PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING P
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia dan menjadi sarana untuk
mengembangkan kemampuan baik sikap, pengetahuan maupun keterampilan yang
menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan menjawab tantangan masa depan.
Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan
dihadapi peserta didik di masa yang akan datang (Trianto, 2007: 5). Sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal yang memiliki fungsi dan berperan dalam membimbing
siswa agar memperoleh keterampilan, membentuk sikap, pengetahuan dan
kepribadian. Oleh karena itu, guru sebaiknya mampu mengolah kelas sebagai ruang
dimana siswa memperoleh pengetahuan dan mengembangkan pengetahuannya, serta
mendapatkan pembelajaran yang berdampak baik bagi perkembangan pola pikir dan
tingkah laku sesuai dengan kebutuhan siswa.
Peran guru sebagai ujung tombak keberhasilan pembelajaran di sekolah yang
terlibat langsung dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan sangat bergantung pada perencanaan
dan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan guru. Proses mengajar bukanlah
kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subjek belajar/siswa, tetapi suatu
kegiatan yang memungkinkan subjek belajar merekonstruksi sendiri pengetahuannya
(Sardiman, 2009: 38).
2
Seperti pada teori konstruktivisme yang dinyatakan oleh Piaget (Sanjaya, 2010:
124) bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan
untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Guru tidak memberikan informasi
secara utuh kepada siswa melainkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggali kemampuan berpikirnya dengan cara membuat informasi yang diberikan
oleh guru menjadi bermakna dan sangat relevan bagi siswa. Kemampuan berpikir
siswa akan diasah dengan menghadirkan situasi saat siswa harus berhadapan dengan
sebuah masalah terkait dunia nyata mereka. Proses pembelajaran seperti inilah yang
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah adalah mata pelajaran fisika yang pada kurikulum 2006
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) untuk tingkat pendidikan SMP tergabung
dalam satu mata pelajaran IPA. Untuk siswa kelas VII sampai kelas XII kerja ilmiah,
pemecahan masalah dan cara menggunakan berpikir tingkat tinggi (analisis) banyak
digunakan dalam pembelajaran IPA. Dengan demikian pembelajaran fisika
hendaknya diorientasikan pada terwujudnya kemampuan pemecahan masalah, selain
agar siswa dapat menguasai konsep-konsep fisika dengan baik serta dapat berprestasi
secara optimal.
Untuk siswa yang usianya di atas 11 tahun, tingkat perkembangannya pada taraf
operasi formal (Soemanto, 2006: 132). Sehingga siswa yang duduk dibangku Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berada pada tahap operasi formal sudah memiliki
3
kemampuan berpikir abstrak. Untuk menanamkan pola pikir tersebut, guru dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa melalui sebuah percobaan
sederhana/ kegiatan laboratorium. Seseorang setelah melakukan proses belajar akan
mengalami perubahan tingkah laku. Perubahan itu terjadi karena seseorang telah
memiliki pengalaman dalam belajar. Hal itu didukung oleh Hilgard (Sanjaya, 2010:
112) yang mengungkapkan bahwa belajar itu proses perubahan melalui kegiatan atau
prosedur latihan baik, latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan
alamiah.
Informasi yang diperoleh dari guru fisika kelas IX SMP Negeri 2 Ambon yang
telah penulis wawancarai, bahwa proses pembelajaran fisika di kelas sudah berjalan
baik, akan tetapi pada kelas-kelas tertentu guru menemui kendala saat mengajarkan
beberapa materi fisika yang ditunjukkan dengan hasil belajar siswa. Misalkan pada
kelas IX1 merupakan salah satu kelas pada SMP Negeri 2 Ambon yang memiliki
kemampuan yang rendah dalam pembelajaran fisika. Memang, tidak semua siswa
memiliki hasil belajar yang rendah akan tetapi guru mata pelajaran fisika merasa
sudah menerapkan dan melaksanakan proses pembelajaran yang tepat untuk siswa.
