Keputusan stratejik program Open Recruitment Remaja Masjid al Akbar Surabaya 2014-2016.

(1)

KEPUTUSAN STRATEJIK PROGRAM

OPEN RECRUITMENT

REMAJA MASJID AL-AKBAR SURABAYA 2014-2016

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh :

Agus Susanto

NIM: F120915279

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini mengambil Remaja Masjid al-Akbar Surabaya sebagai objek penelitian. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui proses pengambilan keputusan stratejik program open recruitmen 2014-2016 yang meliputi tahapan identifikasi, pengembangan dan penyelesaian dalam merumuskan program oprec 2014-2016. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Temuan dari penelitian ini adalah: 1) Dalam tahap identifikasi, pengurus melakukan evaluasi atas program open recruitmen sebelumnya, evaluasi dilakukan dengan meninjau kembali keinginan visi dan misinya. 2) Dalam tahap pengembangan, yang dilakukan pengurus mencari faktor stratejiknya baik dari internal Remas maupun dari ektsternal Remas, faktor kekuatan yang ditemukan antara lain; kualitas dan kuantitas SDM pengurus, dukungan stakeholder, branding Masjid al-Akbar Surabaya, kesolidan pengurus Remas sedangkan kelemahan yang ditemukan adalah krisis kepercayaan salah satu pembina Remas, sedangkan faktor eksternal yang ditemukan berupa peluang; karaktersistik Remaja Muslim Surabaya, kompetitor yang kooperatif, dukungan lingkungan makro dari pemprov Jatim. 3) Dalam tahap penyelesaian pengurus Remas membuat alternatif model oprec 2014-2016 serta melakukan pemilihan desain oprec. Pemilihan model lebih didasarkan pada kapasitas organisasi dalam merespon karakteristik Remaja Muslim sebagai calon pengurus.

Kata kunci: keputusan stratejik, open recruitmen, remaja masjid, manajemen dakwah.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI... v

MOTTO... vii

ABSTRAK... viii

UCAPAN TERIMA KASIH... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

BAB I PENDAHALUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 12

C. Rumusan Masalah... 13

D. Tujuan Penelitian... 14

E. Manfaat Penelitian... 14

F. Penelitian Terdahulu... 16

G. Metode Penelitian... 20

H. Sistematika Pembahasan... 26

BAB II REMAJA MASJID, REKRUTMEN SDM NONPROFIT DAN TEORI KEPUTUSAN STRATEJIK... 28


(8)

B. Rekrutmen SDM... 42

C. Teori Pengambilan Keputusan Stratejik... 46

BAB III DESKRIPSI REMAJA MAJID AL-AKBAR SURABAYA... 66

A. Sekilas Sejarah Remaja Masjid al-Akbar Surabaya... 66

B. Visi dan Misi Remaja Masjid al-Akbar Surabaya 2014-2016... 66

C. Keanggotaan dan Kepengurusan Remaja Masjid al-Akbar Surabaya 2014-2016... 67

D. Struktur Kepengurusan... 68

E. Program Open Recruitmen 2014-2016... 69

BAB IV ANALISIS KEPUTUSAN STRATEJIK PROGRAM OPEN RECRUITMENT REMAJA MASJID AL-AKBAR SURABAYA 2014-2016... 95

A. Fase Identifikasi... 95

B. Fase Pengembangan... 105

C. Fase Penyelesaian... 122

BAB V PENUTUP ... 124

A. Kesimpulan... 127

B. Keterbatasan Penelitian... 130

C. Saran... 130


(9)

DAFTAR TABEL


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Pengambilan Keputusan Stratejik Organisasi Publik dan Organisasi Nirlaba... 56 Gambar 2.2 Sketsa Kerangka Teoritik Penelitian... 65 Gambar 3.1 Struktur Pengurus Remaja Masjid al-Akbar Surabaya... 69


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Masjid bisa dikatakan sebagai lembaga atau organisasi pertama dan utama di dalam Islam, dan tidak ada satupun lembaga maupun organisasi didunia ini yang bisa menandingi kehadiran masjid dalam masyarakat Indonesia1, bahkan keberadaanya akan mudah untuk ditemukan. Masjid sendiri memiliki kedudukan sentral. Dari tempat suci inilah, dakwah keislaman yang meliputi aspek duniawi-ukhrawi, material-spiritual, dimulai. Sedangkan dilihat secara teoritis-konseptual, masjid merupakan pusat kebudayaan Islam2. Dilihat dari segi sejarah, masjid merupakan lembaga yang pertama dan utama yang didirikan oleh Rasulullah SAW dalam menegakkan agama. Sedangkan dilihat dari segi fungsi, masjid merupakan pusat peribadatan maupun kemasyarakatan3. Masjid juga berfungsi sebagai penyangga dan jangkar sistem sosial, sebagai jangkar sistem sosial Islam tidak akan berjalan baik jika tidak ada yang mengurus. Artinya, masjid membutuhkan peran serta masyarakat dalam mengurus dan memajukan kegiatan-kegiatan masjid. Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah seperti salat,

1 Ruspita Rani Pertiwi, “Manajemen Dakwah Berbasis Masjid”, Jurnal MD Vol 1 No. 1

(Juli- Desember, 2008), 53.

2 Moh. E. Ayub, dkk. Manajemen Masjid (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 1. 3 Ibid,.


(12)

2

melainkan bisa juga dijadikan sebagai tempat belajar ilmu-ilmu agama yang lebih luas4.

Masjid mempunyai kedudukan penting dalam pembinaan dakwah Islamiyah, karena itu merupakan suatu tempat memberi tuntunan dan pelajaran-pelajaran kepada kaum muslim, baik yang berhubungan dengan masyarakat maupun dengan masalah ‘aqidah yang disalurkan melalui khutbah-khutbah

jum’at ataupun ceramah Agama. Disamping itu dipergunakan juga sebagai tempat

mempelajari/latihan yang menyangkut dengan agama, terutama dalam bidang pengajian dan pengetahuan lainnya5. Masjid adalah medium untuk mensucikan diri, tempat tarbiyah terbaik, latihan jiwa, untuk tujuan zikir bagi mendekatkan diri dengan Allah SWT. Di zaman Rasullullah SAW, masjid bukan sekadar tempat para sahabat berkumpul berjemaah. Masjid adalah pusat pentadbiran, pusat sosialisasi masyarakat, pusat kegiatan ekonomi, muamalat, pusat konseling, tempat terbaik untuk mempupuk ukhwah dan semangat ummah bagi melahirkan esprit de corps. Masjid pada zaman awal era Islam hanyalah berbumbungkan pelepah tamar, dibina pada kadar yang paling asas, tetapi pengisiannya hebat6.

Pemuda masjid atau Remaja Masjid merupakan salah satu dari beberapa stakeholders dari sebuah organisasi masjid. Salah satu peran serta yang sangat diharapkan adalah kehadirannya dalam menyemarakkan masjid. Kehadiran remaja masjid diharapkan dapat menjadi instrumen dan wadah internaliasi

4Abdurrahman Muchtar, Organisasi, Administrasi, dan Manajemen Masjid: dalam Panduan Pengelolaan Masjid, (Jakarta: Intermasa, 2007), 15.

5 Mushinah Ibrahim, “Pendayagunaan Mesjid dan Menasah Sebagai Lembaga Dakwah

Islamiyah”, Jurnal Al-bayan Vol. 19 No. 28 (Juli-Desember2013), 83.


(13)

3

nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari bagi para remaja muslim sebagai generasi berikutnya. Dalam perspektif al-Qur’an, signifikansi masjid melakukan pembinaan kepada pemuda didasarkan pada penjelasan al-Qur’an bahwa umat Islam perlu mencontoh generasi Ashab al-Kahfi dalam mempersiapkan generasi muda. Mereka adalah generasi yang memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, serta mampu mempertahankan keyakinannya di hadapan penguasa yang ingin merusak keimanannya. Al-Qur’an juga mengingatkan kepada umat Islam agar hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka generasi yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, seperti yang tertulis dalam surrah an-Nisa: 9 berikut ini:

لوقيۡل ََ ْاوقَتيۡلف ۡم ۡيلع ْاوفاخ اًفعض ٗةَي ۡم فۡلخ ۡنم ْاوكرت ۡول ني َل ش ۡخيۡل اً ي س ٗٗ ۡوق ْاو

٩

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar7”

Selain itu pada masa sekarang, remaja masjid semakin terasa diperlukan terutama untuk mengorganisir kegiatan dakwah yang memiliki keterikatan dengan masjid. Keberadaannya dapat memberikan warna tersendiri bagi pengembangan masjid. Dan tentunya, diharapkan remaja masjid dapat menjadi penggerak pengembangan dakwah Islam yaitu dengan menjadikan masjid sebagai pusat aktivitasnya. Sebagai organisasi yang terikat dengan masjid maka peran utamanya tidak lain adalah memakmurkan masjid. Memakmurkan masjid merupakan bagian

7 Departemen Agama, QS. An-Nisa ayat 9, Al –Qur’an dan terjemahannya juz 1 – juz 30


(14)

4

dari dakwah bil hal (dakwah pembangunan), yaitu dakwah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat, baik rohani maupun jasmani8.

Karena itu peran pembinaan terhadap pemuda masjid atau yang biasa popular disebut dengan Remaja Masjid menjadi perlu untuk diperhatikan. Remaja masjid kini telah menjadi suatu fenomena bagi kegairahan para remaja muslim dalam mengkaji dan mendakwahkan Islam di Indonesia. Pada dasarnya dakwah Islam yang dilakukan oleh generasi muda Islam bukan merupakan suatu hal yang baru. Remaja masjid dapat membina para anggotanya agar beriman, berilmu, dan beramal shaleh dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT untuk mencapai keridhaan-Nya. Pembinaan remaja muslim dilakukan dengan menyusun aneka program kemudian di follow up (tindak lanjut) dengan berbagai aktivitas yang berorientasi pada keislaman, kemasjidan, keremajaan, dan keilmuan9. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwasanya pada masa sekarang, Remaja Masjid semakin terasa diperlukan terutama untuk mengorganisir kegiatan dakwah yang memiliki keterikatan dengan masjid. Keberadaannya dapat memberikan warna tersendiri bagi pengembangan masjid. Dan tentunya, diharapkan remaja masjid dapat menjadi penggerak pengembangan dakwah Islam yaitu dengan menjadikan masjid sebagai pusat aktivitasnya.

