Paket Pengendalian Hama Terpadu Nematoda Luka Akar Kopi (Pratylenchus sp) pada Tanaman Kopi Arabika (Coffeae arabica L).

PAKET PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)
DALAM MENGENDALIKAN NEMATODA LUKA AKAR KOPI
(Pratylenchus coffeae Zimm) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA
(Coffea arabica L.)”.

OLEH
DR.IR. DWI WIDANINGSIH, MSI.
IR. NI NENGAH DARMIATI, MP.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil kajian penelitian yang
berjudul “Paket Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam Mengendalikan Nematoda
Luka Akar Kopi Nematoda (Pratylenchus coffeae Zimm) pada Tanaman Kopi
Arabika (Coffea arabica L.)”.
Penulisan hasil kajian penelitian ini, merupakan review dari beberapa hasil

penelitian tentang paket-paket pengendalian nematoda luka akar kopi (Pratylenchus
coffeae Zimm pada tanaman kopi Arabika di beberapa tempat dengan kondisi
lingkungan masing-masing.
Dengan selesainya penulisan rewiew ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis juga menerima segala kritik dan
saran dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhirnya penulis
berharap, semoga karya tulis yang sederhana ini dapat bermanfaat, bagi yang
memerlukan.

Denpasar,

Desember 2015

DAFTAR ISI

JUDUL
Halaman
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
I.

PENDULUAN ...................................................................................
1.1.Latar Belakang .............................................................................
1.2. Tujuan Penulisan .........................................................................

ii
iii
1
1
4

II.

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
2.1 Tanaman Kopi Arabica ................................................................
2.1.1. Klasifikasi .........................................................................
2.2. Nematoda Parasit Luka Akar ((Pratylenchus coffeae) Zimm .....
2.2.1. Klasifikasi .........................................................................
2.2.2. Morfologi ..........................................................................
2.2.3. Sikluas Hidup ....................................................................
2.2.4. Bio Ekologi .......................................................................

2.2.5. Perilaku dan Gejala Serangan ...........................................
2.2.6. Pemencaran dan Penyebaran .............................................
2.2.7. Pengendalian .....................................................................
2.2.7.1. Benih /Bibit yang Sehat .......................................
2.2.7.2. Jenis Kultivar dan Varietas Tahan .......................
2.2.7.3. Rotasi Tanaman ...................................................
2.2.7.4. Tanaman Perangkap .............................................
2.2.7.6. Penggenangan Tanah ...........................................
2.2.7.7. Nematisida Nabati, Tanaman Paitan ....................
2.2.7.8. Penyiangan ...........................................................
2.2.7.9. Ranjangan Tanaman ............................................
2.2.7.10. Tanaman Antagonis, Kenkir ..............................
2.2.7.11. Pupuk Kandang (Bahan Organik) ......................
2.2.7.12. Nematisida Kimiawi ..........................................
2.2.7.13. Pengendalian Secara Biologi .............................

5
5
5
7

7
7
8
9
10
11
11
13
13
15
15
15
16
17
17
18
19
23
25


III.

KESIMPULAN .................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................

26
27

I. PENDAHULUAN

Kopi merupakan salah satu komoditi dari subsektor perkebunan yang
memegang peranan penting bagi perekonomian nasional karena ekspor kopi
meningkatkan devisa negara dalam jumlah besar maupun dalam hal penyedia
lapangan pekerjaan. Tanaman kopi juga memegang peranan penting dalam
pengaturan tata air tanah (Anonimus, 1986). Peningkatan skala produksi yang
semakin besar menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem lahan yang sangat
menguntungkan bagi perkembangan populasi hama dan penyakit kopi. Salah satu
hama yang menyerang tanaman kopi adalah Nematoda pada akar kopi. Serangan
Nematoda pada akar kopi sudah diteliti di Jawa sejak akhir abad-19. Jenis nematoda
yang banyak di temukan ada 2 yaitu Radopholus sp. dan Pratylenchus coffeae.

Sejak awal abad ke-20 Indonesia merupakan penghasil kopi Arabika yang
termasyur di pasaran dunia (Aak, 1988). Tetapi akhir-akhir ini terjadi penurunan hasil
produksi dan mutu kopi disebabkan antara lain oleh gangguan hama dan penyakit.
Hama penting yang menyerang akar dan sering dijumpai di perkebunan kopi adalah
nematoda parasit. Nematoda parasit yang dominan adalah Pratylenchus coffeae.
Nematoda parasit adalah nematoda endoparasit berpindah-pindah dan
memiliki kisaran inang yang luas serta menyerang jaringan kulit (kortek) akar
serabut, terutama akar-akar serabut yang aktif menyerap unsur hara dan air sehingga
akar-akar serabut menjadi rusak, berwarna coklat membentuk luka. Karena gejala
tersebut maka nematoda itu serang disebut dengan nematoda luka akar kopi (coffee

root lesion nematode). Mekanisme kerusakan ini mengakibatkan tanaman menjadi
tidak mampu lagi menyerap unsur hara dan air terutama pada musim kering, sehingga
selama musim tersebut banyak dijumpai gejala serangan kerusakan nematoda berupa
daun menguning bahkan tanaman mati. Serangan ini tersebar pada pada pusat-pusat
perkebunan kopi di Bali seperti di Kabupaten Bangli, Buleleng, Badung, Gianyar dan
Karangasem (Arsadja dkk., 1996).
Penurunan produksi pada tanaman kopi arabika di wilayah Kecamatan
Kintamani, Kabupaten Bangli yang terserang P. coffeae dapat mencapai 32,5 persen
pada tanaman terserang berat; 25,98 persen pada tanaman terserang sedang; dan 8,27

persen pada tanaman terserang ringan (Arsadja dkk., 1996).
Masalah kerusakan tanaman kopi oleh nematoda parasit di Indonesia saat ini
telah menjadi sangat serius, sehingga apabila tidak mendapat penanganan yang
secepatnya dikhawatirkan akan menjadi semakin parah dan sangat mempengaruhi
produksi. Kerusakan oleh Pratylenchus coffeae selain menyebabkan penurunan
secara kuantitas produksi juga mengakibatkan penurunan kualitas hasil. Penurunan
kualitas hasil dapat terjadi karena biji kopi yang dihasilkan dari tanaman yang
terserang umumnya berukuran kecil, banyak terdapat biji yang berongga dan masak
lebih awal. Kerugian akibat serangan nematoda parasit tidak semata-mata berasal
dari penurunan kuantitas dan kualitas hasil, namun memiliki dampak lebih luas antara
lain: harga bibit untuk menyulam, meningkatnya biaya pengendalian gulma karena
serangan

nematoda

akan

mengakibatkan

pertumbuhan gulma meningkat.


areal

menjadi

kosong,

sehingga

Upaya pengendalian nematoda parasit dapat

ditempuh dengan berbagai metoda pengendalian.

