Pengaruh motivasi otonom terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya.

(1)

PENGARUH MOTIVASI OTONOM TERHADAP KINERJA SDM MASJID AL AKBAR SURABAYA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh

Ilham Yosi Ariansyah NIM. F12915296

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Ilham Yosi Ariansyah NIM : F12915296

Prodi : Dirasah Islamiyah Konsentrasi Manajemen Dakwah

Institusi : Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 4 Mei 2017 Saya yang menyatakan,


(3)

PERSETUJUAN

Tesis Ilham Yosi Ariansyah ini telah disetujui pada 4 Mei 2017

Oleh Pembimbing


(4)

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis Ilham Yosi Ariansyah ini telah diuji Pada Tanggal 8 Juni 2017

Tim Penguji

1. Dr. Choirul Arief, M.Fil.I (Ketua) ………..

2. Prof.Dr.H.Shonhaji Sholeh Dip.IS ………..


(5)

(6)

ABSTRAK

Ilham Yosi Ariansyah, Pengaruh Motivasi Otonom Terhadap Kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya

Kata Kunci : motivasi otonom, kinerja

Motivasi otonom telah teruji dapat menghasilkan kinerja maksimal. Masjid Al Akbar Surabaya sebagai sebuah lembaga dakwah tentu juga mengharapkan adanya kinerja yang baik dari SDM. Dengan mengetahui pengaruh motivasi otonom terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya, akan dapat dirumuskan sistem pemotivasian yang sesuai dengan kondisi Masjid Al Akbar Surabaya.

Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Penentuan jumlah sampel menggunakan permodelan rasch dengan tingkat keteltian 95%. Konversi data serta uji bias instrumen dan responden dilakukan dengan permodelan rasch. Uji regresi dilakukan dengan product moment, serta analisis unidimensionalitas dilakukan dengan permodelan rasch.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi otonom memiliki peranan sebesar 98,5% dalam memprediksi kinerja. kompetensi dan keterikatan berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang searah terhadap kinerja. Sedangkan otonomi tidak berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan terbalik terhadap kinerja. Responden berpendidikan SMP dan SLTA, berjenis kelamin laki-laki, serta bertugas pada jabatan petugas kebersihan, keamanan, sopir, serta teknisi memiliki motivasi otonom terendah dibandaing responden yang lain. Hasil analisis faktor mengindikasikan bahwa item pertanyaan yang diberikan kepada SDM Masjid Al Akbar Surabaya menggambarkan satu kesatuan variabel motivasi otonom. Rekomendasi terhadap penelitian selanjutnya agar merumuskan strategi dalam meningkatkan motivasi otonom serta melakukan uji pengaruh atau hubungan pada faktor usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, serta jabatan terhadap motivasi otonom SDM Masjid Al Akbar Surabaya.


(7)

ABSTRACT

Ilham Yosi Ariansyah, The Influence of Autonomous Motivation on The Performance of The Employees of Masjid Al Akbar Surabaya.

Keywords: autonomous motivation, performance.

Autonomous motivation is already tested will greatly enhance work performance. Masjid Al Akbar Surabaya, as a dawah institution, definitely expects a good performance from their employees. By understanding the influence of autonomous motivation on the performance of the employees of Masjid Al Akbar Surabaya, motivating system that suitable with the condition of Masjid Al Akbar Surabaya could be formulated.

This is a quantitative research. The numbers of samples are determined by using rasch model, with the accuracy of 95%. Data conversion, person and item measurement are done by using the rasch model.

The result of this research presents that autonomous motivation significantly influences on performance, with the percentage of 98,5%. Competence and relatedness have direct relation and significant influence on performance, whereas autonomy has inverse relation and insignificant influences on performance. Respondent with junior and senior high school-educated, male, and served as janitor, security officer, driver, and technician have lower autonomous motivation than the other respondents. The result of factor analysis indicated that the questionnaire items represent as a variable, autonomous motivation. The further research should formulate the strategy for enhancing autonomous motivation and tests the influences or correlation of age factor, sex, and position at work on autonomous motivation of Masjid Al Akbar Surabaya employees.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 14

F. Kerangka Teoretik... 16

G. Hipotesis... 19

H. Metode Penelitian... 19

1. Jenis Penelitian... 19

2. Variabel Penelitian ... 20

3. Definisi Operasional... 21

4. Identitas Responden ... 25

5. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

6. Populasi dan Sampel ... 26

7. Metode Pengumpulan Data ... 28


(9)

9. Uji Bias Instrumen dan Responden... 30

10. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31

11. Analisis Faktor Motivasi Otonom... 31

I. Sistematika Pembahasan ... 32

BAB II KAJIAN TEORETIK ... 33

A. Manajemen Masjid Sebagai Pusat Dakwah ... 33

1. Dakwah ... 33

2. Kedudukan Masjid Dalam Dakwah ... 34

3. Idarah Masjid ... 35

4. Mitra Dakwah Masjid ... 36

B. Teori Motivasi Otonom... 37

1. Motivasi ... 37

2. Motivasi Instrinsik dan Motivasi Esktrinsik ... 38

3. Motivasi Otonom ... 39

C. Teori Kinerja ... 41

1. Penilaian Kinerja ... 41

2. Dimensi Kinerja ... 42

D. Konsep Motivasi Otonom dan Kinerja dalam al-Quran dan Hadis ... 43

E. Penelitian Terdahulu ... 46

BAB III MASJID AL AKBAR SURABAYA... 53

A. Profil Masjid Al Akbar Surabaya... 53

B. Struktur Pengurus Masjid Al Akbar Surabaya... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA ... 57

A. Uji Bias Instrumen dan Responden dengan Permodelan Rasch ... 57

1. Uji Bias Instrumen Pengukuran ... 57

2. Uji Bias Responden... 58

B. Identitas Responden ... 61

1. Identitas Responden Berdasarkan Jabatan ... 61

2. Identitas Responden Berdasarkan Usia ... 61

3. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62


(10)

5. Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan ... 62

C. Uji Linearitas... 63

1. Uji Normalitas... 63

2. Uji Multikolinearitas ... 65

3. Uji Autokorelasi ... 66

D. Uji Validitas dan Reliabilitas dengan Aplikasi SPSS ... 66

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel X... 66

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Y... 68

E. Uji Pengaruh ... 69

1. Pengaruh Motivasi Otonom Terhadap Kinerja ... 69

2. Pengaruh Dimensi Kompetensi, Otonomi, dan Keterikatan Terhadap Kinerja... 72

3. Analisa Hasil Uji Pengaruh... 77

F. Deskripsi Hasil Penelitian Per Identitas ... 78

1. Deskripsi Berdasarkan Jabatan ... 79

2. Deskripsi Berdasarkan Usia ... 80

3. Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin... 81

4. Deskripsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 81

5. Deskripsi Berdasarkan Besaran Gaji... 82

G. Analisis Faktor Motivasi Otonom... 83

H. Hubungan Hasil Penelitian Terhadap Teori Dakwah dan Teori Manajemen Masjid... 84

BAB V PENUTUP... 86

A. Simpulan ... 86

B. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Pengelompokan Populasi SDM Masjid Al Akbar Surabaya ... 27

Tabel 1.2 Ukuran Sampel Permodelan Rasch... 28

Tabel 1.3 Ukuran Kualitas OUTFIT MNSQ Instrumen dan Responden... 30

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 49

Tabel 3.1 Daftar Nama Karyawan Masjid Al Akbar Surabaya ... 56

Tabel 4.1 Hasil Uji Bias Instrumen dengan Permodelan Rasch ... 57

Tabel 4.2 Hasil Uji Bias Responden ... 58

Tabel 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Jabatan ... 61

Tabel 4.4 Identitas Responden Berdasarkan Usia... 61

Tabel 4.5 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

Tabel 4.6 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 62

Tabel 4.7 Identitas Berdasarkan Jumlah Pendapatan... 62

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas ... 63

Tabel 4.9 Coefficients ... 65

Tabel 4.10 Collinearity Diagnostics... 65

Tabel 4.11 Model Summary... 66

Tabel 4.12 Reliability Statistics ... 66

Tabel 4.13 Item-Total Statistics ... 66

Tabel 4.14 Reliability Statistics ... 68

Tabel 4.15 Item-Total Statistics ... 68

Tabel 4.16 Variables Entered/Removed ... 69

Tabel 4.17 Model Summary... 70

Tabel 4.18 ANOVA ... 70

Tabel 4.19 Coefficients ... 70

Tabel 4.20 Variables Entered/Removed ... 73

Tabel 4.21 Model Summary... 73

Tabel 4.22 ANOVA ... 73

Table 4.23 Coefficients ... 73


(12)

Tabel 4.25 Deskripsi Berdasarkan Usia ... 80

Tabel 4.26 Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin... 81

Tabel 4.27 Deskripsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 81

Tabel 4.28 Deskripsi Berdasarkan Besaran Gaji... 82


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pengaruh Motivasi Otonom Terhadap Kinerja... 19 Gambar 3.1 Struktur Pengurus Masjid Al Akbar Surabaya ... 55


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia (SDM) memiliki peran yang besar dalam sebuah organisasi. SDM merupakan sumber daya yang menjadi penggerak utama organisasi. Keberadaan SDM sebagai salah satu sumber daya organisasi memberikan pengaruh yang sangat penting dalam penentuan strategi organisasi.1 Sejalan dengan prinsip efektifitas, bahwa suatu strategi dikatakan efektif apabila strategi tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan strategi, efektififas strategi tersebut tentu baru akan dapat dicapai dengan turut mempertimbangkan kondisi dari SDM yang dimiliki organisasi.2

Aspek SDM juga akan memberikan pengaruh besar pada sisi pengimplementasian (directing) yang dilakukan manajer dalam menjalankan roda organisasi.3 Pengimplementasian bicara tentang bagaimana seorang manajer dapat memastikan program atau strategi yang direncanakan dapat dijalankan dengan baik oleh seluruh pihak dalam organisasi, serta proses pemotivasian agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan

1 Michael Armstrong, A Handbook of Personnel Management Practice (London dan Philadelphia:

Kogan Page, 2006), 20-24.

