon siswa berdasarkan data kuantitatif, maka dibuat pengkategorian baik untuk pernyataan positif maupun pernyataan negatif siswa pada Tabel 3.9 di bawah ini.

Tabel 3.9

Pengkategorian Respon Siswa Berdasarkan Angket

Rata-rata ( ) Kategori Respon Siswa Jika > 3 Positif (+)

Jika = 3 Netral Jika < 3 Negatif (-)

Sumber: Berdasarkan Hasil Pertimbangan pada saat Bimbingan

Adapun kriteria persentase angket dari tiap butir pernyataan siswa yang dibuat oleh Maulana (2009: 51) adalah sebagai berikut ini.

Tabel 3.10

Kriteria Persentase Angket

Persentase Jawaban (P) Kriteria

P = 0 Tak seorang pun

0 < P < 25 Sebagian kecil 25 ≤ P < 50 Hampir setengahnya

P = 50 Setengahnya

50 < P < 75 Sebagian besar 75 ≤ P < 100 Hampir seluruhnya


(39)

60

3. Observasi

Observasi dalam suatu penelitian diartikan sebagai pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indra untuk mendapatkan data yang diinginkan (Suherman, 2012). Observasi ini dilakukan kepada siswa dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa, dan lembar observasi kinerja guru baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen. Lembar observasi aktivitas siswa dibuat dalam bentuk daftar cek (checklist), melalui format observasi aktivitas siswa yang di dalamnya terdapat tiga aspek yang dinilai, yaitu aspek pertisipasi, kerjasama, dan motivasi. Masing-masing aspek diukur melalui tiga indikator.

Adapun indikator dari aspek partisipasi, yaitu di antaranya adalah mengajukan pendapat, pertanyaan, atau komentar sesuai konteks; memberi tanggapan terhadap jawaban/ penjelasan guru; ikut terlibat langsung dalam beragam kegiatan pembelajaran. Indikator dari aspek kerja sama, yaitu: memberi dorongan kepada teman sekelompok untuk berpartisipasi aktif; mengerjakan tugas dengan baik dalam kolompok sesuai dengan waktu yang disediakan; mengkomunikasikan hasil kerja kelompok mereka dengan menyajikan di depan kelas/berdiskusi dengan teman sebangku. Sedangkan indikator dari aspek motivasi di antaranya yaitu: bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan; tampak percaya diri dalam pembelajaran; menunjukkan keberanian dalam bertanya dan menjawab pertanyaan.

Setelah itu, kemudian ditafsirkan melalui empat keterangan dari setiap aspek yang ada, adapun lebih jelasnya mengenai tafsiran kerterangan yang telah dibuat adalah sebagai berikut ini.

Skor 3 : apabila semua indikator dapat dilaksanakan Skor 2: apabila hanya dua indikator yang dilaksanakan Skor 1: apabila satu indikator yang dilaksanakan

Skor 0: apabila tidak ada satupun indikator yang dapat dilaksanakan

Dalam format aktivitas siswa terdapat kolom jumlah untuk mengetahui berapa jumlah skor yang diperoleh dari masing-masing siswa. Jumlah skor yang


(40)

nantinya akan diinterpretasikan ke dalam sebuah kriteria penilaian. Adapun kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut ini.

Skor 0 – 1 : aktivitas siswa kurang sekali Skor 2 – 3 : aktivitas siswa kurang

Skor 4 – 5 : aktivitas siswa cukup Skor 6 – 7 : aktivitas siswa baik Skor 8 – 9 : aktivitas siswa baik sekali

Aktivitas siswa dinilai baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen, dengan format yang sama dan siswa dinilai aktivitasnya selama pembelajaran sebanyak pertemuan yang dibuat oleh guru, yaitu empat kali. Dari tiap pertemuan yang ada dalam format observasi aktivitas siswa akan dijumlahkan berapa siswa yang hanya melakukan tiga indikator, dua indikator, satu indikator, atau nol indikator dari masing-masing aspek dan juga dihitung persentasenya, dengan tujuan agar dapat membandingkan aktivitas siswa di kelas ekperimen dan di kelas kontrol dati tiap aspeknya. Selain itu, jumlah skor yang diperoleh dari masing-masing siswa itu seluruhnya dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah siswa. Hasil perhitungan tersebut untuk mengetahui rata-rata aktivitas siswa dari tiap pertemuan.

