T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Publik bagi Pencari Keadilan Melalui Program Peradilan Pemulihan Terpadu di Pengadilan Negeri Salatiga T1 BAB II

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

A. Pengertian

1. Pengertian Pelayanan Publik

  Pelayanan publik merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap warga yang merupakan kewajiban Negara bagi pemenuhan kebutuhan kesejahteraan warga negara. Pelayanan Publik bukan hanya sebagai dasar instrumen berjalannya birokrasi kewajiban negara, melainkan bahwa pelayanan publik merupakan hal dasar bagi terwujudnya kesejahteraan dan terpenuhinya kebutuhan warga negara dalam berbagai aspek sosial. Terdapat berbagai macam pengertian mengenai Pelayanan Publik, yaitu sebagai berikut :

   Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009

  tentang pelayanan publik di sebutkan bahwa:

  “pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, danatau “pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, danatau

   Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

  63KEPM.PAN72003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disebutkan bahwa:

  “Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

  perundang – undangan.” 2  SK Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 tahun 2012

  tentang standar pelayanan peradilan disebutkan bahwa:

  “pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang dan jasa atau pelayanan administrative

  yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik.” 3

  Istilah publik berasal dari bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia

  Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. 4 Dengan demikian pelayanan publik adalah segala bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dan keinginan

  1 Pasal (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan

  publik.

  2 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63KEPM.PAN72003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

  3 SK Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 tahun 2012 tentang Standart Pelayanan Publik.

  4 Lijan Poltak Sinambela dkk, Op.Cit., h.5.

  masyarakat atas barang, jasa, atau pelayanan administrarif yang dilaksanakan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang – undangan. Pengertian pelayanan publik dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu sebagai berikut :

   Dalam Perspektif ekonomi, pelayanan publik adalah semua bentuk pengadaan

  barang dan jasa oleh pemerintah (sektor publik yang diperlukan warga negara sebagai konsumen). 5

   Sementara dari optik politik, dapat dikatakan bahwa pelayanan publik

  merupakan refleksi dari pelaksanaan negara dalam melayani warga negaranya berdasarkan kontrak sosial pembentukan negara oleh elemen – elemen warga negara. Peran negara dalam pelanyanan publik tersebut dilaksanakan oleh

  suatu pemerintahan yang dijalankan oleh kekuatan politik yang berkuasa. 6  Dari sisi sosial budaya, pelayanan publik merupakan sarana pemenuhan

  kebutuhan dasar masyarakat demi mencapai kesejahteraan yang dalam pelaksanaannya kental akan nilai- nilai, sistem kepercayaan dan kearifan lokal

  yang berlaku. 7  Sedangkan dari perspektif hukum, pelayanan publik dapat dilihat sebagai

  suatu kewajiban yang diberikan oleh konstitusi atau peraturan perundang – undangan kepada pemerintah untuk memenuhi hak – hak dasar warga negara

  atau penduduknya atas suatu pelayanan. 8

  5 Sirajuddin, Didik Sukriono, dan Winardi, Hukum Pelayanan Publik Berbasis Keterbukaan Informasi dan Partisipasi, Setara Press, 2012, h. 11.

  6 Ibid. 7 Ibid, h. 12. 8 Ibid.

  Ukuran keadilan dalam pelayanan publik sangat diperlukan, sebab tanpa adanya keadilan maka pelayanan publik yang sebenarnya akan condong ke hal yang lain dan melupakan prinsip dasar pelayanan publik dan merugikan masyarakat. Untuk itu Pemerintah perlu membuat kebijakan – kebijakan tertentu agar tercipta pelayanan publik yang baik dan terstruktur untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

  Terdapat 4 jenis kebijakan yang penyusunan dan implementasinya yang keterlibatan pemerintah yang berbeda. Protective regulatory policy merupakan kebijakan yang dimaksud untuk melindungi kelompok minoritas, rentan, miskin, dan

  mereka yang terisolasi. 9 Kedua, competitive regulatory policy, yaitu kebijakan yang dimaksudkan untuk mendorong kompetisi antar pelaksana kebijakan guna

  mewujudkan efisiensi pelayanan publik. 10 Ketiga, adalah distributive regulatory policy. Jenis kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan distributive sumber daya

  kepada masyarakat. 11 Terakhir adalah kebijakan restributif. Jenis kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan alokasi sumber daya yang ada di masyarakat.

  Pelayanan Publik yang diberikan oleh peradilan diatur di dalam SK Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 tahun 2012 tentang Standart Pelayanan Peradilan. Standart Pelayanan Pengadilan dalam Surat Keputusan ini merupakan standar pelayanan yang bersifat nasional dan memberikan pedoman bagi semua badan peradilan di semua lingkungan peradilan pada semua tingkatan untuk menyusun Standar Pelayanan Pengadilan pada masing-masing satuan kerja.

  9 Lijan Poltak Sinambela, Op.Cit.,h. 15. 10 Ibid.

  11 Ibid.

  Pengertian mengenai Standar pelayanan publik adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari penyelenggara pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan Pelayanan pengadilan adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi masyarakat, khususnya pencari keadilan, yang disediakan oleh Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan dibawahnya berdasarkan peraturan-perundang-undangan dan prinsip-prinsip pelayanan publik.