2 Richard L. Daft, Manajemen Jilid 1, terj. Emil Salin dan Iman Karmawan (Jakarta: Erlangga,

2001), 14.


(15)

2

produktivitas yang tinggi.4 Pada tahap inilah persoalan dapat muncul. SDM yang sebenarnya memiliki kemampuan yang baik, namun dikarenakan motivasi yang rendah dalam bekerja, menyebabkan tugas yang diberikan kepada SDM tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

Motivasi bicara tentang penemuhan kebutuhan. Adanya kebutuhan tersebut memunculkan energi pada seseorang untuk berusaha memenuhi kebutuhannya.5 Orang yang termotivasi adalah orang yang terdorong untuk melakukan sesuatu. Orang yang termotivasi akan berenergi serta secara aktif menjalankan suatu hal tertentu.6 Dalam konteks SDM, motivasi SDM diwujudkan dalam bentuk motivasi kinerja. Motivasi kinerja adalah sebuah proses psikologis yang mendorong, memberikan energi, serta menjaga usaha untuk menjalankan suatu tugas atau proyek tertentu yang telah diberikan pada SDM tersebut.7 Dalam berbagai penelitian telah ditemukan bahwa motivasi SDM memiliki pengaruh positif terhadap kinerja SDM. Beberapa penelitian tersebut antara lain

4 Ernie T. Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen (Jakarta: Kencana Prenadamedia

Group, 2005), 8.

5 Richard M. Ryan dan Edward L. Deci, Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human

Behavior, 1st Edition (New York: Springer Science+Business Media. LLC, 1985), 3.

6Richard M. Ryan dan Edward L. Deci, “Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions

and New Directions”, Contemporary Educational Psychology, 25 (2000), 54.

7 Adam M. Grant dan Jihae Shin, Work Motivation: Directing, Energizing, and Maintaining Effort

(and Research). Forthcoming in R. M. Ryan (Ed.), Oxford Handbook of Motivation, (Oxford: Oxford University Press, 2011), 2.


(16)

3

adalah penelitian Sindi Larasati dan Alini Gilang (2014)8, Gusti Kade Sutawa (2015)9, serta Judge, Thoresen, Bono, dan Patton (2001).10

Porter dan Lawler (1968) mengutarakan bahwa motivasi dapat dibagi menjadi dua besaran yakni motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari aktifitas yang dilakukan itu sendiri. Ketika sesorang termotivasi secara intrinsik maka orang tersebut akan menilai bahwa aktifitas yang dilakukannya menarik serta secara spontan akan dapat memberikan kepuasan pada diri orang tersebut. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul di luar aktivitas yang dilakukan. Motivasi ekstrinsik dapat berupa pemberian suatu tangible rewards tertentu atau dapat pula diwujudkan dalam bentuk pujian. Porter dan Lawler merekomendasikan, untuk dapat menghasilkan kinerja yang baik, maka seorang manajer harus memberikan motivasi intrinsik dan ekstrinsik kepada SDM, karena dengan kombinasi antara motivasi intrinsik dan esktrinsik itulah yang akan dapat menghasilkan kinerja SDM yang maksimal.11

Motivasi intrinsik dan ekstrinsik dipandang sebagai dua pengelompokan motivasi yang akan saling menguatkan, hingga Deci (1970) menemukan bahwa hubungan keduanya tidaklah demikian. Deci

8Sindi Larasati dan Alini Gilang, “Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Wilayah

Telkom Jabar Barat Utara (Witel Bekasi)”, Jurnal Manajemen dan Organisasi, Vol V, No 3 (Desember, 2014), 212.

9 Gusti Kade Sutawa, “Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Motivasi Kerja, dan Perubahan

Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Perhotelan Di Bali” (Disertasi—Universitas Udayana, Denpasar, 2015), viii.

10 Marylene Gagne´ dan Edrward L. Deci, “Self-Determination Theory and Work Motivation”,

Journal of Organizational Behavior, Vol. 26, (Januari, 2005), 352.


(17)

4

menjelaskan bahwa pemberian motivasi eksternal berupa tangible reward

dapat menurunkan motivasi intrinsik seseorang, sedangkan pemberian

reward dalam wujud verbal, misalkan dalam bentuk pujian, justru meningkat motivasi intrinsik seseorang. Dari situlah akhirnya dikenalkan pendekatan baru dalam ilmu motivasi yang dikenal sebagai self-determination theory (SDT).12

SDT mengkategorisasikan tingkat motivasi menjadi amotivation

serta termotivasi. Amotivation adalah kondisi ketika seseorang tidak punya keinginan untuk melakukan suatu hal, atau dapat disebut pula berada dalam kondisi tidak termotivasi. Motivasi yang muncul pada diri seseorang, oleh SDT dibagi menjadi dua kelompok, yakni anutonomous motivation (motivasi otonom) serta controlled motivation (motivasi terkontrol). Motivasi otonom adalah suatu kondisi ketika seseorang termotivasi oleh hal yang dianggap menarik oleh orang tersebut yang munculnya dari aktifitas itu sendiri dan/atau oleh suatu nilai atau aturan-aturan dari aktifitas tersebut yang telah terintegrasi di dalam diri. Yang termasuk dalam motivasi otonom adalah motivasi intrinsik serta motivasi ekstrinsik yang telah terinternalisasi dengan baik. Ketika sesorang telah termotivasi secara otonom, maka walaupun aktivitas tersebut tidak menyenangkan bagi dirinya, ia akan tetap termotivasi karena nilai-nilai dari aktivitas tersebut telah ia terima dan telah diiternalisasi.13

12 Ibid. 331-332.

13 Liu Woon Chia, John Wang Chee Keng, Building Autonomous Learner Perspectives from

Research and Practice using Self-Determination Theory (Singapore: Springer Science+Business Media Singapore, 2016), 11.


(18)

5

Motivasi terkontrol terdiri dari external regulation, yakni satu-satunya motivasi ekstrinsik yang diperhatikan oleh peneliti terdahulu dalam dikotomi lama antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik, serta yang kedua adalah introjected extrinsic motivation. SDT menjelaskan bahwa hanya motivasi otonom yang akan dapat menghasilkan kinerja dengan kualitas kinerja yang baik serta kreatifitas yang tinggi dalam menjalankan pekerjaan tersebut.14

Terdapat tiga kebutuhan dasar yang dapat mengembangkan motivasi otonom yakni kebutuhan akan kompetensi, keterikatan, dan otonomi. Kompetensi adalah kebutuhan untuk merasa mampu menjalankan suatu pekerjaan. Otonomi adalah kebutuhan untuk diberikan kebebasan dalam menentukan sikap atau dalam menjalankan pekerjaan.15

Faktor yang dapat mendukung otonomi antara lain alasan rasional dalam melakukan pekerjaan, penjelasan bahwa akan ada orang yang mungkin menganggap perkerjaan tersebut tidak perlu dilakukan, serta tentu saja adalah tekanan pada kebabasan dalam menentukan pilihan.16 Keterikatan adalah kebutuhan akan adanya hubungan atau rasa memiliki kepada orang tertentu, kelompok/organisasi, atau tujuan dari organisasi tersebut.17 Pemenuhan kebutuhan akan tiga kebutuhan dasar tersebut telah teruji memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja, kesiapan kerja, kepuasan

14 Marylene Gagne´ dan Edrward L. Deci, “Self-Determination Theory and Work Motivation, 340. 15Richard M. Ryan dan Edward L. Deci, “Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions

and New Directions”, 64.

16M. Gagne dan Edward L. Deci, “Self-Determination Theory and Work Motivation”, 338. 17Richard M. Ryan dan Edward L. Deci, “Intrinsic and Extrinsic Motivations”, 64.


(19)

6

kerja, menurunkan tingkat turn over, serta menurunkan kelelahan emosional.18

Cara memberikan motivasi pada setiap jenis organisasi (lembaga) tentu akan berbeda tergantung pada konteks lembaga tersebut. Secara garis besar, lembaga dapat digolongkan menjadi dua besaran, yakni lembaga bisnis dan lembaga nirlaba. Lembaga nirlaba adalah lembaga yang diperbolehkan untuk mengumpulkan keuntungan, namun keuntungan tersebut tidak diperbolehkan untuk didistribusikan kepada pengelola lembaga, melainkan harus dikembalikan kepada masyarakat. Hal tersebut berbeda halnya dengan lembaga bisnis yang didefinisikan sebagai lembaga yang memang ditujukan untuk mengeruk keuntungan serta mendistribusikan keuntungan tersebut pada para pengelola dan pemiliknya.19 Lembaga dakwah, sebagai lembaga yang bergerak di bidang keagamaan, termasuk ke dalam kelompok lembaga nirlaba.20

Masjid merupakan salah satu lembaga dakwah. Ketika suatu masjid hendak menjalankan fungsinya sebagai lembaga dakwah yang baik, tentu pengelolaan masjid tersebut menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Kata masjid berasal dari bahasa Arab yakni dari kata sajada, yasjudu, sajdan. Kata sajada berarti bersujud, patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan ta’dzim. Untuk merujuk pada suatu tempat

18 Oxford Library of Psychology, The Oxford Handbook of Work Engagement, Motivation, and

Self-Determination Theory, Edited by Marylène Gagné (New York: Oxford University Press, 2014), 18-20.