Lembar observasi kinerja guru untuk kelas eksperimen dibuat dalam bentuk daftar cek (checklist) dan dibagi menjadi dua lembar observasi kinerja guru, yaitu lembar observasi kinerja guru dalam merencanakan pembelajaran dan lembar observasi kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran. Terdapat lima aspek yang dinilai dalam lembar obserbavasi kinerja guru dalam merancanakan pembelajaran, yaitu merumuskan tujuan; pemilihan dan pengorganisasian materi, media, dan sumber belajar; merancang skenario kegiatan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik; menyiapkan alat pembelajaran; serta tampilan dokumen RPP. Dari kelima aspek yang dinilai masing-masing aspek terdapat empat indikator dengan pemberian rentang skor 4 – 0.

Adapun lembar observasi kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dibagi menjadi tiga bagian kegiatan, yaitu kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti pembelajaran dan kegiatan akhir pembelajaran. Kegiatan awal pembelajaran


(41)

62

terdapat lima aspek yang diamati untuk berikan penilaian, di antaranya yaitu: kemampuan minimum mengajar dengan pendekatan realistik, kesiapan memulai proses pembelajaran, melakukan apresepsi, menjelaskan langkah-langkah pembelajaran, dan menjalin interaksi dengan siswa. Kegiatan inti pembelajaran terdapat enam aspek yang dinilai, yaitu: kemampuan minimum mengajar dengan pendekatan realistik, mengarahkan siswa untuk mengerjakan LKS, membimbing diskusi, memberikan motivasi kepada siswa, mengorganisasikan diskusi kelas, dan hal-hal yang harus diperhatikan.

Di bawah kolom kegiatan inti terdapat keterangan yang dapat memudahkan guru dalam menilai, keterangan tersebut berisi jumlah kelompok, total siswa dalam setiap kelompok, total siswa yang mempresentasikan jawaban, total siswa yang mengkomunikasikan argumentasinya, dan total siswa yang tidak memberi perhatian saat pembelajaran berlangsung. Kegiatan akhir pembelajaran terdapat empat aspek yang diamati untuk diberikan penilaian, di antaranya yaitu: kemampuan minimun mengajar dengan pendekatan realistik, menyimpulkan pembelajaran, melakukan evaluasi, faktor penting yang harus diperhatikan. Dari semua aspek yang diamati masing-masing aspek terdapat empat indikator dengan pemberian rentang skor 0 – 4. yang paling penting dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education adalah waktu yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Untuk lembar observasi kinerja guru pada kelas kontrol digunakan lembar instrumen perencanaan kinerja guru (IPKG 1) dan lembar instrumen pelaksanaan kinerja guru (IPKG 2) yang dibuat oleh Universitas Pendidikan Indonesia. IPKG 1 dan IPKG 2 yang dibuat sedikit mengalami perubahan.

Interpretasi

81% - 100% = Sangat Baik 61% - 80% = Baik

41% - 60% = Cukup 21% - 40% = Kurang 0% - 20% = Kurang sekali


(42)

4. Catatan Lapangan

Cara lain untuk mencatatat atau merekam tingkah laku siswa dalah dengan menggunakan catatan lapangan. Maulana (2009) memberikan pendapatnya bahwa ada empat jenis catatan lapangan, di antaranya yaitu: pertama, catatan untuk menilai atau menentukan apakah tingkah laku siswa itu baik atau tidak, diharapkan atau tidak, diterima atau ditolak. Kedua, catatan yang menceritakan atau menjelaskan tentang tingkah laku anak didasarkan kepada sebuah fakta atau dugaan. Ketiga, catatan yang menceritakan tingkah laku tertentu secara garis besarny, misalnya apa yang sering terjadi atau apa yang manjadi ciri anak tersebut. Keempat, catatan yang menceritakan secara tepat apa yang diperbuat atau dikatakan anak.