Masjid sekaligus Remaja Masjidnya sebagai salah satu institusi dakwah pun tak bisa lepas dari konteks lingkungan yang begitu dinamis, perubahan

8 Moh. E. Ayub, dkk. Manajemen Masjid (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 9.

9 Siswanto, Panduan Pengelolaan Himpunan Jama’ah Masjid, (Jakarta : Pustaka Amani,


(15)

5

lingkungan pada organisasi dakwah adalah suatu keniscayaan10. Perubahan merupakan hasil dari takdir sejarah, tidak bisa dihindari, ditolak atau bahkan diubah. Di dunia ini tidak ada makhluk yang tidak berubah, kecuali hukum perubahan itu sendiri. Karena itulah maka lembaga dakwah yang senantiasa berhadapan dengan tansformasi lingkungan dakwah yang begitu dinamis, haruslah berjalan bersamaan, tidak bisa sendiri-sendiri dalam penyelenggaraan dakwahnya, harus bekerjasama dalam kesatuan yang terorganisir secara rapi dan harus mempersiapkan serta merencanakan segala nya dengan sistematis, dengan kata lain untuk menghadapi masyarakat sebagai mitra dakwah yang semakin komplek permasalahannya, lembaga dakwah akan mampu berjalan secara efektif bilamana sebelumnya telah mampu mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah-masalah yang akan dihadapi, kemudian atas hasil pengenalan situasi dan kondisi lingkungan dakwah, maka dapat disusun rencana dakwah yang realistis11.

Salusu menyatakan bahwa organisasi non profit dalam membuat keputusan-keputusan penting haruslah efektif secara stratejik12. Organisasi non profit juga harus melandasi tiap keputusan program-program mereka dengan pertimbangan stratejik, hal ini karena perencanaan stratejik merupakan satu jalan yang dibutuhkan untuk menghadapi situasi yang dinamis dan komplek. Ia dapat membantu mereka membangun kekuatannya dan menarik manfaat peluang-peluang penting, sementara mereka dapat menghindari ancaman yang serius13.

10 Shohyan Affandi, Manjemen Strategi Untuk Organisasi Dakwah, (Surabaya, Kurnia

Grup: 2016), 77.

11 Ibid, 81.

12 J. Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, (Jakarta: Grasindo, 1996), 39.


(16)

6

Dalam prosesnya suatu keputusan dikatakan sebagai keputusan stratejik manakala dalam proses pembuatan keputusan tersebut paling tidak melewati empat fase: fase identifikasi yang berisikan mengenai evaluasi terhadap kinerja sebelumnya, fase pengembangan yang berisi akan tiga hal penting yaitu menyimak faktor-faktor yang penting dalam internalnya kemudian memilih faktor-faktor stratejik berupa kelemahan dan kekuatan organisasi lalu menyimak faktor-faktor yang penting dalam lingkungan eksternalnya kemudian memilih faktor stratejik berupa peluang dan ancaman dan melakukan analisis SWOT nya, fase penyelesaian yang berisikan reviu tujuan stratejik serta perumusan alternatif-alternatif stratejiknya kemudian melakukan pemilihan atasnya dan memutuskan, dan fase impelementasi serta evaluasi14.

Tetapi dalam praktiknya di lapangan manajemen masjid, Siswanto menyatakan dalam bukunya tentang beberapa problematika dalam pengelolaan masjid antara lain: bangunan masjid yang kurang memenuhi kebutuhan jamaah, sistem pengajaran Islam yang kurang baik, syiar Islam dengan cara yang kurang simpati, pengelolaan yang kurang terorganisir dan konflik intern pengurus, kurang berkembangnya himpunan jamaah masjid dan organisasi remaja masjid, sdm yang masih lemah, dan dana masjid yang minim15. Dari pernyataan Siswanto tersebut, salah satu problematika pengelolaan disini adalah pengelolaan remaja masjidnya.

Persoalan pengelolaan Remaja Masjid nampaknya memang menjadi gejala umum dalam manajemen masjid, hal ini misalnya pernah terjadi juga di

14 Ibid, 272.

15 Siswanto, Panduan Pengelolaan Himpunan Jama’ah Masjid, (Jakarta : Pustaka Amani,


(17)

7

masjid Al-Akbar, dulunya sebelum periode kepengurusan 2014-2016, fenomena pasang surut jumlah anggota Remaja Masjid juga pernah dialaminya, data yang kami dapatkan sepertinya branding masjid Al-Akbar sebagai salah satu masjid yang profesional belum cukup menarik remaja muslim di Surabaya dan sekitarnya untuk bergabung dengan Remas Majid Al-Akbar Surabaya. Lebih lanjut misalnya

Ust. ‘F’ selaku ketua Remas periode 2014-2016 menyatakan bahwa ada juga faktor ketidaktahuan mereka tentang bagaimana mekanisme untuk menjadi salah satu bagian dari Remaja Masjid al-Akbar16. Namun menurutnya yang mungkin menjadi pembedanya adalah soal desain open recruitment, beliau melanjutkan bahwa perbedaan model open recruitment sebelum 2014 dengan saat 2014-2016 adalah pada desainnya. Model OPREC yang lama, Remaja Masjid al-Akbar sebatas mengumumkan bahwa di Masjid Al-Akbar Surabaya telah diadakan open recruitmen, sambil menunggu pengurus Remaja Masjid tidak melakukan upaya lain. Barangkali karena itulah peminat Remaja Masjid al-Akbar Surabaya tidak seramai seprti saat ini17.

Peneliti juga menemukan persoalan yang sama di beberapa Remaja Masjid yang diobservasi secara random. Dalam pencarian data awal tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan pengurus dari Remaja Masjid mengenai jumlah pendaftar dan strategi yang dipakai di dalam melakukan rekrutmen. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ketua dan anggota Remaja Masjid serta observasi yang dilakukan oleh peneliti, sepinya peminat juga dialami oleh

16 Ust. F, Wawancara Studi Pendahuluan, Gedung Kalijaga Surabaya (ruang temu dan

koordinasi remaja masjid al-Akbar), 6 November 2016.


(18)

8

beberapa remaja masjid di Surabaya, diantaranya Masjid Tholabuddin Rungkut yang hanya memiliki 37 peminat dari kalangan remaja sekitar Rungkut Lor dan ketua Remaja Masjidnya menyatakan bahwa remaja sekitar masjid di Rungkut tersebut hanya 37 remaja saja sementara cara yang digunakan untuk menarik minat calon pengurus Remaja Masjid adalah dari gethok tular18, Masjid Al Barokah Dukuh Pakis malah mengalami nasib yang lebih buruk dari Remaja Masjid hanya 17 peminat dalam wawancara tersebut alasan mengenai sepinya jumlah peminat anggota Remaja Masjid adalah model sosialisasi penerimaan anggota baru Remaja Masjid masih mengandalkan model gethok tular tanpa disertai dengan strategi-stretagi yang mampu menarik remaja sebagai pasar Remaja Masjid tersebut, dan Masjid al-Huda Sidosermo 13 peminat.19 Sepinya peminat itu tentu akan berpotensi mengancam fungsionalisasi remaja masjid yang dibutuhkan untuk bisa membantu memakmurkan masjid, apa yang dilakukan oleh Remas al-Akbar sebelum tahun 2014, lalu Remas al-Barokah, Remas Tholabudin dan juga Remas al-Huda dalam melakukan rekrutmen tidak mendasarinya denagn pertimbangan-pertimbangan stratejik. Peneliti menyimpulkan begitu setelah melihat, mendengarkan bahwa model sosialisasi rekrutmen untuk anggota baru Remaja Masjid tidak didasarkan pada karakter pemuda masjid itu sendiri. Bagi remaja suatu kegiatan itu haruslah menarik, menantang dan memiliki efek connected antar remaja itu sendiri. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami

18 Dalam istilah keseharian peneliti, gethok tular seringkali dipakai oleh masyarakat Jawa

di dalam menyampaikan atau menyebarkan informasi melalui lisan ke lisan, mulut ke mulut. Sehingga tidak membutuhkan perangkat media semacam radio, internet dan sejenisnya.


(19)

9

berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis20. Dalam pergaulan sosial para remaja juga mengalami perkembangan, seperti mulai menyadari keberadaan orang lain atau teman, kelompok-kelompok sebaya yang diperbolehkan mempengaruhinya, perilaku sosial yang lebih matang, remaja juga menginginkan model kelompok sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam pemilihan teman, kegiatan, pemimpin dan dalam dukungan sosial21.

Hal ini berbeda dengan hasil rekrutmen anggota remaja masjid di Akbar periode 2014-2016, menurut data statistik dari Remas Masjid Nasional al-Akbar terhitung yang mendaftarkan diri sebagai anggota mencapai angka 100 orang di setiap periodenya. Di tahun ini pun yakni Maret 2016 tercatat ada 128 pendaftar yang mengikuti program perekrutan Remas Masjid Al Akbar.22 Dalam studi pendahuluan yang kami lakukan, peneliti menemukan model pengambilan keputusan stratejik terjadi di lembaga dakwah bernama Remaja Masjid al-Akbar Surabaya yaitu pada program Open Recruitmen (oprec)23, beberapa indikasi yang membuktikan bahwa ini merupakan keputusan stratejik adalah hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Ust. ‘A.C.I’24 mengenai alasan program oprec, beliau menyatakan bahwa hal tersebut tak lepas dari posisi masjid al-akbar sendiri

20 John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 20. 21 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Remaja: Edisi Kelima, (Jakarta: Penerbit

Erlangga, 1980), 240.

22 Wawancara, Ketua Remas, Ustadz ‘F’, Gedung Kalijaga Surabaya (ruang temu dan

koordinasi remaja masjid al – akbar), 6 November 2016.

23 Untuk selanjutnya demi efisiensi istilah dalam proposal tesis ini, open recruitmen yang

kami maksud akan kami ringkas dengan istilah OPREC yang merupakan kependekan dari open recruitmen.

24 Secara struktur sebenarnya merupakan kepala bidang (kabid) dakwah dan ibadah,

subdivisi yang sama di dalam divisi immarah, namun dikarenakan kabid sosial mundur padahal kabid inilah yang melakukan pembinaan terhadap remaja masjid, maka Ust. ‘A.C.I’ juga diperbantukan menjadi pembina bersama Ust. ‘G.H’ sebagai plt. Kabid Sosial.


(20)

10

yang semenjak awal memiliki visi sebagai pusatnya Islamic Studies bagi masjid-masjid di Surabaya, dan terutama di sekitar al-Akbar. Maka bukannya menjadi kompetitor yang memiliki hubunngan persaingan atau vis a vis sehingga rebutan

jama’ah, malah harus menjadi mitra strategisnya.