  Penyelenggara pelayanan pengadilan yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap satuan kerja yang melakukan kegiatan pelayanan pengadilan. Dan Pelaksana pelayanan pengadilan yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan pengadilan. Sedangkan Masyarakat adalah yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan pengadilan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Surat keputusan ini dibuat berdasarkan Undang – Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Menurut Aria Sujudi yakni Anggota Tim pembaharuan MA standart pelayanan publik berbeda dengan SOP. SK MA Nomor 026 tahun 2012 tentang standart pelayanan peradilan hanya berlaku pada pengadilan tingkat pertama dan banding dalam empat lingkungan peradilan serta MA. Standart pelayanan ini disusun dengan tujuan ganda. Selain untuk meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi pencari keadilan dan masyarakat, standart pelayanan ini Surat keputusan ini dibuat berdasarkan Undang – Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Menurut Aria Sujudi yakni Anggota Tim pembaharuan MA standart pelayanan publik berbeda dengan SOP. SK MA Nomor 026 tahun 2012 tentang standart pelayanan peradilan hanya berlaku pada pengadilan tingkat pertama dan banding dalam empat lingkungan peradilan serta MA. Standart pelayanan ini disusun dengan tujuan ganda. Selain untuk meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi pencari keadilan dan masyarakat, standart pelayanan ini

  Dalam SK MA ini secara garis besar terdapat 4 jenis pelayanan di pengadilan, yaitu pelayanan administrasi persidangan, pelayanan bantuan hukum, pelayanan pengaduan dan pelayanan informasi. Sedangkan jika dilihat dari sistematika, SK MA ini terdiri atas Ketentuan Umum, Standart Pelayanan Umum, Standart Pelayanan pada Badan Peradilan Umum, Standart Pelayanan pada badan Peradilan Agama, Standart Pelayanan pada Badan Peradilan Tata Usaha Negara dan Standart Pelayanan pada Badan Peradilan Militer.

  Dalam Poin ke Tiga SK MA No.026 tahun 2012 tentang Standart Pelayanan Peradilan, berbunyi “Memerintahkan kepada setiap satuan kerja pada Badan Peradilan untuk menyusun Standart Pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh masing – masing satuan kerja tersebut selambat – lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkannya Surat Keputusan ini.” Maksud dari poin ke Tiga ini adalah dengan adanya surat keputusan ini tiap – tiap Badan Peradilan di tingkat manapun wajib membuat standart pelayanan yang baru dan baik sesuai dengan jenis pelayanan yang akan diberikan dalam Badan Peradilan tersebut. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa setiap Badan Peradilan di tingkat manapun membuat pembaharuan pelayanan publik untuk mempermudah pencari keadilan untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh keadilan.

  Maksud dengan dikeluarkannya SK MA ini adalah sebagai bentuk komitmen pengadilan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, Maksud dengan dikeluarkannya SK MA ini adalah sebagai bentuk komitmen pengadilan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas,

2. Pengertian Pencari Keadilan

  Pencari Keadilan adalah setiap orang atau warga masyarakat yang memiliki hak – hak untuk diperjuangkan dalam hukum untuk memperoleh keadilan. Pencari keadilan dapat disebut dengan istilah klien. Klien yang dimaksud seseorang atau perorangan atau warga masyarakat atau pihak lain yang sama – sama berupaya mencari dan memperjuangkan keadilan dalam hukum. Dalam kaitannya, pencari keadilan memiliki hak yang sama untuk memperoleh keadilan, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 28 H ayat (2) Undang - Undang Dasar 1945 yakni: “setiap orang berhak untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.”

  Dalam penelitian ini pencari keadilan yan dimaksud adalah Tersangka dan terdakwa dengan pengertian menurut Pasal 1 butir 14 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa “tersangka adalah seseorang yang karena perbuatan atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” Menurut J.C.T Simorangkir bahwa yang dimaksud dengan tersangka adalah “seseorang yang telah disangkakan melakukan suatu tindak pidana dan masih dalam taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini Dalam penelitian ini pencari keadilan yan dimaksud adalah Tersangka dan terdakwa dengan pengertian menurut Pasal 1 butir 14 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa “tersangka adalah seseorang yang karena perbuatan atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” Menurut J.C.T Simorangkir bahwa yang dimaksud dengan tersangka adalah “seseorang yang telah disangkakan melakukan suatu tindak pidana dan masih dalam taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini

  delik pidana” (dalam hal ini tersangka belumlah dapat dikatakan sebagai bersalah atau tidak”. 13

  Sedangkan Sedangkan menurut Pasal 1 butir 15 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa “terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.” Pengertian mengenai Peradilan Pemulihan Terpadu juga dapat dilihat dari pendapat J.C.T Simorangkir, bahwa yang dimaksud dengan terdakwa adalah “seseorang yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana dan ada cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan di muka

  persidangan.” 14

  Tersangka dan terdakwa memiliki hak – hak sejak ia mulai diperiksa. Hak – hak yang dimiliki oleh tersangka dan yakni diatur dalam KUHAP (Kitab Undang Hukum Pidana) dari pasal 50 sampai dengan pasal 68. Hak – Hak tersebut, meliputi:

  1. Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal 50 ayat (1), (2), dan (3)).

  2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti plehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (Pasal 51 butir a dan b).

  12 Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2014, h. 53.

  13 Ibid. 14 Ibid, h. 54.

  3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim (Pasal 52).

  4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1)).

  5. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (pasal 54).

  6. Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma – cuma.

  7. Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (2)).

  8. Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka aatu terdakwa yang ditahan (pasal 58).

  9. Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga yang dimaksud (Pasal 59 dan 60).

