Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

(1)

DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN KB MKJP

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN

KECAMATAN TANJUNG PURA LANGKAT

TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh :

RIZA ANNISA SAUMA FAKHRI

NIM. 111000044

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN KB MKJP

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN

KECAMATAN TANJUNG PURA LANGKAT

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

RIZA ANNISA SAUMA FAKHRI

NIM. 111000044

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan permasalahan yang dihadapi Indonesia. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan metode kontrasepsi yang efektif dan efisien yang dapat digunakan untuk jangka waktu panjang untuk menjarangkan kehamilan. Alat kontrasepsi yang termasuk didalamnya adalah Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (IUD/Spiral), Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (Implan), dan Kontrasepsi Mantap. Berdasarkan Laporan UPT Bina KB dan PP Kecamatan Tanjung Pura, jumlah peserta KB sebanyak 8.083 jiwa dari 12.941 PUS. Peserta KB MKJP sebanyak 1.181 jiwa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat tahun 2015.

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, persepsi, keyakinan), faktor pendukung (jarak tempat pelayanan, biaya pemasangan alat kontrasepsi), dan faktor pendorong (dukungan suami, sikap tenaga kesehatan) terhadap pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita peserta KB sebanyak 8032. Sampel penelitian ini sebanyak 100 responden.

Hasil penelitian menunjukkan dari 100 responden, sebanyak 14,0% memanfaatkan pelayanan KB MKJP dan 86,0% tidak memanfaatkan pelayanan KB MKJP. Variabel pengetahuan (p=0,036), persepsi (p=0,014), keyakinan (p=0,001), biaya pemasangan alat kontrasepsi (p=0,001), dan dukungan suami (p=0,001) memiliki hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Dan variabel dukungan suami mempunyai nilai Exp (B) sebesar 85,094 , merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan KB MKJP.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Puskesmas Pantai Cermin lebih mengedukasi para suami, wanita peserta KB dan calon peserta KB dengan penyuluhan dan sosialisasi mengenai alat kontrasepsi MKJP, dengan mengajak para petugas lapangan keluarga berencana (PLKB), tokoh – tokoh masyarakat, tokoh – tokoh agama, dan pihak terkait lainnya.

Kata Kunci : Determinan Pemanfaatan, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), Peserta KB


(5)

ABSTARCT

The high rate of population growth is a problem faced by Indonesia. Long Term Contraceptive Method (LTCM) is an effective and efficient method which can be used to space out births for a long period. The contrceptive device included are IUD/spiral, under skin contraceptive (implant), and steady contraceptive. Based on the report of UPT Bina KB and PP Tanjung Pura Subdistrict, the total number of family planning participants were 8,083 persons from 12,941 productive- aged couples. The total number of participants of the LTCM were 1,181 persons. The objective of the research was to find out the useful determinants of the service of family planning with the LTCM in the working area of Pantai Cermin Puskesmas, Tanjung Pura Subdistrict, Langkat, in 2015.

This research was a survey with explanatory approach whose objective was to described the influence of predisposition (education, knowledge, perception, belief), supporting factors (distance of service venues, cost of installing contraceptive device), pushing factors (husbands’ supports, attitude of medical personnel) towards the usefulness of the service of family planning with the LTCM in the working area of Pantai Cermin Puskesmas, in 2015. The population was all women who were the participants of family planning whose total were 8,032. The sample was 100 respondents.

The result of the research showed that from 100 respondents, total of 14% used the service of family planning with the LTCM and 86% did not. Knowledge variable (p=0.036), perception (p=0.014), belief (p=0.001), cost of installing contraceptive device (p=0.001), and husbands’ supports (p=0.001) have a correlation towards the usefulness of the service of family planning with the LTCM in the working area of the local Pantai Cermin Puskesmas. Variable of husbands’ supports have value Exp (B) 85.094 as the most influencing factor towards the usefulness of the service of family planning with the LTCM.

Based on the result of the research, it is expected that the local government clinics in Pantai Cermin educate husbands more, women who are the participants of family planning, candidates of participants of family planning with counseling and socialization about the LTCM, invite the field personnel of family planning, public and religious figures, and other related parties.

Keywords: Usefulness of Determinants, Long Term Contraceptive Method (LTCM) , family planning participants.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Riza Annisa Sauma Fakhri

Tempat Lahir : Sawit Seberang Tanggal Lahir : 30 Juli 1993 Janis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku Bangsa : Melayu

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Pintu air IV Gg. Keluarga No. 17

Nama Ayah : Enorisa Zimla

Suku Bangsa Ayah : Melayu

Nama Ibu : Masdawati

Suku Bangsa Ibu : Batak Mandailing

Riwayat Pendidikan :

1. SD/Tamat tahun : SDN 067776 Medan / 2005

2. SMP/Tamat tahun : SMP SWASTA PRIMBANA MEDAN / 2008 3. SMA/Tamat tahun : MAN 1 MEDAN / 2011

4. Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penyusunan skripsi ini, mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, bantuan, kritik serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing II dan Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, memberikan saran, arahan, serta dukungan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Juanita, S.E, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu dan membimbing, memberikan saran, dukungan, serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

4. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan serta saran–saran kepada penulis dalam memaksimalkan skripsi ini.

5. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan masukan serta saran-saran untuk penulis dalam memaksimalkan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjadi mahasiswa di FKM USU.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Kepala Puskesmas Pantai Cermin dan seluruh staf yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

9. Camat dan pegawai di Kecamatan Tanjung Pura Langkat yang telah memberikan izin dan dukungan selama melakukan penelitian ini.

10. Kepala UPTD Bina KB dan PP Kecamatan Tanjung Pura dan staf yang telah membantu penelitian ini.

11. Teristimewa untuk kedua orang tua saya, Enorisa Zimla dan Masdawati yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan selama ini dan dalam penyelesaian skripsi.

12. Adik-adikku tersayang, Robby dan Rabithah serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan selama ini.

13. Sahabat-sahabatku, Widia, Sofiah, Soraya, Rahmi, Aida, untuk motivasi dan bantuannya selama ini.


(9)

14. Teman-teman seperjuangan di Departemen AKK, Rina, Ummiyun, Halimah, Meiliza, Berkah, Lulu.

15. Teman seperjuangan dari mulai seminar proposal, konsul hasil, sampai sidang skripsi selalu bersama Dian Agnesa Sembiring.

16. Teman-teman semasa PBL di Dusun VIII Timbang Lawan, Kak Hesti, Bang Kamal, Kak Ade, Esta, dan Putri. Semua teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan semuanya.

17. Teman terkhusus pendukung paling setia HR yang selalu mendukung, menyemangatin.

Demikian kata pengantar ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2015

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Keluarga Berencana (KB) ... 12

2.1.1 Sejarah Program Keluarga Berencana ... 12

2.1.2 Defenisi Keluarga Berencana ... 14

2.1.3 Tujuan Keluarga Berencana ... 14

2.1.4 Sasaran ... 15

2.2 Kontrasepsi ... 16

2.2.1 Pengertian Kontrasepsi ... 16

2.2.2 Macam – Macam Kontrasepsi ... 17

2.2.3 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang ... 18

2.3 Teori Pemanfaatan ... 34

2.3.1 Teori Lawrence Green ... 34

2.3.2 Teori Andersen ... 35

2.4 Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP ... 37

2.5 Kerangka Konsep ... 43

BAB III METODE PENELITIAN... 44

3.1 Jenis Penelitian ... 44

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.3 Populasi dan Sampel ... 45

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 46

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.6 Metode Pengukuran ... 48


(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

4.1.1 Letak Geografis ... 52

4.1.2 Demografis ... 52

4.2 Analisis Univariat ... 53

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Sosiodemografi ... 53

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi ... 54

4.2.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 54

4.2.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 55

4.2.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi ... 56

4.2.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Keyakinan ... 58

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendukung ... 58

4.2.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Pelayanan ... 58

4.2.3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Biaya Pemasangan Alat Kontrasepsi ... 59

