PENGARUH PERILAKU ETIS TEKANAN KETAATAN

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

PENGARUH PERILAKU ETIS, TEKANAN KETAATAN DAN
PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ETIS AUDITOR
(STUDI EMPIRIS PADA AUDITOR BPKP NAD)
Nadirsyah
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Rizkqi Malahayati
Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
ABSRACT
This research has a goal to analize an influence between ethical behavior,
obedience pressure and auditor’s experience toward auditor’s ethical decision
making in BPKP NAD. This is a census research which has population all
auditors who work in BPKP NAD amount 85 auditors. Data and information
which needed in this research is primary data that obtained through questionaire
for all auditor and analysed with multiple linier regression model.
This research result shows that ethical behavior has an influence toward
auditor’s ethical decision making. Obedience pressure has an influence toward
auditor’s ethical decision making. Auditor’s experience has an influence toward
auditor’s ethical decision making. Simultaneously, ethical behavior, obedience

pressure and auditor’s experience have an influence toward auditor’s ethical
decision making.
Key Word: Auditor’s Ethical Decision Making, Ethical Behavior, Obedience
Pressure and Auditor’s Experience.
ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku etis, tekanan ketaatan dan
pengalaman auditor terhadap pengambilan keputusan etis pada auditor Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nangroe Aceh Darussalam. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode sensus dengan mengambil seluruh populasi yaitu sebanyak
85 auditor yang bekerja di BPKP. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan
dianalisis dengan model regresi liner berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman
auditor berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor baik secara parsial
maupun secara bersama-sama pada auditor BPKP Nangroe Aceh Darussalam.
Kata kunci: perilaku etis, tekanan ketaatan, pengalaman dan pengambilan keputusan etis

1

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007


1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peran auditor pemerintah kini semakin
penting, terutama dalam rangka
peningkatan
akuntabilitas
dan
transparansi
dalam
pengelolaan
keuangan dan kegiatan operasional
negara dan daerah. Kepala negara,
menteri dan kepala daerah sangat
memerlukan jasa auditor untuk
meyakini bahwa urusan pemerintahan
yang diselenggarakan oleh institusi
yang dibawahinya telah bekerja sesuai
dengan rencana dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

(STAN, 2007:3). Para auditor tersebut
harus mampu memberikan laporan
hasil audit mereka yang terbaik, dalam
hal ini dapat dimanfaatkan oleh
seluruh pengguna atas laporan
tersebut.
Auditor haruslah orang yang
qualified untuk memahami standar
yang berlaku dan cukup kompeten
untuk memahami jenis dan kekeliruan
dari bukti yang dikumpulkan agar
dapat diambil suatu kesimpulan yang
memadai setelah bukti itu diuji.
Seorang
auditor
juga
harus
berpengetahuan cukup agar dapat
memahami
kriteria-kriteria

yang
digunakan dan cukup mampu atau
kompeten untuk mengetahui dengan
pasti jenis dan jumlah fakta yang
dibutuhkan,
agar
pada
akhir
pemeriksaan dia dapat menarik
kesimpulan yang tepat.
Pada tahun 2008 terjadi suatu
kasus
yang
menimpa
Badan
Pengawasan
Keuangan
dan
Pembangunan
(BPKP).

BPKP
dianggap tidak memberikan opini yang
tepat (adanya beda persepsi antara
BPKP dan Kejaksaan). Dimana di
pihak Kejaksaan, BPKP dikatakan
telah membuat keputusan yang salah.

Kasus ini berawal dari pengadaan
obat-obatan oleh Dinas Kesehatan.
Seharusnya dana yang ada dibagikan
kepada puskesmas-puskesmas tetapi
Kepala
Dinas
tidak
langsung
membagikannya melainkan membeli
terlebih dahulu obat-obatan tersebut
baru
kemudian
membagikannya.

Ketika BPKP mengauditnya, tidak
ditemukan
hal-hal
yang
dapat
menyebabkan kerugian bagi negara
dari kegiatan pengadaan obat-obatan
tersebut. Sedangkan pihak Kejaksaan
menganggap BPKP telah salah dalam
mengambil keputusan pemeriksaan
yang mengakibatkan kerugian bagi
negara (BPKP, 2009).
Pengambilan keputusan etis
auditor dapat didefinisikan sebagai
suatu keputusan yang diambil oleh
auditor, baik secara legal maupun
moral dapat diterima oleh masyarakat
luas (Jones, 1991). Pengambilan
keputusan etis bagi auditor diperlukan
dalam rangka meraih kepercayaan

masyarakat terhadap kualitas bidang
jabatan tersebut tanpa melihat kepada
individu
pelaksananya.
Seorang
auditor dalam membuat keputusan etis
pasti menggunakan lebih dari satu
pertimbangan rasional yang didasarkan
atas nilai-nilai etika yang dipahaminya
dan membuat suatu keputusan yang
adil dan tindakan yang diambil itu
dapat mencerminkan kebenaran atau
keadaan
yang
sebenarnya.
Pengambilan keputusan pemeriksaan
hasil audit mengharuskan auditor
memberikan
keyakinan
yang

memadai. Oleh karena itu, auditor
mempunyai tanggung jawab untuk
memberikan pendapat dalam suatu
pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan etis
dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya perilaku etis,

2

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

tekanan ketaatan dan pengalaman
auditor. Perilaku etis merupakan
perilaku yang sesuai dengan norma–
norma sosial yang diterima secara
umum sehubungan dengan tindakantindakan yang bermanfaat dan yang
membahayakan (Griffin dan Ebert,
1998 dalam Zulfahmi, 2005). Agoes
(1996:173) mengungkapkan bahwa

setiap profesi yang memberikan
pelayanan jasa pada masyarakat harus
memiliki kode etik yang merupakan
seperangkat prinsip-prinsip moral dan
mengatur tentang perilaku profesional.
Dalam
melakukan
pemeriksaan
laporan keuangan, akuntan harus dapat
mempertahankan etika profesinya
karena pelanggaran etika profesi akan
berdampak pada kualitas audit. Hasil
atau kualitas audit yang diberikan oleh
akuntan terhadap pemeriksaan laporan
keuangan klien sangat mempengaruhi
kepercayaan masyarakat di mana
kualitas audit tersebut ditentukan oleh
beberapa hal seperti profesionalisme,
kompetensi,
independensi,

pengalaman dan lain-lain.
Kepercayaan pemerintah dan
masyarakat terhadap dunia usaha atas
jasa yang diberikan para pelaksana
bisnis, khususnya auditor menuntut
adanya pemahaman atas etika profesi
yang bersangkutan. Maka penting
sekali adanya kepercayaan masyarakat
terhadap auditor (Nuryatno dan Dewi,
2001). Perlu dikemukakan bahwa
kepercayaan kepada auditor bertumpu
pada cara kerja auditor dan tidak
hanya pada keahliannya saja tetapi
juga didasarkan atas pemahaman etika
yang dimilikinya. Globalisasi yang
membawa liberalisasi di segala bidang,
termasuk
liberalisasi
ekonomi
hendaknya semakin memacu kalangan

