Penerapan Prinsip Kemandirian Good Corporate Governance (GCG) Terkait Dengan Pengangkatan Struktur Dewan Komisaris Independen (Riset Pada PT.Angkasa Pura Ii Medan)
BAB II
ASPEK HUKUM GOOD CORPORATE GOVERNANCE MENURUT UU
NO 40 TAHUN 2007
A. Sejarah Good Corporate Governance di Indonesia
Sejarah perkembangan konsep corporate governance hingga permulaan
abad ke-21, telah melalui dua tahapan generasi. Generasi pertama dibidani oleh
Berle dan Means (1932) dengan penekanan pada konsekuensi dari terjadinya
pemisahan antara kepemilikan dan kontrol atas suatuperseroan modern (the
modern corporation). Menurut mereka, sejalan dengan berkembangnya perseroan
menjadi semakin besar, maka pengelolaan perseroan yang semula dipegang oleh
pemilik (owner-manager) harus diserahkan pada kaum profesional. Dalam kaitan
ini isu yang dianggap dominan adalah; perlunya suatu mekanisme untuk
menjamin bahwa manajemen (agent), yang merupakan orang gajian pemilik
modal (principal), akan mengelola perseroan sesuai dengan kepentingan pemilik.
Pesan penting dari penjelasan ini adalah terdapatnya potensi konflik kepentingan
(conflict of interests) antara pihak agent dan principal. 19
Perkembangan signifikan dalam konsep corporate governance pada
generasi pertama ditandai dengan kemunculanJensen dan Meckling (1976) hampir
setengah abad kemudian.Keduaekonom ini terkenal dengan teori ke-agenan
(agency theory) yangmenandai tonggak perkembangan riset yang luar biasa di
bidanggovernance.Melalui teori ini, berbagai ilmu sosial lainnya seperti;sosiologi,
manajemen
strategi,
manajemen
keuangan,
akuntansi,etika
bisnis
dan
19
Akhmad Syakhroza,Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Corporate Governance: Sejarah dan Perekembangan, Teori, Model dan
Sistem Governance serta Aplikasinya pada Perseroan BUMN, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2005), hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
organisasi mulai menggunakan pendekatan teorikeagenan untuk memahami
fenomena corporate governance.Akibatnya perkembangan corporate governance
menjadimultidimensi, Turnbull
menyebutkan sebagai sebuah multidisiplin
ilmu.Dibandingkan dengan periode sebelumnya, dimanapemanfaatan teori
dimaksud masih didominasi oleh para ahli hukum(legal) dan ekonom (economist).
Pada era generasi pertama pulamuncul berbagai derivasi teori keagenan hasil dari
sintesis melaluiproses dialektika dan berbagai bidang keilmuan diatas. 20
Perkembangan yang secara efektif dianggap sebagai awal munculnya
generasi kedua corporate governance ditandai dengan hasil karya La-Porta dan
koleganya pada tahun 1998.Secara signifikan LLSV 21 mengidentifikasikan
kecenderungan terdapatnya konsentrasi kepemilikan perseroan pada pihak-pihak
tertentu. Berbeda dengan Berle dan Means, menurut LLSV penerapan corporate
governance di suatu negara sangatdipengaruhi oleh kondisi perangkat hukum
dinegara tersebut dalam upaya melindungi kepentingan berbagai pihak yang
terkait dengan Perseroan, terutama pemilik minoritas. Jika sebelumnya konflik
kepentingan dianggap terjadi antara pemilik modal (principal) dengan pengelola
(agent), LLSVmenyatakan bahwa di berbagai negara lainnya di luar AS dan
Inggris, kepemilikan perseroan sangat terkonsentrasi. Akibatnya, konflik
kepentingan akan terjadi antara “pemilik mayoritas yang kuat” dengan “pemilik
minoritas” yang berada pada posisi yang lemah. Lebih lanjut, LLSV berpendapat
bahwa sistem hukum yang tidak kondusif dan belum berpihak pada kepentingan
20
Ibid
La-Porta, Lopez-de-Silanes, Shleifer dan Vishny (disingkat LLSV) lebih dikenal
sebagai para ahli yang memperkenalkan dan mempopulerkan pendekatan legal-keuangan (legal
and finance approach) di dalam memahami fenomena corporate governance.
21
Universitas Sumatera Utara
umum, mengakibatkan konflik ini menjadi semakin tajam sehingga berpotensi
merusak sistem perekonomian negara secara keseluruhan. 22
Istilah corporate governance secara eksplisit baru muncul pertama kali
pada tahun 1984 dalam tulisan Robert I. Tricker. Di dalam bukunya, Tricker
memandang corporate governance memilki kegiatan utama sebagai berikut : 23
1. Direction, yang berfokus pada formulasi arah dan strategi untuk masa
depan perseroan secara jangka panjang;
2. Executive action, yang diaplikasikan dalam pengambilan keputusan;
3. Pengawasan, yang meliputi monitoring performance dari manajemen;
4. Akuntabilitas, yang berfokus pada pertanggungjawaban pihak-pihak yang
membuat keputusan.
Konsepsi governance mulai menguat di Indonesia pasca krisis ekonomi di
paruh akhir tahun 1997 ditandai dengan ditandatanganinya Letter of Intents (LOI)
antara pemerintah Indonesia dengan lembaga donor International Monetery Fund
(IMF) yang mensyaratkan perbaikan governance (public maupun korporasi)
sebagai syarat diberikan bantuan. Kemudian dipertegas dengan ditetapkannya Tap
MPR No VII tahun 2001 tentang visi Indonesia masa depan dalam bab IV ayat (9)
butir a, yaitu terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan,
akuntabel, memiliki kredibilitas dan bebas KKN. LOI dan Tap MPR ini kemudian
direspon oleh pemerintah untuk mewujudkan goodcorporate governance
dengandikeluarkan perangkat-perangkat Perundang-undangan dan Peraturan
Pemerintah. 24
22
Akhmad, op.cit.,hlm. 9.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance;
Mengesampingkan Hak-hak Instimewa demi Kelangsungan Usaha (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006), hlm. 8.
23
Universitas Sumatera Utara
B. Pengertian dan Dasar Hukum Good Corporate Governance
Corporate Governance menjadi suatu topik ataupun isu dalam dunia bisnis
yang sedang hangat dibicarakan diseluruh dunia pada penghujung abad 20 dan
awal abad 21 ini.Tidak kurang dari badan organisasi dunia seperti World Bankikut
merintis konsep-konsep corporate governance.Namun demikian esensi dari
corporate governance itu sendiri belum banyak diketahui oleh kebanyakan orang
maupun para pelaku bisnis di Indonesia.Bahkan di negara kita, istilah governance
itu sendiri belum memiliki padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia.Istilah
yang saat ini dianggap mewakili adalah “Tata Kelola” 25 Surat Keputusan Menteri
Badan Usaha Milik Negara No. Kep-117/M-MBU/2002 merumuskan pengertian
corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang yang masih
harus dibedakan dengan istilah “manajemen”. Istilah corporate sendiri telah lebih
dahulu diadaptasi dalam bahasa Indonesia sebagai korporasi.
Di Indonesia, istilah GCG juga ditempatkan di posisi terhormat. Hal itu,
setidaknya terwujud dalam dua keyakinan. 26Pertama, GCG merupakan salah satu
kunci sukses perseroan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang,
sekaligus memenangkan persaingan bisnis global terutama bagi perseroan yang
telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka.Kedua, krisis ekonomi, di
kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan
penerapan GCG.Diantaranya sistem hukum yang kurang memadai, standar
akuntansi dan audit yang tidak konsisten, praktek perbankan yang lemah, serta
24
Akhmad, Op. cit., hlm. 4.
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, Pedoman Corporate
Governance,2000
26
Mas Achmad Daniri, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia,edisi kedua,
(Jakarta : Ray Indonesia, 2006), hlm.3.
25
Universitas Sumatera Utara
pandangan Board of Directors (BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak
pemegang saham minoritas.
Pada akhir tahun 1980-an mulai banyak kesimpulan yang menyebutkan
struktur kepemilikan dalam bentuk disperedownership 27akan memberikan
dampak bagi buruknya kinerja manajemen. Untuk pertama kalinya, usaha untuk
melembagakan corporate governancedilakukan oleh Bank of England dan
LondonStock Exchange pada tahun 1992 dengan membentuk CadburyCommittee
(Komite Cadbury), yang bertugas menyusun corporate governance code yang
menjadi acuan (benchmark) di banyak negara.Komite Cadbury mendefinisikan
corporate governance sebagaiberikut :
“Corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
Perseroan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
kewenangan yang diperlukan oleh Perseroan, untuk menjamin kelangsungan
eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders.Hal ini berkaitan
dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan
sebagainya.” 28
Akan tetapi gagasan dan pemikiran mengenai GCG sebagai upaya untuk
memulihkankrisis ekonomi mulai diperbincangkan oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) yangdiadopsi oleh banyak
negara dengan mengemukakan 5 (lima) prinsip Corporate Governance, yaitu :
1.Perlindungan
terhadap
hak-hak
pemegang
saham
(The
Rights
of
Shareholders);
2.Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable
Treatment of Shareholders);
27
Dispered ownership adalah struktur kepemilikan perusahaan yang sahamnya tersebar
kepada outside investor (para pemegang saham publik).
28
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, op.cit., hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
3.Peranan
stakeholdersyang
terkait
dengan
Perseroan
dalam
corporategovernance (The Role of Stakeholders in CG);
4.Keterbukaan dan transparansi (Disclosure dan Transparency);
5. Tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris (The Responsibilities of The
Board)dan kemudian mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai: 29
“Corporate Governance is a set of relationship between a company’s
management, its board, its shareholders and other stakeholders. It
provides structures. Effective corporategovernance establishes a system
of check and balances over the control of a firm thereby reducing the
chance of mismanagement and misuse of corporate assets, while creating
an incentive structure of managers to maximize the firm’s value.”