19 John Zietlow, J.A. Hankin, dan A. Seidner, Financial Management for Nonprofit Organization

(New Jersey: John Wiley & Sons, Inc, 2007), 2.


(20)

7

tertentu, kata sajadah diubah menjadi masjidun. Maka dapat disimpulkan bahwa hakikat masjid adalah tempat melakukan segala aktifitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah SWT. Dengan definisi tersebut, maka fungsi masjid meliputi sebagai tempat ibadah, tempat konsultasi masalah ekonomi, sosial, budaya, tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, serta pusat penerangan dan pembelaan agama.21

Salah satu nilai penting masjid juga sempat disinggung di dalam al-Quran pada ayat berikut ini:

















































“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At-Taubah [9]:18).22

21 Erman Suherman, Manajemen Masjid (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2012), 60-62.

22 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran dan Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran.


(21)

8

Masjid dapat dipahami memiliki fungsi yang sangat luas mencakup berbagai permasalahan kemasyarakatan, tidak sekedar menjadi tempat untuk salat semata. Salah satu masjid yang dalam penilaian awal penulis menjalankan fungsi tersebut adalah Masjid Al Akbar Surabaya (MAS). Masjid yang luasnya mencapai 15.800.000 m2 ini, tidak hanya luas dari sisi bangunannya saja, melainkan di dalamnya juga terdapat berbagai macam kegiatan yang menghidupkan MAS.23

Beberapa lembaga yang dikelola MAS antara lain Lembaga Amil Zakat Masjid Nasional Al Akbar, Lembaga Kajian Islam dan al-Qur'an (LKIQ) yang bertugas mengadakan kajian Islam, Taman Pendidikan al-Qur'an (TPQ) dan Tahfidz for Kids, Remaja Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (REMAS MAS), Radio SAS FM, Ma'had 'Aly Masjid Nasional Al Akbar Surabaya. Selain itu juga terdapat berbagai macam fasilitas yang antara lain seperti perpustakaan, menara masjid yang dapat melayani masyarakat untuk melihat Kota Surabaya dari atas menara masjid, berbagai layanan konsultasi seperti konsultasi manajemen masjid, konsultasi zakat, konsultasi tafsir & hadis, konsultasi fiqih & da'wah, serta konsultasi muslimah & keluarga sakinah, selain itu juga terdapat Layanan Akad Nikah dan Resepsi Pernikahan, dan Layanan Bimbingan Mualaf.24

Alim Puspianto (2014) menunjukkan bahwa strategi dakwah yang dilakukan MAS periode kepengurusan 2010-2015 turut berkontribusi dalam mempersatukan umat Islam, yakni dengan lebih mengedepankan

23Alim Puspianto, “Strategi Dakwah Masjid Nasional Al Akbar Surabaya Dalam Mempersatukan

Umat Islam” (Tesis--Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2014), 66.


(22)

9

pemaksimalan seluruh fungsi masjid di mana masjid tidak hanya sebagai tempat salat semata, melainkan fungsi sebagai pusat pendidikan, sebagai pusat perekonomian, sebagai pusat seni dan budaya dan khususnya sebagai pusat persatuan ukhuwah umat Islam,25 kemudian Husniyah Suryani dan Siti Inayatul Faizah (2015) menjelaskan bahwa MAS memiliki peranan sebagai roda penggerak perekonomian masyakarakat,26 serta Muchamad Misbachuddin (2016) menjelaskan bahwa manajemen zakat produktif pada MAS memberikan simpulan bahwa perekonomian para mustahiq penerima dana zakat produktif di Lembaga Amil Zakat MAS didapati bahwa dari 20 penerima zakat produktif ada 18 mustahiq yang perkembangan usahanya mengalami kemajuan.27

Hingga Oktober 2016, MAS memiliki 190 SDM yang seluruhnya bekerja sebagai karyawan profesional. Pihak pengelola MAS memberikan berbagai macam fasilitas terhadap ke-190 SDM tersebut. Mereka mendapatkan gaji pokok, tunjangan kehadiran, serta reward lain seperti setiap tahunnya akan diberikan hadiah umrah atau haji gratis bagi SDM yang berprestasi.28 Dalam kacamata manajemen, pemberian fasilitas

tersebut dapat dibaca sebagai langkah penggerakan dalam bentuk pemberian motivasi (pemotivasian). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pemotivasian yang cukup beragam bagi SDM MAS, yang dalam

25 Ibid, 106.

26 Husniyah Suryani dan Siti Inayatul Faizah, “Peran Masjid Sebagai Roda Penggerak

Perekonomian Masyarakat”, JESTT, Vol. 2, No. 5 (Mei 2015), 397-398.

27 Muchamad Misbachuddin, “Manajemen Zakat Produktif Sebagai Alternatif Meningkatkan

Pendapatan Masyarakat Miskin: Studi Kasus Pada Masjid Al-Akbar Surabaya” (Skripsi --Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2016), 96.


(23)

10

pandangan manajemen, tentu hal tersebut ditujukan agar kinerja SDM menjadi baik. Kinerja SDM secara individu akan mendukung produktivitas lembaga secara makro. Kinerja SDM sendiri adalah hasil pekerjaan seorang karyawan atau SDM selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.29 Makin baik kinerja SDM, maka akan makin sukses

pula program yang dijalankan oleh lembaga.

B. Identifikasi Masalah

Data-data di atas menunjukkan bahwa MAS merupakan masjid yang secara pengelolaan tidak hanya memfokuskan diri sebagai tempat salat semata, melainkan sudah ada upaya mengarah pada fungsi-fungsi masjid yang sebagaimana harusnya, yakni fungsi-fungsi sosial, pendidikan, syiar, serta fungs-fungsi yang lain.

Salah satu hal yang menjadi menarik untuk diteliti adalah tentang pengaruh motivasi otonom SDM MAS terhadap kinerja SDM MAS. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa motivasi otonom dibentuk oleh tiga kebutuhan dasar yakni kompetensi, keterikatan, serta otonomi.

Besarnya jumlah SDM MAS yang tersebar dalam berbagai ragam jabatan, mulai dari direktur dan kabid yang diangkat oleh SK Gubernur dan berkantor di ruangan yang cukup nyaman dan berpendingin ruangan, kemudian ada dokter, guru, ustadz dan ustadzah, hingga tataran jabatan

29 John Suprihanto, Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dan Pengembangan Karyawan


(24)

11

seperti satpam, petugas kebersihan, juga tenaga pengelola sound system, dalam dugaan awal penulis akan memunculkan rasa kompetensi yang berbeda-beda bagi masing-masing individu dalam jabatan tersebut. Faktor tingkat pendidikan SDM MAS yang tersebar mulai dari tingkat sekolah dasar hingga S2 juga dalam dugaan awal penulis akan memberikan dampak terhadap tingkat kompetensi masing-masing individu SDM MAS. Belum lagi ketika memasukkan variabel usia dan jenis kelamin yang dalam dugaan awal penulis akan juga mempengaruhi tingkat kompetensi masing-masing SDM MAS.

Berikutnya dari sisi keterikatan. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, jabatan yang berbeda memunculkan ragam pekerjaan yang berbeda-beda. Ada pekerjaan yang menuntut SDM untuk bekerja secara berkelompok atau menuntut adanya interaksi SDM-SDM dalam jabatan tersebut, contohnya seperti jajaran kabid dan staff yang bekerja dalam satu ruangan yang sama, serta petugas kebersihan dan keamanan yang bekerja secara berkelompok. Hal ini berbeda dengan jabatan seperti dokter yang bekerjanya seorang diri, bergantian sesuai dengan jadwal jaga yang telah ditetapkan. Guru, ustad, dan ustadzah juga bekerja secara individu per kelompok yang diajar. Cara kerja yang demikian diduga akan memberikan perbedaan terhadap kadar keterikatan yang dimiliki oleh masing-masing SDM. Selain kedekatan antar rekan kerja, keterikatan juga bicara tentang rasa kepemilikan SDM terhadap lembaga tempat ia bekerja. Penulis menduga bahwa lamanya masa kerja


(25)

12

juga akan memberikan perbedaan pada sisi keterikatan SDM Masjid Al Akbar.

Dari sisi kebebasan dalam menjalankan tugas, dalam pengamatan penulis ada jabatan yang cenderung memberikan kesebasan bagi SDM dalam mengerjakan tugasnya, misalnya seperti ustad, ustadzah, guru, serta dokter. Disebut diberikan kebebasan karena pihak atasan di MAS tidak menspesifikkan apa-apa saja detail pekerjaan yang harus dilakukan pada jabatan tersebut. Hal ini berbeda dengan jabatan seperti bagian kebersihan yang tugas-tugasnya telah banyak ditentukan. Penulis menduga hal ini akan memberikan perbedaan pada kadar otonomi masing-masing SDM pada jabatan tersebut.

