Efek hipoglikemik kombinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan insulin pada tikus wistar jantan terbebani glukosa - USD Repository
EFEK HIPOGLIKEMIK KOMBINASI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN
Macaranga tanarius L. DENGAN INSULIN PADA TIKUS WISTAR
JANTAN TERBEBANI GLUKOSA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi Diajukan Oleh:
Rio Bagus Permadi NIM : 088114106
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
EFEK HIPOGLIKEMIK KOMBINASI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN
Macaranga tanarius L. DENGAN INSULIN PADA TIKUS WISTAR
JANTAN TERBEBANI GLUKOSA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi Diajukan Oleh:
Rio Bagus Permadi NIM : 088114106
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
HALAMAN PERSEMBAHAN Tak ‘ku tahu akan hari esok, namun langkahku tegap Bukan surya kuharapkan, kar’na surya ‘kan lenyap Oh tiada ‘ku gelisah, akan masa menjelang ‘ku berjalan serta Yesus, maka hatiku tenang (PKJ 241)
hasil karya ini aku persembahkan kepada : Yesus Kristus, Juruselamatku
Papa, Mama, keluargaku yang tercinta atas segala dukungan, doa, nasehat dan motivasi Sahabat-sahabatku yang telah hadir dalam hidupku
Almamaterku
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Hipoglikemik Kombinasi Ekstrak Metanol-Air Daun
Macaranga tanarius L. dengan Insulin pada Tikus Wistar Jantan Terbebani
Glukosa” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini atas segala kesabaran, bantuan, bimbingan, serta motivasi dan masukan kepada penulis dalam pengerjaaan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberi perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.
4. Ibu dr. Fenty, M.Kes, Sp. PK selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberi perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.
5. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis atas bantuan, masukan, pendampingan, dan dukungan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi ini
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam determinasi tanaman M. tanarius
8. Mas Kayat, Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Ratijo, Mas Wagiran selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan drh. Ari selaku dokter hewan laboratorium yang telah banyak memberikan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian.
9. Rekan-rekan tim Macaranga, Triana Oktavia, Ivan Pradipta Putra Setiawan, Stephanie Irena Nugraesti, Martina Tri Handayani, Ana Puspita Dewi, dan Viviane Theresia atas segala kerjasama, bantuan dan dukungan dalam pengerjaan skripsi.
10. Teman-teman seperjuangan Aldo Sahala, Citra Dewi Aryani, Eddie Hindrianto, Rolando atas persahabatan, suka duka dan kebersamaan kita.
11. Sahabat-sahabatku K. Aninditya, Gabby Pradipta, Deasy Noviani, Myta Yuninda, Tri Widyatmoko, Henry Liang dan Haryo Santigi, atas motivasi, doa, kebersamaan dan persahabatannya.
12. Seluruh dosen dan teman-teman FSM B 08, FST A dan B, FKK A dan B angkatan 2008 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka dan mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.
Yogyakarta, 10 Mei 2012 Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vi PRAKATA vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xv
DARTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
DAFTAR SINGKATAN, ARTI LAMBANG, DAN ISTILAH xviii
INTISARI xix
ABSTRACT
xx
BAB I. PENGANTAR
1 A. Latar Belakang Penelitian
1
1. Permasalahan
5
2. Keaslian penelitian
5
3. Manfaat penelitian
6 B. Tujuan Penelitian
6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
14
12
1. Definisi
12
2. Klasifikasi diabetes melitus
12
3. Prevalensi
4. Gejala klinik diabetes melitus
2. Konsentrasi dan sumber glukosa darah
14
5. Diagnosis diabetes melitus
15 D. Insulin
16
1. Sekresi insulin
16
2. Kerja insulin di sel
11 C. Diabetes Melitus
10
7 A. Tanaman Macaranga tanarius L.
4. Penyebaran
7
1. Sinonim
7
2. Nama daerah
7
3. Taksonomi
7
7
1. Klasifikasi
5. Morfologi
8
6. Kandungan
8
7. Khasiat dan kegunaan
9 B. Karbohidrat
10
18
4. Sediaan analog insulin
19
5. Insulin Glargine (LantusR/)
20 E. Ekstraksi
22 F. Metode Penentuan Kadar Glukosa Darah
23
1. Metode kondensasi gugus amin
23
2. Metode enzimatik
23
3. Metode reduksi
23
4. Metode pemanasan glukosa
24 G. Teknik Induksi Diabetes
24
1. Uji toleransi glukosa oral (UTGO)
24
2. Induksi aloksan
25
3. Induksi streptozotocin
25 H. Interaksi Obat
26
1. Interaksi farmakokinetika
27
2. Interaksi farmakodinamika
28 I. Landasan Teori
28 J. Hipotesis
30 BAB III. METODE PENELITIAN
31 A. Jenis dan Rancangan Penelitian
31 B. Variabel dan Definisi Operasional
31
1. Variabel utama
31
2. Variabel pengacau
31 C. Bahan Penelitian
33
1. Bahan utama
33
2. Bahan kimia
33 D. Alat dan Instrument Penelitian
34
1. Alat pembuat simplisia
34
2. Alat ekstraksi
35
3. Alat uji pengukuran kadar glukosa
35
4. Lain-lain
35 E. Tata Cara Penelitian
36
1. Determinasi tanaman
36
2. Pengumpulan bahan
36
3. Pembuatan simplisia
36
4. Pembuatan EMMT
36 Penetapan konsentrasi ekstrak pekat dan dosis EMMT 5.
37
6. Penetapan dosis kombinasi EMMT dan insulin
37
7. Preparasi bahan
37
8. Uji pendahuluan
38
9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
39
10. Pengukuran kadar glukosa dalam darah
40 F. Tata Cara Analisis Hasil
41 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
42 A. Hasil Determinasi Tanaman
42 C. Pembuatan Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius
43 D. Percobaan Pendahuluan
44
1. Uji reliabilitas
47
2. Penetapan waktu pemberian EMMT
47
3. Penetapan waktu pemberian insulin
48 E. Efek Hipoglikemik Kombinasi EMMT dan insulin
50 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
61 A. Kesimpulan
61 B. Saran
61 DAFTAR PUSTAKA
60 LAMPIRAN
66 BIOGRAFI PENULIS
75
DAFTAR TABEL
0-240
tiap kelompok perlakuan
0-240
55 Tabel 6. Hasil Uji Scheffe nilai LDDK
tiap kelompok terhadap kontrol positif dan kontrol negatif
0-240
51 Tabel 5. Presentase perbedaan rerata nilai LDDK
rata-rata dari setiap perlakuan
49 Tabel 4. Kadar glukosa rata-rata dan nilai LDDK
Tabel 1. Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa
insulin dan CMC 1%
0-240
hasil UTGO dan perhitungan prosentase selisih LDDK
0-240
47 Tabel 3. Nilai LDDK
EMMT
0-240
40 Tabel 2. Nilai LDDK
57
DAFTAR GAMBAR
48 Gambar 10. Diagram prosentase selisih nilai LDDK
52 Gambar 12. Kurva hubungan waktu dan kadar rata-rata glukosa darah
rata-rata dari setiap perlakuan
0-240
50 Gambar 11. Diagram nilai LDDK
insulin dan CMC 1%
0-240
46 Gambar 9. Diagram penentuan selang waktu pemberian EMMT
Gambar 1. Kandungan senyawa yang diisolasi dari M. tanarius
26 Gambar 8. Reaksi enzimatik antara glukosa dan reagen GOD-PAP
25 Gambar 7. Struktur streptozotocin
21 Gambar 6. Struktur aloksan
19 Gambar 5. Mekanisme aksi insulin glargine®
17 Gambar 4. Mekanisme kerja insulin
16 Gambar 3. Mekanisme sekresi insulin di sel β
8 Gambar 2. Perubahan proinsulin menjadi insulin dan C-peptida
52
DAFTAR LAMPIRAN
Smirnov
73
72 Lampiran 11. Hasil uji Scheffe
ANOVA
one way
semua kelompok perlakuan dengan uji
0-240
72 Lampiran 10. Hasil uji LDDK
Lampiran 1. Daun Macaranga tanarius
66 Lampiran 2. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
0-240
71 Lampiran 9. Hasil uji normalitas data LDDK
71 Lampiran 8. Rendemen ekstrak
69 Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas pengukuran
68 Lampiran 6. Leaflet GOD-PAP
67 Lampiran 5. Hasil determinasi Macaranga tanarius L.
66 Lampiran 4. Alat penelitian
66 Lampiran 3. Tikus Wistar jantan
dengan Kolmogorov-
DAFTAR SINGKATAN, ARTI LAMBANG, DAN ISTILAH
CMC : Carboxy Methyl Cellulosa CV : Coefficient of Variation EMMT / MTME : Ekstrak Metanol-Air daun Macaranga tanarius L./
Macaranga tanarius L. leaf Methanol-water Extract
GOD–PAP : Glucose Oxydase - Phenol Antipirin LDDK / AUC : Luas Daerah di Bawah Kurva / Area Under Curve LDDK