Model pembelajaran yang digunakan oleh guru mata pelajaran juga cukup variatif,
tetapi belum tentu penggunaan model yang bervariasi dapat menampilkan hasil yang
baik. Semuanya kembali lagi pada ketersesuaian model yang digunakan dengan
karakteristik siswa dan materi yang sedang diajarkan. Kendala yang dihadapi guru
yang penulis wawancarai yaitu karena beberapa materi yang seharusnya ia ajarkan
4
dengan melakukan percobaan di laboratorium tidak dapat ia lakukan karena banyak
persiapan yang harus ia lakukan sebelum melakukan percobaan membuatnya hanya
melakukan demonstrasi di depan kelas. Hal itu berdampak pada hasil belajar siswa
yang diakibatkan pemahaman konsep yang diajarkan belum maksimal. Padahal
apabila model yang ia gunakan sesuai dengan karakteristik siswa dan materi yang
diajarkan maka kendala itu dapat terselesaikan. Salah satu materi yang menjadi
pembahasan penulis dan guru mata pelajaran fisika kelas IX SMP Negeri 2 Ambon
yaitu rangkaian listrik.
Hasil kajian teori melalui forum group discusion yang melibatkan dosen dan guru
fisika, mendapatkan informasi bahwa konsep listrik merupakan salah satu dari
beberapa konsep fisika yang tergolong abstrak (Suseno, 2012: 5). Listrik dinamis
adalah materi pelajaran kelistrikan yang gejalanya banyak ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, namun pada kenyatannya siswa cenderung masih kesulitan
karena materi ini termasuk materi yang abstrak sehingga siswa sering mengalami
kesulitan terutama dalam mengaplikasikan pemecahan masalah listrik dinamis
(Andriani, 2015: 363). Konsep ini akan lebih mudah dikuasai oleh siswa bila mereka
terlibat
langsung
aktivitas-aktivitas
dalam
memecahkan
penyelidikan
melalui
masalah-masalah
proses
dengan
pembelajaran
melakukan
yang
dapat
merealisasikan konsep rangkaian listrik sehingga tampak nyata sesuai pada
pengamatan siswa seperti yang dialami dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pada
materi rangkaian ini juga terdapat kegiatan laboratorium yaitu dengan melaksanakan
5
kegiatan praktikum dengan tujuan siswa lebih memahami tentang konsep-konsep,
prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang berkaitan dengan kehidupan mereka, serta
membawa mereka pada permasalahan yang lebih nyata. Pada kenyataannya, guru
terbilang jarang melaksanakan bahkan melewatkan kegiatan tersebut.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dalam menyelesaikan permasalahan
di atas adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Arends (Trianto,
2010: 68) menyatakan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada siswa dengan menggunakan masalah dalam dunia nyata yang bertujuan
untuk menyusun pengetahuan siswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan
mengembangkan keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah.
Pandangan Gallagher, resnick dan Klopfer (White, 2001: 5), PBL adalah salah satu
model yang efektif untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa.
Siswa akan membuat koneksi kuat di antara konsep ketika mereka belajar fakta dan
keterampilan dengan aktif bekerja mendapatkan informasi dibandingkan dengan
memperoleh informasi secara pasif.
Hasil belajar yang dicapai dengan orientasi pada masalah lebih tinggi nilai
kemanfaatannya dibandingkan dengan belajar melalui pembelajaran konvensional
Sumiati dan Asra (2008: 57). Oleh karena pembelajaran berbasis masalah adalah
salah satu alternatif yang dapat dipilih karena masalah-masalah pada pembelajaran
disusun berdasarkan urutan tahapan berfikir dan bekerja dari yang sederhana ke
kompleks yang mengarah pada penemuan konsep.
6
Penelitian tentang penggunaan model PBL pernah dilakukan oleh La Sermi (2012)
tentang penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat memperoleh
ketercapaian nilai akhir siswa yaitu mencapai 96,00%. Mutoharoh (2011: 65) juga
melakukan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah
(Problem Based Learning) dapat diketahui bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa
yang diajarkan dengan model PBL mengalami peningkatan yang cukup signifikan,
di mana nilai rata-rata belajar posttest sebesar 72,95 lebih besar dari nilai rata-rata
hasil belajar pretest 43,3. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar
fisika siswa dengan menerapkan model Problem Based Learning.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa perlu melakukan
penelitian dengan judul “ Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Ambon Pada
Materi Rangkaian Listrik ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah yang diteliti dalam
penelitian ini adalah “Apakah penerapan model Problem Based Learning (PBL)
dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas IX SMP Negeri 2 Ambon
pada materi rangkaian listrik”?.