bisnis dan pemerintah untuk responsif
terhadap kebutuhan masyarakat. Pada

era global ini etika bisnis muncul
sebagai faktor yang menarik untuk
diperhatikan, untuk itu diperlukan
upaya penegakan etika oleh banyak
kalangan bisnis dan pemerintah.
Terjadinya kasus kegagalan
audit
seringkali
menimbulkan
skeptisisme masyarakat mengenai
ketidakmampuan profesi akuntansi
dalam menjaga independensinya.
Sorotan tajam diarahkan pada perilaku
auditor dalam berhadapan dengan
klien yang dipersepsikan gagal
menjalankan perannya sebagai auditor
independen. Auditor dipandang justru
bertindak melayani atau bersikap
advokasi bagi kepentingan klien
(Schuetze, 1994 dalam Koroy, 2007).
Dengan kata lain keputusan auditor
dapat dipengaruhi oleh tekanan
ketaatan. Tekanan ketaatan merupakan
tekanan yang diterima oleh auditor
dalam menghadapi atasan dan klien
untuk
melakukan
tindakan
menyimpang dari standar etika
(Jamilah et al., 2007). Dalam kasus di
Indonesia, kegagalan audit ini sering
dihubungkan sebagai salah satu
penyebab krisis ekonomi yang dimulai
di tahun 1997 (ADB, 2003 dalam
Koroy, 2007).
Berkaitan dengan tugas-tugas
pemeriksaan maka ditetapkanlah suatu
standar yang merupakan petunjuk
untuk membantu auditor agar dapat
memenuhi
tanggung
jawab
profesionalismenya dalam mengaudit
laporan keuangan termasuk di dalam
syarat tersebut adalah kompetensi,
independensi, identifikasi kekeliruan
dan
ketidakberesan,
tata
cara
pelaporan
dan
bukti-bukti.
Pengalaman
dalam
melakukan
pemeriksaan, sekarang ini telah
dipandang sebagai suatu faktor penting
dalam memprediksi kinerja akuntan,

3

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

sehingga
pengalaman
dalam
melakukan audit dimasukkan sebagai
persyaratan dalam memperoleh izin
akuntan publik (SK Menkeu No.
43/KMK/017/1997). Dengan demikian
auditor yang berpengalaman dan
profesional dianggap sebagai auditor
handal. Menurut Libby dan Frederick
(1990), akuntan pemeriksa yang
berpengalaman
memperlihatkan
pengetahuan yang lengkap mengenai
pengambilan keputusan pemeriksaan
dalam
laporan
keuangan
dan
menghasilkan jumlah yang lebih
banyak mengenai hipotesa penjelasan
yang diteliti.
Pengambilan keputusan oleh
auditor dalam memberikan penilaian
terhadap segala sesuatu yang berkaitan
dengan masalah keuangan, terkait erat
dengan pemahaman auditor tentang
nilai-nilai etika. Secara teoritis, baik
buruknya pemahaman auditor tentang
nilai-nilai etika berhubungan dengan
keputusan etis yang diambil oleh
auditor. Seperti ditemukan oleh
Nuryatno dan Dewi (2001) dalam
penelitiannya yang membuktikan
bahwa auditor pada umumnya kurang
memahami nilai-nilai etika yang
menjadi pedoman bagi para auditor
dalam melaksanakan pemeriksaan
pada
laporan
keuangan
dan
mempunyai
korelasi
antara
pemahaman nilai-nilai etika dengan
pengambilan
keputusan
auditor.
Penelitian lainnya yang mengangkat
masalah
pengambilan
keputusan
auditor juga dilakukan oleh Rahayu
dan Faisal (2005), Rusniar (2006),
Faisal (2007), dan Safrida (2008).
Penelitian yang dilakukan oleh
Rahayu dan Faisal menyatakan bahwa
auditor yang berada dalam obediance
pressure (tekanan ketaatan) akan
menyetujui saldo yang lebih tinggi

dibandingkan dengan auditor yang
berada dalam confirmity pressure
(tekanan kesesuaian). Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Rusniar
menyatakan
bahwa
tingkat
profesionalisme auditor berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan yang
dilakukannya.
Penelitian
yang
dilakukan oleh Faisal membuktikan
bahwa obediance dan confirmity
pressure
secara
signifikan
meningkatkan persetujuan auditor atas
saldo rekening yang salah saji secara
material. Penelitian yang dilakukan
oleh Safrida menyatakan bahwa nilainilai etika memiliki hubungan positif
dan signifikan dengan keputusan
auditor.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan maka masalah yang akan
diteliti dapat dirumuskan sebagai
berikut: (1) Apakah perilaku etis
berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan etis auditor pada auditor
BPKP NAD; (2) Apakah tekanan
ketaatan
berpengaruh
terhadap
pengambilan keputusan etis auditor
pada auditor BPKP NAD; (3) Apakah
pengalaman
auditor
berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan etis
auditor pada auditor BPKP NAD; (4)
Apakah perilaku etis, tekanan ketaatan
dan pengalaman auditor berpengaruh
secara
bersama-sama
terhadap
pengambilan keputusan etis auditor
pada auditor BPKP NAD.
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di
atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:
(1) Untuk mengetahui pengaruh
perilaku etis terhadap pengambilan
keputusan etis auditor pada auditor
BPKP NAD; (2) Untuk mengetahui

4

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

pengaruh tekanan ketaatan terhadap
pengambilan keputusan etis auditor
pada auditor BPKP NAD; (3) Untuk
mengetahui pengaruh pengalaman
auditor
terhadap
pengambilan
keputusan etis auditor pada auditor
BPKP NAD; (4) Untuk mengetahui
pengaruh perilaku etis, tekanan
ketaatan dan pengalaman auditor
secara
bersama-sama
terhadap
pengambilan keputusan etis auditor
pada auditor BPKP NAD.

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Pengambilan Keputusan Etis
Auditor
Pengambilan keputusan etis menurut
Jones (1991) merupakan suatu
keputusan yang diambil oleh auditor,
baik secara legal maupun moral dapat
diterima oleh masyarakat luas. Jadi,
pengambilan
keputusan
etis
merupakan
suatu
proses
pengidentifikasian dan pemilihan
berbagai solusi di antara satu atau
beberapa alternatif dengan tujuan
mencapai sebuah hasil akhir yang
diinginkan dan sesuai dengan etika
serta asas perilaku yang disepakati
secara umum.
Setiap organisasi memiliki
kode etik atau peraturan perundangundangan yang menjadi acuan dalam
membuat keputusan yang layak
dipertanggungjawabkan
sebagai
keputusan
etis.
Pengambilan
keputusan ialah proses memilih suatu
alternatif cara bertindak dengan
metode yang efisien sesuai dengan
situasi (Nuryatno dan Dewi, 2001).
Dari definisi ini jelas terlihat bahwa
sebelum keputusan itu ditetapkan
diperlukan
pertimbangan
yang
menyeluruh tentang kemungkinan