4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendorong ... 60

4.2.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Suami ... 60

4.2.4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tenaga Kesehatan ... 61

4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP ... 63

4.3 Analisis Bivariat ... 64

4.3.1 Tabulasi Silang dan Hasil Uji Statistik ... 64

4.3.1.1 Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 64

4.3.1.2 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 65

4.3.1.3 Tabulasi Silang Antara Persepsi dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 65

4.3.1.4 Tabulasi Silang Antara Keyakinan dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 66

4.3.1.5 Tabulasi Silang Antara Jarak Tempat Pelayanan dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 67

4.3.1.6 Tabulasi Silang Antara Biaya Pemasangan Alat Kontrasepsi dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 67

4.3.1.7 Tabulasi Silang Antara Dukungan Suami dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah


(12)

Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 68

4.3.1.8 Tabulasi Silang Antara Sikap Tenaga Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin... 69

4.4 Analisis Multivariat ... 70

BAB V PEMBAHASAN ... 72

5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 72

5.1.1 Pengaruh Pendidikan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 72

5.1.2 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 74

5.1.3 Pengaruh Persepsi Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 75

5.1.4 Pengaruh Keyakinan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 76

5.2 Pengaruh Faktor Pendukung Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 78

5.2.1 Pengaruh Jarak Tempat Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 78

5.2.2 Pengaruh Biaya Pemasangan Alat Kontrasepsi Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 79

5.3 Pengaruh Faktor Pendorong Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 80

5.3.1 Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 80

5.3.2 Pengaruh Sikap Tenaga Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin ... 81

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1 Kesimpulan ... 83

6.2 Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4. Master Data


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Distribusi Peserta KB di Wilayah Kecamatan Tanjung Pura ... 7

Tabel 3.1 Proporsi Sampel per Desa/Kelurahan ... 46

Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 49

Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 49

Tabel 4.1 Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat ... 53

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sosiodemografi ... 53

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 54

Tabel 4.4 Distribusi Kategori Berdasarkan Pendidikan ... 54

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 55

Tabel 4.6 Distribusi Kategori Berdasarkan Pengetahuan ... 56

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 57

Tabel 4.8 Distribusi Kategori Berdasarkan Persepsi ... 57

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Keyakinan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 58

Tabel 4.10 Distribusi Kategori Berdasarkan Keyakinan ... 58

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tempat Pelayanan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 59

Tabel 4.12 Distribusi Kategori Berdasarkan Jarak Tempat Pelayanan ... 59

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Biaya Pemasangan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 60


(14)

Tabel 4.14 Distribusi Kategori Berdasarkan Biaya Pemasangan

Alat Kontrasepsi ... 60 Tabel 4.15 Distribusi Responden Dukungan Suami di Wilayah

Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 61 Tabel 4.16 Distribusi Kategori Berdasarkan Dukungan Suami ... 61 Tabel 4.17 Distribusi Responden Sikap Tenaga Kesehatan di Wilayah

Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 62 Tabel 4.18 Distribusi Kategori Berdasarkan Sikap Tenaga Kesehatan ... 62 Tabel 4.19 Distribusi Responden Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP

di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 63 Tabel 4.20 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Dengan Pemanfaatan

Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2015 ... 64 Tabel 4.21 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Dengan Pemanfaatan

Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2015 ... 65 Tabel 4.22 Tabulasi Silang Antara Persepsi Dengan Pemanfaatan

Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2015 ... 66 Tabel 4.23 Tabulasi Silang Antara Keyakinan Dengan Pemanfaatan

Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2015 ... 66 Tabel 4.24 Tabulasi Silang Antara Jarak Dengan Tempat Pelayananan

Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 67 Tabel 4.25 Tabulasi Silang Antara Biaya Pemasangan Alat Kontrasepsi

Dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah

Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 68 Tabel 4.26 Tabulasi Silang Antara Dukungan Suami

Dengan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah

Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 69 Tabel 4.27 Tabulasi Silang Antara Sikap Tenaga Kesehatan


(15)

Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015 ... 69 Tabel 4.28 Hasil Uji Multivariat ... 71


(16)

DAFTAR GAMBAR


(17)

DAFTAR ISTILAH

Singkatan : Singkatan dari

AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim AKBK : Alat Kontrasepsi Bawah Kulit CPR : Contraceptive Prevalence Rate KB : Keluarga Berencana

MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MDGs : Millenium Development Goals MOW : Metode Operasi Wanita MOP : Metode Operasi Pria PUS : Pasangan Usia Subur TFR : Total Fertility Rate


(18)

ABSTRAK

Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan permasalahan yang dihadapi Indonesia. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan metode kontrasepsi yang efektif dan efisien yang dapat digunakan untuk jangka waktu panjang untuk menjarangkan kehamilan. Alat kontrasepsi yang termasuk didalamnya adalah Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (IUD/Spiral), Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (Implan), dan Kontrasepsi Mantap. Berdasarkan Laporan UPT Bina KB dan PP Kecamatan Tanjung Pura, jumlah peserta KB sebanyak 8.083 jiwa dari 12.941 PUS. Peserta KB MKJP sebanyak 1.181 jiwa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat tahun 2015.

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, persepsi, keyakinan), faktor pendukung (jarak tempat pelayanan, biaya pemasangan alat kontrasepsi), dan faktor pendorong (dukungan suami, sikap tenaga kesehatan) terhadap pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita peserta KB sebanyak 8032. Sampel penelitian ini sebanyak 100 responden.

Hasil penelitian menunjukkan dari 100 responden, sebanyak 14,0% memanfaatkan pelayanan KB MKJP dan 86,0% tidak memanfaatkan pelayanan KB MKJP. Variabel pengetahuan (p=0,036), persepsi (p=0,014), keyakinan (p=0,001), biaya pemasangan alat kontrasepsi (p=0,001), dan dukungan suami (p=0,001) memiliki hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Dan variabel dukungan suami mempunyai nilai Exp (B) sebesar 85,094 , merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan KB MKJP.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Puskesmas Pantai Cermin lebih mengedukasi para suami, wanita peserta KB dan calon peserta KB dengan penyuluhan dan sosialisasi mengenai alat kontrasepsi MKJP, dengan mengajak para petugas lapangan keluarga berencana (PLKB), tokoh – tokoh masyarakat, tokoh – tokoh agama, dan pihak terkait lainnya.

Kata Kunci : Determinan Pemanfaatan, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), Peserta KB


(19)

ABSTARCT

The high rate of population growth is a problem faced by Indonesia. Long Term Contraceptive Method (LTCM) is an effective and efficient method which can be used to space out births for a long period. The contrceptive device included are IUD/spiral, under skin contraceptive (implant), and steady contraceptive. Based on the report of UPT Bina KB and PP Tanjung Pura Subdistrict, the total number of family planning participants were 8,083 persons from 12,941 productive- aged couples. The total number of participants of the LTCM were 1,181 persons. The objective of the research was to find out the useful determinants of the service of family planning with the LTCM in the working area of Pantai Cermin Puskesmas, Tanjung Pura Subdistrict, Langkat, in 2015.

This research was a survey with explanatory approach whose objective was to described the influence of predisposition (education, knowledge, perception, belief), supporting factors (distance of service venues, cost of installing contraceptive device), pushing factors (husbands’ supports, attitude of medical personnel) towards the usefulness of the service of family planning with the LTCM in the working area of Pantai Cermin Puskesmas, in 2015. The population was all women who were the participants of family planning whose total were 8,032. The sample was 100 respondents.

The result of the research showed that from 100 respondents, total of 14% used the service of family planning with the LTCM and 86% did not. Knowledge variable (p=0.036), perception (p=0.014), belief (p=0.001), cost of installing contraceptive device (p=0.001), and husbands’ supports (p=0.001) have a correlation towards the usefulness of the service of family planning with the LTCM in the working area of the local Pantai Cermin Puskesmas. Variable of husbands’ supports have value Exp (B) 85.094 as the most influencing factor towards the usefulness of the service of family planning with the LTCM.

