TEORI INVESTASI DAN PORTOFOLIO docx

REVIEW JURNAL
PENGARUH GENDER TERHADAP KEBIJAKAN
PEMBAGIAN DIVIDEND DI INDUSTRI NON KEUANGAN

Disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Teori Investasi dan Portofolio

Oleh:
Syaiful Anam

/ F0314101

Beltien Hanny Pramasterina / F0315022
Muhammad Andika A.

/ F0315051

Putri Anindya Listya Purwa / F0315071
Tata Budi Lestari

/ F0315092


JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Isu bahwa perempuan dalam jajaran dewan memperoleh perhatian lebih selama ±
sepuluh tahun dan setidaknya 12 negara secara teratur mengkaji keseimbangan gender
dari dewan puncak mereka. Terutama, tindakan yang berbeda telah dilakukan oleh
negara-negara untuk meningkatkan representasi perempuan di tingkat dewan dan
manajemen

puncak

dimana

beberapa


negara

memaksa

sebuah

bagian

atau

mempertimbangkan undang-undang untuk suatu bagian sementara negara-negara lain
menerapkan tindakan alternatif melalui pendekatan "patuh atau jelaskan" atau
pendekatan "jika tidak, mengapa tidak", (Davies, 2011). Dewan dengan keragaman
gender dianggap sebagai faktor kunci yang berkontribusi terhadap kualitas tata kelola
perusahaan dimana beberapa kode tata kelola perusahaan di negara maju menekankan
pentingnya keanekaragaman jenis kelamin untuk menghindari masalah yang timbul dari
individu yang sepemahaman, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dari dewan.
Terdapat studi yang memberikan bukti bahwa keragaman gender pada dewan direksi
dapat mengurangi masalah agensi dari arus kas bebas dengan memantau dan
menyelesaikan konflik manajer – pemegang saham dengan cara yang efektif. Temuan

tersebut menunjukkan bahwa persebaran keragaman anggota dewan menghasilkan
keuntungan bagi pemegang saham melalui pengaruhnya terhadap kebijakan dividen, dan
selanjutnya

memberi

kontribusi

pada

literatur

mengenai

faktor-faktor

yang

mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen.
Salah satu kebijakan perusahaan yang penting adalah kebijakan dividen. Dalam

Easterbrook (1984) disampaikan bahwa kebijakan dividen merupakan salah satu cara
yang

digunakan perusahaan untuk meminimalisir agensi konflik. Jensen (1986)

menyampaikan bahwa dividen merupakan salah satu alternatif untuk meminimalkan
tingkat agency cost dalam sebuah perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Byoun,
Chang, dan Kim (2011) yang menyampaikan bahwa pembayaran dividen dapat
mengurangi biaya agensi. Ross (1977) dan Bhattacharya (1979) juga menyampaikan
bahwa perusahaan dengan tingkat asimetri informasi yang tinggi akan membayar dividen
lebih tinggi.
Dengan menghubungkan bukti yang muncul mengenai fokus yang lebih besar dari
direktur perempuan dalam memantau peran corporate governance dividend, peneliti
membuat hipotesis ceteris paribus bahwa perusahaan dengan (lebih banyak) direktur

wanita memiliki pembayaran dividen yang lebih besar dan pembayaran dividen yang
tinggi tersebut digunakan sebagai alat pemantau.

B. Tujuan penelitian
Menguji pengaruh keberagaman gender dalam posisi puncak perusahaan terhadap

kebijakan dividen pada perusahaan non-keuangan.
C. Teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya
1. Agency Theory
Teori

keagenan

yang

dikemukakan

oleh

Jensen

dan

Meckling (1976)

menyatakan bahwa kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham

seringkali bertentangan, sehingga dapat menimbulkan konflik diantara keduanya.
Hal ini disebabkan salah satunya karena manajemen
kepentingan

