Efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina galur Swiss - USD Repository

  

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR

DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Farmasi Oleh :

  Aloysia Yossy Kurniawaty NIM : 078114072

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR

DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Farmasi Oleh :

  Aloysia Yossy Kurniawaty NIM : 078114072

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

PRAKATA

  Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Anti-Inflamasi Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada

  Mencit Betina Galur Swiss ” ini dengan baik.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada : 1.

  Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku pembimbing utama skripsi ini atas segala kesabaran untuk selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini 3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

  4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini, dan selaku pembimbing akademik selaku pimpinan laboratorium Farmasi yang telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna penelitian skripsi ini.

  5. Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat, Mas Yuwono, Mas Wagiran, dan semua staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu dan menemani selama penelitian berlangsung, atas segala bantuan dan dinamika selama di laboratorium.

  6. Bapak dan Ibu, atas dukungan, kasih sayang, doa dan perjuangan untuk terus memberikan yang terbaik bagiku, baik dalam materi maupun non-materi sehingga penulis tetap bersemangat dalam penyusunan skripsi ini.

  7. Sahabat dan orang-orang terbaik dalam hidupku, Aloysius Bimo Tiar Nugroho, Maria Angela Diva Vilaningrum Widyatenti, dan Cornelius Brian Alfredo atas kebersamaan, dukungan moral, kasih sayang, perhatian, semangat, keceriaan, doa, dan hanya kalian yang selalu mampu menyemangatiku dalam keadaan apapun juga.

  8. Rekan-rekan penelitian, Aryanti Prima Andini, Dina Wulandari, Ari Widya Nugraha, Andreas Arry Mahendra, Elisa Eka Adrianto, dan Cosmas Mora Yudiatmoko, atas bantuan, kerjasama, perjuangan, dan suka duka yang dialami selama penelitian.

  9. Teman-teman FKK B angkatan 2007 atas kebersamaan, persahabatan, suka dan duka selama ini.

  10. Pihak-Pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan

  Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna termasuk penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.

  Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, masyarakat, serta memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

  Yogyakarta, 21 Desember 2010 Penulis

  

INTISARI

Macaranga tanarius L. adalah tanaman yang telah banyak diteliti

  kandungan senyawanya, namun penelitian yang mengarah pada efek farmakologis terhadap kandungannya masih sedikit dilaporkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius, untuk mengetahui besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius serta untuk mengetahui besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun

M. tanarius pada mencit betina galur Swiss dengan metode Langford termodifikasi.

  Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tiga puluh lima ekor mencit dibagi dalam 7 kelompok, yaitu kelompok karagenin 1%, kelompok kontrol negatif aquades dan CMC-Na 1%, kelompok kontrol positif diklofenak, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M.

  

tanarius dengan dosis 711 mg/kgBB, 2133 mg/kgBB, dan 6400 mg/kgBB. Distribusi

  data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan Anova satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi. Daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB berturut-turut adalah 23,34%; 37,39%; dan 46,97%. Potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB yang dinyatakan oleh persen potensi relatif daya antiinflamasi berturut-turut adalah 43,32%; 65,54%; dan 87,16%.

  Kata kunci : antiinflamasi, ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., metode Langford termodifikasi

  

ABSTRACT

Macaranga tanarius L. is a plant that can cause pharmacological effects.

  Many researchers examine the compound content of this plant. But there are a few reports of the research about pharmacological effects and its content. The research purposes are to investigate anti-inflammatory effects of methanol-water extract of M.

  

tanarius leaves, to find out the large of anti-inflammatory power of methanol-water

  extract of M. tanarius leaves and also to know the relative potential amount of anti- inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves toward Swiss female mice by using modified Langford method.

  This research is purely experimental with completely randomized design direction. Thirty five mice were divided into seven groups of five animals each. 1% carrageenan group, aquadest negative control group and 1% CMC-Na, diclofenac positive control group, group of methanol-water extract of M. tanarius leaves treatment with a dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg, and 6400 mg/kg. Data distribution was analyzed with Kolmogorov-Smirnov test, continued by one-way ANOVA and Scheffe test with 95% confidence level

  The research results showed that methanol-water extract of M. tanarius leaves has anti-inflammatory effects. Anti-inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves at dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg, and 6400 mg/kg were 23.34%, 37.39%, and 46.97%. The relative potential of anti-inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves at dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg and 6400 mg/kg were 43.32%, 65.54%, and 87.16%.