Based on the result of the research, it is expected that the local government clinics in Pantai Cermin educate husbands more, women who are the participants of family planning, candidates of participants of family planning with counseling and socialization about the LTCM, invite the field personnel of family planning, public and religious figures, and other related parties.

Keywords: Usefulness of Determinants, Long Term Contraceptive Method (LTCM) , family planning participants.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang terjadi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka diperlukan perhatian serta penanganan yang sungguh – sungguh dari semua pihak. Berdasarkan data sensus penduduk pada tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk mencapai 237.641.326 jiwa (Badan Pusat Statistik (BPS), 2010). Indonesia menduduki urutan ke empat dengan penduduk terbanyak di dunia setelah Amerika, China, dan India. Kementerian Kesehatan RI mengestimasi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. Namun, jumlah penduduk Indonesia tahun 2013 mencapai 260 juta jiwa. Maka dengan meningkatnya jumlah penduduk menunjukkan kemungkinan akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

Laju pertumbuhan penduduk yang tidak dapat dikendalikan mengakibatkan masih banyak penduduk yang menderita kekurangan makan dan gizi sehingga mengakibatkan tingkat kesehatan memburuk, mempunyai pendidikan yang rendah, dan kekurangan lapangan pekerjaan. Untuk menghindari terjadinya ledakan penduduk tersebut, maka perlu dilakukan akselerasi revitalisasi yang terkait dengan capaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu meningkatkan derajat kesehatan ibu. Dengan Target untuk mengurangi tiga per empat Angka Kematian Ibu (AKI) dalam kurun waktu 1990 – 2015, serta tercapainya akses universal


(21)

terhadap layanan kesehatan reproduksi sehingga dapat menurunkan angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) mencapai level sebesar 2,1 (Kemenkes RI, 2012).

Upaya penurunan angka kelahiran (TFR) dapat dilakukan melalui gerakan Keluarga Berencana nasional dan pemakaian kontrasepsi secara sukarela kepada Pasangan Usia Subur (PUS). Gerakan Keluarga Berencana (KB) nasional disiapkan untuk membangun keluarga sejahtera dalam rangka membangun sumber daya manusia yang optimal. Dengan ciri semakin meningkatnya peran serta dari masyarakat dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB.

Program KB sudah dirintis di Indonesia sejak terbentuknya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957. Dr. Sulianti Saroso yang merupakan pelopor KB di Indonesia pada tahun 1953 yang menganjurkan para ibu untuk membatasi kelahiran. Kemudian program KB ditetapkan menjadi suatu program nasional yaitu dengan ditandai terbentuknya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada tahun 1968. Selanjutnya mengalami pergantian menjadi suatu badan independen, yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (Suratun dkk, 2008).

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Suratun dkk (2008), Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval


(22)

diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Berdasarkan UU RI nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Pada awal pelaksanaan KB menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia, angka kelahiran (TFR) di Indonesia relatif tinggi sebesar 5,61 kelahiran per wanita. Selanjutnya TFR di Indonesia mengalami stagnansi selama 10 tahun yaitu 2,6 kelahiran per wanita pada usia 14 – 49 tahun (SDKI, 2012).

Tingkat prevalensi pemakaian alat kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia menunjukkan tingkat kepesertaan ber-KB pasangan usia subur (PUS) mencapai 61,9%. Persentase penggunaan KB tertinggi yaitu Provinsi Lampung, Bangka Belitung, serta DI Yogyakarta. Sedangkan persentase penggunaan KB terendah yaitu Provinsi Papua. Target MDGs 2015 untuk pengguna KB sebesar 65%, tetapi pencapaian untuk tahun 2012 baru sebesar 57,9%. Penggunaan kontrasepsi didominasi oleh penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek, terutama suntikan mencapai 31,9% sedangkan tingkat pemakaian metode KB jangka panjang hanya sebesar 10,6% (SDKI, 2012).


(23)

Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil untuk mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam hal membangun keluarga kecil yang semakin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan dan bahkan harus terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut masih belum merata. Kebijakan Pemerintah tentang KB saat ini mengarah pada pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Dan sementara ini kegiatan KB masih kurang dalam hal penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Penggunaan alat kontrasepsi MKJP juga merupakan salah satu indikator dalam menentukan pembangunan kesehatan masyarakat suatu daerah seperti yang tercantum dalam Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2013.

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan kontrasepsi yang efektif dan efisien dapat bertahan dalam jangka waktu panjang untuk menjarangkan kelahiran. Alat Kontrasepsi yang termasuk dalam kelompok MKJP adalah IUD, Implant (susuk), MOP (Metode Operasi Pria), dan MOW (Metode Operasi Wanita) sedangkan yang termasuk dalam kategori Non-MKJP adalah suntik, pil, dan kondom (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data BkKBN, pada tahun 2014 pencapaian peserta KB aktif di Indonesia mencapai 35.202.908 peserta. Dimana penggunaan KB suntikan sebesar 16.734.917 (47,54%), pil sebesar 8.300.362 (23,58%), kondom sebesar 1.110.341 (3,15%), IUD sebesar 3.896.081 (11,07%), implant sebesar 3.680.816 (10,46%), MOP sebesar 241.642 (0,69%), MOW sebesar 1.238.749 (3,52%). Penggunaan non-MKJP masih tinggi


(24)

dibandingkan dengan penggunaan MKJP, meskipun berangsur – angsur pengguna alat kontrasepsi MKJP sudah diminati masyarakat.

Angka Kelahiran atau TFR di Sumatera Utara pada tahun 2012 mencapai 3, yang berarti bahwa seorang wanita di Sumatera Utara secara rata – rata melahirkan anak dengan jumlah 3 anak (SDKI 2012). Perwakilan BkKBN Sumatera Utara menyatakan akan terus menggenjot penggunaan KB MKJP, karena diharapkan dapat mendukung pencapaian angka kelahiran atau TFR di Sumatera Utara menjadi 2,5.

Berdasarkan data BkKBN menunjukkan pada tahun 2014 peserta KB aktif untuk Provinsi Sumatera Utara mencapai 1.525.388 peserta. Dengan penggunaan KB IUD sebesar 165.584 (10,86%), MOW sebesar 107.242 (7,03%), MOP sebesar 13.297 (0,87%), implant sebesar 201.913(13,24%), suntikan sebesar 475.944 (31,20%), pil sebesar 445.137 (29,18%), dan kondom sebesar 116.271 (7,62%) (BkKBN, 2014).

Berdasarkan hasil Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2014, angka kelahiran atau TFR Kabupaten Langkat pada tahun 2014 yaitu 2,7. Jumlah peserta KB Kabupaten Langkat pada tahun 2014 mencapai 134.627 (67,77%) dari jumlah PUS sebesar 198.742. Penggunaan MKJP mencapai 33.246 (24,69%), yaitu IUD sebesar 11.755 (35,36%), MOP sebesar 469 (1,41%), MOW sebesar 8.369 (25,17%), implant sebesar 12.653 (38,06%). Sedangkan penggunaan non-MKJP mencapai 101.381 (75,31%), yaitu suntikan sebesar 42.416 (41,84%), pil sebesar 48.640 (47,98%), dan kondom sebesar 10.325 (10,18%). Salah satu kecamatan yang pencapaian


(25)

MKJP yang masih rendah, yaitu Kecamatan Tanjung Pura. Kecamatan Tanjung Pura termasuk dalam pencapaian MKJP yang masih rendah, yaitu sebesar 16,28% dibandingkan dengan jumlah peserta KB yang menggunakan alat kontrasepsi non-MKJP sebesar (83,72%).

Kecamatan Tanjung Pura adalah salah satu dari 23 kecamatan di Kabupaten Langkat. Kecamatan Tanjung Pura berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara, Kecamatan Hinai di sebelah selatan, Kecamatan Gebang di sebelah barat, dan Kecamatan Secanggang di sebelah timur. Pada tahun 2014, jumlah penduduk Kecamatan Tanjung Pura sebesar 66.113 jiwa, dengan luas wilayahnya adalah 165,78 km2 dan terdiri dari 19

desa/kelurahan. Puskesmas Pantai Cermin terletak di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura. Puskesmas Pantai Cermin dekat dengan Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura.