pribadi

lebih

mengutamakan

daripada kepentingan pemegang saham. Teori yang

dikemukakan Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa yang disebut dengan
principal adalah pemegang saham dan yang dimaksud dengan agen adalah
manajemen perusahaan, yang diberikan kepercayaaan oleh principal untuk
mengelola perusahaan.
Dalam menjalankan sebuah perusahaan, pemilik melimpahkan pengelolaan kepada
pihak manajemen yang menyebabkan hubungan keagenan. Pemisahan kontrol dan
kepemilikan antara agen dan principal dapat menimbulkan konflik yang menjadi
penyebab asimetri informasi. Hal ini disebabkan agen memiliki lebih banyak

informasi mengenai perusahaan dibandingkan dengan principal sebagai pemegang
saham.
Adanya konflik keagenan yang terjadi menimbulkan agency cost (biaya agensi) yang
berfungsi untuk mengendalikan konflik keagenan. Dalam Easterbrook (1984)
disampaikan bahwa kebijakan dividen merupakan salah satu cara yang

digunakan

perusahaan untuk meminimalisir agensi konflik. Jensen (1986) juga menyampaikan
bahwa dividen merupakan salah satu alternatif untuk meminimalkan tingkat agency
cost dalam sebuah perusahaan.
2. Kebijakan Dividen
Menurut Husnan (2006) dividen merupakan laba perusahaan yang menjadi hak para
pemegang saham. Dividen dibagikan kepada pemegang saham

sebagai

keuntungan

dari


laba

perusahaan

dan

ditentukan berdasarkan kebijakan

pimpinan perusahaan. Menurut Sartono (2001) yang dimaksud dengan kebijakan
dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan
kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba
ditahan guna pembiayaan investasi masa datang. Apabila perusahaan memilih
untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan
dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern. Sebaliknya jika perusahaan
memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana
intern akan semakin besar. Menurut Brigham dan Houston (2006) kebijakan dividen
yang optimal adalah kebijakan yang dapat menciptakan keseimbangan antara saat ini
dengan pertumbuhan pada masa mendatang yang memaksimumkan harga saham
perusahaan.

3. Dewan Direksi
Dewan direksi merupakan organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung
jawab mengelola perusahaan. Direksi memiliki kekuasaan untuk membuat, atau
setidaknya meratifikasi, semua keputusan-keputusan penting kebijakan investasi,
kompensasi,

sesuai

dengan

pembagian

tugas

masing-masing.

Namun

pelaksanaannya tetap menjadi tanggung jawab bersama. Direktur utama memiliki
kedudukan yang sama dengan semua anggota direksi, hanya saja direktur utama

bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan direksi.
4. Keberagaman Gender
Keberagamaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana peran dan
keberadaan perempuan pada posisi dewan direksi yang diukur dengan beberapa
proksi mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Singh dan Vinnicombe (2004)
menyampaikan bahwa keberagaman gender merupakan bagian dari tata kelola
perusahaan yang baik, yang akan meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka
panjang. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Adam dan Ferreira (2009) juga
menjelaskan bahwa kehadiran perempuan dapat meningkatkan fungsi dan efisiensi
serta kinerja perusahaan.
Beberapa penelitian diatas sejalan dengan hasil penelitian kelompok peneliti tingkah
laku yang menyampaikan bahwa perusahaan dengan variasi gender dalam

posisi

manajemen perusahaan, ketika dikelola dengan baik akan menghasilkan keputusan
lebih inovatif daripada grup yang homogen dan mampu meningkatkan kinerja
perusahaan (Catalyst, 2011). Hal tersebut menyiratkan bahwa perusahaan yang

menggabungkan keberagaman gender dapat meningkatkan nilai dan sudut pandang

baru sehingga dapat memberikan dampak yang lebih baik bagi perusahaan.
D. METODE
1. Subjek Penelitian