konsekuensi yang timbul sebab
mungkin saja keputusan yang diambil
hanya memuaskan satu kelompok saja
atau sebagian orang saja. Tetapi jika
kita memperhatikan konsekuensi dari
suatu keputusan, hampir dapat
dikatakan bahwa tidak akan ada
satupun keputusan yang akan dapat
menyenangkan setiap orang.
Dalam melaksanakan auditnya,
auditor tidak boleh menganggap
manajemen adalah orang yang tidak
jujur namun juga tidak boleh
beranggapan bahwa manajemen adalah
orang
yang
tidak
diragukan
kejujurannya.
Auditor
sebaiknya
menyadari bahwa kondisi yang
diamati dan bukti yang diperoleh
selama melakukan audit, termasuk
informasi yang diperoleh dari audit
periode sebelumnya, perlu diawasi
secara objektif guna menentukan
apakah laporan keuangan bebas dari
salah
saji
material.
Tujuan
pemeriksaan umum terhadap laporan
keuangan oleh auditor adalah untuk
menyatakan pendapat/opini mengenai
kewajaran dalam penyajian posisi
keuangan,
hasil
operasi
dan
perubahan-perubahan dalam posisi
keuangan yang selaras dengan prinsipprinsip akuntansi yang secara umum
diterima.
Ford dan Richardson (1994)
menyatakan
bahwa
salah
satu
determinan
penting
perilaku
pengambilan keputusan etis adalah
faktor-faktor yang secara unik
berhubungan dengan individu pembuat
keputusan. Faktor-faktor individual
tersebut meliputi variabel-variabel
yang merupakan ciri pembawaan lahir
(seks,
umur,
kebangsaan,
dan
sebagainya) dan variabel yang
merupakan hasil dari proses sosialisasi
dan pengembangan manusia. Menurut

5

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

Jones (1991) ada tiga definisi dalam
memahami
model-model
dalam
pembuatan keputusan-keputusan etis
,yaitu:
a) Isu Moral (Moral Issue)
Isu moral itu timbul pada saat ada
tindakan seseorang yang mungkin
dapat
merugikan
atau
menguntungkan orang lain atau
dengan kata lain suatu tindakan
atau keputusan pasti memiliki
konsekuensi-konsekuensi terhadap
orang lain dan pasti melibatkan
suatu pilihan atau kemauan dari si
pembuat keputusan.
b) Agen Moral (Moral Agent)
Agen moral adalah orang yang
membuat
keputusan
moral
walaupun mungkin orang tersebut
tidak mengenali isu moral tersebut.
Pengertian agen moral ini sangat
penting karena elemen pokok dari
pengambilan keputusan moral
terlibat di sini yaitu mengenai isu
moral yang ada.
c) Keputusan Etis (Ethical Decision)
Keputusan etis sebagai keputusan
yang baik secara legal maupun
moral diterima dalam masyarakat
luas. Sebaliknya keputusan yang
tidak etis (unethical decision)
adalah keputusan yang baik secara
legal maupun moral tidak diterima
oleh masyarakat luas.

2.2 Perilaku Etis
Menurut Griffin dan Ebert (1998)
dalam Zulfahmi (2005), perilaku etis
didefinisikan sebagai perilaku yang
sesuai dengan norma-norma sosial
yang
diterima
secara
umum
sehubungan dengan tindakan-tindakan
yang
bermanfaat
dan
yang
membahayakan.
Jadi
perilaku
merupakan
perwujudan
atau

manifestasi
seseorang
dalam
penerapan norma-norma sosial yang
ada di tengah kehidupannya. Perilaku
etis dan independensi merupakan hal
yang vital dari seorang auditor dalam
fungsi audit. Etika mengarah pada
suatu sistem atau kode perilaku yang
didasarkan pada kewajiban-kewajiban
moral, di mana kewajiban tersebut
mengindikasikan
bagaimana
seharusnya kita berperilaku (Messier
dan Prawitt, 2001:47).
Boynton et al. (2002:98)
mengungkapkan
bahwa
etika
profesional (professional ethics) harus
lebih dari sekedar prinsip-prinsip
moral. Etika ini memiliki standarstandar
perilaku
bagi
seorang
profesional yang dirancang untuk
tujuan
praktis
dan
idealistik.
Sedangkan kode etik profesional dapat
dirancang sebagian untuk mendorong
perilaku yang ideal, sehingga harus
bersifat realistis dan dapat ditegakkan.
Menurut Dougall dalam Zulfahmi
(2005)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi perilaku seseorang
meliputi:
1. Faktor personal, yaitu faktor yang
berasal dari dalam individu.
2. Faktor situasional, yaitu faktor
yang berasal dari luar diri manusia
sehingga dapat mengakibatkan
seseorang cenderung berperilaku
sesuai
dengan
karakteristik
kelompok atau organisasi di mana
ia ikut di dalamnya.
3. Faktor stimulasi yang mendorong
dan
meneguhkan
perilaku
seseorang.
Prinsip-prinsip
yang
berhubungan dengan karakteristik dan
nilai-nilai yang sebagian besar
dihubungkan dengan perilaku etis
yang disusun oleh Josephson Institute

6

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

For The Advancement of Ethics (Arens
& Loebbecke, 2003:72), yaitu:
kejujuran, integritas, mematuhi janji,
loyalitas, keadilan, kepedulian kepada
orang lain, menghargai orang lain,
menjadi
warga
yang
bertanggungjawab, mencapai yang
terbaik, ketanggunggugatan.
Agar kode etik perilaku
tersebut dilaksanakan oleh para
auditor dalam rangka mengemban
tugas dan untuk menciptakan aparat
yang bersih dan berwibawa (Good
Governance) maka perlu diupayakan:
a) Pemantauan pelaksanaan kode etik
oleh masing-masing atasan dari
auditor secara berjenjang dan hasil
pemantauan dituangkan dalam
evaluasi kinerja auditor.
b) Mengenakan
sanksi
terhadap
pelanggaran kode etik sesuai
dengan PP 30/1980 atau peraturan
perundangan yang berlaku oleh
pejabat yang berwenang.
c) Dilakukan
kontrol
sosial/pemantauan
oleh
masyarakat/LSM

Menurut Mulyadi (2002:50),
dasar
pikiran
yang
melandasi
penyusunan etika profesional setiap
profesi adalah kebutuhan profesi
tersebut
tentang
kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa yang
diserahkan oleh profesi, terlepas dari
anggota profesi yang menyerahkan
jasa tersebut. Setiap profesi yang
menyediakan
jasanya
kepada
masyarakat memerlukan kepercayaan
dari masyarakat yang dilayaninya.
Masyarakat akan sangat menghargai
profesi yang menerapkan standar mutu
tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan
anggota profesinya, karena dengan
demikian masyarakat akan terjamin
untuk memperoleh jasa yang dapat

diandalkan
dari
profesi
yang
bersangkutan. Bagi jabatan akuntan
publik, diperlukan suatu keyakinan
dari klien/nasabah dan berbagai pihak
yang berkepentingan dengan laporan
keuangan terhadap kualitas pelayanan
audit dan jasa lainnya.
Menurut Maryani dan Ludigdo
(2001) dalam Zulfahmi (2005)
terdapat
beberapa
faktor
yang
dianggap dapat mempengaruhi sikap
dan perilaku etis akuntan. Faktorfaktor tersebut antara lain: faktor
religiusitas, faktor hukum, faktor
emotional quotient (eq), faktor
pendidikan, faktor organisasional.

