PENGAWASAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SE (1)

PENDIDIKAN AKHLAK DAN PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN MUSLIM
Oleh:
Saiful Akhyar Lubis
Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Program Pascasarjana IAIN-SU Medan, Visiting Professor at
Academy of Islamic Study University of Malaya Kuala Lumpur, Malaysia.

Abstract
Decreasing character today can to strengthen that very important to introduce
a character education in every education activity. Character is a grades or a norm
that aim to improve good relation and harmony between God and human, and also
between one people and another people. The aim of character education is to make
everyone has good character, good act,to having good custom to base on Islamic
teaching.
Keywords: Pendidikan, Pendidikan Akhlak, Pendidikan Islam
PENDAHULUAN
Kemorosotan

akhlak

yang


dirasakan dewasa ini

semakin

mempertegas

pentingnya memberdayakan pendidikan akhlak dalam setiap kegiatan pendidikan
secara konsisten dan kontinu. Ia merupakan instrumen kunci bagi upaya memproduk,
membina dan mengembangkan masyarakat yang beradab, berakhlak mulia sesuai
dengan ajaran Islam.
Akhlak menempati posisi penting dalam ajaran Islam atas dasar misi
kerasulan Muhammad saw

Hal ini

Allah swt, dengan sesama manusia, dan dengan alam semesta. Justru itu, akhlak
bukan hanya aturan normatif yang mengatur perilaku manusia semata, tetapi
mengatur tata hubungan manusia secara vertikal, horizontal, dan diagonal (habl min
al-Allah, habl min al-nas, habl min al-


). Ia juga merupakan intisari dari segala

kebaikan dn keutamaan yang memberi nilai tinggi seorang muslim di sisi Allah swt
dan makhluk lainnya. Keimanan dan keislaman seseorang dinilai kurang sempurna,
jika tidak dibingkai dengan akhlak yang mulia.
Dengan demikian, proses pendidikan akhlak dalam Pendidikan Islam akan
melalui

upaya

penguatan

iman

dan

pensucian

jiwa


manusia

dengan

cara

-buruk, terpujiseorang Muslim agar mampu menampilkan perilaku
mahmudah dan menghindar dari perilaku mazmumah yang bermuara pada tampilnya
sosok insan adabi dan insan kamil.

DEFINISI AKHLAK
Mendefinisikan akhlak dapat dilakukan dengan dua pendekatan: linguistik
(kebahasaan) dan terminologik (peristilahan). Dari sisi kebahasaan, akhlak berasal
dari bahasa arab, yaitu dari asal kata khuluqun, berarti: tabiat atau budi pekerti
(Munawwir, 2007:364). Kata akhlaq adalah bentuk plural dari kata khuluq, berarti

budi pekerti, perangai, dan tingkah laku. Kata ini seakar dengan kata Khaliq
(bermakna Pencipta), makhluq (bermakna yang diciptakan), khalq (bermakna
penciptaan). Dengan demikian, akhlak pada dasarnya merupakan nilai atau norma

yang memungkinkan eksisnya hubungan baik dan harmoni antara khalik dan makhluk
dan antara manusia dengan sesama makhluk. Selain itu, akhlak juga bermakna alsajiah (perangai), alkelaziman), al-

(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan,
(peradaban yang baik). Sedangkan dalam Kamus Dewan

akhlak dinyatakan sebagai budi pekerti, kelakuan, watak, pengetahuan berkaitan dengan
kelakuan, tingkah laku manusia dan sebagainya, sama ada baik atau jahat.
Secara peristilahan akhlak dinyatakan sebagai tingkah laku perbuatan yang
telah menjadi adat kebiasaan, apabila dilakukan tidak perlu lagi berpikir panjang, setelah
tingkah laku diamalkan sekian lama diterima masyarakat sebagai sebahagian dari cara hidup. Para
ilmuwan Muslim mendefisikan terminologi akhlak secara variatif, diantaranya dapat dilihat apa yang
dinyatakan al-Ghazali sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, daripada jiwa itu, timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan pikiran.. Ibnu Maskawaih
menyatakan sebagai suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan
dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran karena sudah menjadi kebiasaan. Sedangkan
Ahmad Amin menyatakan sebagai kehendak (keinginan manusia ) yang dibiasakan (perbuatan
yang diulang-ulang, sehingga mudah melakukanya), selanjutnya mempunyai kekuatan ke arah
menimbulkan apa yang disebut sebagai akhlak.
Dalam pandangan Islam akhlak ditegaskan sebagai satu sifat atau sikap kepribadian yang

melahirkan tingkah laku perbuatan manusia dalam usaha membentuk kehidupan yang
sempurna berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Allah swt.