Berbagai kondisi pekerjaan tersebut berpotensi memunculkan ragam tingkat kompetensi, keterikatan, dan otonomi yang berbeda-beda. Menjadi semakin unik ketika penulis memahami posisi MAS yang merupakan lembaga dakwah. Sebagai lembaga dakwah, maka visi misi MAS akan terwarnai oleh suatu nilai-nilai reliji. Nilai reliji dalam visi ini yang tentunya akan berbeda dengan konteks jenis organisasi yang lain, bisnis misalnya, di mana motif pencarian keuntungan menjadi latar belakang utama didirikannya lembaga bisnis, sedangkan dalam konteks organisasi dakwah, tentu tujuan lembaga dalam menjalankan dakwah menjadi motif yang dominan. Maka dibutuhkan internalisasi akan nilai-nilai dakwah bagi SDM lembaga dakwah yang menjalankan, hal ini sesuai dengan konsep motivasi otonom. Pada sisi yang lain, SDM MAS juga


(26)

13

mendapatkan bentuk motivasi berupa gaji, tunjangan, serta hadiah umrah dan haji, yang dalam SDT digolongkan ke dalam motivasi terkontrol, yakni bentuk motivasi yang menurut Gagne dan Deci (2005) jika dijadikan tekanan dalam pemotivasian justru akan menurunkan motivasi otonom SDM. Penurunan motivasi otonom nantinya akan berdampak pada penurusan kualitas kinerja SDM.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alat uji terhadap premis yang disampaikan oleg Gagne dan Deci (2005) bahwa hanya motivasi otonom yang akan menghasilkan kinerja dengan kualitas yang baik, kreatifitas, serta persistensi, terutama ketika pekerjaan tersebut memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.30 Menjadi menarik untuk dibuktikan apakah benar premis tersebut akan juga berlaku pada lembaga dakwah dalam konteks masyarakat Indonesia. Karena jika premis tersebut terbukti, maka SDT ini akan menjadi masukan yang sangat berharga dalam merancang sistem pemotivasian terhadap SDM lembaga dakwah di Indonesia.

C. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang sebagaimana tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah pengaruh motivasi otonom terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017?”


(27)

14

Untuk menjawab masalah tersebut, ada tiga submasalah yang harus dijawab, yaitu:

1. Bagaimanakah pengaruh kompetensi terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017?

2. Bagaimanakah pengaruh otonomi terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017?

3. Bagaimanakah pengaruh keterikatan terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi otonom SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) terhadap kinerja SDM Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017.

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat subtujuan yang harus dijawab yakni:

1. Mengetahui pengaruh kompetensi terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017

2. Mengetahui pengaruh keterikatan terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017

3. Mengetahui pengaruh otonomi terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, nantinya penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut. Teori ini memiliki pandangan yang berbeda dengan teori


(28)

15

motivasi intriksik dan esktrinsik yang selama ini banyak berkembang. SDT tidak hanya menjelaskan tentang dikotomi antara motivasi intriksik dan esktrinsik, melainkan juga hubungan pengaruh antara kedua motivasi tersebut. SDT juga menyarankan bahwa dikotomi yang lebih tepat dalam membaca motivasi seseorang adalah dengan melihat apakah motivasi tersebut bersifat otonom atau terkontrol.

Baik di Indonesia maupun secara global, perkembangan khasanah keilmuan dalam hal penerapan SDT sebagai pendekatan baru dalam memandang motivasi kerja SDM masih belum banyak dilakukan. SDT sendiri selama ini banyak diterapkan dalam bidang pendidikan, kesehatan, serta olahraga. Dalam bidang dakwah sendiri, penerapan teori self-determination belum pernah ditemukan. Oleh karena itu penelitian ini akan memperkaya hasanah penerapan SDT sebagai pendekatan dalam memandang motivasi kinerja SDM pada lembaga dakwah, atau khususnya dengan penelitian ini akan diketahui bagaimana pengaruh motivasi otonom SDM terhadap kinerja SDM pada suatu lembaga dakwah.

Secara praktis, hasil penelitian ini akan menjadi masukan bagi MAS ataupun lembaga dakwah yang lain dalam mengembangkan kualitas manajemen dakwah yang dilakukan. Jika motivasi otonom memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja SDM MAS, maka akan menjadi masukan bagi lembaga MAS untuk meningkatkan motivasi otonom SDM agar kinerja SDM semakin meningkat. Selain itu dengan penelitian ini akan dapat mengetahui pengaruh motivasi otonom terhadap kinerja SDM


(29)

16

pada masing-masing departemen, ataupun juga dapat dibaca berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, ataupun besaran pendapatan yang diterima SDM. Sehingga dari sana pihak pengelola akan mendapatkan masukan yang lebih rinci dalam memberikan pemotivasian kepada SDM.

F. Kerangka Teoretik

Dalam upaya untuk mencapai tujuan penelitian, kerangka teoretik yang akan digunakan adalah SDT serta teori pengukuran kinerja SDM.

Self-determination theory (SDT) adalah suatu pendekatan pada motivasi serta kepribadian manusia yang menunjukkan pentingnya pengembangan kebutuhan dasar bawaan manusia dalam pengembangan kepribadian dan perilaku yang bersifat self-regulated. Teori ini menjelaskan mengenai kecenderungan pertumbuhan yang melekat dalam diri manusia serta kebutuhan fisiologis yang bersifat bawaan, yang akan menjadi dasar bagi motivasi diri serta integrasi kepribadian, bersamaan dengan kondisi lingkungan yang dapat mendukung terbentuknya proses positif tersebut.31

SDT membagi motivasi menjadi dua kelompok yakni motivasi otonom serta motivasi terkontrol. Motivasi otonom menjelaskan mengenai kegiatan yang memberikan fasilitas terhadap keinginan manusia untuk menentukan suatu pilihan tertentu. Mmotivasi otonom sendiri berarti suatu motivasi yang timbul ketika manusia merasa aktivitas yang dilakukannya

31 Richard M. Ryan dan Edward L. Deci, “Self-Determination Theory and The Facilitation of

Intrinsic Motivation, Social Development, and Well-Being”, American Psychologist, Vol. 55, No. 1 (January, 2000), 68.


(30)

17

tersebut menarik bagi dirinya, dan ketika ia melakukan aktivitas tersebut, hal itu murni keinginan dirinya sendiri. Motivasi otonom terdiri motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik yang telah terinternalisasi. Sebaliknya motivasi terkontrol menjelaskan mengenai suatu kegiatan yang terdapat tekanan untuk harus menjalankannya.32 SDT menjelaskan bahwa hanya motivasi otonom yang akan dapat menghasilkan kinerja dengan kualitas yang baik, kreatifitas, persistensi, kepuasan kerja, serta komitmen organisasi yang tinggi, terutama ketika pekerjaan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.33 Ketika orang memiliki motivasi otonom yang tinggi, ketika itulah orang itu disebut memiliki determinasi diri ( self-determination) yang tinggi.

Terdapat tiga kebutuhan dasar yang dapat mengembangkan motivasi otonom yakni kebutuhan akan kompetensi, keterikatan, dan otonomi. Kompetensi adalah kebutuhan untuk merasa mampu menjalankan suatu pekerjaan. Faktor yang mendukung kompetensi antara lain pemahaman akan pekerjaan, penguasaan skil terkait pekerjaan, pemberian tugas yang menantang, serta feedback positif dari pekerjaan yang dilakukan. Otonomi adalah kebutuhan untuk diberikan kebebasan dalam menentukan sikap atau dalam menjalankan pekerjaan.34 Faktor yang dapat mendukung otonomi antara lain alasan rasional dalam melakukan pekerjaan, penjelasan bahwa akan ada orang yang mungkin menganggap

32M. Gagne dan Edward L. Deci, “Self-Determination Theory and Work Motivation”, 333-334. 33 Ibid, 340-346.

34Richard M. Ryan dan Edward L. Deci, “Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions


(31)

18

perkerjaan tersebut tidak perlu dilakukan, serta tentu saja adalah tekanan pada kebebasan dalam menentukan pilihan.35 Keterikatan adalah

kebutuhan akan adanya hubungan atau rasa memiliki kepada orang tertentu, kelompok, organisasi, atau tujuan dari organisasi tersebut.36

Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil pekerjaan seorang karyawan atau SDM selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standard, target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja SDM akan dapat diukur dengan mengadakan sistem penilaian kinerja SDM. Untuk dapat mengukur kinerja SDM diperlukan dua bahan baku, yakni analisis pekerjaan serta standart prestasi kerja.37

Secara garis besar, faktor penilaian kinerja terdiri dari tiga aspek. Pertama, hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan output kerja. Kedua, perilaku, yakni aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan. Ketiga, atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan, dan keahliannya.38

Teori-teori tersebut akan digunakan di dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh motivasi otonom SDM Masjid al-Akbar Surabaya

35M. Gagne dan Edward L. Deci, “Self-Determination Theory and Work Motivation”, 338. 36Richard M. Ryan dan Edward L. Deci, “Intrinsic and Extrinsic Motivations”, 64.

37 John Suprihanto, Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dan Pengembangan Karyawan , 1-13. 38 Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi (Surabaya: Ghalia Indonesia, 2009),


(32)

19

(MAS) terhadap kinerja SDM Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017.

Gambar 1.1

Kerangka Pengaruh Motivasi Otonom Terhadap Kinerja

G. Hipotesis

Berdasarkan masalah yang dijelaskan, maka terdapat dua hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

H0 : Motivasi otonom tidak berpengaruh terhadap kinerja SDM Masjid Al

Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017.

H1 : Motivasi otonom berpengaruh terhadap kinerja SDM Masjid Al

Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan diadakan ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif korelasi sebab akibat (pengaruh). Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berpijak pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,

Motivasi Otonom

Keterikatan Kompetensi

Otonomi Kinerja

Kompetensi Hasil Kerja


(33)

20

analisis data bersifat kuantitaif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.39

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Salah satu jenis penelitian deskriptif yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah penelitian deskriptif korelasi sebab akibat (pengaruh), yakni penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pengaruh antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang sudah ada.40

Metode penelitian ini yang akan digunakan untuk meneliti pengaruh motivasi otonom SDM Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) terhadap kinerja SDM Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017.