Masjid al-Akbar harus mampu mengayomi, memberikan contoh dan menjadi rujukan dalam pengelolaan masjidnya, misalnya saja salah satu upaya perwujudan dari visi itu adalah munculnya forkomas25, yang sampai sekarang masih aktif digalakkan. Karena remas juga bagian dari masjid al-Akbar Surabaya maka harus juga mengikuti kaidah tersebut, maka dalam proses rekrutmen atau pengadaan anggotanya juga tidak boleh dibatasi hanya segelintir remaja di sekitar al-Akbar saja26. Peneliti menganggap hal ini merupakan indikasi faktor internal yang harus diperhatikan oleh Remaja Masjid juga, yakni mempertimbangkan visi dan misi dari Masjid al-Akbar sendiri.

Oprec lebih banyak digunakan sebagai sistem seleksi mengenai keseriusan calon pengurus, instrumennya adalah lewat tora akan bisa terlihat siapa yang serius dan tidak, hal ini didasarkan evaluasi atas oprec sebelumnya susahnya menemukan anggota yang serius mengabdi di remas tanpa dibayar. Dalam tora sendiri terdapat beberapa point penting seperti pengenalan remas mulai dari filosofisnya Remas itu ada di masyarakat, peran dan fungsinya dalam mendakwahkan nilai-nilai Islam, posisi remas dalam naungan masjid Al-Akbar

25 Forum Komunikasi Masjid, yang memiliki peranan melakukan pendataan masalah dan

kebutuhan masjid – masjid yang menjadi rekanan masjid Agung, lalu dari situlah masjid agung akan membantu sesuai dengan yang dibutuhkan.

26 Ust. A.C.I, Wawancara Studi Pendahuluan, Kantor Pengurus Masjid Al-Akbar lt. 3


(21)

11

Surabaya27, sehingga dengan demikian mereka sama-sama tahu bahwa peran mereka dan kewajiban mereka nantinya ketika dilantik menjadi anggota dan pengurus itu apa saja28. Peneliti menyimpulkan dari fakta ini Remas al-Akbar juga memasukkan tujuan adanya Remaja Masjid di al-Akbar, bila begitu maka ini menunjukkan bahwa desain atau model rekrutmen dengan sistem oprec dan tora mempertimbangkan faktor tujuan organisasi.

Selain itu juga terdapat informasi mengenai pengenalaan program-program remas seperti: mentoring29, kai30, pelatihan-pelatihan ketrampilan seperti kepemimpinan, presentasi serta kegiatan remaja selainnya31. Dari data tersebut menyimpulkan bahwa oprec dengan kegiatan inti tora nya dibuat dengan mempertimbangkan kebutuhan pasar kajian, yaitu remaja muslim kelas menengah. Yang mana bila dilihat dari sudut pandangsebagai konsumen kelas menengah mereka memiliki ekspektasi tersendiri mengenai suatu produk jasa,

27 Posisi disini dimaksudkan mempertegas bahwa remas adalah bagian dari Al-Akbar

Surabaya, segala perilaku anak-anak remas juga mewakili Al – Akbar, maka dari itu diharapkan para peserta OPREC memiliki kebanggan dan kesadaran akan hal itu, peneliti menafsirkan hal ini juga bisa dimaknai sebagai ‘Branding Effect’ dimana pemakai produk baik jasa maupun non jasa tersugestikan akan image Masjid Al-Akbar Surabaya, dan memiliki kebanggan dalam mengkonsumsinya.

28 Ust. F, Wawancara Studi Pendahuluan, Gedung Kalijaga Surabaya (ruang temu dan

koordinasi remaja masjid al – akbar), 6 November 2016.

29 Mentoring merupakan sebuah proses interaksi yang didalamnya terdapat transfer knowledge antara seorang mentor dan mentee yang dilandasi atas dasar kepercayaan, saling menghargai dan mengasihi dan mentor memberikan motivasi, dukungan dan dorongan yang bertujuan membentuk karakter mente ke arah yang lebih positif. Lihat: karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dakwah/article/download/.../pdf.

30 Kajian Arek Islam, salah satu program rutin yang diselenggarakan oleh remaja masjid

Al-Akbar dalam tempo satu bulan sekali.

31 Pelatihan merupakan program yang diselenggarakan untuk anggota remas dengan status

anggota pengurus, di dalam struktur Remas Al-Akbar Surabaya membedakan antara anggota yang tingkat keaktifan (istilah di sana adalah Istiqomah), yang sangat aktif dimasukkan dalam kelompok grup pengurus sementara yang kurang aktif dan musiman dimasukkan dalam grup sahabat, perbedaan layanan yang didapatkan hanya pada pmberian program – program pelatihan yang didasarkan pada kebutuhan aktualisasi remaja, maka peneliti menyimpulkan bahwa anggota pengurus merupakan remaja muslim Surabaya yang kebutuhan aktualisasinya tinggi.


(22)

12

termasuk dalam hal ini adalah model kegiatan yang ditawarkan kepada mereka32. Pada prinsipnya para middle class muslim tersebut di dalam malakukan keputusan pembelian suatu produk, mereka melihat manfaat fungsional dan emosional suatu produk yang akan dikonsumsinya, mereka juga semakin peduli apakah produk tersebut juga mendatangkan manfaat spiritual bagi mereka33

Berdasarkan data-data di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul keputusan stratejik program open recruitment Remaja Masjid al-Akbar Surabaya 2014-2016.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan-permasalahan berikut ini:

1. Masih banyaknya pengurus remaja masjid yang tidak menggunakan ilmu manajemen dalam menjalankan program dakwahnya.

2. Masih banyak pengurus remaja masjid yang belum mempertimbangkan faktor-faktor strategis lembaga mereka dalam membuat program dakwah mereka.

3. Masih banyak pengurus remaja masjid yang tidak mengimplementasikan analisis keputusan strategis dalam merancang program dakwahnya.

32 Yuswohady, Marketing to The Middle Class Muslim, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2014), 211.


(23)

13

4. Kurangnya pertimbangan analisis keputusan strategis berakibat pada tumpulnya program dakwah, kurang direspon dan pada akhirnya tidak jadi dilaksanakan.

Dari beberapa identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi permasalahan penelitian ini pada permasalahan analisis keputusan strategis program oprec oleh pengurus Remaja Masjid al-Akbar Surabaya periode 2014-2016, hal yang paling mendasar dalam sukses atau gagal suatu program lembaga dakwah / non profit adalah proses perumusan program (pengambilan keputusan strategis) sebelum program itu dilaksanakan, gagal atau susksesnya program tersebut ketika dilanuching bergantung pada kualitas keputusan strategisnya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah fase identifikasi (evaluasi program sebelumnya) yang dilakukan oleh Remaja Masjid al-Akbar Surabaya dalam merumuskan program oprec 2014-2016?

2. Bagaimanakah fase pengembangan (analisis lingkungan) yang dilakukan oleh Remaja Masjid al-Akbar Surabaya dalam merumuskan program oprec 2014-2016?

3. Bagaimanakah fase penyelesaian (pengambilan keputusan stratejik) yang dilakukan oleh Remaja Masjid al-Akbar Surabaya dalam merumuskan program oprec 2014-2016?


(24)

14

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses analisis stratejic program oprec 2014-2016 Remas Masjid al-Akbar Surabaya, jika dirinci maka tujuan penelitian meliputi:

1. Mengetahui analisis fase identifikasi, yaitu tahapan Remas didalam melakukan evaluasi program oprec sebelumnya sehingga menjadi pijakan dalam perumusan program oprec 2014 -2016 Remas Masjid al-Akbar Surabaya.

2. Mengetahui analisis fase pengembangan, yaitu tahapan di dalam melakukan scanning atau pemetaan atas lingkungan strategisnya: lingkungan ekseternal dan lingkungan internal yang dimilikinya, sehingga menjadi pijakan dalam perumusan program oprec 2014 -2016 2016 Remas Masjid al-Akbar Surabaya.

3. Mengetahui analisis fase penyelesaian, yaitu tahapan di dalam mengubah analisis lingkungan menjadi pilihan – pilihan strategis serta menetapkan satu program yang paling menguntungkan sehingga terwujud program oprec 2014-2016 Remas Masjid al-Akbar Surabaya.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Ilmu analisis keputusan strategis dalam melahirkan suatu program kerja dan terutama dalam bidang manajemen dakwah untuk saat ini masih bisa dikatakan relatif sedikit, padahal sebagaimana organisasi profit, remas sebagai


(25)

15

salah satu unit bisnis sendiri membutuhkan ilmu analisis keputusan strategis bila menghendaki bahwa program kerjanya akan berhasil, sebagaimana pendapat Salusu di atas bahwa organisasi non profit juga membutuhkan kemampuan analisis keputusan strategis, maka secara teoritis penelitian akan menjadi salah satu karya yang mungkin mampu mengisi lubang pengetahuan dalam bidang manajemen dakwah. Dengan demikian maka perkembangan keilmuan di dalam manajemen dakwah akan sama cepatnya seperti ilmu sosial lainnya. Kenyataannya sejauh yang peneliti ketahui referensi mengenai Remas dalam membuat program kerja harus melewati pertimbangan stratejik supaya mendapatkan keuntungan, masihlah sangat sedikit bila tidak boleh disimpulkan tidak ada. Karena itu penelitian ini barangkali diharapkan mampu mengisi kekesosongan tersebut.

2. Manfaat Praksis

Hasil penelitian ini utamanya nantinya juga diharapkan akan bisa menjadi masukan bagi remas al-Akbar, namun yang terpenting adalah adanya penelitian ini nantinya akan mampu dijadikan pijakan atau kalau boleh disebutkan sebagai guiding bagi remaja masjid se -Surabaya yang membutuhkan atau sedang membuat program strategis mulai dari identifikasi, pengembangan dan penyelesaian sehingga dengan adanya program tersebut, bukannya kegiatan remasnya menjadi sepi atau mati suri namun justru sebagaimana yang diharapakan sebagai salah satu pilar utama masjid sebagai intitusi dakwah Islam terbesar, Remas akan mampu menjadi daya tarik bagi remaja-remaja muslim, dengan


(26)

16

demikian maka selaras dengan semangat keberadaan masjid akan mampu menyelamatkan generasi berikutnya.

