KARAKTERISASI KEAUSAN KAMPAS REM BERBASIS HYBRID KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISC.
iii
SKRIPSI
KARAKTERISASI KEAUSAN KAMPAS REM BERBASIS
HYBRID
KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE
PIN ON
DISC
Oleh :
ENDEN PERDANA CANDRA SETIAWAN
NIM : 1104305023
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
(2)
(3)
(4)
(5)
vii
KARAKTERISASI KEAUSAN KAMPAS REM BERBASIS HYBRID KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISC Oleh : Enden Perdana Candra Setiawan
Dosen Pembimbing : I Dewa Gede Ary Subagia,ST., MT., Ph.D. : Dr. I Made Parwata ST., MT.
ABSTRAK
Kampas rem merupakan salah satu komponen dari kendaraan bermotor yang berfungsi untuk mengurangi dan menghentikan laju kendaraan. Pada penelitian ini pembuatan hibrid kampas rem dengan variasi fraksi berat penguat (serbuk basalt/ serbuk cangkang kerang/ serbuk aluminium) bertujuan untuk meneliti karakteristik keausan kampas rem dengan perekat phenolic resin dibandingkan dengan kampas asbeston.
Proses pembuatan kampas rem diawali dengan persiapan bahan yang akan digunakan yaitu serbuk basalt, serbuk cangkang kerang, serbuk aluminium, dan phenolic resin. Setelah itu bahan kampas rem dicampur sesuai komposisi. Selanjutnya di sintering casting dengan gaya 3 ton, suhu 1600C selama 30 menit pada kecepatan 120 rpm. Pengujian spesimen yang dilakukan adalah uji gesek dengan standar ASTM G 99 – 95a lalu dihitung keausan dan koefisien geseknya
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa ketahanan aus pada pengujian gesek tingkat ketahanan aus kampas hibrid komposit masih lebih baik dibandingkan kampas rem asbeston. Untuk pengujian gesek kampas rem hibrid komposit memiliki ketahanan aus yang rendah dibandingkan kampas rem asbeston sebesar 0,000071 g/m (HK1), 0,00007 g/m (HK2), 0,00008 g/m (HK3), 0,00009 g/m (HK4 dan HK5), untuk asbeston sebesar 0,00011 g/m. Koefisien gesek pada pengujian gesek disemua variasi hibrid komposit memiliki koefisien gesek yang lebih besar dari kampas rem asbeston. Untuk hasil dari foto SEM kampas rem hibrid ikatan antar partikel material cukup baik, tapi masih terdapat crack-crack yang terjadi pada saat proses casting.
(6)
viii
CHARACTERIZATION WEAR THE BRAKE PADS BASED COMPOSITE HYBRID USING THE PIN ON DISC
Author : Enden Perdana Candra Setiawan
Guidance : I Dewa Gede Ary Subagia,ST., MT., Ph.D. : Dr. I Made Parwata ST., MT.
Abstract
Brake pads is one component of a motor vehicle that serves to reduce and stop the vehicle. In this research, the manufacture of the hybrid brake pads with the weight fraction variation amplifier (basalt powder / shells powder / aluminum powder) aimed to investigate brake pads wear characteristics with phenolic resin adhesive compared to brake pads asbeston
The process of making the brake pads begins with the preparation of materials to be used are basalt powder, shell powder, aluminum powder, and phenolic resin. After the ingredients are mixed according to the composition of brake pads. Furthermore, in sintering casting by force of 3 tons, the temperature of 1600 C for 30 minutes. The test specimens do is wear test to ASTM G 99 - 95a and then calculated the wear and wear coefficient .
From the research results show that the wear resistance at the level of the frictional testing hybrid composite brake pad wear resistance is still better than the brake asbeston. For testing hybrid composite friction brake pads wear resistance lower than the brake asbeston amounted to 0.000071 g / m (HK1), 0.00007 g / m (HK2), 0.00008 g / m (HK3), 0.00009 g / m (HK4 and HK5), for asbeston of 0.00011 g / m . The coefficient of friction on the friction testing in all variations of hybrid composite has a greater coefficient of friction of the brake pads asbeston. For results from SEM images of hybrid bonds between the brake pads material particles is quite good, but there are cracks that occur during the process of casting.
(7)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Keausan Kampas Rem Berbasis Hybrid Komposit Menggunakan Metode Pin On Disc” .
Dalam Penulisan skripsi ini penulis tidak sedikit mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr.Ir. I Ketut Gede Sugita,MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.
2. Bapak I Dewa Gede Ary Subagia, ST., MT., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan proposal ini.
3. Bapak Dr. I Made Parwata, ST.,MT., selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan proposal ini.
4. Bapak Prof. Ngakan Putu Gede Suardana, MT., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Semua tim penguji pada ujian skripsi ini.
6. Bapak/Ibu dosen serta staf pegawai Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.
7. Semua pihak dan kawan-kawan Jurusan Teknik Mesin yang telah membantu dalam
penyelesaian proposal.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentu jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan referensi yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penulis mohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan skripsi ini.