2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah atribut seseorang atau obyek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain. Variabel penelitian dapat dibagi menjadi dua, yakni variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi otonom

39 Sugiyono, Metode Penenlitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), 8. 40 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta,


(34)

21

(X). Motivasi otonom ini disusun oleh tiga dimensi yakni kompetensi (X1), otonomi (X2), dan keterikatan (X3).

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja (Y). Kinerja disusun oleh empat aspek yakni hasil kerja (Y1), perilaku (Y2), dan kompetensi (Y3).

3. Definisi Operasional

Berdasarkan teori yang sudah ditampilkan, maka definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel X dalam penelitian ini adalah motivasi otonom SDM MAS tahun 2016. Dimensi-dimensi yang menyusun variabel X yaitu:

a. Kompetensi (X1)

Kompetensi adalah kebutuhan SDM MAS tahun 2016 untuk merasa mampu menjalankan suatu pekerjaan. Indikator yang mencerminkan dimensi ini adalah:41

1) Merasa bahwa SDM mampu dalam menjalankan pekerjaannya

2) Rekan kerja SDM menyampaikan bahwa ia mengerjakan pekerjaannya dengan bagus

3) SDM telah dapat menguasai skil baru yang menarik, yang terkait dengan pekerjaan

41 “Basic Psychological Needs Scales at Work”, dalam


(35)

22

4) SDM lebih sering merasa dirinya berprestasi dalam kerjanya

5) SDM diberikan kesempatan untuk menunjukkan prestasi dirinya

b. Otonomi (X2)

Otonomi adalah kebutuhan SDM MAS untuk diberikan kebebasan dalam menentukan sikap atau dalam menjalankan pekerjaannya. Indikator yang mencerminkan dimensi ini adalah:42

1) SDM tidak merasa tertekan di dalam pekerjaan

2) SDM bebas dalam mengungkapkan ide dan opini terkait pekerjaan.

3) SDM diberikan ruang untuk mengembangkan arahan. / SDM tidak harus menjalankan sama persis seperti yang disampaikan dalam arahan.

4) SDM merasa dapat menjadi dirinya sendiri di lingkungan kerja (tidak perlu berpura-pura menjadi orang lain)

5) SDM diberikan kebebasan untuk menentukan bagaimana ia menjalankan pekerjaannya.

42 Ibid,


(36)

23

c. Keterikatan (X3)

Kebutuhan SDM MAS akan adanya hubungan atau rasa memiliki kepada SDM yang lain, serta pada lembaga MAS. Indikator yang mencerminkan dimensi ini:43

1) SDM sangat suka dengan rekan kerjanya.

2) SDM bergaul secara akrab dengan rekan kerjanya. 3) SDM sering membantu rekan kerja

4) SDM menganggap rekan kerjanya sebagai temain baiknya

5) Rekan kerja SDM peduli kepada SDM

6) SDM memiliki banyak rekan kerja yang berhubugan sangat dekat dengan SDM

7) Rekan kerja SDM nampak senang kenapa SDM 8) Rekan kerja SDM ramah terhadap SDM.

Variabel Y dalam penelitian ini adalah kinerja SDM MAS tahun 2016. Dimensi-dimensi yang menyusun variabel Y yaitu:

a. Hasil kerja (Y1)

Keberhasilan SDM MAS dalam pelaksanaan output kerjanya. Indikator yang mencerminkan dimensi ini:44

43 Ibid,


(37)

24

1) SDM menyelesaikan tugas yang diberikan secara konsisten.

2) SDM menentukan dan mengatur prioritas kerja secara efektif.

3) SDM menggunakan waktu kerja dengan efisien. b. Perilaku (Y2)

Tindak tanduk SDM MAS dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan. Indikator yang mencerminkan dimensi ini:45

1) SDM dapat bekerja sama dalam tim.

2) SDM memberikan bantuan dan dukungan kepada SDM lain yang membutuhkan.

3) SDM hadir rutin dan tepat waktu 4) SDM mengikuti instruksi

5) SDM memelihara sikap yang baik dan profesional dalam segala hubungan antar rekan kerja

6) SDM dapat berkomunikasi dengan jelas dan tepat secara lisan dan tulisan dengan rekan kerja.

7) SDM mempunyai ide tindakan dan solusi yang inovatif

45 Ibid, 116-118.


(38)

25

c. Kompetensi (Y3)

Kemahiran dan penguasaan SDM MAS sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan, dan keahliannya. Indikator yang mencerminkan dimensi ini:46

1) SDM memahami tugas dan tanggung jawabnya di dalam pekerjaan.

2) SDM memiliki pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan di dalam pekerjnaannya.

3) SDM mampu mengambil keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan dengan baik.

4) SDM mampu memotivasi dan mengarahkan SDM lain untuk menjalankan pekerjaannya dengan baik.

4. Identitas Responden

Pada instrumen penelitian nanti, peneliti akan mencantumkan juga beberapa identitas responden pada penelitian ini. Identitas tersebut antara lain adalah jabatan, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan total pendapatan. Adanya identitias ini akan lebih memudahkan pembacaan tingkat motivasi otonom pada setiap kelompok identitas tersebut, sehingga tindak lanjut yang dapat diberikan dari hasil

46 Ibid, 116-118.


(39)

26

deskripsi penelitian ini akan lebih spesifik pada segmen SDM yang membutuhkan.

5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini diadakan di Masjid Al Akbar Surabaya. Waktu penelitian ini diadakan antara Oktober 2016 sampai dengan Mei 2017.

6. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.47 Populasi pada penelitian adalah SDM Masjid

al-Akbar Surabaya tahun 2016-2017 dengan jumlah 185 orang.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.48 Kriteria

sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh karyawan profesional MAS tahun 2016-2017 baik yang merupakan karyawan tetap maupun karyawan kontrak.

47 Sugiyono, Metode Penenlitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, 80. 48 Ibid, 81.


(40)

27

Teknik sampling yang akan digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik stratified random sampling. Teknik ini digunakan karena berdasarkan hasil wawancara dan observasi, penulis mendapati ada banyak jabatan dan departemen yang di sana dinamika pekerjaannya berbeda antara satu dengan yang lain. Antar jabatan tersebut kemudian penulis kelompokkan dalam kelompok-kelompok yang memiliki kemiripan dinamika pekerjaan.

7. Tabel 1.1

Daftar Pengelompokan Populasi SDM Masjid Al Akbar Surabaya

No. Kelompok Populasi

1 Tenaga Kebersihan, Keamanan, Sopir, Perawatan Infrastruktur dan Bangunan

75 orang

2 Tenaga Pendidik, Kesehatan, Dakwah, dan Pendirian Sholat,

65 orang

3 Jajaran Direktur, Kabag, Kabid, Kasie, dan Staf

45 orang

Penentuan jumlah sampel menggunakan ukuran sampel dalam permodelan Rasch yang sebagai berikut:49

8. Tabel 1.2

9. Ukuran Sampel Permodelan Rasch Kalibrasi Item

Stabil dalam

Tingkat Kepercayaan

Kisaran Sampel

Ukuran Sampel yang Layak

±1 logit 95% 16-36 30

±1 logit 99% 27-61 50

±0,5 logit 95% 64-144 100

±0,5 logit 99% 108-243 150

49 Ibid, 92.


(41)

28

Sampel yang digunakan untuk analisis data sebesar 66 responden dengan kalibrasi item stabel dalam ±0,5 logit dan tingkat kepercayaan 95%. Sampel yang digunakan untuk analisis data hanyalah sampel yang telah lolos uji bias instrumen dan responden, dikarenakan sampel yang tidak lolos uji bias akan menurunkan kualitas pengukuran.50.

Jumlah sampel yang awal yang penulis tetapkan sebelum dilakukan uji bias instrumen dan respoden, penulis menggunakan tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5%. %. Dengan jumlah populasi 185 orang, dan ketelitian 5%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah sebesar 123 responden.51

Sampel dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut, yakni kelompok pertama sebesar 50 sampel, kedua sebesar 43 sampel, dan ketiga sebesar 30 sampel.

10.Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data tentang pengaruh motivasi otonom SDM Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) terhadap kinerja SDM Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017 adalah dengan menggunakan angket tertutup. Dengan angket tertutup ini akan dapat diidentifikasi tingkat motivasi otonom SDM MAS pada tiap-tiap dimensinya, serta kinerja SDM MAS pada tiap aspeknya. Memang angket tertutup memiliki kelemahan yakni, sukar ditelusuri apabila ada

50 Bambang Sumintono dan Wahyu Widhiarso, Aplikasi Model Rasch Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu

Sosial (Cimahi: Trim Komunikata Publishing House, 2013), 84-85.


(42)

29

kekurangan pengisian yang disebabkan karena responden kurang memahami maksud item.52 Namun dengan pertimbangan untuk

mendapatkan tingkat kevalidan data yang lebih tinggi, terlebih data yang hendak dicari berkaitan dengan penilaian SDM terhadap lingkungan kerjanya.