Menurut Wiryadiputra (1990)

tujuan pengendalian nematoda parasit antara lain: untuk mencegah masuknya
nematoda ke dalam suatu daerah yang masih bebas dari serangan nematoda, menekan
populasi sampai ke tingkat yang tidak merugikan, mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan atau mengkombinasikan cara-cara tersebut.
Pengendalian nematoda yang dianjurkan secara umum antaran lain

menggunakan bahan organik, perlakuan tanaman antagonistik, penanaman batang
bawah yang toleran dan nematisida sebagai alternatif lain (Wiryadiputra, 1989).
Penerapan pengendalian tersebut perlu disesuaikan dengan keadaan setempat antara
lain memperhatikan jenis nematodanya, faktor lingkungan baik yang bersifat biotik
maupun abiotik, sosial ekonomi masyarakat dan ketersediaan sarana pendukung yang
diperlukan (Anonimus, 1996).
Pengendalian dengan menggunakan bahan organik pupuk kandang telah
banyak dilakukan dan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman karena
secara nyata dapat menekan populasi nematoda parasit di samping itu pupuk kandang
murah dan mudah di dapat.
Pemanfaatan tanaman antagonis

juga dapat menanggulangi masalah

nematoda pada berbagai komoditas pertanian. Salah satu jenis tanaman tersebut
adalah kenikir (Tagetes spp.) dapat menekan populasi nematoda parasit yang
berbahaya seperti Pratylenchus coffeae dan Meloidogyne spp. (Wiryadiputra, 1987),
karena tanaman kenikir dapat menghasilkan senyawa yang dikeluarkan melalui
eksudat yang dapat meracuni nematoda.


Penyiangan dan pemberian mulsa pada tanaman kopi akan menambah
kandungan bahan organik tanah disamping menjaga kandungan air tanah di sekitar
akar sehingga akhirnya pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.
Pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan satu komponen pengendalian
saja tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penggunaan nematisida
memerlukan biaya besar. Oleh karena itu pendekatan pengendalian nematoda parasit
yang mengacu pada pengelolaan hama terpadu terutama dengan memanfaatkan segala
komponen yang telah pernah dilakukan dan berhasil diterapkan oleh petani setempat.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menyajikan beberapa paket pengendalian hama
terpadu nematoda luka akar (Pratylenchus coffeae) pada tanaman kopi Arabika, yang
telah berhasil diterapkan oleh petani tertentu pada beberapa tempat dan kondisi
lingkungan masing-masing.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kopi Arabika
Kopi secara garis besar terbagi atas tiga jenis yaitu: kopi Arabika, kopi
Robusta dan kopi Liberika. Kopi Arabika adalah kopi yang paling banyak dan paling
awal dikembangkan di Indonesia. Mutu kopi Arabika, secara komersil lebih baik dari
kopi jenis lainnya. Kopi dunia, dewasa ini terdiri atas 75 persen kopi Arabika.

Kopi Arabika berasal dari daerah pegunungan Ethiopia (Afrika). Di Negara
asalnya, kopi tersebut tumbuh baik secara alami di hutan-hutan pada dataran tinggi
1500-2000 m dpl. Kopi Arabika adalah jenis kopi pertama kali masuk ke Indonesia
khususnya pulau Jawa pada tahun 1696. Kopi Arabika yang ditanam di Indonesia
pada umumnya terrmasuk varietas Typica (Coffeae Arabica varietas Typica)
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kopi
Klasifikasi Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica ) pertama kali dijelaskan
dan diklasifikasikan oleh orang Swedia bernama Carl Linnaeus (Carl von Linné) pada
1753. Namun beberapa data menyatakan, bahwa sebelum Carl Linnaeus, hal
mengenai kopi Arabika sudah ada tertulis pada sebuah deskripsi Latin tentang
tanaman, meskipun pernyataan tersebut hanya terdiri dari satu kalimat yang berbunyi
seperti ini “Jasminum Arabicum, Lauri folio, cujus femen apudnos deciur kopi”
(Jussieu, 1713). Artinya : “Melati Arab, dengan daun sejenis daun salam, bijinya
yang kita sebut kopi”. Jenis Kopi Arabika (Coffea arabica ) akan tumbuh baik, di
daerah berketinggian 700-1700 m (dpl) dengan suhu 16-20°C serta beriklim kering
tiga bulanan secara berturut-turut.

Kopi Arabica (Coffea arabica ) memang sangat berbeda dengan Kopi Robusta
(Coffea canephora ) yang dapat tumbuh baik di ketinggian hanya 400-700 m dpl. Dari
segi perawatan dan pembudidayaan Kopi Arabica juga termasuk “kopi manja” karena
butuh perhatian lebih banyak dibanding Kopi Robusta atau jenis kopi lainnya seperti
Kopi Ekselsa, Racemosa, dan Liberica (African coffee). Kopi Arabika sangat peka
terhadap penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama jika ditanam di
daerah dengan elevasi kurang dari 700 m di atas permukaan laut. Kopi Arabika,
aslinya berasal dari Brasil dan Etiopia, kopi tersebut kini telah menguasai sebahagian
besar pasar kopi dunia. Arabika memiliki banyak varietas, tergantung negara, iklim,
dan tanah tempat kopi ditanam. di Indonesia kita bisa menemukannya kopi Arabika
pada Kopi Toraja, Kopi Mandailing dan mungkin ada juga di tempat lain. Antara
Kopi Arabica yang satu dengan lainnya memiliki tingkat keasaman khas dan sangat
bervariasi.
Klasifikasi Tanaman Kopi