Berdasarkan rumusan tersebut diatas, OECD mengartikan Corporate
Governance adalah suatu perangkat dari hubungan antara suatumanajemen
perseroan, Dewan Pengurusnya, para PemegangSahamnya dan penunjang lainnya
membentuk struktur.Keberhasilan Corporate Governance membentuk suatu
sistem check and balances dibawah kontrol dari suatu perseroan dengandemikian
mengurangi kesempatan dari kesalahan manajemen dankesalahan penggunaan
dari aset-aset perseroan, sementara membuatsebuah struktur pendorong pimpinanpimpinan untukmemaksimalkan nilai perseroan.
Definisi menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI):
“Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan
dengan hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan Perseroan.” 30
29
Viraguna Bagoes Oka, “Good Corporate Governance pada Perbankan” dalam
Prosiding: Perseroan Terbatas dan Good Corporate Governance, cet.IV, (Jakarta : Pusat
Pengkajian Hukum, 2006), hlm.73.
30
Misahardi Wilamarta, Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance dalam
Perseroan Terbatas, ( Jakarta:Center for Education and Legal Studies, 2007),hlm.7.FCGI adalah
forum terbuka dari asosiasi bisnis yang mempunyai tujuan untuk mempromosikanpenerapan
standar yang sebaik mungkin di bidang Corporate Governance di Indonesia. Saat inianggota FCGI
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definisi tersebut, maka GCGdapat dikatakan merupakan
konsep yang menyangkutstruktur perseroan pembagian tugas, pembagian
kewenangan
danpembagian
beban
tanggung
jawab
dari
masing-masing
unsurmembentuk struktur perseroan dan mekanisme yang harus ditempuholeh
masing-masing unsur diluar perseroan yang pada hakekatnyamerupakan
stakeholder dari Perseroan. Mengingat demikianpentingnya Good Corporate
Governance bagi perusahan-perusahaandi Indonesia, maka berdasarkan SK
Menko Ekuin No. Kep-10M.EKUIN/08/1999 dibentuklah Komite Nasional
Corporate Governance.Tujuan Komite ini adalah menyusun Code for Good
Corporate Governance (CGCG) sebagai panduan bagi komunitasbisnis di
Indonesia.Komite ini pada dasarnya akanmerekomendasikan perbaikan berbagai
perangkat hukum gunamenunjang implementasi CGCG tersebut. Prinsip yang
terkandungdalam CGCG pada dasarnya lebih bersifat regulation driven.Karena
regulasi
ini
bukan
dimaksudkan
untuk
mengisi
kekosonganhukum
yangmungkintimbul, sehingga aspek etika dalam GCGmenjadi sangat penting. 31
Menurut Komite Nasional Corporate Governance, GCG merupakan pola
hubungan, sistem serta proses yang digunakan oleh organ Perseroan (direksi dan
dewan komisaris) guna memberi nilai tambah kepada para pemegang saham
secara berkesinambungan dalam jangka panjang, berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan norma yang berlaku, dengan tetap memperhatikan
kepentingan para pemegang kepentingan lainnya. Pola hubungan, sistem serta
adalah Asosiasi Emiten Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, Indonesian FinancialExecutives
Association, Masyarakat Transparansi Indonesia, Asosiasi Perseroan Efek Indonesia,Institute of
Internal Auditors dan Indonesian Netherlands Association.
31
Ibid.,hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
proses itu sendiri berjalan berdasarkan 5 (lima) prinsip, yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan keadilan.” 32
Pemahaman terhadap prinsip–prinsip dasar yang terkandung dalam tata
kelola perusahaan yang baik (GCG) merupakan esensi yang mendasar.Melalui
pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip dasar tersebut diharapkan GCG dapat
tercapai, baik oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan maupun oleh para pelaku
usaha sebagai pihak yang melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut
The
Indonesian
Institute
for
Corporate
Governance
(IICG)Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam
menjalankan perseroan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders
yang lain.” 33
Penerapan GCG dapat ditemukan pada UU PT yaitu :
a. Prinsip kemandirian GCG dalam UUPT secara implisit termuat dalam
Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 ayat (1) dan (2),
Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1). Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi; “
Perseroan Terbatas , yangselanjutnya disebut perseroan,adalah badan
hukum
yang
merupakan
persekutuan
modal,
didirikan
32
Komite Nasional Corporate Governance dibentuk berdasarkan putusan Menteri
Koordinator Perekonomian, Keuangan dan Industri No. Kep-10/M.EKUIN/08/1999. Selanjutnya
nama Komite Nasional Corporate Governance berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) untuk mencerminkan luasnya bidang tata kelola Perseroan yang diatur
termasuk BUMN.KNKG merupakan tim yang beranggotakan perwakilan dari beberapa lembaga
yang memiliki keterkaitan denganGCG, yaitu Bank Indonesia, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, dan KADIN Indonesia, yang bertugas untuk mendorong dan meningkatkan
pemahaman dan penerapan goodgovernance di Indonesia, memberikan saran kepada pemerintah,
lembaga-lembaga dan badan- badanlainnya mengenai pengembangan kebijakan dan pelaksanaan
good governance baik dibidang korporasi maupun publik.
33
Tim Corporate Governance BPKP, Modul I GCG – Dasar-dasar Corporate
Governance, (Jakarta:BPKP,2003), hlm.4-5
Universitas Sumatera Utara
berdasarkanperjanjian,melakukankegiatanusahadenganmodaldasaryangsel
uruhnyaterbagidalamsahamdanmemenuhi
persyaratanyangditetapkan
dalamundang–undanginisertaperaturanpelaksanaannya”.Berdasarkan
ketentuan diatas untuk menunjukkan adanya prinsip kemandirian yang
konsisten dalampelaksananaanGCGyaitu dengan disebutkannyabahwa
perseroan adalah badan hukum. Tentunya setelah mendapatkanpengesahan
dari Menteri Hukum dan HAMsesuai dengan Pasal 7 ayat (1).Kemandirian
PT juga bisa dilihat dalam Pasal 5 ayat (1)yang menentukanbahwa
perseroan memiliki nama dan tempat kedudukan sendiri. Selain ituwujud
prinsip
kemandirian
PT
juga
dilihat
dimanaperseroan
memiliki
modalsendiri yang disebutkan dalam Pasal 31 ayat (1), serta memiliki
organperseroan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2).
b. Prinsip transparansi GCG dalam UUPT secara implisit termuat dalam
Pasal 29 ayat (6), Pasal 31 ayat (1), Pasal 44 ayat (2), Pasal 50 ayat (2),
Pasal 101 ayat (1), Pasal 116 huruf (b) dan Pasal 147 ayat (1). Seperti,
daftar perseroan terbuka untuk umum, pengumuman akta pendirian dalam
Berita Negara, Tambahan Berita Negara atau surat kabar, kepemilikan
saham secara umum, kepemilikan saham komisaris, kepemilikan saham
direksi, maupun pengumuman ketika perseroan bubar melalui surat kabar
maupun berita Negara Republik Indonesia.
c. Prinsip akuntabilitas GCG dalam UUPT terbagi ke dalam 3 bagian yaitu
akuntabilitas bagi RUPS, Komisaris dan Direksi. Prinsip akuntanbilitas
bagi RUPS terkandung dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 75 ayat (1).Pasal 75
ayat (1) UUPT menyatakan bahwa RUPS mempunyai wewenang yang
Universitas Sumatera Utara
tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang
ditentukan dalam undang - undang ini dan/atau anggarandasar.Bagi
Direksi terkandung dalam Pasal 92 ayat (1) dan (2), Pasal 97 ayat (2).Pasal
92 ayat(1) Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan bahwa
Direksi
menjalankanpengurusanperseroanuntukkepentinganperseroandansesuaiden
ganmaksuddantujuanperseroan.Lebih
lanjut
dalam
Pasal
(2)menentukankepengurusanwajibdilaksanakansetiapanggota
97
ayat
Direksi
dengan itikadbaikdanpenuhtanggungjawab.Bagi Komisaris terkandung
dalamPasal 108 ayat (1) dan (2), Pasal 114 ayat (2).Pasal 108 ayat (1)
menyatakanbahwa
“Dewan
Komisaris
melakukan
pengawasanataskebijakanpengurusan,jalannyapengurusanpadaumumnya,b
aikmengenaiperseroanmaupunusahaperseroan,danmemberinasihatkepadaD
ireksi
”.
SelanjutnyaPasal
108
ayat
(2)
menentukan
bahwaPengawasandanpemberiannasihatsebagaimanadimaksudpadaayat(1)
dilakukanuntukkepentinganperseroandansesuaidenganmaksuddantujuanpe
rseroan.
d. Prinsip responsibilitas GCG dalam UUPT terbagi ke dalam 4
(empat)bagian
yaitu
responsibilitas
bagi
perseroan,pemegang
saham,Komisaris danDireksi.Penerapan prinsipresponsibilitasGCG bagi
Perseroan yang berisitanggungjawab perseroan sebagai badan usaha yang
berbadan hukum (subyekhukum)terkandung dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal
74 UUPT.PenerapanprinsipresponsibilitasGCG bagi Pemegang Saham
yang berisitanggungjawab Pemegang Saham hanya sebesar nilai nominal
Universitas Sumatera Utara
saham yangdimilikinya dalam perseroan ditunjukkan dalam Pasal 3 ayat
(1).
PenerapanprinsipresponsibilitasGCG
tanggungjawab.Direksi dalam
bagi
Direksi
menjalankan tugasnya
yang
berisi
melaksanakan
kepengurusan atas Perseroanterkandung dalam Pasal 97 ayat (1), (2), (3)
dan
(4)
UUPT.