Bukit Jimbaran,22 Februari 2016
(8)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II DASAR TEORI ... 4
2.1 Sistem Rem ... 4
2.1.1 Macam – Macam bentuk Rem ... 5
2.1.2 Cara Kerja Sistem Rem dan Komponennya ... 6
2.2 Kampas Rem ... 7
2.3 Komposit ... 8
2.3.1 Jenis Material penguat Komposit ... 8
2.4 Hybrid Komposit ... 9
2.5 Polimer ... 9
2.5.1 Pembagian Polimer Berdasarkan Strukturnya ... 9
2.6 Basalt ... 10
2.7 Serbuk Cangkang Kerang ... 12
2.8 Aluminium ... 13
2.9 Resin Epoxy ... 13
2.10 Teknik Pembuatan Komposit ... 14
(9)
xi
2.12 Analisa ... 15
2.12.1 Scanning Electronik Microscope (SEM) ... 15
2.12.2 Uji Keausan ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20
3.1 Kerangka Penelitian ... 20
3.2 Diagram Alir Penelitian ... 20
3.3 Bahan Penelitian ... 21
3.3.1 Pembahasan gambar bahan ... 22
3.4 Penentuan dan Pemilihan Variasi Hybrid Komposit ... 23
3.5 Proses Pembuatan Spesimen Uji ... 24
3.5.1 Dimensi Spesimen Uji ... 28
3.6 Proses Pengujian Spesimen ... 29
3.6.1 Wear Test ... 29
3.6.1.1 Proses Penimbangan ... 31
3.6.2 SEM ... 33
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1 Pengamatan Ikatan Antar Partikel dengan SEM ... 35
4.1.1 Pembahasan Gambar Uji SEM ... 36
4.1.2 Pengamatan Ikatan Partikel pada asbestos ... 38
4.1.2.1 Pembahasan Gambar pada asbestos ... 39
4.2 Hasil Uji Keausan ... 40
4.2.1 Grafik dan Diagram Hasil Uji ... 41
4.2.2 Hasil Penyebaran Panas Wear Test ... 44
4.2.2.1 Pembahasan Penyebaran Panas ... 44
BAB V PENUTUP ... 46
5.1 Kesimpulan ... 46
5.2 Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN
(10)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prinsip dari Rem ... 4
Gambar 2.2 Rem Tromol/Drum ... 5
Gambar 2.3 Rem Cakram/Disc ... 6
Gambar 2.4 Polimer berdasarkan Susunan Rantai ... 10
Gambar 2.5 Bahan Baku Basalt ... 11
Gambar 2.6 Scanning Electronik Microscope (SEM) ... 15
Gambar 2.7 Keausan Metode Adhesive ... 16
Gambar 2.8 Keausan metode Abrasif ... 17
Gambar 2.9 Keausan Metode Oksidasi ... 17
Gambar 2.10 Keausan Metode Erosi ... 18
Gambar 2.11 Gaya Gesek ... 18
Gambar 2.12 Alat Uji Keausan ... 19
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 21
Gambar 3.2 Bahan Penelitian ... 22
Gambar 3.3 Proses Penimbangan ... 25
Gambar 3.4 Proses Pencetakan ... 26
Gambar 3.5 Proses Pemotongan ... 27
Gambar 3.6 Dimensi Spesimen Uji ... 28
Gambar 3.7 Wear Test ... 30
Gambar 3.8 Proses Penimbangan Massa ... 32
Gambar 3.9 Free Body Diagram ... 32
Gambar 3.10 Proses SEM ... 34
Gambar 4.1 Foto SEM untuk Komposit ... 35
Gambar 4.2 Grafik Kandungan Unsur Kimia Kerang ... 36
Gambar 4.3 Grafik Kandungan Unsur Kimia Al ... 37
Gambar 4.4 Foto SEM untuk Asbes ... 38
Gambar 4.5 Grafik Kandungan Unsur Kimia asbes ... 39
Gambar 4.6 Diagram Karateristik Keausan ... 41
Gambar 4.7 Diagram Perbandingan Nilai Keausan ... 42
Gambar 4.8 Diagram Perbandingan Koefisien ... 43
(11)
xiii
DAFTAR TABEL
Table 2.1 Sifat – sifat Fisik Serbuk Basalt ... 12
Table 2.2 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang ... 13
Table 3.1 Hybrid Variasi Komposit ... 23
Table 3.2 Pengkodean Spesimen ... 23
Table 3.3 Flow Proses Chart ... 24
Table 4.1 Hasil EDS pada Kerang ... 36
Table 4.2 Hasil EDS pada Al ... 37
Table 4.3 Hasil EDS pada Asbes Hasil EDS pada Kerang ... 39
Table 4.4 Hasil Uji Karakteristik Spesimen ... 40
(12)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otomotif atau kendaraan bermotor adalah teknologi yang terus berkembang pada saat ini. Di mana perkembangan itu diaplikasikan ke dalam segala aspek pada kendaraan, guna menunjang kepuasan si pengendara. Kecepatan kendaraan yang juga berkembang semakin tinggi, harus diimbangi dengan keamanan operasi kendaraan yang tinggi pula. Pengereman adalah salah satu komponen keamanan aktif pada kendaraan yang mempunyai fungsi untuk memperlambat dan mengatur putaran roda kendaraan hingga berhenti dengan sempurna. Data lalu lintas tahun 2014-2015 menunjukkan bahwa kecelakaan kendaraan banyak yang disebabkan akibat kegagalan sistem rem.