  10. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungan dengan perkara tersangka atau terdakwa. Untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61).

  11. Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat – menyurat dengan penasihat hukumnya (Pasal 62).

  12. Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima kunjungan kerohaniawan (Pasal 63).

  13. Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65).

  14. Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian (Pasal 68).

  15. Hak terdakwa (pihak yang diadili) untuk menuntut terhadap hukum yang mengadili perkaranya. (Pasal 27 ayat (1), Undang – Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman)

  Sedangkan para pencari keadilan terdapat dalam bagian menimbang Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Salatiga No. W 12-U12152 HK00892015 tentang Pembentukan Team Pengelola Pelayanan Peradilan Pemulihan Terpadu pada Pengadilan Negeri Salatiga, yakni sebagai berikut: (lampiran III)

  a. Bahwa perempuan dan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga, berhak mendapatkan perlindungan, pendampingan danatau bimbingan rohani dalam setiap perkara kekerasan dalam rumah tangga yang dihadapinya.

  b. Bahwa sarana pelayanan peradilan pemulihan harus memperhatikan dan mempunyai akses yang dapat dijangkau oleh penyandang cacat (disabilitas).

  c. Bahwa merupakan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada setiap anak baik terhadap yang menjadi pelaku maupun korban baik bantuan hukum maupun bantuan lainnya, yang dalam pelaksanaannya dapat melibatkan peran masyarakat.

  d. Bahwa pelayanan peradilan pemulihan harus dapat menyediakan akses atau sarana bagi saksi dan korban untuk memberikan kesaksian tanpa berhadapan langsung dalam pemeriksaan persidangan.

B. Teori Hukum

1. Teori Keadilan Bermartabat

  Teori keadilan bermartabat adalah suatu ilmu, dalam hal ini ilmu hukum. Teori Keadilan bermartabat sebagai ilmu hukum memiliki suatu skopa atau cangkupan yang, antara lain; dapat dilihat dari susunan atau lapisan ilmu hukum yang meliputi filsafat hukum atau philosophy of law di tempat pertama. Pada lapisan kedua, terdapat teori hukum (legal theory). Sementara itu dogmatik hukum atau ilmu hukum positif berada di tempat ketiga. Hukum dan praktik hukum berada pada

  susunan atau lapisan ilmu hukum yang keempat. 15 Walau dalam teori keadilan bermartabat terdapat lapisan – lapisan dalam ilmu hukum, pada dasarnya lapisan –

  lapisan atau komponen tersebut saling kait – mengkait.

  Ruang lingkup teori keadilan bermartabat tidak hanya pengungkapan dimensi yang abstrak dari kaidah dan asas – asas hukum yang berlaku. Lebih jauh dari pada itu, teori keadilan bermartabat mengungkap pula semua kaidah dan asas – asas hukum yang berlaku di dalam sistem hukum, dalam hal ini sistem hukum dimaksud

  yaitu sistem bukum positif Indonesia; atau sistem hukum berdasarkan Pancasila. 16

  15 Teguh Prasetyo, Op.Cit., hlm. 2. 16 Ibid, h. 43.

  Teori keadilan bermartabat, disebut bermartabat karena teori yang dimaksud adalah merupakan suatu bentuk pemahaman dan penjelasan yang memadai (ilmiah) serta mengenai konherensi dari konsep – konsep hukum di dalam kaidah dan asas – asas hukum yang berlaku serta doktrin – doktrin yang sejatinya merupakan wajah, struktur atau susunan dan isi serta ruh atau roh (the spirit) dari masyarakat dan bangsa yang ada di dalam sistem hukum berdasarkan pancasila, yang dijelaskan oleh teori

  keadilan bermartabat itu sendiri. 17

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori keadilan bermartabat adalah teori yang mengatakan bahwa keadilan adalah keadilan yang bukan sama rata melainkan sesuai dengan ukuran keadilan bagi setiap manusia.

2. Teori Pemidanaan

  Istilah teori pemidanaan berasal dari Inggris, yaitu comdemnation theory. Pemidanaan adalah penjatuhan hukuman kepada pelaku yang telah melakukan

  perbuatan pidana. 18 Pada dasarnya teori pemidanaan muncul akibat perubahan pola kehidupan masyarakat terhadap perbuatan pidana yakni berupa kejahatan. Perbuatan

  pidana merupakan :

  “perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditumbulkan oleh kelakuan orang,

  17 Ibid., h.62.

  18 H. Salim, HS., Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada,

  Jakarta, 2012, h. 149.

  sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.” (Moelyatno, 2000: 54. 19

  Sanksi terhadap perbuatan pidana yakni kejahatan digolongkan menjadi 2 macam jenis dan diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, yaitu pidana pokok dan tambahan. Pidana pokok merupakan pidana utama yang ditujukan kepada pelaku kejahatan. Pidana Pokok terdiri atas pidana mati, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan. Sedangkan Pidana tambahan merupakan pidana yang bersifat hanya sebagai penambah pidana pokok yang ditujukan kepada pelaku kejahatan. Pidana tambahan terdiri atas pencabutan hak – hak tertentu, pengumuman putusan hakim, dan perampasan barang – barang tertentu.

  Teori pemidanaan merupakan teori – teori yang mengkaji dan menganalisis mengapa negara menjatuhkan pidana kepada pelaku yang telah melakukan kejahatan, apakah karena adanya unsure pembalasan atau menakuti masyarakat, dan atau melindungi atau memperbaiki masyarakat.

  Tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dari suatu pemidanaan, yakni sebagai berikut :

  a) Untuk memperbaiki pribadi pelaku kejahatan;

  b) Membuat orang jera untuk melakukan tindak pidana;

  c) Membuat pelaku kejahatan tertentu tidak mampu untuk melakukan perbuatan tindak pidana

  19 Ibid.

  Dalam perkembangannya teori pemidanaan terbagi menjadi 3 jenis teori pemidanaan, yakni teori absolute atau teori pembalasan, teori relatif atau teori tujuan (Doeltheorie), dan teori gabungan (Gemengdetheoerie).

  1. Teori Absolut atau teori pembalasan (Teori Retributif)

  Teori absolute berasal dari bahasa Inggris, yaitu Absolute Theory, Sedangkan dalam bahasa Belanda, yaitu Absolute Therorieen. Teori absolute berpijak pada prinsip pembalasan kembali.

  L.,J. van Apeldoorn mengemukakan pandangannya tentang teori absolute. Teori absolute adalah :

  “teori yang membernarkan adanya hukuman hanya semata – mata atas dasar delik yang dilakukan. Hanya dijatuhkan hukuman “quia pecattum est” artinya karena orang membuat kejahatan. Tujuan Hukum terletak pada hukuman itu sendiri. Hukuman merupakan akibat mutlak dari sesuatu delik, balasan dari kejahatan yang

  dilakukan oleh pelaku.” 20

  Sedangkan, Muladi juga mengemukakan pandangan terhadap esensi teori absolute. Teori absolute (teori retributif) memandang bahwa :

  “pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi berorientasi pada perbuatan dan terletak pada kejahatan

  21 itu sendiri.”

  20 Ibid., h. 152. 21 Ibid.

  Berdasarkan dua pendapat yang tela dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa teori absolute memiliki ciri – ciri tertentu. Ciri pokok atau karakteristik teori retributif, yaitu :

  1. Tujuan Pidana adalah semata – mata untuk pembalasan;

  2. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana – sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat.

  3. Kesalahan merupakan satu – satunya syarat untuk adanya pidana;

  4. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar;

  5. Pidana melihat kebelakang, ia merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau

  memasyarakatkan kembali si pelanggar. 22

  Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata – mata karena orang yang telah melakukan suatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi

  bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan. 23

  2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doeltheorie)

  Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doeltheorie) dapat disebut sebagai teori nisbi yang menjadi dasar penjatuhan hukuman pidana kejahatan bagi

  22 Rahman Amin, “Teori – Teori Pemidanaan dalam Hukum”, 4 Mei 2015, http:rahmanamin1984.blogspot.co.id201505teori-teori-pemidanaan-dalam-hukum.html, dikunjungi

  pada tanggal 4 November 2016 pukul 13.25.

  23 H. Salim HS., Op.,Cit., h. 152.

  pelaku kejahatan. Teori ini menjadi dasar penjatuhan hukuman pidana kejahatan bagi pelaku kejahatan dan dibagi menjadi 2 macam ajaran, yaitu ajaran Prevensi Umum (generale preventive) dan Prevensi Spesial (Special Preventie).

  Teori relative dibagi menjadi 2 macam teori, yakni teori yang menakut – nakuti (asfhrikkingstheorien) dan teori memperbaiki penjahat. Teori yang menakut – nakuti (asfhrikkingstheorien) berpendapat bahwa:

  “tujuan hukuman adalah menakut – nakuti perbuatan kejahatan, baik yang menakut – nakuti seluruh anggota masyakarat (general preventive) maupun yang menakut – nakuti pelaku sendiri (special preventive), yaitu

  untuk mencegah perbuatan ulang.” 24

  Sedangkan teori memperbaiki kejahatan bahwa tujuan hukum adalah untuk memperbaiki penjahat, dalam hal ini mendidik dan membimbing oejahat menjadi orang yang baik dalam lingkup masyarakat.

  3. Teori Gabungan (Gemengdetheorie)

  Teori Gabungan (Gemengdetheorie) merupakan gabungan dari teori absolut atau teori pembalasan (Teori Retributif) dan teori relatif atau teori tujuan (Doeltheorie). Dalam bahasa Inggris disebut combination theory. Sementara dalam bahasa Belanda disebut Gemengdetheorie.

  24 Ibid, h. 158.

C. Asas – Asas Hukum

  Asas hukum adalah asas pendekatan ilmu hukum yang merupakan landasan utama atau yang menjadi dasar acuan untuk pembuatan suatu aturan hukum. Asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip – prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya mendasari peraturan konkrit dan pelaksanaan hukum.