11.Metode Analisa Data

Karena rumusan yang hendak dipecahkan pada penelitian kali ini adalah tingkat pengaruh, atau berupa penelitian regresi, maka akan dilakukan teknis analisis produk momen.53 Analisas produk momen akan diselesaikan dengan rumus berikut:54

= ∑

√ ∑ 2 2

= ∑ � �− ∑ � ∑ �

√{ ∑ 2 − ∑

� 2}{ ∑ �2− ∑ � 2

Keterangan :

= � � � � � �

= � − ̅

= � − ̅

Selain itu nantinya akan dilakukan analisis uji faktorial degan Rasch model terhadap dimensi variabel X untuk menentukan desain model pengaruh masing-masing dimensi pada variabel X terhadap variabel Y.

52 Ibid, 269.

53 Abdul Muhid, Analisis Statistik 5 Langkah Praktis Analisis Statistik Dengan SPSS for Windows

(Surabaya: Zifataman Publishing, 2012), 5-6.


(43)

30

Salah satu syarat dapat digunakannya teknik produk momen adalah data berupa interval atau rasio.55 Pada penelitian ini output data

instrumennya merupakan data ordinal, maka perlu dilakukan konversi data terlebih dahulu untuk mengubah data menjadi data inteval dengan menggunakan permodelan rasch.

12.Uji Bias Instrumen dan Responden

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rancangan intrumen yang telah disusun dan teruji penggunaannya. Pada variabel motivasi otonom, peneliti menggunakan Basic Psychological Needs Scale yang terdapat pada website resmi self determination theory, yakni pada laman http://selfdeterminationtheory.org/questionnaires/, sedangkan untuk variabel kinerja menggunakan instrumen yang telah disusun oleh Prof.Dr.Moeheriono,M.Si. dalam Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi.

Baik instrumen pertanyaan maupun hasil jawaban responden akan dilakukan uji bias dengan permodelan permodelan rasch. Pengujian dilakukan dengan asplikasi Winstep. Instrumen pertanyaan dan hasil jawaban responden yang tidak lolos uji tidak akan digunakan di dalam penelitian. Ketentuan digunakan tidaknya intrumen serta hasil jawaban responden akan mengacu pada nilai OUTFIT MNSQ pada menu item

55 Ibid, 95.


(44)

31

meassure serta item meassure56. Nilai tersebut mengacu pada tabel berikut:57

Tabel 1.3

Ukuran Kualitas OUTFIT MNSQ Instrumen dan Responden Nilai Mean-Square Implikasi Pada Pengukuran > 2,0 Menurunkan kualitas sistem pengukuran

1,5 – 2,0 Kurang bagus untuk pembuatan instrumen, tapi tidak menurunkan kualitas

0,5 – 1,5 Kondisi baik untuk pengukuran

< 0,5 Kurang produktif untuk pengukuran, namun tidak menurunkan kualitas; kemungkinan bisa menyebabkan kesalahan dengan reliabilitas yang tinggi.

13.Uji validitas dan reliabilitas

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rancangan intrumen yang telah disusun dan teruji penggunaannya. Pada variabel motivasi otonom, peneliti menggunakan Basic Psychological Needs Scale yang terdapat pada website resmi self determination theory, yakni pada laman http://selfdeterminationtheory.org/questionnaires/, sedangkan untuk variabel kinerja menggunakan instrumen yang telah disusun oleh Prof.Dr.Moeheriono,M.Si. dalam Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi.

Walaupun telah dilakukan uji bias, peneliti juga melakukan uji validitas dan reliabilitas intrumen dengan menggunakan aplikasi SPSS.

56 Bambang Sumintono dan Wahyu Widhiarso, Aplikasi Model Rasch Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu

Sosial, 84-84


(45)

32

14.Analisis Faktor Motivasi Otonom

Analisis faktor dilakukan untuk mengidentifikasi apakah item-item pertanyaan yang diberikan kepada responden benar-benar menggambarkan satu kesatuan yang membentuk variabel motivasi otonom.58

Metode analisis faktor menggunakan permodelan rasch dengan bantuan aplikasi Winstep pada menu item: dimention. Jika nilai raw varianve explained by measure lebih dari 20% maka motivasi otonom lulus uji unidimensionalitas atau dengan kata lain setiap item pertanyaan yang diberikan kepada responden benar-benar mencerminkan satu kesatuan yang membentuk variabel motivasi otonom.59

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan untuk mendapatkan pengaruh motivasi otonom SDM Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) terhadap kinerja SDM Masjid Al-Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017 adalah sebagai berikut:

Bab I berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoretik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II berisi tentang kajian teoretik mengenai masjid sebagai lembaga dakwah, teori motivasi otonom, teori kinerja, serta penelitian terdahulu. Bab III

58 Bambang Sumintono dan Wahyu Widhiarso, Aplikasi Model Rasch Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu

Sosial, 88.


(46)

33

menjelaskan tentang gambaran profil Masjid Al Akbar Surabaya. Bab IV menjelaskan mengenai hasil penelitian, yakni motivasi otonom SDM Masji Al Akbar Surabaya (MAS) terhadap kinerja SDM Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) tahun 2016-2017 serta analisanya. Bab V penutup yang berisikan simpulan dan saran.


(47)

BAB II

KAJIAN TEORETIK A. Manajemen Masjid Sebagai Pusat Dakwah.

1. Dakwah

Kata dakwah berasal dari kata da’a ( ﺎ ﻋ د ) yad’u ( ﻮﻋﺪ ﯾ )

da’watan ( ةﻮ ﻋ د ) yang yang berarti seruan, ajakan, panggilan, undangan, atau doa. Menurut istilah, dakwah dapat didefinisikan sebagai setiap usahan dari seseorang atau kelompok manusia yang menyeru, mengajak, memanggil, mengundang atau mendoakan diri sendiri, keluarga, orang lain atau masyarakat luas untuk mengikuti agama Allah dan jejak Rasulullah saw.60

Unsur unsur yang terdapat di dalam dakwah antara lain adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), sertaatsar(efek dakwah).61

Dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas keimanan seseorang dengan berbasiskan kesadaran, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.

Sedangkan fungsi dakwah antara lain adalah yang pertama, menyebarkan Islam kepada manusia sebagai individu dan 60

Jamaluddin Kafie,Pengantar Ilmu Dakwah(Surabaya: Penerbit Karunia, 1988), 1-4. 61


(48)

34

masyarakat sehingga mereka merasakan rahmat Islam sebagai agama yangrahmatan lil alamin. Kedua, melestarikan ajaran Islam dari generasi ke generasi, sehingga kelestarian agama Islam tetap terjaga. Ketiga, meluruskan akhlak, mencegah kemungkaran, dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.

Sebuah kegiatan dakwah yang baik haruslah menjadikan mad’u sebagai titik tolak kegiatan dakwah yang dilakukan. Sehingga dakwah yang dilakukan akan dapat benar-benar sesuai dengan kondisi mad’u sehingga lebih mudah dipahami serta diterimamad’u.62

2. Kedudukan Masjid Dalam Dakwah

Masjid memiliki beberapa fungsi yang antara lain adalah:63 a. Sebagai tempat beribadah dan mendekatkan diri kepada

Allah

b. Sebagai tempat beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin agar selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga.

c. Sebagai tempat musyawarah kaum muslimin untuk memecahkan masalah masyarakat.

d. Sebagai tempat berkonsultasi, meminta bantuan, dan pertolongan.

62

Ibid, 347-348 63


(49)

35

e. Sebagai tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan bergotong-royong membangun kesejahteraan bersama. f. Sebagai masjelis taklim untuk meningkatkan kecerdasan

dan ilmu pengetahuan muslim.

g. Sebagai tempat pembinaan dan pengembangan calon pemimpin umat.

h. Sebagai tempat pengumpulan dana, penyimpanan, serta pembagian kepada masyarakat.

Jika kita menggunakan definisi dakwah yang berarti setiap usaha dari seseorang atau kelompok manusia yang menyeru, mengajak, memanggil, mengundang atau mendoakan diri sendiri, keluarga, orang lain atau masyarakat luas untuk mengikuti agama Allah dan jejak Rasulullah saw, maka setiap fungsi masjid di atas dapat digolongkan dalam kegiatan dakwah.

Masjid juga merupakan media dakwah yang tidak tergantikan dari awal di masa Rasulullah dulu, sekarang, hingga masa depan. Karena pada masa kapanpun masyarakat akan membutuhkan masjid sebagai sarana ibadah. Oleh karena itu dapat dinilai bahwa masjid memilih peranan yang sangat besar dalam dakwah.

3. Idarah Masjid

Idarah masjid secara bahasa dapat disebut juga sebagai manajemen masjid. Secara garis besar, idarah masjid dapat dibedakan menjadi dua bidang, yang pertama adalah idarah binal


(50)

36

maadiy atau manajemen fisik bangunan masjid serta yang kedua adalahidarah binail ruhiyatau manajemen fungsional masjid.64

Manajemen fisik masjid meliputi pengaturan pembangunan fisik masjid, pengaturan kebersihan, keindahan, serta kesucian masjid. Sedangkan manajemen fungsional masjid meliputi fungsi masjid sebagai wadah pembinaan umat, sebagai pusat pembangunan, pendidikan, moralitas dan kebudayaan umat.65 4. Mitra Dakwah Masjid

Mitra dakwah dapat disebut juga sebagai obyek dakwah atau mad’u. Masjid dalam menjalankan fungsi dakwahnya tentu tidak akan dapat dilepaskan dari mitra dakwahnya. Mitra dakwah masjid dapat digolongkan menjadi dua, yang pertama adalah mitra dakwah yang berada di luar struktur organisasi masjid (mitra dakwah eksternal), dan yang kedua adalah mitra dakwah yang berada di dalam struktur kepengurusan masjid (mitra dakwah internal).