Dalam upaya untuk meningkatkan dan mengoptimalkan fungsi rem sebagai komponen keamanan aktif, beberapa teknologi sistem rem telah dikembangkan, salah satunya ABS. Antilock Breaking System (ABS) yaitu piranti atau sensor yang digunakan untuk mencegah terjadinya rem mengunci seketika (lock) saat pedal rem ditekan penuh, dengan demikian penggendara masih bisa mengontrol gerak kendaraan. Selain teknologi pengereman, kemampuan kampas rem juga memiliki peran penting untuk menyerap besarnya energi kinetik saat mengerem. Untuk mendapatkan pengereman yang maksimal selain faktor dari kemampuan kampas rem dalam menyerap energi kinetik, tapi juga dari faktor keausannya. Keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan padatan (M Ikhbal Mursan, Daswarman Daswarman et al. 2014). Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan).
Kampas rem adalah komponen yang langsung bergesekan dengan yang berputar pada sistem rem seperti disk/drum. Pada umumnya kampas rem terbuat dari bahan asbeston/asbes yang memiliki keunggulan tahan pada temperatur yang tinggi hingga 8000C, mampu menyerap suara yg ditimbulkan dari gesekan, serta rendah menyerap air (Sivarao, M. Amarnath et al. 2009; V. S. AIGBODION, U. AKADIKE et al. 2010). Namun asbeston memiliki sifat yang berbahaya bagi lingkungan dan
(13)
2
kesehatan manusia, karena bersifat carcinogenic, hal ini ditunjukkan dengan penyakit kanker paru - paru (Cherie J.W, Gibson H et al. 2000; Samara 2002).
Sejalan dengan isu ramah lingkungan, untuk bahan asbes saat ini dapat digantikan dengan material lain yaitu basalt. Menurut V. Fiore, G. Di Bella et al. (2011), basalt adalah serat alami hasil letusan gunung berapi yang memiliki ketahan panas hingga 15000C, tahan korosi, rendah penyerapan air serta tidak beracun. Dalinkevich A.A, Gumargalieva K.Z et al. (2009) juga menambahkan bahwa material basalt memiliki sifat fisik dan mekanis yang sangat baik, keulatan yang tinggi, serta ketahan aus yang tinggi.
Dengan berlandaskan segala keunggulan yang dimiliki basalt seperti yang dijelaskan di atas, penulis bertujuan untuk melakukan kajian dengan material basalt yang di hibridasi dengan cangkang kerang/aluminium oxide sebagai kampas rem kendaraan. Untuk karakterisasi dan sifat mekanis dari keausan dilakukan dengan SEM dan pin on disc didasarkan dengan ASTM G 99 – 95a.
1.2Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik keausan kampas rem hybrid komposit dengan variasi fraksi berat penguat (basalt powder/serbuk cangkang kerang/serbuk aluminium oxide) dengan menggunakan metode pin on disc.
2. Bagaimana nilai koefisien gesek kampas rem dengan bahan hybrid komposit
menggunakan penguat basalt powder/serbuk cangkang kerang/serbuk
aluminium oxide pada uji pin on disc. 1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini memperoleh hasil yang maksimal dan lebih terarah maka perlu kiranya membatasi masalah. Adapun batasan – batasan masalah dari penelitian ini adalah :
a. Bahan pengikat dipergunakan adalah phenolic resin, dan bahan penguat dipergunakan serbuk basalt, serbuk alumunium dan serbuk kulit kerang hijau dengan menggunakan pencampuran kering.
(14)
3
b. Penelitian difokuskan pada desain variasi komposisi fraksi berat (%wt) dengan rasio 60 %wt penguat dan 40%wt matrik (epoxy).
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristik keausan kampas rem hybrid komposit dengan
variasi fraksi berat penguat (basalt powder/serbuk cangkang kerang/serbuk aluminium oxide) dengan menggunakan metode pin on disc.
2. Untuk mengetahui nilai koefisien gesek kampas rem dengan bahan hybrid komposit menggunakan penguat basalt powder/serbuk cangkang kerang/serbuk aluminium oxide pada uji pin on disc.
1.5 Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemerintah sebagai pilihan program di bidang iptek dalam memanfaatkan hybrid komposit, melalui pemanfaatan hybrid komposit untuk material kampas rem. Dan kepada masyarakat diharapkan dapat memberikan peluang usaha yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi serta bagi penulis sendiri dapat menciptakan peluang baru (pengembangan) untuk mengimplementasikan kemampuan, keahlian, sikap dan mengembangkan kemandirian melalui skripsi dalam bidang ilmu yang ditekuni.