Pelayanan KB dapat diperoleh dari Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik KB, Posyandu, Praktek Dokter, dan Praktek Bidan (Kemenkes RI, 2013). Jumlah Fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin untuk mendapatkan pelayanan KB, yaitu : terdapat 1 rumah sakit, 9 puskesmas pembantu, 5 klinik/balai pengobatan, 4 klinik KB, 89 posyandu, 25 dokter umum, dan 60 bidan. MKJP dapat dilakukan di klinik, puskesmas, dan rumah sakit dengan dokter atau bidan yang sudah terlatih. Kegiatan pelayanan KB di Puskesmas Pantai Cermin lebih banyak dilakukan di luar gedung. Kegiatan di luar gedung dilakukan bekerja sama dengan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB).


(26)

Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bina KB dan PP yang ada di Kecamatan Tanjung pura, jumlah peserta KB aktif di Kecamatan Tanjung Pura tahun 2014 sebesar 8083 (62,46%) dari 12.941 PUS. Berdasarkan pemakaian alat kontrasepsi yang menggunakan MKJP yaitu IUD sebesar 375 (4,61%), MOW sebesar 384 (4,73), MOP sebesar 51 (0,63%), dan Implant sebesar 371 (4,59%). Untuk non-MKJP yaitu pil sebesar 3673 (45,44%), suntik sebesar 2673 (33,06%), dan kondom sebesar 556 (6,88%).

Tabel 1.1 Distribusi Peserta KB di Wilayah Kecamatan Tanjung Pura

No. Desa PUS Akseptor KB Akseptor

KB

MKJP Non

MKJP

1. Serapuh Asli 231 17 139 156

2. Pematang Tengah

512 29 310 339

3. Paya Kerupuk 621 49 338 387

4. Pekan Tanjung Pura

2524 290 1245 1535

5. Lalang 359 37 193 230

6. Pantai Cermin 1130 77 574 651

7. Pekubuan 782 78 416 494

8. Teluk Bakung 846 33 493 526

9. Pematang Serai 515 75 288 363

10. Baja Kuning 417 34 237 271

11. Pulau Banyak 513 31 284 315

12. Pematang Cengal

1575 168 806 974

13. Kwala Serapuh 279 21 156 177

14. Kwala Langkat 277 16 167 183

15. Bubun 613 20 359 379

16. Tapak Kuda 350 78 153 231

17. Suka Maju 537 39 299 338

18. Karya Maju 461 44 241 285

19. Pematang Cengal Barat

399 44 205 249

Total 12941 1181 6092 8083

Sumber : Laporan Pencapaian Peserta KB UPT Bina KB dan PP Tanjung Pura


(27)

Penggunaan alat kontrasepsi MKJP dinilai lebih efektif dalam mencegah kehamilan dibandingkan dengan alat kontrasepsi non-MKJP seperti pil dan suntik. Namun dapat dilihat bahwa penggunaan MKJP masih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan non-MKJP. Masih rendahnya partisipasi PUS dalam pemanfaatan KB dipengaruhi oleh pengetahuan dan perilaku. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Menurut Lawrence Green dan Anderson dalam Notoatmodjo (2012) terdapat 3 faktor yang menentukan perilaku manusia dalam memanfaatkan pelayanan, yaitu faktor predisposing (predisposing factors) seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors) seperti lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan. Faktor pendorong (reinforcing factors) seperti sikap dan perilaku dari dukungan orang terdekat, petugas kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama.

Berdasarkan hasil penelitian Christiani (2012) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa umur, jumlah anak, tingkat pendidikan, tempat tinggal, tahapan keluarga, tujuan dan alasan ber-KB memiliki hubungan erat terhadap pemilihan dan penggunaan MKJP. Dari hasil penelitian oleh Pardede (2012) tentang determinan pemanfaatan pelayanan program KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 menunjukkan ada hubungan


(28)

faktor – faktor nilai yang ada di masyarakat, ketersediaan sumber daya, dan keyakinan terhadap pelayanan KB terhadap pemanfaatan pelayanan program KB. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Elfa (2007) dalam Pardede (2012) mengatakan bahwa pelayanan petugas KB, tersedianya sarana obat dan alat kontrasepsi dan biaya untuk mendapatkan pelayanan KB mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan KB.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai MKJP masih kurang, tidak menggunakan MKJP karena adanya rasa takut dalam menggunakan KB MKJP seperti takut untuk melakukan operasi, adanya persepsi bahwa akan menimbulkan penyakit lain (contohnya kanker), biaya untuk menggunakan kontrasepsi MKJP yang mahal, kurangnya dukungan dari suami dikarenakan kedudukan suami yang paling tinggi dalam rumah tangga maka setiap keputusan harus disetujui oleh suami seperti kontrasepsi MOW sebelum melakukan tindakannya harus meminta persetujuan suami terlebih dahulu.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat tahun 2015.


(29)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat tahun 2015.

1.4 Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh faktor predisposing, faktor pendukung, faktor pendorong terhadap pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat mengenai determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Bina Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Langkat mengenai determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP.


(30)

3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Puskesmas Pantai Cermin mengenai determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP.

4. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi UPTD KB dan PP Kecamatan Tanjung Pura untuk semakin menggalakkan program KB khususnya MKJP.

5. Sebagai sumber informasi untuk referensi bagi para peneliti lainnya yang akan dilaksanakan di masa mendatang.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana (KB)

2.1.1 Sejarah Program Keluarga Berencana

Keluarga Berencana (KB) bukan merupakan hal yang baru, karena telah dipraktekkan sejak berabad – abad yang lalu dengan cara – cara yang masih kuno dan sederhana. Menurut Mochtar (2008) yang dikutip dari Dewi (2012), pada zaman Nabi – Nabi dan pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan untuk mengatur kehamilan dengan cara sederhana.

Menurut Prawirohardjo (2006) yang dikutip dari Dewi (2012) pada zaman Mesir Kuno, berdasarkan relief dan manuskrip berhuruf hirogrif dijumpai mengenai cara bagaimana orang Mesir Kuno menjarangkan kelahiran. Pada zaman Yunani Kuno, Soranus dan Ephenus juga telah membuat tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara – cara yang dilakukan pada waktu itu seperti untuk mengeluarkan semen (cairan mani) dengan cara membersihkan vagina dengan kain dan minyak dan ada juga yang memakai alat – alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim.

Gerakan Keluarga Berencana yang kita kenal seperti sekarang ini bermula dari adanya perjuangan yang cukup lama serta berdasarkan kepeloporan dari beberapa tokoh-tokoh, baik di dalam maupun di luar negeri. Upaya keluarga berencana di luar negeri timbul atas prakarsa dari sekelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan


(32)

ibu, yaitu pada awal abad ke-19 di Inggris. Di Inggris dikenal Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan keluarga buruh. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883-1966) dengan program “birth control” dan merupakan pelopor KB modern. Pada tahun 1952 diresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF) dengan Margareth Sanger dan Rama Ran dari India sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan - perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. (Meilani dkk, 2010)

Di Indonesia pada tahun 1953 dikenal Dr. Sulianti Saroso sebagai pelopor KB yang menganjurkan para ibu – ibu untuk membatasi kelahiran. Selanjutnya, pada tanggal 23 Desember 1957 berdirilah suatu perkumpulan yang disebut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan merupakan pelopor dari pergerakan keluarga berencana nasional. PKBI hadir untuk memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui 3 macam usaha, yaitu mengatur atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan, dan memberi nasehat perkawinan.