F. Penelitian Terdahulu

Berdasakan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti, penelitian mengenai analisis keputusan stratejik program OPREC Remas, belum ada yang spesifik seperti itu, hal ini karena setelah melakukan pencarian kasar program OPREC sendiri di Indonesia masih dilakukan oleh dua remas, pertama Al-Akbar dan kedua di Sumatera. Oleh karena itu dalam mengungkapkan penelitian terdahulu, peneliti membagi pada dua topik yang mungkin sama, yaitu: peneltian tentang remaja masjid agung sendiri dan penelitian mengenai porgram open recruitmen itu sendiri.

Penelitian yang menjadikan remaja masjid al-akbar Surabaya sebagai objek penelitian sementara ini di level tesis dan disertasi belum pernah ada, itu artinya dalam remaja masjid al Akbar Surabaya sebagai subjek penelitian masih belum pernah diteliti pada level tesis dan disertasi. Sementara itu penelitian yang dianggap serumpun dengan tema penelitian ini, antara lain:

1. Tesis yang berjudul Strategi Dakwah Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya Dalam mempersatukan Umat Islam. Penelitian ini sebagaimana yang dipublikasikan untuk umum memiliki tujuan untuk mendeskripsikan strategi dakwah masjid al-Akbar Surabaya dalam mempersatukan umat Islam. Penelitian ini adalah penelitian deksriptif-kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (field research) dimana penyusun mengumpulkan data dengan melakukan study mendalam (in depth study). Hasil penelitian ini adalah


(27)

17

bahwa strategi dakwah yang dilakukan Masjid Nasioanal Al-Akbar Surabaya dalam mempersatukan umat Islam periode kepengurusan 2010-2015 adalah lebih mengedepankan pemaksimalan seluruh fungsi masjid dimana masjid tidak hanya sebagai tempat sholat semata. Melainkan fungsi sebagai pusat pendidikan, sebagai pusat perekonomian, sebagai pusat seni dan budaya dan terkhusus sebagai pusat persatuan ukhuwah umat Islam. Seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Selain banyak faktor yang mendukung, Di dalam menjalankan kegiatan dakwahnya MAS juga mengalami beberapa masalah atau kendala. Sementara tema yang peneliti angkat adalah mengenai pertimbangan stratejik Remaja Masjid Al-Akbar Surabaya periode 2014-201534, tidak banyak kesamaan selain dari tempat peneltian yang sama-sama dilakukan di masjid al-Akbar Surabaya, sementara perbedaan dengan penelitian ini sangatlah banyak, diantaranya: subjek peneltian berbeda bahwa penelitian yang akan dilakukan mengambil remaja masjid sebagai subjek penelitian, fokus penelitian juga berbeda bila penelitian yang dilakukan oleh saudara Alim Puspianto berfokus pada deskripsi strategi masjid agung dalam mempersatukan umat Islam, maka penelitian saya berfokus membuktikan pertimbangan apa saja yang dimasukkan sebagai bahan pengambilan keputusan strategis dari program OPREC remas al-Akbar Surabaya masa bakti 2014-2016.

34 Alim Puspianto, “Strategi Dakwah Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya Dalam


(28)

18

2. Tesis yang berjudul Perencanaan Strategis Biro Dakwah Pondok Pesantren al-Amien Prendua Sumenep Madura Jawa Timur Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk memahami bagaimana penyusunan perencanaan strategis organisasi biro dakwah yang berada di sebuah yayasan dilakukan. Latar penelitian diambil di Pondok Pesantren al-Amien Prenduan yang telah berhasil mencapai prestasi sebagai sebuah lembaga pendidikan dan dakwah yang sangat tersohor di Madura, Jawa, Sumatra, Kalimantan dan bahkan diseluruh indonesia. Fokus penelitian ini ditekankan pada bagaimana proses perencanaan strategis dilakukan dalam upaya menghasilkan program yang berkualitas dapat diterima masyarakat dan bermanfaat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif dengan rancangan studi kasus. Data penelitian diperoleh melalui pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, dan observasi. Sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling kemudian berlanjut snowball sampling. Biro Dakwah dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat. Faktor-faktor pendukungnya adalah sistem organisasi yang baik, kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang baik, budaya madura yang menempatkan pesantren sebagai lembaga terpercaya. Sedangkan faktor penghambatnya adalah keterbatasan kuantitas SDM yang dimiliki oleh Biro Dakwah dan ketersediaan dana untuk pengembangan yang tersedia masih minim. Untuk mengembangkan faktor pendukung biro dakwah melaksanakan beberapa hal, diantaranya membangun komunikasi organisasi yang baik secara internal maupun eksternal, meningkatkan kualitas SDM


(29)

19

dengan kursus dan pelatihan, mengembangkan program dakwah yang variatif dan inovatif. Sedangkan untuk mengatasi faktor penghambat, langkah yang diambil adalah melakukan proses kaderisasi berjenjang untuk meningkatkan kuantitas SDM dan mencari sumber dana tambahan dari unit usaha mandiri dan kerjasama dengan pihak lain. Penelitian ini menghasilkan temuan tesis, yaitu :“managemen sebuah organisasi dapat dilakukan dengan baik melalui perencanaan strategis dengan peramalan, pemprograman, pelibatan serta pengambilan keputusan yang bersifat tradisional-partisipatoris”35. Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada jenis penelitian deskriptif kualitattif yang dilakukan yaitu sama-sama mengeksplanasikan mengenai pertimbangan-pertimbangan stratejik apa saja yang digunakan dalam memunculkan program dakwah tertentu, namun program dakwah yang akan dikaji oleh peneliti adalah mengenai pertimbangan memunculkan OPREC sebagai salah satu program stratejik remas al-Akbar, sedangkan penelitian tersebut mengekplanasi rencana stratejik makro dari suatu lembaga dakwah, setting latar peneltian yang diambil juga berbeda hal ini juga mengafirmasikan bahwa subjek dan objek penelitian juga berbeda. Dalam hal metode penelitian terutama menentapkan informan ada perbedaan yang signifikan dimana penelitian tersebut menetapkan sumber informannya campuran yaitu purposive dan random,

35 Amin, “Perencanaan Strategis Biro Dakwah Pondok Pesantren Al-Amien Prendua


(30)

20

sementara penelitian yang akan kami lakukan hanya memakai informan berdasarkan kriteria purposive saja.

G. Methode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, karena penelitian ini memfokuskan pada penggambaran jalannya proses pengambilan keputusan strategis dari program open recruitment yang diselenggarakan oleh remaja masjid al-Akbar Surabaya. Menurut Irawan36, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya. Dalam penelitian digambarkan bagaimana proses pembuatan keputusan strategis yang dilakukan oleh remas al-Akbar. Riset kualitatif merupakan riset empiris yang data-datanya bukan berbentuk angka-angka. Riset kualitatif ini dengan memperhatikan pengumpulan dan analisis informasi dalam banyak bentuk yang memungkinkan, sebagian besar tidak numeric37.

Penelitian ini dilakukan melalui metode deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa di masa sekarang. Dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki38.

36 Irawan Seohartono, Metode Penelitian Sosial “Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), 60.

37 Loraine Blaxter, How To Research edisi kedua, (Jakarta: Penerbit PT.Indeks kelompok

Gramedia, 2006), 93.


(31)

21

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi kegiatan penelitian adalah di Kantor Remaja Masjid al-Akbar Surabaya, di komplek gedung sunan kalijaga yang senantiasa dijadikan oleh remaja masjid untuk berkumpul dan juga beraktivitas, serta Kantor Pembina Remaja Masjid al-Akbar Surabaya, di komplek gedung mudzalifah. Penelitian ini dilaksanakan 6 (enam) bulan yaitu sejak dari Nopember 2016-Mei 2017.

3. Sumber Data

Sumber data primer, penelitian ini adalah penelitian lapangan, oleh karena itu sebagai sumber data primer adalah para pengurus dan pembina Remaja Masjid al-Akbar 2014-2016. Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini adalah secara purpossive sampling, yakni secara sengaja dipilih peneliti berdasarkan pemikiran yang logis dan sesuai dengan informasi yang dicari dalam tujuan penelitian ini. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Alston dan Bowles39 sebagai berikut: “This sampling technique allows us to select the sample for our study for purpose. We may have prior knowledge that indicate that a particular group is important to our study or we select those subjects whom fell

are ‘typical’ examples of the issue we wish to study” (Teknik sampling ini akan menuntun kita untuk memilih sampel sesuai dengan tujuan penelitian. Kita sebelumnya mungkin memiliki pengetahuan untuk mengidentifikasikan kelompok mana yang penting untuk penelitian atau kita memilih subjek-subjek yang kita anggap lebih tepat digunakan untuk penelitian). Setiap informan yang

39 Alson, M & Bowles, W. Research For Social Workers An Introduction to Methods,


(32)

22

dipilih akan memiliki unsur-unsur yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan perumusan program oprec Remas Masjid al-Akbar Surabaya. Informan terdiri dari para pengurus Remas dan anggota Remas. Adapun informasi-informasi yang akan diperoleh dari beberapa informan dalam penelitian ini adalah informasi yang berkaitan dengan permasalahan. Adapun informan penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu: pengurus Remas al-Akbar yang berkepentingan dalam pembuatan program oprec 2014-2016 secara langsung sehingga akan menjawab pertanyaan penelitian, yakni: Ketua Remas, Pembina Remas dan juga Sekretaris Remas.

Tabel 1.1 Informan Penelitian dan Data yang dibutuhkan

Sumber data sekunder, data-data sekunder yang akan dipakai adalah data-data mengenai analisa keputusan stratejik organisasi nirlaba yang akan banyak menggunakan bukunya Salusu serta buku-buku manajemen strategi miliknya Fred David dan manajemen strategi untuk organisasi dakwah miliknya Shofyan Affandi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan Informan Jumlah

1. Latar Belakang program oprec 2014-2016

2. Model oprec 2014-2016 3. Proses Penyusunannya

Pengurus / staf Remas al-Akbar Surabaya dan Dewan Pembina Remas


(33)

23

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka dipergunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Studi Lapangan, merupakan upaya pengumpulkan data yang berasal

dari informasi baik secara lisan maupun tulisan dari sumber-sumber di lapangan. Teknik pengumpulan data ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Wawancara adalah proses interaksi komunikasi yang dilakukan paling sedikit dua orang, yang secara sadar bersedia dan dalam setting yang natural, dimana arah pembicaraan mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama dalam proses memahami40. Bentuk wawancara terbagi menjadi tiga jenis: (1) Wawancara terstruktur, (2) Wawancara Semi terstruktur dan (3) Wawancara Tidak terstruktur41. a) Dalam penelitian ini yang dipakai adalah wawancara semi

terstruktur yaitu jenis wawancara yang memberikan kebebasan kepada peneliti dalam bertanya dan juga mengatur setting dan alur wawancara, tidak ada pertanyaan yang disusun sebelumnya dan peneliti hanya bergantung pada guidline wawancara yang telah disusun sebelumnya42. Wawancara mendalam (in-depth interview) penelitian ini dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada informan dengan tujuan untuk memperoleh

40 Haris Herdiansyah, Wawancara Observasi dan Focus Grup Diskusi Sebagai Instrumen Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015), 34.