  Key words: anti-inflammatory, methanol-water extract of leaves of Macaranga

  tanarius L., a modified method of Langford

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL .................................................................................................i HALAMAN JUDUL ...................................................................................................ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................................v PRAKATA ................................................................................................................vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................................x

  INTISARI ...................................................................................................................xi

  

ABSTRACT ................................................................................................................xii

  DAFTAR ISI ............................................................................................................xiii DAFTAR TABEL .....................................................................................................xvi DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................xvii DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xviii

  BAB I. PENGANTAR .................................................................................................1 A. Latar Belakang ....................................................................................................1

  1. Permasalahan .................................................................................................3

  2. Keaslian penelitian .........................................................................................4

  3. Manfaat penelitian .........................................................................................4

  B. Tujuan Penelitian ................................................................................................5

  A. Tanaman M. tanarius ..........................................................................................6

  1. Keterangan botani ..........................................................................................6

  2. Morfologi .......................................................................................................6

  3. Kandungan kimia ...........................................................................................7

  4. Kegunaan .......................................................................................................9

  5. Ekologi penyebaran dan budidaya .................................................................9

  B. Metode Penyarian .............................................................................................10

  C. Inflamasi ...........................................................................................................10

  1. Definisi ........................................................................................................10

  2. Klasifikasi ....................................................................................................11

  3. Penyebab dan gejala ....................................................................................12

  4. Mekanisme ...................................................................................................13

  D. Antiinflamasi ....................................................................................................17

  E. Metode Uji Daya Antiinflamasi .......................................................................18

  F. Diklofenak ........................................................................................................22

  G. Landasan Teori .................................................................................................23

  H. Hipotesis ...........................................................................................................24

  BAB III. METODE PENELITIAN ...........................................................................25 A. Jenis Rancangan Penelitian ............................................................................25 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................................25

  1. Variabel penelitian .......................................................................................25

  C. Bahan Penelitian ............................................................................................28

  D. Alat Penelitian ................................................................................................29

  E. Tata Cara Penelitian .......................................................................................30

  F. Tata Cara Analisis Hasil ................................................................................37

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................38 A. Hasil Determinasi Tanaman ...........................................................................38 B. Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius ..............................38 C. Uji Pendahuluan .............................................................................................40 D. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius ....................46 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................56 A. Kesimpulan ....................................................................................................56 B. Saran ..............................................................................................................56 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................58 LAMPIRAN ...............................................................................................................63 BIOGRAFI PENULIS ...............................................................................................82

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ...........................................41 Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ..............42 Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak ...................................................43 Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak .............45 Tabel V. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi ...........47 Tabel VI. Rata-rata persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi ................................................................................................49 Tabel VII. Uji Scheffe persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji antiinflamasi ................................................................................................51 Tabel VIII. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%) potensi relatif kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada 3 peringkat dosis dibandingkan diklofenak ....................................................................52

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur kandungan-kandungan yang diisolasi dari M. tanarius ...............8 Gambar 2. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi .............................................15 Gambar 3. Struktur diklofenak ..................................................................................22 Gambar 4. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ..............41 Gambar 5. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak .............44 Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok perlakuan uji antiinflamasi ...........................................................................................48 Gambar 7. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji antiinflamasi ................................................................................................50 Gambar 8. Grafik hubungan antara log dosis terhadap % daya antiinflamasi ...........53 Gambar 9. Foto tanaman M. tanarius.........................................................................62 Gambar 10. Foto serbuk daun M. tanarius ................................................................62 Gambar 11. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius ............................................63 Gambar 12. Larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pekat .............................63 Gambar 13. Foto kaki kiri mencit yang mengalami udema .......................................64 Gambar 14. Foto kaki kanan mencit tampak depan dan tampak belakang yang tidak mengalami udema ........................................................................................64

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi karagenin 1% pada rentang waktu tertentu dan hasil analisis statistiknya ..66 Lampiran 2. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak dan hasil analisis statistiknya ...................................................................................................69

  Lampiran 3. Data bobot udema kaki mencit hasil uji efek antiinflamasi dan hasil analisis statistiknya ......................................................................................72 Lampiran 4. Tabel % daya antiinflamasi dan potensi relatif .....................................76 Lampiran 5. Contoh cara perhitungan % daya antiinflamasi dan potensi relatif .......76 Lampiran 6. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol-air daun M.