Kingdom

: Plantea



Divisi

: Magnoliophyta



Kelas

: Magnoliopsida



Ordo

: Gentianacea



Famili

: Rubiaceae



Genus

: Coffea



Spesies

: Coffea Arabica

Kopi Arabika atau Coffea arabica merupakan spesies kopi pertama yang
ditemukan dan dibudidayakan manusia hingga sekarang. Produksi kopi ini di
seluruh dunia diperkirakan mencapai 70 persen dari seluruh jenis kopi.
Kawasan produksi kopi di Indonesia diperkirakan sekitar 1,3 juta hektar,
tersebar dari Sumatra Utara, Jawa dan Sulawesi. Kopi Jenis Robusta
umumnya dibudidayakan oleh para petani di Sumatra Selatan, Lampung, dan
Jawa Timur, sedangkan Kopi Arabika umumnya ditanam petani kopi Aceh,
Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Bali dan Flores. Saat ini Kopi Arabika asli
Indonesia mempunyai prospek cukup baik untuk memasuki kawasan Eropa
khususnya Italia. Pada transaksi April 2011 harga kopi Robusta tercatat US$
259 per ton, ini sangat jauh dibandingkan dengan harga rata-rata pada 2009
yaitu US$ 165 per ton. Demikian juga, harga kopi Arabika telah melampaui
US$ 660 per ton. Beberapa varietas kopi Arabika memang sedang banyak
dikembangkan di Indonesia antara lain kopi Arabika jenis Abesinia, Arabika
jenis Pasumah, Marago, Typica dan kopi Arabica Congensis. Masing-masing
varietas Kopi Arabika tersebut memiliki fisik dan sifat agak berbeda satu
sama lainnya. Provinsi Aceh dan Sumatra Utara adalah sentra kopi Arabika,
walaupun produksinya masih berkisar 35 ribu ton setiap tahun.

2.2.2. Morfologi Nematoda P. coffeae
Nematoda P. coffeae berukuran kecil dengan panjang tubuh

kurang lebih 1 mm.. Nematoda P . coffeae mudah dikenali karena bagian ujung
anterior kepalanya datar dengan kerangka kepala yang kuat. Bentuk larva bulat
panjang, larva terdiri dari empat stadia dengan empat kali pergantian kulit hingga
nematoda dewasa. Telur berbentuk lonjong dengan panjang 52-56 µm dan lebar 2326 µm. Masa inkubasi telur 14-16 hari (Wiryadiputra, 1986). Nematoda betina
bentuk tubuhnya ramping sewaktu masih muda kemudian agak membesar setelah
dewasa, bagian depan agak bulat dan bagian ekornya tumpul. Panjang nematoda
betina rata-rata 615 µm, lebar tubuh rata-rata 24 µm. Panjang stilet rata-rata 15-20
µm.

Knob stilet berbentuk bulat sampai lonjong, vulva terletak pada bagian

posterior lebih kurang 70-80 persen dari panjang tubuh. Sedangkan nematoda jantan
secara umum bentuk tubuhnya lebih ramping daripada nematoda betina
(Wiryadiputra, 1986). Panjang stilet 14-15 µm, panjang tubuh rata-rata 590-230 µm,
lebar 3,9 persen dari panjangnya. Nematoda jantan memiliki spikula ramping dan
gubernakulum panjangnya 4-7 µm. Morfologi P. coffeae dapat dilihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Nematoda Parasit Akar Kopi

2.2.3. Siklus hidup P. coffeae
Siklus hidup P. coffeae sangat sederhana yaitu: telur, larva, dan dewasa. P.
coffeae bertelur di dalam jaringan akar. Pergantian kulit pertama terjadi di dalam

telur dan tiga kali pergantian kulit berikutnya terjadi di luar telur (setelah nematoda
menetas). Lama siklus hidup P. coffeae 45-48 hari. Waktu tersebut masing-masing
diperlukan untuk inkubasi telur 15-17 hari, perkembangan larva hingga menjadi
dewasa 15-16 hari dan perkembangan nematoda dewasa hingga meletakkan telur
sekitar 15 hari. Telur yang dihasilkan dalam sistem reproduksi nematoda betina
diletakkan satu persatu atau berkelompok pada bagian tanaman yang diparasitir.
Jumlah telur yang diletakkan bervariasi tergantung dari habitat dan jenis makanan.
Menurut Agrios (1979) waktu yang diperlukan saat mulai meletakkan telur sampai
larva stadia pertama berkisar 14-15 hari dan setelah melakukan pergantian kulit
pertama menjadi larva stadia ke dua.
Larva stadia kedua sudah memiliki kemampuan untuk mempenetrasi jaringan
tanaman inang. Dari larva stadia ke dua berkembang menjadi larva stadia ketiga,
stadia ke empat dan akhirnya dewasa. Siklus hidup dan penyakit nematode P. coffeae
dapat dilihat pada Gambar 2.

2.2.4. Bioekologi
Perkembangan nematoda P. coffeae dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu:
tanaman inang, suhu dan keadaan tanah di samping juga curah hujan dan suhu tanah.
Dalam keadaan tidak ada tanaman inang P. coffeae mampu bertahan hidup selama

delapan bulan tanah yang lembab (Anonimus, 1995). Puncak populasi P. coffeae
umumnya terjadi pada musim hujan. Pada musim hujan keadaan tanah lembab dan
aktifitas akar meningkat sehingga merupakan lingkungan yang sangat cocok bagi
perkembangan P. coffeae. Keadaan ini disebabkan oleh langkanya makanan karena
aktifitas pertumbuhan akar menurun dan juga disebabkan oleh faktor suhu dan
kelembaban tanah yang tidak mendukung. P. coffeae tidak tahan pada suhu tinggi dan
akan mati pada suhu diatas 38o C. Nematoda P. coffeae merupakan nematoda
endoparasitik yang berpindah pindah dengan seluruh tingkat hidupnya ditemukan
dalam jaringan kortek akar.

2.2.5. Perilaku dan Gejala Serangan.
P. coffeae menyerang jaringan kulit (kortek) akar serabut, terutama akar akar

serabut yang aktif menyerap unsur hara dan air. Akibatnya akar akar serabut menjadi
rusak, berwarna coklat dan membentuk luka-luka diakar. Luka yang bterjadi karena
lama- kelamaan menjadi meluas sehingga akhirnya seluruh akar serabut yang ada
busuk. Mekanisme kerusakan ini berakibat tanaman tidak mampu lagi menyerap
unsur hara dan air, terutama dimusim kering (Anonimus, 1995).
Gejala kerusakan nematoda pada bagian di atas tanah umumnya tidak begitu
spesifik. Tanaman tampak kerdil, pertumbuhan terhambat, ukuran daun dan cabang
primer mengecil, daun tua menjadi menguning secara perlahan-lahan akhirnya rontok
dan mati. Gejala pada akar ditandai dengan luka nekrotik yang berbentuk memanjang
dan berwarna coklat dapat dengan mudah pada permukaan akar. Nematoda makan

dan berkembang biak di dalam jaringan kortek akar. Apabila kerusakan sudah sangat
parah maka nematoda akan berpindah masuk ke jaringan akar yang baru (Dropkin,
1991).