Adapun format dari catatatan lapangan, terdiri dari empat kolom, yaitu kolom tanggal, nama siswa, waktu, dan kegiatan. Ketika ada hal-hal yang unuk yag dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran maka guru langsung mencatatnya. Catatan lapangan dilakukan kepada siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol.

E.Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

Data yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif, data kualitatif diperoleh dengan dari wawancara, observasi, angket, sekala sikap, catatan lapangan. Selain itu, data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes. Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menganalisis hasil pretes dan postes, untuk mengetahui kemampuan siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol sama atau tidak. Tetapi untuk menguji kesamaan dua rerata pretes terlebih dahulu diuji normalitas, homogenitas, baru menguji perbedaan dua rata-rata. Beberapa pengujian tersebut akan dijelaskan dibawah ini.

1. Uji Normalitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hasil dari pretes dan postes kelompok kelas eksperimen dengan kelompok berdistribusi normal atau tidak.


(43)

64

Untuk menguji noemalitas data digunakan uji chi-kuadrat. Selain itu, Untuk menghitung uji normalitas dapat menggunakan menggunakan program komputer yang khusus menghitung data kuantitatif, yaitu program SPSS yang merupakan software pengolah data statistik. SPSS yang akan digunakan adalah SPSS 16,0 for Windows.

Dengan melakukan uji Lilifors (Kolmogorov-Smirnov). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini. Buka program SPSS, masuk ke Variable View setelah itu masukan di kolom Name nomor 1 misalkan kelompok, nomor 2 pretes. Untukmengolah data berupa angka masukan Numeric pada kolom Type. Untuk menentukan lebar data dipilih kolom Width. Pada kolom Decimal sesuaikan dengan keperluan. Pada kolom Values ketik nama dan banyaknya kelas yang akan diolah. Setelah mamasukan mengisi Variable View, selanjutnya masukkan data ke dalam kolom Data View. Klik menu bar Analyze kemudian pilih Eksplore. Masukkan data kelompok ke dalam Factor List dan Pretes ke dalam Dependent list. setelah keluar lihat dalam tabel Kolmogorov-Smirnov pada kolom Sig, jika Jika P-value ≥ �, maka H0 diterima artinya data berdistribusi normal, dan jika P-value <�, maka H0 ditolak artinya data berdisrtibusi tidak normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan ketika sudah diketahui data tersebut berdistribusi normal. Uji homogenitas digunakan dengan uji Fisher (F), dengan tujuan melihat keseragaman varians dari sampel. Adapun formula untuk uji homogenitas (Maulana, 2009: 92) sebagai berikut ini:

� = � � � �

� � � � �

Dengan ketentuan, � < �ℎ� maka, variansi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tersebut adalah homogen, tapi jika � > �ℎ� , maka dua kelompok tersebut tidak homogen. Setelah diketahui homogen atau tidaknya dua kelompok tersebut, dan jika homogen maka dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata.


(44)

Untuk menghitung uji homogenitas variansi dapat menggunakan formula yang telah dijelaskan di atas, selain itu, dapat menggunakan program komputer yang khusus menghitung data kuantitatif, yaitu program SPSS yang merupakan software pengolah data statistik. SPSS yang akan digunakan adalah SPSS 16,0 for Windows. Setelah diuji normalitas dan diketahui hasilnya maka ada dua kemungkinan untuk menguji homogenitas. Kemungkinan tersebut tergantung hasil dari uji normalitas datanya. Jika data berdistribusi normal semua maka menggunakan statistik parametrik. Menurut Agung (2009: 119), “Prosedur yang digunakan dalam staristik parametrik adalah data harus berdistribusi normal”. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Levene’s Tes. Caranya klik menu bar pilih Analyze kemudian pilih Compare Means lalu pilih Independen Sample T-Test. Masukkan kelompok ke dalam Gruping Variable dan pretes ke dalam Test Variable(s), lalu klik Define Groups tulis di Lise Specified Values, Group 1 masukkan angka 1 dan Group 2 masukkan angka 2. Setelah itu kita dapat melihat dan menganalisis dari tabel Independen Sample T-Test pada bagian kolom Levene’s Tesfor Equally of Variances untuk nilai Sig. Jika Jika P-value ≥ �, maka

