PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK EKSTRAKSI DAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051)

PERCOBAAN 3
PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK :EKSTRAKSI DAN
ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA UJI KALOID

Nama

: Ganjar Abdillah Ammar

NIM

: 11213021

Kelompok

:3

Tanggal Percobaan

: 1 Oktober 2014


Tanggal Laporan

: 8 Oktober 2014

Asisten

: Asih Suryati / 11212030
Arinta Dewi / 11212039

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014

I.

Tujuan Percobaan

1. Menentukan kadar rendemen kristal.
2. Menentukan nilai Rf masing-masing noda dari ji Kromatografi Lapis
Tipis (KLT).
3. Menentukan ada atau tidaknya kafein dengan pereaksi Mayer dan
Dragendorff.

II.

Teori Dasar
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.
Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak
dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis.
Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur dengan sangat erat,
peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia
dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Suparni, 2009).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia
yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan
massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai

terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
(Medicafarma, 2010).
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat
dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa
minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194,19 gr/mol dengan
rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara
ilmiah, efek langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada,
tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi
pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah
(neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut jantung tak beraturan
(tachycardia) (Hermanto, 2007).

Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder,
tersier atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, yang
merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari tanaman.
Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid
umumnya mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara
kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari
senyawa-senyawa yang sederhana seperti coniine sampai ke struktur

pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan
beberapa adalah steroid (Utami, 2008).
Kromatografi merupakan metode analisis campuran atau larutan
senyawa kimia dengan absorpsi memilih pada zat penyerap, zat cair
dibiarkan mengalir melalui kolom zat penyerap, misalnya kapur, alumina
dan

semacamnya

sehingga

penyusunnya

terpisah

menurut

bobot

molekulnya, mula-mula memang fraksi-fraksi dicirikan oleh warnawarnanya (Puspasari, 2010).

Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan,
atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas).
Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen
yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda
bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis
menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada
sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau
alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam
sinar ultraviolet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang
sesuai (Clark, 2007).

III. Data Pengamatan
A. Ekstraksi Kafein dari Teh
Ektraksi padat/cair pada 10 kantong teh didapat data:
o Massa labu dan kristal

= 140.30 gram

o Massa labu


= 140.18 gram

B. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pengujian KLT kristal kafein dengan eluen kloroform:metanol (9:1).
o Jarak eluen

= 3.5 cm

o Jarak noda

= 2.2 cm

Jarak eluen
Jarak noda

Gambar 1
Pengujian KLT dengan eluen kloroform:metanol (9:1)
pada kristal kafein


C. Uji Alkaloid
Tabel 1 Hasil Pengamatan Uji Alkaloid pada Kristal Kafein
Uji

Pengamatan
Endapan kuning muda
Endapan orange tua

Mayer
Dragendorff

Gambar 2
Pengujian dengan pereaksi Mayer

IV.

Perhitungan dan Pengolahan Data
o Massa rendemen percobaan
mpercobaan


= mtotal - mbotol
= 140.30 – 140.18
= 0.120 gram

o %Rendemen =

m percobaan
x 100
m literatur

Gambar 3
Pengujian dengan pereaksi Dragendorff

=

0.120
x 100
0.125

= 96%


o Rf eluen kloroform:metanol (9:1)
Massa rendemen kristal referensi = 0.125 gram
Rf =
V.

2.2
3.5

Rf =

= 0.62857 ≈ 0.63

Jarak noda
Jarak eluen

Pembahasan
Digunakan 10 kantong teh celup yang kemudian ditambahkan 20
gram natrium karbonat didalam labu erlenmayer 250 ml yang diberi air
mendidih sebanyak 225 ml. Kegunaan natrium karbonat (Na 2CO3) adalah

agar kandungan tanin dalam teh dapat diserap (bereaksi) dan masuk
kedalam fasa cair dengan reaksi ArOH + Na 2CO3