2.2.6. Pemencaran dan Penyebaran.
Pemencaran pada kopi sehat lebih cepat terjadi pada pohon-pohon yang
berada dalam baris dibanding yang berada di luar baris. Demikian pula pada area
yang miring, tanaman yang berada dibagian bawah lebih cepat tertular. Pemencaran
dan penyebaran nematoda terutama ditentukan oleh pergerakannya secara pasif yaitu
terbawa melalui alat-alat pertanian aliran air baik yang dipermukaan maupun yang di
dalam tanah, sepatu petugas, hewan dan sebagainya. Pemencaran ini dipercepat
terutama pada keadaan tanah yang lembab. Pada kondisi demikian tanah mudah
lengkat dan mudah terbawa ketempat lain. Pratylenchus spp. bersifat cosmopolitan,
namun distribusinya di lapang umumnya tidak merata.
Pergerakan aktif nematoda parasit sangat lambat, oleh karena itu
keberadaannya sangat persisten maka tipe serangan dapat dikatakan perlahan tapi
pasti merugikan, bahkan mematikan (Anonimus, 1995).

2.2.7. Pengendalian.
Pengendalian nematoda yang selama ini banyak digunakan adalah melalui
pemanfaatan bahan organik, penggunaan varietas tahan jika tersedia, dengan cara
kimia menggunakan pestisida/nematisida dan solarisasi. Dalam pelaksanaannya

sering kali hanya memilih satu cara dan target utamanya hanya terhadap nematoda
yang dikendalikan dan kurang memperhatikan akibatnya terhadap keseluruhan
ekosistem pertanian.
Dalam pengelolaan nematoda berkelanjutan, hal penting yang perlu dilakukan
adalah monitoring komponen biologi dan lingkungan secara teratur termasuk di
dalamnya adalah populasi dan musuh alaminya (Munif, 2003). Penggunaan benih dan
bibit yang baik dan bebas dari nematoda merupakan langkah awal dalam kegiatan
budidaya tanaman. Hal ini mengingat umumnya masuknya nematoda ke suatu areal
pertanaman terjadi karena nematoda terbawa bersama benih. Oleh karena itu perlu
dilakukan seleksi benih atau bibit dan hanya menanam benih dan bibit yang bebas
dari kontaminasi nematoda parasit (Munif, 2003).
Bioekologi

nematoda

parasit

P.

coffeae

sangat

komplek

maka

pengendaliannya lebih sulit dan tentunya lebih mahal dari jenis jenis hama lainnya.
Oleh karena itu pengelolaan nematoda parasit P. coffeae hendaknya tetap bertitik
tolak pada pengendalian hama terpadu. Pengendalian hama terpadu merupakan suatu
ekologi terapan yaitu usaha-usaha pengendalian didasarkan atas azas-azas modifikasi
lingkungan pertanian.

Pengendalian nematoda

yang dianjurkan secara umum

antara

lain

menggunakan bahan organik, perlakuan pertanaman antagonistik, penanaman batang
bawah yang toleran dan nematisida sebagai alternatif terakhir. Menurut Wiryadiputra
(1990) upaya pengendalian nematoda parasit pada dasarnya bertujuan untuk

mencegah masuknya nematoda ke dalam area yang masih bebas, menekan populasi
sampai dengan tingkat yang tidak merugikan, mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan atau mengkombinasikan cara-cara tersebut, menjadi satu paket
pengendalian yang ekonomis, ekologis serta mudah diterima oleh petani. Cara-cara
pengendalian yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut:
2.2.7.1. Benih/bibit yang sehat
Kopi Arabika dianjurkan ditanam di atas ketinggian 700 m dpl. Ketinggian
700 m dpl merupakan batas ketinggian minimum yang masih dapat menghasilkan biji
kopi bermutu baik. Menemukan dan mengidentifikasi awal khususnya di pembibitan
sebelum bibit dipindah ke kebun, jika bibit terserang berat, sebaiknya bibit
dibinasakan (Wiryadiputra dan Atmawinata, 1998).
2.2.7.2. Jenis Kultivar dan Varietas Tahan
Jenis kultivar tertentu yang ditanam juga berpengaruh terhadap perkembangan
nematoda parasit. Kultivar yang resisten akan dapat menekan perkembangan
nematoda parasit tumbuhan, sedangkan pemilihan kultivar yang rentan akan
mendorong perkembangan nematoda dan mikroorganisma lainnya yang ada di dalam
tanah (Munif, 2003).
Upaya mendapatkan varietas kopi Arabika tahan/toleran serangan nematoda
ditempuh dengan introduksi beberapa genotipe kopi arabika dan robusta yang diduga
memiliki gen ketahanan. Penelitan penentuan tingkat ketahanan didasarkan pada
reproduksi nematoda, yaitu dengan membandingkan reproduksi nematoda pada
tanaman yang rentan serangan. Hasil penelitian pada fase bibit menunjukkan bahwa

sebagian besar genotipe yang diuji memiliki tingkat ketahanan yang rendah terhadap
P. coffeae. Hasil beberapa penelitian secara umum menyimpulkan, upaya

pengendalian nematoda parasit dengan menggunakan varietas kopi arabika yang
tahan/toleran pada saat ini belum dapat dilakukan karena tidak adanya varietas kopi
arabika yang tahan/toleran.
Penanaman jenis resisten secara ekonomi dan ekologi sangat menguntungkan
(Munif, 2003). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah berhasil menemukan
anjuran klon kopi Robusta BP 308 tahan nematoda yang telah diuji di berbagai
daerah endemik serangan nematoda dengan hasil yang memuaskan. Selain tahan
serangan nematoda parasit, klon BP 308 juga tahan kekeringan. Untuk
mempertahankan sifat tahan serangan nematoda kopi Robusta klon BP 308 harus
diperbanyak secara klonal karena sebagai induk maupun penyerbuk mewariskan sifat
tahan hanya sebesar 40-60%. Klon ini memiliki produktivitas 1.200 kg kopi
pasar/ha/tahun. Kopi Robusta Klon BP 308 dianjurkan digunakan sebagai batang
bawah untuk penyambungan dengan batang atas klon-klon anjuran kopi Robusta
sesuai agroklimat setempat atau varietas anjuran kopi Arabika. Klon BP 308 dilepas
oleh Menteri Pertanian dengan SK No. 65/Kpts/SR.120/I/2004. Adapun klon-klon
Robusta yang dianjurkan adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP 358, Bp 409, dan SA
237. Enam klon lain yang baru dilepas adalah BP 436, BP 534, BP 920, BP936, BP
939 dan SA 203. Varietas anjuran kopi Arabika yaitu Abesinia 3, S 795, USDA 762,
Kartika 1, Kartika 2, dan Andungsari 1 (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,
2007).