Pasal 97
ayat
(1)menentukan
bahwa
Direksi
bertanggungjawabataspengurusanperseroan.Ditegaskan lebih lanjut dalam
Pasal
97
ayat
(2)
bahwa
pengurusanterhadap
Perseroan
wajibdilaksanakansetiapanggota
itu
Direksi
denganitikadbaikdanpenuhtanggungjawab.Penerapan
prinsipresponsibilitasGCGbagi Komisaris yang berisi tanggungjawab
Dewan
Komisaris
dalam
menjalankantugasnyamelaksanakan
pengawasannya atas kinerja Direksi terkandungdalam Pasal 114 ayat (1),
(2), (3) dan (4) UUPT. Pasal 114 ayat (1) UUPTmenentukan bahwaDewan
Dewan
Komisaris
bertanggungjawabataspengawasanPerseroan.Selanjutnya dalam Pasal 114
ayat
(2)
menentukan
bahwasetiapanggotaDewan
Komisaris
wajibdenganitikadbaik,kehati-hatian,danbertanggungjawabdalam
menjalankan tugaspengawasan dan pemberiannasihat kepada Direksi
untukkepentinganperseroandansesuaidenganmaksuddantujuanperseroan.
e. Penerapan prinsip keadilan GCG dalam UUPT tergambar dalam Pasal 52,
Pasal 61 ayat (1), Pasal 84 ayat (1) danPasal 126 ayat (1).Pasal 84 ayat (1)
menentukan bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak
suara. Pasal 52 menentukan mengenai hak–hak pemegang saham. Prinsip
keadilan menjamin bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang diambil
Universitas Sumatera Utara
adalah demi kepentingan seluruh pihak yang berkepetingan baik itu
pelanggan, shareholders ataupun masyarakat luas. Para pemegang saham
harus diperlakukan secara adil berdasarkan prinsip kesetaraan. Dengan
demikian, para pemegang saham harus mempunyai hak penuh yang tidak
dilanggar untuk memberikan satu suara setiap saham 34
Selain dalam UU PT, pengaturan mengenai GCG juga dapat ditemukan
pada Keputusan Menteri Nomor.Kep- 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan
Praktek GCG pada BUMN.Corporate governanceadalah suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang
dengan
tetap
memperhatikan
stakeholderlainnya,
kepentingan
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
35
Peraturan Menteri
tersebut kemudian diperbaharui dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor Per – 01/ MBU/ 2011 yang menyebutkan bahwa Tata Kelola
Perusahaan yang Baik GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses
dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundangundangan dan etika berusaha.
36
C. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Pada
dasarnya
prinsip-prinsip
Corporate
Governance
menurut
OECDmencakup lima bidang yang terdiri dari :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the rights of
shareholders)
34
Adrian, op.cit.., hlm.121
Keputusan Menteri Nomor.Kep- 117/M-MBU/2002 Pasal 1
36
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per – 01/ MBU/ 2011
35
Pasal 1
Universitas Sumatera Utara
Kerangka normatif corporate governance harus melindungi hak-hak
pemegang saham. Hak-hak dasar pemegang saham meliputi hak untuk:
a.
menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan;
b.
mengalihkan dan memindahkan saham yang dimilkinya;
c.
memperoleh informasi yang relevan tentang Perseroan secara
berkala dan teratur;
d.
ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS memilih anggota
dewan komisaris dan direksi;
e.
memperoleh keuntungan Perseroan.
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (the equitable
treatment
of
shareholders).Kerangka
corporate governance
harus
menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham
harus memilki kesempatan untuk
mendapatkan penggantian atas
pelanggaran dari hak-hak mereka.
a.
Seluruh pemegang saham baik pemegang saham mayoritas maupun
minoritas harus diperlakukan sejajar.
b.
Melarang praktik-praktik insider trading dan self-dealing.
c.
Anggota Direksi dan Dewan Komisaris harus mengungkapkan
(disclose) suatu fakta material dalam transaksi dan permasalahan
yang mempengaruhi Perseroan
3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perseroan (the role of
stakeholders in CG).
Universitas Sumatera Utara
Kerangka corporate governance harus memberikan pengakuan
terhadap hak-hak stakeholders, seperti yang ditentukan dalam undangundang dan mendorong kerjasama yang aktif antara perseroan dengan
para stakeholderstersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan,
lapangan kerja dan kesinambungan usaha.
4.Keterbukaan dan transparansi (disclosure dan transparency)
Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan
yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan material yang
berkaitan dengan perseroan, pengungkapan ini meliputi informasi
mengenai keuangan, kinerja perseroan, kepemilikan dan pengelolaan
perseroan.
5. Akuntabilitas Direksi dan Dewan Komisaris (the responsibilities of the
board)
Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pedoman
strategis perseroan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen yang
dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap perseroan dan
pemegang saham.
Kemudian prinsip-prinsip Corporate Governance yang disusun oleh
OECD (Organization for Economic Cooperation andDevelopment) tersebut
diatas, menjadi salah satu acuan universal yang menjadi pijakan dalam
pengembangan di banyak Negara, sehingga dikenal empat prinsip dasar Good
Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability and
responsibility.
1. Fairness (kesataraan dan kewajaran);
Universitas Sumatera Utara
2. Transparency (keterbukaan informasi);
3. Accountability (akuntabilitas);
4. Responsibility (pertanggungjawaban). 37
Dari keempat prinsip dasar tersebut, di Indonesia berkembang menjadi
lima prinsip dengan menambahkan prinsip Independency (Kemandirian)
sebagaimana yang dituangkan dalam Pedoman Umum Good Corporate
Governance 2006 yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) yang mengemukakan lima prinsip dasar Good Corporate Governance
sebagai berikut :
a) Transparansi (transparency)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam
proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material
dan relevan mengenai perseroan. 38 Pemenuhan informasi material perseroan
secara tepat waktu, benar dan teratur yang dapat mempengaruhi pertimbangan
para pemegang saham dalam pengambilan keputusan, merupakan kewajiban dari
Direksi dan atas pengawasan Dewan Komisaris untuk mengungkapkannya
(disclosure),
kewajiban
tersebut
terkait
dengan
prinsip
accountability
(akuntabilitas) dari Direksi dan Dewan Komisaris.
Kewajiban Direksi mengenai pengungkapan informasi perseroan di dalam
UUPT harus dilakukan dalam bentuk laporantahunan, sebagaimana diatur dalam
Pasal 66 UUPT yang menyatakan bahwa :
Ayat (1) :
Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS
setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu
37
38
Mas, op.cit.,hlm 9
Mas, op.cit,.hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan
berakhir.
Ayat (2):
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat sekurang-kurangnya:
1.1 Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun
buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya,
laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan
laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
1.2 Laporan mengenai kegiatan Perseroan;
1.3 Laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
1.4 Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan
usaha Perseroan;
1.5Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
1.6 Nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
1.7 Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru
lampau. 39
Berkaitan dengan kewajiban Direksi tersebut diatas dalam memberikan
laporan tahunan, UUPT kembali menitikberatkan pada pemberian informasi
mengenai laporan keuangan dengan sanksinya apabila informasi yang diberikan
tidak benar atau menyesatkan 40.Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
39
Republik Indonesia, Undang- undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
40
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106
tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 69 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal laporan keuangan yang
Universitas Sumatera Utara
perlindungan kepada para pemegang saham mengenai keadaan finansial suatu
perseroan, dimana memberikan jaminan dan kepastian bahwa harta kekayaan dari
para pemegang saham dipergunakan oleh perseroan sesuai peruntukannya.Begitu
juga perlindungan terhadap para pemegang saham dan calon pemegang saham
yang cenderung melihat kondisi perseroan dari laporan keuangan untuk
menanamkan uangnya tanpa melihat kondisi perseroan secara mendalam.
Kewajiban akan memberikan informasi perseroan secara tepat waktu,
benar dan teratur juga diatur dalam hal penyelenggaran Rapat Umum Pemegang
Saham
(RUPS),
Direksi wajib
memberikan
informasi
perseroan
yang
berhubungan dengan mata acara rapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat (2)
UUPT yang menyatakan bahwa dalam forum RUPS, pemegang saham berhak
memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari Direksi dan/atau
Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak
bertentangan dengan kepentingan perseroan.
Hal tersebut dimaksudkan memberikan perlindungan terhadap pemegang
saham agar dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal
yang mempengaruhi eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham.
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perseroan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perseroan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan
Universitas Sumatera Utara
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Dalam pelaksanaannya, prinsip transparansi memiliki pedoman sebagai berikut :
1. Perseroan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku
kepentingan sesuai dengan haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi,
misi, sasaran usaha dan strategi perseroan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan sahamoleh
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya
dalam perseroan dan perseroan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem
pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat
kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perseroan.
3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perseroan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perseroan sesuai dengan peraturan
perundangundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4. Kebijakan perseroan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada pemangku kepentingan.
b) Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas
adalah
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem
dan
pertanggungjawaban organ perseroan sehingga pengelolaan perseroan terlaksana
secara efektif. 41Prinsip ini juga turut mendukung keberadaan doktrin fiduciary
duties yang pada dasarnya memberikan konsep normatif mengenai wewenang dan
41
Mas, op. cit..hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan perseroan,
sehingga doktrin tersebut dapat diimplementasikan secara konkret.42
Doktrin dari fiduciary duties dimaksud adalah berkaitan dengan tugas
kepercayaan yang diberikan oleh perseroan dalam melakukan pengurusan
Perseroan untuk kepentingan Perseroan itu sendiri, dimana Direksi dalam
melaksanakan fiduciary duties-nya dituntut untuk bertindak dengan asas:
1.1 duty of good faith
1.2 duty of disclousure.
Asas pertama dari fiduciary duties, yaitu duty of good faith terkandung
kewajiban bagi Direksi untuk hanya mengutamakankepentingan perseroan
semata-mata,
serta
tidak
untuk
memanfaatkankedudukannya
(corporate
opportunity) sebagai Direksi untukmemperoleh manfaat baik langsung maupun
tidak langsung dariperseroan secara tidak adil. Hal ini dicontohkan dalam
kewajibannyauntuk
sebisa
dimanakepentingan
dan
mungkin
kewajiban
menghindari
pribadi
terjadinya
Direksi
berada
keadaan
dalam
benturankepentingan dengan kepentingan perseroan dan atau kewajibanDireksi
terhadap Perseroan (conflict of interest), serta untukmemanfaatkan harta kekayaan
Perseroan untuk kepentingan dirinyasendiri (self dealing).43
Perseroan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perseroan harus dikelola secara benar, terukur dan
sesuai dengan kepentingan perseroan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan
42
Hindarmojo Hinuri, ed., The Essence of Good Corporate Governance; Konsep dan
Implementasi pada Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia (Jakarta: Yayasan
pendidikanPasar Modal Indonesia & Sinergy Communication, 2002), hlm. 65.