7
Rumusan masalah ini dapat tercapai dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1.
Bagaimana kemampuan awal siswa pada materi rangkaian listrik sebelum
diajarkan dengan model PBL?
2.
Bagaimana hasil tes akhir yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan
pembelajaran dengan menerapkan model PBL pada konsep rangkaian listrik ?
3.
Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa (N-Gain) setelah keseluruhan proses
pembelajaran fisika dengan menerapkan model PBL pada materi rangkaian listrik
pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Ambon?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX SMP
Negeri 2 Ambon pada materi rangkaian listrik.
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka dapat dijabarkan beberapa tujuan khusus
yaitu untuk mengetahui:
1.
Kemampuan awal siswa pada materi rangkaian listrik sebelum diajarkan dengan
menerapkan model PBL.
2.
Hasil tes akhir siswa pada materi rangkaian listrik setelah mengikuti kegiatan
belajar mengajar dengan menerapkan model PBL.
8
3.
Peningkatan hasil belajar (N-Gain) setelah keseluruhan proses pembelajaran
fisika dengan menerapkan model PBL pada materi rangkaian listrik pada siswa
kelas IX SMP Negeri 2 Ambon.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah dipaparkan di atas maka manfaat dari penelitian
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan
ilmu
pendidikan,
khususnya
mengenai
kegiatan
pembelajaran
dengan
menerapkan model PBL.
2.
Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
a.
Sekolah
Dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan hasil belajar siswa.
b.
Siswa
Dapat melatih keterampilan siswa, mengembangkan kemampuan berpikir untuk
lebih aktif, kritis, kreatif dalam menghadapi masalah, dan dapat meningkatkan
hasil belajar fisika siswa.
c.
Peneliti
Dapat memberikan pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan model PBL,
sehingga dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia dan menjadi sarana untuk
mengembangkan kemampuan baik sikap, pengetahuan maupun keterampilan yang
menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan menjawab tantangan masa depan.
Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan
dihadapi peserta didik di masa yang akan datang (Trianto, 2007: 5). Sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal yang memiliki fungsi dan berperan dalam membimbing
siswa agar memperoleh keterampilan, membentuk sikap, pengetahuan dan
kepribadian. Oleh karena itu, guru sebaiknya mampu mengolah kelas sebagai ruang
dimana siswa memperoleh pengetahuan dan mengembangkan pengetahuannya, serta
mendapatkan pembelajaran yang berdampak baik bagi perkembangan pola pikir dan
tingkah laku sesuai dengan kebutuhan siswa.
Peran guru sebagai ujung tombak keberhasilan pembelajaran di sekolah yang
terlibat langsung dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan sangat bergantung pada perencanaan
dan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan guru. Proses mengajar bukanlah
kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subjek belajar/siswa, tetapi suatu
kegiatan yang memungkinkan subjek belajar merekonstruksi sendiri pengetahuannya
(Sardiman, 2009: 38).
2
Seperti pada teori konstruktivisme yang dinyatakan oleh Piaget (Sanjaya, 2010:
124) bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan
untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Guru tidak memberikan informasi
secara utuh kepada siswa melainkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggali kemampuan berpikirnya dengan cara membuat informasi yang diberikan
oleh guru menjadi bermakna dan sangat relevan bagi siswa. Kemampuan berpikir
siswa akan diasah dengan menghadirkan situasi saat siswa harus berhadapan dengan
sebuah masalah terkait dunia nyata mereka. Proses pembelajaran seperti inilah yang
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah adalah mata pelajaran fisika yang pada kurikulum 2006
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) untuk tingkat pendidikan SMP tergabung
dalam satu mata pelajaran IPA. Untuk siswa kelas VII sampai kelas XII kerja ilmiah,
pemecahan masalah dan cara menggunakan berpikir tingkat tinggi (analisis) banyak
digunakan dalam pembelajaran IPA. Dengan demikian pembelajaran fisika
hendaknya diorientasikan pada terwujudnya kemampuan pemecahan masalah, selain
agar siswa dapat menguasai konsep-konsep fisika dengan baik serta dapat berprestasi
secara optimal.