  tanarius pada kelompok perlakuan ..............................................................77

  Lampiran 7. Perhitungan ED

  50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius ......................78

  Lampiran 8. Surat pengesahan determinasi tanaman M. tanarius .............................79 Lampiran 9. Surat keterangan hewan uji yang digunakan .........................................80 Lampiran 10. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius .......................81 Lampiran 11. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius ..................82

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon yang mencolok pada jaringan-jaringan hidup di sekitar sel-sel atau jaringan tubuh yang cedera atau mati. Inflamasi atau peradangan cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak

  diinginkan, padahal sebenarnya merupakan suatu keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan Wilson, 1992). Peran proses inflamasi di antaranya untuk penghancuran mikroorganisme yang masuk sehingga akan mencegah penyebaran infeksi (Underwood, 1996). Inflamasi tidak diinginkan karena terjadinya inflamasi biasanya disertai gejala-gejala yang menimbulkan rasa tidak nyaman yaitu kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (function laesa). Hal ini menjadi alasan bahwa inflamasi sangat mengganggu aktivitas.

  Pengobatan yang digunakan untuk mengatasi inflamasi serta gejala-gejala yang terjadi di masyarakat menggunakan obat antiinflamasi, seperti diklofenak.

  Diklofenak merupakan obat antiinflamasi yang efektif karena memiliki kecepatan klirens yang tinggi (Yeole, Galgatte, Babla, dan Nakhtat, 2006), dan merupakan salah satu obat NSAID yang banyak digunakan (Thakare dan Singh, 2006). Aktivitas prostaglandin terhambat (Anonim, 2000). Efek samping obat ini berupa gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dispepsia, kembung; sakit kepala, dan erupsi kulit atau ruam (Anonim, 2009). Karena hal tersebut maka muncul kecenderungan masyarakat untuk mengatasi penyakit dengan memanfaatkan tumbuhan sekitar yang mungkin berkhasiat (back to nature) dan dianggap relatif lebih aman daripada produk obat sintetik, sehingga masyarakat mencoba mencari alternatif lain dengan menggunakan pengobatan tradisional.

  Eksplorasi tanaman yang berefek antiinflamasi semakin berkembang dan semakin banyak dilakukan untuk mendapatkan informasi dalam pengembangan dunia pengobatan. Tanaman yang mungkin jarang dikenal oleh sebagian besar masyarakat namun masih dapat dieksplorasi sebagai tanaman alternatif pengobatan yaitu Macaranga tanarius (L.).

  Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005) melaporkan salah satu konstituen dari ekstrak n-heksan dan kloroform dari daun M.

  

tanarius berupa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan

nymphaeols B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2.

  Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, dkk (2006) melaporkan macarangiosida A-C dan malofenol B yang diisolasi dari ekstrak metanol M. tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH secara in vitro. Macarangiosida A-C dan malofenol B memiliki kemampuan dalam menangkap oksidan reaktif seperti radikal bebas (free radical scavengers). Dilihat karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga jalur pembentukan prostlagandin dapat dihambat. Jika mediator inflamasi tidak terbentuk, maka peradangan (inflamasi) tidak terjadi. Hal inilah yang mendasari dugaan sementara bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi.

  Pemilihan ekstrak metanol-air dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan senyawa yang lebih banyak dalam penangkapan radikal bebas dibandingkan dengan penelitian Matsunami, dkk (2006) yang hanya menggunakan ekstrak metanol, dan juga karena senyawa ini termasuk dalam golongan glikosida yang mudah larut dalam air. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

1. Permasalahan

  Permasalahan yang akan diteliti adalah : a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi pada mencit betina galur Swiss? b.

  Berapakah besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss? c.

  Berapakah besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M.

  tanarius

  pada mencit betina galur Swiss? d.

  50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina

  Berapakah besar ED galur Swiss?

  2. Keaslian penelitian

  Penelitian terkait pengujian daun M. tanarius melaporkan kandungan ekstrak metanol M. tanarius berupa mallotinic acid, corilagin, macatannin A,

  chebulagic acid , and macatannin B mempunyai aktivitas potensial

  menghambat α- glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Puteri dan Kawabata, 2010).