2.3 Ketaatan Tekanan (Obedience
Pressure )
Keputusan auditor dapat dipengaruhi
oleh tekanan sosial. Tekanan sosial ini
sendiri terbagi atas dua tipe, yaitu
tekanan ketaatan (obedience pressure)
dan tekanan kesesuaian (conformity
pressure). Tekanan ketaatan adalah
tekanan yang diterima oleh auditor
dalam menghadapi atasan dan klien
untuk
melakukan
tindakan
menyimpang dari standar etika
(Jamilah et al., 2007). Tekanan
ketaatan muncul dari perintah yang
dibuat oleh individu yang berada pada
posisi
otoritas.
Teori
ketaatan
menyatakan bahwa individu yang
memiliki kekuasaan merupakan suatu
sumber yang dapat mempengaruhi
perilaku orang lain dengan perintah
yang diberikannya. Hal ini disebabkan
oleh keberadaan kekuasaan atau
otoritas yang merupakan bentuk dari
legitimate power . Paradigma ketaatan
pada kekuasaan ini dikembangkan
oleh Milgram (1963) dalam DeZoort
dan Lord (1994), dalam teorinya

7

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

dikatakan bahwa bawahan yang
mengalami tekanan ketaatan dari
atasan akan mengalami perubahan
psikologis dari seseorang yang
berperilaku
autonomis
menjadi
perilaku agen. Perubahan perilaku ini
terjadi karena bawahan tersebut
merasa menjadi agen dari sumber
kekuasaan, dan dirinya terlepas dari
tanggung jawab atas apa yang
dilakukannya.
Akuntan secara terus menerus
berhadapan dengan dilema etika yang
melibatkan pilihan antara nilai-nilai
yang bertentangan. Dilema etis dalam
setting auditing, misalnya, dapat
terjadi ketika auditor dan klien tidak
sepakat terhadap beberapa aspek
fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam
keadaan ini, klien bisa mempengaruhi
proses pemeriksaan yang dilakukan
oleh auditor. Klien bisa menekan
auditor untuk mengambil tindakan
yang melanggar standar pemeriksaan.
Karena secara umum dianggap bahwa
auditor termotivasi oleh etika profesi
dan standar pemeriksaan, maka auditor
akan berada dalam situasi konflik.
Memenuhi tuntutan klien, berarti
melanggar standar. Namun dengan
tidak memenuhi tuntutan klien, bisa
menghasilkan sangsi oleh klien berupa
kemungkinan penghentian penugasan.
Karena pertimbangan professional
berlandaskan pada nilai dan keyakinan
individu, kesadaran moral memainkan
peran penting dalam pengambilan
keputusan akhir. Trevino (1986)
menyatakan
bahwa
tahapan
pengembangan
kesadaran
moral
individual menentukan bagaimana
seorang individu berpikir tentang
dilema etis, proses memutuskan apa
yang benar dan apa yang salah. Namun
kesadaran atas benar dan salah saja
tidak cukup memprediksi perilaku

pengambilan
keputusan
etis.
Diperlukan variabel situasional dan
individual lain yang dapat berinteraksi
dengan komponen kognitif (kesadaran
moral) untuk menentukan bagaimana
individu akan berperilaku dalam
merespon dilema etis (Tsui dan Gul,
1996).
2.4 Pengalaman Auditor
Masalah penting faktor pengalaman
akuntan tentang audit berkaitan
dengan tingkat ketelitian akuntan,
bahwa
peningkatan
pengalaman
menghasilkan
struktur
daya
penggolongan yang lebih teliti dan
lebih rumit, dan pengalaman memiliki
dampak positif terhadap ketelitian.
Widagdo (2002) dalam Mariana
(2009) menyatakan bahwa auditor
yang berpengalaman akan memiliki
keuanggulan dalam hal mendeteksi
kesalahan, memahami kesalahan dan
mencari penyebab kesalahan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
pengalaman
yang
lebih
akan
menghasilkan pengetahuan yang lebih
pula. Seseorang yang melakukan
pekerjaan sesuai dengan pengetahuan
yang dimiliki akan memberikan hasil
yang lebih dari pada mereka yang
tidak mempunyai pengetahuan yang
cukup dalam tugasnya.
Libby dan Frederick (1990)
mengemukakan
bahwa
akuntan
pemeriksa
yang
berpengalaman
memperlihatkan pengetahuan yang
lengkap
mengenai
pengambilan
keputusan pemeriksaan dalam laporan
keuangan dan menghasilkan jumlah
yang lebih banyak mengenai hipotesa
penjelasan yang diteliti. Libby
berargumen
bahwa
akuntan
berpengalaman
memberikan
penjelasan yang masuk akal lebih
banyak, penjelasan yang kurang masuk

8

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

akal tentang pengambilan keputusan
pemeriksaan pada pos-pos keuangan
lebih
sedikit
dan
mampu
menggolongkan
pengambilan
keputusan pemeriksaan berdasarkan
tujuan audit dan struktur sistem
akuntansi yang melandasinya.
Menurut Tubbs (1992), secara
rinci menyebutkan bahwa yang
dikatakan auditor yang berpengalaman
adalah:
a. Auditor pemeriksa menjadi sadar
terhadap lebih banyak kekeliruan.
b. Auditor pemeriksa memiliki salah
pengertian yang lebih sedikit
tentang pengambilan keputusan
pemeriksaan.
c. Auditor pemeriksa menjadi sadar
mengenai pengambilan keputusan
pemeriksaan yang lebih tidak
lazim.
d. Hal-hal yang berkaitan dengan
penyebab
kekeliruan
seperti
departemen
tempat
terjadi
kekeliruan dan pelanggaran dan
tujuan pengendalian menjadi relatif
lebih menonjol.
Dari
penjelasan
tersebut
diketahui bahwa auditor pemeriksa
yang berpengalaman menyimpan lebih
banyak memori mengenai kesalahan
sehingga memori auditor memainkan
peran
penting
pada
kualitas
pertimbangan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pengalaman audit
akan meningkatkan kepekaan seorang
auditor pemeriksa pada detail-detail
kesalahan yang terjadi.
2.5 Hubungan
Perilaku
Etis
terhadap
Pengambilan
Keputusan Etis Auditor
Akuntan sering berhadapan dengan
keputusan yang hasilnya tidak cukup
oleh kode etik maupun oleh standar
akuntansi
berterima
umum.