0-240
- 240
/ AUC 0
: Luas Daerah di Bawah Kurva dari menit ke-0 sampai menit ke-240 / Area Under Curve from 0 minutes till
240th minutes
UTGO / OGTT : Uji Toleransi Glukosa Oral / Oral Glucose Tolerance
Test
INTISARI
Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek hipoglikemi kombinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (EMMT) dengan insulin ketika digunakan secara bersamaan pada tikus Wistar jantan terbebani glukosa. Penelitian ini termasuk eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah menggunakan 30 ekor tikus, yang kemudian dibagi sama banyak ke dalam enam kelompok. Kelompok I diberi CMC 1% sebagai kontrol negatif secara p.o, kelompok II diberi insulin glargine Lantus® dosis 1U sebagai kontrol positif secara s.c, kelompok III diberi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB sebagai kontrol 1 bagian dosis EMMT secara p.o, kelompok IV diberi EMMT dosis 0,22 g/Kg BB sebagai kontrol dosis 0,5 bagian EMMT secara p.o, kelompok V secara bersamaan diberi kombinasi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB secara p.o dengan insulin glargine Lantus® dosis 1U BB secara s.c dan kelompok VI secara bersamaan diberi kombinasi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB secara p.o dengan insulin glargine Lantus® dosis 1U secara s.c.
Efek hipoglikemik dari kombinasi EMMT dengan insulin diuji menggunakan metode uji toleransi glukosa oral (UTGO). Kadar glukosa darah pada semua hewan uji ini ditetapkan pada menit ke-0 sebelum UTGO dan menit ke 15, 30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah UTGO dengan metode GOD-PAP.
0-240
Nilai LDDK diuji dengan menggunakan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Scheffe dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa EMMT memiliki kemampuan meningkatkan efek penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemik) dari insulin pada hewan uji ketika digunakan secara bersamaan, namun efek penurunan kadar glukosa tersebut tidak bermakna secara statistik.
Kata kunci : kombinasi, ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius
(EMMT), insulin, kadar glukosa
ABSTRACT
The aim of this study is to investigate hypoglycaemic effect of
Macaranga tanarius
L. leaf metanol-water extract (MTME) combinated with insulin when used simultaneously on burdened glucose male Wistar rats. This study is pure experimental with direct sampling design using 30 rats, devided into six groups. First group was given CMC 1% p.o as negative control, second group was given 1 U glargine insulin Lantus® s.c as positive control, third group was given MTME 0,44 g/Kg BW p.o as 1 part MTME control, fourth group was given MTME 0,22 g/Kg BW p.o as 0,5 part MTME control, fifth group was given combination of MTME 0,44 g/Kg BB p.o and 1 U glargine insulin Lantus® s.c simultaneously and sixth group was given combination of MTME 0,22 g/Kg BB p.o and 1 U glargine insulin Lantus® s.c simultaneously.
The hypoglycaemic effect of MTME and insulin was tested by oral glucose tolerance test (OGTT). Blood glucose level of all sampels are measured at 0 minute before OGTT and at 15, 30, 45, 60, 90, 180, and 240 minutes after
0-240
OGTT by GOD-PAP method. AUC values were tested by one way ANOVA and continued by Scheffe test with 95% level of confidence.
The result of this study showed MTME has a potency to increase blood glucose-lowering effect (hypoglycaemic) of insulin on sampels when used simultaneously, but the glucose-lowering effect isn’t significant statistically.
Keywords: combination, Macaranga tanarius leaf methanol-water extract
(MTME), insulin, glucose levelBAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat
pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau ketika tubuh sudah tidak mampu lagi memberikan respon yang tepat terhadap insulin yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi) (WHO, 2011). Secara umum, penyakit diabetes melitus (DM) ini diklasifikasikan menjadi 2, yakni DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) merupakan jenis diabetes yang terjadi karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup. Gangguan produksi insulin pada diabetes tipe 1 pada umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. DM tipe 2 atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibanding dengan DM tipe 1. Diabetes ini bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal atau resistensi insulin (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005).