(15)
4
BAB II DASAR TEORI
2.1 Sistem Rem
Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin dibebaskan dengan pemindah daya dan cenderung masih tetap bergerak. Kelemahan ini harus dikurangi dengan maksud untuk menurunkan kecepatan gerak kendaraan hingga berhenti. Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik (energi gerak) untuk menggerakkan kendaraan. Sebaliknya, rem mengubah energi kinetik kembali menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan. Umumnya, rem bekerja disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan melawan sistem gerak putar. Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua objek (Daryanto 2003). Jadi dari prinsip kerjanya sistem rem mempunyai fungsi untuk :
1. Mengurangi kecepatan kendaraan.
2. Menghentikan kendaraan yang sedang berjalan dan, 3. Menjaga kendaraan agar tetap berhenti.
Gambar 2.1 Prinsip dari rem Sumber : (Daryanto 2003)
(16)
5
2.1.1 Macam – Macam Bentuk Rem
Menurut Daryanto (2003) dari bentuknya sistem rem memiliki 2 macam yaitu :
1. Rem drum : adalah rem bekerja atas dasar gesekan antara sepatu rem dengan drum yang ikut berputar dengan putaran roda kendaraan. Agar gesekan dapat memperlambat kendaraan dengan baik maka, sepatu rem di buat dari bahan yang mempunyai koefisien gesek yang tinggi. Rem drum memiliki kelemahan jika terendam air, tidak dapat berfungsi dengan baik karena koefisien gesek berkurang secara significant. Oleh karena itu parts ini mulai ditinggalkan dalam dunia otomotif dan kemudian menggantinya dengan rem cakram.
Gambar 2.2 Rem Tromol/Drum
Sumber : (Daryanto 2003)
2. Rem cakram : adalah perangkat pengereman yang digunakan pada kendaraan modern. Cara kerja rem ini ialah dengan cara menjepit cakram yang biasanya dipasangkan pada roda kendaraan, untuk menjepit cakram digunakan caliper yang digerakkan oleh piston untuk mendorong sepatu rem ( brake pads ) ke cakram.
(17)
6
Gambar 2.3 Rem Cakram/Disc
Sumber : (Daryanto 2003)
2.1.2 Cara Kerja Sistem Rem dan Komponennya
Daryanto (2003) juga menerangkan cara kerja rem pada kedua tipe sama yaitu secara umum : Saat pedal rem di injak maka tenaga akan diteruskan ke booster rem. Booster rem bekerja melalui bantuan mesin, sehingga kerja rem lebih kuat tetapi tenaga yang kita keluarkan tidak terlalu besar. Setelah melalui Booster, maka piston Booster akan mendorong piston-piston dalam reservoir yang terdapat dalam master cylinder rem. Setelah terdorong maka piston-piston dalam reservoir akan mendorong minyak rem menuju rem setiap roda. Setelah minyak rem sampai dalam rem tiap roda maka minyak akan mendorong piston yang akan diteruskan mendorong brake shoe (kampas rem) hingga terjadi gesekan antara brake shoe dengan disc brake.
Komponen – Komponen Utama dari sistem Rem :
1. Tuas Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penghubung dari gerakan operator ke sistem rem.
2. Boster Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penambah tekanan yang diberikan operator/pengguna melalui tuas rem.
(18)
7
3. Master rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat pembagi tekanan yang diberikan ke sistem rem.
4. Minyak rem, yang berfungsi untuk meyalurkan tekanan ke setiap rem.
5. Silinder master, yang berfungsi sebagai rumah piston pada sistem rem yang nanti piston akan menekan kampas rem agar bergesakan dengan tromol/disc. 6. Kanvas rem, yang berfungsi sebagai media yang akan bergesekan dengan
tromol/disc. 2.2 Kanvas Rem
Menurut Daryanto (2005) macam – macam jenis kampas rem yang ada yaitu ada 4 seperti di bawah ini :
1. Bahan semi metal
Umumnya terbuat dari campuran metal seperti baja, tembaga, atau besi yang dilapisi pelumas berupa grafit. Kelebihan dari kampas ini adalah kemampuannya dalam suhu tinggi dibanding cakram organik. Sisi negatifnya kampas jenis ini cenderung cepat habis dan memproduksi banyak ampas sisa pengereman yang berimbas pada rusaknya cakram.
2. Bahan organik
Terbuat dari beberapa campuran material yang direkatkan dengan resin untuk membentuk kampas. Biasanya bermaterikan kaca karbon dan kevlar. Karakter kampas ini adalah lembut dan tak mengeluarkan banyak suara, namun kekurangannya kampas ini tidak tahan suhu panas yang terlalu tinggi.
3. Bahan keramik
Terbuat dari paduan silicon dan karbon yang memiliki ketahanan cukup baik. Kampas jenis ini cocok digunakan pada kendaraan balap sirkuit dan tidak cocok untuk kendaraan di medan yang berat.
4. Bahan sinter
Lebih popular digunakan pada kendaraan motor. Tidak seperti kampas semi metal, kampas sinter tidak memerlukan pemanasan agar bekerja secara optimal. Keuntungannya ketahanan yang kuat,dan kelemahannya memiliki harga yang mahal.
(19)
8
2.3 Komposit
Komposit adalah kombinasi dari dua macam bahan yang mempunyai sifat berbeda sehingga dapat membentuk material baru, salah satunya disebut dengan fase penguat baik dalam bentuk serat, lembaran, atau partikel. kemudian terkombinasi dengan bahan lain yang disebut fase matriks. Bahan penguat dan bahan matriks dapat berupa logam, keramik, atau polimer. Komposit biasanya tersusun dari fase serat atau partikel yang lebih kaku dan lebih kuat dari fase matriks sedangkan matriks merupakan media transfer/distribusi beban terhadap penguat.