Pertimbangan utama dalam keputusan
adalah etika, walaupun seringkali
melibatkan berbagai macam konflik
kepentingan. Etika menggambarkan
prinsip moral atau peraturan perilaku
atau kelompok individu yang mereka
akui. Etika berlaku ketika seseorang
harus mengambil keputusan dari
beberapa alternatif menyangkut prinsip
moral. Perilaku etis ditentukan oleh
masing-masing individu. Setiap orang
menggunakan alasan moral untuk
memutuskan apakah sesuatu etis atau
tidak. Etika adalah kode perilaku
moral yang mewajibkan kita untuk
tidak hanya mempertimbangkan diri
sendiri tetapi juga orang lain.
Penelitian sebelumnya yaitu
penelitian yang dilakukan oleh
Nuryatno
dan
Dewi
(2001)
menyatakan bahwa nilai kejujuran,
nilai keadilan, nilai kewajiban, nilai
moralitas, nilai mematuhi janji dan
nilai integritas mempunyai korelasi
yang positif dengan pengambilan
keputusan. Hasil penelitian tersebut
juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Safrida (2008) yang
menyatakan
pemahaman
nilai
kewajaran, nilai keadilan dan nilai
moral memiliki hubungan positif dan
signifikan dengan keputusan auditor.
Pengambilan keputusan oleh
auditor dalam memberikan penilaian
terhadap segala sesuatu yang berkaitan
dengan masalah keuangan, tentunya
terkait erat dengan pemahaman auditor
tentang nilai-nilai etika. Secara
teoritis, baik buruknya pemahaman
auditor tentang nilai-nilai etika
berhubungan dengan keputusan etis
yang diambil oleh auditor. Teori
Normatif digambarkan sebagai suatu
nilai pertimbangan dari apa yang
sebaiknya dan seharusnya terjadi,
bukan pada apa yang terjadi

9

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

(Dellaportas, 2005:29). Teori etik
normatif menyediakan suatu prinsip
bagaimana
seharusnya
kita
berkelakuan sesuai dengan norma
sosial dan kebiasaan. Mengerti akan
prinsip perilaku yang baik merupakan
suatu hal yang penting bila mana kita
membuat
keputusan
etis
dan
berkelakuan dengan tepat.
2.6 Hubungan Tekanan Ketaatan
terhadap
Pengambilan
Keputusan Etis Auditor
Tekanan ketaatan merupakan salah
satu tipe dari tekanan sosial, yang
dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh auditor. Tekanan
ketaatan muncul dari perintah yang
dibuat oleh individu yang berada pada
posisi otoritas. Bawahan
yang
mengalami tekanan ketaatan dari
atasan akan mengalami perubahan
psikologis dari seseorang yang
berperilaku
autonomis
menjadi
perilaku agen. Perubahan perilaku ini
terjadi karena bawahan tersebut
merasa menjadi agen dari sumber
kekuasaan, dan dirinya terlepas dari
tanggung jawab atas apa yang
dilakukannya.
Akuntan secara terus menerus
berhadapan dengan dilema etika yang
melibatkan pilihan antara nilai-nilai
yang bertentangan. Dalam keadaan ini,
klien bisa mempengaruhi proses
pemeriksaan yang dilakukan oleh
auditor. Klien bisa menekan auditor
untuk mengambil tindakan yang
melanggar
standar
pemeriksaan.
Auditor secara umum dianggap
termotivasi oleh etika profesi dan
standar pemeriksaan, maka auditor
akan berada dalam situasi konflik.
Memenuhi tuntutan klien berarti
melanggar standar. Namun dengan
tidak memenuhi tuntutan klien, bisa

mendapatkan sanksi oleh klien berupa
kemungkinan penghentian penugasan.
Karena pertimbangan profesional
berdasarkan pada nilai dan keyakinan
individu, kesadaran moral memainkan
peran penting dalam pengambilan
keputusan akhir.
Penelitian
sebelumnya
menunjukkan bukti bahwa auditor
yang mendapatkan perintah tidak tepat
baik itu dari atasan maupun dari klien
cenderung
akan
berperilaku
menyimpang dari standar profesional
(Hartanto, 1999 dalam Taftazani,
2008).
Penelitian
lain
yang
mendukung adalah penelitian yang
dilakukan oleh Rahayu dan Faisal
(2005) yang menyatakan bahwa
auditor yang berada dalam obediance
pressure akan menyetujui saldo yang
lebih tinggi dibandingkan dengan
auditor yang berada dalam confirmity
pressure. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh DeZoort dan Lord
(1994) mengindikasikan bahwa auditor
rentan akan obediance pressure.
Auditor
yang
menerima
intruksi/perintah yang tidak tepat dari
atasan
atau teman sekerja secara
signifikan lebih mungkin untuk
melanggar norma atau standar
dibandingkan auditor yang tidak
berada di bawah tekanan.
2.7 Hubungan Pengalaman Auditor
terhadap
Pengambilan
Keputusan Etis Auditor
Pengalaman merupakan salah satu
variabel yang banyak digunakan dalam
berbagai
penelitian.
Penggunaan
pengalaman didasarkan pada asumsi
bahwa tugas yang dilakukan secara
berulang-ulang memberikan peluang
untuk belajar melakukannya dengan
yang terbaik. Auditor harus memiliki
latar belakang pendidikan formal

10

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

dalam bidang auditing dan akuntansi,
pengalaman kerja yang cukup dalam
bidang
pekerjaan
yang
akan
ditekuninya dan selalu mengikuti
pendidikan-pendidikan lanjutan.
Masalah
penting
faktor
pengalaman akuntan tentang audit
berkaitan dengan tingkat ketelitian
akuntan,
bahwa
peningkatan
pengalaman menghasilkan struktur
daya penggolongan yang lebih teliti
dan lebih rumit, dan pengalaman
memiliki dampak positif terhadap
ketelitian. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pengalaman yang
lebih akan menghasilkan pengetahuan
yang lebih pula. Koledner dalam
Taftazani (2008) dalam penelitiannya
menunjukkan bagaimana pengalaman
dapat digunakan untuk meningkatkan
kinerja
pengambilan
keputusan.
Widagdo (2002) dalam Mariana
(2009) menyatakan bahwa auditor
yang berpengalaman akan memiliki
keunggulan dalam hal mendeteksi
kesalahan, memahami kesalahan dan
mencari
penyebab
kesalahan.
Pengalaman
akan
menghasilkan
pengetahuan dan pengetahuan tersebut
tersimpan di memori auditor, sehingga
memori auditor memainkan peran
penting pada kualitas pertimbangan.
Sedangkan Libby dan Frederick
(1990) berpendapat bahwa akuntan
pemeriksa
yang
berpengalaman
memperlihatkan pengetahuan yang
lengkap
mengenai
pengambilan
keputusan pemeriksaan dalam laporan
keuangan dan menghasilkan jumlah
yang lebih banyak mengenai hipotesa
penjelasan yang diteliti.
Berdasarkan uraian teoritis di
atas, maka dapat digambarkan model
paradigma penelitian seperti yang
terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Perilaku Etis (X1)

Tekanan Ketaatan (X2)

Pengambilan Keputusan
Etis Auditor (Y)

Pengalaman Auditor (X3)

Gambar 2.1 Bagan
Pemikiran Penelitian

Rerangka

2.8 Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan di atas maka hipotesis
dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H1 : Perilaku
etis
berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan
etis auditor pada auditor BPKP
NAD.
H2 : Tekanan ketaatan berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan
etis auditor pada auditor BPKP
NAD.
H3 : Pengalaman auditor berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan
etis auditor pada auditor BPKP
NAD.
H4 : Perilaku etis, tekanan ketaatan
dan
pengalaman
auditor
berpengaruh secara bersamasama terhadap pengambilan
keputusan etis auditor pada
auditor BPKP NAD.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh karyawan yang bekerja
sebagai
auditor
pada
Kantor
Perwakilan
Badan
Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) yang berjumlah 85 orang. Oleh
karena subjek penelitian meliputi
semua yang terdapat di dalam populasi
maka metode penelitian menggunakan
metode sensus.