41 Ibid, 72. 42 Ibid, 66.


(34)

24

respon dan pendapat mengenai masalah yang diteliti. Kemudian jawaban-jawaban dari informan tersebut dikembangkan lebih lanjut selama dan setelah wawancara berlangsung. Sehingga proses wawancara kepada informan dapat dilakukan berkali-kali. Alat yang digunakan dalam wawancara mendalam adalah pedoman wawancara.

b) Guidline wawancara atau pedoman wawancara dibuat karena pertanyaan penelitian dirasa masih berbentuk konsep yang bersifat makro, butuh untuk dioperasionalkan untuk mencapai tujuan penelitian43. Haris Herdiansyah membagi tahapan guidline menjadi tiga pokok: (1) Opening yang berisi pembicaraan awal interview, bersifat ice breaking, (2) Body, berisi wawancara inti dimana data utama dikumpulkan dan digali, cara merumuskannya peneliti mengacu pada tujuan penelitian dan berpatokan pada dimensi teoritis dari fenomena yang akan digali (3) Closing, yakni berisi mengenai penutupan wawancara. Dalam penelitian ini (1) Opening yang digunakan adalah: salam, tanya kabar dan membangun kesamaan serta kenyamanan dalam wawancara, peneliti berusaha mencari latar belakang informan sebagai bahan ice breaking, (2) Body, tujuan penelitian ini hendak mencari: fase identifikasi dalam perumusan program oprec, bila mengacu pada konsep Salusu megenai fase identifikasi, maka yang akan


(35)

25

diungkap adalah: evaluasi terhadap program oprec sebelumnya, evaluasi terhadap tujuan dan sasaran oprec serta perumusan masalah-masalah, lalu fase berkutnya adalah pengembangan dalam perumusan program oprec, maka yang akan diungkap: penyimakan dengan seksama faktor yang berpengaruh dalam lingkungan internal dan kemudian dipilih sebagai faktor stratejik berupa kelemahan dan kekuatan, penyimakan dengan seksama faktor yang berpengaruh dalam lingkungan eksternal dan kemudian dipilih sebagai faktor stratejik berupa peluang dan ancaman, analisis SWOT yang dilakukan dan fase terakhir adalah fase penyelesaian dalam program oprec, maka yang akan diungkap adalah perumusan alternatif-alternatif strategi, pemilihan akternatif yang disebut dengan keputusan stratejik. (3) Akhir (closing), pada tahap ini peneliti akan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan memberikan cinderamata.

2. Dokumentasi, kajian dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan program oprec. Kajian ini dilakukan dengan mempelajari sumber-sumber tertulis seperti buku-buku catatan, laporan-laporan, teks chating serta dokumen lainnya yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Alat penelitian yang digunakan dalam dokumentasi ini adalah tape recorder (alat rekam), kamera, scaner dan media sosial seperti whatsapp, sms, telegram dan sejenisnya.


(36)

26

5. Teknik Analisa Data

Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, adalah analisis induktif, atau intepretasi yang bersifat ideografik. Dimana dalam aktifitas analisisnya menekankan pada pemaknaan di balik data yang berhasil dikumpulkan. Kategorisasi dilahirkan dari perjumpaan peneliti dengan informan di lapangan atau data-data yang ditemukan. Sehingga penelitian kualitatif bericirikan informasi yang berupa ikatan konteks yang akan menggiring pada pola-pola atau teori yang akan menjelaskan fenomena sosial44.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan untuk mendapatkan analisis kepeutusan strategis program oprec Remaja Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) tahun 2014-2016 adalah sebagai berikut:

Bab I berisi Pendahuluan, bab ini beirisi tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian yang meliputi: jenis penelitian, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pemilihan informan, pengolahan data dan analisis data serta sistematika penulisan.

Bab II berisi mengenai Remaja Masjid dan teori mengenai analisis keputusan stratejik bagi organisasi nirlaba. Yang menjelaskan tentang landasan teori yang digunakan sebagai pijakan dan alat analisa dalam penelitian ini, serta

44 John W. Cresswell, Penelitian Kualitatif dan Desain Riset “Memilih diantara lima


(37)

27

analisis penelitian-penelitian terdahulu sehingga diketahui positioning penelitian ini pada topik atau bidang keilmuan yang dikaji.

Bab III berisi tentang objek penelitian yaitu deskripsi Remaja Masjid al-Akbar Surabaya. Pada bagian ini dipaparkan mengenai profil Remaja Masjid al-Akbar sebagai objek penelitiannya. Sekaligus juga akan membahas mengenai program open recruitmen yang diambil melewati pertimbangan keputusan strategic.

Bab IV berisikan deskripsi pengambilan keputusan strategic program open recruitmen Remaja Masjid al-Akbar Surabaya yang memberikan analisa data-data lapangan dari Bab III, dengan landasan teori di Bab II, serta bagaimana analisa tersebut menjawab rumusan masalah penelitian ini.

Bab V tentang Penutup, mendeskripsikan kesimpulan akhir penelitian, keterbatasan penelitian, serta saran bangi stakeholder terkait dengan penelitian-penelitian selanjutanya.


(38)

BAB II

REMAJA MASJID, ASUMSI REKRUTMEN DAN TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN STRATEJIK A. Remaja Masjid

1. Pengertian dan fungsionalisasi Masjid

Masjid berasal dari bahasa Arab, secara etimologi masjid berarti tempat sujud.1 Sedangkan secara terminologisnya masjid merupakan tempat melakukan kegiatan ibadah dalam makna luas. Dalam sejarah Islam masjid merupakan institusi pertama yang dibangun oleh Rasulullah Saw pada periode Madinah. Pendirian masjid pertama bertarikh 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijriah adalah masjid Quba di Kota Madinah, untuk keperluan berbagai hal ibadah sosial dan juga ibadah ritual.2 Sementara itu Ridin Sofwan menyatakan bahwa istilah masjid berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata sajada, yasyjudu, sajidan. Kata sajada

artinya bersujud, patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat, ta’zim.

Sedangkan kata masjid (isim makan) diartikan sebagai tempat sujud menyembah Allah swt. Secara terminologis maka masjid mengandung makna sebagai tempat pusat dari segala kebajikan kepada Allah swt. Di dalamnya terdapat dua bentuk kebajikan yaitu kebajikan yang dikemas dalam bentuk ibadah khusus, seperti shalat fardlu, baik secara sendirian maupun berjamaah, dan kebajikan yang dikemas dalam bentuk amaliyah sehari-hari untuk berkomunikasi dan

1 Rudy Suharto dalam Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid Sebagai pusat Kegiatan Umat, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2007), 3.


(39)

29

bersilaturahmi dengan sesama jama’ah.3 Maka bisa ditarik kesimpulan bahwasanya masjid merupakan bangunan yang disengaja dibangun oleh umat Islam dalam rangka melaksanakan berbagai keperluan yang bermaslahat bagi umat Muslim.

Di zaman Rasulullah masjid bukan hanya difungsikan sebagai tempat untuk melakukan ibadah shalat saja, namun juga membicarakan seluruh masalah umat Islam saat itu.4 Masjid saat itu juga dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah umat Islam5, termasuk di dalamnya adalah soal pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat pentng bahkan strategic. Bahkan secara fungsinya masjid juga digunakan untuk bermusyawarah untuk memecahkan problematika sosial dan politik saat itu, masjid juga digunakan konsultasi oleh umat Islam untuk meminta bantuan dan pertolongan kepada Nabi dan umat Islam lainnya. Masjid juga bisa digunakan sebagai tempat membina dan mengembangkan kader-kader pimpinan umat, serta digunakan untuk melakukan supervisi sosial kala itu.6

Maka bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa masjid juga difungsikan sebagai tempat untuk bukan hanya membicarakan masalah ibadah ritual saja. Namun juga untuk membicarakan masalah-masalah sosial salah satunya berdasarkan tulisan Moh. Ayub, dkk masjid juga digunakan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan penting, dalam istilah saat ini digunakan untuk mengambil keputusan strategic bagi persoalan sosial umat Islam.

3 Ridin Sofwan, “Penguatan Manajemen Pemberdayaan Fungsi Masjid Al-Fattah di

Kelurahan Krapyak Semarang”, Dimas, Vol. 13 No. 2 (2013), 321

4 Moh. E. Ayub, dkk. Manajemen Masjid (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 3.

5 Ahmad Sutarmadi, Manajemen Masjid Kontemporer (Jakarta: Media bangsa, 2012), 14.

6


(40)

30

2. Remaja Masjid dan Dinamikanya

Mengetahui dinamika remaja masjid tidak bisa melepaskan dari pembahasan remaja itu sendiri, sebab pada hakikatnya remaja masjid adalah remaja, maka memahami dinamika remaja terlebih dahulu akan mampu memahami remaja masjid secara komperhensif. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif serta sosioemosional.7 John W. Santrock kemudian membaginya dalam dua masa perkembangan yakni masa perkembangan awal remaja kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekeolah menengah akhir dan perubahan pubertal terbesar tengah terjadi di masa ini, dan masa perkembangan akhir remaja, kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali menonjol di masa remaja akhir dibandingkan masa remaja awal.8 Perkembangan remaja merupakan suatu pola pergeseran atau perubahan yang tangah berlangsung dalam kehidupan tersebut, proses-proses biologis juga terjadi pada diri remaja, terjadi perubahan fisik dalam tubuh mereka. Remaja juga mengalami proses perubahan kognitif yang melibatkan terjadinya perubahan pada pola pikir dan intelejensi yang dimilikinya,9 remaja juga mengalami perubahan-perubahan sosio-emosionalnya yang terjadi pada perubahan dalam berelasi dengan orang lain, dalam hal emosi dan kepribadian yang dimilikinya.