Matriks lebih ulet dibandingkan serat dan dengan demikian matriks merupakan sumber ketangguhan komposit. Matriks juga berfungsi untuk melindungi serat dari kerusakan lingkungan selama dan setelah proses komposit. Ketika dirancang dengan baik, material baru akan memiliki sifat material yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Aplikasi penggunaan komposit tidak hanya untuk struktural, tetapi juga untuk kelistrikan, termal, dan aplikasi lingkungan (Avtar Singh Saroya 2011).
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa komposit yang dipilih untuk aplikasi tertentu:
Low density
Ketahanan mulur tinggi
Kakuatan tarik tinggi meskipun pada temperatur tinggi Hight thougness
2.3.1 Jenis Material Penguat Komposit
Menurut Avtar Singh Saroya (2011) penguat komposit terdiri dari 2 jenis : a. Komposit Partikel
Dalam pembuatan komposit partikel adapun jenis penguat yang biasa digunakan dapat berupa partikel sintetis, partikel alam dll. Partikel untuk komposit dapat berbentuk bulat, kubik, tetragonal, trombosit atau tidak teratur. Secara umum, partikel sangat tidak efektif dalam meningkatkan resistensi fracture tetapi dapat meningkatkan ketahanan gesek/kekakuan komposit sampai batas tertentu. Penguat partikel banyak digunakan untuk memperbaiki sifat dari bahan matriks seperti memodifikasi konduktivitas termal dan listrik, mengurangi gesekan, meningkatkan ketahanan keausan/abrasi, meningkatkan kekerasan permukaan dan mengurangi penyusutan.
(20)
9
b. Komposit Serat
Serat ditandai dengan dimensi panjang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi luas penampangnya. Dimensi dari serat penguat menentukan sifat dari komposit. Serat sangat efektif dalam meningkatkan ketahanan matriks, hal ini dikarenakan penguat serat memiliki dimensi panjang yang dapat menghambat timbulnya retakan awal penyebab kegagalan. Sehingga jenis dari serat penguat merupakan faktor utama penyebab kegagalan komposit, terutama jika serat penguat dikombinasikan dengan matriks yang sifatnya rapuh.
2.4 Hibrid Komposit
Hibrid komposit adalah penggabungan dua atau lebih fase serat penguat pada matrik tunggal untuk mendapatkan karakteristik baru, atau sebaliknya adalah terbentuk dari dua atau lebih matrik pengikat pada serat penguat tunggal (Ary Subagia, Yonjing Kim et al. 2012). Metode hibridisasi merupakan metode baru dalam proses pembuatan dan pengembangan karakteristik komposit FRP konvensional. Komposit hibrid memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan komposit berpenguat serat. Hibrid komposit biasanya memiliki serat dengan modulus elastisitas tinggi atau serat dengan modulus elastisitas rendah. Sifat mekanis dari komposit hibrida adalah tergantung pada variasi fraksi berat dan susun urutan lapisan (N.L.Hancox 1981).
2.5 Polimer
Polimer yang terdiri dari (poly = banyak , meros = bagian) adalah molekul raksasa yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi yang dibangun dari unit-unit. Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini disebut monomer, sedangkan reaksi pembentukannya ialah polimerisasi. Polimer digolongkan menjadi dua macam yaitu polimer alam dan polimer sintetik (Malcom P. Stevens and Iis Sopyan 2001).
2.5.1 Pembagian Polimer berdasarkan Strukturnya
Menurut Maulana (2014) berdasarkan strukturnya polimer bisa dibagi 4 yaitu : 1. Polimer linier
Polimer linier tersusun atas unit yang berikatan satu sama lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. Bentuk polimer ini ujungnya bergabung bersama pada ujung-ujungnya dalam rantai tunggal.
(21)
10
2. Polimer bercabang (branch)
Polimer Bercabang merupakan polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang membentuk cabang pada rantai utama.
3. Polimer berikatan silang (cross-linked)
Polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu sama lain pada rantai utamanya. Rantai linier bargabung satu sama lain pada beberapa tempat dengan ikatan kovalen.
b. Polimer jaringan (network)
Polomer ini tersusun atas unit mer tri-functional yang mempunyai tiga ikatan kovalen aktif membentuk jaringan 3 dimensi. Sehingga terjadi sambungan silang ke berbagai arah sehingga terbentuk sambung silang tiga dimensi.
Gambar 2.4 Polimer berdasarkan susunan rantai (a) polimer linier ,(b) Polimer bercabang (c) Polimer berikatan silangdan (d) Polimer jaringan
Sumbergambar: (Maulana 2014) 2.6 Basalt
Basalt adalah batuan beku yang ekstrusif, terbentuk dari solidifikasi magma yang terjadi di permukaan bumi. Biasanya basalt berwarna abu-abu atau hitam, karena pembekuannya cepat di permukaan bumi. Ciri-ciri utama batu basal terdiri dari atas kristal-kristal yang sangat kecil, berwarna hijau ke abu-abuan dan berlubang-lubang (Kunal Singha 2012). Batu basalt digunakan untuk berbagai tujuan seperti halnya sebagai bahan bangunan. Basal yang telah dihancurkan digunakan
c. d.
(22)
11
untuk dasar jalan, bahan campuran beton, pemberat kereta api, batu filter dalam bidang pembuangan. Basalt juga dapat digunakan sebagai ubin lantai, bangunan veneer, monumen dan objek batu lain.
a. b.