H0 diterima artinya varians homogen, dan jika P-value <�, maka H0 ditolak maka variansnya tidak homogen.

Untuk data yang keduanya atau salah satunya tidak normal, statistik yang digunakan adalah statistik non-parametrik. Menurut Agung (2009: 128), “Statistik non-parametrik adalah proses penafsiran statistik dengan menggunakan data kuantitatif tidak harus berdistribusi normal”, maka iji homogenitasnya dapat menggunakan uji Chi-Square. Caranya adalah dengan memilih menu Analyze kemudian pilih Nonparametric Tests lalu pilih Chi-Square. Setelah diketahui maka output tersebut langsung menampilkan tabel Chi-Square kita dapat melihat besarnya nilai tersebut di dalam kolom Sig.

3. Uji Perbedaan Dua Rata-rata (Uji-t)

Syarat untuk melakukan uji-t adalah ketika uji normalitas, dan uji homogenitas telah terpenuhi. Formula untuk menguji perbedaan dua rata-rata (Maulana, 2009: 93) sebagai berikut.


(45)

66

= 1− 2

1− 1 12+ ( 2 – 1) 22 1 + 2 − 2

1

1+

1

2

Keterangan:

t = Uji perbedaan dua rata-rata (uji-t) 1 = Rata-rata kelompok eksperimen 2 = Rata-rata kelompok kontrol

1 = Jumlah siswa uji coba pada kelompok eksperimen 2 = Jumlah siswa uji coba pada kelompok kontrol 12 = Variansi kelas eksperimen

22 = Variansi kelas kontol 1 = Bilangan tetap

Menurut Maulana (2009),”Untuk menguji dan 1, dilakukan uji dua arah dengan kriteria uji: diterima untuk –

1−1

2�

< ℎ� < 1−1

2�”.

Untuk menghitung uji-t formula di atas dapat digunakan dan bisa juga dibantu dengan menggunakan program komputer yang khusus menghitung data kuantitatif, yaitu program SPSS yang merupakan software pengolah data statistik. SPSS yang akan digunakan adalah SPSS 16,0 for Windows. Setelah menguji normalitas dan homogenitas, sama seperti halnya homogenitas, uji perbedaan rata-rata juga dapat dilakukan setelah melihat normalitas dari data tersebut. ketika data tersebut semuanya berdistribusi normal maka uji perbedaan rata-rata menggunakan uji t, namun ketika datanya tidak normal maka menggunakan uji U. Cara untuk menguji t sama seperti pada uji homogenitas dengan memilih Independen Sample T-Test pada bagian kolom t-test Equality of Means kemudian lihat pada equal Variance Assumed untuk nilai Sig(2.Tailled). Jika P-value ≥ �, maka H0 diterima artinya tidak adanya perbedaan, dan jika P-value < �, maka H0 ditolak artinya terdapat perbedaan.

Ketika datanya tidak normal, maka menggunakan uji U. Caranya sama dengan memilih menu bar Analyze kemudian pilih Nonparametric Tests selanjutnya pilih Two Independent-Samples Test dengan Test Type yang dipilh


(46)

adalah Mann-Whitney U. Selanjutnya lihat dalam Output dan nilai perbedaan rata-rata akan muncul di tabel Mann-Whitney U, lihat nilai Sig, Jika P-value ≥ �, maka H0 diterima artinya tidak adanya perbedaan, dan jika P-value < �, maka H0 ditolak artinya terdapat perbedaan.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Wahyu. (2009). Panduan SPSS17.0 untuk Mengolah Penelitian Kuantitatif. Jogyakarta: Garailmu.