  Dalam bahasa Inggris, kata “asas” yakni “principle”, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ada tiga pengertian kata “asas”, yakni : (1) hukum

  dasar, (2) dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, dan (3) dasar cita-cita. Asas hukum merupakan asas yang menjadi unsure penting dan pokok. Asas (Principle) merupakan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai patok pangkal, sebagai fondamen, sebagai tempat untuk

  menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal yang hendak kita jelaskan. 25

  Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa asas hukum merupakan “jantungnya” peraturan hukum. Karena menurut Satjipto, asas hukum adalah landasan yang paling

  luas bagi lahirnya seuatu peraturan hukum. 26 Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa:

  “asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran yang dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat di dalam atau dibelakang sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang – undangan dan putusan hakim

  25 Sirajuddin, Didik Sukriono, dan Winardi, Op.Cit., h.21. 26 Ibid, h. 22.

  yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat – sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.” 27

1. Asas – asas Pelayanan Publik

  Menurut Pasal 4 Undang – Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dikemukakan penyelenggaraan asas – asas pelayanan publik, meliputi :

  a. Kepentingan umum, artinya pemberian pelayanan publik tidak boleh mengutamakan pribadi danatau kelompok;

  b. Kepastian hukum, artinya jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan;

  c. Kesamaan hak, artinya pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi;

  d. Keseimbangan hak dan kewajiban, artinya pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan;

  e. Keprofesionalan, artinya pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas;

  f. Partisipatif, artinya peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat;

  27 Ibid, h. 23.

  g. Persamaan Perlakuan tidak diskriminatif, artinya setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil;

  h. Keterbukaan, artinya setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi tentang pelayanan yang diinginkan;

  i. Akuntabilitas, artinya proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat

  dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan;

  j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, artinya Pemberian

  kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan ;

  k. Ketepatan waktu, artinya Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat

  waktu sesuai dengan standar pelayanaan; dan l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, artinya Setiap jenis pelayanan

  dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.

  Sedangkan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 KEPM.PAN72003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik, asas – asas pelayanan publik, meliputi :

  1. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

  2. Akuntabilitas

  Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

  3. Kondisional Sesuai dengan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang dengan prinsip efisiensi dan efektivitas.

  4. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  5. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, dan agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

  6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing – masing pihak.

2. Asas Praduga Tak Bersalah

  Dalam teori hukum dikenal asas actus non facit reum nisi mens sit rea, yang menyatakan bahwa suatu perbuatan tak dapat menjadikan seseorang bersalah

  bilamana maksudnya tak bersalah. 28

  Menurut Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence),

  28 Siswanto Sunarso, Filsafat Hukum Pidana Konsep, Dimensi, dan Aplikasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, h. 291 28 Siswanto Sunarso, Filsafat Hukum Pidana Konsep, Dimensi, dan Aplikasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, h. 291

  Pada dasarnya asas praduga tak bersalah merupakan tafsir yang digunakan bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dianggap tidak bersalah dan tetap dapat menggunakan hak – haknya sebagaimana mestinya. Yang dimaksud dengan “dianggap tidak bersalah” adalah berkaitan dengan hak – hak seorang yang melakukan suatu perbuatan. Melalui putusan pengadilan berdasarkan bukti – bukti yang tidak meragukan majelis hakim dalam hal ini dapat dikatakan bukti – bukti tersebut tidak dapat membuktikan bahwa seseorang bersalah, harus diartikan sebagai akhir dari perlindungan hukum atas seseorang yang melakukan suatu perbuatan untuk dianggap tidak bersalah.

3. Asas – Asas Peradilan

  Asas – asas hukum umum kekuasaan kehakiman (peradilan) yang baik diantaranya meliputi hal – hal sebagai berikut :

  a. Asas kebebasan hakim

  Hakim dalam menjalankan intitusinya dalam peradilan harus merdeka dan bebas tanpa adanya intervensi atau campur tangan pihak manapun agar dalam putusan dapat seadil –adilnya dan tidak bersifat memihak. Meskipun demikian kebebasan hakim dalam melaksanakan wewenang judicial tidaklah Hakim dalam menjalankan intitusinya dalam peradilan harus merdeka dan bebas tanpa adanya intervensi atau campur tangan pihak manapun agar dalam putusan dapat seadil –adilnya dan tidak bersifat memihak. Meskipun demikian kebebasan hakim dalam melaksanakan wewenang judicial tidaklah

  pemerintahan, politik, ekonomi dan sebagainya. 29

  Asas ini juga tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) UU No 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi “dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian keadilan.” maksudnya adalah hakim harus benar – benar melakukan sendiri tugas, fungsi, dan kewajibannya tanpa ada bantuan pihak lain.

  b. Hakim bersifat menunggu

  Asas ini berarti bahwa inisiatif berperkara di pengadilan ada pada pihak – pihak yang berkepentingan, sedangkan hakim bersikap menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya (iudex ne procedat ex officio). Jadi aka nada proses atau tidak, ada penuntutan hak atau tidak diserahkan

  sepenuhnya kepada pihak – pihak yang berkepentingan. 30

  c. Pemeriksaan berlangsung terbuka

  Asas ini terdapat pada Pasal 13 ayat (1) Undang – Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi “semua

  pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang – undang menentukan lain.” Maksud dari asas ini adalah setiap orang dapat

  29 Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Op.Cit., h. 67. 30 Ibid.

  hadir, mendegar, dan menyaksikan jalannya proses pemeriksaan perkara di pengadilan.

  Tujuan asas ini adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan tidak memihak, adil dan serta untuk melindungi hak asasi manusia dalam bidang peradilan, sesuai peraturan hukum yang berlaku. Asas ini membuka social control dari masyarakat, yaitu dengan meletakkan peradilan dibawah

  pengawasan umum. 31

  d. Hakim aktif

  Hakim selaku pemimpin sidang harus bersikap aktif dalam memimpin jalannya persidangan dari awal hingga akhir persidangan.

  e. Asas hakim bersifat Pasif (Tut Wuri)

  Asas ini berarti hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapai peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

  f. Asas kesamaan (audi et Alteram Partem)

  Asas ini berarti setiap orang atau pihak manapun yang berperkara dalam peradilan harus diperlakukan dan diberikan kesempatan yang sama dan adil untuk membela, melindungi kepentingan yang bersangkutan dan memperoleh keadilan. Dalam hal ini hakim harus bersikap netral atau tidak memihak pihak manapun agar tidak terjadi peradilan berat sebelah.