43
Gunawan Widjaja, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT (Jakarta:
Forum Sahabat, 2008), hlm 47.
Universitas Sumatera Utara
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Prinsip akuntabilitas memiliki pedoman sebagai berikut :
a. Perseroan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing
organ Perseroan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi,
misi, nilai- nilai perseroan (corporate values), dan strategi perseroan.
b. Perseroan harus meyakini bahwa semua organ perseroan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan perannya
dalam pelaksanaan GCG.
c. Perseroan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif
dalam pengelolaan perseroan.
d. Perseroan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perseroan yang
konsisten dengan sasaran usaha perseroan, serta memiliki sistem penghargaan
dan sanksi (reward and punishment system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perseroan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku
(code of conduct) yang telah disepekati.
c) Responsibilitas (responsibility)
Prinsip responsibility merupakan perwujudan dari tanggung jawab suatu
perseroan untuk mematuhi dan menjalankan setiap aturan yang telah ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara asalnya atau
tempatnya
berdomisili
secara konsekuen.Termasuk
peraturan di
bidang
lingkungan hidup, persaingan usaha, ketenagakerjaan, perpajakan, perlindungan
Universitas Sumatera Utara
konsumen dan sebagainya, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangundangan di tiap-tiap negara. 44
Pertanggungjawaban Perseroan dalam mematuhi peraturan perundangundangan merupakan kerangka dari tata kelola perseroan yang baik yaitu sebagai
wujud dari hukum itu ditegakkan atau dipatuhi. Dengan dipatuhinya semua NN
peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh perseroan akan memberikan
citra positif bagi suatu perseroan, baik di mata pemerintah maupun di mata
masyarakat luas. Sedangkan bagi pemegang saham akan berdampak pada nilai
dari saham itu sendiri dan memberikan kepastian mengenai kelanjutan usaha
perseroan (corporate sustainability), begitu juga dengan calon investor
mempunyai alasan yang kuat untuk menanamkan modalnya.
Pertanggungjawaban
perseroan
pada
masyarakat
dan
lingkungan,
merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai goodcorporate citizen, pertanggungjawaban tersebut
telah diatur dalam Pasal 74 UUPT yang menyatakan bahwa :
1.1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan.
1.2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
44
Ibid.,hlm.82
Universitas Sumatera Utara
1.3 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
1.4 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perseroan
harus
mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usahadalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman dalam pelaksanaannya
adalah :
a. Organ Perseroan harus berpegang pada prinsip kehatihatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar dan peraturan Perseroan (by-laws)
b. Perseroan harus melaksanakan tanggung jawab social dengan antara lain
peduliterhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
Perseroan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
d) Independensi (Independency)
Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perseroan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak maupun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsipprinsipkorporasi yang sehat.45
Independensi atau kemandirian fungsi masing-masing organ perseroan di
dalam perseroan, merupakan suatu hal yang sangat krusial untuk mencegah
45
Mas, op. cit..hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
terjadinya benturan kepentingan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
perseroan begitu juga pemegang saham.Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya
di dalam prinsip accountability (akuntabilitas), dimana self dealing sebagai bagian
dari benturan kepentingan dapat dicegah dengan memberikan kewajiban bagi
Direksi dan Dewan Komisaris maupun keluarganya melaporkan kepemilikan
sahamnya. 46
Selain itu juga dalam menjaga kemandirian masing fungsi organ
perseroan, yaitu diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa :
Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri
maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung
atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. 47
Ketentuan diatas dikenal dengan kepemilikan silang (cross holding) yang
terjadi apabila perseroan memiliki saham yang yang dikeluarkan oleh perseroan
lain yang memiliki saham perseroan tersebut. Ada beberapa alasan dimana
kepemilikan silang dilarang, dimana salah satunya berkaitan dengan prinsip
independency (kemandirian) yaitu dilihat dari sisi manajemen, bahwa kepemilikan
silang cenderung menyebabkan terjadinya percampuran antara pemilikan dan
pengurusan perseroan sehingga dalam hal ini manajemen tidak lagi independen
satu terhadap yang lainnya.
Akan tetapi hal tersebut terdapat pengecualian, dalam hal perseroan
membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
46
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN
No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756 ps. 101 ayat (1) dan ps.116.
47
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN
No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756 ps. 36 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih
perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan
ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan
b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan
dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh
Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung
atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh
persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali
diatur lain dalam peraturan perundang undangan di bidang pasar modal. 48
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perseroan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perseroan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman dalam
pelaksanaannya adalah :
1) Masing-masing organ Perseroan harus menghindari terjadinya
dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan
tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari
segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif.
2) Masing-masing organ Perseroan harus melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung
jawab antara satu dengan yang lain.
e) . Kewajaran dan kesetaraan (fairness)
48
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN
No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 37 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan
yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.Prinsip
fairness merupakan keharusan bagi sebuah Perseroan untuk memberikan
kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham (baik pemegang saham
mayoritas atau minoritas, asing atau domestik), sehingga kerugian akibat
perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin. 49
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perseroan dikelola secara baik
dan prudent (hati-hati) sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang
saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi
perlindungan
kepada
perusahaan
terhadap
praktek
korporasi
yang
merugikan.Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin
perlakuanyang adil diantara beragam kepentingan dalam perusahaan. 50
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukansyarat agar bisa
diberlakukan secara efektif.Syarat itu berupaperaturan perundang-undangan yang
jelas, tegas, konsisten dan dapatditegakkan secara efektif. Hal ini dinilai penting
karena akan menjadipenjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang
sahammanapun, tanpa pengecualian. Peraturan perundang-undangan iniharus
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindaripenyalahgunaan lembaga
peradilan (litigation abuse). Diantaralitigation abuse ini adalah penyalahgunaan
ketidakefisienan lembagaperadilandalam mengambil keputusan sehingga pihak
yang
beritikadbaik
49
50
mengulur-ngulur
waktu
kewajiban
yang
harus
Mas, op. cit..hlm. 71.
Ibid.,hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
dibayarkannyaatau
bahkan
dapat
terbebas
dari
kewajiban
yang
harus
dibayarkan. 51
Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perseroan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.Pedoman pokok pelaksanaannya
adalah :
1.1 Perseroan harus memberikan kesempatan pada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perseroan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
1.2Perseroan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
perseroan.
1.3Perseroan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara professional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan kondisi fisik.
Pada BUMN, prinsip-prinsip GCG yang diterapkan pada perusahaan
meliputi :
a. transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan
b. kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun
51
Ibid.,.hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
c. akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
d. pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat;
e. kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
52
D. Penerapan Good Corporate Governance Pada BUMN
Penerapan GCG dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan
peraturan.Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individuindividu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan
kelangsungan hidup Perseroan, kepentingan stakeholders dan menghindari caracara menciptakan keuntungan yang sesaat. Di sisi lain adalah dorongan dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 53
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menyusun, mengelaborasi, dan
bahkan menyempurnakan aturan seputar corporate governance yang dituangkan
dalam berbagai regulasi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) merupakan pembaharuan landasan hukum di bidang
52
Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek
Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pasal 3
53
Komite Nasional Kebijakan Governance, “Pedoman Umum Good Corporate
Governance
Indonesia,”,
http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf
(diakses pada tanggal 2 September 2016)
Universitas Sumatera Utara
ekonomi sejalan dengan dengan arah Kebijakan Pembangunan Nasional sebagai
penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT) merupakan kerangka yang sangat penting bagi pengaturan prinsip-prinsip
GCG di Indonesia.Untuk menyesuaikan prinsip-prinsip tentang pengelolaan
perseroan yang baik (good corporate governance), maka aspek hukum yang
menegaskan peraturan tentang perseroan terbatas memiliki ruang lingkup yang
menegaskan tentang prinsip-prinsip hukum dan implementasi yang tegas
sehubungan kedudukan dan tanggung jawab daripada Dewan Komisaris, Direksi
dan para pemegang saham melalui RUPS.
SetidaknyaPedoman Penerapan Umum Good Corporate Governance yang
disusun KNKG dapat menjadi acuan bagi perseroan untuk melaksanakan GCG
dalam rangka :
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi
serta kewajaran dan kesetaraan.
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang
Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional,
sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus
investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Sehubungan dengan perlunya penerapanGCG pada sektor publik di dalam
perseroan maka pelaksanaannya dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang
saham sebagai akibat dari pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat
penyalahgunaan wewenang (wrong doing), ataupun berupa biaya pengawasan
yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari
pengelolaan Perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana
atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring
dengan turunnya tingkat risiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra
perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pemangku kepentingan) dalam
lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai
strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka
Universitas Sumatera Utara
mendapat jaminan bahwa merekajuga mendapat manfaat maksimal dari segala
tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan. 54
Badan Usaha Milik Negara atau yang selanjutnya disebut BUMN 55 juga
diwajibkan menerapkan GCG dalam perusahaannya. Dalam melaksanakan
tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta
kewajaran. 56 Prinsip- prinsip tersebut ialah prinsip- prinsip yang terdapat pada
GCG. Selanjutnya melalui Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor : Per – 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara maka BUMN pun wajib
menerapkan prinsip GCG.BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan
berkelanjutan dengan berpedoman
pada Peraturan Menteri ini dengan tetap
memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar
BUMN. 57Penerapan prinsip-prinsip GCG pada BUMN, bertujuan untuk:
1. Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat,
baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan
keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan
BUMN;
54
Mas.Op.Cit., hlm. 16.
Menurut UU BUMN, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan.