7 John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 20. 8 Ibid., 21.


(41)

31

Remaja memiliki ketrampilan atensi yang lebih baik dibandingkan dengan masa kanak-kanaknya, dalam perkembangan remaja memori jangka panjang-pendek, memori kerja juga lebih baik dari masa kanak-kanaknya.10 Proses kognitif pada diri remaja juga lebih tinggi dalam hal mengambil keputusan, bernalar, berpikir secara kritis dan metakognisi, atau yang seringkali disebut dengan fungsi eksekutif. Para ahli dalam pandangan Santrock juga bersepakat bahwa di masa remaja fungsi eksekutif semakin menguat. Masa remaja adalah masa dimana seseorang mulai dihadapkan pada proses pengambilan keputusan. Meskipun demikian mampu mengambil keputusan dengan baik tidaklah sama bahwa mereka akan benar-benar merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dimana ada banyak pengalaman yang akan turut berperan di dalamnya.11 Remaja sudah mampu berfikir abstrak dan mampu mendeduksi suatu masalah. Individu yang memasuki tahap remaja seharusnya sudah tidak membutuhkan media bergambar fiksi sebagai media pembelajaran untuk mengambil nilai-nilai sosial dan pencarian identitas diri pada remaja. Pencarian remaja atas identitas dirinya tidak lepas dari pola pikir remaja yang sedang berkembang menuju tahap dewasa. Dalam proses menemukan identitas dirinya, proses kognitif dalam diri remaja sangatlah berperan aktif. Kekuatan remaja yang sedang berkembang membuka cakrawaka kognitif dan cakrawaka sosial yang baru.12

Kognisi sosial juga mulai terjadi dalam diri remaja, kognisi sosial merujuk pada cara yang digunakan oleh individu untuk menyusun suatu konsep

10 Ibid., 169.

11 Ibid., 170. 12 Ibid.,


(42)

32

dan bernalar mengenai dunia sosialnya.13 David Elkind dalam tulisan John W. Santrock14 berpendapat bahwa remaja terutama masa perkembangan awal remaja mengembangkan egosentrisme15 yang terdiri dari imaginary audience16 dan

personal fable.17 Implikasi adanya egosentrisme adalah bahwa remaja mulai sadar

jika orang lain memperhatikan mereka dan mulai mempertimbangan pemikiran orang lain tentang dirinya. Jika pada masa kanak-kanak individu tidak memperhatikan sudut pandang orang lain terhadap dirinya sama sekali, maka pada masa remaja akan mulai sadar terhadap sudut pandang orang lain terhadap dirinya.18

Usia remaja dalam pandangan Santrock sudah memiliki penghayatan mengenai siapakah mereka dan apa yang membedakan dirinya dengan orang-orang lain,19 Santrock mengajukan bahwa dalam hal ini remaja memiliki konsepsi diri yang meliputi self understanding, self esteem, dan self concept.

13 Ibid., 171. 14 Ibid.,

15 Para ahli perkembangan remaja memandang bahwa egosentrisme remaja atau kerap juga

disebut sebagai adolescent egocentrism, adalah meningkatnya kesadaran diri pada diri remaja, yang tercermin dalam keyakinan mereka bahwa orang lain berminat terhadap diri mereka seperti halnya mereka terhadap dirinya sendiri, lihat John W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 165.

16 David Elkind menyatakan bahwa jenis perilaku ini adalah keinginan dari diri remaja

untuk menarik perhatian dari orang lain, berusaha agar diperhatikan, terlihat berada di panggung. Pada perkembangan remaja rasa mereka ingin berada di panggung amat besar dan terutama terjadi pada masa remaja awal, lihat John W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 165.

17 Adalah keyakinan individu yang menganggap dirinya yang tidak seperti individu lain di

muka bumi ini sehingga orang lain akan terpesona dengan dirinya (egosentris remaja). Karena itulah ia harus menjadi pribadi yang unik. Keyakinan dalam dongeng pribadi adalah keterbatasan kognitif perkembangan normal. Sayangnya, keyakinan tersebut dapat memiliki konsekuensi serius. Secara khusus, dongeng pribadi dapat menyebabkan individu untuk percaya bahwa tidak ada hal buruk yang mungkin bisa terjadi pada dirinya. Dengan kata lain, karena dia individu yang begitu istimewa, dia akan kebal, pemahaman demikian pada beberapa remaja seringkali mengakibatkan mereka bertindak ceroboh, lihat Mathewe C. Aalsma, Jurnal Personal Fables, Narcissism, and Adolescent Adjusment (Published online in Wiley InterScience www.interscience.wiley.com, 2006), 2.

18 John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 169. 19 Ibid,. 179.


(43)

33

a. Self understanding yang muncul pada diri remaja lebih pada representasi kognitif remaja mengenai dirinya, substansi dan isi dari konsepsi remaja20. Self understanding sendiri memiliki beberapa dimensi di dalamnya: (1) Abstraksi dan idealisasi, (2) Diferensiasi, (3) Diri yang berfluktuasi, (4) Kontradiksi dalam diri, (5) Kemungkinan diri, (6) Perbandingan sosial, (7) Kesadaran diri, (8) Perlindungan diri, (9) Integrasi diri. Pemahaman dri remaja yang bervariasi itulah pertanda bahwa dirinya bukanlan lagi anak-anak, remaja bila melihat konsep pemahaman diri sebagaimana di atas maka telah mampu menyesuiakan diri dengan relasi dan peran sosial yang tengah mereka jalani.21 b. Self esteem atau harga diri merupakan suatu dimensi evaluatif global

mengenai dirinya, kadang bisa juga disebut sebagai martabat diri atau citra diri.22 Dalam ruang sosial seperti kelompok dalam masyarakat atau bahkan keluarga, konteks-konteks semacam itu ternyata memiliki pengaruh terhadap harga diri Remaja, utamanya adalah lingkungan sekolah.23

c. Self concept atau konsep diri merupakan evaluasi yang dilakukan oleh diri remaja menyangkut bidang-bidang tertentu dari dirinya.24 Remaja mengalami masa transisi, implikasinya dirinya menunjukkan

20 Ibid., 21 Ibid,. 182.

22 Ibid,. 183.

23 Harter dalam John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga,

2007), 187.


(44)

34

gejala perubahan kejiwaan, beberapa cirinya menurut G.W. Allport25 adalah: (1) Muncul pemekaran diri sendiri (extension of the self), tandanya adalah pada kemampuan untuk menganggap seseorang atau hal lainnya adalah bagian dari dirinya, berkurangnya perasaan egoisme di lain sisi muncul perasaan ikut memiliki, di samping itu juga berkembangnya ego ideal remaja yakni cita-cita dan sebagainya yang mencitrakan wujud ego dirinya di masa depan. (2) Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self objectivication) tandanya adalah memiliki wawasan mengenai dirinya (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor). (3) Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life), ia tahu kedudukannya di dalam masyarakat, ia juga paham begaiaman seharusnya bertingkah laku dalam kedudukannya di msayarakat. Remaja juga dalam perkembangan kejiwaannya melakukan apa yang disebut oleh Santrock dalam kuliahnya yakni melakukan eksplorasi identitas. Menurut Santrock orang tua terkadang tak mengerti bahwa remaja memiliki kebutuhan untuk menemukan siapa diri mereka itu, yang berarti juga mereka haruslah memiliki banyak kesempatan untuk berkeperimen, agar mengetahui identitas dirinya.26 Dalam tataran inilah remaja banyak melakukan eksperimen sosial untuk meneguhkan siapa sebenarnya dirinya itu, lingkungan dalam hal ini tentu akan memiliki pengaruh yang cukup besar walau bukan yang utama dan

25 G.W. Allport dalam Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Press,

2015), 81-82.

26


(45)

35

satu-satunya untuk mempengaruhi remaja tersebut dalam pencarian jati diri atau identitas dirinya.

Remaja juga akan mengalami perkembangan moral, nilai-nilai dan agama dalam pertumbuhan dirinya itu. Perkembangan moral berarti melibatkan pemikiran, perilaku dan perasaan dalam mempertimbangkan mengenai benar dan salah.27 Moral develompent memiliki dimensi intrapersonal yang dilibatkan meliputi: nilai-nilai dasar dan penghayatan mengenai dirinya. Wujud dalam perilaku keseharian antara lain ialah: (1) Bagaiamana remaja bernalar mengenai aturan-aturan yang menyangkut etika berperilaku. (2) Bagaimankah remaja sebaiknya berperilaku dalam situasi moral. (3) Bagaimanakah perasaan remaja mengenai masalah-masalah moral.28 Mengutip pernyataan Gruece mengenai proses pembentukan moral dalam remaja, apabila mreka mendapatkan penguatan positif ketika menampilkan perilaku yang konsosten dengan peraturan dan konvensi sosial, maka para remaja akan memiliki kecenderungan untuk mengulang perilaku tersebut di kemudian hari.29 Maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa remaja akan mengulang perilaku atau keputusan-keputusannya bilamana itu mendapatkan penguatan positif dari lingkungannya.

Remaja juga memiliki seperangkat nilai yang akan mempengaruhi pikiran, perasaan dan tindakan mereka. Nilai-nilai merupakan sperangkat keyakinan dan sikap mengenai bagaimana sesuatu tu semestinya.30 Nilai-nilai itu

27 Ibid., 301.

28 Ibid,.

29 Gruece dalam John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga,

2007), 313.

30


(46)

36

mencerminkan dimensi intrapersonal dari moralitas yang telah dibentuknya. Sementara itu Sarlito menyatakan bahwa di dalam diri remaja juga berkembang nilai-nilai religi, yakni kepercayaan terhadap kekuasaan suatu dzat.31 Namun dalam usia perkembangannya persetujuan atas nilai-nilai yang akan menjadi basis moralitas dalam berprilaku mereka ternyata bisa berubah atau dirubah. Dalam pandangan perkembangan moral, remaja rupanya memiliki suatu keunikan terkait dengan bagaimana ia membentuk suatu moralitas atau nilai-nilai tertentu dalam dirinya. Menurut Pieget dalam perkembangannya para remaja semakin canggih dalam memikirkan permasalahan-permasalahn sosial, khususnya mengenai kemungkinan dan kondisi yang menyangkut kooperasi. Pieget berpendapat bahwa pemahaman sosial tersebut didapatkan dari interaksi saling memberi dan menerima diantara kawan-kawan.32 Remaja menurut Pieget merupakan pemikir operasional formal dimana cara berpikir mereka tidak lagi terikat dengan gejala-gejala yang bersifat langsung dan kongkret, remaja sebagai pemikir formal seringkali membandingkan kenyataan dengan idealisme, menciptakan kebalikan terhadap sekarang, memahami peran mereka di masyarakat.