: Perusahaan non keuangan

2. Teknik Pengumpulan data :
Jurnal 1:Data sekunder diperoleh dari Data tingkat direktur di RiskMetrics, yang
menyediakan profil direktur untuk perusahaan S & P 1500 termasuk nama direktur,
umur, judul, jenis kelamin, tahun ketika direktur mulai melayani, dan keanggotaan
komite. Periode studi yang digunakan adalah tahun 1997-2011. Data tentang dividen dan
karakteristik perusahaan lainnya diperoleh dari Compustat. Data tentang karakteristik
CEO bersumber dari ExecuComp. Perusahaan keuangan (kode SIC 6000-6999)
dikecualikan. Sampel akhir terdiri dari 1691 perusahaan atau 12.050 observasi tahun
perusahaan untuk periode 1997-2011.
Jurnal 2: Sampel diambil dari populasi perusahaan non-keuangan Spanyol yang
terdaftar di Bursa Efek Spanyol selama tahun 2004-2012. Perusahaan keuangan
dikecualikan, karena perusahaan-perusahaan ini mematuhi praktik akuntansi khusus dan
karena perusahaan publik terdaftar secara khusus oleh otoritas keuangan yang membatasi
peran BD mereka. Data Spanyol diperoleh dari database Sistema de Ana' lisis de
Balances Ibe'ricos, dari halaman web perusahaan, dan dari laporan tahunan tata kelola
perusahaan, semua perusahaan yang terdaftar harus diungkap sejak tahun 2003.
Jurnal 3: Sampel penelitian terdiri dari semua perusahaan non-keuangan (yaitu
industri dan jasa) yang terdaftar di Bursa Efek Yordania (ASE) selama periode tersebut
(2009 - 2015). Konsisten dengan (Fama & French, 2002; Van pelt, 2013), perusahaan
keuangan dikeluarkan dari sampel penelitian karena peraturan akuntansi dan pelaporan
mereka berbeda. Alasan di balik mulai masa studi dari tahun 2009 adalah bahwa kode
tata kelola perusahaan untuk perusahaan pemilikan saham yang tercatat di ASE
diterbitkan oleh JSC pada tahun 2009. Untuk memasukkan perusahaan ke dalam sampel
penelitian, diperlukan data untuk menghitung semua variabel penelitian yang tersedia
untuk masa studi. Sampel dari 110 perusahaan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan
dengan 770 pengamatan tahun perusahaan. Untuk menghindari dampak nilai ekstrim,
nilai pada persentil ke-99 dan yang di persentil pertama untuk masing-masing variabel
penelitian dianggap sebagai nilai yang hilang.
3. Analisis data

: Analisis regresi, Robusrbess Test, Deskriptif statistics.

HASIL PEMBAHASAN
Keberadaan dewan direksi perempuan lebih memiliki pengaruh terhadap kebijakan
dividen yang lebih baik jika dibandingkan dengan komposisi dewan dengan laki- laki
semua. Proporsi perempuan dalam dewan direksi yang diukur menggunakan variabel
dummy, menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap kebijakan dividen, begitu juga
dengan direktur utama perempuan, direktur independen perempuan, yang menunjukkan
dampak positif terhadap kebijakan dividen. Lebih jauh lagi, ternyata
direktur perempuan menjabat, hal itu

semakin

lama

dapat meningkatkan pembagian dividen.

Pengujian Robustness
Dalam penelitian ini, selain diproksikan melalui dividend payout ratio, pengujian pengaruh
antara gender dengan kebijakan dividen juga diproksikan ke dalam dividend yield sebagai
proksi variabel dependen. Berdasarkan pengujian Robustness menunjukkan hasil yang sama
untuk variabel independen berupa proksi untuk gender dewan direksi, jika dibandingkan
dengan pengujian utama yang menggunakan dividend payout ratio.
Jurnal Kedua memberikan informasi koefisien korelasi antara variabel penelitian.
Terdapat koefisien korelasi positif yang signifikan antara kualitas tata kelola perusahaan,
proxy keragaman gender dan ukuran kebijakan dividen perusahaan, sebuah indikasi bahwa
tata kelola perusahaan yang kuat dan dewan beragam mendorong perusahaan tidak hanya
untuk membayar dividen tetapi juga untuk membayar jumlah yang lebih tinggi dividen.
Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa ada koefisien korelasi positif yang signifikan
antara kehadiran wanita di dewan direksi dan ROA yang menunjukkan bahwa perusahaan
dengan dewan beragam lebih menguntungkan daripada perusahaan dengan dewan yang
homogen. Selanjutnya, koefisien korelasi positif yang signifikan antara kehadiran perempuan
pada dewan direksi dan kualitas tata kelola perusahaan menyiratkan bahwa kehadiran
perempuan di dewan direksi dianggap sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kualitas
tata kelola perusahaan yang baik yang mendukung argumen (Van Uytbergen & Schoubben,
2015; Byoun et al. , 2016).
Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa ada koefisien korelasi negatif yang signifikan
antara persentase wanita dalam dewan dan leverage keuangan merupakan indikasi bahwa
wanita lebih konservatif daripada pria yang didukung dengan teori (Croson & Gneezy, 2009;
Faccio et al., 2012; Huang & Kisgen, 2013; Van pelt 2013; Van Uytbergen & Schoubben,