  31 Ibid., h. 68.

  g. Asas Objektivitas

  Asas ini berarti dalam memeriksa dan memberikan putusan hakim harus bersikap objektif dan tidak boleh memihakapriori netral terhadap pihak manapun.

  h. Putusan disertai alasan (Motiverings Plicht)

  Asas ini dimaksudkan untuk menjaga agar hakim tidak sewenang – wenang dalam menjatuhkan putusan. Putusan yang tidak lengkap pertimbangannya merupakan alasan untuk mengajukan kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan.

4. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan

  Dalam menjalankan fungsinya, Kekuasaan kehakiman selain menjalankan fungsinya “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa” juga dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan. Pasal 2 ayat (4) Undang – Undang Nomor

  48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Dapat dikatakan bahwa:

  “peradilan harus memenuhi harapan para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan cepat, tepat, adil, dan biaya ringan, tidak diperlukan pemeriksaan dan acara yang berbelit – belit yang dapat menyebabkan proses sampai bertahun – tahun, bahkan kadang harus dilanjutkan oleh para ahli waris para pencari

  keadilan.” 32

  Yang dimaksud dengan “ sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efisien dan efektif dengan cara atau prosedur yang

  32 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan” salah satu bentuk penyelesaian sengketa berdasarkan asas peradilan cepat, seerhana, biaya ringan”, PT Alumni, Bandung, 2013, hlm. 55.

  jelas, mudah dimengerti, dipahami, atau tidak rumit atau tidak berbelit – belit. 33 Dengan demikian konsep kesederhanaan dalam beracara dan kesederhanaan

  perumusan peraturan – peraturan hukum acara akan mempermudah, sehingga akan mempercepat jalannya proses peradilan yang tentunya menguntungkan para pencari keadilan.

  Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang serendah mungkin, sehingga daoat dipikul oleh masyarakat. Meskipun demikian, dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari

  kebenaran dan keadilan. 34 Apabila biaya perkara sangat tinggi akan membuat masyarakat terkhusus para pencari keadilan akan enggan untuk berperkara di

  pengadilan, sehingga keadilan hanya akan menjadi faktor yang diidam – idamkan saja.

  Yang dimaksud dengan “Peradilan Cepat” adalah menyanglut masalah jalannya peradilan dengan ukuran waktu atau masa acara persidangan berlangsung. 35

  Kesederhanaan prosedur dalam proses persidangan sangat diperlukan, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu agar tidak berlangsung lama. Penyelesaian perkara dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan masalah – masalah baru serta terjadinya perubahan – perubahan keadaan bagi eksekusi putusan hakim.

  Menurut Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sederhana adalah acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit – belit. Makin

  33 Ibid. 34 Ibid, hlm. 56.

  35 Ibid, hlm. 57.

  sedikit dan sederhana formalitas – formalitas yang diwajibkan atau diperlukan dalam beracara di pengadilan semakin baik. Terlalu banyak formalitas yang sukar dipahami, sehingga memungkinkan timbulnya berbagai penafsiran, kurang menjamin adanya kepastian hukum dan menyebabkan keengganan atau ketakutan untuk beracara di

  muka pengadilan. kata tepat ditujukan kepada jalannya peradilan. 36

5. Asas Keadilan

  Keadilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah landasan berlaku adil terhadap manusia yang menjadi warga masyarakat. Keadilan adalah semua hal yang berkenaan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antarmanusia, keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih kasih; melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya.

D. Hasil Penelitian

1. Standar Pelayanan Pengadilan Negeri Salatiga

  Pengadilan Negeri Salatiga yang beralamat di Jl.Veteran No.4 Salatiga, Jawa Tengah berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 026KMASKII2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan sebagai dasar bagi setiap satuan kerja pada seluruh badan peradilan dalam memberikan pelayanan publik adalah melalui Surat Keputusan tersebut menjadi dasar Pengadilan Negeri Salatiga untuk menerapkan standar peradilan yang baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku

  36 Ibid.

  dan menjadi dasar untuk melahirkan program pelayanan publik terbaru berbasis keadilan yakni Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) yang salah satunya berupa konseling.

  Melalui Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 026KMASKII2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan, Pengadilan Negeri Salatiga membuat Pelayanan Publik berbasis keadilan yakni Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) dan Pengadilan Negeri Salatiga mengeluarkan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Salatiga No.W 12-U12152 HK00892015 tentang Pembentukan Team Pengelola Pelayanan Peradilan Pemulihan Terpadu Pada Pengadilan Negeri Salatiga untuk mengatur mengenai tatacara pelayanan, biaya pelayanan peradilan, dan penetapan – penetapan untuk penunjukan konseling yang merupakan bagian dari Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T).

  Pengertian mengenai Standart Pelayanan Peradilan terdapat pada bagian ketentuan umum huruf C angka 3 yang berisi:

  “Standart Pelayanan Peradilan adalah standar pelayanan yang bersifat nasional dan memberikan pedoman bagi semua badan peradilan di semua lingkungan peradilan pada semua tingkatan untuk menyusun Standar Pelayanan Pengadilan pada masing-masing satuan kerja.”