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Sehubungan dengan pendidikan akhlak, pendidikan Islam lebih ditekankan pada fungsi
yaitu upaya dan proses pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan terhadap Allah swt secara tepat di dalam tatanan
wujud dan kepribadian. Menurut al-Attas pengenalan dan pengakuan tentang hakikat adalah
pengetahuan dan wujud yang bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan tingkatan derajat
seseorang dan tempat mereka yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan
kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniahnya (dalam Wan Mohammad Noor
Wan Daud, 2003:163).
Dapat dimengerti bahwa pengertian "pengenalan" adalah menemukan tempat yang tepat
sehubungan dengan apa yang dikenali, sedangkan "pengakuan" merupakan tindakan yang
bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan
pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah
seiring. ilmu tanpa amal ataupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian, tempat yang tepat
adalah kedudukan dan kondisi dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok,
komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan

kriteria al-Quran tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak

sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif serta terpuji.
Dalam pandangan pendidikan Islam pengetahuan tentang manusia harus terlebih dahulu
diberikan kepada manusia sebagi peserta didik, baru kemudian disusul dengan pengetahuanpengetahuan lainnya. Dengan demikian dia akan tahu jati dirinya dengan benar, tahu "dari mana
dia, sedang dimana dia, dan mau kemana dia kelak". Jika ia tahu jati dirinya, maka ia akan selalu ingat
dan sadar serta mampu memposisikan dirinya, baik secara vertikal, horizontal, maupun diagonal
(habl bim al-Allah, habl min al-nas, habl min al-

). Selanjutnya akan terbentuk pengakuan

yang benar dan tepat terhadap keberadaan Allah swt, manusia, dan alam sebagai suatu realitas.
Dalam hal inilah proses pengajaran seseorang dalam tatanan kosmis dan sosial akan
menghantarkannya menemukan fungsinya sebagai khalifah fil ardh.
Dengan demikian, secara teoritis pendidikan akhlak dalam pendidikan Islam dapat
dikategorikan sebagai: usaha berterusan untuk menyampaikan ilmu, kemahiran dan penghayatan
Islam berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah bagi membentuk sikap, kemahiran, keperibadian dan
pandangan hidup sebagai hamba Allah yang mempunyai tanggungjawab untuk membangunkan diri,
masyarakat, alam sekitar dan negara ke arah mencapai kebaikan dan kesejahteraan abadi di akhirat.
Lebih rinci dapat dilihat dalam pendapat para ilmuwan Muslim berikut ini. Menurut alAbrasyi (2007:66) adalah upaya mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan

bahagia, mencintai tanah air, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi,
perasaannya halus, profesional dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedangkan Ahmad D.
Marimba (2001:79) menyatakan sebagai bimbingan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Selanjutnya, al-Attas
(dalam Wan Mohammad Noor Wan Daud, 2003: 156) menilainya sebagai suatu proses penanaman
pengenalan dan pengakuan tentang hakikat (Allah, manusia, alam) ke dalam diri manusia mengacu
kepada metode dan sistem secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan
pendidikan tersebut.
Dalam Pendidikan Islam lebih ditekankan pada fungsi al-

yang bermaksud memberi

pendidikan budi pekerti kepada anak atau murid/pelajar berdasarkan ajaran Islam. Dalam hal ini,
mendidik dimaksudkan sebagai mengasuh, menjaga, membimbing, memberi nasihat dan membelai
dengan penuh kasih sayang supaya seseorang anak atau murid/pelajar menjadi baik budi pekerti,
perangai dan tingkah lakunya.