11

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

3.2 Data dan Teknik Pengumpulan
Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan
melalui penelitian lapangan (field
research). Teknik pengumpulan data
dilakukan
dengan
menggunakan
kuesioner dengan cara menyampaikan
langsung kepada responden, yaitu
auditor yang bekerja pada BPKP
NAD. Kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan
kuesioner yang pernah digunakan
dalam penelitian sebelumnya dan telah
dimodifikasi serta disesuaikan dengan
kondisi subjek penelitian. Kuesioner
tersebut berisikan pertanyaan untuk
mendapatkan
informasi
tentang
perilaku etis, tekanan ketaatan dan
pengalaman auditor serta pengambilan
keputusan etis auditor.

2.

3.

3.3 Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan satu
variablel dependen yaitu Pengambilan
Keputusan Etis Auditor (Y) dan tiga
variabel independen yaitu Perilaku
Etis (X1), Tekanan Ketaatan (X2) dan
Pengalaman Auditor (X3). Berikut ini
penjelasan
definisi
operasional
masing-masing variabel.
1.

Pengambilan Keputusan Etis
(Y) merupakan suatu keputusan
yang diambil oleh auditor, baik
secara legal maupun moral dapat
diterima oleh masyarakat luas.
Indikator yang digunakan adalah
tanggapan atas tindakan dan
setuju atau tidak terhadap adanya
masalah etika. Variabel ini
menggunakan instrumen yang
digunakan oleh Budi et al.
(2005). Pengambilan keputusan
diukur dengan Skala Likert lima
point yaitu: (1) Sangat Tidak
Setuju, (2) Tidak Setuju, (3)

4.

Netral, (4) Setuju, dan (5) Sangat
Setuju.
Perilaku Etis (X1) adalah
perilaku yang sesuai dengan
norma-norma
sosial
yang
diterima
secara
umum
sehubungan dengan tindakantindakan yang bermanfaat dan
yang membahayakan. Variabel
ini menggunakan instrumen yang
digunakan oleh Sari (2005).
Indikator yang digunakan adalah
penilaian
terhadap
perilaku
profesional. Perilaku etis diukur
dengan Skala Likert lima point
yaitu: (1) Sangat Tidak Setuju,
(2) Tidak Setuju, (3) Netral, (4)
Setuju, dan (5) Sangat Setuju.
Tekanan Ketaatan (X2) adalah
tekanan yang diterima oleh
auditor dalam menghadapi atasan
dan klien untuk melakukan
tindakan
menyimpang
dari
standar etika. Variabel ini
menggunakan instrumen yang
digunakan oleh Jamilah et al.
(2007). Indikator yang digunakan
adalah etika profesi dan standar
pemeriksaan. Tekanan ketaatan
diukur dengan Skala Likert lima
point yaitu: (1) Sangat Tidak
Setuju, (2) Tidak Setuju, (3)
Netral, (4) Setuju, dan (5) Sangat
Setuju.
Pengalaman
Auditor
(X3)
adalah banyaknya penugasan
yang dilakukan dan lamanya
seseorang
bekerja
sebagai
auditor.
Variabel
ini
menggunakan instrumen yang
digunakan oleh Jamilah et al.
(2007). Indikator yang digunakan
terhadap
pengalaman
audit
adalah banyaknya penugasan
yang didapat dan lamanya
seseorang
bekerja
sebagai

12

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

auditor. Pengalaman audit diukur
dengan Skala Likert lima point
yaitu: (1) Sangat Tidak Setuju,
(2) Tidak Setuju, (3) Netral, (4)
Setuju, dan (5) Sangat Setuju.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk memastikan apakah ada
pengaruh perilaku etis, tekanan
ketaatan dan pengalaman auditor
terhadap pengambilan keputusan etis
auditor pada auditor BPKP NAD,
maka pengujian hipotesis dilakukan
dengan menggunakan regresi linier
berganda yang diolah dengan program
SPSS (Statistical Package For Social
Science).
Spesifikasi
persamaan
regresi
yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Υ = α + β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + ε
Dimana:
Υ
= Pengambilan Keputusan
Etis Auditor
α
= Konstanta
β 1... β 3 = Koefisien Arah Regresi
X1
= Perilaku Etis
X2
= Tekanan Ketaatan
X3
= Pengalaman Auditor
ε
= Error Term
Untuk
menguji
pengaruh
variabel independen (perilaku etis,
tekanan ketaatan dan pengalaman
auditor) terhadap variabel dependen
(pengambilan keputusan etis auditor)
dilakukan dengan dua cara yaitu uji
secara parsial dan uji secara simultan
(bersama-sama). Kriteria penerimaan
dan penolakan hipotesis secara parsial
adalah jika βi (i = 1,2,3) = 0 maka H0
diterima dan jika βi (i = 1,2,3) ≠ 0
maka H0 ditolak

Sedangkan kriteria pengujian
hipotesis
secara
simultan
atau
bersama-sama yaitu jika βi (i = 1,2,3)
= 0 maka H0 diterima. Artinya variabel
independen secara bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel dependen.
Atau sebalikinya jika paling sedikit
ada satu βi (i = 1,2,3) ≠ 0 maka H0
ditolak. Artinya variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen.
4. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan pada
perumusan masalah dan hipotesis,
maka penelitian ini menganalisis
pengaruh perilaku etis (X1), tekanan
ketaatan (X2), dan pengalaman auditor
(X3) terhadap pengambilan keputusan
etis auditor (Y). Hasil ouput SPSS
dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1
Coefficientsa
Model

Unstandardized
Coefficients

Standardized
Coefficients

t

Sig.

8.898

Std.
Error
5.912

1.505

.136

X1

.167

.280

.067

.596

.553

X2

.287

.117

.275

2.443

.017

X3

.853

.185

.431

4.601

.000

B
1 (Constant)

Beta

a. Dependent Variable: Pengambilan
Keputusan Etis Auditor
Dari hasil output SPSS
(coefficients),
dapat
diperoleh
persamaan regresi berganda (multiple
regression) sebagai berikut:
Y = 8.898 + 0.167 X1 + 0.287 X2 + 0.853 X3 + ε

Dari persamaan regresi dapat
diketahui hasil penelitian dari masingmasing koefisien yaitu untuk konstanta
(a = 8.898). Artinya jika faktor-faktor