. c.
Gambar 2.5 . Bahan Baku basalt, b. Serat basalt c. aplikasi serat basalt (Sumber : motor.otomotifnet.com )
Material basalt adalah terdisi dari unsur unsur berat ; 52.8%SiO2, 17.5%Al2O3,
10.3Fe2O3, 4.63%MgO, 8.59CaO, 3.34%Na2O, 1.46%K2O, 1.38%TiO2, dan sisanya
adalah P2O5, MnO, dan Cr2O3 masing - masing 0.28%, 0.16%, dan 0.06% (Kunal
Singha 2012). Disamping itu serat basalt memiliki keunggulan yang lebih baik dari pada serat glass dalam kekuatan mekanik seperti tegangan tarik dan lentur serta modulus elastisitas. Serat basalt sangat tahan terhadap penyerapan air, termal konduktifitas rendah yaitu 3.97 mcal/cm/sec/°C (R.D. Hyndman and Drury 2013), density rendah, memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur tinggi dan tidak beracun. Sifat fisik untuk serbuk basalt di tunjukkan seperti pada Tabel 2.1.
(23)
12
Tabel 2.1. Sifat fisik serbuk basalt
Physical Data (units) Value
Density (lbs.cu.ft.) Tensile Strength (psi) Sintering Temperature(°C) Operating Temperature(°C) Modulus of Elasticity (kg/mm3) Creep
Mohs Hardness @20°C Melting Point (deg. C) Heat Resistance (deg.C) Elongation At Break (%) Refractive Index
Elastic Modulus
100 to 110
500k to 550k
1050
-265 to +700
9100-1100
None
5 to 9
1450
700-1,000
3.15
1.62
89
Sumber : (Basalt Rock 2014)
2.7 Serbuk Cangkang Kerang
Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada family cardiidae yang merupakan satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat. Teknik budidayanya mudah dikerjakan dan tidak memerlukan modal yang besar, sehingga panen kerang per hektar per tahun bisa mencapai 200-300 ton kerang .
Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tulang di luar. Kulit kerang mempunyai tiga bukaan inhalen, ekshalen dan pedal untuk mengalirkan air serta untuk mengeluarkan kakinya. Kerang bergerak dengan membengkokkan dan meluruskan kakinya. Karena kerang berbeda dari dwicangkerang lainnya,kerang ialah hermafrodit (Siregar 2009).
Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakna sebagai campuran atau tambahan pada pembuatan kampas rem.
(24)
13
Tabel 2.2 Komposisi Kimis Serbuk Kulit Kerang
No. Komponen Kadar ( % Berat )
1 CaO 66,70
2 SiO2 7,88
3 Fe2O3 0,03
4 MgO 22,28
5 Al2O3 1,25
Sumber : (Siregar 2009)
2.8 Aluminium (Al)
Aluminium (Al) merupakan logam berwarna putih keperakan dengan sifat ringan, tahan korosi, kuat, namun mudah dibentuk. Aluminium juga merupakan konduktor panas dan listrik yang sangat baik dari logam lainnya. Logam ini merupakan elemen yang sangat reaktif dan membentuk ikatan kuat dengan oksigen. Serbuk aluminium (Al) yang disinter memiliki sifat yang berbeda dengan kebanyakan jenis material yang lainnya (Zuliana Sari Rahmawati and T.Sofyan 2010).
2.9 Resin Epoksi (Epoxy)
Resin epoksi atau secara umum dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset. Resin thermoset adalah polimer cair yang diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang dan juga secara kimia, membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi. Proses pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan zat zat kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar didapatkan sifat optimum bahan.
Thermoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu, mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan dengan kuat sekali, tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang sangat getas.
Epoksi juga memiliki karakteristik yang baik seperti memiliki kemampuan mengikat paduan metalik yang baik, hal ini disebabkan adanya gugus hidrolik yang memiliki kemampuan membentuk ikatan via ikatan hidrogen. Gugus hidrosil ini juga dimiliki oleh oksida metal, dimana epoksi menyebar ke seluruh permukaan metal.
(25)
14
Hal ini yang menunjang terjadi ikatan antara atom epoksi dengan atom yang berada pada material (N.L.Hancox 1981).
2.10 Teknik Pembuatan Komposit
Terdapat beberapa macam teknik yang dapat digunakan untuk membuat komposit seperti Injection Moulding, Hand Lay Up (Romels C.A. Lumintang 2011), Spray Lay-Up (P.C.Pandey 2004).
1. Injection Moulding
Proses injeksi dilakukan dengan cara memberikan tekanan injeksi pada bahan plastik yang telah meleleh oleh sejumlah energi panas untuk dimasukkan kedalam cetakan sehingga dapat dibentuk yang diinginkan. Kelebihannya adalah tingkat produksi tinggi, dihasilkan produk tanpa proses pengerjaan akhir, dapat mencetak produk yang sama, produk ukuran kecil dapat dibuat dan ongkos produksi murah.
2. Hand Lay Up
Proses pembuatan komposit dengan metode Hand Lay Up merupakan
pembuatan komposit dengan metode lapisan demi lapisan sampai diperoleh ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap lapisan berisi matrik dan filler. Setelah memperoleh ketebalan yang diinginkan digunakan roller untuk meratakan dan menghilangkan udara yang terjebak diatasnya.