Mitra dakwah eksternal masjid antara lain adalah jamaah, masyarakat sekitar masjid, serta tamu dan musafir yang berkunjung ke masjid. Sedangkan mitra dakwah internal masjid antara lain meliputi pengurus atau takmir masjid, remaja masjid, muadzin, imam, serta marbot masjid. Mitra dakwah internal masjid memerankan peran yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan mitra dakwah eksternal dalam rangka menentukan sukses

64

Ibid, 33. 65


(51)

37

tidaknya kegiatan dakwah yang dijalankan masjid tersebut.66 Masjid sebagai sebuah organisasi atau lembaga dakwah tentu memerlukan kinerja yang baik SDM atau karyawannya. Karena tanpa memberikan perhatian kepada para pengelola masjid yang memiliki peranan besar dalam menjalankan program masjid, maka akan sulitnya kiranya masjid dapat memberikan layanan yang optimal kepada mitra dakwah eksternal masjid tersebut.67

B. Teori Motivasi Otonom 1. Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere yang berrarti menggerakkan.68 Motivasi terkait bagaimana SDM mau menjalankan pekerjaan yang diberikan. SDM dapat memahami hal apa yang harus dilakukan, menguasai keahlian yang diperlukan dalam menjalankan pekerjaan, namun tanpa adanya motivasi, SDM kemampuan dan pemahaman SDM tidak akan berwujud memjadi kinerja.

Beberapa macam perkembangan teori motivasi yang ada antara lain adalah teori hirarki kebutuhan manusia oleh Maslow, teori X dan Y oleh Douglas McGregor, teori motivasi-higieneoleh Frederick Herzberg, teori ERG oleh Clayton Alderfer, teori tigas

66

Ibid, 101-159. 67

Ahmad Sutarmadi,Manajemen Masjid Kontemporer(Jakarta: Media Bangsa, 2012), 189-204. 68


(52)

38

kebutuhan oleh David McCleland,teori penentuan tujuan, teori penguatan, teori keadilan, serta teori harapan.69

Dalam berbagai penelitian telah ditemukan bahwa motivasi SDM memiliki pengaruh positif terhadap kinerja SDM. Beberapa penelitian tersebut antara lain adalah penelitian Sindi Larasati dan Alini Gilang (2014)70, Gusti Kade Sutawa (2015)71, serta Judge, Thoresen, Bono, dan Patton (2001).72

2. Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ektrinsik

Porter dan Lawler (1968) meyatakan bahwa motivasi dapat dibagi menjadi dua besaran yakni motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari aktifitas yang dilakukan itu sendiri. Ketika sesorang termotivasi secara intrinsik maka orang tersebut akan menilai bahwa aktifitas yang dilakukannya menarik serta secara spontan akan dapat memberikan kepuasan pada diri orang tersebut. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul di luar aktivitas yang dilakukan. Motivasi ekstrinsik dapat berupa pemberian suatu tangible rewards tertentu atau dapat pula diwujudkan dalam bentuk pujian.73

69

Sondang P. Siagian,Teori Motivasi dan Aplikasinya(Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 146-179. 70Sindi Larasati dan Alini Gilang, “Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Wilayah

Telkom Jabar Barat Utara (Witel Bekasi)”, 212.

71 Gusti Kade Sutawa, “Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Motivasi Kerja, dan Perubahan

Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Perhotelan Di Bali”, viii.

72 Marylene Gagne´ dan Edrward L. Deci, “Self

-Determination Theory and Work Motivation”,

352. 73


(53)

39

Porter dan Lawler merekomendasikan, untuk dapat menghasilkan kinerja yang baik, maka seorang manajer harus memberikan motivasi intrinsik dan ekstrinsik kepada SDM. Karena dengan kombinasi antara motivasi intrinsik dan esktrinsik itulah yang akan dapat menghasilkan kinerja SDM yang maksimal.74 Namun pandangan ini menjadi tidak relevan ketika Deci (1970) menemukan bahwa hubungan keduanya tidaklah demikian. Deci menjelaskan bahwa pemberian motivasi eksternal berupa tangible reward dapat menurunkan motivasi intrinsik seseorang, sedangkan pemberian reward dalam wujud verbal, misalkan dalam bentuk pujian, justru meningkat motivasi intrinsik seseorang. Dari situlah akhirnya dikenalkan pendekatan baru dalam ilmu motivasi yang dikenal sebagaiself-determination theory (SDT).75

3. Motivasi Otonom

Tingkat self-determination (determinasi diri) ditentukan oleh dua hal, yakni autonomous motivation(motivasi otonom) serta controlled motivation (motivasi terkontrol) pada diri seseorang. Motivasi otonom adalah motivasi yang menyebabkan seseorang termotivasi oleh hal yang dianggap menarik oleh orang tersebut yang munculnya dari aktifitas itu sendiri dan/atau oleh suatu nilai atau aturan-aturan dari aktifitas tersebut yang telah terintegrasi di dalam diri. Yang termasuk dalam motivasi otonom adalah motivasi

74

Ibid, 331. 75


(54)

40

intrinsik serta motivasi ekstrinsik yang telah terinternalisasi dengan baik. Ketika sesorang telah termotivasi secara otonom, maka walaupun aktivitas tersebut tidak menyenangkan bagi dirinya, ia akan tetap termotivasi karena nilai-nilai dari aktivitas tersebut telah ia terima dan telah diiternalisasi.76 Motivasi otonom telah teruji memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja, kesiapan kerja, kepuasan kerja, menurunkan tingkat turn over, serta menurunkan kelelahan emosional.77

Pemenuhan akan tiga kebutuhan dasar manusia diperlukan untuk memunculkan motivasi otonom. Tiga kebutuhan dasar tersebut adalah kompetensi, otonomi, serta keterikatan. Kompetensi adalah kebutuhan untuk merasa mampu menjalankan suatu pekerjaan. Otonomi adalah kebutuhan untuk diberikan kebebasan dalam menentukan sikap atau dalam menjalankan pekerjaan.78 Keterikatan adalah kebutuhan akan adanya hubungan atau rasa memiliki kepada rekan kerja, kelompok/organisasi, atau tujuan dari organisasi tersebut.79

Motivasi otonom akan muncul ketika orang merasa menguasai atau mampu dalam menjalankan suatu pekerjaan tertenu. Kompetensi punya peranan besar dalam memunculkan hal

76

Liu Woon Chia, John Wang Chee Keng, Building Autonomous Learner Perspectives from Research and Practice using Self-Determination Theory, 11.

77

Oxford Library of Psychology,The Oxford Handbook of Work Engagement, Motivation, and Self-Determination Theory, Edited by Marylène Gagné, 18-20.

78Richard M. Ryan dan Edward L. Deci, “Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions

and New Directions”, 64.


(55)

41

tersebut. Sebenarnya motivasi apapun akan membutuhkan adanya rasa percaya untuk mampu menjalankan pekerjaan tersebut. Namun dengan adanya otonomi, bersama-sama dengan kompetensi, nantinya yang akan mendorong munculnya motivasi intrinsik, yang kemudian melahirkan motivasi otonom. Keberadaan otonomi sangat penting dalam menumbuhkan motivasi otonom. Gagne (2014) menyebutkan bahwa adanya kebebasan seseorang dalam memilih hal menarik apa yang harus ia lakukan, termasuk target apa yang akan hendak ia capai dalam hal tersebut akan mengoptimalkan motivasi dalam diri individu tersebut.80

Keterikatan sendiri dibutuhkan agar seorang individu mampu menginternalisasi suatu nilai tertentu. Semakin orang merasa memiliki perusahaan/organisasi atau anggota di dalam organisasi tersebut, maka akan makin bagi individu tersebut untuk menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam organisasi tersebut, dengan kata lain adanya keterikatan sangat mendorong terbentuknya motivasi otonom.81

C. Teori Kinerja

1. Penilaian Kinerja

Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil pekerjaan seorang karyawan atau SDM selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standard, target, sasaran, atau 80

Oxford Library of Psychology,The Oxford Handbook of Work Engagement, Motivation, and Self-Determination Theory, Edited by Marylène Gagné,2.

81


(56)

42

kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja SDM akan dapat diukur dengan mengadakan sistem penilaian kinerja SDM.82

Penilaian kinerja adalah kegiatan mengevaluasi kinerja karyawan (SDM) di masa sekarang dan/atau di masa lalu dengan dibandingkan terhadap standar kinerjanya. Proses yang kita lakukan dalam melakukan penilaian kinerja antara lain adalah yang pertama menetapkan standar kerja, kedua menilai kinerja aktual karyawan dibadingkan dengan standar kinerja, dan yang ketiga memberikan tindak lanjut kepada SDM terhadap hasil penilaian kinerja SDM tersebut.83

Beberapa pertimbangan perlunya dilakukan penilaian kerja antara lain adalah pertama, hasil penilaian kinerja sangat dibutuhkan untuk merumuskan kompensasi. Kedua, penilaian kinerja digunakan untuk mengukur pencapaian SDM dalam menjalankan tugasnya. Ketiga, penilaian kinerja dapat digunakan oleh manajer sebagai alat dalam merumuskan langkah lanjut untuk melakukan manajemen yang lebih baik lagi.84

2. Dimensi Kinerja

Dimensi yang digunakan dalam mengukur kinerja antara lain adalah hasil kerja, perilaku, dan kompetensi. Hasil kerja adalah

82

John Suprihanto,Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dan Pengembangan Karyawan, 1-13. 83

Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 14, terj. Diana Angelica (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2015), 329-330.