56
Republik Indonesia, Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara Pasal 5
57
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per – 01/MBU/2011
tentang Penerapan Tata Kelola yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik
Negara pada BUMN Pasal 2
55
Universitas Sumatera Utara
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ
Perum;
3. Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab
sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian lingkungan di
sekitar BUMN;
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
5. Meningkatkan iklim yang kon
ASPEK HUKUM GOOD CORPORATE GOVERNANCE MENURUT UU
NO 40 TAHUN 2007
A. Sejarah Good Corporate Governance di Indonesia
Sejarah perkembangan konsep corporate governance hingga permulaan
abad ke-21, telah melalui dua tahapan generasi. Generasi pertama dibidani oleh
Berle dan Means (1932) dengan penekanan pada konsekuensi dari terjadinya
pemisahan antara kepemilikan dan kontrol atas suatuperseroan modern (the
modern corporation). Menurut mereka, sejalan dengan berkembangnya perseroan
menjadi semakin besar, maka pengelolaan perseroan yang semula dipegang oleh
pemilik (owner-manager) harus diserahkan pada kaum profesional. Dalam kaitan
ini isu yang dianggap dominan adalah; perlunya suatu mekanisme untuk
menjamin bahwa manajemen (agent), yang merupakan orang gajian pemilik
modal (principal), akan mengelola perseroan sesuai dengan kepentingan pemilik.
Pesan penting dari penjelasan ini adalah terdapatnya potensi konflik kepentingan
(conflict of interests) antara pihak agent dan principal. 19
Perkembangan signifikan dalam konsep corporate governance pada
generasi pertama ditandai dengan kemunculanJensen dan Meckling (1976) hampir
setengah abad kemudian.Keduaekonom ini terkenal dengan teori ke-agenan
(agency theory) yangmenandai tonggak perkembangan riset yang luar biasa di
bidanggovernance.Melalui teori ini, berbagai ilmu sosial lainnya seperti;sosiologi,
manajemen
strategi,
manajemen
keuangan,
akuntansi,etika
bisnis
dan
19
Akhmad Syakhroza,Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Corporate Governance: Sejarah dan Perekembangan, Teori, Model dan
Sistem Governance serta Aplikasinya pada Perseroan BUMN, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2005), hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
organisasi mulai menggunakan pendekatan teorikeagenan untuk memahami
fenomena corporate governance.Akibatnya perkembangan corporate governance
menjadimultidimensi, Turnbull
menyebutkan sebagai sebuah multidisiplin
ilmu.Dibandingkan dengan periode sebelumnya, dimanapemanfaatan teori
dimaksud masih didominasi oleh para ahli hukum(legal) dan ekonom (economist).
Pada era generasi pertama pulamuncul berbagai derivasi teori keagenan hasil dari
sintesis melaluiproses dialektika dan berbagai bidang keilmuan diatas. 20
Perkembangan yang secara efektif dianggap sebagai awal munculnya
generasi kedua corporate governance ditandai dengan hasil karya La-Porta dan
koleganya pada tahun 1998.Secara signifikan LLSV 21 mengidentifikasikan
kecenderungan terdapatnya konsentrasi kepemilikan perseroan pada pihak-pihak
tertentu. Berbeda dengan Berle dan Means, menurut LLSV penerapan corporate
governance di suatu negara sangatdipengaruhi oleh kondisi perangkat hukum
dinegara tersebut dalam upaya melindungi kepentingan berbagai pihak yang
terkait dengan Perseroan, terutama pemilik minoritas. Jika sebelumnya konflik
kepentingan dianggap terjadi antara pemilik modal (principal) dengan pengelola
(agent), LLSVmenyatakan bahwa di berbagai negara lainnya di luar AS dan
Inggris, kepemilikan perseroan sangat terkonsentrasi. Akibatnya, konflik
kepentingan akan terjadi antara “pemilik mayoritas yang kuat” dengan “pemilik
minoritas” yang berada pada posisi yang lemah. Lebih lanjut, LLSV berpendapat
bahwa sistem hukum yang tidak kondusif dan belum berpihak pada kepentingan
20
Ibid
La-Porta, Lopez-de-Silanes, Shleifer dan Vishny (disingkat LLSV) lebih dikenal
sebagai para ahli yang memperkenalkan dan mempopulerkan pendekatan legal-keuangan (legal
and finance approach) di dalam memahami fenomena corporate governance.
21
Universitas Sumatera Utara
umum, mengakibatkan konflik ini menjadi semakin tajam sehingga berpotensi
merusak sistem perekonomian negara secara keseluruhan. 22
Istilah corporate governance secara eksplisit baru muncul pertama kali
pada tahun 1984 dalam tulisan Robert I. Tricker. Di dalam bukunya, Tricker
memandang corporate governance memilki kegiatan utama sebagai berikut : 23
1. Direction, yang berfokus pada formulasi arah dan strategi untuk masa
depan perseroan secara jangka panjang;
2. Executive action, yang diaplikasikan dalam pengambilan keputusan;
3. Pengawasan, yang meliputi monitoring performance dari manajemen;
4. Akuntabilitas, yang berfokus pada pertanggungjawaban pihak-pihak yang
membuat keputusan.
Konsepsi governance mulai menguat di Indonesia pasca krisis ekonomi di
paruh akhir tahun 1997 ditandai dengan ditandatanganinya Letter of Intents (LOI)
antara pemerintah Indonesia dengan lembaga donor International Monetery Fund
(IMF) yang mensyaratkan perbaikan governance (public maupun korporasi)
sebagai syarat diberikan bantuan. Kemudian dipertegas dengan ditetapkannya Tap
MPR No VII tahun 2001 tentang visi Indonesia masa depan dalam bab IV ayat (9)
butir a, yaitu terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan,
akuntabel, memiliki kredibilitas dan bebas KKN. LOI dan Tap MPR ini kemudian
direspon oleh pemerintah untuk mewujudkan goodcorporate governance
dengandikeluarkan perangkat-perangkat Perundang-undangan dan Peraturan
Pemerintah. 24
22
Akhmad, op.cit.,hlm. 9.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance;
Mengesampingkan Hak-hak Instimewa demi Kelangsungan Usaha (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006), hlm. 8.
23
Universitas Sumatera Utara
B. Pengertian dan Dasar Hukum Good Corporate Governance
Corporate Governance menjadi suatu topik ataupun isu dalam dunia bisnis
yang sedang hangat dibicarakan diseluruh dunia pada penghujung abad 20 dan
awal abad 21 ini.Tidak kurang dari badan organisasi dunia seperti World Bankikut
merintis konsep-konsep corporate governance.Namun demikian esensi dari
corporate governance itu sendiri belum banyak diketahui oleh kebanyakan orang
maupun para pelaku bisnis di Indonesia.Bahkan di negara kita, istilah governance
itu sendiri belum memiliki padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia.Istilah
yang saat ini dianggap mewakili adalah “Tata Kelola” 25 Surat Keputusan Menteri
Badan Usaha Milik Negara No. Kep-117/M-MBU/2002 merumuskan pengertian
corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang yang masih
harus dibedakan dengan istilah “manajemen”. Istilah corporate sendiri telah lebih
dahulu diadaptasi dalam bahasa Indonesia sebagai korporasi.
Di Indonesia, istilah GCG juga ditempatkan di posisi terhormat. Hal itu,
setidaknya terwujud dalam dua keyakinan. 26Pertama, GCG merupakan salah satu
kunci sukses perseroan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang,
sekaligus memenangkan persaingan bisnis global terutama bagi perseroan yang
telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka.Kedua, krisis ekonomi, di
kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan
penerapan GCG.Diantaranya sistem hukum yang kurang memadai, standar
akuntansi dan audit yang tidak konsisten, praktek perbankan yang lemah, serta
24
Akhmad, Op. cit., hlm. 4.
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, Pedoman Corporate
Governance,2000
26
Mas Achmad Daniri, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia,edisi kedua,
(Jakarta : Ray Indonesia, 2006), hlm.3.
25
Universitas Sumatera Utara
pandangan Board of Directors (BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak
pemegang saham minoritas.
Pada akhir tahun 1980-an mulai banyak kesimpulan yang menyebutkan
struktur kepemilikan dalam bentuk disperedownership 27akan memberikan
dampak bagi buruknya kinerja manajemen. Untuk pertama kalinya, usaha untuk
melembagakan corporate governancedilakukan oleh Bank of England dan
LondonStock Exchange pada tahun 1992 dengan membentuk CadburyCommittee
(Komite Cadbury), yang bertugas menyusun corporate governance code yang
menjadi acuan (benchmark) di banyak negara.Komite Cadbury mendefinisikan
corporate governance sebagaiberikut :
“Corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
Perseroan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
kewenangan yang diperlukan oleh Perseroan, untuk menjamin kelangsungan
eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders.Hal ini berkaitan
dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan
sebagainya.” 28
Akan tetapi gagasan dan pemikiran mengenai GCG sebagai upaya untuk
memulihkankrisis ekonomi mulai diperbincangkan oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) yangdiadopsi oleh banyak
negara dengan mengemukakan 5 (lima) prinsip Corporate Governance, yaitu :
1.Perlindungan
terhadap
hak-hak
pemegang
saham
(The
Rights
of
Shareholders);
2.Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable
Treatment of Shareholders);
27
Dispered ownership adalah struktur kepemilikan perusahaan yang sahamnya tersebar
kepada outside investor (para pemegang saham publik).
28
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, op.cit., hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
3.Peranan
stakeholdersyang
terkait
dengan
Perseroan
dalam
corporategovernance (The Role of Stakeholders in CG);
4.Keterbukaan dan transparansi (Disclosure dan Transparency);
5. Tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris (The Responsibilities of The
Board)dan kemudian mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai: 29
“Corporate Governance is a set of relationship between a company’s
management, its board, its shareholders and other stakeholders. It
provides structures. Effective corporategovernance establishes a system
of check and balances over the control of a firm thereby reducing the
chance of mismanagement and misuse of corporate assets, while creating
an incentive structure of managers to maximize the firm’s value.”
Berdasarkan rumusan tersebut diatas, OECD mengartikan Corporate
Governance adalah suatu perangkat dari hubungan antara suatumanajemen
perseroan, Dewan Pengurusnya, para PemegangSahamnya dan penunjang lainnya
membentuk struktur.Keberhasilan Corporate Governance membentuk suatu
sistem check and balances dibawah kontrol dari suatu perseroan dengandemikian
mengurangi kesempatan dari kesalahan manajemen dankesalahan penggunaan
dari aset-aset perseroan, sementara membuatsebuah struktur pendorong pimpinanpimpinan untukmemaksimalkan nilai perseroan.
Definisi menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI):
“Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan
dengan hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan Perseroan.” 30
29
Viraguna Bagoes Oka, “Good Corporate Governance pada Perbankan” dalam
Prosiding: Perseroan Terbatas dan Good Corporate Governance, cet.IV, (Jakarta : Pusat
Pengkajian Hukum, 2006), hlm.73.
30
Misahardi Wilamarta, Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance dalam
Perseroan Terbatas, ( Jakarta:Center for Education and Legal Studies, 2007),hlm.7.FCGI adalah
forum terbuka dari asosiasi bisnis yang mempunyai tujuan untuk mempromosikanpenerapan
standar yang sebaik mungkin di bidang Corporate Governance di Indonesia. Saat inianggota FCGI
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definisi tersebut, maka GCGdapat dikatakan merupakan
konsep yang menyangkutstruktur perseroan pembagian tugas, pembagian
kewenangan
danpembagian
beban
tanggung
jawab
dari
masing-masing
unsurmembentuk struktur perseroan dan mekanisme yang harus ditempuholeh
masing-masing unsur diluar perseroan yang pada hakekatnyamerupakan
stakeholder dari Perseroan. Mengingat demikianpentingnya Good Corporate
Governance bagi perusahan-perusahaandi Indonesia, maka berdasarkan SK
Menko Ekuin No. Kep-10M.EKUIN/08/1999 dibentuklah Komite Nasional
Corporate Governance.Tujuan Komite ini adalah menyusun Code for Good
Corporate Governance (CGCG) sebagai panduan bagi komunitasbisnis di
Indonesia.Komite ini pada dasarnya akanmerekomendasikan perbaikan berbagai
perangkat hukum gunamenunjang implementasi CGCG tersebut. Prinsip yang
terkandungdalam CGCG pada dasarnya lebih bersifat regulation driven.Karena
regulasi
ini
bukan
dimaksudkan
untuk
mengisi
kekosonganhukum
yangmungkintimbul, sehingga aspek etika dalam GCGmenjadi sangat penting. 31
Menurut Komite Nasional Corporate Governance, GCG merupakan pola
hubungan, sistem serta proses yang digunakan oleh organ Perseroan (direksi dan
dewan komisaris) guna memberi nilai tambah kepada para pemegang saham
secara berkesinambungan dalam jangka panjang, berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan norma yang berlaku, dengan tetap memperhatikan
kepentingan para pemegang kepentingan lainnya. Pola hubungan, sistem serta
adalah Asosiasi Emiten Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, Indonesian FinancialExecutives
Association, Masyarakat Transparansi Indonesia, Asosiasi Perseroan Efek Indonesia,Institute of
Internal Auditors dan Indonesian Netherlands Association.
31
Ibid.,hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
proses itu sendiri berjalan berdasarkan 5 (lima) prinsip, yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan keadilan.” 32
Pemahaman terhadap prinsip–prinsip dasar yang terkandung dalam tata
kelola perusahaan yang baik (GCG) merupakan esensi yang mendasar.Melalui
pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip dasar tersebut diharapkan GCG dapat
tercapai, baik oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan maupun oleh para pelaku
usaha sebagai pihak yang melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut
The
Indonesian
Institute
for
Corporate
Governance
(IICG)Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam
menjalankan perseroan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders
yang lain.” 33
Penerapan GCG dapat ditemukan pada UU PT yaitu :
a. Prinsip kemandirian GCG dalam UUPT secara implisit termuat dalam
Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 ayat (1) dan (2),
Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1). Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi; “
Perseroan Terbatas , yangselanjutnya disebut perseroan,adalah badan
hukum
yang
merupakan
persekutuan
modal,
didirikan
32
Komite Nasional Corporate Governance dibentuk berdasarkan putusan Menteri
Koordinator Perekonomian, Keuangan dan Industri No. Kep-10/M.EKUIN/08/1999. Selanjutnya
nama Komite Nasional Corporate Governance berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) untuk mencerminkan luasnya bidang tata kelola Perseroan yang diatur
termasuk BUMN.KNKG merupakan tim yang beranggotakan perwakilan dari beberapa lembaga
yang memiliki keterkaitan denganGCG, yaitu Bank Indonesia, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, dan KADIN Indonesia, yang bertugas untuk mendorong dan meningkatkan
pemahaman dan penerapan goodgovernance di Indonesia, memberikan saran kepada pemerintah,
lembaga-lembaga dan badan- badanlainnya mengenai pengembangan kebijakan dan pelaksanaan
good governance baik dibidang korporasi maupun publik.
33
Tim Corporate Governance BPKP, Modul I GCG – Dasar-dasar Corporate
Governance, (Jakarta:BPKP,2003), hlm.4-5
Universitas Sumatera Utara
berdasarkanperjanjian,melakukankegiatanusahadenganmodaldasaryangsel
uruhnyaterbagidalamsahamdanmemenuhi
persyaratanyangditetapkan
dalamundang–undanginisertaperaturanpelaksanaannya”.Berdasarkan
ketentuan diatas untuk menunjukkan adanya prinsip kemandirian yang
konsisten dalampelaksananaanGCGyaitu dengan disebutkannyabahwa
perseroan adalah badan hukum. Tentunya setelah mendapatkanpengesahan
dari Menteri Hukum dan HAMsesuai dengan Pasal 7 ayat (1).Kemandirian
PT juga bisa dilihat dalam Pasal 5 ayat (1)yang menentukanbahwa
perseroan memiliki nama dan tempat kedudukan sendiri. Selain ituwujud
prinsip
kemandirian
PT
juga
dilihat
dimanaperseroan
memiliki
modalsendiri yang disebutkan dalam Pasal 31 ayat (1), serta memiliki
organperseroan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2).
b. Prinsip transparansi GCG dalam UUPT secara implisit termuat dalam
Pasal 29 ayat (6), Pasal 31 ayat (1), Pasal 44 ayat (2), Pasal 50 ayat (2),
Pasal 101 ayat (1), Pasal 116 huruf (b) dan Pasal 147 ayat (1). Seperti,
daftar perseroan terbuka untuk umum, pengumuman akta pendirian dalam
Berita Negara, Tambahan Berita Negara atau surat kabar, kepemilikan
saham secara umum, kepemilikan saham komisaris, kepemilikan saham
direksi, maupun pengumuman ketika perseroan bubar melalui surat kabar
maupun berita Negara Republik Indonesia.
c. Prinsip akuntabilitas GCG dalam UUPT terbagi ke dalam 3 bagian yaitu
akuntabilitas bagi RUPS, Komisaris dan Direksi. Prinsip akuntanbilitas
bagi RUPS terkandung dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 75 ayat (1).Pasal 75
ayat (1) UUPT menyatakan bahwa RUPS mempunyai wewenang yang
Universitas Sumatera Utara
tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang
ditentukan dalam undang - undang ini dan/atau anggarandasar.Bagi
Direksi terkandung dalam Pasal 92 ayat (1) dan (2), Pasal 97 ayat (2).Pasal
92 ayat(1) Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan bahwa
Direksi
menjalankanpengurusanperseroanuntukkepentinganperseroandansesuaiden
ganmaksuddantujuanperseroan.Lebih
lanjut
dalam
Pasal
(2)menentukankepengurusanwajibdilaksanakansetiapanggota
97
ayat
Direksi
dengan itikadbaikdanpenuhtanggungjawab.Bagi Komisaris terkandung
dalamPasal 108 ayat (1) dan (2), Pasal 114 ayat (2).Pasal 108 ayat (1)
menyatakanbahwa
“Dewan
Komisaris
melakukan
pengawasanataskebijakanpengurusan,jalannyapengurusanpadaumumnya,b
aikmengenaiperseroanmaupunusahaperseroan,danmemberinasihatkepadaD
ireksi
”.
SelanjutnyaPasal
108
ayat
(2)
menentukan
bahwaPengawasandanpemberiannasihatsebagaimanadimaksudpadaayat(1)
dilakukanuntukkepentinganperseroandansesuaidenganmaksuddantujuanpe
rseroan.
d. Prinsip responsibilitas GCG dalam UUPT terbagi ke dalam 4
(empat)bagian
yaitu
responsibilitas
bagi
perseroan,pemegang
saham,Komisaris danDireksi.Penerapan prinsipresponsibilitasGCG bagi
Perseroan yang berisitanggungjawab perseroan sebagai badan usaha yang
berbadan hukum (subyekhukum)terkandung dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal
74 UUPT.PenerapanprinsipresponsibilitasGCG bagi Pemegang Saham
yang berisitanggungjawab Pemegang Saham hanya sebesar nilai nominal
Universitas Sumatera Utara
saham yangdimilikinya dalam perseroan ditunjukkan dalam Pasal 3 ayat
(1).
PenerapanprinsipresponsibilitasGCG
tanggungjawab.Direksi dalam
bagi
Direksi
menjalankan tugasnya
yang
berisi
melaksanakan
kepengurusan atas Perseroanterkandung dalam Pasal 97 ayat (1), (2), (3)
dan
(4)
UUPT.