3. Spray Lay-Up
Sedangkan dalam metode Spray lay-up, serat acak dalam spray gun dan dimasukkan ke dalam semprotan katalis resin cair kemudian diarahkan pada cetakan. semprotan cairan resin dan katalis akan membasahi serat penguat, yang secara bersamaan membasahi serat acak dalam spray gun. Terkadang material di roller untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada material lalu disimpan dan dibiarkan untuk mengeras dalam kondisi atmosfer standar (P.C.Pandey 2004)
4. Sintering Casting
Dalam pembuatan komposit dengan metode sintering casting selalu berkaitan dengan alat bantu dan alat cetak. Bentuk komposit dapat disesuakan dengan kebutuhan yang diinginkan mengikuti bentuk cetakan. Metode ini sangat baik untuk mendapatkan kepresisian dimensi, porositas rendah, dan sangat cocok untuk mencetak film/membran. Operator casting membran biasanya mengggunakan alat bantu seperti casting knife atau stainless stick (A. Figoli 2014) (Sonjui 2009).
(26)
15
Kecepatan konstan casting knife/stainless stick sepanjang proses sangat mempengaruhi kualitas membran, namun secara akurat sulit menentukan kecepatan dan menjaga kecepatan konstan tangan operator (UNESCO)
2.11 Sintering
Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan cara dipanaskan 0.7-0.9 dari titik lelehnya. Proses ini dapat disertai pemanasan, akan tetapi suhu harus berada dibawah titik cair serbuk. Pemanasan selama proses penekanan atau sesudah penekanan yang dikenal dengan istilah sinter menghasilkan pengikatan partikel halus. Dengan demikian kekuatan dan sifat-sifat fisis lainnya meningkat (Suryana 1996).
2.12 Analisis
Karakterisasi komposit tidak lepas dari proses analisis, scanning electronic microscope, dan uji keausan/wear test sehingga nantinya didapat data-data dari setiap variasi yang dilakukan.
2.12.1Scanning Electronic Microscope (SEM)
Mikroskop elektron merupakan jenis mikroskop yang sering digunakan untuk visualisasi struktur material berpori. SEM menggunakan sinar elektron untuk memindai sampel dan menciptakan citra. Tujuan Uji SEM untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada material (objek) secara visualisasi kemudian sebagai dasar kajian dalam melakukan analisa baik terhadap struktur permukaan/patahan maupun fenomena lainya.
Gambar 2.6 SEM (Sumber gambar : Das, 2014)
(27)
16
2.12.2 Uji Keausan (Wear Test)
Menurut Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. (2014) keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan antar permukaan padatan. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan dengan material lain. Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Ada beberapa mekanisme keausan suatu material yaitu :
1. Keausan adhesive ( Adhesive wear )
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lainnya( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan pada gambar 2.7 di bawah ini :
Gambar 2. 7 Keausan Metode Adhesive
(28)
17
2. Keausan Abrasif ( Abrasive Wear )
Terjadi bila suatu partikel keras dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.8 Keausan Metode Abrasif Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
3. Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear )
Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.
Gambar 2. 9 Keausan Metode Oksidasi Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014) 4. Keausan Erosi ( Erosion wear )
Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut
(29)
18
gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.10 Keausan Metode Erosi Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014) 2.12.2.1 Gaya Gesek
Gaya Gesekanyaitu gaya sentuh yang muncul jika permukaan dua zat padat bersentuhan secara fisik, dimana arah gaya gesekan sejajar dengan permukaan bidang dan selalu berlawanan dengan arah gerak relatif antara ke dua benda tersebut.
Gambar 2.11 Gaya Gesek
……… (1) Dimana :
F = Gaya gesek (N) = Koefisien gesek N = Gaya normal (N) 2.12.2.2 Laju Keausan
Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan / pengurangan material (massa, volume, atau ketebalan) tiap satuan panjang luncur specimen dengan satuan waktu. Menurut Dwi Tarina and Kaelani (2012) laju keausan dapat dicari dengan rumus :
(30)
19
………. (2) Dimana :
k’ = laju keausan (gr/s)
Wo = fraksi berat awal spesimen (gr)
W1 = fraksi berat akhir spesimen setelah pengausan (gr) t = waktu atau lama pengausan (s)
W = fraksi berat goresan yang hilang (gr)
Gambar 2.12 Alat Uji Keausan Sumber: Dokumen Pribadi Dimana :
1. Control panel
2. Motor dinamo
3. Dudukan spesimen
4. Media untuk menggesek spesimen
5 Dudukan beban
1
2 3
4 5
(1)
Hal ini yang menunjang terjadi ikatan antara atom epoksi dengan atom yang berada pada material (N.L.Hancox 1981).
2.10 Teknik Pembuatan Komposit
Terdapat beberapa macam teknik yang dapat digunakan untuk membuat komposit seperti Injection Moulding, Hand Lay Up (Romels C.A. Lumintang 2011), Spray Lay-Up (P.C.Pandey 2004).