Pada Februari 1967 dibentuklah Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) sebagai lembaga semi pemerintah. Sampai pada tahun 1970 pengelolaan program KB selanjutnya dikelola oleh suatu badan independen, yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menggantikan LKBN yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. (Suratun dkk, 2008)


(33)

2.1.2 Defenisi Keluarga Berencana (KB)

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1970, keluarga berencana adalah program yang bertujuan untuk membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. (Suratun dkk, 2008)

Menurut UU RI No. 52 Tahun 2009, keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Menurut BkKBN dalam Haloho (2015) Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Menurut Fienalia (2011) yang mengutip pendapat Mochtar, Keluarga Berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. 2.1.3 Tujuan Keluarga Berencana

Menurut UU RI No. 52 Tahun 2009, tujuan dari keluarga berencana adalah sebagai berikut :


(34)

2. Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak.

3. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. 4. Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek

keluarga berencana.

5. Mempromosikan penyusunan bayi sebagai upaya menjarangkan jarak kehamilan.

Tujuan umum program KB nasional adalah memenuhi permintaan masyarakat terhadap pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas, menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi untuk membentuk keluarga kecil berkualitas. (Yuhedi dkk, 2014)

2.1.4 Sasaran

2.1.4.1 Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur (PUS) merupakan sasaran utama dari gerakan KB Nasional. PUS adalah pasangan suami dan istri dengan umur istrinya antara 15-49 tahun. Untuk mendapatkan dampak pada penurunan fertilitas yang tinggi, sasaran PUS ini ditekankan pada PUS dengan paritas rendah, khususnya PUS yang berusia muda dan paritas rendah sebagai sasaran prioritas. Sasaran ini diarahkan untuk menggunakan kontrasepsi efektif terpilih sehingga jumlah anak yang dilahirkan dapat mendukung pelembagaan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.


(35)

2.1.4.2 Sasaran Institusional

Sasaran institusional ini meliputi organisasi-organisasi, lembaga kemasyarakatan, instansi pemerintah serta instansi swasta. Institusi-institusi ini akan terus dibina dan dimantapkan dalam perannya sehingga secara berangsur - angsur dapat melakukan alih peran dalam pengelolaan gerakan nasional.

2.1.4.3 Sasaran Wilayah

Sasaran wilayah dari program KB ini diarahkan untuk dapat mencapai penggarapan program wilayah paripurna sesuai dengan kondisi pencapaian program, kondisi potensi wilayah dan kondisi geografinya. Dengan kata lain sasaran wilayah ini diutamakan untuk peningkatan pemerataan penggarapan program.

2.2 Kontrasepsi

2.2.1 Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun dkk, 2008).

Kontasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini


(36)

dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan. (Proverawati dkk, 2010) Menurut Mochtar (1998) dalam Fienalia (2011) kontrasepsi atau anti konsepsi adalah cara untuk mencegah terjadinya konsepsi dengan alat atau obat-obatan.

2.2.2 Macam – Macam Metode Kontrasepsi Metode kontrasepsi terbagi menjadi :

1. Kontrasepsi dengan metode sederhana, terdiri dari : a. Sistem kalender (Pantang Berkala)

b. Metode suhu basal tubuh c. Senggama terputus

d. Metode menyusui tanpa haid

e. Metode pengamatan lendir/ Mukosa Serviks 2. Kontrasepsi dengan metode perlindungan, terdiri dari :

a. Kondom b. Spermatisida c. Diafragma d. Pil KB e. Suntik KB f. Susuk KB

g. Intra Uterine Device (IUD) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

3. Kontrasepsi mantap terdiri dari : a. Tubektomi


(37)

b. Vasektomi

4. Berdasarkan lama efektivitasnya dapat dibagi menjadi :

a. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yang termasuk dalam kelompok ini yaitu : susuk/implan, IUD, MOW, MOP. b. Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP), yang

termasuk dalam kelompok ini yaitu : pil, suntik, kondom. 2.2.3 Metode Kontrasepsi jangka Panjang (MKJP)

2.2.3.1 Pengertian

Menurut BkKBN dalam Fienalia (2011) metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah cara kontrasepsi berjangka panjang yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat kelangsungan pemakainnya yang tinggi dengan angka kegagalan yang rendah.

MKJP merupakan kontrasepsi yang efektif dan efisien dapat bertahan antara satu tahun sampai seumur hidup untuk menjarangkan kelahiran. (Kemenkes RI, 2012).

2.2.3.2 Penggolongan MKJP

Alat kontrasepsi yang digolongkan kedalam MKJP, yaitu Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau IUD, Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau susuk/implant, Kontrasepsi Mantap (MOW dan MOP).

2.2.3.3 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD

Richter dari Polandia (1909) merupakan orang yang pertama kali membuat tulisan ilmiah tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Richter membuat AKDR dari bahan benang sutra tebal yang dimasukkan ke


(38)

dalam rahim. Selanjutnya pada tahun 1930, seseorang dari Jerman yang bernama Grafenberg membuat cincin yang terbuat dari benang sutra dan perak dengan tujuan sebagai alat untuk menghindari kehamilan dengan hasil yang memuaskan. (Proverawati dkk, 2010)

AKDR atau IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang terdiri dari berbagai macam bentuk yang terbuat dari plastik. Ada yang dililit tembaga dan ada pula yang tidak, serta terdapat benang monofilamen dibawahnya. AKDR memiliki efektivitas sangat tinggi, yaitu antara 0,6 - 0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan).

AKDR atau IUD dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. Cara kerja AKDR, yaitu menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi, mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri, mencegahsperma dan ovum bertemu, serta memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

Jenis – jenis alat kontrasepsi AKDR yang sering digunakan di Indonesia antara lain sebagai berikut :

a. Copper-T

AKDR berbentuk T, yang terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi yang cukup baik.


(39)

b. Copper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga yang fungsinya sama seperti lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T

c. Multi Load

AKDR ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Multi load memiliki 3 ukuran, yaitu standar, small, dan mini.

d. Lippes Loop

AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene yang berbentuk spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A ukuran 25 mm (benang biru), tipe B ukuran 27,5 mm (benang hitam), tipe C ukuran 30 mm (benang kuning), dan tipe D ukuran 30 mm (tebal, benang putih).

Keuntungan menggunakan alat kontrasepsi AKDR adalah efektifitasnya tinggi, dapat efektif segera setelah selesai pemasangan, merupakan metode jangka panjang, sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat - ingat, tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil, tidak ada efek


(40)

samping hormonal dengan Cu AKDR, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih setelah haid terakhir), tidak ada interaksi dengan obat-obat, serta membantuh mencegah kehamilan ektopik.

Efek samping pada penggunaan AKDR yang umum terjadi adalah sebagai berikut : perubahan dari siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan), haid lebih lama dan banyak, perdarahan antarmenstruasi, saat haid lebih sakit, merasa sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan, preforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar), tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS, peserta KB tidak dapat melepas AKDR sendiri, perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu.

AKDR dapat digunakan oleh wanita pada usia produktif, menginginkan untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang, sedang menyusui, wanita perokok, gemuk ataupun kurus, penderita tumor jinak payudara, tekanan darah tinggi, pernah menderita stroke, resiko rendah dari IMS, penderita diabetes dan penderita penyakit hati atau empedu. AKDR tidak diperkenankan untuk digunakan oleh wanita yang sedang hamil, memiliki penyakit kelamin, perdarahan dari vagina yang tidak diketahui penyebabnya, kelainan bawaan rahim, belum pernah melahirkan, dan ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm. (Pinem, 2009)


(41)

Waktu pemasangan AKDR dapat dilaksanakan pada :

1. Setiap waktu dalam siklus haid, hari pertama sampai ke-7 siklus haid.

2. Segera setelah melahirkan, dalam 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pascapersalinan. Setelah 6 bulan bila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL).

3. Setelah mengalami abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) bila tidak di temukan gejala infeksi.

4. Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi. Kelemahan dari penggunaan AKDR adalah perlunya kontrol kembali untuk memeriksa posisi benang dari waktu ke waktu. Waktu kontrol yang harus diperhatikan adalah setiap 1 bulan pasca pemasangan, 3 bulan kemudian, setiap 6 bulan berikutnya, dan apabila terlambat haid 1 minggu.

2.2.3.4 Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) / Susuk / Implant

Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau implant atau lebih dikenal susuk KB adalah alat kontrasepsi yang pemakaiannya dengan cara memasukkan sebuah tabung kecil di bawah kulit pada bagian tangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tabung tersebut berisi hormon yang akan terlepas sendiri sedikit demi sedikit, sehingga dapat mencegah kehamilan.

AKBK atau implan terdiri dari 3 jenis, yaitu :

1. Norplant, terdiri dari enam batang silastik yang lembut dan berongga dengan panjang 3,4 cm dengan diameter 2,4 mm


(42)

dan berisi 36 mg levonogestrel dengan lama kerja lima tahun.

2. Jadena dan Imdoplant, terdiri dari dua batang silastik yang lembut dan berongga dengan panjang 4,3 cm dengan diameter 2,5 mm dan berisi 75 mg levonogestrel dengan lama kerja tiga tahun.

3. Implanon, terdiri dari satu batang silastik yang lembut dan berongga dengan panjang kira-kira 4,0 cm dengan diameter 2 mm dan berisi 68 mg 3-keto-desogestrel dengan lama kerja tiga tahun.

Cara kerja dari implan adalah dengan cara disusupkannya sebuah kapsul silastik implan dibawah kulit, maka setiap hari akan dilepaskan sejumlah levonorgestrel ke dalam darah melalui proses difusi dari kapsul - kapsul yang terbuat dari bahan silastik tersebut. Implan tersebut membuat lendir serviks mengental sehingga menghambat pergerakan spermatozoa, mencegah ovulasi, menghambat perkembangan siklus dari endometrium. Implan memliki efektifitas sangat tinggi (0,2-1 kehamilan per 100 wanita), kegagalan teoritis 0,2 % dan dalam praktek 1-3%.

Keuntungan dari penggunaan implan adalah daya guna tinggi, cepat bekerja 24 jam setelah pemasangan, memberikan perlindungan jangka panjang (bisa sampai 5 tahun untuk jenis norplant), pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah dilakukan pencabutan, tidak memerlukan periksa dalam, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu proses


(43)

senggama, tidak mempengaruhi ASI, akseptor hanya perlu kembali ke tempat pelayanan KB bila ada keluhan, dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan, mengurangi nyeri dan jumlah darah haid, melindungi terjadinya kanker endometrium, serta melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul.

Kerugian dari penggunaan implan adalah keluhan nyeri kepala, peningkatan atau penurunan berat badan, nyeri payudara, perasaan mual, pusing atau sakit kepala, perubahan perasaan atau kegelisahan, membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan, tidak memberikan efek protektif terhadap IMS termasuk AIDS, akseptor tidak dapat menghentikan atau mancabut sendiri pemakaian implant, efektivitas menurun apabila menggunakan obat-obat TBC atau epilepsi.

Implan dapat digunakan oleh wanita pada usia produktif, telah memiliki anak ataupun belum, menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang, sedang menyusui dan membutuhkan kontrasepsi, paska persalinan dan tidak menyusui, paska keguguran, tidak menginginkan anak lagi tetapi menolak sterilisasi, memiliki riwayat kehamilan ektopik, tekanan darah < 180/110 mmHg, tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen, sering lupa minum pil. Sedangkan yang tidak boleh menggunakan implan adalah wanita yang sedang hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, benjolan atau kanker payudara atau riwayat kanker payudara, tidak dapat menerima perubahan pola haid


(44)

yang terjadi, mioma uterus, dan gangguan toleransi glukosa. (Meilani dkk, 2010)

Waktu insersi implant antara lain sebagai berikut :

1. Yang terbaik pada saat siklus haid hari 2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan.

2. Setiap saat (diluar siklus haid) asal dapat dipastikan bahwa ibu tidak hamil.

3. Paska persalinan antara 6 minggu sampai 6 bulan, sedang menyusui, insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh tidak perlu penggunaan kontrasepsi lain. 4. Apabila setelah 6 minggu persalinan kemudian terjadi haid

kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi jangan melakukan senggama selama 7 hari atau dapat menggunakan kontrasepsi lain selama 7 hari saja.

5. Apabila menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin mengganti dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi diyakini tidak hamil.

6. Pasca keguguran dapat segera diinsersikan. 2.2.3.5 Kontrasepsi Mantap

Kontrasepsi mantap adalah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan atau pemotongan/pengikatan kedua saluran telur wanita (Tubektomi) atau kedua saluran sperma laki-laki (Vasektomi).


(45)

Persyaratan secara umum yang harus dilakukan agar bisa menjadi akseptor kontrasepsi mantap, yaitu :

a. Sukarela

Calon peserta dan pasangan yang akan mengikuti kontrasepsi mantap harus secara sukarela dan mengikuti pelayanan kontrasepsi mantap atas keinginan sendiri.

b. Bahagia

Setiap calon peserta harus terikat dalam perkawinan yang sah dan telah dianugerahi sekurang-kurangnya 2 orang anak. c. Kesehatan

Setiap calon peserta tidak ditemukan kontraindikasi kesehatan pada dirinya.

Kontrasepsi mantap terdiri dari 2 jenis metode kontrasepsi, yaitu : Metode Operasi Wanita (MOW), Metode Operasi Pria (MOP).

A. Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi

Menurut BKKBN, Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi atau dapat juga disebut dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur sehingga sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma sehingga tidak terjadi kehamilan.

MOW atau sterilisasi pada wanita adalah suatu cara kontrasepsi permanen yang dilakukan dengan cara melakukan tindakan dengan cara mengikat dan atau memotong pada kedua saluran telur sehingga


(46)

menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sperma. (Mochtar, 1998 dalam Fienalia, 2011)

MOW dapat dilakukan pada ibu – ibu pada usia lebih dari 26 tahun dengan jumlah anak lebih dari 2 orang, yakin telah mempunyai jumlah keluarga yang sudah sesuai dengan kehendaknya, kehamilannya akan menimbulkan resiko yang serius, pascapersalinan dan pascakeguguran, sudah memahai prosedur, sukarela serta setuju menjalaninya. (Pinem, 2009)

Menurut Pinem (2009) ada beberapa keuntungan dari MOW antara lain, yaitu :

1. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).

2. Permanen.

3. Tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui. 4. Tidak dipengaruhi faktor senggama.

5. Baik bagi klien dimana kehamilan menjadi resiko yang serius.

6. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.

7. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

8. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual ( tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).

Beberapa kerugian dalam penggunaan MOW, yakni : pasangan harus mempertimbangkan sifat permanen dari metode kontrasepsi ini,


(47)

pasien dapat menyesal dikemudian hari, resiko komplikasi kecil (meningkat apabia digunakan anastesi umum), rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan, tidak melindungi diri dari IMS dan HIV/AIDS. (Meilani dkk, 2010)

Pelaksanaan MOW dapat dilaksanakan pada :

1. Setiap waktu selama siklus haid, bila diyakini akseptor tidak hamil.

2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 siklus haid (fase proliferasi). 3. Pascapersalinan : minilap, dalam 2 hari atau setelah 6

minggu atau 12 minggu. Sedanglan laparoskopi, tidak tepat untuk akseptor pascapersalinan.

4. Pascakeguguran : triwulan pertama dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ditemukan infeksi pelvis untuk minilap dan laparoskopi, triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvis (untuk minilap saja).

Menurut Proverawati dkk (2010) mekanise dari MOW atau Tubektomi dapat dibagi berdasarkan atas :

1. Saat operasi :

a. Paska keguguran

Paska persalinan atau masa interval, dimana dianjurkan 24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin.


(48)

2. Cara mencapai tuba : Laparatomi, Laparatomi mini, dan laparoskopi.

3. Cara penutupan tuba :

a. Pomeroy : tuba dijepit pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catgut biasa no. 0 atau no. 1. Lipatan tuba kemudian dipotong di atas ikatan catgut tadi.

b. Kroener : fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutera, atau dengan catgut yanng tidak mudah direabsorbsi. Bagian tuba distal dari dari jepitan dipotong (fimbriektomi).

c. Irving : tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan catgut kromik no. 0 atau 00. Ujung potongan proksimal ditanamkan didalam miometrium dinding depan uterus. Ujung potongan distal ditanamkan di dalam ligamentum latum. d. Pemasangan cincin falope : dengan aplikator, bagian

isthmus tuba ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi fibrotik.