Penyakit diabetes melitus atau yang biasa disebut dengan kencing manis, merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diidap seluruh orang di dunia
2000, jumlah penderita diabetes di Indonesia sebanyak 8,4 juta. Pada tahun 2003, jumlahnya meningkat menjadi 13,8 juta. Diperkirakan, pada tahun 2030, jumlah penderita mencapai lebih dari 21 juta orang. World Disease Federation juga menyebutkan saat ini setiap 10 detik satu orang meninggal akibat diabetes. Setiap 30 detik terjadi amputasi kaki pada penderita diabetes. Penyakit yang sering disebut sakit gula ini merupakan penyakit yang menimbulkan banyak komplikasi yang bisa berujung pada kematian dan kecacatan (Kartinah, 2008). DM bukan 100% penyakit turunan (genetik). Diabetes melitus bisa disebabkan riwayat keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa terkena penyakit kencing manis baik tua maupun muda (Kusdinar dan Mitri, 2004).
Semakin meningkatnya angka kejadian dan resiko peningkatan penyakit diabetes merupakan salah satu masalah yang serius dan harus dicegah. Walaupun DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat (non farmakologis) dan terapi obat (farmakologis). Dalam penanganan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005).
Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM tipe 2. Salah satu sediaan insulin adalah Glargine (Lantus R/) yang merupakan
long acting insulin analog yang diproduksi melalui teknik rekombinan DNA
dengan melakukan modifikasi human insulin. Menurut American Diabetes
Association
(ADA) (2009), terapi insulin sudah boleh dimulai dan diberikan bila terapi intervensi gaya hidup dan metformin telah gagal dan bila nilai A1C > 9% (Murtiwi, 2009).
Penyakit diabetes merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara total, namun dapat dikendalikan, dan pengobatannya butuh waktu yang lama dan dalam jangka panjang, sehingga biaya pengobatan yang dibutuhkan juga akan semakin besar dan mahal. Selain itu penggunaan obat-obatan dalam jangka panjang juga akan menimbulkan efek samping yang besar. Sehingga penggunaan obat-obatan modern dalam jangka panjang perlu diperhatikan, dan beralih ke obat- obatan tradisional. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Oktora, 2006). WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker (WHO, 2003).
Saat ini, masyarakat sering mengkombinasikan obat antidiabetik dengan obat tradisional yang memiliki efek antidiabetik sebagai obat komplementer atau alternatif. Namun, masyarakat tidak menyadari bahwa ada kemungkinan timbul obat tersebut dikonsumsi secara bersamaan. Menurut Masharani dan Karam (2002), penggunaan acarbose (golongan senyawa α-glucose inhibitors (AGI)) dalam dosis tunggal tidak mengakibatkan terjadinya resiko hipoglikemia. Namun, kombinasi acarbose (AGI) dengan insulin atau sulfonilurea dapat mengakibatkan hipoglikemi.
Salah satu tumbuhan yang dapat berpotensi sebagai obat hipoglikemik ialah Macaranga tanarius, yang dikenal juga sebagai tumbuhan mara, tutup merah, sapat. Puteri dan Kawabata (2010), melaporkan terdapat 5 senyawa baru yang diisolasi dan diidentifikasi dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius (EMMT), yaitu asam mallotinic, corilagin, asam chebulagic, macatannin A dan
macatannin
B. Senyawa-senyawa tersebut diidentifikasi dapat menghambat enzim
α-glucosidase (α-glucosidase inhibitors, AGI). Enzim α-glucosidase berperan
dalam dalam peruraian karbohidrat menjadi glukosa, sehingga glukosa dapat diabsorbsi ke dalam sel. Penelitian menggunakan EMMT yang dilakukan oleh Handayani dan Nugrahesti (2011), melaporkan bahwa EMMT memiliki aktivitas hipoglikemik dan mampu meningkatkan efek hipoglikemik pada pemberian kombinasi glibenklamide dan EMMT pada tikus Wistar jantan yang terbebani glukosa. Penelitian Setiawan (2012), juga melaporkan bahwa EMMT memiliki potensi penurunan kadar glukosa terhadap metformin pada tikus putih jantan. Selain itu, penelitian Oktavia (2012), melaporkan bahwa EMMT dapat menurunkan potensi penurunan kadar glukosa dari metformin jika digunakan secara bersamaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
1. Permasalahan
Apakah EMMT memiliki kemampuan meningkatkan efek hipoglikemik dari insulin pada tikus jantan Wistar yang terbebani glukosa ketika digunakan secara bersamaan?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang menggunakan ektrak daun M. tanarius pernah dilakukan oleh Puteri dan Kawabata (2010). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa kandungan tanaman M. tanarius yaitu mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid,
macatannin A dan macatannin B yang memiliki aktivitas penghambat enzim α-
glucosidaseyang dapat berfungsi sebagai obat antidiabetik. Penelitian in vivo yang pernah dilaporkan adalah mengenai efek hepatoprotektif dan anti inflamasi EMMT oleh Kurniawaty, Andrianto, dan
Hendra (2011) dan mengenai efek analgesik EMMT oleh Andini dan Hendra (2011) pada hewan uji mencit. Penelitian lain yang menggunakan EMMT juga dilakukan oleh Handayani dan Nugrahesti (2011), yang melaporkan bahwa EMMT memiliki aktivitas hipoglikemik dan mampu meningkatkan efek hipoglikemik pada pemberian kombinasi glibenklamide dan EMMT pada tikus Wistar jantan yang terbebani glukosa. Selain itu, Setiawan (2012) yang melaporkan bahwa EMMT memiliki potensi penurunan kadar glukosa terhadap metformin pada tikus putih jantan dan penelitian Oktavia (2012), yang melaporkan bahwa EMMT dapat menurunkan potensi penurunan kadar glukosa dari metformin jika digunakan secara bersamaan.
Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini melihat aspek lain yakni pengaruh EMMT terhadap insulin dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah tikus yang terbebani glukosa.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan pengembangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu kefarmasian tentang manfaat ekstrak daun M. tanarius sebagai obat hipoglikemi.
b. Manfaat praktis. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat ekstrak daun M.
tanarius sebagai obat hipoglikemi.
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan EMMT dalam meningkatkan efek hipoglikemik dari insulin pada tikus jantan Wistar yang terbebani glukosa ketika digunakan secara bersamaan.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Macaranga tanarius L.
1. Sinonim Ricinus tanarius L.
2. Nama Daerah Mara, Tutup merah, Sapat (World Agroforesty Centre, 2011).
3. Taksonomi
Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Superdevisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Subkelas : Rosidae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Macaranga Spesies : Macaranga tanarius L.
4. Penyebaran
Tanaman ini tersebar di hampir semua daerah tropis, antara lain Australia, Asia Tenggara, Papua, Jepang, Cina (World Agroforesty Centre, 2011).
5. Morfologi Macaranga tanarius merupakan merupakan pohon kecil sampai sedang,
dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar. Perbungaan berada di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya, biji membulat, menggelembung. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Prosea, 2011).
6. Kandungan
Berdasarkan penelitian Puteri dan Kawabata (2010), dilaporkan bahwa
kandungan mallotinic acid, chebulagic acid, corilagin,dan 2 senyawa
ditemukan
baru, yaitu macatannin A dan B pada fraksi etil asetat daun M. tanarius. Kelima zat
ini (Gambar 1) dilaporkan mempunyai aktivitas menghambat α-glucosidase yang
berpotensi sebagai antidiabetik.
Gambar 1. Kandungan senyawa yang diisolasi dari M. tanarius : (1) mallotinic
acid, (2) corilagin, (3) macatannin A , (4) chebulagic acid dan (5) macatannin B
Menurut penelitian Matsunami dkk. (2009), dilaporkan bahwa dalam daun
M. tanarius terdapat macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C,
macarangiosida D, dan malofenol B, laurosida E, metil brevifolin karboksilat, dan larutan hiperin dan isokuercitin. Adanya senyawa macarangiosida A-D, dan malofenol B dari ekstrak metanol daun M. tanarius menunjukan aktivitas antioksidan dengan yang ditunjukan dengan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.
Menurut penelitian Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, Sutthivaiyakit (2005) dilaporkan bahwa dalam daun M. tanarius ditemukan tiga kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui, yaitu
nymphaeol
A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol, dan annuionone. Pada uji kimia
tanin dalam daun M. tanarius dilaporkan mengandung 7 kandungan tanin baru, yaitu
7 hydrolyzable tannin, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya
(Lin, Nonaka dan Nishioka, 1990).7. Khasiat dan kegunaan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lin, dkk. (1990), tanaman M.
tanarius sudah digunakan di Asia Tenggara dan Australia sebagai obat tradisional,
dimana batang dan daun M. tanarius yang mengandung banyak tanin digunakan untuk mengobati diare, luka, dan sebagai antiseptik. Di China, akar tanaman M.
tanarius digunakan untuk mengobati disentri. Selain itu, penelitian yang dilakukan Phommart dkk (2005), akar tanaman M. tanarius digunakan sebagai antipiretik dan antitusif, dan daun M. tanarius digunakan sebagai antiinflamasi.