TUJUAN PENDIDIKAN AKHLAK
Tujuan pokok pendidikan akhlak ialah "agar setiap manusia berbudi pekerti , bertingkah laku,
berperangai atau beradat istiadat yang baik, sesuai dengan ajaran Islam". Islam menginginkan agar

setiap manusia dapat bertingkah laku dan bersifat baik serta terpuji. Akhlak yang mulia tercermin
dari penampilan sikap pengabdianya kepada Allah swt, dan kepada lingkungannya, baik kepada
sesama manusia maupun terhadap alam sekitarya. Dengan akhlak yang mulia manusia akan hidup
dalam suasana yang damai, dihiasi oleh ukhuwah dan kasih sayang, serta akan mendapatkan
kebahagian dunia dan akhirat.
Agar manusia berhasil mengemban tugas khilafah yang diembannya, Allah swt
menginginkan agar manusia berhias diri dengan sifat terpuji dalam setiap perilakunya di seluruh
aspek kehidupan, dalam beberapa FirmanNya jelas diisyaratkan seperti itu, antara lain: pada

surah al-Baqarah (2): 168, 177; Surah al-Nisa` (4):8; surah al-Maidah (5);77, ditambah dengan
sebuah hadis Rasul (riwayat Ibn Majah) yang bermakna:

Muliakan anak-anakmu dengan

memperbaiki sopan santun ".
Secara teoritis ada dua sisi tujuan utama, yaitu : pertama, peningkatan kualitas intelektual
dan kekayaan/keseimbangan jiwa; kedua, mempersiapkan manusia agar mampu meraih
kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kejayaan kehidupan bermasyarakat dan
berekonomi. Dalam hal ini, manusia diharapkan dapat menjadi baik dan senantiasa terbiasa serta
cendrung kepada yang baik. Dengan demikian, upaya untuk melahirkan tingkah laku sebagai

suatu tabiat yang timbul dari akhlak yang mulia dapat dirasakan sebagai suatu kenikmatan bagi
yang melakukannya. Justru itu, Said Agil (2005:15) menekankan pada intisari tujuannya yaitu:
membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehingga memiliki ketahanan
rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan masyarakat.
Dalam beberapa penjelasannya, Sayid Sabiq selalu mengingatkan agar tujuan itu tetap
fokus pada pendidikan jiwa yang sempurna. Dengan itu, seseorang dapat menunaikan
kewajibannya karena Allah, senantiasa berusaha untuk kepentingan keluarga dan masyarakatnya;
dapat berkata jujur, berpihak kepada yang benar, dan mau menyebarkan benih-benih kebaikan
pada manusia. Jika seseorang telah memiliki sifat seperti itu berarti ia telah mencapai tingkat
kesalehan sebagaimana diinginkan Allah swt, dan tergolong pada orang-orang yang berpegang
teguh pada agama (tafaqquh fi al-din).
Dapat pula ditegaskan bahwa muara tujuan tersebut adalah tercapainya keseimbangan
pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran,
kecerdasan, perasaan dan panca indera. Upayanya harus mengembangkan seluruh aspek potensi
manusia: spritual, intelektual, imaginasi/fantasi, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun
secara kelompok, dan sekaligus mendorong aspek-aspek potensi tersebut ke arah kebaikan dan
pencapaian kesempurnaan hidup. Secara terperinci, tujuan-tujuan utama itu bermuara kepada:
1. Membina dan mengembangkan sifat-sifat fadilah/mahmudah (terpuji).
2. Menghindari sifat-sifat mazmumah (tercela).
3. Mengelakkan diri daripada meniru gaya orang musyrik dan menghindarkan diri daripada

mengikut jejak syaitan.
4. Mendisiplinkan diri atas dasar syariat Islam, menjaga kehormatan dan kemuliaan diri.
5. Mendidik agar sentiasa bermuhasabah dan membuat refleksi diri demi menghindari
pelanggaran norma dan syariat Islam.
6. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan, sehingga memiliki ketahanan rohani yang tinggi
serta dapat menyesuaikan diri secara baik dengan masyarakat.
7. Mencapai keseimbangan pribadi yang sempurna sebagai insan kamil.

