Pelayanan Kesehatan Puskesmas (Budaya Kerja Puskesmas sebagai Sarana Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil di Kota Balige Sumatera Utara)

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu hal penting bagi masyarakat. Walaupun

masih banyak hal penting lainnya. Namun, kesehatan hal terpenting karena
apabila tidak memiliki kesehatan yang stabil maka semua pekerjaan dan aktivitas
manusia akan terkendala.

Dalam kehidupan manusia mempunyai sebuah

kesehatan dimana seorang merasa baik dengan fisik, mental, maupun sosial.
Konsep sehat adalah keadaan normal yang sesuai dengan standar yang diterima
berdasarkan kriteria tertentu, sesuai jenis kelamin dan komunitas masyarakat.
Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan
bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti
keadaan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali

oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraan nya dalam kondisi sehat.
Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman.
Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut
hasil pemeriksaan yang pemeriksaan yang dilakukan mendapatkan seluruh tubuh
pasien berfungsi secara normal.
Pelaksanaan pelayanan oleh pihak perusahaan terhadap para pelanggan,
baik itu yang ditujukan untuk pelanggan internal maupun pelanggan eksternal
mempunyai peran penting dalam bisnis karena kelangsungan perusahaan sangat
tergantung dari loyalitas para pelanggan kepada perusahaan. Untuk menjadikan
para pelanggan loyal kepada perusahaan maka perusahaan harus dapat

Universitas Sumatera Utara

2

memuaskan para pelanggannya supaya mereka menjadi setia kepada perusahaan,
karena apabila pelanggan merasa puas dengan apa yang diberikan perusahaan
maka pelanggan akan datang kembali, menggunakan produk atau jasa yang
dihasilkan perusahaan maupun merekomendasikan kepada keluarga, saudara,
teman, dan rekan kerjanya untuk datang atau menggunakan produk atau jasa yang

dihasilkan perusahaan. Kepuasan pelanggan dapat di ciptakan dengan cara
memberikan pelayanan jasa yang baik kepada pelanggan, maupun menghasilkan
produk yang berkualitas dan dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan para
pelangggan. Demikian pula hanya bila pelayanan prima ini dilakukan dalam
organisasi non komersil maupun pemerintah. Tidak terkecuali dalam dunia
kesehatan.
Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan
individu atau masyarakat untuk mengatasi, menetralisasi atau menormalisasi
semua masalah atau semua penyimpangan tentang kesehatan yang ada dalam
masyarakat. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat,maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kesehatan
semakin meningkat sehingga tidak ada lagi upaya yang dapat dilakukan selain
meningkatkan kinerja petugas kesehatan dan menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dengan sebaik-baiknya.
Berhubungan dengan kesehatan, pasti tidak lain akan membahas tentang
penyedia kesehatan yaitu seperti rumah sakit, puskesmas, posyandu dan lain lain.
Bangunan ini diperuntukkan untuk masyarakat terutama Indonesia yang dimana
setiap desa sudah disediakan. Salah satu yang paling dekat dengan masyarakat

Universitas Sumatera Utara


3

adalah puskesmas. Puskesmas dilahirkan tahun 1968 ketika dilangsungkan Rapat
Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) di Jakarta, dimana dibicarakan upaya
pengorganisasian sistem pelayanan kesehatan di tanah air.
Pembangunan kesehatan mempunyai visi “Indonesia sehat” diantaranya
dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan oleh puskesmas dan rumah sakit.
Selama ini pemerintah telah membangun puskesmas dan rumah sakit.

Selama

ini pemerintah telah membangun puskesmas dan jaringannya di seluruh indonesia
rata-rata setiap kecamatan mempunyai 2 puskesmas, setiap 3 desa mempunyai 1
puskesmas pembantu. Puskesmas telah melaksanakan kegiatan dengan hasil yang
nyata, status kesehatan masyarakat makin meningkat, ditandai dengan makin
menurunnya angka kematian bayi, ibu, makin meningkatnya status gizi
masyarakat dan umur harapan hidup.
Puskesmas akan di barengi dengan orang-orang yang sudah mahir dengan
kesehatan yaitu dokter, bidan, perawat dll. Puskesmas akan berjalan apabila

kondisi dari pekerja-pekerjanya memiliki kualitas dan budaya kerja yang baik
sehingga pekerja tersebut lah yang mendukung kinerja dari puskesmas itu sesuai
dengan harapan masyarakat dan pemerintah. Dokter yang biasa nya di tetapkan di
puskesmas adalah dokter umum, dan ada juga dokter gigi, kepala puskesmas,
bidan puskesmas dan bidan desa. Orang-orang ini berperan sebagai aktor penting
di dalam puskesmas, bagaimana mereka menunjukkan karakter mereka terhadap
masyarakat yang datang ke puskesmas, bagaimana dengan pembagian kerja
mereka dan bagaimana mereka memiliki budaya
puskesmas

untuk

keberlangsungan

puskesmas

kerja yang bak terhadap
sebagai

Pusat


Kesehatan

Universitas Sumatera Utara

4

Masyarakat yang baik.

Puskesmas yang akan ditinjau berada di Provinsi

Sumatera Utara, Kab. Toba Samosir, Kec. Balige, Soposurung (Puskesmas
Soposurung). Maka karena hal inilah penulis tertarik membuat skripsi tentang
Pelayanan Kesehatan Puskesmas (Budaya Kerja Puskesmas Sebagai Sarana
Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Kota Soposurung Balige Sumatera Utara).
Penulis tertarik dengan lokasi ini karena berada di kawasan sekolah
SD,SMP,SMA dan berada di kota. Yang dimana pasiennya terbilang banyak,
Bidan dan Dokter disana juga ditempatkan terbilang banyak karena berhubung
kondisi wilayah yang ramai. Masyarakat yang datang juga berbeda beda seperti
orang tua, anak sekolah, anak kecil dll.

Antropologi kesehatan masih merupakan cabang disiplin ilmu yang belum
banyak diminati, baik dikalangan ilmuwan sosial, maupun di jajaran pelayanan
kesehatan itu sendiri. Padahal negeri kita terdiri lebih dari 17.000 pulau dan lebih
dari 300 suku, dengan persepsi dan kebiasaan serta kepercayaan yang khas atas
penyakit dan masalah kesehatan. Selama ini sudah disadari sebagai salah satu
kendala pokok, sekurang-kurangnya dalam promosi dan pendidikan kesehatan.
Dengan demikian setiap tulisan dan terbitan menyangkut antropologi kesehatan
pantas untuk disambut secara sungguh-sungguh oleh kalangan ilmuwan sosial
maupun kalangan praktisi kesehatan. Apalagi himpunan karangan ini menyoroti
dua bidang pokok yang sangat penting, yakni bidang pelayanan kesehatan dengan
fokus utama pada profesi perawat dan kontribusinya, dan bidang kesehatan
reproduksi. Bagi pembaca awam, pengetahuan tentang masalah-masalah
antropologi kesehatan menberikan cara pandangan yang lebih luas dan

Universitas Sumatera Utara

5

pemahaman yang lebih mendalam tentang pelbagai masalah kesehatan dan
masalah kesehatan reproduksi yang sedang dihadapi bangsa kita di tengah krisis

ini, dimana paradigma pelayanan kesehatan sedang dikaji-ulang (Menkes 1998).
Salah pekerja yang terdapat di puskesmas adalah bidan 1. Kegiatan para
bidan disana yang menjadi ketertarikan bagi penulis. Ketika pertama kali ke
puskesmas itu. Apabila memang sedang banyak pasien maka mereka akan
melayani nya satu persatu dan semua itu menjadi tanggung jawab mereka. Mereka
kelihatan sibuk mengelola dan melaksanakan hampir setiap kegiatan di
puskesmas, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan penduduk dengan menawarkan
bantuan kuratif 2. Secara umum, dapat dikatakan bahwa bidan berperan penting
dalam penyediaan pelayanan kesehatan didaerah pedesaan maupun perkotaan.
Penelitian antropologi tentang ini pun masih terbilang sedikit. Dan penelitian
tersebut juga hanya memandang antropologi sebagai alat bantu bagi perawat atau
bidan agar dapat memahami pasien yang berlatar belakang sifat, ekonomi dan lain
lain yang merupakan perbedaan setiap pasien. Oleh karena itu penulis tertarik
dengan hal ini. Bukan tidak mungkin apabila peran antropologi juga dapat
menganalisa bidang perawat ataupun bidan yang ada dipuskesmas bukan hanya
memahami pasien tetapi bidang antropologi tidak salah apabila ikut juga
memahami pekerja yang ada dipuskesmas baik itu kepala puskesmas, koordinator
bidan, bidan desa, dan lain lain tetapi tetap pada konteks sosial dan budaya.
1


Bidan (bahasa inggris : Midwife) adalah seseorang yang telah mengikuti program
pendidikan bidan yang diakui di negaranya dan telah lulus dari pendidikan tersebut, serta
memenuhi kualifikasi untuk didaftarkan(Register) dan/atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik bidan
2
Kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan
umtuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit,
atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin

Universitas Sumatera Utara

6

1.2

Tinjauan Pustaka atau Kerangka Teori
Menurut Manullang yang dikutip oleh Ratminto dan Atik Septi Winarsih

menyatakan


bahwa 3:

“Seni

dan

ilmu

perencanaan,

pengoorganisasian,

penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumber daya manusia untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” Adapun menurut Kotler
yang dikutip oleh Fajar Laksana dalam buku Manajemen Pemasaran menyatakan
bahwa:“Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan
oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun.” Sedangkan menurut Bilson Simamora
menyatakan bahwa: “ Layanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang
ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan

tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi layanan bisa berhubungan
dengan produk fisik maupun tidak.” Sehingga manajemen pelayanan dapat
diartikan sebagai suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk mmenyusun
rencana, mengimplementasikan rencana, mengoorganisasikan dan menyelesaikan
aktivitas- aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan–tujuan pelayanan. Menurut
Gronroos pelayanan 4 adalah suatu aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak
dapat diraba) yang terjadi sebagai interaksi antara konsumen dengan karyawan
atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang
dimaksudkan

untuk

memecahkan

permasalahan

konsumen/pelanggan.

Kenyamanan Pelayanan (Amenities) yaitu kemampuan Puskesmas dalam
3


http://feunsika.ac.id/Jurnal-online/wp-content/uploads/2015/12/EDI-NELI1.pdf
Pada 02 Maret 2017
4
http://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2014/03/Jurnal%20Steven%20IP%202010%20(03-01-14-12-07-23).pdf
Pada 05 Maret 2017

Universitas Sumatera Utara

7

menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik yang dimiliki oleh puskesmas dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti pelayanan yang diberikan oleh puskesmas kepada
masyarakat, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, tempat parkir,
perlengkapan, peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan
pengawainya

atau

kualitas

pelayanan

berupa

sarana

fisik

puskesmas,

komputerisasi administrasi, ruang tunggu, dan tempat informasi). Kenyamanan
yang dimaksud disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang di sediakan
tetapi yang penting lagi yang Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Foster dan Anderson (1978),
Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek
biologis dan sosio-budya dari tingkahlaku manusia, terutama tentang cara-cara
interaksi antara keduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang
mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia. Dalam definisi yang dibuat
Foster/Anderson dengan tegas disebutkan bahwa antropologi kesehatan studi
objeknya yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia.
Menurut Foster/Anderson, Antropologi kesehatan mengkaji masalahmasalah kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi
dan kutub sosial budaya. Foster dan Anderson (1978), menyatakan bahwa
antropologi kesehatan kontemporer dapat ditemukan pada empat sumber daya

Universitas Sumatera Utara

8

yang berbeda yaitu Antropologi Fisik, Ethnomedicine, Studi Personalitas dan
Kultural, dan Kesehatan Publik Internasional.
Foster dan Anderson (1987), mengatakan bahwa lingkungan bio-cultural
yang paling baik dipelajari adalah dari sudut pandang ekologi. Sejak Perang
Dunia II, ahli antropologi banyak yang berpindah ke studi lintas budaya sistim
medis, bioekologi dan faktor-faktor sosio-budaya yang mempengaruhi timbulnya
kesehatan dan penyakit. Pendekatan ekologis merupakan dasar bagi studi tentang
masalah-masalah epidemiologi, dimana tingkahlaku individu dan kelompok
menentukan derajat kesehatan dan timbulnya penyakit yang berbeda-beda dalam
populasi yang berbeda-beda. Misalnya pada masyarakat yang tinggal di daerah
beriklim tropis, penyakit malaria bisa berkembang dan menyerang mereka
sedangkan pada daerah beriklim dingin tidak ditemukan penyakit ini, atau di
daerah di atas 1700 meter permukaan laut penyakit malaria tidak ditemukan.
Contoh lain, semakin maju suatu bangsa, penyakit yang dideritapun
berbeda dengan bangsa yang baru berkembang. Penyakit-penyakit infeksi seperti
malaria, demam berdarah, TBC 5, dll. pada umumnya terdapat pada negara-negara
berkembang, Kelompok manusia beradaptasi dengan lingkungannya dan manusia
harus belajar mengeksploitasi sumber-sumber yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhannya. Interaksi ini dapat berupa sosial psikologis dan budaya yang sering
memainkan peranannya dalam mencetuskan penyakit. Penyakit adalah bagian dari
lingkungan

hidup

manusia

contohnya

adalah

penyakit

Kuru

(lihat

Foster/Anderson, hal 27-29).
5

TBC, Tuberkulosisi adalah penyakit paru-paru dengan gejala berupa batuk, berat badan
turun, tidak nafsu makan, demam, keringat, di malam hari, batuk berdarah dll. Yang diman batuk
tersebut akan berlangsung selama 21 hari.

Universitas Sumatera Utara

9

Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut McElroy dan Townsend
(1985), Antropologi Kesehatan adalah sebuah studi tentang bagaimana faktorfaktor sosial dan lingkungan mempengaruhi kesehatan dan kesadaran cara-cara
alternatif tentang pemahaman dan merawat penyakit. McElroy dan Townsend
yang mengambil pandangan sejarah juga menekankan pentingnya adaptasi dan
perubahan sosial dengan menyatakan bahwa sejumlah besar ahli antropologi
kesehatan kini berhubungan dengan kesehatan dan penyakit yang berkaitan
dengan adaptasi kelompok manusia sepanjang jarak geografis dan jangka waktu
luas dari masa prasejarah ke masa depan. Kedua ahli ini menyepakati setidaknya
enam sub-disiplin antropologis yang relevan dengan Antropologi Kesehatan yaitu
Antropologi Fisik, Arkeologi Pra-Historis, Antropologi Kultural, Antropologi
Ekologikal, Teori Evolusioner, dan Linguistik Antropologi.
Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Fabrga (1972), Antropologi
Kesehatan adalah studi yang menjelaskan berbagai faktor yaitu mekanisme dan
proses yang memainkan peranan didalam atau mempengaruhi cara-cara dimana
individu-individu dan kelompok-kelompok terkena oleh atau berespons terhadap
sakit dan penyakit, dan juga mempelajari masalah-masalah sakit dan penyakit
dengan penekanan terhadap pola-pola tingkahlaku.
Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Lieban (1977), Antropologi
Kesehatan adalah studi tentang fenomena medis yang dipengaruhi oleh sosial dan
kultural, dan fenomena sosial dan kultural diterangi oleh aspek-aspek medis.
Faktor-faktor sosial dan kultural membantu menentukan etiologi penyakit dan
penyebaran melalui pengaruh mereka dalam hubungan antara populasi manusia

Universitas Sumatera Utara

10

dan lingkungan alamnya, atau melalui pengaruh langsung pada kesehatan
populasi.
Dalam pemahaman Lieban, kesehatan dan penyakit adalah pengukuran
efektivitas dengan dimana kelompok manusia menggabungkan sumber daya
kultural dan biologikal, menyesuaikan dengan lingkungan mereka. Lieban
menyebutkan bahwa pada hakekatnya ada empat macam area utama dalam
atropologi kesehatan yaitu ekologi dan epidemi, ethnomedicine, aspek medis dari
sistem sosial, dan perubahan medis dan kultural.
Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Landy (1977), Antropologi
Kesehatan adalah studi mengenai konfrontasi manusia dengan penyakit dan
keadaan sakit, dan mengenai susunan adaptif (yaitu sistem medis dan obat-obatan)
dibuat oleh kelompok manusia untuk berhubungan dengan bahaya penyakit pada
manusia sekarang ini. Landy juga menyatakan bahwa terdapat tiga generalisasi
yang pada umumnya disetujui oleh ahli antropologi, yaitu:


Penyakit dalam beberapa bentuk merupakan kenyataan universal dari
kehidupan menusia. Ini terjadi dalam keseluruhan waktu, tempat dan
masyarakat



Kelompok manusia mengembangkan metode dan peran-peran yang
teralokasi, sama dengan sumber daya dan struktur mereka untuk meniru
dengan atau merespon penyakit



Kelompok manusia mengembangkan beberapa set kepercayaan, pengertian
dan persepsi yang konsisten dengan matriks budaya mereka, untuk
menentukan atau menyadari penyakit. Menurut Landy, Masyarakat yang

Universitas Sumatera Utara

11

berbeda, dengan budaya yang berbeda, memiliki pandangan yang berbeda
pula terhadap kesehatan dan penyakit, dan juga berbeda ketika
memperlakukan si pasien

Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Hasan dan Prasad (1959),
Antropologi Kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai manusia yang
mempelajari aspek-aspek biologi dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya)
dari titik tolak pandangan untuk memahami kedokteran (medical), sejarah
kedokteran medico-historical), hukum kedokteran (medico-legal), aspek sosial
kedokteran (medico-social) dan masalah-masalah kesehatan manusia.

Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Weaver, (1968), Antropologi
Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan yang menangani berbagai aspek
dari kesehatan dan penyakit.

Akar dari Antropologi Kesehatan di telusuri pada sumber yang berbada,
yang pekembangan masing-masing secara relatif terpisah satu sama lain.
1.

Perhatian Antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi, adaptasi,
anatomi komparatif, tipe-tipe ras, genetika, dan serologi

2.

Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, termasuk
ilmu sihir

3.

Gerakan kebudayaan dan kepribadian pada akhir 1930-an dan 1940-an,
yang merupakan kerjasama antara ahli-ahli psikiatri dan antropologi

4.

Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah Perang dunia II

Universitas Sumatera Utara

12

Setelah perang dunia II, di dunia barat masyarakat telah menggunakan
fasilitas Rumah Sakit atau pun layanan bagi masyarakat. Dan sampai terkadang
mengganti dokter sampai dinyatakan bagaimana kondisinya. Tetapi di dunia non
barat untuk pengobatan medis masih lambat, baru dijalankan setelah adanya
perundingan dari beberapa orang-orang besar (Aderson 1986 : 186)
Aspek-aspek struktural dan kepribadian dari konflik yang sering timbul
antara para administrator rumah sakit dan para dokter dan kekuasaan para dokter
untuk memperlambat prubahan dan reformasi belum lama ini disekripsikan oleh
ingman dalam tulisannya mengenai sebuah rumah sakit kategori sedang di
Appalachia (Aderson 1986 : 207)
Para ahli Antropolog telah memperoleh keuntungan yang amat besar dari
hubungan mereka dengan para dokter, perawat, pendidikan kesehatan dan para
perencana kesehatan masyarakat, yang berlangsung sejak generasi yang lalu atau
lebih lama lagi, dasar – dasar faktual dan teori mereka diperluas, dan mereka
menikmati kontak pribadi. Para ahli Antropolog merasa bahwa ilmu kesehatan
banyak belajar dari mereka dan dapat belajar lebih banyak lagi (Aderson 1986 :
244)
Pembahasan tentang komunikasi dalam hubungan masyarakat, meliputi
bahasan tentang ; hubungan – hubungan dalam hubungan masyarakat, baik
hubungan dengan publik dalam organisasi maupun dengan masyarakat di luar
organisasi; pendekatan - pendekatan dalam mengadakan hubungan, serta tentang
proses atau tahap – tahap kegiatan hubungan masyarakat (Siswanto 1992 : 16)

Universitas Sumatera Utara

13

Pendekatan – pendekatan dalam mengadakan hubungan masyarakat : Pada
hakikatnya hubungan masyarakat menjalankan usaha-usaha untuk mencapai
hubungan yang harmonis atara suatu badan atau organisasi dengan publiknya.
Kegiatan itu dilakukannya melalui hubungan – hubungan yang sehat dan
produktif (Siswanto 1992 : 23)
Interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien secara universal ditandai
dengan kurangnya komunikasi. Saluran informasi tersendat-sendat oleh halanganhalangan struktural termasuk perbedaan status antara ahli kesehatan dan pasien;
konflik paradigma-paradigma konseptual; kepentingan spesialis kesehatan untuk
mempertahankan kontrol terhadap pasien; dan stereotip-stereotip mengenai
ketidaktahuan pasien ( Sciortino,2007).
Puskesmas adalah Suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang
pelayanan kesehatan yang berada di garda terdepan dan mempunyai misi sebagai
pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang melaksanakan pembinaan dan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat di suatu
wilayah kerja tertentu yang telah ditentukan secara mandiri dalam menentukan
kegiatan pelayanan namun tidak mencakup aspek pembiayaan
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Visi dan Misi Puskesmas adalah Visi pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju
terwujudnya Indonesia Sehat.
Indikator Kecamatan Sehat:

Universitas Sumatera Utara

14

a.

Lingkungan sehat
-

Perilaku sehat

-

Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

-

Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Misi Puskesmas adalah menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di
wilayah kerjanya dan mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan
masyarakat di wilayah kerjanya
Peran Puskesmas adalah sebagai ujung tombak dalam mewujudkan kesehatan
nasional secara komprehensif, tidak sebatas aspek kuratif dan rehabilitatif saja
seperti di Rumah Sakit.
Fungsi Puskesmas yaitu :
i.

Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya.

ii.

Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

iii.

Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada

iv.

masyarakat di wilayah kerjanya.

Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan cara:
 Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan
dalam rangka menolong dirinya sendiri.
 Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali
dan menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.

Universitas Sumatera Utara

15

 Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan
medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan
bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.
 Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
 Bekerja

sama

dengan

sektor-sektor

yang

bersangkutan

dalam

melaksanakan program
Pelayanan puskesmas yang bersifat kuratif sebagian besar ditangani oleh
perawat, bahkan dapat dikatakan perawat memainkan peranan sebagai dokter.
Mereka memeriksa pasien, membuat diagnosis dan memberikan resep obat
(Sciortino,2008).
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1996) adalah :
·

Tersedia dan berkesinambungan syarat pokok pertama pelayanan kesehatan
yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat
berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.

·

Dapat diterima dan wajar, syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik
adalah apa yang dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya
pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan,
keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.

·

Mudah dicapai, syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dicapai oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud
disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.

Universitas Sumatera Utara

16

Mudah dijangkau, syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah
mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama
dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan
biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan
sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat.
·

Bermutu, syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah

yang bermutu. Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu
pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Pelayanan puskesmas yang diteliti memiliki pekerja sebagai dokter, kepala
puskesmas, staf pegawai (bidan puskesmas), dan bidan desa.
Bidan hanya memberikan pelayanan pengobatan pada kasus-kasus yang
tertentu saja. Dengan memakai obat-obatan umum, yang diperolehnya dari
puskesmas atau di beli di warung. Yang mereka obati pada umumnya anak-anak
tetangga yang menderita demam atau yang mengalami diare. Di daerah penelitian
yang dijalankannya, tampaknya bidan-bidan kurang tertarik untuk terjun dalam
bidang pengobatan. Melihat ‘hasrat” 6 perawat untuk menawarkan pelayanan
pengobatan di praktek swastanya. Patut dipertanyakan mengapa bidan
kebanyakan menahan diri. Padahal mereka sama-sama lulus dari pendidikan
sehingga bisa saja merasa berhak untuk mengobati seperti yang dilakukan

6

Hasrat dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah keinginan atau harapan yang kuat

Universitas Sumatera Utara

17

perawat. Tenaga keperawatan bertindak diluar kewenangan karena pelayanan
yang diharapkan masyarakat dari mereka tidak didukung oleh hukum, sedangkan
tenaga kebidanan mentaati peraturan karena pelayanan yang diharapkan
masyarakat dari mereka sudah tercakup dalam hukum. Masyarakat memandang
bidan sebagai pemberi pelayanan ibu dan anak yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Sedangkan masyarakat menganggap perawat sebagai pemberi pelayanan
pengobatan, padahal peran tersebut tidak sesuai dengan pengaturan yang berlaku
(Sciortino,2008).
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan bagi masyarakat karena cukup efektif membantu masyarakat
dalam memberikan pertolongan pertama dengan standar pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang dikenal murah seharusnya menjadikan Puskesmas
sebagai tempat pelayanan kesehatan utama bagi masyarakat, namun pada
kenyataannya banyak masyarakat yang lebih memilih pelayanan kesehatan pada
dokter praktek swasta atau petugas kesehatan praktek lainnya.
Kondisi ini didasari oleh persepsi awal yang negatif dari masyarakat
terhadap pelayanan Puskesmas, misalnya anggapan bahwa mutu pelayanan yang
terkesan seadanya, artinya Puskesmas tidak cukup memadai dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, baik dilihat dari sarana dan prasarananya maupun
dari tenaga medis atau anggaran yang digunakan untuk menunjang kegiatannya
sehari-hari. Sehingga banyak sekali pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
itu tidak sesuai dengan Standar Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

18

Misalnya: sikap tidak disiplin petugas medis pada unit pelayanan
puskesmas, yang dikeluhkan masyarakat. Mereka selalu diperlakukan kurang baik
oleh para petugas medis yang dinilai cenderung arogan, berdalih terbatasnya
persediaan obat-obatan pada puskesmas telah menyebabkan banyak diantara
pasien terpaksa membeli obat pada apotik. Di samping itu, ketika membawa salah
seorang warga yang jatuh sakit saat mengikuti kegiatan perkampungan pemuda,
kemudian warga yang lain mengantarnya ke Puskesmas, pasien itu tidak dilayani
dengan baik bahkan mereka mengaku telah kehabisan stok obat.
Hal tersebut, tentu telah merusak citra Puskesmas sebagai pemberi layanan
kesehatan kepada masyarakat yang dianggap dapat membantu dalam memberikan
pertolongan pertama yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Selain itu,
tidak berjalannya tugas edukatif di Puskesmas yang berkaitan dengan penyuluhan
kesehatan yang sekaligus berkaitan dengan tugas promotif. Menurut masyarakat,
petugas puskesmas sangat jarang berkunjung, kalaupun ada, yaitu ketika keluarga
mempunyai masalah kesehatan seperti anggota keluarga mengalami gizi buruk
atau penderita TB.
Berarti tugas ini lebih untuk memberikan laporan dan kuratif dibanding
upaya promotif. Kemudian, perawat / bidan puskesmas biasanya aktif dalam
puskesmas keliling dan puskesmas pembantu. Jelas dalam tugas tersebut, perawat
/ bidan melakukan pemeriksaan pasien, mendiagnosa pasien, melakukan
pengobatan pada pasien dengan membuat resep pada pasien. Namun, ketika
melakukan tugas tersebut

tidak ada supervisi dari siapapun, khususnya

penanggung jawab dalam tindakan pengobatan/medis. Tenaga perawat / bidan

Universitas Sumatera Utara

19

seolah-olah tidak menghargai kegiatan-kegitan formalnya sendiri, karena mungkin
tugas kuratif lebih penting. Hal ini berdampak kepada status kesehatan
masyarakat, status gizi, penyakit infeksi menular dan mungkin upaya kesehatan
ibu dan anak tidak mendapatkan porsi yang sesuai sehingga berdampak pada
kondisi kesehatan masyarakat. Kalaulah memang tugas tenaga kesehatan di
Puskesmas lebih banyak ke arah kuratif, maka Puskesmas menjadi unit dari
pelayanan Rumah sakit karena Rumah Sakit akan memiliki banyak sumber daya
manusia dan fasilitas medis.
Tapi kalaulah puskesmas ini menjadi lebih dominan dalam tugas promotif
dan preventif maka tugas eksekutif bagi perawat haruslah digiatkan, dan
puskesmas menjadi bagian dari unit Dinas kesehatan, atau bagian tersendiri yang
memiliki otonomi yang kuat dalam mengatur program-programnya, sedangkan
Dinas kesehatan hanya sebagai regulator, pemberi dana dan pengadaan petugas,
untuk pelayanan kesehatan masyarakat diberikan kepada Puskesmas, atau
pelayanan kesehatan dapat ditenderkan kepada pihak swasta. Tidak hanya hal-hal
yang telah diungkapkan di atas, lebih dari itu, masih ada permasalahan yang
muncul di lingkup puskesmas.
Mengukur mutu pelayanan kesehatan baik di tingkat primer seperti
Puskesmas dan tingkat lanjut seperti rumah sakit memerlukan indikator mutu
yang jelas. Namun menyusun indikator yang tepat tidaklah mudah. Kita perlu
mempelajari pengalaman berbagai institusi yang telah berhasil menyusun
indikator mutu pelayanan kesehatan yang kemudian dapat digunakan secara
efektif mengukur mutu dan meningkatkan mutu.

Universitas Sumatera Utara

20

Tidak berbeda dari pejabat-pejabat kesehatan, para doter cenderung
membedakan antara peran kuratif perawat di sektor publik dan yang di sektor
swasta. Ditanyakan tentang sikap protektif mereka terhadap mereka terhadap
peran kuratif perawat puskesmas, para dokter menjelaskan bahwa sebagai kepala
puskesmas, para dokter menjelaskan bahwa sebagai kepala puskesmas mereka
harus melindungi staf bawahan agar tidak menjadi kambing hita, dalam situas
struktural. Mereka mengartikan alasan ‘kekurangan tenaga’ sebagai kekurangan
lebih dari satu dokter agar dapat mencakup puskesmas-puskesmas yang
dilengkapi dengan dokter.memang bukanlah suatu kebetulan bahwa kehadiran
perawat ditentang paling keras didaerah perkotaan dan di tempat-tempat lain yang
mempunyai lebih dari satu dokter.
Perawat-perawat yang ekspos di media massa pada umumnya adalah
mereka yang berpraktik swasta dikota. Sikap negatif dari dokter yang
diwawancari bervariasi sesuaidengan derajat kompetesi yang dihadapinya. Bila
seorang dokter yang membuka praktek di daerah tertentu, maka perawat yang
menjadi saingannya tidak diserangnya melainkan hanya dianggap rendah. Bahkan,
kadang-kadang dokter bersedia menuliskan resep agar perawat yeng mempunyai
hubungan baik dengannya dapat membeli obat di apotek. Tetapi jika ada lebih
banyak dokter yang berpraktik di tempat yang sama, mereka dengan cepat
menuduh perawat ‘membunuh pasien’ dan dengan sangat gigih mencoba
menyingkirkan dengan berbagai cara. Dengan kata lain, kelangkaan calon pasien
dan

sebagai

akibatnya kekurangan

pendapatan

menimbulkan

terjadinya

persaingan keras dikalangan dokter yang pada gilirannya memperkuat penolakan

Universitas Sumatera Utara

21

mereka terhadap peran kuratif perawat di sektor swasta. Sepertinya, kepedulian
dokter terhadap kesejahteraan pasien semakin meningkat dengan bertambahnya
kekhawatiran akan kehilangan mata pencaharian karena kejenuhan pasar
(Sciortino,2008).
Suatu keberhasilan kerja, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan
perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat
kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi
kebiasaan dalam perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi
kebiasaan tersebut dinamakan budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu
atau kualitas kerja, maka dinamakan budaya kerja. Kata budaya itu sendiri adalah
sebagai suatu perkembangan dari bahasa sansekerta ‘budhayah’ yaitu bentuk
jamak dari buddhi atau akal, dan kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari
budi, dengan kata lain ”budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan
rasa. Sedangkan kebudayaan merupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil
dari cipta, karsa dan rasa tersebut”. Pengertian kebudayaan banyak dikemukakan
oleh para ahli seperti Koentjaraningrat, yaitu; ”kebudayaan adalah keseluruhan
manusia dari kelakuan dan hasil kelakukan yang teratur oleh tatakelakuan yang
harus didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat”. Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat
secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi.
Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi
positif, serta berupaya membiasakan (habituating process) pola perilaku tertentu
agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik. Adapun pengertian budaya kerja

Universitas Sumatera Utara

22

menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
menjelaskan bahwa: Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulangulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini
memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah
menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati
dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Dari uraian di atas
bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh
setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi kebiasaan dalam
pelaksanaan pekerjaan. Adapun Menurut Triguno dalam bukunya Manajemen
Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa:
Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong,
membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan
tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Taliziduhu Ndraha dalam buku
Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, yaitu; ”Budaya kerja
merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang
dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”. Sedangkan Menurut Osborn dan
Plastrik dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa:
“Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang
terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.

Universitas Sumatera Utara

23

Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai
nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki
bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi. Jika
dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan
bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan
menggunakan sarana tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat
mengamati dan merasakannya. Budaya kerja berbeda antara organisasi satu
dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang
dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang
terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu
organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat
membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga
pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai
dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan
adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan
pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya
sesuai bidangnya masing-masing. Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya
pembenahan-pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya
kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat
kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara
pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri
apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Universitas Sumatera Utara

24

1.3

Ruang Lingkup Permasalahan dan Lokasi Penelitian

1.3.1

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka yang mnjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah proses kinerja dari setiap peran di
dalam puskesmas. Rumusan masalah tersebut diuraikan ke dalam 3 (Tiga)
pertanyaan penelitian, yaitu :
1. Bagaimana pelayanan kesehatan puskesmas di Soposurung Balige?
2. Sejauh mana kedekatan antar petugas kesehatan di puskesmas
Soposurung dengan masyarakat setempat?
3. Bagaimana dengan budaya kerja para petugas kesehatan di Puskesmas
Soposurung?
1.3.2

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige

Toba Samosir, Sumatera Utara. Alasan memilih lokasi ini karena terdapat di
kawasan dekat sekolah SD, SMP, maupun SMA dan juga dekat dengan rumah
warga. Sehingga data yang akan ddidapat lebih maksimal dan warga yang datang
ke puskesmas soposurung akan memiliki kondisi warga yang beragam-ragam.
1.4

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian pasti lah memiliki tujuan dan manfaat yang penting,

karena melalu tujuan dan manfaat penelitian itulah maka suatu penelitian dapat
dimengerti oleh peneliti maupun dibaca publik. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan kondisi dari pelayanan kesehatan terkhususnya

Universitas Sumatera Utara

25

puskesmas melalui cara kinerja dari setiap orang yang bekerja dan memiliki peran
dalam puskesmas. Menunjukkan sikap seorang pekerja dan hubungan nya dengan
masyarakat yang baik atau tidak baiknya dan juga melihat tentang budaya kerja
para pekerja-pekerja yang ada di Puskesmas Soposurung.
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini secara akademisi ialah
sebagai salah satu sumbangsih tentang budaya kerja dari pelayanan kesehatan
puskesmas bagi masyarakat. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat berguna bagi
mahasiswa atau pembaca dan memahami bagaimana kondisi dari salah satu
pelayanan kesehatan yang ada di Sumatera Utara.
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas kinerja di setiap layanan
kesehatan masyarakat, mengerti bahwa sebenarnya tenaga kesehatan di layanan
masyarakat pun harus dekat dengan masyarakat supaya masyarakat setempat tidak
segan lagi untuk memberitahukan keluhannya, dan memotivasi masyarakat untuk
tetap menjaga kesehatan karena Pemerintah sudah menyediakan layanan
kesehatan yang layak
1.5

Tehnik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian etnografi yang bersifat kualitatif

dengan menggunakan tehnik pengumpulan data sebagi berikut :
a.

Tehnik observasi

Observasi 7 atau pengamatan dilakukan untuk melihat bagaimana keadaan
dari kondisi pelayanan kesehatan yaitu puskesmas saat ini. Dalam hal ini peneliti

7

Observasi atau pengamatan adalah aktivitas yang dilakukan makhluk cerdas, terhadap
suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari
sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian

Universitas Sumatera Utara

26

akan mengamati wujud atau tugas dari puskesmas itu apakah tercapai atau tidak
tercapai sebagai pelayanan kesehatan yang baik. Apa yang terjadi didalam nya
baik itu dari segi pekerjaan setiap pekerja di dalam puskesmas atau dari segi
bagaimana para pekerja tersebut menghadapi setiap pasien yang datang dengan
sikap, ekonomi, watak dan postur yang berbeda-beda. Misalnya bagaimana bidan
yang bekerja di puskesmas menanggapi orang tua yang sedikit cerewet, apakah
mereka akan membalas ocehannya atau menenangkan orang tua tersebut. Atau
disebut juga dengan ikut serta melihat kondisi ke Puskesmas Tampahan, atau
sering dikatakan dengan turun ke lapangan
b.

Tehnik Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah suatu kegiatan dimana terjadi percakapan
yang telah terstruktur, dimana pewawancara akan memberikan pertanyaanpertanyaan untuk dijawab oleh orang yang akan diwawancarai sesuai dengan
aspek-aspek yang akan diteliti. Dalam wawancara ini peneliti akan menggunakan
tape recorder untuk merekam segala sesuatu informasi yang diungkapkan
informan. Hal tersebut digunakan karena daya ingat manusia yang terbatas dan
akan sulit mengingat semua yang diucapkan informan jika hanya mendengar saja.
Selain itu, dengan alat ini akan mempermudah peneliti dalam melakukan
wawancara serta menuangkan kembali hasil rekaman ke dalam catatan lapangan
setelah wawancara berakhir. Seperti dalam penelitian ini aspek yang akan dikaji
ialah “Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas”. Wawancara tersebut akan dilakukan
dengan beberapa pasien dan beberapa pekerja kengan jumlah yang bisa
mempererat pernyataan.

Universitas Sumatera Utara

27

Menurut Webster’s New Collagiate Dictionary, seorang informan adalah
seorang pembicara asli yang berbicara dengan menggunakan kata-kata, frasa, dan
kalimat dalam bahasa atau dialek sebagai sumber informasi. Informan akan
memberikan informasi yang sesuai dengan apa yang diketahui dan menjadi
sumber informasi yang sesuai dengan pemahamn si informan atas pertanyaan
ataupun masalah yang diberikan.
Pemilihan dan penetapan informan sangatlah penting dalam penelitian.
Meskipun hampir setiap orang dapat menjadi informan, namun tidak setiap orang
dapat menjadi informan yang baik. Informan yang baik yaitu informan yang dapat
memberikan jawaban ataupun informasi yang ditanyakan dan dapat membantu
menyelesaikan permasalahan dengan informasi yang diberikan. Pemilihan dan
penetapan informan yang tepat dapat membantu dan mempermudah proses
penelitian.
Adapun informan yang saya wawancarai untuk memperoleh data
mengenai Pelayanan Kesehatan Puskesmas adalah:


Bidan yang bertugas melayani para pasien di puskesmas



Kepala puskesmas yang bertugas menghandle para bidan dalam
mengerjakan tugas nya sebagai pelayan kesehatan



Dokter yang menjadi tenaga yang meresepkan obat terhadap pasien



Pasien yang berobat dengan kondisi yang berbeda serta keluhan yang
berbda pula



Masyarakat sekitar tentang keberadaan puskesmas sebagai pelayanan
kesehatan bagi masyarakat

Universitas Sumatera Utara

28

c.

Studi Dokumentasi

Selain teknik interview (wawancara) yang menjadi dasar teknik penelitian
ini, peneliti juga menggunakan metode tambahan seperti studi dokumentasi yang
bertujuan untuk mempermudah penulis dalam mencari data. Dokumen dapat
berupa catatan lapangan, catatan pribadi, rekaman wawancara, foto dan lain
sebagainya.
d.

Studi Pustaka

Studi pustaka sangat dibutuhkan oleh peneliti. Jenis-jenis kepustakaan
yang peneliti gunakan yaitu beberapa buku, jurnal, artikel, skripsi dan beberapa
data-data yang bersumber dari media cetak dan eletronik yang berkaitan dengan
masalah pelayanan kesehatan di puskesmas.
Sumber-sumber data yang mendukung skripsi ini kemudian dipahami dan
diresume kembali oleh peneliti tentang hal-hal mana saja yang diperlukan. Hal
tersebut membantu peneliti dalam mengetahui ethos kerja tenaga kesehatan di
pelayanan kesehatan Puskesmas Sopusurung Balige.

Universitas Sumatera Utara