  Penelitian yang dilakukan oleh Phommart, dkk (2005) melaporkan bahwa ekstrak n-heksan dari daun M. tanarius dilaporkan mengandung nymphaeol dan tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2.

  Matsunami, dkk (2006) melaporkan 4 kandungan baru dari M. tanarius yaitu macarangiosida A-C, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol M.

  tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.

  Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss belum pernah dilakukan.

  3. Manfaat penelitian a.

  Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang penggunaan tumbuhan alternatif yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi. b.

  Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang nilai ED

  50 daun M. tanarius yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi.

B. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

  2. Untuk mengetahui besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

  3. Untuk mengetahui besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

  4. Untuk mengetahui besar ED

  50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Macaranga tanarius L.

  1. Keterangan botani Macaranga tanarius

  (L.) M. A. termasuk dalam famili Euphorbiaceae dengan sinonim Ricinus tanarius L. (Wagner, Herbst, dan Sohmer, 1999),

  

Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume

  (World Agroforestry Centre, 2002). Dikenal di beberapa daerah dengan nama tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Anonim, 2010).

  2. Morfologi

  Merupakan pohon kecil sampai sedang, dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Anonim, 2010).

3. Kandungan kimia

  Uji kimia dari tanin dalam daun M. tanarius dilaporkan 7 hydrolyzable

  

tannin yang baru, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lim,

Nonaka, dan Nishioka, 1990).

  Dari daun M. tanarius dilaporkan ditemukan 3 kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8-dihydrovomifoliol), dan

  annuionone E (Phommart dkk, 2005).

  Dilaporkan 4 kandungan baru dari daun M. tanarius megastigman

  

glucoside , dinamai macarangiosida A-D bersama dengan campuran mallophenol B,

lauroside

  E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan isoquercitrin n (Matsunami dkk, 2006), serta lignan glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6 -O-galloyl]-

  

β-D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan

  F, bersama dengan 15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun M. tanarius (Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dkk, 2009).

  

Gambar 1. Struktur kandungan-kandungan yang diisolasi dari M. tanarius

(Matsunami dkk, 2006)

  Dilaporkan pula kandungan ekstrak metanol M. tanarius berupa mallotinic

  

acid , corilagin, macatannin A, chebulagic acid, and macatannin B mempunyai aktivitas potensial menghambat α-glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Puteri dan Kawabata, 2010).

  4. Kegunaan

  Secara tradisional, tumbuhan M. tanarius digunakan sebagai fermentasi pada tempe dan pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Kulit batang dan daun

  

M. tanarius diketahui banyak mengandung tanin yang telah digunakan dalam

  pengobatan tradisional untuk diare dan luka, dan juga sebagai antiseptik (Lim, Nonaka, dan Nishioka, 1990). Pada pengobatan tradisional di Malaysia dan Thailand, dekoksi akar M. tanarius digunakan sebagai antipiretik dan antitusif. Akar keringnya digunakan sebagai agen emetik, sedangkan daun segarnya digunakan untuk menutupi luka pada pencegahan antiinflamasi (Lim, Lim, dan Yule, 2009).

  5. Ekologi penyebaran dan budidaya M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina,

  Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malaysia, sampai ke Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di daratan Asia Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak pulau di Malaysia (yaitu Sumatra, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Nugini, seluruh Kepulauan Filipina) (Anonim, 2010).

B. Metode Penyarian

  Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

  Maserasi adalah cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

C. Inflamasi 1.

   Definisi

  Inflamasi atau peradangan merupakan reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992).

  Dikatakan juga bahwa inflamasi adalah usaha protektif dari suatu organisme penyembuhan suatu jaringan (Denko, 1992). Proses inflamasi ini diperlukan dalam penyembuhan luka. Bagaimana pun inflamasi, apabila tidak dicegah dapat menjadi sebuah awalan dari beberapa penyakit seperti vasomotor rhinnorhoea, rheumatoid arthritis , dan atherosclerosis (Henson dan Murphy, 1989).

2. Klasifikasi

  Inflamasi secara umum dibagi menjadi 3 fase, yakni : inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler (Vogel, 2002).

  Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi hospes mungkin menguntungkan, seperti bilamana ia menyebabkan organisme penyerang menjadi difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak begitu berperan dalam respon akut seperti interferon, platelet-derived growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3 (Katzung, 2001). Pada fase ini terjadi degenerasi jaringan dan fibrosis (Vogel, 2002).