Arifin, Zaenal. (2010). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fathoni, Abdurrahmat. (2005). Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skipsi. Jakatra: Rineka cipta.

Maulana. (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian Pendidikan dengan Benar. Bandung: Learn2Live „n Live2Learn.

Setiadi, Yadi. (2005). Desain dan Pengembangan Bahan Ajar Matematika Interaktif Berbasis Teknologi Komputer Tipe Tutorial untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Proposal pada Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Suherman, Ayi. (2012). Penelitian Pendidikan. Bandung: Bintang WarliArtika.

Suherman, E., dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sugiono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D). Bandung: Alfabeta.

Zuriah, Nurul. (2005). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Dokumen

Unit Pelaksana Tingkat Daerah Pendidikan Kecamatan Waled. (2012). Laporan Nilai UN Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon Tahun Pelajaran 2011/2012. UPT Pendidikan Kecamatan Waled.


(48)

A.Kesimpulan

Penelitian ini menganalisi pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dan juga pembelajaran konvensional untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan kelas IV di SDN 2 Waled Kota dan SDN 2 Waled Desa. Berdasarkan pengolahan data hasil penelitian dan pembahasan pada BAB IV, dapat disimpulkan sebagai berikut ini.

1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa secara signifikan terhadap materi pecahan di kelas IV. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas eksperimen, dengan menggunakan uji t dan � sebesar 0,05 Two Tailed didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) sebesar 0,00. Karena diuji satu arah maka hasil P-P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua maka hasil P-value (Sig.1-tailed) sebesar 0,00. Karena P-value (Sig.1-tailed) <�, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap materi pacahan di kelas IV SDN 2 Waled Kota secara signifikan.

2. Pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa secara signifikan terhadap materi pecahan di kelas IV. Hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes di kelas kontrol, dengan menggunakan uji t dan � sebesar 0,05 Two Tailed didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) sebesar 0,00. Karena diuji satu arah maka hasil P-P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua maka hasil P-value (Sig.1-tailed) sebesar 0,00. Karena P-value (Sig.1-tailed) <�, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Setelah mengetahui pembelajaran konvensional juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan, maka tenyata pembelajaran konvensional juga memiliki potensi yang bagus dan baik untuk


(1)

136

diangkat dari kehidupan yang dekat siswa. Jadi pendekatan Realistic Mathematics Education dapat dijadikan sebagai alternatif/pilihan untuk diterapkan di sekolah, karena siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education dapat meningkat kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan di kelas IV secara lebih signifikan dibandingkan siswa yang belajar secara konvensional.

4. Adapun faktor-faktor yang mendukung pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education adalah kinerja guru yang optimal, termasuk ke dalam penguasaan materi pecahan maupun materi lainnya yang ada keterkaitannya dengan materi pecahan, guru harus bisa memberikan motivasi kepada siswa . Selain itu, aktivitas siswa yang baik dengan partisipasi, motivasi dan kerjasama yang tampak pada saat pembelajaran. Adapun fakor penghambat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education adalah siswa yang mengganggu dan kurang memberikan kontribusi pada saat pembelajaran dan juga siswa yang belum bisa menguasai materi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan siswa yang belum bisa mencari faktor kelipatan persekutuan terkecil.

5. Setelah melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education. setelah siswa diberikan angket, rata-rata skor yang diperoleh adalah 4,3 atau 86% siswa merespon positif, sehingga hampir seluruh siswa dikelas eksperimen merespon positif pembelajaran yang telah dilakukan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education menumbuhkan motivasi siswa untuk dapat berinteraksi dengan temannya dalam diskusi kelompok, melatih keberanian siswa dalam mengajukan pendapat dan bertanya, dan juga maju untuk mempresentasikan jawabnya di depan kelas.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, terdapat beberapa saran yang diajukan ke beberapa pihak, yaitu sebagai berikut ini.