Untuk siswa yang usianya di atas 11 tahun, tingkat perkembangannya pada taraf
operasi formal (Soemanto, 2006: 132). Sehingga siswa yang duduk dibangku Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berada pada tahap operasi formal sudah memiliki
3
kemampuan berpikir abstrak. Untuk menanamkan pola pikir tersebut, guru dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa melalui sebuah percobaan
sederhana/ kegiatan laboratorium. Seseorang setelah melakukan proses belajar akan
mengalami perubahan tingkah laku. Perubahan itu terjadi karena seseorang telah
memiliki pengalaman dalam belajar. Hal itu didukung oleh Hilgard (Sanjaya, 2010:
112) yang mengungkapkan bahwa belajar itu proses perubahan melalui kegiatan atau
prosedur latihan baik, latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan
alamiah.
Informasi yang diperoleh dari guru fisika kelas IX SMP Negeri 2 Ambon yang
telah penulis wawancarai, bahwa proses pembelajaran fisika di kelas sudah berjalan
baik, akan tetapi pada kelas-kelas tertentu guru menemui kendala saat mengajarkan
beberapa materi fisika yang ditunjukkan dengan hasil belajar siswa. Misalkan pada
kelas IX1 merupakan salah satu kelas pada SMP Negeri 2 Ambon yang memiliki
kemampuan yang rendah dalam pembelajaran fisika. Memang, tidak semua siswa
memiliki hasil belajar yang rendah akan tetapi guru mata pelajaran fisika merasa
sudah menerapkan dan melaksanakan proses pembelajaran yang tepat untuk siswa.
Model pembelajaran yang digunakan oleh guru mata pelajaran juga cukup variatif,
tetapi belum tentu penggunaan model yang bervariasi dapat menampilkan hasil yang
baik. Semuanya kembali lagi pada ketersesuaian model yang digunakan dengan
karakteristik siswa dan materi yang sedang diajarkan. Kendala yang dihadapi guru
yang penulis wawancarai yaitu karena beberapa materi yang seharusnya ia ajarkan
4
dengan melakukan percobaan di laboratorium tidak dapat ia lakukan karena banyak
persiapan yang harus ia lakukan sebelum melakukan percobaan membuatnya hanya
melakukan demonstrasi di depan kelas. Hal itu berdampak pada hasil belajar siswa
yang diakibatkan pemahaman konsep yang diajarkan belum maksimal. Padahal
apabila model yang ia gunakan sesuai dengan karakteristik siswa dan materi yang
diajarkan maka kendala itu dapat terselesaikan. Salah satu materi yang menjadi
pembahasan penulis dan guru mata pelajaran fisika kelas IX SMP Negeri 2 Ambon
yaitu rangkaian listrik.
Hasil kajian teori melalui forum group discusion yang melibatkan dosen dan guru
fisika, mendapatkan informasi bahwa konsep listrik merupakan salah satu dari
beberapa konsep fisika yang tergolong abstrak (Suseno, 2012: 5). Listrik dinamis
adalah materi pelajaran kelistrikan yang gejalanya banyak ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, namun pada kenyatannya siswa cenderung masih kesulitan
karena materi ini termasuk materi yang abstrak sehingga siswa sering mengalami
kesulitan terutama dalam mengaplikasikan pemecahan masalah listrik dinamis
(Andriani, 2015: 363). Konsep ini akan lebih mudah dikuasai oleh siswa bila mereka
terlibat
langsung
aktivitas-aktivitas
dalam
memecahkan
penyelidikan
melalui
masalah-masalah
proses
dengan
pembelajaran
melakukan
yang
dapat
merealisasikan konsep rangkaian listrik sehingga tampak nyata sesuai pada
pengamatan siswa seperti yang dialami dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pada
materi rangkaian ini juga terdapat kegiatan laboratorium yaitu dengan melaksanakan
5
kegiatan praktikum dengan tujuan siswa lebih memahami tentang konsep-konsep,
prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang berkaitan dengan kehidupan mereka, serta
membawa mereka pada permasalahan yang lebih nyata. Pada kenyataannya, guru
terbilang jarang melaksanakan bahkan melewatkan kegiatan tersebut.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dalam menyelesaikan permasalahan
di atas adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Arends (Trianto,
2010: 68) menyatakan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada siswa dengan menggunakan masalah dalam dunia nyata yang bertujuan
untuk menyusun pengetahuan siswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan
mengembangkan keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah.