Senada dengan Pieget, Konhelberg dengan teori perkembangan moralnya juga mendukung bahwa kawan sebaya merupakan sebuah bagian kritis dari stimulasi sosial yang menantang individu untuk mengubah orintasi moralnya. Bahkan misalnya orang tua membuat aturan untuk mereka dibandingkan dengan dengan interaksi timbal balik yang dilakukan dengan teman sebayanya,

31

Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), 113.

32

John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 301-303.


(47)

37

memberikan peluang pada remaja untuk memberikan pada orang lain dibanding orang tua mereka dalam merumuskan aturan-aturan secara demokratis,33 Kohlberg menekankan bahwa pada prisnsipnya peluang pengambilan peran dalam membuat keputusan dapat disebabkan oleh perjumpaan mereka dengan kelompok sebayanya. Maka dalam konteks yang demikian, keyakinan, nilai-nilai pada diri remaja bisa berpotensi berubah-rubah berdsarkan perkembangan moralnya, juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan terutama merupakan kelompok sebaya yang ia temukan dalam rangka melakukan eksplorasi iendtitas dirinya.

Peneliti menyimpulkan bahwa remaja masjid yang secara entitas adalah remaja memiliki dimensi-dimensi psikologis yang harus diperhatikan untuk bisa mempengaruhi mereka, berdasarkkan kajian teoritis di atas, maka beberapa hal yang harus menjadi sebuah catatan dalam penelitian ini adalah bahwa remaja di dalam mengambil suatu keputusan untuk turut serta dalam suatu kegiatan atau tidak, spenuhnya atau bahkan dominan berada di tangannya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa peran kawan sebaya dan juga aspek kognitifnya berpengaruh besar dalam suatu keputusan dirinya. Mereka memiliki kecenderungan untuk mencari jati diri, membuat keputusan yang mandiri atau terlepas dari campur tangan orang tua mereka, membentuk suatu relasi untuk mengkonfirmasi gagasan ideal dan semcamnya. Remaja masjid sebagai remaja tentunya memiliki kecenderungan prilaku yang sama dengan perilaku remaja pada umumnya.

33 Ibid, 308.


(48)

38

Kawan sebaya (peers) merupakan anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.34 Remaja memiliki pandanga bahwa dirinya bisa belajar menjadi petarung yang baik hanya bila dirinya berada diantara kawan sebaya. Dalam interaksi mereka atau sosial group yang telah mereka bentuk remaja memiliki motivasi yang kuat untuk berkumpul bersama kawan sebaya dan menjadi sosok yang mandiri.35 Dalam interaksi tersebut para remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik atau kurang baik dibandingkan dengan remaja-remaja lainnya. Dengan demikian remaja selalu berharap dirinya mendapatkan umpan balik dari kawan sebayanya. Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan menekankan bahwa memalui interaksi dengan kawan-kawan sebayanya, para remaja mempelajari modus relasi timbal balik secara simetris. Mereka melakukan eksplorasi prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan melalui pengalaman mereka ketika berbeda pendapat dengan kawan sebayanya itu.36 Mereka juga belajar mengamati dengan tajam mengenai minat dan sudut pandang kawan-kawannya agar mereka dapat mengintegrasikan minat dan sudut pandangnya sendiri dalam aktivitas yang berlangsung bersama kawan-kawannya.

Remaja dalam menemukan identitasnya juga melakukan konformitas dengan kawan sebaya di dalam sosial group mereka, konformitas akan terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain karena merasa di desak orang lain. Dan desakan tersebut pada usia remaja cenderung sangat kuat.37

34

John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 2, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 53.

35 Ibid, 58. 36 Ibid, 57. 37 Ibid, 60.


(49)

39

Dalam perkembangan jiwanya, para remaja juga membentuk ikatan dengan

beberapa kawan sebayayanya itu yang dinamai ‘persahabatan’. Sahabat bagi

remaja merupakan sekumpulan kawan yang terlibat dalam kesamaan, saling mendukung dan memiliki keakaraban (intimasi). Relasi yang terjadi dari kelompok yang bernama sahabat itu lebih dekat dibandingkan dengan kelompok yang bernama teman sebaya.38 Dalam interaksi persahabatan itu remaja membangunnya dengan karakateristik khas yaitu intimasi dan kesamaan, intimasi merupakan kegiatan membuka diri atau berbagi pikiran, yang bersifat pribadi. Pengetahuan yang bersifat pribadi menegnai seorang kawan juga dapat digunakan sebagai indeks keakraban.39 Karakteristik lainnya adalah kesamaan, sahabat seringkali memliki kesamaan sikap terhadap sekolah, aspirasi pendidikan dan orientasi pencapaian.

Alasan remaja membentuk kelompok dalam usia perkembangannya, salah satu kemungkinannya adalah kelompok memberikan identitas bagi mereka, kemungkinan lainnya mereka ingin memperoleh kesempatan untuk memperoleh penghargaan, baik yang bersifat materi maupun psikologis. Selain juga karena dengan berkumpul para remaja kan mendapatkan kesenangan, kegembiraan serta memusakan kebutuhan afiliasi dan berkumpul.40 Di dalam kelompok tersebut remaja akan mempelajari dua hal penting dalam usia perkembangnannya, pertama adalah norma yang ada di dalam kelompok tersebut, dari itu remaja belajar mengenai aturan yang harus diterapkan pada semua anggota kelompok. Kedua

38 Ibid, 68.

39 Selman & Sullivian dalam John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 2, (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2007), 72.


(50)

40

adalah peran, yaitu posisi tertentu yang dibuat berdasarkan aturan-aturan dan juga harapan-harapan. Peran akan menentukan bagaimana perilaku yang diharapkan dari seorang remaja terkait dengan posisinya.

Sementara itu M.Hafi Anshari menganggap bahwa perkembangan emosi remaja memiliki pengaruh yang kuat dibandingkan pengaruh rasionya dalam berkyakinan soal keTuhanan.41 Dalam diri remaja itulah mulai dipertentangkan beberapa hal; 1) Antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan, remaja dengan perkembangan jiwanya akan mulau menanyakan keyakinan-keyakinannya yang telah didapat semenjak kecil, 2) Antara nila moral dan kelakuan manusia, mereka mendapatkan nilai-nilai dari pendidikan agar tidak berdusta, jujur, adil dan sebagainya namun disisi lain mereka seringkali melihat fenomena orang beragama yang tidak jujur, adil dan sering bedusta, 3) Antara nilai agama dan tindakan tokoh-tokoh agama, guru, orangtua atau penganjur agama, 4) Terjadi konflik agama di dalam dirinya.42 Remaja juga memiliki kekhasan sfat yakni ingin mendapatkan perhatian dari orang lain dan juga lingkungannya, saat ia diberikan kepercayaan maka ia akan menaruh kepercayaan kepada orang lain. Hal ini juga dibawa oleh remaja manakala dia mencari jawaban-jawaban mengenai nilai-nilai agama. Karena itu memberikan kesibukan atau memberikan tempat bagi mereka untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan merupakan cara yang efektif dalam meberikan perhatian karena dengan kegiatan tersebut akan berdaya guna terutama untuk memupuk nilai keagamaan mereka.43

41 M.Hafi Ashari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), 80.

42 Ibid, 82. 43 Ibid.


(51)

41

Remaja bila memasuki masa akhir menjelang dewasa (masa adolesen) akan menunjukkan sikap terutama bila dihubungkan dengan nilai-nilai agama, antara lain; 1) Menentukan pribadinya, 2) Menentukan cita-citanya, 3) Menggariskan jalan hidupnya, 4) Bertanggung jawab dan 5) Menghimpun norma-norma sendiri.44 Dalam usia akhir remaja, sorang anak akan sudah mulai menghentikan sikap coba-cobanya, akan juga terlihat kestabilan dalam menentukan pandangan hidupnya, namun kestabilan dalam pandangan hidup beragama bukanlah kestabilan yang statis melainkan dinamis yang akan berpotensi berubah bila mengenal pandangan hidup agama yang lebih rasional.45 Remaja usia dewasa juga memiliki kecnderungan bila telah stabil nilai-nilai agama yang diyakini akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengerjakan apa yang dianut tersebut.

Temuan lain mengenai perkembangan remaja muslim, bahwa para remaja akan semakin memantapkan dalam hati mereka untuk membuktikan kebenaran ajaran Tuhan melalui pengamatan mereka atas alam semesta serta menjangkau masalah-msalah agama secara umum.46 Maka kerangka pikir yang demikian sama halnya menyatakan bahwa remaja selalu akan melakukan pencarian untuk memenuhi kebutuhan akan yang tengah tumbuh dan berkembang, karena itu masa remaja bagi mereka adalah masa yang mulai berfikir kritis karena pada masa itu mereka tengah mengalami kematangan akal. Dapat juga ditarik

44 Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), 288.

45

M.Hafi Ashari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), 94.

46 Sayyid Muhammad Az-Za’balawi, Pendidikan Remaja Islam dan Ilmu Jiwa, (Jakarta:


(52)

42

kesimpulan bahwa pada masa remaja memiliki kecenderungan untuk berpikir mengenai soal-soal agama.47

Peneliti menyimpulkan bahwa remaja masjid yang secara entitas adalah remaja memiliki dimensi-dimensi psikologis, yakni kebutuhan untuk membentuk suatu kelompok sosial, di dalam kelompok tersebut remaja juga memiliki kecederungan membentuk suatu sub kelompok yang lebih kecil yakni sahabat. Alasan yang dapat ditarik sebagai suatu simpulan mengenai kenapa remaja lebih suka membentuk kelompok selain karena untuk mempertegas identitas mereka, para remaja melakukanya untuk mendapatkan kesempatan memperoleh pengakuan, kesenangan, dan memenubi kebutuhannya dalam berafiliasi. Sebab itu mereka di dalam kelompok mempelajri sesuatu yang penting yaitu norma dan juga peran yang akan menentukan seperti apa mereka nantinya.

B. Rekrutmen SDM

1. Hakikat Rekrutmen SDM Non Profit

Secara umum istilah rekrutmen SDM memang berasal dari organisasi atau lembaga profit, berdasarkan itu rekrutmen SDM didefinisikan dengan sebagai proses menarik calon-calon yang memiliki kualifikasi untuk masuk ke posisi di dalam organisasi.48 Hal yang senada juga disampaikan oleh Barber, bahwa rekrutmen SDM adalah praktik dan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dengan tujuan utamanya mengidentifikasi dan menarik pekerja potensial.49

47 Ibid, 84.

48 Joan E. Pynes, HRM for Public & Nonprofit Organizations, 180.

49 Marc Orlitzky, “Recruit ment Strategy”, The Oxford Handbook of Human Resource Management, (New York: Oxford University Press, 2007), 273.