3. Penyebab dan gejala

  Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi, biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi ketiga agen tersebut (Mutschler, 1986). Gejala proses inflamasi akut yang sudah dikenal meliputi

  rubor, calor, dolor, tumor,

  dan functio laesa (Wilmana, 1995). Mediator kimiawi pada reaksi inflamasi yaitu histamin dan bradikinin. Eikosanoid, pada dasarnya terdiri dari prostaglandin, tromboksan dan leukotrien (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003).

  Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di

  daerah yang mengalami inflamasi. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriola yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Keadaan inilah yang bertanggung jawab atas warna merah lokal yang tampak pada peradangan akut (Kee dan Hayes, 1996).

  Calor atau rasa panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi

  radang akut. Sebenarnya, panas hanyalah suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37°C, yaitu suhu di dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi karena darah yang disalurkan tubuh ke permukaan yang mengalami radang lebih banyak daripada darah yang disalurkan ke daerah yang normal (tidak mengalami radang) (Price dan Wilson, 1992).

  Rasa sakit (dolor) dalam reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkab peningkatan tekanan lokal, yang tanpa dapat diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1992).

  Gejala yang paling terlihat dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interestial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

  Functio laesa yaitu berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami

  peradangan (Sander, 2003). Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996). Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit; pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Underwood, 1996).

4. Mekanisme

  Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator yang dihasilkan oleh asam arakidonat. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, enzim fosfolipase kemudian diaktifkan arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2002). Asam arakidonat tersebut dapat dimetabolisme dalam dua jalur enzim yang berbeda, yaitu jalur enzim siklooksigenase dan lipooksigenase (Price and Wilson,1992). Beberapa sel dan mediator terlibat dalam respon alamiah (merupakan berbagai sistem pertahanan tubuh) dan interaksinya sangat kompleks. Lebih detailnya, berhubungan dengan kejadian-kejadian vaskuler dan peran sel serta mediator-mediator dalam tubuh.

  Kejadian-kejadian vaskuler adalah dilatasi awal dari arteriola-arteriola kecil yang berakibat pada peningkatan aliran darah, diikuti dengan penurunan kemudian berhentinya aliran darah dan peningkatan permeabilitas dari venula post kapiler, dengan eksudasi cairan. Vasodilatasi yang terjadi disebabkan oleh beberapa mediator (histamin, prostaglandin (PG) E

  2 dan I 2 , dan sebagainya) yang dilepaskan karena

  adanya interaksi antara mikroorganisme dan jaringan. Beberapa dari mediator tersebut (seperti histamin, platelet-activating factor (PAF), dan sitokin dilepaskan oleh interaksi TRL-PAMP) juga bertanggung jawab atas fase awal dari peningkatan permeabilitas vaskuler. Sistem kinin merupakan salah satu dari rangkaian enzim, yang mengakibatkan produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya bradikinin. Sel yang terlibat dalam peradangan, beberapa (sel-sel endothelial vaskular, sel mast, dan makrofag jaringan) secara normal berada dalam jaringan, sementara dari darah platelet dan leukosit meningkatkan akses ke area inflamasi (Rang dkk., 2007).

  Radikal bebas oksigen akan terlepas secara ekstraseluler dari leukosit mengikuti tantangan fagositik. Produksi radikal bebas oksigen bergantung pada aktivasi sistem oksidase NADPH. Anion superoksida, hidrogen peroksida (H

  2 O 2 ),

  dan radikal hidroksil merupakan spesies utama yang diproduksi oleh sel, dan anion superoksida dapat berinteraksi dengan NO untuk membentuk spesies nitrogen aktif (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005).

  

Gambar 2. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi (Rang dkk, 2003) Eicosanoid merupakan senyawa yang dihasilkan dari fosfolipid melalui jalur termasuk di antaranya yang paling penting mediator-mediator dalam reaksi inflamasi. Sumber utama dari eicosanoid adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses esterifikasi fosfolipid. Eicosanoid utama antara lain prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien, meskipun derivat lain dari asam arakidonat seperti lipoksan juga dihasilkan. Langkah awal dan batas laju sintesis eicosanoid bergantung pada pembebasan asam arakidonat, baik dalam satu tahap (dengan bantuan fosfolipase A

  2 ) maupun dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, dan diasilgliserol).