2015) yang berpendapat bahwa perempuan berisiko menghindari risiko dalam keputusan
finansial mereka.
Hasil uji Regresi
Dalam semua spesifikasi, koefisien Fraksi direksi wanita positif dan signifikan secara statistik
pada tingkat 5% atau lebih. Dalam hal signifikansi ekonomi, koefisien regresi menunjukkan
bahwa kenaikan 10 persen poin dalam fraksi direktur wanita diasosiasikan dengan kenaikan
1,67 persentase poin dalam pembayaran dividen perusahaan. Yang penting seperti yang
ditunjukkan oleh regresi, pengaruh direktur perempuan atas pembayaran dividen terutama
didorong oleh direktur independen perempuan, yang berlawanan dengan insider directors,
dan direktur independen perempuan memiliki dampak yang lebih besar terhadap pembayaran
dividen daripada direktur independen laki-laki. Seperti yang dinyatakan di atas, regresi
menggunakan ukuran bobot kepemilikan, yang memungkinkan kemungkinan direksi dengan
masa kerja lebih lama (apakah laki-laki atau perempuan) memiliki dampak yang lebih besar
pada kebijakan dividen daripada direktur dengan masa jabatan lebih pendek (Schwartz-Ziv
and Weisbach, 2013) . Bisa juga jika direktur laki-laki bertenor panjang menunjuk direktur
wanita, yang kemungkinan akan mengurangi dampak pembayaran dividen terakhir. Namun
demikian, ukuran bobot tertimbang mengonfirmasikan hasil sebelumnya: sebagian besar
direktur wanita menghasilkan pembayaran dividen yang lebih tinggi dan efek positif ini
disebabkan oleh direktur independen perempuan daripada direksi insider wanita.
Jurnal ketiga dengan keseluruhan sampel dan bila hanya mempertimbangkan
perusahaan yang menunjukkan keuntungan, menunjukkan bahwa proporsi direktur wanita di
BD secara positif mempengaruhi kebijakan dividen, karena proporsi direktur wanita
meningkatkan probabilitas mempengaruhi keputusan pembayaran dividen dan pembayaran
dividen per saham di tahun buku. Hasil ini didukung oleh Ye et al. (2010), yang menunjukkan
bahwa
direksi

peningkatan
perempuan

di

BDs

meningkatkan

proporsi
pembayaran

dividen.

Proporsi direksi wanita independen pada BD tidak berdampak pada kebijakan dividen ketika
seluruh sampel dianalisis, namun jika kita menghapus dari sampel perusahaan dengan
kerugian, maka direktur wanita independen di BD berdampak positif pada keputusan untuk
membayar dividen dan rasio antara dividen tunai pada saham biasa dan nilai pasar saham
biasa perusahaan.

Proporsi direksi wanita institusional pada BD berdampak negatif terhadap kebijakan dividen,
baik untuk keseluruhan sampel dan hanya perusahaan dengan keuntungan, karena ada
hubungan negatif antara direktur wanita institusional dan keputusan untuk membayar
dividen, serta rasio antara dividen tunai dan kapitalisasi dan pembayaran dividen per saham
pada

tahun

buku.