ArONa +

NaHCO3, sehingga membentuk garam tanin atau anion fenolik. Kemudian
biarkan larutan selama 7 menit dan didekantasi ke labu erlenmayer lain.
Perlakukan hal yang sama pada 10 kantong teh celup tadi dengan memberi
air panas sebanyak 50 ml dan didekantasi lalu digabungkan dengan ekstrak
teh sebelumnya. Dilanjutkan lagi dengan mendidihkan air yang berisi
kantong teh selama 20 menit dan didekantasi lalu digabungkan dengan
ekstrak teh sebelumnya. Hal ini dilakukan berulang agar proses ekstraksi
padatan teh berjalan maksimal, yaitu mendapatkan zat/ ekstrak yang lebih
banyak.
Setelah semua ekstrak terkumpul dalam labu erlenmayer, kemudian
didinginkan hingga mencapai suhu kamar dengan direndam air keran. Lalu
pindahkan


kedalam

corong

pisah

dengan

penambahan

30

ml

diklorometana (CH2Cl2) untuk diekstraksi kembali. Kocok corong pisah
dan isinya perlahan selama 5 menit dan buka keran setiap 3-4 kali
kocokan, agar gas CO2 yang dihasilkan tidak terakumulasi didalam yang
akan bisa merusak dan menekan corong pisah karena tekanan. Terdapat 3
spesi yang ada di dalam corong pisah, spesi kafein-yang berwarna bening

kekuningan, terletak didasar corong pisah, spesi pelarut air-yang
mengandung banyak zat yang tidak dibutuhkan, berada diatas campuran,
dan spesi emulsi yang berada diantara spesi air dan kafein. Spesi kafein
yang bisa juga disebut sebagai fase diklorometana dapat terbentuk karena
kafein yang merupakan senyawa organik nonpolar dapat larut pada
diklorometana yang juga merupakan senyawa organik nonpolar.
Sedangkan tanin adalah senyawa organik polar yang pastinya akan larut
dalam kepolaran senyawa lain yaitu air.
Tanin yang sudah berada dalam bentuk garam atau anion fenolik
akan mengakibatkan material dalam sampel yaitu diklorometana dapat
membentuk emulsi dengan air. Garam tanin ini berfungsi sebagai surfaktan
anion yang mampu membentuk emulsi apabila diguncang terlalu kuat.
Itulah sebabnya corong pisah yang berisi sampel ekstraksi teh tidak boleh
dikocok/ diguncang terlalu kuat, yaitu agar tidak terbentuk emulsi yang
akan mengganggu kemurnian ekstraksi.
Setelah

didapat

fasa

diklorometana

pertama,

diperlukan

penambahan lagi 30 ml diklorometana pada sisa sampel yang ada pada
corong pisah dan proses terus berulang. Kemudian dibuat duplo, tapi
karena ekstraksi pertama gagal maka hanya mendapat satu ekstrak dari
ekstraksi kedua. Ekstraksi kedua menghasilkan dua ekstrak, ektrak
pertama diletakkan pada cawan uap yang nantinya akan diuapkan dan
ektrak kedua diletakkan pada labu erlenmayer yang akan diproses
kemudian.
Proses kemudian itu ditambahkan kalsium klorida anhidrat supaya
air yang masih terdapat pada fasa diklorometana dapat diserap oleh
kalsium klorida dengan indikasi berupa gumpalan didalam labu
erlenmayer. Air yang masih ada atau terjebak dalam fasa tersebut
dikarenakan ketidaksengajaan emulsi yang terbawa saat pengmbilan fasa
diklorometana. Setelah itu, saring ektrak dengan penyaring biasa atau
dengan cara dekantasi tanpa ada gumpalan kalsium klorida anhidrat yang
ikut terbawa. Sehingga hasil akhir didapat senyawa murni kafeindiklorometana.