METODE PENDIDIKAN AKHLAK
Menurut Syaikh Abdul Rahman al Midani, akhlak manusia dapat dibina, dibentuk dan
dikembangkan dengan berbagai cara, antara lain melalui:
a. Menjadikan Rasul sebagai uswatun hasanah/qudwah al-hasanah, yang akhlaknya
adalah al-Quran.
Manusia juga dipengaruhi oleh idolanya. Idola tersebut kerap menjadi role model dalam

kehidupan mereka. Manusia yang berperan menjadi role model tersebut antara lain ialah tokoh
politik, artis, seniman, atlit, ibu bapa, guru dan sebagainya. Rasulullah saw adalah teladan yang paling
ideal bagi umat Islam sebagaimana Firman Allah surah al-Ahzab (33):21). Justru itu, penghayatan
nilai-nilai ajaran Rasulullah hendaklah dipaparkan oleh golongan idola berkenaan. Mereka harus
senantiasa berusaha menunjukkan contoh dan teladan yang terpuji agar dapat ditiru.

b. Menjadikan masjid dan rumah tempat utama mengukuhkan habl min al-Allah, habl min alnas, dan habl min al-

serta mendapatkan ketenangan jiwa.

Sebagai tempat ibadah masjid mempunyai peranan dan pengaruh yang besar dalam
meneruskan penghayatan nilai-nilai akhlak dalam masyarakat Islam. Kelangsungan budaya, cara
hidup dan syiar Islam banyak diletakkan fondasinya di masjid. Yang dilakukan Rasul saw pertama
kali ketika berhijrah ke Madinah adalah membina Masjid Quba' dan Masjid Nabawi. Ilmu yang
dipelajari di masjid pada masa dahulu bersepadu dengan nilai tauhid, ruh Islam dan akhlak. Ia
mengimbaukan ketakwaan dan mengukuhkan ubudiah manusia kepada Allah, dan ilmu itu
membawa berkat serta meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Dari sana banyak lahir ulama dan
ilmuan yang jujur, saleh dan berdedikasi.
c. Latihan ibadah dan amalan menjernihkan batin (tazkiah al-nafs).
Pendidikan akhlak tidak hanya melalui penjelasan mengenai nilai-nilai akhlak kepada
manusia yang membolehkan mereka memilih dan menghargai nilai-nilai tersebut, tetapi juga
dibarengi dengan latihan, penghayatan, pengamalan yang berkesinambungan. Meskipun pada
awalnya ia dilaksanakan karena arahan atau tekanan dari luar, tetapi lama kelamaan ia akan menjadi
kebiasaan dan tabiat.
d. Beraktivitas, bergaul, berukhuwah dalam kumpulan/lingkungan orang yang saleh.
Lingkungan sosial dan budaya kerap mempengaruhi manusia. Ia merangkumi tradisi, model
tingkah-laku dan saran serta rangsangan yang bersifat akhlak. Manusia terpengaruh dengan cara
meniru figure yang disanjungnya. Keberadaan seseorang dalam lingkungan masyarakat yang baik
serta saleh akan menyebabkan ia beriltizam dengan amalan dan etika yang dihayati oleh kumpulan
tersebut. Ia akan berusaha melaksanakan sesuatu yang disanjungi oleh masyarakatnya, dan
menghindari perbuatan yang dianggap keji oleh lingkungannya.
e. Membina tatanan sosial masyarakat Islam (masyarakat madani).
Manusia memiliki sense of belonging yang kuat terhadap masyarakatnya, dan sedikit
banyaknya menentuan tindak-tanduk seseorang. Masyarakat Islam yang madani dengan kehidupan
yang sakinah berperan penting menyuburkan semangat dan amalan hidup berakhlak. Ia juga boleh
membendung trend-trend kufur dan maksiat dalam masyarakat melalui pelaksanaan amal mak'ruf
dan nahi mungkar. Apabila masyarakat kehilangan keprihatinannya terhadap kewajiban
menegakkan yang makruf dan mencegah yang mungkar, maka bermulalah proses pengikisan moral,
akhlak dan martabat umat berkenaan.
f. Kewibawaan kekuasaan pemerintahan yang amanah dan berkeadilan.
Tuntunan akhlak dan nilai-nilainya tidak akan bermakna tanpa didukung autoriti
pemerintahan yang berwibawa, amanah dan berkeadilan. Ia akan mewujudkan mekanisme yang
operasional untuk memastikan ketertiban serta penghayatan kaedah-kaedah akhlak dalam
kehidupan masyarakat. Jika negara tidak melaksanakan amanah ini sudah pasti citra akhlak umat
akan lebih parah lagi. Sikap dan perlakuan pemerintahan yang tidak adil menjanjikan

