MAKALAH SISTEM POLITIK DAN KEKUASAAN DI

MAKALAH
” SISTEM POLITIK DAN KEKUASAAN DI ASIA
TENGGARA : Konsep Penerapan Sistem Politik dan Kekuasaan Di
Kerajaan Siam
Masa Pemerintahan Prajadhipok”.
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Timur

Disusun Oleh:
Neng Marlina Efendi
Rachmaningrat
Mochamad Ikhsan
Ai Rospirawati

(0806117)
(0806745)
(0806991)
(0806992)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Asia Tenggara merupakan sebuah kawasan periferal, akan tetapi kawasan kuno ini
strategis dengan menghubungkan jalur perdagangan antara Cina dan India. Dari situ pula,

penyebaran kebudayaan kedua pengaruh bangsa tersebut masuk sebelum akhirnya pengaruh
Islam dan Barat masuk. Penyebaran kebudayaan India, nampaknya lebih berpengaruh kuat di
kawasan Asia Tenggara daripada pengaruh budaya Cina. Walaupun tidak dapat dipungkiri
bahwa pengaruh budaya Cina juga besar di beberapa bagian di Asia Tenggara. Hal ini terlihat
dari corak-corak kerajaan-kerajaan kuno di Asia Tenggara yang lebih banyak memperlihatkan
corak kerajaan Hindu-Budha, sehingga menunjukkan pengaruh budaya India yang signifikan.
Barangkali, pengaruh itu tidak hanya sebatas pada agama, tetapi pengaruh itu juga terdapat
dalam sistem politik dan kekuasaan di Asia Tenggara yang terlihat dalam konsepsi politik,
bentuk dan tata pemerintahan di beberapa kerajaan di Asia Tenggara. Pengaruh budaya India
terhadap masyarakat Asia Tenggara sangatlah besar terutama pada konsep negara dan
pemerintahan serta kedudukan raja. Pengaruh ini ditandai dengan berdirinya negara-negara

Hindu-Budha di wilayah Asia Tenggara. Konsep negara sebagian besar merupakan wujud
pengaruh India yang berusaha menyelaraskan hubungan antara Raja, Dewa dan alam
semesta. Penyelarasan hubungan antara Raja, Dewa dan alam semesta diwujudkan dalam
sebuah konsep makrokosmos dan mikrokosmos. Tentu banyak konsep-konsep politik dan
kekuasaan dalam kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara ini. Namun nampaknya, konsep DewaRa konsep Dewa-Raja lah yang paling mewakili konsep polilitik dan kekuasaan pada
sebagian besar raja-raja di Asia Tenggara seperti kerajaan kuno di Birma, Kamboja, Thailand,
Nusantara, dan sebagainya. Pola pikir tentang kedudukan raja yang dipercaya bersifat Dewa
tergantung kepada kepercayaan yang dianutnya.
Bagi agama Hindu, Doktrin Brahma menjadi legitimasi kekuasaan Raja, sedangkan
Doktrin Buddha menjadi legitimasi kekuasan raja-raja di kerajaan bercorak Buddha. Teoriteori tentang inkarnasi dan penitisan merupakan usaha atau alat untuk meligitimasi kekuasan.
Selain itu juga, merupakan upaya untuk meninggikan posisi seorang Raja. Terkadang,
legitimasi itu juga merupakan bentuk pembenaran atas kesalahan-kesalahan yang di lakukan
oleh raja. Khususnya di Nusantara yang merupakan negeri dengan banyak kerajaan-kerajaan
bercorak Hindu-Budha telah memperlihatkan perwujudan konsep Dewa Raja ini dalam
sistem politik dan kekuasaan raja.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka kami merasa tertarik untuk
membahas dan mengangkat judul ” SISTEM POLITIK DAN KEKUASAAN DI ASIA
TENGGARA: Konsep Penerapan Sistem Politik dan Kekuasaan Di Kerajaan Siam Masa
Pemerintahan Prajadhipok”.