1. Injection Moulding
Proses injeksi dilakukan dengan cara memberikan tekanan injeksi pada bahan plastik yang telah meleleh oleh sejumlah energi panas untuk dimasukkan kedalam cetakan sehingga dapat dibentuk yang diinginkan. Kelebihannya adalah tingkat produksi tinggi, dihasilkan produk tanpa proses pengerjaan akhir, dapat mencetak produk yang sama, produk ukuran kecil dapat dibuat dan ongkos produksi murah.
2. Hand Lay Up
Proses pembuatan komposit dengan metode Hand Lay Up merupakan pembuatan komposit dengan metode lapisan demi lapisan sampai diperoleh ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap lapisan berisi matrik dan filler. Setelah memperoleh ketebalan yang diinginkan digunakan roller untuk meratakan dan menghilangkan udara yang terjebak diatasnya.
3. Spray Lay-Up
Sedangkan dalam metode Spray lay-up, serat acak dalam spray gun dan dimasukkan ke dalam semprotan katalis resin cair kemudian diarahkan pada cetakan. semprotan cairan resin dan katalis akan membasahi serat penguat, yang secara bersamaan membasahi serat acak dalam spray gun. Terkadang material di roller untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada material lalu disimpan dan dibiarkan untuk mengeras dalam kondisi atmosfer standar (P.C.Pandey 2004)
4. Sintering Casting
Dalam pembuatan komposit dengan metode sintering casting selalu berkaitan dengan alat bantu dan alat cetak. Bentuk komposit dapat disesuakan dengan kebutuhan yang diinginkan mengikuti bentuk cetakan. Metode ini sangat baik untuk mendapatkan kepresisian dimensi, porositas rendah, dan sangat cocok untuk mencetak film/membran. Operator casting membran biasanya mengggunakan alat bantu seperti casting knife atau stainless stick (A. Figoli 2014) (Sonjui 2009).
(2)
Kecepatan konstan casting knife/stainless stick sepanjang proses sangat mempengaruhi kualitas membran, namun secara akurat sulit menentukan kecepatan dan menjaga kecepatan konstan tangan operator (UNESCO)
2.11 Sintering
Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan cara dipanaskan 0.7-0.9 dari titik lelehnya. Proses ini dapat disertai pemanasan, akan tetapi suhu harus berada dibawah titik cair serbuk. Pemanasan selama proses penekanan atau sesudah penekanan yang dikenal dengan istilah sinter menghasilkan pengikatan partikel halus. Dengan demikian kekuatan dan sifat-sifat fisis lainnya meningkat (Suryana 1996).
2.12 Analisis
Karakterisasi komposit tidak lepas dari proses analisis, scanning electronic microscope, dan uji keausan/wear test sehingga nantinya didapat data-data dari setiap variasi yang dilakukan.
2.12.1Scanning Electronic Microscope (SEM)
Mikroskop elektron merupakan jenis mikroskop yang sering digunakan untuk visualisasi struktur material berpori. SEM menggunakan sinar elektron untuk memindai sampel dan menciptakan citra. Tujuan Uji SEM untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada material (objek) secara visualisasi kemudian sebagai dasar kajian dalam melakukan analisa baik terhadap struktur permukaan/patahan maupun fenomena lainya.
Gambar 2.6 SEM (Sumber gambar : Das, 2014)
(3)
2.12.2 Uji Keausan (Wear Test)
Menurut Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. (2014) keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan antar permukaan padatan. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan dengan material lain. Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Ada beberapa mekanisme keausan suatu material yaitu :
1. Keausan adhesive ( Adhesive wear )
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lainnya( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan pada gambar 2.7 di bawah ini :
Gambar 2. 7 Keausan Metode Adhesive
(4)
2. Keausan Abrasif ( Abrasive Wear )
Terjadi bila suatu partikel keras dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.8 Keausan Metode Abrasif Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014) 3. Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear )
Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.
Gambar 2. 9 Keausan Metode Oksidasi Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014) 4. Keausan Erosi ( Erosion wear )
Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut
(5)
gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.10 Keausan Metode Erosi Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014) 2.12.2.1 Gaya Gesek
Gaya Gesekan yaitu gaya sentuh yang muncul jika permukaan dua zat padat bersentuhan secara fisik, dimana arah gaya gesekan sejajar dengan permukaan bidang dan selalu berlawanan dengan arah gerak relatif antara ke dua benda tersebut.
Gambar 2.11 Gaya Gesek
……… (1)
Dimana :
F = Gaya gesek (N) = Koefisien gesek N = Gaya normal (N)
2.12.2.2 Laju Keausan
Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan / pengurangan material (massa, volume, atau ketebalan) tiap satuan panjang luncur specimen dengan satuan waktu. Menurut Dwi Tarina and Kaelani (2012) laju keausan dapat dicari dengan rumus :
(6)
………. (2) Dimana :
k’ = laju keausan (gr/s)
Wo = fraksi berat awal spesimen (gr)
W1 = fraksi berat akhir spesimen setelah pengausan (gr) t = waktu atau lama pengausan (s)
W = fraksi berat goresan yang hilang (gr)
Gambar 2.12 Alat Uji Keausan Sumber: Dokumen Pribadi
Dimana : 1. Control panel 2. Motor dinamo 3. Dudukan spesimen
4. Media untuk menggesek spesimen 5 Dudukan beban
1
2 3
4 5