13

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

perilaku etis(X1), tekanan ketaatan
(X2), pengalaman auditor (X3)
dianggap konstan, maka besarnya
pengambilan keputusan etis auditor
pada BPKP NAD adalah sebesar 8.898
pada satuan Skala Likert.
Koefisien regresi perilaku etis
(X1) sebesar 0.167. Artinya setiap ada
peningkatan sebesar 1 pada variabel
perilaku etis, maka secara relatif akan
meningkatkan pengambilan keputusan
etis seorang auditor sebesar 16.7%.
Dengan demikian semakin baik
perilaku seorang auditor maka secara
relatif
akan
meningkatkan
pengambilan keputusan etis auditor
tersebut.
Koefisien
regresi
tekanan
ketaatan (X2) sebesar 0.287. Artinya
setiap ada peningkatan sebesar 1 pada
variabel tekanan ketaatan, maka secara
relatif
akan
meningkatkan
kecenderungan
auditor
untuk
menyimpang dalam pengambilan
keputusan etis, yaitu sebesar 28.7%.
Dengan demikian semakin banyak
tekanan ketaatan yang diterima oleh
seorang auditor maka secara relatif
akan meningkatkan penyimpangan
dalam pengambilan keputusan etis
auditor tersebut.
Koefisien regresi pengalaman
auditor (X3) sebesar 0.853. Artinya
setiap ada peningkatan sebesar 1 pada
variabel pengalaman auditor, maka
secara relatif akan meningkatkan
pengambilan keputusan etis seorang
auditor sebesar 85.3%. Dengan
demikian semakin banyak pengalaman
yang dimiliki seorang auditor maka
secara relatif akan meningkatkan
pengambilan keputusan etis auditor
tersebut.
Kemudian dari hasil output
SPSS juga dapat diketahui keeratan
antara variabel independen (perilaku

etis, tekanan ketaatan dan pengalaman
auditor) dengan variabel dependen
(pengambilan keputusan etis auditor),
sebagaimana ditunjukkan sebagai
berikut:
Tabel 4.2
Model Summary
Model

R

R Square

1

.549a

.302

Adjusted R
Square
.276

Std. Error of
the Estimate
3.061

a. Predictors: (Constant), pengalaman
auditor, perilaku etis, tekanan
ketaatan
b. Dependent Variable: pengambilan
keputusan etis auditor
Koefisien korelasi (R) sebesar
0.549 menunjukkan bahwa derajat
hubungan (korelasi) antara variabel
bebas dengan variabel terikat sebesar
54.9%.
Artinya
pengambilan
keputusan etis auditor BPKP NAD erat
hubungannya dengan perilaku etis
(X1),
tekanan
ketaatan
(X2),
pengalaman auditor (X3). Selanjutnya,
koefisien determinasi (R2) sebesar
0.302, yang artinya bahwa sebesar
30.2% perubahan-perubahan dalam
variabel independen dapat dijelaskan
oleh variabel dependen. Hal ini
menunjukkan bahwa pengambilan
keputusan etis auditor pada BPKP
NAD dipengaruhi oleh perilaku
etis,tekanan ketaatan, dan pengalaman
auditor sebesar 30.2%, sedangkan
sisanya sebesar 69.8% dijelaskan oleh
variabel-variabel lain yang tidak
digunakan dalam penelitian ini.
4.1
Pengaruh Perilaku Etis
terhadap Pengambilan Keputusan
Etis Auditor
Hasil pengujian terhadap variabel
perilaku etis diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar 0.167. Nilai koefisien
sebesar 0.167 menunjukkan bahwa

14

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

koefisien pengaruh perilaku etis
terhadap pengambilan keputusan etis
auditor tidak sama dengan nol (βX1 ≠
0). Berdasarkan rumusan hipotesis,
syarat untuk menyatakan bahwa
perilaku etis (X1) berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan etis
auditor (Y) apabila βX1 ≠ 0. Mengacu
pada syarat tersebut hasil penelitian ini
menolak H0 (hipotesis nol) atau
menerima Ha (hipotesis alternatif).
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa perilaku etis berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan etis
auditor.
Perilaku etis merupakan hal
yang vital dari seorang auditor dalam
fungsi audit. Etika mengarah pada
suatu sistem atau kode perilaku yang
didasarkan pada kewajiban-kewajiban
moral, di mana kewajiban tersebut
mengindikasikan
bagaimana
seharusnya kita berperilaku. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Nuryatno dan
Dewi (2001) yang menyatakan bahwa
nilai kejujuran, nilai keadilan, nilai
kewajiban, nilai moralitas, nilai
mematuhi janji dan nilai integritas
mempunyai korelasi yang positif
dengan pengambilan keputusan. Hasil
penelitian tersebut juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Safrida
(2008) yang menyatakan pemahaman
nilai kewajaran, nilai keadilan dan
nilai moral memiliki hubungan positif
dan signifikan dengan keputusan
auditor.
4.2 Pengaruh Tekanan Ketaatan
terhadap
Pengambilan
Keputusan Etis Auditor
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh
nilai koefisien sebesar 0.287. Nilai
koefisien sebesar 0.287 menunjukkan
bahwa koefisien pengaruh tekanan

ketaatan
terhadap
pengambilan
keputusan etis auditor tidak sama
dengan nol (βX2 ≠ 0). Berdasarkan
rumusan hipotesis, syarat untuk
menyatakan bahwa tekanan ketaatan
(X2)
berpengaruh
terhadap
pengambilan keputusan etis auditor
(Y) apabila βX2 ≠ 0. Mengacu pada
syarat tersebut hasil penelitian ini
menolak H0 (hipotesis nol) atau
menerima Ha (hipotesis alternatif).
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa tekanan ketaatan berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan etis
auditor.
Tekanan ketaatan merupakan
tekanan yang diterima oleh auditor
dalam menghadapi atasan dan klien
untuk
melakukan
tindakan
menyimpang dari standar etika. Teori
ketaatan menyatakan bahwa individu
yang memiliki kekuasaan merupakan
suatu
sumber
yang
dapat
mempengaruhi perilaku orang lain
dengan perintah yang diberikannya.
Hasil penelitian ini sejalan dan
konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rahayu dan Faisal
(2005) yang menyatakan bahwa
auditor yang berada dalam obediance
pressure akan menyetujui saldo yang
lebih tinggi dibandingkan dengan
auditor yang berada dalam confirmity
pressure. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh DeZoort dan Lord
(1994) mengindikasikan bahwa auditor
rentan akan obediance pressure.
Auditor
yang
menerima
intruksi/perintah yang tidak tepat dari
atasan
atau teman sekerja secara
signifikan lebih mungkin untuk
melanggar norma atau standar
dibandingkan auditor yang tidak
berada di bawah tekanan. Hal ini
menunjukkan bahwa beberapa auditor
tidak memiliki keberanian untuk tidak

15

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

mentaati perintah dari atasan untuk
tidak berperilaku menyimpang dari
standar profesionalnya.
Hal ini berarti semakin tinggi
tingkat tekanan ketaatan yang diterima
oleh
seorang
auditor
dalam
menghadapi atasan ataupun klien,
maka semakin cenderung seorang
auditor
tersebut
berperilaku
menyimpang
dari
standar
profesionalnya. Namun ketika auditor
kurang mendapat tekanan ketaatan
dalam menghadapi atasan dan klien,
maka
cenderung auditor tersebut
menaati dan patuh terhadap standar
profesinya.
4.3 Pengaruh Pengalaman Auditor
terhadap
Pengambilan
Keputusan Etis Auditor
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh
nilai koefisien sebesar 0.853. Nilai
koefisien sebesar 0.853 menunjukkan
bahwa koefisien pengaruh pengalaman
auditor
terhadap
pengambilan
keputusan etis auditor tidak sama
dengan nol (βX3 ≠ 0). Berdasarkan
rumusan hipotesis, syarat untuk
menyatakan
bahwa
pengalaman
auditor (X3) berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan etis auditor
(Y) apabila βX3 ≠ 0. Mengacu pada
syarat tersebut hasil penelitian ini
menolak H0 (hipotesis nol) atau
menerima Ha (hipotesis alternatif).
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa
pengalaman
auditor
berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan etis auditor.
Hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian Koledner dalam
Taftazani
(2008)
yang
dalam
penelitiannya menunjukkan bagaimana
pengalaman dapat digunakan untuk
meningkatkan kinerja pengambilan
keputusan. Widagdo (2002) dalam