(1)

129

dikemas dengan kegiatan yang khasnya para remaja, harus dinamis dan mampu mengeksploitasi potensi diri remaja muslim tersebut, model chalanging adalah model yang mengakomodasi akan hal itu. 2) Kompetitor yang bisa diajak kerjasama. 3) Kebijakan Masjid al-Akbar Surabaya yang mewakiliki keinginan pemerintah propinsi Jawa Timur selaras dengan misi Remaja Masjid al-Akbar Surabaya.

3. Fase penyelesaian yang dilakukan oleh para pengurus Remaja Masjid al-Akbar Surabaya adalah merumuskan dua alternatif pilihan yakni: 1) Rekutmen dibuka lalu diseleksi oleh dewan juri hanya berdasarkan profil calon pengurus, 2) Rekrutmen dibuka dengan proses seleksi lewat chalangging berupa dakwah viral dan dakwah on the street, tora serta wawancara peminatan posisi kepengurusan. Dua alternatif keputusan tersebut dipilih dengan mempertimbangkan keunggulan yang dimiliki oleh Remaja Masjid al-Akbar Surabaya, dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa pilhan model yang akhirnya jatuh pada opsi kedua tidak dilepaskan dari apa yang dinginkan atau yang menjadi tujuan dan sasaran Remaja Masjid al-Akbar Surabaya, model kedua akan mampu mendapatkan genarasi rabbani yang memiliki kecintaan tinggi kepada perkembangan Islam, sehingga akan memiliki komitmen yang kuat untuk dengan ikhlas menjalankan berbagai macam program yang telah disepakati nantinya, pengorbanan diri meluangkan waktu, tenaga dan pikiran merupakan hasil yang akan dicapai bila menggunakan model kedua. Pada penelitian ini ditemukan mengenai cara memilih dari dua alternatif program oprec yang tersaji, mirip dengan model


(2)

130

titik singgung yakni mempertemukan elemen-elemen penting dalam pengambilan keputusan stratejik, dengan kata lain titik singgung itu adalah titik temu antara kapabilitas organisasi, kebutuhan serta peluang yang berkaitan dengan program.

B. Keterbatasan Penelitian

Dari adanya temuan penelitian diatas, peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak sempat melakukan perbadingan model pengambilan keputusan stratejik atas program yang sejenis dan terutama belum sempat membandingkan dengan model oprec dari lembaga dakwah yang lebih mapan atau juga mengadakan program yang sama. Dengan perbandingan manfaat yang akan didapatkan baik bagi Remaja Masjid al-Akbar Surabaya maupun bagi semua pihak yang sedang mengelola Remaja Masjid, akan terbantu dalam melakukan rekrutmen, akan mendapatkan calon SDM atau calon pengrus yang kapabel dengan visi dan misi Remaja Masjid yang dikelolanya. Selain itu bila penelitian dilakukan dengan model komparatif dan cukup sampel untuk perbandingan akan mungkin dilakukan penarikan generalisasi mengenai model rekrutmen Remaja Masjid.

C. Saran

Saran peneliti bagi penelitian berikutnya adalah melakukan komparasi model open recruitmen pada Remaja Masjid, dengan pembuktian lapangan mengenai pertimbangan-pertimbangan yang dilibatkan dalam memutuskan program stratejik akan bisa dibuatkan permodelan desain pengambilan keputusan stratejik pada lembaga dakwah. Penelitian sebaiknya dilakukan selain di Remaja


(3)

131

Masjid al-Akbar Surabaya sehingga akan bisa dilakukan perbandingan sekaligus menarik prinsip generalisasinya. Hal itu tentu akan sangat membantu bagi geliat dakwah di tataran Remaja Masjid.

Saran peneliti bagi stakeholder terkait, dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengevaluasi atau menjadikan salah satu pijakan dalam melakukan kontrol dan pengendalian program kerja Remaja Masjid al-Akbar Surabaya. Berikutnya agar tidak terjadi mised yang berpotensi menimbulkan konflik struktural. Pola interaksi yang intensif serta bersifat mendidik akan membantu mencairkan kebekuan komunikasi yang sempat terjadi, bagaimanapun juga Remas merupakan subordinat yang bermakna mitra strategis dan cukup potensial bagi kemajuan Al-akbar Surabaya sendiri. Dengan memperbaiki kebekuan tersebut kedepan akan semakin baik dalam menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat muslim di Surabaya pada khususnya dan masyarakat muslim Indonesia pada umumnya.

Saran bagi pengurus Remaja Masjid al-Akbar Surabaya adalah mau mempelajari hasil temuan ini sehingga kedepannya akan mampu untuk melakukan redesign terhadap program oprec ataupun program-program yang lain, keterbukaan juga menjadi saran penting atas tiap ide yang berujung pada kemanjuan lembaga dakwah, sebagai subordinat pihak Remaja Masjid juga harus memahami posisinya adalah mitra strategis bagi Masjid al-Akbar Surabaya, bila dukungan pihak-pihak terkait semakin besar maka tidaklah mustahil Remaja Masjid al-Akbar Surabaya akan mampu menjadi Remas percontohan ksusunya di Surabaya maupun di Indonesia pada umumnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

AF, James, Stomer dan R. Edward Freeman, Manajemen, diterjemahkan oleh Wilhelmus W. Bakowatun dan Benyamin Molan, Jakarta : Intermedia, 1994.

Affandi, Soffyan, Manajemen Strategi Untuk Organisasi Dakwah, Surabaya: Kurnia Grup, 2016.

Allison. Michael & Jude Kaye, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004.

Amin, Perencanaan Strategis Biro Dakwah Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura Jawa Timur Indonesia, Tesis Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2014.

Ansoff, Igor, Corporate Strategy London : Penguin, 1985.

Ayub, Moh. E, Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani, 1996.

Bahri, M, Ghazali, Dakwah Komunikatif Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997.

Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif cet ke-4, Jakarta: Kencana, 2010.

Blaxter, Loraine, How To Research edisi kedua, Jakarta: Penerbit PT.Indeks kelompok Gramedia, 2006.

C, Mathewe, Aalsma, Jurnal Personal Fables, Narcissism, and Adolescent Adjusment Published online in Wiley InterScience www.interscience.wiley.com, 2006.

Cresswell, John W, Penelitian Kualitatif dan Desain Riset “Memilih diantara lima pendekatan”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Daradjat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.

David, Fred R, Manajemen Strategis: Konsep, terj., Dono Sunardi, Jakarta: Salemba Empat, 2009.

David, Hunger J & Thomas L. Wheelen, Manajemen Strategis, Yogyakarta: Penerbit Andi, 1996.

Denzin, K. Norman & Yvonna S. Lincoln, Handbook Of Qualitative Research, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Hafi, M, Ashari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1991. Herdiansyah, Haris, Wawancara – observasi dan focus group sebagai instrumen penggalian data kualitatif cet ke-2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015. Huberman, & Miles, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI Press, 1992.


(5)

133

Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan Remaja: Edisi Kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980.

Hutabarat, Jemsley & Martani Huseini, Proses Formasi dan Implementasi Manajemen Strategik Kontemporer-Operasionalisasi Strategi, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006.

Ibrahim, Mushinah, “Pendayagunaan Mesjid dan Menasah Sebagai Lembaga Dakwah Islamiyah”, Jurnal Al-bayan, Vol. 19 No. 28 Juli-Desember 2013. J, Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik. Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia. 1996.

Kuncoro, Mudrajad, Strategi – Bagaimana Keunggulan Kompetitif, Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2006.

M, Alson & Bowles, W. Research For Social Workers An Introduction to Methods, Australia: tp, 1998.

Mangkunegara, Anwar Prabu, “Manajemen Sumber Daya Manusia Prusahaan”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Muchtar, Abdurrahman, Organisasi, Administrasi, dan Manajemen Masjid: dalam Panduan Pengelolaan Masjid, Jakarta: Intermasa, 2007.

Muhammad, Sayyid, Az-Za’balawi, Pendidikan Remaja Islam dan Ilmu Jiwa, Jakarta: Gema Insani, 2007

Muhsin, Manajemen Majelis Taklim, Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009.

Muhtarom, Zaini, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, Yogyakarta: PT al-Amin Press, 1996.

Nazir, Moh, Metode Penelitian cet ke-7, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2001. Orlitzky, Marc, “Recruitment Strategy”, The Oxford Handbook of Human Resource

Management, New York, Oxford University Press, 2007

Puspianto, Alim. Strategi Dakwah Masjid Nasional Al Akbar Surabaya Dalam Mempersatukan Umat Islam. Tesis Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2014.

Pynes, Joan E., Human Resources Management for Public and Nonprofit Organizations, San Fransisco, Jossey-Bass, 2009.

Santorck, John W, Remaja – Jilid 1, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. ______. Remaja – Jilid 2, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.

Sarwono, Sarlito W, Psikologi Remaja, Jakarta: Rajawali Press, 2015.

Siswanto, Panduan Pengelolaan Himpunan Jama’ah Masjid, Jakarta : Pustaka Amani, 2006.

Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial “Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.


(6)

134

Sofwan, Ridin, “Penguatan Manajemen Pemberdayaan Fungsi Masjid Al-Fattah di Kelurahan Krapyak Semarang”, Dimas, Vol. 13 No. 2, 2013.

Suherman, Erman. Manajemen Masjid. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2012. Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Aksara Baru, 1984. Susanto, AB, Visi dan Misi, Jakarta: The Jakarta Consulting Group, tth.

Sutarmadi, Ahmad, Manajemen Masjid Kontemporer Jakarta: Media bangsa, 2012. Thoits, Peggy A., & Hewitt, Lyndi N., “Volunteer Work and Well-Being”, Journal

of Health and Social Behavior, Vol. 42 (June, 2001).

Tangklisan, Hesel Nogi, “Kebijakan Publik Yang Membumi”, Yogyakarta:

Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia & Lukman Offset, 2003 Yani, Ahmad, Panduan Mengelola Masjid “Sebagai Pusat Kegiatan Umat”,

Jakarta: Pustaka Intermasa, 2007.

Yasin, Ahmad Fatah, Pengenbangan Sumber Daya Manusia di Lembaga Pendidikan Islam, Malang: UIN-Maliki Press, 2011.

Yuswohady, Marketing to The Middle Class Muslim, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014,