(49)

Beberapa hal yang harus dilakukan sebelum tindakan operasi tubektomi antara lain :

1. Konseling perihal kontrasepsi dan menjelaskan kepada klien bahwa ia mempunyai hak unutk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur dilakukan.

2. Menanyakan riwayat medis yang mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi antara lain : penyakit-penyakit pelvis, pernah mengalami operasi abdominal/pelvis, riwayat diabetes mellitus, riwayat penyakit paru-paru contohnya asthma, pernah mengalami problem dengan anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi, dan pengobatan yang dijalani saat ini.

3. Pemeriksaan fisik : kondisi-kondisi yang memungkinkan dapat mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi. 4. Pemeriksaan laboratorium sperti pemeriksaan darah lengkap,

pemeriksaan urine dan pap smear.

5. Informed consent harus diperoleh. Standard consent form harus ditandatangani oleh suami atau isteri dari calon akseptor sebelum prosedur dilakukan. Umumnya penandatanganan dokemen Informed consent dilakukan setelah calon akseptor dan pasangannya mendapatkan konseling. Dokumen juga dapat ditandatanganin oleh saudara atau pihak yang bertanggungjawab atas klien apabila klien kurang paham atau


(50)

kurang kompeten secara kejiwaan. Apabila calon akseptor buta huruf, maka dapat memberikan cap jempolnya disertai seorang saksi yang tetap harus ikut menandatanganin dokumen tersebut yang menyatakan bahwa calon akseptor tersebut telah diberi penjelasan lisan mengenai kontrasepi.

Menurut Mulyani dkk dalam Haloho (2015) beberapa hal yang harus diperhatikan setelah tindakan tubektomi antara lain, yaitu :

1. Pada minggu pertama segeralah kembali jika ada demam tinggi, ada nanah atau luka berdarah, nyeri, panas, bengkak, luka kemerahan, diare, pingsan atau sangat pusing.

2. Jagalah luka operasi agar tetap kering hingga pembalut dilepas. 3. Memulai aktivitas normal secara bertahap.

4. Hindari hubungan seks hingga merasa cukup.

5. Hhindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.

6. Jika sakit, minum analgesik untnuk mengurangi nyerinya. 7. Jadwal kunjungan ulang secara rutin antara 7 dan 14 hari

setelah pembedahan.

8. Segera kembali jika merasa hamil, nyeri pada perut atau sering pingsan atau merasa ada keluhan.

B. Metode Operatif Pria (MOP) atau Vasektomi

Menurut Saifuddin dkk dalam Pinem (2009), Metode Operatif Pria (MOP) atau Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan


(51)

kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa defrensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan ovum dengan sperma) tidak terjadi.

MOP atau Vasektomi adalah salah satu cara KB yang permanen bagi pria yang sudah memutuskan tidak ingin mempunyai anak lagi. Calon akseptor harus mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi ini.

Beberapa keuntungan dari MOP atau Vasektomi antara lain sebagai berikut : sangat efektif, aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas, sederhana dan cepat. Hanya memerlukan waktu 5-10 menit, efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan, hanya memerlukan anestesi lokal dan biaya rendah.

Beberapa kerugian dari MOP atau Vasektomi, yaitu : 1. Diperlukan tindakan operatif,

2. Kadang-kadang terjadi komplikasi seperti perdarahan atau infeksi,

3. Tidak langsung memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa yang sudah ada didalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusivas defrensia dikeluarkan,

4. Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin bertambah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduktif.


(52)

Bebrapa hal yang harus dilakukan sebelum tindakan operasi vasektomi adalah :

1. Konseling : calon akseptor harus diberi informasi mengenai vasektomi, bahwa prosedur vasektomi tidak menggangu hormon pria atau menyebabkan perubahan kemampuan atau kepuasan seksual.

2. Informed consent (persetujuan tindakan medis) harus dilakukan sama seperti pada tubektomi.

3. Setelah prosedur vasektomi, gunakan salah satu kontrasepsi terpilih sampai spermatozoa yang tersisa dalam esikula seminalis telah keluar seluruhnya yaitu setelah 15-20 kali ejakulasi.

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah melakukan operasi vasektomi antara lain :

1. Istirahat selama 1-2 jam di tempat melakukan operasi, 2. Pertahankan band aid selama 3 hari,

3. Menghindari pekerjaan berat selama 2-3 hari, 4. Kompres dengan air dingin atau es pada skrotum,

5. Luka yang sedang dalam penyembuhan jangan digaruk-garuk atau ditarik-tarik,

6. Jika ada rasa nyeri, minum 1-2 tablet analgesik seperti parasetamol atau ibuprofen setiap 4-5 jam,


(53)

7. Boleh bersenggama setelah hari ke 2 -3. Untuk mencegah kehamilan selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15-20 kali gunakan juga kondom atau cara kontrasepsi lain,

8. Periksa semen sesudah 3 bulan atau sesudah 15-20 kali ejakulasi,

9. Jangan lupa memeriksa ulang ke dokter dalam jangka waktu 1 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun setelah operasi.

2.3 Teori Pemanfaatan

2.3.1 Teori Lawrence Green (1980)

Green dalam Notoatmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes) selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari sektor :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, dan sebagainya.


(54)

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yag terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Dimana :

B = Behavior

PF = Prediposing Factors EF = Enabling Factors RF = Reinforcing Factors f = fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. (Notoatmodjo, 2012)

2.3.2 Teori Andersen (1968)

Andersen dalam Notoatmodjo (2012) mendeskripsikan model kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut dengan model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behavioral model


(55)

of health service utilization). Andersen mengelompokkan perilaku orang yang ingin memanfaatkan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors).

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor – faktor tersebut mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai. Faktor Predisposing juga memiliki kaitan erat dengan karakteristik – karakteristik individu yang mencakup umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin atau Enabling Factors adalah faktor yang memungkin untuk seseorang yang sedang sakit memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor – faktor yang termasuk dalam faktor ini yaitu status ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya berobat. 3. Faktor Kebutuhan (Need Factors)

Faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan bila faktor predisposisi dan pendukungnya ada. Komponen dari kebutuhan dapat dibagi menjadi 2, yaitu percepted (persepsi seseorang


(56)

terhadap kesehatannya) dan evaluated (gejala dan diagnosis penyakit).

2.4 Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP 2.4.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi dengan melalui panca indra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran). Tingkat pengetahuan termasuk didalam Domain Kognitif.

Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yang tercakup didalam domain kognitif, yaitu sebagai berikut :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan dengan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan


(57)

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham tersebut harus dapat menjelaskan, menyebut contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dan dapat menggambarkan, memisahkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah


(58)

kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi – formulasi yang sudah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek. (Notoatmodjo, 2012)

2.4.2 Status Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau berubah kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. (Muklas dalam Haloho, 2015)

Pendidikan saat ini merupakan kebutuhan primer dari setiap manusia. Karenanya, pendidikan tidak boleh dianggap sepele karena pendidikan akan meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. 2.4.3 Persepsi

Persepsi adalah interpretasi tentang apa yang direncanakan atau dirasakan. Berdasarkan uraian tersebut persepsi merupakan proses penilaian suatu objek, melalui proses pengindraan dan dipengaruhi pengalaman dan kondisi saat ini. Persepsi bersifat subjektif karena tergantung pada kemampuan masing – masing individu. Persepsi tersebut akan mempengaruhi apa yang akan dimunculkan dalam suatu bentuk perilaku. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Tetapi ada faktor lain yang lebih berpengaruh yaitu perhatian.


(59)

2.4.4 Keyakinan

Keyakinan merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. keyakinan diri adalah perasaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk membentuk perilaku yang relevan dalam situasi – situasi khusus yang mungkin tidak dapat diramalkan dan mungkin menimbulkan stres.