Pandangan Gallagher, resnick dan Klopfer (White, 2001: 5), PBL adalah salah satu
model yang efektif untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa.
Siswa akan membuat koneksi kuat di antara konsep ketika mereka belajar fakta dan
keterampilan dengan aktif bekerja mendapatkan informasi dibandingkan dengan
memperoleh informasi secara pasif.
Hasil belajar yang dicapai dengan orientasi pada masalah lebih tinggi nilai
kemanfaatannya dibandingkan dengan belajar melalui pembelajaran konvensional
Sumiati dan Asra (2008: 57). Oleh karena pembelajaran berbasis masalah adalah
salah satu alternatif yang dapat dipilih karena masalah-masalah pada pembelajaran
disusun berdasarkan urutan tahapan berfikir dan bekerja dari yang sederhana ke
kompleks yang mengarah pada penemuan konsep.
6
Penelitian tentang penggunaan model PBL pernah dilakukan oleh La Sermi (2012)
tentang penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat memperoleh
ketercapaian nilai akhir siswa yaitu mencapai 96,00%. Mutoharoh (2011: 65) juga
melakukan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah
(Problem Based Learning) dapat diketahui bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa
yang diajarkan dengan model PBL mengalami peningkatan yang cukup signifikan,
di mana nilai rata-rata belajar posttest sebesar 72,95 lebih besar dari nilai rata-rata
hasil belajar pretest 43,3. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar
fisika siswa dengan menerapkan model Problem Based Learning.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa perlu melakukan
penelitian dengan judul “ Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Ambon Pada
Materi Rangkaian Listrik ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah yang diteliti dalam
penelitian ini adalah “Apakah penerapan model Problem Based Learning (PBL)
dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas IX SMP Negeri 2 Ambon
pada materi rangkaian listrik”?.
7
Rumusan masalah ini dapat tercapai dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1.
Bagaimana kemampuan awal siswa pada materi rangkaian listrik sebelum
diajarkan dengan model PBL?
2.
Bagaimana hasil tes akhir yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan
pembelajaran dengan menerapkan model PBL pada konsep rangkaian listrik ?
3.
Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa (N-Gain) setelah keseluruhan proses
pembelajaran fisika dengan menerapkan model PBL pada materi rangkaian listrik
pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Ambon?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX SMP
Negeri 2 Ambon pada materi rangkaian listrik.
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka dapat dijabarkan beberapa tujuan khusus
yaitu untuk mengetahui:
1.
Kemampuan awal siswa pada materi rangkaian listrik sebelum diajarkan dengan
menerapkan model PBL.
2.
Hasil tes akhir siswa pada materi rangkaian listrik setelah mengikuti kegiatan
belajar mengajar dengan menerapkan model PBL.
8
3.
Peningkatan hasil belajar (N-Gain) setelah keseluruhan proses pembelajaran
fisika dengan menerapkan model PBL pada materi rangkaian listrik pada siswa
kelas IX SMP Negeri 2 Ambon.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah dipaparkan di atas maka manfaat dari penelitian
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan
ilmu
pendidikan,
khususnya
mengenai
kegiatan
pembelajaran
dengan
menerapkan model PBL.
2.
Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
a.
Sekolah
Dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan hasil belajar siswa.
b.
Siswa
Dapat melatih keterampilan siswa, mengembangkan kemampuan berpikir untuk
lebih aktif, kritis, kreatif dalam menghadapi masalah, dan dapat meningkatkan
hasil belajar fisika siswa.
c.
Peneliti
Dapat memberikan pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan model PBL,
sehingga dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar.