Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol Chapter III V

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Alat-Alat
-

Hotplate

Gallenkamp

-

Blender

Philiphs

-


Oven

Memmert

-

Neraca analitis

Shimadzu

-

Gelas beaker

Pyrex

-

Gelas ukur


Pyrex

-

Gelas Erlenmeyer

Pyrex

-

Termometer

France

-

Alat Spektrofotometer FT-IR

Shimadzu


-

Alat SEM (Scanning Electron Microscope)

JSM-6360

-

Alat Uji Tarik ASTM D638

Gotech

-

Jangka Sorong

-

Plat Akrilik


-

Spatula

-

Pipet Tetes

-

Ayakan

-

Botol Reagen

-

Botol Aquades


-

Magnetik Stirer

-

Pipet Volumetrik

-

Statif dan Klem

-

Cutter

-

Batang pengaduk


-

Corong

-

Kertas saring

Pyrex

Universitas Sumatera Utara

-

Inkubator

-

Cawan petri


-

Tabung reaksi

-

Rak tabung

-

Cawan porselen

-

Desikator

-

Alat soklet


-

Buret

-

Labu khedjal

-

Tanur

-

Kaca arloji

-

Plastik


3.2

Bahan
-

Biji Buah Nangka

-

Kitosan % DD

90,2%

-

Tepung Tapioka

Sanghee

-


Gliserin

p.a (E-Merk)

-

CH3COOH(aq)

p.a (E-Merk)

-

Aquadest(l)

-

H2SO4 (p)

p.a (E-Merk)


-

Selenium

p.a (E-Merk)

-

N-Heksan

p.a (E-Merk)

-

NaOH(aq)

p.a (E-Merk)

-

HCl(l)

p.a (E-Merk)

-

Escherichia coli

-

Staphylococcus aureus

-

Nutrien agar (NA)

-

Mueller Hinton Agar (MHA)

-

Larutan standar McFarland

-

Plate Count Agar (PCA)

Universitas Sumatera Utara

3.3

Prosedur Penelitian

3.3.1

Pengambilan Sampel

Sampel berupa biji buah nangka yang diperoleh dari pajak gambir tembung. Biji
buah nangka memiliki nama latin (Artocarpus heterophyllus)

3.3.2
3.3.2.1

Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan Larutan CH3COOH 1% (w/v)

Dipipet 1 ml larutan CH3COOH(aq) kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100
ml. Diencerkan dengan akuades hingga garis batas.

3.3.2.2

Pembuatan Larutan Kitosan2% (w/v)

Ditimbang 1 g kitosan kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker.Ditambahkan
50 ml larutan CH3COOH 1% (V/V). Didiamkan selama ± 1 jam hingga seluruh
kitosan larut.

3.3.3
3.3.3.1

Cara Kerja
Preparasi Sampel

Buah nangka dikupas kemudian dipisahkan daging dengan biji.Lalu biji nangka di
cuci bersih.Kemudian biji dipotong tipis-tipis, lalu di jemur selama 2 hari pada
panas matahari, setelah kering dimasukkan didalam blender.Setelah halus diperas,
lalu hasil perasan di saring dengan saringan. Kemudian hasil saringan di diamkan
hingga 12 jam untuk mengendapkan pati yang terbentuk, kemudian filtrat dan
endapan di pisahkan pelan-pelan. Kemudian endapan pati dikeringkan dengan
oven mengunakan suhu ± 70º C sampai 10 jam.Setelah kering diayak pati
menggunakan ayakan 200 mesh.Didapat hasil pati biji nangka.

Universitas Sumatera Utara

3.3.3.2Pembuatan Edible Film
Pembuatan edible film pati biji nangka ini mengacu pada penelitian pembuatan
edible film dari komposit karaginan, tepung tapioka dan lilin lebah yang dilakukan
oleh (Irianto dkk., 2006). Dalam beker gelas di buat campuran antara pati biji
nangka dan agar-agar (pektin) dengan berbagai variasi berat dalam 100 ml
aquades, campuran tersebut dipanaskan menggunakan pemanas sampai mendidih
yang dilengkapi pengaduk, setelah itu pemanas dimatikan, tambahkan gliserol 1
ml, kemudian pemanas dinyalakan kembali yang di lengkapi pengaduk sampai
suhu 50º Celsius, kemudian tambahkan pati tapioka 1,5 gram sampai suhu 60º
Celsius sambil terus diaduk menggunakan pengaduk, terbentuklah larutan edible
film, kemudian di cetak dengan menggunakan cetakan plastik , setelah itu di
keringkan ke dalam oven pada suhu 60ºC selama 24 jam, terbentuklah edible film.
Kemudian edible film dilepaskan dari dalam cetakan.dilakukan uji karakterisasi.

Sebanyak 2 gram tepung tapioka dimasukkan kedalam gelas beaker yang telah
diisi dengan 90 ml akuades. Ditambahkan 0,5 gram pati biji nangka sambil diaduk
dan dipanaskan di atas hotplate pada suhu ± 650C hingga mengental.
Ditambahkan kitosan 2% (w/v).Kemudian ditambahkan 1 ml gliserin.Diaduk
hingga homogen dan dibiarkan mengental. Campuran dituang di plat akrilik dan
diratakan. Dikeringkan didalam oven pada suhu ± 300C selama ± 2 hari.
Dilakukan prosedur yang sama untuk sampel pati biji nangka dengan variasi 1
gram; 1,5 gram; 2 gram; 2,5 gram.

3.3.4 Pengukuran Ketebalan Edible Film
Edible film yang diperoleh dipotong dengan ukuran 10 cm x 10 cm, kemudian
dilakukan pengukuran dengan menggunakan jangka sorong sebanyak dari lima
sisi, yaitu sudut sisi kiri atas, sudut sisi kanan atas, sudut sisi kiri bawah, sudut sisi
kanan bawah dan tengah. Kemudian, dicari rata-rata dari ketebalan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

3.3.5

Pengukuran Kuat Tarik dan Kemuluran

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting
dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer.Kekuatan tarik
suatu bahan didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmax) yang
digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang
awal (A0).
Perhitungan Uji Kuat Tarik :
Kekuatan tarik(σ) =

Keterangan : Load

Fmaks
��

=

����
��

= Tegangan (KgF)

Ao

= Luas specimen (mm2)

σ

= Kekuatan tarik bahan (KgF/mm2)

Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan, maka
bahan akan mengalami regangan. Kurva tegangan terhadap regangan merupakan
karakteristik dari sifat mekanik suatu bahan.

Spesimen yang digunakan untuk uji kekuatan tarik berdasarkan ASTM D
638 seperti terlihat pada gambar 3.2.rangkaian alat uji tarik diset sesuai dengan
yang diperlukan. Kecepatan tarik 100 mm/menit dan beban maksimum 100
kgf.Sampel yang sudah berbentuk dumbbell dijepitkan pada alat uji tarik,
kemudian alat dijalankan dan didata yang dihasilkan diamati pada monitor.
Disamping uji sifat mekanik kekuatan tarik (σ), juga diamati kemuluran (ԑ)
yang didefinisikan sebagai perubahan panjang specimen (I0) dengan perubahan
panjang specimen setelah diberi beban (It) maupun terhadap regangan (stroke).
Perhitungan Kemuluran :
Kemuluran(ԑ) =

��−�0
�0

x 100%

Universitas Sumatera Utara

Kemuluran(ԑ) =

������

Keterangan:

�0

x 100%

ԑ = kemuluran (%)
Stoke = Regangan (mm/menit)
I0= Panjang specimen mula-mula (mm)
It = Panjang specimen setelah diberi beban (mm)

3.3.6

Analisa SEM ( Scanning Electron Microscope)

Analisa SEM (Scanning Electron Microscope) merupakan pemeriksaan dan
analisa permukaan serta mempelajari sifat morfologi sampel.Dalam hal ini, dilihat
dari permukaan edible film hasil campuran tepung tapioca dengan kitosan, ekstrak
buah naga merah, dan gliserin berdasarkan sifat mekanik edible film yang optimal.

3.3.7

Analisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red)

Analisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red) merupakan analisa terhadap
interaksi senyawa-senyawa yang terkandung dalam edible film berupa uluran atau
lekukan gugus fungsi yang ditampilkan dalam bentuk spectrum gelombang.Dalam
hal ini, dilihat dari spectrum interaksi gugus fungsi dari edible film hasil campuran
tepung tapioca dengan kitosan, ekstrak buah naga merah, dan gliserin berdasarkan
sifat mekanik edible film yang optimal.

3.3.8 Penentuan Kadar Nutrisi
3.3.8.1

Penentuan Kadar Air

Edible film dari ekstrak buah naga merah ditimbang sebanyak 1-2 g dalam cawan
yang telah diketahui beratnya.Dikeringkan di dalam oven pada suhu 1050 C

Universitas Sumatera Utara

selama 3 jam.Didinginkan di dalam desikator.Kemudian ditimbang hingga
diperoleh bobot tetap.

Kadar air =

3.3.8.2

�����������

�����������

x 100 %

Penentuan Kadar Abu

Edible film ditimbang sebanyak 2 g dalam sebuah cawan porselen yang telah
diketahui beratnya.Dikeringkan di dalam oven.Diabukan di dalam tanur
pengabuan pada suhu maksimum 6000 C selama 3 jam.Didinginkan dalam
desikator.Kemudian ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.

�������� =
3.3.8.3

��������
� 100 %
�����������

Penentuan Kadar Lemak

Edible film ditimbang sebanyak 2 g, dimasukkan kedalam selongsong kertas yang
dialasi dengan kertas.Dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 800 C
selama lebih kurang 1 jam.Kemudian dimasukkan kedalam alat soklet yang telah
dihubungkan dengan labu alas yang telah berisi batu didih. Diekstraksi dengan
heksan atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam.Disuling heksan dan
dikeringkan ekstrak lemak dalam oven pada suhu 1050 C. Dinginkan dan timbang
hingga bobot tetap.

���������� =

����������
× 100 %
�����������

Universitas Sumatera Utara

3.3.8.4

Penentuan kadar protein

Edible film ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan kedalam labu kjeldhal 100
ml. tambahkan 2 g selenium dan 25 ml H2SO4(p). dipanaskan di atas pemanas
listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauhijauan (sekitar 2 jam). dibiarkan dingin, kemudian dimasukkan kedalam labu
ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquades hingga garis tanda. Dipipet 50 ml
NaOH(aq) 40 % dan 1-2 tetes indikator campuran. disuling selama lebih kurang 10
menit. ditampung NH3(g) di dalam gelas Erlenmeyer yang berisi 10 ml larutan
borat 2 % yang telah dicampur indikator. Bilas ujung pendingin dengan
aquadest.Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N.

������������ =
3.3.8.5

(�� − ��) × � × �. ��� × �. � × �. �
× 100 %


Penentuan kadar karbohidrat (by difference)

Penentuan karbohidrat (termasuk kadar serat) secara by difference dihitung
sebagai 100 % dikurangi kadar air, abu, protein, dan lemak(Winarno F.G., 1992).

����������ℎ����� = 100 % − % (������� + ����� + ��� + ���)
3.3.9
3.3.9.1

Uji Aktivitas Antibakteri
Uji Aktivitas dengan Metode Kirby Bauer

Dituang media MHA (Mueller Hinton Agar) steril kedalam cawan petri secara
aseptis dan biarkan hingga memadat. Dibuat suspensi bakteri uji dengan cara
mengambil biakkan bakteri tersebut untuk selanjutnya dihomogenkan kedalam 10
mL garam fisiologis (0,9 %). Konsentrasi bakteri uji selanjutnya disamakan
dengan konsentrasi larutan McFarland (108 CFU/mL). Suspensi bakteri uji
tersebut selanjutnya diinokulasikan dengan cara menggoresnya menggunakan

Universitas Sumatera Utara

cotton bud steril hingga merata pada media MHA yang telah memadat.
Dimasukkan potongan edible film kedalam media uji untuk selanjutnya diinkubasi
pada suhu 34 oC.Diamati dan diukur hasil uji antimikroba yang dihasilkan edible
film dimulai dari hari pertama, ketiga dan kelima setelah masa inkubasi.

3.3.9.2

Uji Aktivitas dengan Metode Total Plate Count

Disiapkan 5 buah tabung reaksi yang masing-masing berisi 9 mL akuades
steril.Selanjutnya ditimbang sebanyak 1 g sampel uji untuk dimasukkan kedalam
tabung reaksi pertama. Dari hasil homogenisasi antara 9 mL akuadest steril
dengan 1 g sampel uji diperoleh faktor pengenceran dengan konsetrasi 10-1. Dari
hasil pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 mL untuk dimasukkan kedalam tabung
ke 2. Hasill homogenisasi pada tabung ke dua akan memperoleh faktor
pengenceran dengan konsentrasi 10-2 begitu seterusnya hingga diperoleh faktor
pengenceran 10-5. Diambil masing-masing sebanyak 0,1 mL dari pengenceran 10-4
dan 10-5 untuk diinokulasikan kedalam 2 cawan petri yang berbeda. Dituangkan
media PCA (Plate Count Agar) pada kisaran suhu ±36 oC kedalam cawan petri
yang telah berisi 0,1 mL larutan dari hasil faktor pengenceran 10-4 dan 10-5.
Diinkubasi hasil TPC dengan metode cawan tuang tersebut pada suhu 34 oC
selama 1 x 24 jam.Dihitung jumlah koloni yang tumbuh setelah masa inkubasi.

Universitas Sumatera Utara

3.4

Bagan Penelitian

3.4.1

Preparasi Sampel

Biji Buah Nangka

Dikupas
Dibersihkan
Diiris tipis-tipis

Hasil di iris kecil-kecil

Di jemur selama 2 hari dengan
sinar matahari
Diblender

Diperas dengan kain saring

Ampas

Filtrat

Dikeringkan

dengan

oven pada suhu ±70ºC
selama 10 jam
Di ayak dengan ayakan
200 mesh

Pati Biji Nangka

Universitas Sumatera Utara

3.4.2

Pembuatan Edible Film
Tepung Tapioka

Ditimbang sebanyak 2 g
Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan 90 ml akuades
Ditambahkan 0,5 gram pati biji
nangka
Dipanaskan diatas hotplate (± 65oC)
Ditambahkan larutan kitosan 2%
Ditambahkan 1 ml gliserin
Diaduk hingga
mengental

homogen

dan

Dituang di plat akrilik dan diratakan
Dikeringkan didalam oven (± 30oC)
selama 2 hari
Dilakukan perlakuan yang sama
untuk variable pati biji nagka 1 gram;
1,5 gram; 2 gram; 2,5 gram

Edible Film

Universitas Sumatera Utara

3.4.3

Karakterisasi dan Pengujian Edible Film

Edible Film

Uji Fisik

Uji Nutrisi

Pengukuran
Ketebalan

Kadar Air

Kuat Tarik
dan Kemuluran

Kadar Abu

Uji FT-IR

Uji SEM

Uji aktivitas
Antibakteri

Metode Kirby Bauer

Metode Standart Plate Count

Kadar Protein

Kadar Lemak

Kadar Karbohidrat

Universitas Sumatera Utara

3.4.4

Uji Kadar Nutrisi

3.4.4.1 Penentuan Kadar Abu

2 g edible film
Dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui
beratnya
Dipanaskan dalam tanur pada suhu 6000C selama 3 jam hingga
diperoleh abu berwarna keputih-putihan

Abu
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang
Diulangi sampai diperoleh berat konstan
Dihitung kadar abunya

Hasil

Universitas Sumatera Utara

3.4.4.2

Penentuan Kadar Air

2 g edible film
Dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui berat
Dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam
Didinginkan di dalam desikator selama 20 menit
Ditimbang berat sampel kering
Diulangi sampai berat konstan
Dihitung kadar airnya

Hasil

Universitas Sumatera Utara

3.4.4.3

Penentuan Kadar Protein

2 g edible film

Dimasukkan kedalam labu kjeldhal 100 ml
Ditambahkan 2 g campuran selenium dan 25 ml H2SO4
Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai
mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauan

Larutan jernih kehijau-hijauan
Ditunggu
larutan dingin

Sampai

Dimasukkan kedalam labu

ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquadest
Dipipet 5 ml larutan yang
telah diencerkan dan dimasukkan ke dalam alat destilasi
Ditambahkan 5 ml NaOH(aq) 30%
Didestilasi selama lebih kurang 10
menit

Ditampung destilat di dalam 10 ml

larutan asam borat 2% yang telah dicampur dengan indikator

Destilat dalam
asam borat 2%
Dibilas ujung pendingin dengan aquadest
Dititrasi dengan larutan HCL(aq) 0,1 N

Larutan Ungu
Dihitung % N

Hasil

Universitas Sumatera Utara

3.4.4.4Penentuan Kadar Lemak

2 g edible film

Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan 30 ml HCL(aq) 25% dan 20 ml aquadest
serta beberapa butir batu didih
Ditutup gelas beaker dengan kaca arloji dan didihkan
selama 15 menit
Disaring dalam keadaan panas dan cuci dengan aquadest
panas hingga tidak bereaksi asam lagi
Dikeringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 1001050 C
Dibungkus dengan paper thimbal
Dimasukkan ke dalam alat soxlet
Diekstraksi dengan larutan heksana selama 2-3 jam pada
suhu 800C
Didestilasi larutan heksana dari ekstrak lemak pada suhu
100-1050C

Lemak
Didinginkan di dalam desikator
Ditimbang sampai berat konstan
Dihitung kadar lemaknya

Hasil

Universitas Sumatera Utara

3.4.5

Pengujian Aktivitas Antibakteri Edible Film

3.4.5.1 Uji Aktivitas Antibakteri Edible Film dengan Metode Kirby Beuer
Biakan bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus
disuspensikan dalam aquadest steril
di homogenkan dengan vortex
dibandingkan dengan kekeruhan
Suspensi bakteri
di encerkan dengan aquadest
steril sampai kekeruhan
106 CFU/ml

Media MHA
di inokulasi di
atas media MHA

Suspensi bakteri
di inokulasi di atas media MHA
Cakram
edible film

Media MHA

di letakkan cakram edible film diatas media MHA
di inkubasi secara terbalik dalam inkubator
pada suhu 32-34oC selama 24 jam
di ukur diameter zona antibakteri

Hasil

Universitas Sumatera Utara

3.4.5.2 Aktivitas Antibakteri Edible Film dengan Metode Standart Plate
Count (SPC) pada Dodol

Dodol
dibungkus dengan edible film dan dodol yang tanpa pembungkus sebagai kontrol
diletakkan pada suhu kamar
dipotong seberat 1 g
dihaluskan dan dimasukkan dalam tabung reaksi
ditambah akuades steril sebanyak 9 ml
Kultur awal
pengenceran 10-1
diencerkan hingga 10-5
dimasukkan 0,1 ml ke dalam media PCA padat didalam cawan petri
diratakan dengan hockey stick
Media PCA dan kultur
diinkubasi pada suhu 32-34oC selama 24 jam
dihitung isolat bakteri pada selang waktu 1, 2, dan 3 hari
Hasil

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian pembuatan dan uji aktivitas edible film dari pati biji nangka
(Artocarpus heterophyllus) dengan penambahan tepung tapioka,kitosan dan
gliserin sebagai pemlastis yang telah dilakukan, diperoleh karakteristik dan
kandungan nutrisi edible film sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Analisa Karakteritik Edible film dari Tepung Tapiokadengan
Penambahan

Pati Biji Nangka

(Artocarpus heterophyllus) Kitosan dan

Gliserin Sebagai Pemlastis
No .

Parameter

Penambahan Pati Biji Nangka
2 gram

1.

Kuat tarik

0,322 KgF/mm2

2.

Ketebalan

0,16 mm

3.

Kemuluran

11 %

Tabel 4.2 Hasil Analisa Kandungan Nutrisi Edible film dari Tepung
Tapiokadengan Penambahan Pati Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis
No .

Parameter

Penambahan Pati Biji Nangka
2 gram

1.

Kadar air

8,13 %

2.

Kadar abu

7,36 %

3.

Kadar lemak

6,55 %

4.

Kadar protein

4,29 %

5.

Kadar karbohidrat

73,67 %

Universitas Sumatera Utara

4.1.1

Hasil Analisa Kuat Tarik Edible film dari Tepung Tapiokadengan

Penambahan Pati Biji Nangka

(Artocarpus heterophyllus) Kitosan dan

Gliserin Sebagai Pemlastis
Penentuan kuat tarik Edible film dari 2 grampati biji nangka

(Artocarpus

heterophyllus) dengan penambahan tepung tapioka kitosan dan gliserin dapat
dihitung sebagai berikut :

Kuat Tarik

=

F m a kL so a
=
A o
A o

Kemuluran

=

Stroke
lo

Dimana:
Load

: 0,31 KgF

Stroke

: 12,903 mm/menit

Panjang sampel mula-mula (lo)

: 110 mm

Lebar sampel

: 6,0 mm

Tebal sampel

: 0,16 mm

Ao

= Lebar sampel x Tebal sampel
= 6,0 mm x 0,16 mm

= 0,96 mm2
Kuat Tarik

=

0,31
0,96

= 0,322 KgF/mm2
= 3,22 Mpa

Universitas Sumatera Utara

Kemuluran

=

stroke
lo

=

12,903
110

= 11 %

4.1.2

Hasil Analisa Kadar Air Edible film dari Tepung Tapiokadengan

Penambahan Pati Biji Nangka

(Artocarpus heterophyllus) Kitosan dan

Gliserin Sebagai Pemlastis
Penentuan kadar air Edible film dari 2 grampati biji nangka

(Artocarpus

heterophyllus) dengan penambahan tepung tapioka kitosan dan gliserin dapat
dihitung sebagai berikut :

Kadar Air =

Berat uap yang hilang selama pengeringan
× 100%
Berat sampel basah

Dimana :
Berat cawan kosong

: 74,3660 g

Berat Edible Film basah

: 2,0017 g

Berat cawan + berat sampel edible film basah

: 76,3677 g

Berat cawan + berat sampel edible film setelah kering

: 76,2051 g

Berat uap air yang hilang

= (Berat cawan + Berat edible film dari ekstrak
kulit manggis) – (Berat cawan + Berat sampel
setelah pengeringan)
= 76,3677 g – 76,2051 g
= 0,1626 g

Universitas Sumatera Utara

Kadar air

=

0,1626
× 100%
2

= 8,13 %

4.1.3

Hasil Analisa Kadar Abu Edible film dari Tepung Tapiokadengan

Penambahan Pati Biji Nangka

(Artocarpus heterophyllus) Kitosan dan

Gliserin Sebagai Pemlastis
Penentuan kadar abu edible filmdari 2 grampati biji nangka

(Artocarpus

heterophyllus) dengan penambahan tepung tapioka kitosan dan gliserin dapat
dihitung sebagai berikut :

Kadar abu
Dimana

=

M 2 − M1
× 100%
Mo

:

Mo : Berat Sampel (g)
M1 : Berat Crusible Kosong (g)
M2 : Berat Crusible + Abu (g)

Berat Sampel (Mo)

:2g

Berat Crusible Kosong (M1)

: 17,6654 g

Berat Crusible + Abu (M2)

: 17,5182 g

Kadar Abu

=

17,6654 - 17,5182
× 100%
2

= 7,36 %

Universitas Sumatera Utara

4.1.4

Hasil Analisa Kadar Protein Edible film dari Tepung Tapiokadengan

Penambahan Pati Biji Nangka

(Artocarpus heterophyllus) Kitosan dan

Gliserin Sebagai Pemlastis
Penentuan kadar proteinEdible film dari 2 grampati biji nangka

(Artocarpus

heterophyllus) dengan penambahan tepung tapioka kitosan dan gliserin dapat
dihitung sebagai berikut :

%P =

Keterangan

Vs − Vb
× N .HClx14,008 xf .kxf . px100%
Wx1000

:

%P

: Persentase/kadar protein

f.p

: Faktor Pengali protein

f.k

: Faktor konfersi

Vs

: Volume sampel setelah dititrasi

Vb

: Volume blanko

N.HCl : Normalitas HCl
W

: Berat sampel

Dimana

:

Vs

: 5 mL

Vb

: 0,1 mL

W

: 2g

NHCl : 0,1 N
f.k

: 6,25

f.p

:

100
50

Universitas Sumatera Utara

%P

=

5 − 0,1
100
100%
× 0,1x14,008 x6,25 x
2 x1000
50

=

14,9
× 17,51x100%
2000

= 4,29 %

4.1.5

Hasil Analisa Kadar Lemak Edible film dari Tepung Tapiokadengan

Penambahan Pati Biji Nangka

(Artocarpus heterophyllus) Kitosan dan

Gliserin Sebagai Pemlastis
Penentuan kadar Edible film dari 2 grampati biji nangka

(Artocarpus

heterophyllus) dengan penambahan tepung tapioka kitosan dan gliserin dapat
dihitung sebagai berikut :
Kadar lemak =

W1 − W 2
× 100%
W

Keterangan :
W

= Berat sampel

W1

= Berat sampel + labu setelah ekstraksi

W2

= Berat labu kosong

Berat Sampel

: 2g

Berat Sampel + labu setelah ekstraksi

: 137,7476g

Berat Labu kosong

: 137,6166 g

Kadar Lemak =

137,7476 − 137,6166
× 100%
2

= 6,55%

Universitas Sumatera Utara

4.1.6

Hasil

Analisa Kadar

Karbohidrat

Edible film

dari

Tepung

Tapiokadengan Penambahan Pati Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis (by difference)
Penentuan Kadar KarbohidratEdible film dari 2 grampati biji nangka (Artocarpus
heterophyllus) dengan penambahan tepung tapioka kitosan dan gliserin dapat
dihitung sebagai berikut :

% Karbohidrat

= 100% - (% Protein + % Lemak + % Air + % Abu)

% Karbohidrat

= 100% - (4,29 %+6,55 %+8,13%+7,36 %)
= 100% - 26,33 %
= 73,67 %

4.1.7

Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)

Hasil pemeriksaan SEM menunjukkan bentuk permukaan dari edible film dari pati
biji nangka

(Artocarpus heterophyllus) dengan penambahan tepung tapioka,

kitosan 2% dan gliserin sebagai plastisizer. Dari karakterisasi uji tarik dan kadar
nutrisi menunjukkan hasil terbaik dengan 2 g pati biji nangka dengan penambahan
2 g tepung tapioka, kitosan 2% sebanyak 2 ml dan 1 ml gliserin sebagai
plastisizer, sehingga dilakukan uji fisik SEM ( Scanning Electron Microscopy)
yang menunjukkan hasil permukaan yang rata serta kompatibel dengan tipe
bentuk morfologi yang tidak begitu teratur. Hasil SEM dapat dilihat pada
lampiran 2.

4.1.8

Hasil AnalisisSpectroscopy Fourier Transform Infra Red(FT-IR)

Hasil analisis karakterisasi FT-IR edible filmdari pati biji nangka dengan
penambahan

tepung

tapioka,

kitosan

dan

gliserin

sebagai

plastisizer.Hasilkarakterisasi gugus fungsi berupa spektrum FT-IR dari edible

Universitas Sumatera Utara

filmdan spektrum FT-IR dari semua senyawa ditunjukan pada Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Edible Film

.Gliserin

. Tepung
Tapioka
. Kitosan
. Pati
. Edible
Film

Gambar 4.2 Spektrum Senyawa Hasil Penelitian dengan FT-IR

Universitas Sumatera Utara

Table 4.3 Interpretasi Gugus Fungsi Senyawa Hasil Analisis FT-IR
Gugus Fungsi

Frekuensi (cm-1) Hasil

Frekuensi (cm-1) Teori

2931,95 (T)
CH

2931,80 (E)

2841-2967

2935,13 (G)
2931,80 (P)

3297,98 (T)
3387,00 (P)
3294,29 (G)
3200-3500

OH
3361,17 (K)
3410,15 (E)

OH Free

3361,17 (K)

3571-3636

Keterangan: T = Tepung tapioka ;P = Pati ; G= Gliserin ; E = Edible ; K = Kitosan

1.1.9

Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Edible Film dengan Metode Kirby
Bauer

Pada edible film dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan menggunakan Metode
Kirby Bauer.Aktivitas antibakteri edible film menunjukkan zona hambat pada
pertumbuhan beberapa bakteri patogen yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada table 4.4

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.4 Hasil pengukuran diameter zona hambat beberapa kultur bakteri
oleh edible film
No

Spesies Bakteri Bahan Uji

1

Escherichia
coli
(Gram negatif)
Staphylococcus
aureus
(Gram positif)

2

Diameter
Indeks
Zona Hambat Antimkrobial
(mm)

Edible film

Edible film

1,1 mm

0,83

1,2 mm

1

1.1.10 Pertumbuhan Koloni Bakteri pada Dodol yang di bungkus Edible
Film, Dibungkus Plastik, dan Pembungkus Daun Pinang dengan
Metode Standart Plate Count
Dengan menggunakan metode Standard plate count (SPC) pada media plate count
agar (PCA), jumlah koloni yang tumbuh pada Dodol yang telah dibungkus edible
film dapat dihitung. Penghitungan jumlah koloni dilakukan dengan menggunakan
counter pada hari ke 1, 2 dan hari ke 3. Sebagai kontrol penghitungan jumlah
koloni juga dilakukan terhadap dodol tanpa pembungkus dan pembungkus daun
pinag. Berikut hasil penghitungan jumlah koloni yang tumbuh pada media PCA
dapat dilihat pada table 4.5.
Tabel 4.5 Hasil pengamatan pertumbuhan koloni pada dodol yang di
bungkus edible film, Pembungkus Plastik dan Pembungkus Daun Pinang
Jumlah koloni
No

Pengamatan
hari

Dodol yang

Dodol dibungkus

Dodol

dibungkus edible film

plastik

dibungkus daun
pinang

1

1

0

28 x 104

71 x 104

2

2

5 x 104

43 x 104

106 x 104

3

3

13 x 10 4

61 x 104

183 x 10

4

Universitas Sumatera Utara

4.2

Pembahasan Penelitian

4.2.1

Analisa Kuat Tarik

Kuat tarik dan kemuluran berhubungan dengan sifat kimia film.Pengujian
kekuatan tarik dilakukan dengan alat uji tarik terhadap spesimen dengan ketebalan
dan ukuran yang sesuai dengan spesimen uji kekuatan tarik. Alat uji tarik terlebih
dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan tarik 5 mm/menit,
kemudian spesimen dijepit kuat dengan penjepit dan alat. Lalu mesin dihidupkan
dan spesimen akan tertarik ke atas dan diamati sampai putus. Berdasarkan hasil
pengukuran kuat tarik, edible film yang dihasilkan dari penelitian dengan variasi
penambahan 2 g pati biji nangka, 2g tepung tapioka, kitosan 2% dan 1 ml gliserin,
uji tarik yang diperoleh sebesar 0,322 KgF/mm2.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa edible film dengan penambahan 2 g
pati biji nangka memberikan hasil kuat tarik yang bagus. Hal ini dikarenakan
semakin banyak pati biji nangka yang ditambahkan maka gaya interaksi antar
matriks molekul yang terdapat dalam edible film semakin kuat, sehingga
meningkatkan kekuatan dari edible film yang dihasilkan dan menyebabkan edible
film yang dihasilkan lebih kuat dan tidak mudah patah ketika ditarik.

4.2.2 Persen Kemuluran dan Ketebalan
Berdasarkan hasil uji kemuluran, edible film dengan variasi 2 g pati biji nangka, 2
g tepung tapioka, kitosan 2% dan 1 ml gliserin dihasilkan persen kemuluran
sebesar 11 %. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa edible film dengan
penambahan 2 g pati biji nangka menghasilkan % kemuluran yang lebih tinggi.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi kuat tarik dari edible film maka akan semakin
tinggi juga persen kemuluran dari edible film tersebut. Sedangkan ketebalan
edible film2 g pati biji nangka, 2 g tepung tapioka, kitosan 2% dan 1 ml
gliserinyaitu 0,16 mm lebih tinggi. Hal ini dikarenakan penambahanpati biji
nangka menyebabkan kenaikan total padatan terlarut dalam larutan edible film,
sehingga menyebabkan ketebalan edible film semakin meningkat.

Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Analisa Kadar Air
Kadar air edible film yang dihasilkan pada variasi 2 g pati biji nangka, 2 g
tepung tapioka, kitosan 2%, dan 1 ml gliserin yaitu sebesar 8,13 %.
Kandungan air suatu bahan menentukan penampakan, tekstur, dan
kemampuan bahan tersebut terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba
yang dinyatakan dengan Aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai kadar air yang tinggi akan menyebabkan
mudahnya bakteri untuk berkembang biak dan mengakibatkan kontaminasi
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan dan edible film tidak layak
pakai.
4.2.4 Analisa Kadar Abu
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar
abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu yang dihasilkan
pada edible film yang dihasilkan pada variasi 2 g pati biji nangka, 2 g tepung
tapioka, kitosan 2%, dan 1 ml gliserin yaitu sebesar 7,36 %.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada edible film yang dihasilkan
pada variasi 2 g pati biji nangka, 2 g tepung tapioka, kitosan 2%, dan 1 ml gliserin
yaitu sebesar 8,13 % yang mengahasilkan kadar abu lebih banyak. Hal ini
dikarenakan semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan maka semakin
banyak pula kandungan mineral yang dihasilkan.

4.2.5 Analisa Kadar Protein
Kadar protein yang dihasilkan pada edible film yang dihasilkan pada
variasi 2 g pati biji nangka, 2 g tepung tapioka, kitosan 2%, dan 1 ml gliserin yaitu
sebesar 4,29 %. Kadar protein diperoleh dari kandungan protein yang ada pada
tepung tapioka yang ditambahkan kedalam pati biji nangka yang akan dijadikan
edible film. Kadar protein ini dapat dipengaruhi oleh suhu, pH, dan kelembaban
udara.

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil yang diperoleh kadar protein dengan variasi 2 g pati biji nangka,
2 g tepung tapioka, kitosan 2%, dan 1 ml gliserin yaitu sebesar 4,29 %. Hal ini
dikarenakan kadar protein yang terdapat pada pati biji nangka dan tepung tapioka
yang digunakan .

4.2.6

Analisa Kadar Lemak

Kadar lemak yang dihasilkan pada variasi 2 g pati biji nangka, 2 g tepung
tapioka, kitosan 2%, dan 1 ml gliserin yaitu sebesar 6,55 %. Hal ini dikarenakan
pati biji nangka dan tepung tapioka mengandung lemak sehingga semakin banyak
ditambahkan keduanya maka komposisi lemak pada edible film juga semakin
banyak pula.

4.2.7 Analisa Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat yang dihasilkan pada variasi 2 g pati biji nangka, 2 g
tepung tapioka, kitosan 2%, dan 1 ml gliserin yaitu sebesar 73,67 %.Kadar
karbohidrat yang diperoleh cukup tinggi.Hal ini dikarenakan semakin banyak
penambahan pati biji nangka dan tepung tapioka maka semakin banyak
kandungan karbohidrat pada edible film yang dihasilkan.

4.2.8 Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)

Hasil SEM dengan perbesaran 2000 kali memperlihatkan permukaan
edible film, hasil yang didapatkan dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusun dari
edible film tercampur secara merata atau tidak, baik matriks, filler maupun
pemlastis yang ditambahkan, dilihat dari uji mekanik yang tertinggi, dilakukan
analisa SEM terhadap edible film.
Pada analisa SEM dapat disimpulkan bahwa pada edible film dengan
variasi 2 g pati biji nangka, 2 g tepung tapioka, kitosan 2%, dan 1 ml

Universitas Sumatera Utara

gliserinmemperlihatkan morfologi permukaan dari edible film yang cukup teratur
dan compatiblenamun struktur dari edible film masih kelihatan tidak begitu rata.
Hal ini disebabkan proses pencampuran yang tidak merata karena filler dari pati
biji nangka tidak tercampur sempurna

4.2.9

Analisa FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Dari lampiran 3. memberikan spektrum dengan serapan pada daerah

3297,98 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH) yang berasal dari unit αglukosa serta spektrum dengan serapan pada daerah bilangan gelombang 2931,95
cm-1 menunjukkan adanya CH alifatis. Pada lampiran 4. memberikan spektrum
dengan serapan pada daerah 3294,29 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil
(OH) yang berasal dari gliserin serta serapan pada daerah 2935,13 cm-1
menunjukkan adanya CH alifatis. Pada lampiran 5.memberikan spektrum dengan
serapan pada daerah 3361,17 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH)
atau gugus –NH yang berasal dari kitosan. Pada lampiran 6. memberikan
spektrum dengan serapan pada daerah 2931,80 cm-1 menunjukkan adanya CH
alifatis yang berasal dari pati serta serapan pada daerah 3387,00 cm-1menunjukkan
adanya gugus hidroksil (OH). Dan pada lampiran 7. memberikan spektrum
dengan serapan pada daerah 2931,80 cm-1 menunjukkan adanya CH alifatis serta
spektrum dengan serapan pada daerah 3410,15 cm-1 menunjukkan adanya gugus
hidroksil (OH)

atau gugus –NH yang berasal dari edible film.Hal ini

menunjukkan adanya interaksi antara pati, tepung tapioka, kitosan dan gliserin
pada edible film yang dibuat.

4.2.10 Uji Aktivitas Antibakteri Edible Film
4.2.10.1 Uji Aktivitas Antibakteri Edible Film dengan Metode Kirby Bauer
Pengujian aktivitas aktibakteri dari edible film dapat dilihat pada tabel 4.4
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschercia coli menunjukkan hasil
yang positif, ini ditandai dengan terbentuknya larutan bening disekitar film.
Senyawa antimikroba dapat menyebabkan kerusakan sel bakteri dengan beberapa

Universitas Sumatera Utara

cara. Secara umum mekanisme kerja antimikroba dalam menghambat mikroba
adalah : (1). Bereaksi dengan membran sel, (2) inaktivasi enzim esensial, dan (3)
mendetstruksi atau menginaktivasi fungsi materi genetik.
Berdasarkan hasil pengujian diketahuiedible film yang dibuat dengan
campuran pati biji nangka, tepung tapioka, kitosa dan gliserin menunjukkan
adanya zona hambat.Hal ini disebabkan oleh adanya gugus amina pada kitosan
yang mempunyai muatan kationik yang dapat mengikat sumber makanan
sehingga bisa menghambat pertumbuhan bakteri.

4.2.10.2 Pertumbuhan Koloni Bakteri pada dodol yang di bungkus Edible
Film,Pembungkus Plastik dan Pembungkus Daun Pinang dengan Metode
Standart Plate Count
Perhitungan jumlah koloni bakteri diambil dari potongan dodol yang telah dibuat
pengenceran 10-1 lalu diinokulasikan pada media PCA. Tabel 4.5 menunjukkan
hasil perhitungan jumlah koloni dimana terlihat perbedaan pertumbuhan koloni
antara dodol yang dibungkus dengan edible film, dodol yang dibungkus dengan
plastik dan dodol yang dibungkus dengan daun pinang. Perlakuan pada sampel
dodol yang dibungkus dengan edible film lebih memiliki sedikit pertumbuhan
koloni yang terlihat dibandingkan dengan sampel dodol yang dibungkus dengan
plastik dan dodolyang dibungkus dengan daun pinang. Sehingga ediblefilmdari
dari pati biji nangka ( Arthocapus Heterophyllus ) dengan penambahan tepung
tapioka, kitosan, dan gliserin sebagai plastisizer efektif dalam mengurangi
pertumbuhan bakteri atau mikroba pada dodol. Sehingga cocok untuk dijadikan
bahan pembungkus makanan.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
edible film yang akan diaplikasikan memiliki :
1. Karakterisasi edible film pati biji nangka (Arthocapus Heterophyllus )yang
dihasilkan yaitu memiliki ketebalan 0,16 mm, dengan nilai kuat tarik
0,322 KgF/mm2 dan nilai elongsi sebesar 11 %. Hasil uji SEM (Scanning
Electron Microscopy) menghasilkan hasil permukaan yang rata serta
kompatibel dengan tipe bentuk morfologi yang tidak begitu teratur. Hasil
uji FTIR (Fourier Transform Infrared) menunjukan spektrum edible film
pada daerah 2931,80 cm-1 menunjukkan adanya gugus alkana (CH) dan
3410,15 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH).
2. Kandungan gizi yang dihasilkan dari edible filmyaitu sebagai berikut :
kadar karbohidrat 73,67 %, kadar protein 4,29 %, kadar lemak 6,55%,
kadar abu 7,36 % dan kadar air 8,13 %.
3. Hasil uji aktivitas antibakteri edible film menghasilkan uji positif terhadap
bakteri Escherichia coli dengan indeks antimikrobial sebesar 0,83 mm dan
Staphylococcus aureussebesar 1 mm dan Standart Count Plate pada edible
film sebagai pembungkus dodol meghasilkan jumlah koloni yang lebih
sedikit dibandingkan dodol dibungkus plastik dan dodol dibungkus daun
pinang.

5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diharapkan pada peneliti selanjutnya
sebaiknya dilakukan sampel yang lain dan diaplikasikan sebagai pembungkus atau
pengemas bahan makanan lainnya agar lebih bervariasi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 13

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 0 2

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

1 3 6

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 18

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 13

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 2

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 7

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 19

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 4

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 11