Pasal 97
ayat
(1)menentukan
bahwa
Direksi
bertanggungjawabataspengurusanperseroan.Ditegaskan lebih lanjut dalam
Pasal
97
ayat
(2)
bahwa
pengurusanterhadap
Perseroan
wajibdilaksanakansetiapanggota
itu
Direksi
denganitikadbaikdanpenuhtanggungjawab.Penerapan
prinsipresponsibilitasGCGbagi Komisaris yang berisi tanggungjawab
Dewan
Komisaris
dalam
menjalankantugasnyamelaksanakan
pengawasannya atas kinerja Direksi terkandungdalam Pasal 114 ayat (1),
(2), (3) dan (4) UUPT. Pasal 114 ayat (1) UUPTmenentukan bahwaDewan
Dewan
Komisaris
bertanggungjawabataspengawasanPerseroan.Selanjutnya dalam Pasal 114
ayat
(2)
menentukan
bahwasetiapanggotaDewan
Komisaris
wajibdenganitikadbaik,kehati-hatian,danbertanggungjawabdalam
menjalankan tugaspengawasan dan pemberiannasihat kepada Direksi
untukkepentinganperseroandansesuaidenganmaksuddantujuanperseroan.
e. Penerapan prinsip keadilan GCG dalam UUPT tergambar dalam Pasal 52,
Pasal 61 ayat (1), Pasal 84 ayat (1) danPasal 126 ayat (1).Pasal 84 ayat (1)
menentukan bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak
suara. Pasal 52 menentukan mengenai hak–hak pemegang saham. Prinsip
keadilan menjamin bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang diambil
Universitas Sumatera Utara
adalah demi kepentingan seluruh pihak yang berkepetingan baik itu
pelanggan, shareholders ataupun masyarakat luas. Para pemegang saham
harus diperlakukan secara adil berdasarkan prinsip kesetaraan. Dengan
demikian, para pemegang saham harus mempunyai hak penuh yang tidak
dilanggar untuk memberikan satu suara setiap saham 34
Selain dalam UU PT, pengaturan mengenai GCG juga dapat ditemukan
pada Keputusan Menteri Nomor.Kep- 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan
Praktek GCG pada BUMN.Corporate governanceadalah suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang
dengan
tetap
memperhatikan
stakeholderlainnya,
kepentingan
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
35
Peraturan Menteri
tersebut kemudian diperbaharui dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor Per – 01/ MBU/ 2011 yang menyebutkan bahwa Tata Kelola
Perusahaan yang Baik GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses
dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundangundangan dan etika berusaha.
36
C. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Pada
dasarnya
prinsip-prinsip
Corporate
Governance
menurut
OECDmencakup lima bidang yang terdiri dari :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the rights of
shareholders)
34
Adrian, op.cit.., hlm.121
Keputusan Menteri Nomor.Kep- 117/M-MBU/2002 Pasal 1
36
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per – 01/ MBU/ 2011
35
Pasal 1
Universitas Sumatera Utara
Kerangka normatif corporate governance harus melindungi hak-hak
pemegang saham. Hak-hak dasar pemegang saham meliputi hak untuk:
a.
menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan;
b.
mengalihkan dan memindahkan saham yang dimilkinya;
c.
memperoleh informasi yang relevan tentang Perseroan secara
berkala dan teratur;
d.
ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS memilih anggota
dewan komisaris dan direksi;
e.
memperoleh keuntungan Perseroan.
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (the equitable
treatment
of
shareholders).Kerangka
corporate governance
harus
menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham
harus memilki kesempatan untuk
mendapatkan penggantian atas
pelanggaran dari hak-hak mereka.
a.
Seluruh pemegang saham baik pemegang saham mayoritas maupun
minoritas harus diperlakukan sejajar.
b.
Melarang praktik-praktik insider trading dan self-dealing.
c.
Anggota Direksi dan Dewan Komisaris harus mengungkapkan
(disclose) suatu fakta material dalam transaksi dan permasalahan
yang mempengaruhi Perseroan
3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perseroan (the role of
stakeholders in CG).
Universitas Sumatera Utara
Kerangka corporate governance harus memberikan pengakuan
terhadap hak-hak stakeholders, seperti yang ditentukan dalam undangundang dan mendorong kerjasama yang aktif antara perseroan dengan
para stakeholderstersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan,
lapangan kerja dan kesinambungan usaha.
4.Keterbukaan dan transparansi (disclosure dan transparency)
Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan
yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan material yang
berkaitan dengan perseroan, pengungkapan ini meliputi informasi
mengenai keuangan, kinerja perseroan, kepemilikan dan pengelolaan
perseroan.
5. Akuntabilitas Direksi dan Dewan Komisaris (the responsibilities of the
board)
Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pedoman
strategis perseroan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen yang
dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris terhadap perseroan dan
pemegang saham.
Kemudian prinsip-prinsip Corporate Governance yang disusun oleh
OECD (Organization for Economic Cooperation andDevelopment) tersebut
diatas, menjadi salah satu acuan universal yang menjadi pijakan dalam
pengembangan di banyak Negara, sehingga dikenal empat prinsip dasar Good
Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability and
responsibility.
1. Fairness (kesataraan dan kewajaran);
Universitas Sumatera Utara
2. Transparency (keterbukaan informasi);
3. Accountability (akuntabilitas);
4. Responsibility (pertanggungjawaban). 37
Dari keempat prinsip dasar tersebut, di Indonesia berkembang menjadi
lima prinsip dengan menambahkan prinsip Independency (Kemandirian)
sebagaimana yang dituangkan dalam Pedoman Umum Good Corporate
Governance 2006 yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) yang mengemukakan lima prinsip dasar Good Corporate Governance
sebagai berikut :
a) Transparansi (transparency)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam
proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material
dan relevan mengenai perseroan. 38 Pemenuhan informasi material perseroan
secara tepat waktu, benar dan teratur yang dapat mempengaruhi pertimbangan
para pemegang saham dalam pengambilan keputusan, merupakan kewajiban dari
Direksi dan atas pengawasan Dewan Komisaris untuk mengungkapkannya
(disclosure),
kewajiban
tersebut
terkait
dengan
prinsip
accountability
(akuntabilitas) dari Direksi dan Dewan Komisaris.
Kewajiban Direksi mengenai pengungkapan informasi perseroan di dalam
UUPT harus dilakukan dalam bentuk laporantahunan, sebagaimana diatur dalam
Pasal 66 UUPT yang menyatakan bahwa :
Ayat (1) :
Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS
setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu
37
38
Mas, op.cit.,hlm 9
Mas, op.cit,.hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan
berakhir.
Ayat (2):
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat sekurang-kurangnya:
1.1 Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun
buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya,
laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan
laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
1.2 Laporan mengenai kegiatan Perseroan;
1.3 Laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
1.4 Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan
usaha Perseroan;
1.5Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
1.6 Nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
1.7 Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru
lampau. 39
Berkaitan dengan kewajiban Direksi tersebut diatas dalam memberikan
laporan tahunan, UUPT kembali menitikberatkan pada pemberian informasi
mengenai laporan keuangan dengan sanksinya apabila informasi yang diberikan
tidak benar atau menyesatkan 40.Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
39
Republik Indonesia, Undang- undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
40
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106
tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 69 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal laporan keuangan yang
Universitas Sumatera Utara
perlindungan kepada para pemegang saham mengenai keadaan finansial suatu
perseroan, dimana memberikan jaminan dan kepastian bahwa harta kekayaan dari
para pemegang saham dipergunakan oleh perseroan sesuai peruntukannya.Begitu
juga perlindungan terhadap para pemegang saham dan calon pemegang saham
yang cenderung melihat kondisi perseroan dari laporan keuangan untuk
menanamkan uangnya tanpa melihat kondisi perseroan secara mendalam.
Kewajiban akan memberikan informasi perseroan secara tepat waktu,
benar dan teratur juga diatur dalam hal penyelenggaran Rapat Umum Pemegang
Saham
(RUPS),
Direksi wajib
memberikan
informasi
perseroan
yang
berhubungan dengan mata acara rapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat (2)
UUPT yang menyatakan bahwa dalam forum RUPS, pemegang saham berhak
memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari Direksi dan/atau
Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak
bertentangan dengan kepentingan perseroan.
Hal tersebut dimaksudkan memberikan perlindungan terhadap pemegang
saham agar dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal
yang mempengaruhi eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham.
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perseroan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perseroan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan
Universitas Sumatera Utara
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Dalam pelaksanaannya, prinsip transparansi memiliki pedoman sebagai berikut :
1. Perseroan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku
kepentingan sesuai dengan haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi,
misi, sasaran usaha dan strategi perseroan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan sahamoleh
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya
dalam perseroan dan perseroan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem
pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat
kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perseroan.
3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perseroan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perseroan sesuai dengan peraturan
perundangundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4. Kebijakan perseroan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada pemangku kepentingan.
b) Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas
adalah
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem
dan
pertanggungjawaban organ perseroan sehingga pengelolaan perseroan terlaksana
secara efektif. 41Prinsip ini juga turut mendukung keberadaan doktrin fiduciary
duties yang pada dasarnya memberikan konsep normatif mengenai wewenang dan
41
Mas, op. cit..hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan perseroan,
sehingga doktrin tersebut dapat diimplementasikan secara konkret.42
Doktrin dari fiduciary duties dimaksud adalah berkaitan dengan tugas
kepercayaan yang diberikan oleh perseroan dalam melakukan pengurusan
Perseroan untuk kepentingan Perseroan itu sendiri, dimana Direksi dalam
melaksanakan fiduciary duties-nya dituntut untuk bertindak dengan asas:
1.1 duty of good faith
1.2 duty of disclousure.
Asas pertama dari fiduciary duties, yaitu duty of good faith terkandung
kewajiban bagi Direksi untuk hanya mengutamakankepentingan perseroan
semata-mata,
serta
tidak
untuk
memanfaatkankedudukannya
(corporate
opportunity) sebagai Direksi untukmemperoleh manfaat baik langsung maupun
tidak langsung dariperseroan secara tidak adil. Hal ini dicontohkan dalam
kewajibannyauntuk
sebisa
dimanakepentingan
dan
mungkin
kewajiban
menghindari
pribadi
terjadinya
Direksi
berada
keadaan
dalam
benturankepentingan dengan kepentingan perseroan dan atau kewajibanDireksi
terhadap Perseroan (conflict of interest), serta untukmemanfaatkan harta kekayaan
Perseroan untuk kepentingan dirinyasendiri (self dealing).43
Perseroan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perseroan harus dikelola secara benar, terukur dan
sesuai dengan kepentingan perseroan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan
42
Hindarmojo Hinuri, ed., The Essence of Good Corporate Governance; Konsep dan
Implementasi pada Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia (Jakarta: Yayasan
pendidikanPasar Modal Indonesia & Sinergy Communication, 2002), hlm. 65.