(2)

1. Bagi Guru

Untuk lebih berinovasi dalam menciptakan suatu gaya pembelajaran dan juga lebih variatif ketika memilih indikator dalam pembelajaran seperti kemampuan komunikasi matematis, kemampuan penalaran matematis, kemampuan koneksi matematis, kemampuan pemahaman matematis, dan kemampuan pemecahan masalah matematis, agar kemampuan siswa lebih berkembang. Sebagai bahan rujukan bagi guru untuk dapat menerapkan atau menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education.

Bagi guru yang mengajar dengan menggunakan pembelajaran secara konvensioal dapat lebih mengoptimalkan kinerjanya, karena dengan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru dengan baik maka akan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi pecahan.

2. Bagi Siswa

Melalui pembelajaran matematika, siswa dapat mengaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari, karena materi pecahan dekat dengan kehidupan siswa misalnya dalam membagi makanan atau kue, diharapkan siswa dapat membagi secara adil. Selain itu, siswa mampu memecahkan masalah yang berkaitan materi pecahan.

3. Bagi Sekolah

Karena dari hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education, adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dan respon positif yang diberikan kepada siswa, maka pihak sekolah dapat memberikan seminar atau mensosialisasikan pendekatan tersebut kepada sekolah lain atau guru-guru sekolah dasar.

Selain pendekatan Realistic Mathematics Education dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, pembelajaran konvensional juga dapat meningkatkan kemampuan tersebut. sebaiknya pihak sekolah khususnya kepala sekolah melakukan evaluasi kinerja guru yang menggunakan pendekatan konvensional secara tegas. Karena dengan begitu guru yang mengajar konvensional akan mengajar dengan optimal dan berbagai kemampuan matematis


(3)

138

siswa yang ada di sekolah tersebut akan sangat bervariasi. Selain kepala sekolah, pihak sekolah juga mewajibkan kepada guru untuk evaluasi diri dengan saling mengobservasi sesama guru baik ketika merencanakan suatu pembelajaran maupun pada saat pelaksanaan pembelajaran

4. Bagi Peneliti Lain

Dari hasil penelitian kali ini bisa dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dan dapat mengkaji aspek lain yang belum terjangkau dalam penelitian ini. Misal dari instrumen yang dipakai pada penelitian ini hanya menggunakan angket, observasi dan catatan lapangan. Bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan instrumen tersebut atau bahkan dapat menggunakan instrumen yang tidak digunakan pada penelitian kali ini, seperti wawancara, daftar cek diri, jurnal, dan lain sebagainya. Selain instrumen bagian yang belum terjangkau lainnya adalah dalam indikator kemampuan komunikasi matematis siswa, peneliti hanya mentargetkan dalam tujuan pembelajaran tiga indikator komunikasi yang harus muncul. Sebaiknya menambahkan atau melengkapi indikator tersebut, yang meliputi: mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; mambaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi; menjelaskan dan membuat pernyataan tentang matematika yang telah dipelajari.


(4)

139 Press.

Agung, Wahyu. (2009). Panduan SPSS17.0 untuk Mengolah Penelitian Kuantitatif. Jogyakarta: Garailmu

Arifin, Zaenal. (2010). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Asmida. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis Siswa Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Realistik. Tesis pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Effendy, Onong Uchjana. (1984). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fathoni, Abdurrahmat. (2005). Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skipsi. Jakatra: Rineka cipta.

Fauzan. (2012). Pengaruh Kombinasi Media Berbasis Komputer dan Permainan Berbasis Alam dalam Meningkatkan Pemahamam Siswa Sekolah Dasar terhadap Materi Kesebangunan. Skripsi pada Progam Studi PGSD UPI Sumedang: Tidak Diterbitkan.

Hamalik, Oemar. (2001). Proses belajar mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara. Hayati, Sri. (2009). Penggunaan Pendekatan Realistik untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep Pecahan. Skripsi pada Progam Studi PGSD UPI Sumedang: Tidak Diterbitkan.

Herdi. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [11 September 2012].

Hidayat, Edi. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Tesis pada Progam Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Karim, dkk. (1996). Pendidikan matematika 1. Jakatra: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Bagian proyek


(5)

140

Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Primary School Teacher Development Project).

Kusmaydi. (2010). Pembelajaran Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Tesis pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Maulana. (2008). Pendidikan Matematika 1: Bahan Belajar untuk Guru, Calon Guru, dan Mahasiswa PGSD. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Maulana. (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian Pendidikan dengan Benar. Bandung: Learn2Live ‘n Live2Learn.

Maulana. (2010a). Dasar-dasar Keilmuan dan Pembelajaran Matematika Sequel 2. Bandung.

Maulana. (2010b). Pembelajaran Matematika yang Konstruktif di Sekolah Dasar. Dalam Maulana, dkk. Ragam Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. Sumedang: Tidak Diterbitkan.

Pitadjeng. (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.

Ruseffendi, dkk. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi.

Setiadi, Yadi. (2005). Desain dan Pengembangan Bahan Ajar Matematika Interaktif Berbasis Teknologi Komputer Tipe Tutorial untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Proposal pada Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Suaryanto. (2011). Pendekatan Matematika Realistik. [Online]. Tersedia: http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2010/08/pembelajaran-matematika-realistik-rme.html. [24 Februari 2012].

Sugiono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D). Bandung: Alfabeta.

Suherman, Ayi. (2012). Penelitian Pendidikan. Bandung: Bintang WarliArtika. Suherman, E., dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan


(6)

Sukirman, Dadang, dan Jumhana, Nana. (2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: UPI Press.

Sulastri, Yayu Laila. (2009). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bandung. Tesis pada Progam Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Suryanto, dkk. (2010). Sejarah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Jakarta: Direktorat Djendral Pendidikan Tinggi.

Suwangsih, dan Tiurlina. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Press.

Tarigan, Daitin. (2006). Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Departeman pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan tinggi.

Uyanto. (2006). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Jakatra: Graha Ilmu. Widjajanti, Jamilah Bondan, dan Wahyudin. (2010). Mengembangkan

Komunikasi Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika melalui Strategi Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah.[Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131569335/makalah%20knm%20djam ilah%20uny.pdf. [11 September 2012].

Zahra. (2010). Mengajar Matematika dengan Pendekatan Realistik. [Online]. Tersedia: http://zahra-abcde.blogspot.com/2010/04/mengajar-matematika-dengan-pendekatan.html [24 Februari 2012].

Zuriah, Nurul. (2005). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Dokumen

BSNP. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Dharma Bhakti.

Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Fokus Media.

Unit Pelaksana Tingkat Daerah Pendidikan Kecamatan Waled. (2012). Laporan Nilai UN Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon Tahun Pelajaran 2011/2012. UPT Pendidikan Kecamatan Waled.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 75 Jakarta)

0 21 168

Pendekatan realistic mathematics education untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMPIT Ruhama Depok

0 8 199

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARTU DOMINO TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DI SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen di Kelas IV SDN Taktakan 2.

0 0 38

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA MATERI PECAHAN (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Sindangraja dan SDN Panyingkiran III di Kecamatan Sumedang Utara).

0 4 50

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI PUTAR (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cimalaka 2 dan SDN Citimun 2 di Kabupaten Sumedang).

0 0 44

PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF SISWA PADA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DI KELAS IV (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Pasirbiru dan SDN Sukanegla d

0 2 45

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV PADA MATERI BILANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION): Penelitian Tindakan Kelas di SDN Gentra Masekdas Kota Bandung.

0 0 29

PENGARUH PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA MATERI PERBANDINGAN (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Ciuyah I dan SDN Cisalak IV di Kecamatan Cisarua Kabupaten Sumedang).

0 0 49

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA PADA MATERI PECAHAN SEDERHANA (Penelitian Eksperimen pada Kelas III SDN 2 Karangkendal dan SDN 1 Pegagan Kidul Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon).

0 0 39

PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIon rme

1 0 12