  Jalur fosfolipase A

  2 memiliki pengaruh besar dalam pembentukan asam arakidonat intraseluler. Kerusakan sel umumnya memicu proses pembebasan asam arakidonat.

  Asam arakidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur, yaitu: a. Melalui siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk, COX-1 dan COX-2.

  Enzim-enzim ini mengawali biosintesis prostaglandin dan tromboksan.

  b. Melalui bermacam-macam lipoksigenase yang mengawali sintesis leukotrien, lipoksin, dan komponen lainnya (Rang dkk, 2007).

  Lipooksigenase ialah enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi senyawa leukotrien. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada eosinofil, neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di tempat kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit dan platelet lain. Stimulasi membran neutrofil menghasilkan oxygen free radicals. Anion superoksid dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu produksi molekul lain substansi ini dengan asam arakidonat menyebabkan munculnya substansi kemotaktik, oleh karena itu memperlama proses inflamasi (Wibowo dan Gofir, 2001).

D. Antiinflamasi

  Berdasarkan mekanisme kerjanya secara umum, obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan, yaitu golongan steroid dan golongan nonsteroid. Obat antiinflamasi golongan steroid memiliki daya antiinflamasi kuat, dengan mekanisme utama menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya. Sedangkan obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) bekerja melalui mekanisme lain, seperti inhibisi enzim siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin (Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Pitomedika, 1991).

  Obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) berperan sebagai antiinflamasi dengan satu atau beberapa mekanisme, diantaranya dengan inhibisi metabolisme asam arakidonat, inhibisi enzim siklooksigenase (COX) atau inhibisi sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin, pelepasan hormon steroid, stabilisasi membran lisosom, dan pelepasan fosforilasi oksidatif (Kohli, Ali, dan Raheman, 2005). Hampir semua OAINS adalah menghambat sintesis prostaglandin dengan inhibisi COX-1 dan COX-2. Berdasarkan pada selektifitasnya terhadap COX, OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu:

  1. Inhibitor COX nonselektif, meliputi aspirin, indometasin, diklofenak, piroksikam, ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat;

  2. Inhibitor selektif COX-2, meliputi nimesulid, meloksikam, nabumeton, dan aseklofenak. Golongan OAINS ini bekerja secara selektif preferential COX-2, dimana penghambatan pada COX-2 nya tidak sekuat golongan rofecoxib sehingga tidak mengganggu fungsi fisiologis COX-2 yang berguna pada kardiovaskular.

  Golongan OAINS ini disebut aman untuk kardiovaskular (Ignatius, Zarraga, dan Ernest, 2007).

  3. Inhibitor sangat selektif COX-2, meliputi celecoxib, rofecoxib, valdecoxib, parecoxib, etoricoxib dan lumiracoxib (Derle, Gujar, dan Sagar, 2006). OAINS sangat selektif COX-2 memiliki efek samping pada kardiovaskular, yaitu dapat meningkatkan resiko terjadinya AMI (Acute Myocardial Infarction) karena mempunyai penghambatan yang sangat kuat terhadap COX-2. COX-2 mempunyai fungsi fisiologis dalam mensintesis prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator pada pembuluh darah jantung (Ignatius dkk, 2007).

E. Metode Uji Daya Antiinflamasi

  Secara umum, model inflamasi dibedakan menjadi dua, sesuai dengan jenis inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi akut dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus, pembentukan eritema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudasi inflamasi, sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi artritis (Gryglewski, 1977).

  Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi adalah sebagai berikut:

  1. Uji eritema Eritema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi.

  Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin (Gryglewski, 1977). Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin (Turner, 1965).

  2. Induksi udema telapak kaki belakang Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi (Khanna dan Sarma, 2001). Aktivitas anti- inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002).

  Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama) dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977).

  3. Tes granuloma Hewan uji berupa tikus putih betina galur Wistar diinjeksi bagian punggung secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai senyawa iritan. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur volume cairannya (Turner, 1965). Persen inhibisi granuloma dihitung dengan membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (Khanna dan Sarma, 2001). Model percobaan ini lebih responsif untuk uji obat antiinflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).

  4. Induksi artritis Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun suspensi intrakutan

  

Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal

  ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan, hiperpireksida lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor (Gryglewski, 1977).