  Sedangkan pengertian pelayanan pengadilan terdapat pada bagian ketentuan umum huruf C angka 1 yang berisi:

  “Pelayanan Pengadilan adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi masyarakat, khususnya pencari keadilan, yang disediakan oleh Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan dibawahnya berdasarkan peraturan-perundang-undangan dan prinsip-prinsip pelayanan publik.”

  Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa dasar peraturan perundang – undangan yang ada dalam pelayanan peradilan yang dimaksud adalah Kitab Undang Hukum Acara Pidana untuk perkara pidana dan Kitab Undang Hukum Acara Perdata untuk perkara perdata. Eksistensi KUHAP dalam standart pelayanan peradilan dalam SK ini saling berhubungan dimana KUHAP digunakan sebagai patokan dalam mengeluarkan putusan. KUHAP digunakan sebagai acuan dalam mengeluarkan serta memutus suatu perkara dan menjadi faktor penting dari sebuah sistem peradilan pidana. Ketika suatu program yang bersifat umum demi kepentingan masyarakat atau publik maka harus berdasarkan peraturan perundang – undangan bukan berdasarkan surat keputusan. Apabila suatu program dibentuk berdasarkan surat keputusan maka hal tersebut telah melanggar peraturan perundang – undangan.

  Penyelenggara pelayanan peradilan adalah satuan kerja yang melakukan kegiatan pelayanan pengadilan dengan pelaksana pengadilan yakni pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang melakukan serangkaian kegiatan atau tindakan pelayanan pengadilan. Sedangkan Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan pengadilan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Dalam bagian ketentuan umum huruf J angka 3 dikatakan bahwa: “Penyusunan Standart Pelayanan Pengadilan pada satuan kerja dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat dan pemangku kepentingan.” Dan pada angka 4 dikatakan bahwa: “Penyusunan standart pelayanan pengadilan pada tiap – tiap satuan kerja dilakukan dengan berpedoman pada UU Pelayanan Publik dan Standart Pelayanan Pengadilan.” Oleh karena itu melalui standart pelayanan peradilan ini seluruh ketentuan yang berlaku menjadi hal dasar dalam pelayanan publik Pengadilan Negeri

  Salatiga

  dengan

  membentuk Program

  Peradilan Pemulihan

  Terpadu(P3T).(Lampiran I)

2. Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) Pengadilan Negeri Salatiga

  Dasar pembentukanPeradilan Pemulihan Terpadu (P3T) adalah berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 tahun 2012 tentang Standart Pelayanan Peradilan pada bagian Putusan Nomor 3 yang menetapkan bahwa: “memerintahkan kepada setiap satuan kerja pada Badan Peradilan untuk menyusun Standart Pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh masing – masing satuan kerja tersebut selambat – lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkannya Surat Keputusan ini.” Dan berdasarkan pada huruf J angka 1 yang berisi:

  “dalam waktu selambat – lambatnya 1 (satu) tahun sejak Standar Pelayanan Pengadilan diberlakukan, setiap satuan kerja pada semua lingkungan badan peradilan di semua tingkatan, wajib menyusun standart pelayanan peradilan yang disesuaikan dengan kondisi pada masing – masing satuan kerja, dan kebutuhan masyarakat pada wilayah hukumnya.”

  Serta berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Salatiga No.W 12-U12152 HK00892015 tentang Pembentukan Team Pengelola Pelayanan Peradilan Pemulihan Terpadu Pada Pengadilan Negeri Salatiga sebagai dasar pengaturan mengenai program peradilan pemulihan terpadu (P3T) yang berbasis keadilan. SK ini berisi mengenai sistem pelayanan peradilan terpadu untuk pencapaian keadilan dalam perkara pidana maupun perdata, pembentukan team pengelola Pelayanan Peradilan Pemulihan Terpadu di Pengadilan Negeri Salatiga, pengaturan tatacara pelayanan, biaya pelayanan peradilan, dan penetapan – penetapan untuk penunjukan konseling. Dan dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan juga dalam bagian menimbang mengenai hak – hak pencari keadilan terdapat dalam bagian menimbang yakni sebagai berikut: (lampiran II)

  a. Bahwa perempuan dan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga, berhak mendapatkan perlindungan, pendampingan danatau bimbingan rohani dalam setiap perkara kekerasan dalam rumah tangga yang dihadapinya.

  b. Bahwa sarana pelayanan peradilan pemulihan harus memperhatikan dan mempunyai akses yang dapat dijangkau oleh penyandang cacat (disabilitas).

  c. Bahwa merupakan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada setiap anak baik terhadap yang menjadi pelaku maupun korban baik bantuan hukum maupun bantuan lainnya, yang dalam pelaksanaannya dapat melibatkan peran masyarakat.

  d. Bahwa pelayanan peradilan pemulihan harus dapat menyediakan akses atau sarana bagi saksi dan korban untuk memberikan kesaksian tanpa berhadapan langsung dalam pemeriksaan persidangan