Peran penting direksi institusional tentang BD dan kurangnya dan efek positif dari direksi
independen didukung oleh temuan ini, tergantung pada kinerja perusahaan yang lebih baik
atau lebih buruk. Kurangnya pengaruh direktur wanita independen pada BD sejalan dengan
bukti yang disarankan dalam literatur mengenai peran direksi independen di negara-negara
Eropa

(Garcı'a-Osma

dan

Gill

de

Albornoz,

2007;

Garcı'a-Meca

dan

Sa'nchez-Ballesta, 2009; Lorca dkk., 2011), yang mungkin karena direktur wanita
institusional menjalankan peran direktur wanita independen (efek pengganti di antara
mereka) atau, seperti Abdelsalam dkk. (2008) dan Mansourinia dkk (2013) melaporkan,
karena direktur wanita independen di BD tidak dapat mempengaruhi keputusan kebijakan
dividen direktur eksekutif dan manajer. Di sisi lain, dampak positif direksi wanita independen
terhadap kebijakan dividen ketika perusahaan menunjukkan keuntungan mungkin karena
mereka dapat membatasi oportunisme manajer mengenai kebijakan dividen, yang seringkali
menguntungkan mereka dan pemangku kepentingan lainnya karena merugikan pemegang
saham, dan karena direktur wanita independen memiliki kontrol yang lebih komprehensif
terhadap

anggota

BD

(Erhardt

et

al.,

2003),

yang juga bisa mengurangi konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer (Jurkus
et

al.,

2011).

Proporsi direktur eksekutif perempuan di dewan direksi tidak berpengaruh terhadap
pembayaran dividen ketika menganalisis keseluruhan sampel. Temuan ini didukung oleh
Mansourinia dkk. (2013), menunjukkan bahwa direktur eksekutif perempuan Dewan
memiliki

keragaman

gender

dan

kebijakan

dividen

539

memiliki lebih banyak informasi spesifik perusahaan, dan bahwa alih-alih membayar dividen,
mereka lebih memilih untuk memiliki uang kontrolof yang lebih besar untuk diinvestasikan
dalam proyek perusahaan mereka, yang menghasilkan keuntungan lebih tinggi. Argumen ini
konsisten dengan Jensen (1986) dan Crifo and Forget (2013), yang berpendapat bahwa
manajer memiliki insentif untuk membuang sumber daya organisasi demi keuntungan mereka
sendiri ketika mereka memiliki arus kas ekstra, daripada menggunakan kelebihan arus kas ini
untuk

membayar

dividen

kepada

pemegang

saham.

Namun demikian, ketika perusahaan yang mengalami kerugian dikecualikan dari sampel,

direktur eksekutif perempuan berdampak negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan,
seperti yang dilaporkan oleh Van Pelt (2013), menunjukkan bahwa mereka diharapkan
membayar lebih sedikit dividen untuk mempertahankan lebih banyak pendapatan dan oleh
karena itu, biaya agensi akan dikurangi.

KESIMPULAN
Dari hasil review beberapa jurnal diatas kami menarik kesimpulan bahwa secara
keseluruan hasil penelitian menunjukkan keberagaman gender khususnya adanya peran
perempuan dan proporsinya sebagai direktur perempuan berpengaruh positif terhadap
kebijakan dividen diterima. Hipotesis ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh beberapa tokoh yang telah disebutkan diatas seperti, Martinez dan Oms (2015), dan
Byoun et. al (2011) yang menyatakan bahwa proporsi perempuan dalam dewan direksi
berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Selain itu juga mendukung penelitian
Sharma (2011) yang menyatakan bahwa dewan direksi independen dapat meningkatkan
pembayaran dividen karena mereka berfungsi untuk mengurangi konflik keagenan antara
pemegang saham dan manajemen. Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian
McGuinness et. al (2015), yang menyampaikan bahwa tenure perempuan dalam dewan
perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Walaupun ada satu jurnal yang
menunjukkan hubungan yang negatif antara peran perempuan dan kebijakan deviden yang
didukung oleh penelitian penelitian Franchis et al. (2014), Deshmukh et al.