2.2.7.3. Rotasi Tanaman
Rotasi tanaman dimasudkan untuk mengurangi kepadatan populasi nematoda
di dalam tanah yang sudah terinfestasi. Rotasi tanaman dilakukan dengan menanam
jenis tanaman yang bukan termasuk inang dari patogen tersebut. Penanaman dengan
tanaman bukan inang diharapkan akan memutus atau setidaknya mengganggu siklus
hidup nematoda. Peningkatan populasi nematoda dalam tanah banyak dipengaruhi
oleh penanaman tanaman inang yang sama secara terus menerus (Munif, 2003).
Melakukan rotasi tanaman dengan bukan tanaman inang yaitu koro benguk (Mucuna
sp.), kakao lindak dan tebu

2.2.7.4. Tanaman perangkap (Trap cropping)
Penanaman tanaman perangkap pada lahan yang sudah terinfestasi nematoda
akan sangat bermanfaat untuk mengurangi kepadatan populasinya. Metode
pengendalian ini telah berhasil digunakan untuk mengurangi populasi nematoda sista
pada kentang.

2.2.7.5. Solarisasi tanah
Solarisasi dengan menggunakan plastik gelap maupun terang adalah upaya
untuk meningkatkan suhu tanah pada level tertentu sehingga dapat menekan populasi
nematoda maupun patogen tanah. Mekanisme penekanannya dapat secara langsung
dengan terbunuhnya propagul patogen atau nematoda akibat peningkatan suhu karena
proses penutupan tanah dengan plastik dalam jangka waktu tertentu, maupun secara

tidak langsung dengan aktifnya berbagai perkembangan populasi nematoda. Pengaruh
secara tidak langsung dari penanaman suatu jenis kultivar terhadap perkembangan
nematoda adalah pengaruh eksudat akar yang dihasilkan oleh tanaman yang
berpengaruh terhadap mikroorganisma antagonis dalam tanah karena proses solarisasi
tersebut (Munif, 2003).

2.2.7.6. Penggenangan Tanah
Penggenangan tanah yang terinfestasi selama beberapa bulan dapat
mengurangi populasi nematoda. Penggenangan telah terbukti menurunkan populasi
nematoda. Penggenangan Meloidogyne pada pertanaman telah terbukti secara
signifikan menurunkan populasi. Cara ini juga telah digunakan untuk mengurangi
serangan nematoda Radopholus similis yang menyerang tanaman pisang di Amerika
Tengah dan Selatan (Munif, 2003).

2.2.7.7. Nematisida Nabati, Tanaman Paitan (Tithonia tagetiflora).
Tanaman Paitan (Tithonia tagetiflora ) merupakan salah satu jenis tanaman
yang memiliki potensi sebagai bahan nematisida botani. Arsadja dkk., (1996)
menyatakan bahwa peningkatan penggunaan dosis ekstrak daun paitan cenderung
memberikan nilai penurunan populasi P. coffeae lebih baik dalam tanah. Tanaman
Paitan adalah tanaman perdu berbatang tegak setinggi 1-3 meter, batang bulat,
berangsur meruncing hingga pada pangkal. Bunga berbentuk cakram sangat banyak
dan berwarna kuning. Tanaman ini biasanya dimanfaatkan sebagai tanaman pagar

karena sifatnya yang tahan pangkas tapi ada juga yang dimanfaatnya sebagai tanaman
hias (Soergowinoto, 1975).
Tanaman Paitan berasal dari Meksixo., dengan nama umumnya Marygold,
dan di Jawa dikenal dengan nama Kembang Bulan atau Paitan. Di Bali populasi
tanaman ini cukup banyak, terutama ditemukan didaerah Sukasada, Banjar
Busungbiu, Pupuan, Baturiti dan Kintamani. Masyarakat di daerah tersebut
mengenalnya dengan nama sungenge
.
2.2.7.8. Penyiangan.
Penyiangan

cara

mekanis

dilakukan

dengan

cara

mencabut

serta

membersihkan kotoran-kotoran maupun gulma yang tumbuh diantara tanaman kopi
(Anonimus, 1994). Tujuan penyiangan adalah menghilangkan tanaman yang dapat
menjadi inang sementara nematoda karena gulma dapat mengurangi penyerapan
unsur-unsur hara bagi tanaman pokok serta dapat menurunkan produksi buah kopi.
Radius yang dapat bebas gulma lebih kurang setengah meter dari penanaman kopi.

2.2.7.9. Rajangan Tanaman.
Rajangan tanaman digunakan untuk menutup tanah atau mulsa yang berfungsi
untuk mengurangi penguapan di dalam tanah, mengatur kelembaban di dalam tanah.
Beberapa tanaman yang telah rusak dapat digunakan seperti rumput-rumputan, semak
atau jerami yang diberikan dengan menumpuknya di sekitar tanaman. Pengaruh yang
didapat dari perlakuan mulsa adalah tidak langsung yaitu dapat memelihara

pertumbuhan bahan organik dari nematoda saprofit (Pelodera

cylindrica,

Diploscapter coronata ), nematoda predator (Prionchulus punctatus, Mononcush
aquaticus), jamur perangkap nematoda (Arthrobotrys,Dactylaria ) dan musuh alami

bakteri (Pasteuria penetrans) jamur (Dactylella oviparasitica ) yang dapat menekan
jumlah populasi nematoda parasit tanaman (Gerald, 1991; Graham, 1991).