  Peradilan Pemulihan terpadu adalah sebuah program unggulan dan program inovasi dalam hal pelayanan publik di Pengadilan Negeri Salatiga untuk mempermudah proses perkara serta mewujudkan pelayanan publik dengan konsep keadilan yang merupakan kewenangan sepenuhnya milik pengadilan yang bertujuan pada pemulihan atau restorative bagi para pihak yang berhadapan dengan hukum yakni pelaku korban. Melalui wawancara dengan Bapak Fajar Yulianto, SH., sebagai jaksa Penuntut Umum pada tanggal 26 Agustus 2016, kata Terpadu dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik yang diberikan di Pengadilan Negeri Salatiga yakni berupa bimbingan konseling yang dilakukan oleh Psikologi, Pendeta,

  atau Konsuler yang sebelumnya telah ditunjuk melalui SOP. 37

  Melalui wawancara dengan narasumber lain yakni Ibu Henny Trimira Handayani, SH., MH., sebagai Ketua Pengadilan Negeri Salatiga pada tanggal 22 Agustus 2016, bentuk Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) yang diberikan kepada pelaku dan korban selaku pencari keadilan adalah dengan tujuan sebagai berikut :

   Untuk membangun sarana, prasarana dan model penanganan peradilan

  pemulihan terpadu yang dapat membantu pemulihan keadaan mental atau rokhani bagi korban, pelaku maupun pihak – pihak yang berperkara melalui penyediaan fasilitas- fasilitas dan lembaga konseling, agar dapat membantu

  37 Wawancara dengan Jaksa Penuntut Umum , Kejaksaan Negeri Salatiga, 6 Agutus 2016.

  para pihak yang berhadapan dengan hukum dapat memperbaiki kualitas kehidupannya ;

   untuk membuka ruang dialog intersubyektif terbuka bagi hakim dengan para

  pihak yang berhadapan dengan hukum melalui bantuan konsuler, sehingga hakim dapat memahami keadilan yang lebih substantive;

   membuka stigma negatif masyarakat ketika hakim berupaya berdialog

  dengan para pihak dalam memahami permasalahan suatu perkara; dan  38 untuk mendamaikan perkara sebelum perkara diputus.

  Kemudian melalui wawancara dengan Ibu Henny Trimira Handayani, SH.,MH., sebagai Ketua Pengadilan Negeri Salatiga pada tanggal 22 Agustus 2016; Bapak Achmad Raffik Arief, SH., sebagai Panitera Muda Pidana dan Bapak Adhi Agus Ardhianto SH., sebagai Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Salatiga yang dilakukan pada tanggal 30 Mei 2016 dan 28 Juni 2016 ; Bapak Ferdiansyah SH,MH.,sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Umum ; dan Bapak Fajar Yulianto, SH., sebagai Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 26 Agustus 2016, bahwa bentuk peradilan pemulihan terpadu yang diberikan kepada pelaku dan korban terkait konseling, yaitu sebagai berikut :

   dilihat dari sisi pelaku yakni apakah pelaku tersebut telah benar – benar

  menyesal atau tidak ataukah hanya berpura – pura menyesal yang dalam hal ini berarti memberi penilaian. Jika dalam penilaian tersebut pelaku masih dapat dibinadibimbing maka pada saat itu juga pengadilan memberikan

  38 Wawancara dengan Ketua Pengadilan Negeri Salatiga, Salatiga, 22 Agustus 2016.

  penawaran kepada pelaku apakah mau dilakukan bimbingan atau tidak. Penilaian tersebut dilakukan oleh hakim dan jaksa.

   Dari sisi korban, dilakukan dengan penilaian yang sama, untuk perkara

  pidana ada dalam bentuk diversi atau sidang melalui ruang teleconference untuk perkara pidana anak dan selanjutnya dapat dilakukan bimbingan atau konseling karena ada pemikiran bahwa anak masih dapat untuk dibina. Bimbingan berupa konseling ini berguna untuk para pihak dalam hal mendapatkan pencerahan batin atau rohani bagi pelaku agar tidak mengulangi kejahatan yang diperbuat. Dan pemulihan bagi korban, biasanya untuk pemulihan korban lebih banyak dalam hal perlindungan korban anak.

  Bentuk rekomendasireferensi yang diberikan oleh pihak konselor kepada hakim ada dalam bentuk dokumen (resume) yang sebelum persidangan tersebut bersifat rahasia dan tidak dapat diberitahukan kepada pihak manapun kecuali hakim (hanya pada hakim) sampai selesai persidangan dan dokumen tersebut setelah persidangan baru dapat dibuka secara terbuka. Kerena hal tersebut dapat mempengaruhi pemikiran – pemikiran si korban. terkait dengan Jaksa bisa saja jaksa meminta rekomendasireferensi konselor namun hanya dapat digunakan sebagai kepentingan memperkuat fakta – fakta dalam persidangan.

  Pada dasarnya program bimbingan atau konseling yang diberikan dilakukan dengan cara mempertemukan pihak yang membutuhkan dengan pihak konselor yakni psikolog atau rohaniawan untuk selanjutnya dilakukan bimbingan konseling tersebut. Model pelayanan konseling tersebut mengadopsi lembaga BP4 pada KUA dan Pada dasarnya program bimbingan atau konseling yang diberikan dilakukan dengan cara mempertemukan pihak yang membutuhkan dengan pihak konselor yakni psikolog atau rohaniawan untuk selanjutnya dilakukan bimbingan konseling tersebut. Model pelayanan konseling tersebut mengadopsi lembaga BP4 pada KUA dan

  proses perkara berjalan dan dilakukan saat persidangan berlangsung yang diharapkan hasil dari proses pemulihan dengan konseling tersebut dapat menjadi masukan atau referensi bagi hakim untuk memperjelas titik terang dalam memutus perkaranya, sekaligus memberi manfaat bagi korbanpelakupara pihak yakni berupa pemulihan mentaljiwa.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Kuliah di PTN Kini Lebih Mahal

0 87 1