kemusnahan bukan hanya dalam bidang akhlak tetapi juga dalam semua aspek kehidupan.
g. Peran media massa yang mendidik dan bertanggung jawab mencerdaskan intelek, hati
dan spritual.
Media massa merupakan satu mekanisme yang berpengaruh besar dalam pembentukan
kepribadian manusia. Ia merupakan agen sosialisasi untuk menanam dan menggalakkan amalanamalan berakhlak di dalam masyarakat. Justru itu, ia harus bebas dari cengkeraman faham sekular,
budaya komersial yang berlebihan, faham kebendaan dan dorongan untuk hidup secara mewah dan
glamour. Ia dituntut memiliki asas falsafah dan dasar-dasar komunikasi yang selaras dengan nilainilai akhlak Islam. Para petugasnya hendaklah meningkatkan rasa tanggungjawab dan
kewajiban mereka untuk memihak dan menegakkan nilai-nilai luhur seperti kebenaran, kejujuran,
keadilan dan sebagainya.
i. Bagaimana dengan peranan sekolah/madrasah?
Setelah rumah tangga/keluarga, sekolah/madrasah merupakan institusi pendidikan yang
paling bertanggung jawab dan fungsional untuk membina, membentuk dan mengembangkan
akhlakul karimah para pelajar dan masyarakat, terutama dengan cara:
1. Meningkatkan kewibawaan sebagai institusi pendidikan unggulan yang mengintegrasikan
dengan harmoni pembinaan iman dan takwa, kecerdasan intelek, hati, spritual, serta
kepribadian dengan mensepadukan sains, agama dan teknologi dalam pembelajarannya yang
terus bertambah produktivitasnya.
2. Menjunjung tinggi nilai-nilai agama, ilmu, dan akhlak dalam menjalankan peraturan dan
melaksanakan kewenangannya, serta membiasakan pelajar dan pihak-pihak terkait untuk
mentaati peraturan, berdisiplin, dan selanjutnya menghormati ulama.
3. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan kondisi yang menyejukkan dan
damai dalam jalinan ukhuwah di semua pihak, konsisten menjaga standar layanan pendidikan
dan pembelajaran serta layanan Bimbingan dan Konseling Islami.
4. Meningkatkan prestasi sekolah/madrasah dan para pelajar dari segi kualitas dan kuantitas,
membiasakan mereka bertanggung jawab dalam setiap tugas, mengembangkan semangat
kompetitif yang sehat, bangga dengan keberhasilan jamaah, bersyukur atas pencapaian
perestasi. Sekolah dituntut untuk menjalankan reward and punishment (prinsip targhib wa
tarhib) dengan jujur dan adil.

PROSES PENDIDIKAN AKHLAK
Menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah melalui proses pendidikan dapat melalui
berbagai hal, suasana, kondisi, keadaan. Yang terutama adalah sebagai berikut:
1. Keteladanan (memerlukan role model, menciptakan idola, prinsip uswatun hasanah).
2. Pembiasaan (latihan, amali, memperkasakan psikomotor).
3. Memberi nasihat (prinsip al-din al-nasihah, dijabarkan melalui layanan Bimbingan dan
Konseling Islami).
4. Motivasi (menanamkan rasa percaya diri, kegairahan beribadah, prinsip motivasi
berprestasi).
5. Persuasi (prinsip berpikir positif, objektif, rasional).
6. Ketegasan (membina disiplin, prinsip

).