Mariana (2009) menyatakan bahwa
auditor yang berpengalaman akan
memiliki keunggulan dalam hal
mendeteksi kesalahan, memahami
kesalahan dan mencari penyebab
kesalahan. Hasil penelitian ini juga
konsisten dengan penelitian Libby dan
Frederick (1990) yang mengemukakan
bahwa akuntan pemeriksa yang
berpengalaman
memperlihatkan
pengetahuan yang lengkap mengenai
pengambilan keputusan pemeriksaan
dalam
laporan
keuangan
dan
menghasilkan jumlah yang lebih
banyak mengenai hipotesa penjelasan
yang diteliti.
Hal ini berarti bahwa bila
auditor yang bekerja pada BPKP NAD
mempunyai pengalaman yang banyak,
maka
akan
semakin
dapat
menghasilkan berbagai macam dugaan
dalam menjelaskan temuan auditnya,
yang pada akhirnya dapat membuat
suatu keputusan yang relatif lebih
baik. Demikian juga sebaliknya, para
auditor yang masih sedikit pengalaman
auditnya akan merasa kesulitan dalam
menghasilkan berbagai macam dugaan
dalam menjelaskan temuan auditnya.
Hal ini dapat dikarenakan masih belum
banyak hal yang tersimpan dalam
ingatannya
serta
belum
dapat
mengembangkan suatu pemahaman
dengan baik.
4.4 Pengaruh
Perilaku
Etis,
Tekanan
Ketaatan
dan
Pengalaman Auditor terhadap
Pengambilan Keputusan Etis
Auditor secara Simultan
Hipotesis pengaruh perilaku
etis (X1), tekanan ketaatan (X2), dan
pengalaman auditor (X3) secara
bersama-sama terhadap pengambilan

16

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

keputusan etis auditor (Y) dirumuskan
sebagai berikut:
H04 : β1 = β2 = β3 = 0; perilaku etis,
tekanan
ketaatan,
dan
pengalaman
auditor
tidak
berpengaruh secara bersamasama terhadap pengambilan
keputusan etis auditor.
Ha4 : paling sedikit ada satu βi ≠ 0;
perilaku etis, tekanan ketaatan,
dan
pengalaman
auditor
berpengaruh secara bersamasama terhadap pengambilan
keputusan etis auditor .
Berdasarkan hasil output SPSS,
diperoleh bahwa semua koefisien
regresi (β) masing-masing variable
independen tidak sama dengan nol (β1
= 0.167); β2 = 0.287; dan β3 = 0.853).
Ketentuannya yaitu jika paling sedikit
ada satu βi (i = 1, 2, 3) ≠ 0, maka
perilaku etis, tekanan ketaatan dan
pengalaman
auditor
berpengaruh
secara bersama-sama berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan etis
auditor pada auditor BPKP NAD. Jadi,
hasil penelitian ini menolak H0 atau
menerima Ha. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa variabel independen
(perilaku etis, tekanan ketaatan dan
pengalaman auditor) secara bersamasama berpengaruh terhadap variabel
dependen (pengambilan keputusan etis
auditor).

a. Perilaku
etis
berpengaruh
terhadap
pengambilan
keputusan etis auditor.
b. Tekanan ketaatan berpengaruh
terhadap
pengambilan
keputusan etis auditor.
c. Pengalaman
auditor
berpengaruh
terhadap
pengambilan keputusan etis
auditor.
d. Perilaku etis, tekanan ketaatan
dan
pengalaman
auditor
berpengaruh secara bersamasama terhadap pengambilan
keputusan etis auditor.
5.2
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang
telah dijelaskan di atas maka dapat
disarankan hal-hal berikut ini.
1. Bagi
auditor
harus
dapat
mempertimbangkan perilaku etis
dan kepatuhan ketaatan terhadap
dalam
setiap
pengambilan
keputusan.
2. Bagi
peneliti
yang
ingin
melakukan
penelitian
dalam
bidang
yang
sama,
dapat
memperluas penelitian dengan
menambah beberapa
variabel
lainnya seperti locus of control
maupun komitmen professional
serta
memperluas cakupan
responden meliputi BPK dan
BAWASDA
sebagai
auditor
eksternal dan intern al pemerintah.

5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian empiris ini dilakukan untuk
menguji pengaruh perilaku etis,
tekanan ketaatan dan pengalaman
auditor
terhadap
pengambilan
keputusan etis pada auditor BPKP
NAD. Dari hasil pengujian hipotesis
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

17

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Agoes, Sukrisno (1996) Penegakan Kode Etik Akuntan Indonesia. Makalah
Dalam Konvensi Nasional Akuntansi III-KLB IAI. Semarang.
Arens, A.A. dan James K. Loebbecke (2003) Auditing: Suatu Pendekatan
Terpadu. Buku Satu. Terjemahan: Amir Abadi Jusuf. Jakarta: Salemba
Empat.
, et al (2008) Auditing and Assurance Services: An Integrated
Approach. Pearson International Edition. 12 th.
Boynton, et al. (2002) Modern Auditing. Edisi Ketujuh, Jilid 1. Terjemahan.
Jakarta: Erlangga.
BPKP, Pusdiklat. Kode Etik Auditor. Melalui [31
Oktober 2008].
Budi, Sasongko, et al. (2005) Internal Auditor dan Dilema Etika.
Melalui [31 Oktober 2008].
Budianto (2008) Persepsi Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Terhadap
Pemahaman Audit Forensik Dalam Pemberantasan Korupsi. Skripsi,
Universitas Syiah Kuala.
Chung, J dan G. S. Monroe (2001) A Research Note on The Effects of Gender and
Task Complexity on an Audit Judgment. Journal of Behavioral Research
in Accounting. Vol. 10.
Dellaportas, et al. (2005) Ethics, Governance and Accountability, a
Professional Perspective. Australia: Wiley.
DeZoort, F.T. dan Alan T.L. (1994) An Investigation of Obedience Pressure
Effects on Auditors Judgments. Journal of Behavioral Research in
Accounting. Vol. 6.
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Gorontalo
(2009).
Mengenal
Opini
Auditor.
Melalui
[ 21 Januari 2009].

18

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

Faisal (2007) Investigasi Tekanan Pengaruh Sosial Dalam Menjelaskan Hubungan
Komitmen dan Moral Reasoning Terhadap Keputusan Auditor.
Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.
Ford, R.C. dan W.D. Richardson (1994) Ethical Decision Making: A Review of
The Empirical Literature (Abstract). Journal of Business Ethics 13. Hal.
205-221.
Gujarati D. dan Sumarno Zain (1978) Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Guy, D. M., et al. (1999) Auditing. Edisi Kelima, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Ikatan Akuntan Indonesia (2001) Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Jamilah, S., et al. (2007) Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan dan Kompleksitas
Tugas Terhadap Audit Judgment. Simposium Nasional Akuntansi X.
Makasar.
Jogiyanto H. M. (2008) Metodologi P