(2010),

Banerjee et al. (2013), dan Pelt (2013) yang menyampaikan bahwa direktur utama
perempuan dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen karena hasil
menunjukkan bahwa direktur utama perempuan tidak berpengaruh terhadap kebijakan
dividen.
Analisis lebih lanjut tentang heterogenitas hubungan positif antara direktur wanita dan
pembayaran dividen menunjukkan bahwa pengaruhnya hanya signifikan pada perusahaan
dengan tata kelola yang lemah dan kebutuhan tata pemerintahan yang tinggi. Akhirnya, kami
menemukan bahwa perusahaan dengan direktur wanita lebih cenderung untuk memulai
dividen

serta

memulai

kembali

dividen

setelah

kelalaian.

walaupun dalam jurnal ketiga menyatakan bahwa proporsi direktur wanita di BD akan
mempengaruhi kebijakan dividen bila hanya mempertimbangkan perusahaan yang
menunjukkan keuntungan, tunjukkan bahwa proporsi direktur wanita di BD secara positif
mempengaruhi kebijakan dividen, karena proporsi direktur wanita meningkatkan probabilitas
mempengaruhi keputusan untuk membayar dividen dan pembayaran dividen per saham di
tahun buku. Namun proporsi direktur wanita independen pada BD tidak berdampak pada
kebijakan dividen ketika keseluruhan sampel dianalisis, namun jika kita menghapus dari
sampel perusahaan dengan kerugian, maka direksi wanita independen di BD berdampak

positif pada keputusan untuk membayar dividen dan pada rasio antara dividen tunai atas
saham biasa dan nilai pasar saham biasa perusahaan. Proporsi direksi wanita institusional
pada BD berdampak negatif terhadap kebijakan dividen, baik untuk keseluruhan sampel dan
hanya perusahaan dengan keuntungan, karena ada hubungan negatif antara direktur wanita
institusional dan keputusan untuk membayar dividen, serta rasio antara dividen tunai dan
kapitalisasi dan pembayaran dividen per saham pada tahun buku. Hasil ini menunjukkan
bahwa direktur wanita institusi di BDs lebih memilih untuk membayar dividen yang lebih
rendah, sehingga mempertahankan dan menginvestasikan lebih banyak pendapatan mereka.
Secara keseluruhan, ada bukti kuat dan konsisten di uji regresi, robusrbess, dan
deskriptif statistics bahwa pembayaran dividen meningkat dengan fraksi direktur wanita,
terlepas dari bagaimana pengukuran terakhir diukur. Hasil ini memberikan dukungan untuk
hipotesis bahwa direktur wanita lebih cenderung menggunakan pembayaran dividen tinggi
sebagai alat pemantauan daripada rekan laki-laki.
Keterbatasan:
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya menggunakan sumber informasi terkait perempuan dalam dewan
direksi.
2. Penelitian ini hanya terbatas pada perusahaan non-keuangan yang mengeluarkan
dividen.
Saran:
Untuk penelitian selanjutnya disarankan dapat melengkapi keterbatasan dari penelitian ini,
yaitu:
1. Menggunakan

sumber

data

lain

yang

lebih

update sehingga memberikan

informasi tentang perempuan dalam dewan direksi

kaitannya dengan kebijakan

deviden secara lebih valid.
2. Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan perusahaan keuangan
dan perusahaan yang tidak mengeluarkan dividen.

Referensi :
Al-Rahahleh, Ayat S., Corporate Governance Quality, Board Gender Diversity and Corporate
Dividend Policy: Evidence from Jordan, Australasian Accounting, Business and
Finance Journal, 11(2), 2017, 86-104.
Chen Jie , dkk (2016). The impact of board gender composition on dividend payouts.United
Kingdom. Elsevier.
Consuelo Pucheta, Marı´a, dkk (2015). board of directors and dividend policy: the effect of
gender diversity. Castellon. Oxford.