7. Ganjaran dan hukuman, reward and punishment, targhib wa tarhib (prinsip kejujuran
dan keadilan).

HUBUNGANNYA DENGAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MUSLIM
Akhlak merupakan ruh Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah seperti jasad yang tidak
bernyawa. Oleh karena itu, salah satu misi Rasulullah saw ialah membina kembali akhlak manusia
yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang terdahulu sampai pada zaman jahiliyyah. Akhlak juga
merupakan ciri-ciri kelebihan manusia dan perlambang kesempurnaan iman, kualitas takwa dan
kesalehan seseorang yang berakal.
Kemerosotan akhlak (individu atau masyarakat) akan menyebabkan terjadinya krisis
kepribadian. Justru itu, akhlakul karimah akan memperkokoh citra diri Muslim dalam setiap aspek
kehidupannya. Kepribdian Muslim yang teguh akan dicerminkan oleh nilai akhlakul karimah,
keluhuran budi, kebersihan hati/jiwa, kebaikan perilaku, terpujinya sifat/sikap yang dimiliki umat
Islam.
Beberapa prinsip berikut ini kiranya layak untuk mendapat perhatian:
1. Perbedaan antara umat jahiliyah dan umat Islam adalah aplikasi dari akhlaq al-jahiliyah dan
akhlaq al-karimah, tugas rasul yang penting: menyempurnakan kemuliaan akhlak ummatnya.

2. Akhlakul karimah adalah cerminan kepribadian muslim yang didasarkan pada pengamalan
nilai dan ajaran Islam. Ia melengkapkan prinsip menjadi iman-islam-ihsan yang terpadu,
(tampilannya menjadi: iman-takwa-amal saleh).
3. Akhlakul karimah sebagai asesoris kehidupan (indahnya malam karena bulan dan bintang,
indahnya taman karena bunga, kayanya laut karena ikan dan mutiara, sakinahnya keluarga
karena amal saleh, wibawanya negara/pemerintahan karena amanah, jujur dan adil, luwesnya
kepribadian karena akhlak yang mulia.
4. Islam terasa damai/menyejukkan bila kehidupan umatnya dihiasi oleh akhlak (ketinggian
darjah Islam terpancang pada keluhuran budi, keteguhan pribadi, kebagusan akhlak).
5. Modal kemenangan perjuangan terutama adalah: disiplin, ketaatan, keteguhan iman, kemuliaan
akhlak. (kekalahan tentara Islam pada perang uhud karena ketidakpatuhan kepada perintah
Rasul dan tergoda kemilaunya harta rampasan perang, kekalahan tentara Perancis melawan
tentara Jerman disebabkan runtuhnya moral, carut marutnya negara ini terutama akibat tidak
amanah, sirnanya kejujuran, pudarnya kemuliaan akhlak dari kepribadian).

KESIMPULAN
Pelaksanaan pendidikan akhlak (formal, informal, non formal) pada hakikatnya adalah
operasionalisasi misi Rasulullah saw. Setiap Muslim hendaknya senantiasa berkaca pada praktik
pendidikan Rasulullah saw, dan menyadari sepenuhnya bahwa kualitas sumber daya manusia
Muslim bukan semata-mata ditentukan oleh kecerdasan intelektual dan ketrampilan teknikal,
tetapi juga oleh kemuliaan akhlak dan keteguhan kepribadian. Justru itu, mendidik manusia agar
berakhlak mulia dan berkepribadian Muslim adalah upaya konkrit misi Rasulullah saw yang
berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

al-

2001. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. Bustami A.
Gani, Jakarta: Bulan Bintang,

Azmi, Kamarul. 2007. Kaedah Pendidikan Islam, Kaedah Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan
Akhlak. Slandai Johor: Universiti tekhnologi Malaysia.
al-Munawwar, Said Agil Husein. 2005. Aktulaisasi Nilai-nilai al-Quran dalam Sistem
Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Badaruddin, Kemas. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
al-Syaibany, Omar Mohammad al-Toumy. 2000. Falsafah Pendidikan Islam. terj. Hassan Langgulung,
Jakarta: Bulan Bintang.
Suhid, Asmawati. 2009. Pendidikan akhlak dan adab Islam: konsep dan amalan. Kuala Lumpur: Utusan
Publications & Distributors.
Wan Daud, Wan Mohammad Noor, 2003. Filsafat Islam dan Puncak Praktik Pendidikan Islam Syed M.
Naquib al-Attas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.