2.2.7.10. Tanaman Antagonis, Kenikir (Tagetes spp.)
a. Tanaman Kenikir berasal dari Meksiko sebagai tanaman hias di kebun
dan halaman rumah. Tanaman tersebut berbentuk herba berbatang
tegak, memiliki cabang tak begitu lebar, tingginya 0,5-1.3 meter.
Pertumbuhan daun yang sangat jarang dan memiliki daun yang
berbentuk menyirip gasal. Bunganya berbentuk cakram banyak,
berwarna oranye cerah atau kuning muda dan berbau tidak enak
(Steenis, 1987).

b. Tanaman Kenikir (Tagetes spp.) merupakan salah satu jenis tanaman
yang bersifat antagonis terhadap nematoda Pratylenchus spp. dan
dapat menurunkan populasi nematoda dalam jumlah yang besar,
karena diduga memiliki kandungan senyawa kimia yang dapat
menekan populasi nematoda (Dropkin, 1991).

c. Menurut Wiryadiputra (1987), tanaman Kenikir dapat menghasilkan
senyawa yang dikeluarkan melalui eksudat akar yang dapat meracuni
nematoda. Efektifitas tanaman kenikir adalah karena mengandung dua
jenis senyawa nematisidal yang tergolong senyawa Thiopenic.
Senyawa tersebut dapat memacu produksi radikal oksigen sehingga
menghambat laju metabolisma nematoda. Dengan tumbuhnya Tagetes
spp. pada pertanaman/kebun, populasi Pratylenchus dapat ditekan
sampai 90%, efek yang diperlihatkan seperti nematisida.

2.2.7.11. Pupuk Kandang (Bahan Organik).
a. Pupuk Kandang adalah pupuk yang didapat dari kotoran ternak baik
dalam bentuk padat (tinja) maupun dalam bentuk cairan (Urine atau air
kencing). Menurut Suriatna (1992) pupuk kandang ini bermacammacam, karena ternak yang dipelihara petani juga beragam jenisnya.
b. Fungsi dari pupuk kandang yaitu untuk menambah kesuburan tanah,
memperbaiki sifat fisik tanah dan memperbaiki kehidupan jasad-jasad
renik yang hidup di dalam tanah. Susunan dari pupuk kandang
tergantung dari jenis hewan, mutu makanan, jenis makanan, dan cara
penyimpanannya. Menurut Wiryadiputra dkk. (1987) bahan organik
seperti pupuk kandang, kulit kopi dan abu sekam padi dapat menekan
populasi nematoda parasit dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

c. Pupuk kandang yang dipergunakan terbagi menjadi dua golongan yaitu
Pupuk Dingin dan Pupuk Panas. Pupuk Dingin adalah pupuk kandang
yang penguraiannya oleh jasad renik berlangsung secara perlahan
sehingga tidak terbentuk panas. Sedangkan Pupuk Panas adalah pupuk
kandang yang penguraiannya oleh jasad renik yang berlangsung secara
cepat sehingga terbentuk panas. Pupuk kandang yang paling banyak
digunakan adalah pupuk kandang sapi.
d.. Efektifitas bahan organik untuk mengendalikan nematoda parasit
tanaman telah banyak terbukti dimana mekanisme penekanan populasi
nematoda oleh bahan organik disebabkan oleh: meningkatnya jumlah
jenis predator yang mamakan parasit nematoda, hasil penguraian
bahan organik secara langsung bersifat meracuni terhadap nematoda
parasit, meningkatkan jumlah jamur yang dapat membunuh nematoda
dan terjadinya perubahan pH, suhu dan status oksigen atau nitrogen
dalam tanah sehingga mengakibatkan keadaan yang tidak sesuai bagi
aktifitas

nematoda.

Berbagai

jenis

bahan

organik

diketahui

berpengaruh negatif terhadap perkembangan nematoda parasit
tanaman. Menurut Wiryadiputra dkk. (1987) dari pusat penelitian kopi
dan kakao Jember, kulit kopi (pulp) dan pupuk kandang terbukti cukup
efektif dalam menekan populasi nematoda parasit di pembibitan kopi.
e. Hasil penelitian terakhir mengenai pengaruh pupuk kandang dalam
pengendalian P. coffeae pada kopi Arabika jenis Kartika menunjukkan

bahwa bahan organik tersebut dengan dosis 15 kg/pohon/tahun sangat
efektif dalam menekan populasi P. coffeae dan memperbaiki
pertumbuhan tanaman. Keefektifan perlakuan pupuk kandang dengan
dosis tersebut dalam menekan nematoda P. coffeae tidak berbeda
nyata dengan perlakuan nematisida berbahan aktif Oksamil, bahkan
menyebabkan pertumbuhan yang lebih baik.
f.. Berbagai jenis bahan organik seperti kompos, pupuk kandang dari
kotoran ayam dan bahan organik lainnya telah dilaporkan dapat
mengurangi serangan nematoda parasit. Penambahan bahan organik ke
dalam tanah selain dapat meningkatkan kualitas kesehatan tanah dan
kesuburan

tanaman,

juga

dapat

merangsang

perkembangan

mikroorganisma antagonis. Beberapa senyawa yang diproduksi oleh
berbagai bahan organik di dalam tanah juga dilaporkan dapat
meningkatkan populasi nematoda predator (Munif, 2003). Penggunaan
bahan organik (kotoran ayam, sapi, kambing, sekam padi, serbuk
gergaji atau tepung biji mimba) dapat mengurangi populasi nematoda
M. incognita dan P. brachyurus. Pemupukan bahan organik dilakukan

bertujuan memperbaiki struktur tanah sehingga tanaman dapat tumbuh
subur. Tanaman yang sehat dan kuat lebih tahan terhadap serangan
hama dan penyakit. Di dalam pupuk oganik terutama pupuk
kandang/kompos banyak berkembang mikroorganisma yang dapat
berperan sebagai musuh alami nematoda, misalnya jamur perangkap

seperti pada nilam, dan efektivitasnya hampir sama dengan nematisida
carbofuran 3% (Mustika dan Nuryani, 2006).

g. Menurut Puslit Kopi dan Kakao Indonesia, pemberian pupuk
kandang (kotoran sapi 1-2 kg/tanaman dapat dilakukan sebelum tanam
dengan

tujuan

untuk

meningkatkan

produksi

mikroorganisma

antagonis (musuh alami) nematoda pada tanaman nilam, Arthrobotrys
oligospora , yang bersifat sebagai jamur perangkap nematoda (sticky

network). Pemberian pupuk kandang 15 kg/pohon pada kopi Arabika
„Kartika‟ ternyata dapat menekan populasi P. coffeae. Penggunaan
bahan organik (kotoran ayam, sapi, kambing, sekam padi, serbuk
gergaji atau tepung biji mimba) dapat mengurangi populasi nematoda
setingkat

dengan

pemakaian

nematisida

(Wiryadiputra

dan

Atmawinata, 1998).
Upaya mendapatkan varietas kopi Arabika tahan/toleran terhadap serangan
nematoda ditempuh dengan introduksi beberapa genotipe kopi arabika dan
robusta yang diduga memiliki gen ketahanan. Penelitan penentuan tingkat
ketahanan didasarkan pada reproduksi nematoda, yaitu dengan membandingkan
reproduksi nematoda pada tanaman yang rentan serangan. Hasil penelitian pada
fase bibit menunjukkan bahwa sebagian besar genotipe yang diuji memiliki
tingkat ketahanan yang rendah terhadap P. coffeae. Hasil beberapa penelitian
secara umum menyimpulkan, upaya pengendalian nematoda parasit dengan

menggunakan varietas kopi arabika yang tahan/toleran pada saat ini belum dapat
dilakukan karena tidak adanya varietas kopi arabika yang tahan/toleran.