84


(57)

43

keberhasilan SDM MAS dalam pelaksanaan output kerjanya. Perilaku adalah tindak tanduk SDM MAS dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan. Kompetensi adalah kemahiran dan penguasaan SDM MAS sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan, dan keahliannya.85

D. Konsep Motivasi Otonom dan Kinerja dalam al Quran dan Hadis. Ayat-ayat al-Quran serta hadis yang menyinggung tentang motivasi otonom serta kinerja antara lain adalah sebagai berikut:





“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (Q.S. Ali Imran: 139).86

Surat Ali Imran ayat 139 di atas menjelaskan bahwa umat muslim janganlah bersedih karena merasa rendah diri. Allah swt berfirman bahwa umat muslim harusnya merasa bangga, merasa dirinya orang yang tinggi derajatnya ketika ia beriman. Ayat ini menjelaskan bagaimana seorang muslim harus memiliki rasa kompetensi karena ia beriman.

85

Moeheriono,Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, 116-118. 86

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran, al Quran dan Terjemahnya(Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993), 98.


(1)

86

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka

simpulan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Teori motivasi otonom menjelaskan bahwa ketiga dimensinya, baik

kompetensi, otonomi, serta keterikatan memberikan pengaruh

positif terhadap kinerja. Namun penelitian ini memberikan hasil

yang berbeda dengan teori. Pada konteks MAS hanya kompetensi

dan keterikatan yang memiliki pengaruh positif pada kinerja,

sedangkan otonomi justru berpengaruh negatif pada kinerja.

Artinya makin besar kompetensi dan keterikatan maka kinerja

SDM MAS akan makin baik, sebalinya jika otonomi makin besar,

maka kinerja SDM MAS akan semakin buruk.

2. Dimensi kompetensi dan keterikatan memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap kinerja, sedangkan otonomi tidak memberikan

pengaruh yang signifikan pada kinerja.

3. Bedasarkan jabatan, jabatan tenaga pendidik, kesehatan, dakwah,

dan pendirian sholat memiliki kompetensi, otonomi, dan

keterikatan yang paling tinggi dibanding yang lain. Baru kemudian


(2)

87

jajaran tenaga kebersihan, keamanan, sopir, perawatan infrastruktur

dan bangunan secara berurutan.

4. Berdasarkan usia, responden berusia di atas 60 tahun dan di bawah

30 tahun memiliki kompetensi, otonomi, dan keterikatan tertinggi

dibandingkan responden dengan kelompok usia yang lain.

Sedangkan responden dengan usia 41 tahun sampai dengan 50

tahun memiliki kompetensi, otonomi, dan keterikatan terendah

dibandingkan dengan kelompok usia yang lain.

5. Berdasarkan jenis kelamin, karyawan perempuan memiliki

kompetensi, otonomi, dan keterikatan yang lebih tinggi daripada

karyawan laki-laki.

6. Berdasarkan tingkat pendidikan, karyawan dengan pendidikan

yang lebih tinggi cenderung memiliki kompetensi, otonomi, dan

keterikatan yang lebih tinggi dibandingkan karyawan dengan

tingkat pendidikan yang lebih rendah.

7. Berdasarkan pendapatan, karyawan dengan gaji antara Rp 3,6 juta

sampai dengan Rp 4,5 juta memiliki kompetensi, otonomi, dan

keterikatan paling tinggi dibandingkan karyawan lain. Sedangkan

kompetensi, otonomi, dan keterikatan terendah dimiliki karyawan

dengan gaji Rp 2,6 juta sampai dengan Rp 3,5 juta

8. Nilai 40,8% pada raw variance explained by measures


(3)

88

SDM Masjid Al Akbar Surabaya menggambarkan satu kesatuan

variabel motivasi otonom.

B. Saran

1. Bagi Jajaran Direktur Masjid Al Akbar Surabaya (MAS)

Alangkah baiknya jajaran direktur dapat menjaga

kompetensi dan keterikatan SDM yang sudah baik, serta

meningkatkan kompetensi dan keterikatan SDM yang masih

kurang agar kinerjanya semakin baik lagi. Kelompok segmen SDM

yang perlu diprioritaskan karena memiliki tingkat kompetensi dan

keterikatan yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang lain

antara lain adalah yang memiliki jabatan jajaran tenaga kebersihan,

keamanan, sopir, perawatan infrastruktur, berjenis kelamin

laki-laki, serta memiliki tingkat pendidikan SMP serta SLTA.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Perlu kiranya dirumuskan bagaimana sistem pemotivasian

yang dapat meningkatkan kompetensi dan keterikatan pada konteks

SDM Masjid Al Akbar Surabaya. Berikutnya, perlu juga dilakukan

penelitian lanjutan apakah faktor-faktor seperti usai, jenis kelamin,

jabatan, ataupun tingkat pendidikan memiliki hubungan atau

bahkan memberikan pengaruh terhadap dimensi-demensi motivasi


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Michael. A Handbook of Personnel Management Practice, Tenth

Edition.London dan Philadelphia: Kogan Page, 2006.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi

Kelimabelas. Jakarta: Rineka Cipta, 2014.

Ayub, M.E, Manajemen Masjid . Jakarta: Gema Insani, 1996.

Aziz, M.A.Ilmu Dakwah Edisi Pertama.Surabaya: Prenada Media, 2004.

Aziz, M.A. Ilmu Dakwah Edisi Revisi Cetakan ke-5. Surabaya: Prenadamedia

Group, 2016.

“Basic Psychological Needs Scales at Work”. Diakses pada 8 November 2016.

Dalam

http://selfdeterminationtheory.org/basic-psychological-needs-scale/.

Chia L.W. dan Keng J.W.C. Building Autonomous Learner Perspectives from

Research and Practice using Self-Determination Theory. Singapore: Springer Science+Business Media Singapore, 2016.

Daft, Richard L.. Manajemen Jilid 1, terj. Emil Salin dan Iman Karmawan, Edisi

Kelima. Jakarta: Erlangga, 2001.

Dessler, Garry.Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 14, terj. Diana Angelica.

Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2015.

Gagne, M. dan Deci, E.L. “Self-Determination Theory and Work Motivation”, Journal of Organizational Behavior, Vol. 26, January, 2005.

Grant, A.M. dan Shin, Jihae. Work Motivation: Directing, Energizing, and

Maintaining Effort (and Research). Forthcoming in R. M. Ryan (Ed.), Oxford Handbook of Motivation. Oxford: Oxford University Press, 2011.

Kafie, Jamaluddin.Pengantar Ilmu Dakwah. Surabaya: Penerbit Karunia, 1988.

Lam, C.F., dan Gurland, S.T. “Self-Determined Work Motivation Predicts Job Outcomes, But What Predicts Self-Determined Work Motivation?”, Journal of Research in Personality, 42, Februari, 2008.

Larasati, Sindi dan Gilang, Alini. “Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Wilayah Telkom Jabar Barat Utara (Witel Bekasi)”, Jurnal


(5)

90

Misbachuddin, Muchamad. “Manajemen Zakat Produktif Sebagai Alternatif Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Miskin: Studi Kasus Pada Masjid Al-Akbar Surabaya”. Skripsi--Universitas Islam Sunan Ampel, Surabaya, 2016.

Moeheriono.Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Edisi Pertama. Surabaya:

Ghalia Indonesia, 2009.

Muhid, Abdul. Analisis Statistik 5 Langkah Praktis Analisis Statistik Dengan

SPSS for Windows, Edisi Pertama. Surabaya: Zifataman Publishing, 2012.

Puspianto, Alim. “Strategi Dakwah Masjid Nasional Al Akbar Surabaya Dalam

Mempersatukan Umat Islam”. Tesis--Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel, Surabaya, 2014.

Ryan, R.M. dan Deci, E.L.Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human

Behavior, First Edition. New York: Springer Science+Business Media. LLC, 1985.

Ryan, R.M. dan Deci, E.L. “Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions”, Contemporary Educational Psychology, 25, 2000.

Ryan, R.M, dan Deci, E.L. “Self-Determination Theory and The Facilitation of

Intrinsic Motivation, Social Development, and Well-Being”, American

Psychologist, Vol. 55, No. 1, Januari, 2000.

Siagian, S.P.Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Sugiyono. Metode Penenlitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Edisi

Ketujuhbelas. Bandung: Alfabeta, 2012.

Suherman, Erman.Manajemen Masjid. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2012.

Sule, E.T. dan Saefullah, K. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group, 2005.

Sumintono, B. dan Widhiarso, W. Aplikasi Model Rasch Untuk Penelitian

Ilmu-Ilmu Sosial. Cimahi: Trim Komunikata Publishing House, 2013.

Suprihanto, John. Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dan Pengembangan

Karyawan, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE, 1988.

Suryani, H. dan Faizah, S.I. “Peran Masjid Sebagai Roda Penggerak Perekonomian Masyarakat”,JESTT, Vol. 2, No. 5, Mei, 2015.


(6)

91

Sutarmadi, Ahmad. Manajemen Masjid Kontemporer .Jakarta: Media Bangsa,

2012.

Sutawa, G.K. “Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Motivasi Kerja, Dan Perubahan Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Perhotelan Di Bali”.Disertasi--Universitas Udayana, Denpasar, 2015.

Oxford Library of Psychology. The Oxford Handbook of Work Engagement,

Motivation, and Self-Determination Theory, Edited by Marylène Gagné. New York: Oxford University Press, 2014.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Quran dan Lajnah Pentashih Mushaf

Al-Quran.Al-Quran dan Terjemahnya Edisi Tahun 2012. Jakarta: CV Darus

Sunnah, 2007.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran. Al-Quran dan Terjemahnya.

Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993.

Zietlow, J., Hankin, J.A., Seidner, A. Financial Management for Nonprofit