43
Gunawan Widjaja, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT (Jakarta:
Forum Sahabat, 2008), hlm 47.
Universitas Sumatera Utara
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Prinsip akuntabilitas memiliki pedoman sebagai berikut :
a. Perseroan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing
organ Perseroan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi,
misi, nilai- nilai perseroan (corporate values), dan strategi perseroan.
b. Perseroan harus meyakini bahwa semua organ perseroan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan perannya
dalam pelaksanaan GCG.
c. Perseroan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif
dalam pengelolaan perseroan.
d. Perseroan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perseroan yang
konsisten dengan sasaran usaha perseroan, serta memiliki sistem penghargaan
dan sanksi (reward and punishment system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perseroan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku
(code of conduct) yang telah disepekati.
c) Responsibilitas (responsibility)
Prinsip responsibility merupakan perwujudan dari tanggung jawab suatu
perseroan untuk mematuhi dan menjalankan setiap aturan yang telah ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara asalnya atau
tempatnya
berdomisili
secara konsekuen.Termasuk
peraturan di
bidang
lingkungan hidup, persaingan usaha, ketenagakerjaan, perpajakan, perlindungan
Universitas Sumatera Utara
konsumen dan sebagainya, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangundangan di tiap-tiap negara. 44
Pertanggungjawaban Perseroan dalam mematuhi peraturan perundangundangan merupakan kerangka dari tata kelola perseroan yang baik yaitu sebagai
wujud dari hukum itu ditegakkan atau dipatuhi. Dengan dipatuhinya semua NN
peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh perseroan akan memberikan
citra positif bagi suatu perseroan, baik di mata pemerintah maupun di mata
masyarakat luas. Sedangkan bagi pemegang saham akan berdampak pada nilai
dari saham itu sendiri dan memberikan kepastian mengenai kelanjutan usaha
perseroan (corporate sustainability), begitu juga dengan calon investor
mempunyai alasan yang kuat untuk menanamkan modalnya.
Pertanggungjawaban
perseroan
pada
masyarakat
dan
lingkungan,
merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai goodcorporate citizen, pertanggungjawaban tersebut
telah diatur dalam Pasal 74 UUPT yang menyatakan bahwa :
1.1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan.
1.2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
44
Ibid.,hlm.82
Universitas Sumatera Utara
1.3 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
1.4 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perseroan
harus
mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usahadalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman dalam pelaksanaannya
adalah :
a. Organ Perseroan harus berpegang pada prinsip kehatihatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar dan peraturan Perseroan (by-laws)
b. Perseroan harus melaksanakan tanggung jawab social dengan antara lain
peduliterhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
Perseroan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
d) Independensi (Independency)
Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perseroan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak maupun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsipprinsipkorporasi yang sehat.45
Independensi atau kemandirian fungsi masing-masing organ perseroan di
dalam perseroan, merupakan suatu hal yang sangat krusial untuk mencegah
45
Mas, op. cit..hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
terjadinya benturan kepentingan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
perseroan begitu juga pemegang saham.Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya
di dalam prinsip accountability (akuntabilitas), dimana self dealing sebagai bagian
dari benturan kepentingan dapat dicegah dengan memberikan kewajiban bagi
Direksi dan Dewan Komisaris maupun keluarganya melaporkan kepemilikan
sahamnya. 46
Selain itu juga dalam menjaga kemandirian masing fungsi organ
perseroan, yaitu diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa :
Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri
maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung
atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. 47
Ketentuan diatas dikenal dengan kepemilikan silang (cross holding) yang
terjadi apabila perseroan memiliki saham yang yang dikeluarkan oleh perseroan
lain yang memiliki saham perseroan tersebut. Ada beberapa alasan dimana
kepemilikan silang dilarang, dimana salah satunya berkaitan dengan prinsip
independency (kemandirian) yaitu dilihat dari sisi manajemen, bahwa kepemilikan
silang cenderung menyebabkan terjadinya percampuran antara pemilikan dan
pengurusan perseroan sehingga dalam hal ini manajemen tidak lagi independen
satu terhadap yang lainnya.
Akan tetapi hal tersebut terdapat pengecualian, dalam hal perseroan
membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
46
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN
No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756 ps. 101 ayat (1) dan ps.116.
47
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN
No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756 ps. 36 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih
perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan
ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan
b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan
dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh
Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung
atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh
persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali
diatur lain dalam peraturan perundang undangan di bidang pasar modal. 48
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perseroan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perseroan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman dalam
pelaksanaannya adalah :
1) Masing-masing organ Perseroan harus menghindari terjadinya
dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan
tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari
segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif.
2) Masing-masing organ Perseroan harus melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung
jawab antara satu dengan yang lain.
e) . Kewajaran dan kesetaraan (fairness)
48
Republik Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN
No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 37 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan
yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.Prinsip
fairness merupakan keharusan bagi sebuah Perseroan untuk memberikan
kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham (baik pemegang saham
mayoritas atau minoritas, asing atau domestik), sehingga kerugian akibat
perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin. 49
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perseroan dikelola secara baik
dan prudent (hati-hati) sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang
saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi
perlindungan
kepada
perusahaan
terhadap
praktek
korporasi
yang
merugikan.Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin
perlakuanyang adil diantara beragam kepentingan dalam perusahaan. 50
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukansyarat agar bisa
diberlakukan secara efektif.Syarat itu berupaperaturan perundang-undangan yang
jelas, tegas, konsisten dan dapatditegakkan secara efektif. Hal ini dinilai penting
karena akan menjadipenjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang
sahammanapun, tanpa pengecualian. Peraturan perundang-undangan iniharus
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindaripenyalahgunaan lembaga
peradilan (litigation abuse). Diantaralitigation abuse ini adalah penyalahgunaan
ketidakefisienan lembagaperadilandalam mengambil keputusan sehingga pihak
yang
beritikadbaik
49
50
mengulur-ngulur
waktu
kewajiban
yang
harus
Mas, op. cit..hlm. 71.
Ibid.,hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
dibayarkannyaatau
bahkan
dapat
terbebas
dari
kewajiban
yang
harus
dibayarkan. 51
Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perseroan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.Pedoman pokok pelaksanaannya
adalah :
1.1 Perseroan harus memberikan kesempatan pada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perseroan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
1.2Perseroan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
perseroan.
1.3Perseroan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara professional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan kondisi fisik.
Pada BUMN, prinsip-prinsip GCG yang diterapkan pada perusahaan
meliputi :
a. transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan
b. kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun
51
Ibid.,.hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
c. akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
d. pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat;
e. kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
52
D. Penerapan Good Corporate Governance Pada BUMN
Penerapan GCG dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan
peraturan.Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individuindividu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan
kelangsungan hidup Perseroan, kepentingan stakeholders dan menghindari caracara menciptakan keuntungan yang sesaat. Di sisi lain adalah dorongan dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 53
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menyusun, mengelaborasi, dan
bahkan menyempurnakan aturan seputar corporate governance yang dituangkan
dalam berbagai regulasi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) merupakan pembaharuan landasan hukum di bidang
52
Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek
Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pasal 3
53
Komite Nasional Kebijakan Governance, “Pedoman Umum Good Corporate
Governance
Indonesia,”,
http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf
(diakses pada tanggal 2 September 2016)
Universitas Sumatera Utara
ekonomi sejalan dengan dengan arah Kebijakan Pembangunan Nasional sebagai
penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT) merupakan kerangka yang sangat penting bagi pengaturan prinsip-prinsip
GCG di Indonesia.Untuk menyesuaikan prinsip-prinsip tentang pengelolaan
perseroan yang baik (good corporate governance), maka aspek hukum yang
menegaskan peraturan tentang perseroan terbatas memiliki ruang lingkup yang
menegaskan tentang prinsip-prinsip hukum dan implementasi yang tegas
sehubungan kedudukan dan tanggung jawab daripada Dewan Komisaris, Direksi
dan para pemegang saham melalui RUPS.
SetidaknyaPedoman Penerapan Umum Good Corporate Governance yang
disusun KNKG dapat menjadi acuan bagi perseroan untuk melaksanakan GCG
dalam rangka :
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi
serta kewajaran dan kesetaraan.
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang
Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional,
sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus
investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Sehubungan dengan perlunya penerapanGCG pada sektor publik di dalam
perseroan maka pelaksanaannya dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang
saham sebagai akibat dari pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat
penyalahgunaan wewenang (wrong doing), ataupun berupa biaya pengawasan
yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari
pengelolaan Perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana
atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring
dengan turunnya tingkat risiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra
perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pemangku kepentingan) dalam
lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai
strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka
Universitas Sumatera Utara
mendapat jaminan bahwa merekajuga mendapat manfaat maksimal dari segala
tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan. 54
Badan Usaha Milik Negara atau yang selanjutnya disebut BUMN 55 juga
diwajibkan menerapkan GCG dalam perusahaannya. Dalam melaksanakan
tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta
kewajaran. 56 Prinsip- prinsip tersebut ialah prinsip- prinsip yang terdapat pada
GCG. Selanjutnya melalui Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor : Per – 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara maka BUMN pun wajib
menerapkan prinsip GCG.BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan
berkelanjutan dengan berpedoman
pada Peraturan Menteri ini dengan tetap
memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar
BUMN. 57Penerapan prinsip-prinsip GCG pada BUMN, bertujuan untuk:
1. Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat,
baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan
keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan
BUMN;
54
Mas.Op.Cit., hlm. 16.
Menurut UU BUMN, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan.
56
Republik Indonesia, Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara Pasal 5
57
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per – 01/MBU/2011
tentang Penerapan Tata Kelola yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik
Negara pada BUMN Pasal 2
55
Universitas Sumatera Utara
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ
Perum;
3. Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab
sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian lingkungan di
sekitar BUMN;
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
5. Meningkatkan iklim yang kon