B. Karbohidrat
1. Klasifikasi
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon
(C), hidrogen (H) dan oksigen (O) ( Irawan, 2007). Karbohidrat diklasifikasikan
sebagai berikut.a. Monosakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat
dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Monosakarida merupakan
jenis karbohidrat sederhana yang terdiri dari 1 gugus cincin. Contoh dari
monosakarida yang paling banyak terdapat dalam sel tubuh manusia adalah
glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa, galaktosa, fruktosa, dan manosa adalah
heksosa terpenting secara fisiologis (Murray, Granner, Rodwell, 2009).b. Disakarida. Disakarida adalah produk kondensasi dua residu
monosakarida yang dihubungkan oleh suatu ikatan glikosida. Disakarida yang
penting secara fisiologis adala maltosa, sukrosa, dan laktosa (Murray dkk., 2009).
Contoh disakarida yang umum digunakan dalam konsumsi sehari-hari adalah
sukrosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan fruktosa dan juga
laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa & galaktosa ( Irawan, 2007) . c. Oligosakarida. Oligosakarida adalah produk kondensasi tiga sampai
sepuluh monosakarida. Sebagian besar oligosakarida tidak dicerna oleh enzim
dalam tubuh manusia (Murray dkk., 2009).d. Polisakarida. Polisakarida adalah produk kondensasi lebih dari
sepuluh unit monosakarida, contohnya pati dan dekstrin yang mungkin merupakan
polimer linier atau bercabang. Polisakarida kadang-kadang diklasifikasikan
sebagai heksosan atau pentosan, bergantung pada identitas monosakarida
pembentuknya (Murray dkk., 2009).2. Konsentrasi dan sumber glukosa darah
Karbohidrat dalam makanan yang dapat dicerna akan menghasilkan
glukosa, galaktosa, dan fruktosa yang kemudian diangkut ke hati melalui vena
porta hepatika. Galaktosa dan fruktosa cepat diubah menjadi glukosa di hati
(Murray dkk., 2009).Glukosa terbentuk dari dua kelompok senyawa yang menjalani
glukoneogenesis, yakni kelompok yang terlibat dalam perubahan netto langsung
menjadi glukosa, termasuk sebagian besar asam amino dan propionat dan
kelompok yang merupakan produk metabolisme glukosa di jaringan. Oleh karena
itu, laktat yang dibentuk melalui glikolisis di otot rangka dan eritosit, diangkut ke
hati dan ginjal tempat zat ini diubah kembali menjadi glukosa, yang kembali
tersedia melalui sirkulasi untuk oksidasi di jaringan. Proses ini dikenal sebagai
siklus Cori atau siklus asam laktat (Murray dkk., 2009).Pada keadaan puasa, terjadi pengeluaran alanin yang cukup banyak dari
dikatabolisme. Alanin dibentuk melalui transaminasi piruvat yang dihasilkan oleh
glikolisis, glikogen otot, dan diekspor ke hati tempat zat ini menjadi substrat bagi
glukoneogenesis setelah transaminasi kembali menjadi piruvat. Siklus glukosa-
alanin ini merupakan cara tidak langsung pemanfaatan glikogen otot untuk
mempertahankan glukosa darah dalam keadaan puasa. ATP yang dibutuhkan
untuk sintesis glukosa dari piruvat di hati berasal dari oksidasi asam lemak.
Glukosa juga dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenolisis (Murray dkk.,
2009).C. Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh sudah tidak mampu lagi memberikan respon yang tepat terhadap insulin yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) (WHO, 2011). Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang di makan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO
2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak (Handoko dan Suharto, 1995).
2. Klasifikasi diabetes melitus American Diabetes Association baru-baru ini merevisikan klasifikasi dan melitus (IDDM) dan non-insulin-dependent diabetes melitus (NIDDM) telah diganti dengan tatanama masing-masing mejadi diabetes tipe 1, tipe 2 (Katzung, 2004).
a. Diabetes tipe 1 atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI). Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes tipe 1 ini sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non-obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2004).
b. Diabetes tipe 2 (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI). Diabetes tipe 2 merupakan sutau kelompok heteroatom yang terdiri dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin sering dalam kadar kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan. Obesitas, yang umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin, merupakan faktor resiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini (Katzung, 2004).