Menurut Bandura dalam Haloho (2015) mengemukakan bahwa keyakinan individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : tingkat, keluasan, dan kekuatan. Sumber – sumber keyakinan didasarkan pada empat hal, yaitu : pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis.

2.4.5 Jarak Tempat Pelayanan

Jarak adalah ruang sela yang menunjukkan panjang luasnya antara satu titik ke titik yang lain. Menurut Depkes (2007) dalam Fienalia (2011), pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan akses geografi, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tempat memfasilitasi atau menghambat pemanfaatan adalah hubungan antara lokasi suplai dan lokasi dari klien yang dapat diukur dengan jarak, waktu tempuh atau biaya tempuh.

Fasilitas – fasilitas kesehatan yang ada belum digunakan dengan efisien oleh masyarakat karena lokasi pusat – pusat pelayanan tidak berada dalam radius masyarakat banyak dan lebih banyak berpusat di kota – kota dan lokasi sarana yang tidak terjangkau dari segi perhubungan.


(60)

2.4.6 Biaya Pemasangan Alat Kontrasepsi

Menurut BkKBN dalam Kemala (2002) dalam Fienalia (2011), dalam pemasaran sosial KB dikaitkan dengan penggunaan jasa pelayanan dan penggunaan alat kontrasepsi. Terdapat dua aspek penting dari harga atau biaya, yaitu : aspek finansial dan non finansial. Aspek finansial yaitu jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan kontrasepsi serta alat kontrasepsi. Aspek non finasial yaitu usaha, waktu dan ketidaknyamanan yang dialami oleh akseptor. Pada sisi lain, biaya dengan aspek finansial mempunyai aksesbilitas, dimana biaya dapat mempengaruhi jangkauan terhadap calon akseptor. Semakin mahal harga semakin terbatas akses calon akseptor untuk mendatangi sarana pelayanan tersebut dan alat kontrasepsi tertentu.

2.4.7 Dukungan Suami

Menurut Hartanto (2006) dalam Purba (2009) yang dikutip oleh Fienalia (2011) mengatakan bahwa kontrasepsi tidak dapat dipakai oleh istri tanpa kerjasama dengan suami dan saling percaya. Keadaan ideal bahwa suami istri harus bersama memilih metode kontrasepsi yang terbaik, saling bekerjasama dalam pemakaian, membayar biaya pengeluaran untuk kontrasepsi dan memperhatikan tanda bahaya pemakaian.

2.4.8 Sikap Tenaga Kesehatan

Sikap adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Menurut Notoatmodjo (2007), Sikap merupakan kesiapan


(61)

atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu : kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, kehidupan emosional dan evaluasi orang terhadap objek, kecenderungan untuk bertindak. Berdasarkan intensitasnya, sikap memiliki tingkatan sebagai berikut :

1. Menerima

Menerima diartikan bahwa seseorang mau menerima stimulus yang telah diberikan.

2. Menanggapi

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan yang diberikan dan dihadapi.

3. Menghargai

Menghargai diartikan bahwa seseorang memberikan nilai positif terhadap objek, dalam arti mendiskusikannya dengan orang lain dan bahkan mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.

4. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab atas apa yang diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap yang diyakininya, maka dia harus berani mengambil resiko.


(1)

3.

Analisis Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 100 100,0

Missing Cases 0 ,0

Total 100 100,0

Unselected Cases 0 ,0

Total 100 100,0

a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Memanfaatkan 0

Tidak memanfaatkan 1

Block 0: Beginning Block

Classification Table(a,b)

Observed

Predicted Pemanfataan Pelayanan

KB MKJP

Percentage Correct Memanfaa

tkan

Tidak memanfaa

tkan

Memanfaa tkan Step 0 Pemanfataan Pelayanan

KB MKJP

Memanfaatkan 0 14 ,0

Tidak memanfaatkan 0 86 100,0

Overall Percentage 86,0

a Constant is included in the model. b The cut value is ,500


(2)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Pengetahuan 4,375 1 ,036 Persepsi 6,096 1 ,014 Keyakinan 12,069 1 ,001

Biaya 11,313 1 ,001

DukSuam 39,978 1 ,000 Overall Statistics 51,522 5 ,000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig. Step 1 Step 53,975 5 ,000

Block 53,975 5 ,000 Model 53,975 5 ,000

Model Summary

Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square 1 27,017(a) ,417 ,751

a Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Classification Table(a)

Observed

Predicted Pemanfataan Pelayanan

KB MKJP

Percentage Correct Memanfaa

tkan

Tidak memanfaa

tkan

Memanfaa tkan Step 1 Pemanfataan Pelayanan

KB MKJP

Memanfaatkan 11 3 78,6

Tidak memanfaatkan 3 83 96,5

Overall Percentage 94,0


(3)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step

1(a)

Pengetahuan

1,216 1,047 1,348 1 ,246 3,373 ,433 26,272 Persepsi 1,973 1,141 2,992 1 ,084 7,194 ,769 67,310 Keyakinan 1,787 1,039 2,957 1 ,086 5,971 ,779 45,771 Biaya

18,886 5328,270 ,000 1 ,997 159203832,20

2 ,000 .

DukSuam 4,110 1,263 10,589 1 ,001 60,935 5,126 724,319 Constant -30,598 5328,272 ,000 1 ,995 ,000


(4)

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 100 100,0

Missing Cases 0 ,0

Total 100 100,0

Unselected Cases 0 ,0

Total 100 100,0

a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Memanfaatkan 0

Tidak memanfaatkan 1

Block 0: Beginning Block

Classification Table(a,b)

Observed

Predicted Pemanfataan Pelayanan

KB MKJP

Percentage Correct Memanfaa

tkan

Tidak memanfaa

tkan

Memanfaa tkan Step 0 Pemanfataan Pelayanan

KB MKJP

Memanfaatkan 0 14 ,0

Tidak memanfaatkan 0 86 100,0

Overall Percentage 86,0

a Constant is included in the model. b The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper Lower Upper Lower Upper Step 0 Constant 1,815 ,288 39,675 1 ,000 6,143


(5)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Pengetahuan 4,375 1 ,036 Persepsi 6,096 1 ,014 Keyakinan 12,069 1 ,001 DukSuam 39,978 1 ,000 Overall Statistics 48,857 4 ,000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig. Step 1 Step 48,989 4 ,000

Block 48,989 4 ,000 Model 48,989 4 ,000

Model Summary

Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square 1 32,004(a) ,387 ,698

a Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Table(a)

Observed

Predicted Pemanfataan Pelayanan

KB MKJP

Percentage Correct Memanfaa

tkan

Tidak memanfaa

tkan

Memanfaa tkan Step 1 Pemanfataan Pelayanan

KB MKJP

Memanfaatkan 11 3 78,6

Tidak memanfaatkan 4 82 95,3

Overall Percentage 93,0


(6)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step

1(a)

Pengetahuan

1,615 ,998 2,620 1 ,106 5,026 ,711 35,506 Persepsi 2,091 1,059 3,902 1 ,048 8,092 1,016 64,422 Keyakinan 1,771 ,966 3,362 1 ,067 5,877 ,885 39,029 DukSuam 4,444 1,202 13,670 1 ,000 85,094 8,069 897,362 Constant -12,438 3,494 12,669 1 ,000 ,000


Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Ibu Hamil terhadap Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Pre-Eklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012

1 102 133

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Pelayanan KB Dengan Keikutsertaan Pria Dalam Program KB DI Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2008

5 191 93

Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Dan Pola Asuh Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahunb 2008

0 43 71

Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat Tahun 2008

5 71 83

Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Akseptor KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

4 39 171

Hubungan antara Penggunaan KB Suntik Dengan Tekanan Darah pada Akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat

0 1 9

B. Pendidikan terakhir responden : 1. Tidak sekolah Tidak tamat SD - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 11

DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN KB MKJP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA LANGKAT TAHUN 2015

0 0 17