Langkah selanjutnya adalah mendistilasi senyawa murni kafein
diklorometana. Perbedaan titik didih antara kafein dengan diklorometana
yang mendasari proses distilasi, dimana diklorometana dengan titik didih
34.6 oC akan menguap terlebih dahulu dan menyisakan kafein murni
(kristal kehijauan-kekuningan pada dinding labu). Untuk meningkatkan
kemurnian kafein, diperlukannya 5 ml aseton panas yang berfungsi
menarik pengotor polar yang mudah menguap. Setelah itu tambahkan juga
ligroin atau n-heksana dalam keadaan panas yang berguna dalam
penarikan aseton karena ligroin bersifast semipolar. Penambahan ligroin
tetes demi tetes sampai terbentuk warna keruh. Dinginkan perlahan labu
erlenmayer hingga suhu kamar dan disaring dengan penyaring isap
Buchner. Akhirnya didapat kristal hasil ektraksi teh.
Untuk menguji kebenaran bahwa hasil ekstraksi berupa kafein
adalah dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji alkaloid (karena
kafein merupakan senyawa alkaloid). Uji kromatografi didasarkan pada
prinsip migrasi dan distribusi zat karena gaya tarik menarik antar molekul
yang bergantung pada kapilaritas plat, kepolaran senyawa dan kepolaran
eluen. Semakin polar senyawa sampel terhadap eluennya yang polar maka
akan semakin dekat noda sampel dengan titik atas, dikarenakan gaya tarik
menarik antar molekul yang kuat sehingga noda lebih lama berada pada
fasa gerak yang juga polar. Pada akhirnya diperoleh nilai Rf yang lebih
besar -karena jarak nodanya lebih jauh terhadap titik awal/ mendekat
dengan jarak eluen- daripada nilai Rf sampel nonpolar, begitu juga
sebaliknya.
Pada percobaan ini, sampel hanya diuji pada eluen kloroformmetanol (9:1) dengan perolehan jarak noda sebesar 2.2 cm dan jarak eluen
3.5 cm dan dari hasil perhitungan diperoleh nilai Rf sebesar 0.63. Dalam
kasus ini tidak dapat dilakukan perbandingan nilai Rf mengingat kami
tidak menguji sampel dengan eluen etil asetat-metanol (3:1) karena waktu
praktikum yang singkat. Jika dilihat dari referensi, perolehan nilai Rf
dengan eluen kloroform-metanol akan lebih besar dibandingkan dengan
nilai Rf pada eluen etil asetat-metanol. Hal ini menjelaskan kebenaran

bahwa sampel alkaloid bersifat nonpolar karena memiliki nilai Rf yang
lebih besar pada eluen kloroform sebagai senyawa nonpolar dibandingkan
dengan eluen etil asetat yang memiliki sifat lebih polar.
Untuk menguji keberadaan kafein pada kristal dilakukan uji
alkaloid dengan penambahan reagen Mayer dan Dragendorff. Diperoleh
endapan kuning muda pada kristal ketika ditetesi pereaksi Mayer dan
endapan orange tua pada kristal ketika ditetesi pereaksi Dragendorff.
Endapan orange tua ini yang menjadi masalah karena warna yang muncul
seharusnya jingga, hal ini dapat dijelaskan karena ketidakmurnian kristal
pada tetesan Dragendorff tapi tidak pada tetesan Mayer (warna tetesan
Mayer percobaan sesuai dengan referensi). Sehingga kristal yang diperoleh
dari hasil ektraksi padat-cair 10 kantong teh benar-benar mengandung
kafein sebanyak 0.120 gram.

VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh rendemen kristal sebanyak
0.120 gram. Diperoleh nilai Rf 0.63 dengan eluen kloroform-metanol (9:1).
Kebenaran warna yang ditunjukkan dari tetesan pereaksi Mayer yaitu kuning
muda menunjukkan bahawa kristal murni sedangkan dengan tetesan pereaksi
Dragendorff pada kristal didapat warna orange tua menunjukkan
ketidakmurnian kristal hasil ekraksi.

VII. Daftar Pustaka




Hermanto. 2007. Kafein, Senyawa Bermamfaat atau Beracunkah?
Medicafarma. 2010. Prinsip Ekstraksi.
Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis. "http://chem-is-try.org”



diakses pada tanggal 24 April 2014.
Utami, Nurul. 2008. Identifikasi Senyawa Alkohol dan Heksana Daun.
FMIPA UNILA, Lampung. Hal: 136.



Puspasari, Dian. 2010. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Dwi Media Press,
hal. 159.