3. Prevalensi
WHO memperkirakan, pada 2000, jumlah penderita diabetes di Indonesia sebanyak 8,4 juta. Pada 2003, jumlahnya meningkat menjadi 13,8 juta.
Diperkirakan, pada 2030, jumlah penderita mencapai lebih dari 21 juta orang. WDF juga menyebutkan saat ini setiap 10 detik satu orang meninggal akibat diabetes. Setiap 30 detik terjadi amputasi kaki pada penderita diabetes. Penyakit yang sering disebut sakit gula itu merupakan penyakit yang menimbulkan banyak komplikasi yang bisa berujung pada kematian dan kecacatan (Kartinah, 2008).
Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering ditemukan dalam praktek dan diperkirakan mencakup sekitar 90% dari semua penderita diabetes melitus di Indonesia (Kusdinar dan Mitri, 2004).
4. Gejala klinik diabetes melitus
a. Diabetes tipe 1 1) Individu dengan DM tipe 1 dapat membuat penderita kurus dan cenderung terjadi ketoasidosis diabetes.
2) Antara 20 – 40% pasien mengalami ketoasidosis setelah beberapa hari mengalami poliuri, polidipsi, polifagi, dam kehilangan berat badan. 3) Gejala klinik dari sedang sampai berat yang berkembang dengan cepat (hari – minggu).
4) Relatif tidak ada kaitannya dengan genetika, dan terjadi pada usia di bawah 30 tahun (Priyanto, 2009). b. Diabetes tipe 2 1) Pasien dengan DM tipe 2 sering tanpa gejala.
2) Diagnosis DM tipe 2 harus dipertimbangkan pada pasien yang obes, mempunyai faktor keturunan DM, wanita yang melahirkan anak yang besar, mempunyai riwayat gestasional DM, hipertensi atau pasien yang mempunyai kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl, dan HDL kolesterol ≤ 35 mg/dl (Priyanto, 2009).
5. Diagnosis diabetes melitus a. Normal jika glukosa darah puasa < 110 mg/dl.
b. Gangguan glukosa darah puasa, jika glukosa darah puasa ≥ 110 mg/dl tetapi < 126 mg/dl.
c. Gangguan toleransi glukosa, jika setelah 2 jam dari tes toleransi glukosa kadarnya ≥ 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl d. Dikatakan DM jika:
1) Ada gejala DM + random plasma glukosa ≥ 200 mg/dl 2) Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl 3) Kadar glukosa 2 jam setelah tes toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl
1 4) Kadar glikosilat hemoglobin atau HbA C > 8% (Priyanto, 2009).
D. Insulin
Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino yang tersusun dalam 2 rantai; rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B mempunyai 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 gugus disulfida yaitu antara A7 dengan B7 dan A20 dengan B19 (Suherman, 2007).
Insulin disintesis oleh sel β pulau Langerhans dari proinsulin. Proinsulin merupakan polipeptida rantai tunggal dengan 86 asam amino. Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino (31, 32, 64, 65) dan lepasnya rantai asam amino dari ke 33 sampai ke 63 yang menjadi peptida penghubung (C-
peptide, connecting peptide
) seperti yang dijelaskan pada gambar 2 (Suherman, 2007).
Gambar 2. Perubahan proinsulin menjadi insulin dan C-peptida (Suherman,
2007)
1. Sekresi insulin
Insulin dirilis dari sel β pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan khususnya glukosa dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Stimulan lain seperti gula lain (misal mannosa ), asam amino tertentu (misal leucine, arginine) dan juga dikenal aktivitas vagal (Katzung, 2004). Produksi insulin pada orang normal, sehat yang kurus, antara 18 – 40 U per hari tau 0,2-0,5 U/kg berat badan per hari dan hampir 50% disekresi pada keadaan basal, 50% yang lain karena adanya asupan makanan (Suherman, 2007).
Mekanisme yang dapat merilis insulin ialah keadaan hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal kalium yang tergantung pada ATP. Penurunan arus ke luar dari kalium yang melalui kanal tersebut menyebabkan depolarisasi sel β dan terbukanya kanal kalsium yang tergantung voltase (voltage-gated). Hasil dari peningkatan kalsium intraseluler memicu sekresi hormon tersebut (Katzung, 2004). Hal tersebut dapat dijelaskan pada gambar 3.