M. incognita dan P. brachyurus pada nilam, dan efektivitasnya hampir

sama dengan nematisida carbofuran 3% (Mustika dan Nuryani, 2006).
Penggunaan bahan organik merupakan dasar dalam pengendalian
nematoda

secara

hayati,

karena

bahan

organik

dapat

memacu

perkembangan mikroorganisma antagonis dalam tanah seperti jamur,
bakteri, dan nematoda predator. Penggunaan pupuk NPK, dolomit, dan
mulsa daun akar wangi pada lahan yang terinfeksi nematoda di Jawa Barat
mampu menghasilkan terna basah (bagian daun dan ranting) sekitar 11,44
ton/ha, sedangkan bila tanpa mulsa hasilnya hanya 9,75 ton/ha. Selain
berfungsi

sebagai

bahan

organik,

mulsa

juga

berperan

dalam

mempertahankan kelembaban tanah. Hasil pelapukan bahan organik
bersifat

racun

perkembangbiakan

terhadap
dan

nematoda

aktivitas

serta

mampu

mikroorganisma

memacu

antagonis

yang

merupakan musuh alami nematoda seperti jamur, bakteri, dan antagonis
lainnya.

2.2.7.12. Nematisida Kimiawi (Carbofuran)
a. Carbofuran merupakan insektisida yang berbentuk butiran
(Granular) yang sifatnya sistemik yang diaplikasikan kedalam tanah

untuk membasmi jasad pengganggu yang terdapat dipermukaan atau di
dalam tanah. Formulasi butiran memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan formulasi lainnya diantaranya yaitu dapat
langsung digunakan, tidak perlu dilarutkan terlebih dahulu, dapat
mengurangi kesalahan pada waktu mencampur dan dapat digunakan
dari udara karena cukup berat dan susah ditiup angin (Sudarmo, 1988).

b. Insektisida ini tergolong karbamat dengan rumus kimia 2,3-dehidro
2,2-dimetyl-7-benzofuranil

metyl

carbamat.

Senyawa

tersebut

disamping digunakan sebagai senyawa insektisida juga digunakan
sebagai akarisida dan nematisida. Carbofuran berwujud kristal putih
yang membangun rumus C12 H15 NO3. Carbofuran memiliki nama
dagang Furadan dan Curater. Formulasi Carbofuran adalah 2,3,5,10%
bahan aktif dalam bentuk granular, 4% bahan aktif dalam bentuk cair
dan 75% bahan aktif dalam bentuk tepung. Penggunaan nematisida
Dazoment

dan

Methansodium

di

pembibitan

serta

Oksamil,

Carbofuran, Etoprofos dan Kadusafos di lapangan.

c. Penggunaan bahan kimia terutama pestisida merupakan cara yang
paling banyak digunakan oleh praktisi dalam pengendalian nematoda.
Penggunaan bahan kimia dapat langsung diaplikasikan ke tanah sebelum
tanam, maupun digunakan untuk perlakuan benih atau bibit sebelum
tanam. Pestisida yang banyak digunakan adalah dari kelompok fumigan.

Penggunaan nematisida fumigan terbukti telah menurunkan populasi
nematoda secara signifikan. Aplikasi nematisida dalam pengendalian
nematoda harus tetap mempertimbangkan aspek ekonomi dan ekologi
(Munif, 2003). Sebaiknya digunakan nematisida yang bersifat sistemik.
Pengendalian secara kimia digunakan antara lain dengan pemberian
nematisida berbahan aktif curater seperti Furadan 3G dengan dosis 3-5
gram/tanaman atau sesuai dosis anjuran (Wiryadiputra dan Atmawinata,
1998).

2.2.7.13. Pengendalian secara Biologi
a. Beberapa contoh agen pengendali yang sudah teruji seperti bakteri
parasit. Pengendalian secara biologi Pasteuria penetrans, maupun
bakteri saprofit yang berasal dari rizosfer seperti Bacillus subtilis,
Pasteuria fluorescens, Agrobacterium radiobacter . Demikian juga

agen pengendali dari kelompok cendawan seperti Paecilomyces
lilacinus, Arthrobotrys oligospora, Dactilella . Hasil percobaan Irfan

(2006), menunjukkan bahwa jamur sp. (Munif, 2003). A. oligospora
umur 15 dan 30 hari yang diinokulasikan dengan 600 ekor nematoda
R. similis dapat memberikan penekanan terhadap populasi R. similis

pada tanaman kopi. Sedangkan 3 taraf dosis jamur A. oligospora (16,
24 dan 32 gram) yang diinokulasikan tidak berpengaruh terhadap
populasi nematoda R. similis.

III. KESIMPULAN
2. Berdasarkan kajian referensi tersebut di atas, dapat disimpulkan hal - hal
sebagai berikut:
3. Semua paket perlakuan PHT yang diaplikasikan mampu menekan populasi
nematoda P. coffeae. Paket PHT ekstrak daun Paitan ditambah Carbofuran
ditambah pupuk organik merupakan paket atau perlakuan yang memiliki daya
tekan terhadap populasi nematoda P. coffeae paling tinggi dan tingkat
kerusakan tanaman paling rendah dibandingkan dengan paket PHT lainnya.
4. Nematode P. coffeae di daerah perakaran tanaman kopi tersebut ditemukan
juga parasit lain seperti jenis Rotylenchus, Holicotylenchus sp, Xiphinema sp,
Meloidogyne sp, Rodopholus sp, dan Criconomoides sp tetapi dalam jumlah

yang relatif sedikit.
5. Pengendalian P. coffeae pada kebun kopi dapat digunakan pengendalian
dengan paket ECO (ekstrak daun Paitan ditambah Carbofuran ditambah
pupuk organik), karena secara teknis dapat menekan populasi nematoda P.
coffeae.

DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 148 hal.
Agrios, G.N. 1979. Plant Pathology. Academic Press. New York. 625 p.
Anonimus. 1986. Buku Kegiatan Teknik Operasional Budidaya I (kopi). Dirjenbun.
Direktorat Bina Produksi. Jakarta 97 hal.
Anonimus, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Anonimus. 1992. Kopi. Depertemen Pertanian Direktorat Perkebunan. Jakarta 37 hal.
Anonimus. 1994. Teknik Budidaya Kopi Arabika Rakyat. Dirjenbun. Direktorat Bina
Produksi. Jakarta 44 hal.
Anonimus. 1995. Buku Operasional Pengendalian Hama Terpadu (BO-PHT)
Nematoda Luka Akar pada Kopi (Pratylenchus coffeae) Dirjenbun. Direktorat
Bina Dirjenbun. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. 19 hal.
Anonimus. 1996. Penanaman Kopi Arabika pada Ketinggian Menengah. Lembaran
Informasi Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Denpasar no. 17/BUN/MS/2500/Februari/1996.
Arsadja, N.; K. Jinantra; dan M. Sudarta. 1996. Uji Lapang Pengendalian Nematoda
Luka Akar (Pratylenchus coffeae Zimm)Pada Tanaman Kopi Arabika Secara
Terpadu. Proseding Seminar Hasil-Hasil Uji Coba UPT Lab/Perlintan Dinas
Perkebunan Dati I Bali. 4 Maret 1996. Denpasar. 11 hal.
Dropkin, V.H. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Diterjemahkan Oleh
Supratoyo. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Edisi Kedua. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta 336 hal.
Dropkin, V. H. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gadjah Mada University.
Yogyakarta.
Gerald Thorne. 1961. Principles Of Nematology. New York. London. 511 p.
Graham R. Striling. 1991. Biological Control Of Plant Parasitic Nematodes.
Redwood Press Ltd. Melksham. 233p.

Irfan. 2006. Pengaruh Umur Biakan dan Dosis Biakan Jamur Arthrobotrys oligospora
Fresenius terhadap Populasi Nematoda Pelubang Akar (Radopholus similis
Cobb.) pada Tanaman Kopi.
Inserra, R. N., L. W. Duncan, D. Dunn, D. Kaplan, and D. Porazinska. 1998.
Pratylenchus pseudocoffeae from Florida and its relationship with P.
gutierrezi and P. coffeae. Nematologica 44:683-712.
Kopi Tahan Nematoda Klon BP 308 dan Perbanyakannya. Leaflet Puslit Kopi dan
Kakao Indonesia. Jl. Pb. Sudirman 90, Jember. Jawa Timur.
Munif, A. 2003. Prinsip-prinsip Pengelolaan Nematoda Parasit Tumbuhan Di
Lapangan. Makalah pada ”Pelatihan Identifikasi dan Pengelolaan Nematoda
Parasit Utama Tumbuhan”. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu
(PKPHT)-HPT, Institut Pertanian Bogor, 26-29 Agustus 2009.10 h.
Mustika, I. dan Y. Nuryani. 2003. Penyakit-penyakit Utama Tanaman yang
Disebabkan Oleh Nematoda. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Makalah pada ”Pelatihan Identifikasi dan Pengelolaan Nematoda Parasit
Utama Tumbuhan”. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu (PKPHT)HPT, Institut Pertanian Bogor, 26-29 Agustus 2009. 34 hal.
Mustika, I. dan Y. Nuryani. 2006. Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Pada
Tanaman Nilam. Balai Penelitian Rempah dan Obat Bogor. Jurnal Litbang
Pertanian, 25(1). 2006. hal. 7-15.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2007. Klon-klon Unggul Kopi Robusta
dan Beberapa Pilihan Komposisi Klon Berdasarkan Kondisi Lingkungan.
Leaflet Puslit Kopi dan Kakao Indonesia. Jl. Pb. Sudirman 90, Jember. Jawa
Timur. 54 | Nematoda Parasit Tanaman – ISBN 978 - 979 - 3100 - 9 6 - 8
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2007.
Sastrosuwignyo, S. 1986. Diktat Pengantar Nematologi Tumbuhan. Jurusan Hama
dan Penyakit Tumbuhan. IPB. Bogor. 187 hal.
Sastrahidayat. I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.
Soergowinoto, M. 1975.
Yogyakarta. 98 hal.

Flora. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada.

Steenis, Van. 1987. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. 495 hal.
Sudarmo, S.1988. Pestisida Tanaman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 85 hal.

Suriatna, S. 1992. Pupuk dan Pemupukan. Penerbit PT. Melon Putra. Jakarta. 64 hal.
Whitehead, A. G. 1998. Plant Nematode Control. CAB International. Cambridge
University Press. UK .
Williams, T. D. dan J. Bridge. 1983 Plant Pathologist‟s Pocketbook Second Edition.
Commonwealth Agriculture Bureaux. The Canbrian News Ltd, Queen Street,
Aberystwyth, wales. Halaman 225-249.
Wiryadiputra, S. dan O. Atmawinata. 1998. Kopi (Coffea spp.). Dalam: Pedoman
Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Perkebunan. Puslitbang Tanaman
Industri Badan Litbang Pertanian. Deptan. Hal. 53-59.

Dokumen yang terkait

Hubungan KetinggianTempat, Kemiring Lereng Terhadap Produksi Kopi Arabika Sigarar Utang Pada Bebagai Jenis Tanah di Kecamatan Lintong Nihuta

1 34 94

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi Ateng Arabika (Cofeea arabicaL.) di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

2 44 64

Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica ) (Studi Kasus Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

51 259 152

Uji Suhu Penyangraian Pada Alat Penyangrai Kopi Mekanis Tipe Rotari Terhadap Mutu Kopi Arabika (Coffea arabica)

2 64 65

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi Arabika ( Coffea arabica ) di Dusun Paman Similir Desa Telagah Kecamatan Sel Bingei Kabupaten Langkat

1 52 58

Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi

31 181 77

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica) dan Strawberi (Fragaria vesca Linn.) di Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun

2 50 94

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffee sp.), Kentang (Solanum tuberosum L.), dan Kubis (Brassica oleraceae L.), Jeruk (Citrus sp.) di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

0 40 116

Analisis Kerusakan Tanaman Kopi Akibat Serangan Hama Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Pada Pertanaman Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara

5 35 84

Potensi Bakteri Endofit Asal Tanaman Kopi Untuk Pengendalian Nematoda Luka Akar Pratylenchus Coffeae (Zimmermann) Filipjev & Schuurmans Stekhoven Dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman

3 32 69