Gambar 3. Mekanisme sekresi insulin di sel β (Suherman, 2007)
2. Kerja insulin di sel
Target organ utama insulin dalam mengatur kadar glukosa adalah hepar, otot, dan adiposa. Peran utamanya antara lain uptake, utilisasi, dan penyimpanan nutrien di sel. Efek anabolik insulin meliputi stimulasi, utilisasi dan penyimpanan glukosa, asam amino, asam lemak intrasel, sedangkan proses katabolisme (pemecahan glikogen, lemak dan protein) dihambat. Semua efek ini dilakukan dengan stimulasi transport substrat dan ion ke dalam sel, menginduksi translokasi protein, mengaktifkan dan menonaktifkan enzim spesifik, merubah jumlah protein dengan mempengaruhi kecepatan transkripsi gen dan translasi mRNA spesifik (Suherman, 2007).
3. Regulasi transport glukosa
Stimulasi transport glukosa ke otot dan jaringan adiposa merupakan hal yang krusial dari respons fisiologik terhadap insulin. Glukosa masuk ke dalam sel melalui salah satu jenis glucose-transporter (GLUT), dan 5 dari GLUT ini (GLUT
- 1 sampai GLUT 5) berperan pada difusi glukosa ke dalam sel yang bersifat Na independent. Insulin merangsang transport glukosa dengan menginduksi energi untuk mentranslokasi GLUT 4 dan GLUT 1 dari vesikel intrasel ke membran plasma. Insulin mempercepat masuknya glukosa ke sel otot rangka dan adiposa. Insulin masuk ke reseptor α di luar sel kemudian ke reseptor β di dalam sel. Selanjutnya merangsang fosforilase intrasel yang kompleks, berakhir dengan pembentukan transporter glukosa (GLUT 4). Kemudian GLUT 4 ditranslokasi ke dinding sel, glukosa plasma masuk ke dalam sel melalui GLUT 4. Dalam sel,
Gambar 4. Mekanisme kerja insulin (Suherman, 2007)
Efek ini bersifat reversibel, GLUT kembali ke pool intrasel saat insulin tidak bekerja lagi. Gangguan proses regulasi ini dapat menjadi salah satu sebab DM tipe 2 (Suherman, 2007)
4. Sediaan analog insulin
Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM tipe 2. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain intravena, intramuskuler, dan umumnya dalam penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian sub kutan (Suherman, 2007). Secara normal insulin disekresi masuk ke vena porta dan selanjutnya mencapai hepar dalam beberapa detik. Bila insulin diberikan secara subkutan, sebelum diabsorbsi dan kemudian masuk ke peredaran darah membutuhkan waktu untuk melakukan perubahan bentuk heksamer menjadi bentuk monomer (Murtiwi, 2011).
Insulin analog merupakan upaya untuk membuat insulin yang menyerupai profile insulin yang fisiologis ditubuh kita. Molekul human insulin terdiri dari rangkaian asam amino dalam bentuk dua rantai yaitu rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan rantai B yang terdiri dari 30 asam amino. Dengan merubah bentuk molekul asli dengan mengganti salah satu asam amino dalam rantainya akan memberikan perubahan kerja insulin. Perubahan molekul insulin ini akan menghasilkan insulin analog yang mempunyai sifat absorbsi dari tempat injeksi lebih cepat, sehingga akan masuk ke dalam aliran darah bersamaan dengan keadaan hiperglikemi prandial (Murtiwi, 2011).
Berdasarkan cara kerjanya, insulin analog diklasifikasikan sebagai:
a. Kerja cepat (rapid acting), sebagai contoh insulin aspart (Novorapid R/), insulin lispro (Humalog R/), insulin glulisine (Apidra R/)
b. Insulin kerja panjang (long acting), sebagai contoh glargine (Lantus R/) dan detemir (Levemir R/)
c. Insulin bifasik (premixed) merupakan campuran rapid acting dan
intermediet acting : Novomix R/ (biphasic insulin aspart 30), Humalog Mix R/
(biphasic insulin lispro 25) (Murtiwi, 2011).5. Insuline Glargine (Lantus R/)
Glargine (Lantus R/) merupakan long acting insulin analog yang diproduksi melalui teknik rekombinan DNA dengan melakukan modifikasi human insulin yaitu dengan cara menambahkan dua molekul arginine pada C-terminus rantai cabang B yang akan menggeser titik isoelektrik dari pH 5,4 ke 6,7, kondisi pH fisiologis jaringan subkutan. Dengan mengganti asam amino aspargine pada posisi rantai A21 dengan glycine akan membuat larutan menjadi lebih stabil (Murtiwi, 2011).