1.2. Rumusan dan Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini kamimembuat rumusan masalah yang menjadi pokok
pembahasan. Rumusan masalah dapat membatasi pembahasan agar tidak melebar. Adapun
Rumusan masalah yang kami tetapkan adalah “bagaimana penerapan konsep politik dan
kekuasaan di Kerajaan Siam Masa Pemerintahan Raja Prajadhipok?”
Agar permasalahan yang akan dikaji lebih jelas dan fokus, penulis akan memberikan batasan
permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.Bagaimana konsep kekuasaan dan pemerintahan raja?
2.Bagaimana proses naiknya Prajadhipok sebagai penguasa kerajaan Siam?
3.Bagaimana Sistem Politik dan Kekuasaan Masa Pemerintahan Prajadhipok?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjawab berbagai pertanyaan permasalahan yang
telah dirumuskan sebagai berikut, yakni untuk :
1. Mendeskripsikan tentang konsep kekuasaan dan pemerintahan raja?
2.Mengidentifikasikan proses naiknya Prajadhipok sebagai penguasa kerajaan Siam.
3.Mendeskripsikan Sistem Politik dan Kekuasaan Masa Pemerintahan Prajadhipok.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Konsep Makrokosmos dan Mikrokosmos

Makrokosmo dan Mikrokosmos adalah kepercayaan tentang kesejajaran antara jagad
raya dan dua manusia (Geldern, 1972: 2 ). Konsep makrokosmos dan mikrokosmos, menurut
kepercayaan ini kemanusiaan itu senantiasa berada dibawah pengaruh tenaga-tenaga yang
bersumber pada penjuru mata angin dan pada bintang-bintang dan planet-planet. Tenagatenaga ini mungkin menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan atau berbuat kehancuruan,
bergantung pada dapat tindakannya individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat,
terutama sekali negara, berhasil dalam menyelaraskan kehidupan dan kegiatan mereka
dengan jagat raya. Individu-individu bisa mengesahakan keselarasan demikian itu dengan
mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh astrologi, pengetahuan tentang hari-hari
baik dari-hari naas, dan banyak lagi peraturan-peraturan kecilan lainnya. Keselarasan antara
kerajaan dan jagat raya dapat dicapai dengan menyusun kerajaan itu sebagai gambaran dari
jagat raya dalam bentuk kecil.
Menurut doktrin Brahma jagad ini terdiri dariJam budwipa, sebuah bentuk lingkaran
dan terletak di pusat, di kelilingi oleh tujuh buah samudera berbentuk cincin dan tujuh buah
benua lain berbentuk cincin juga. Di luar samudera terakhir dari ketujuh samudra tadi, jagad
itu ditutup oleh barisan pegunungan yang sangat besar. Di tengah-tengahJam budwipa,
jadinya di tengah-tengah jagad, berdirilah gunung meru, gunung kosmis yang diedari oleh
matahari, bulan dan bintang-bintang. Di puncaknya terletak kota dewa-dewa yang dikellingi
pula oleh tempat-tempat tinggal dari delapanlokapala atau dewa-dewa penjaga jagad. Maka
tampaklah oleh kita bahwa dalam hubungan ini ajaran-ajaran Brahma dan Budha itu,
walaupun mengandung perbedaan-perbedaan dalam hal-hal kecil, namun bersesuaian juga

tentang segi-segi pokoknya: bentuknya yang merupakan lingkaran dan susunan dalam
wilayah-wilayah yang berpusat pada pusat lingkaran dengan mengelilingi Gunung Meru.
Oleh karena sebab itu gambaran singkat dari konsepsi ini mempunyai pengertian simbolis
yang sama bagi pengikut-pengikut setia dari kedua macam kepercayaan itu.
2.2. Konsep Kosmis
Kosmos (yaitu semua yang ada); berhubungan dengan jagat raya. Energi kosmis
berada dimanapun di kosmos ini. Dialah yang mengikat galaksi-galaksi, planet-planet,
manusia dan molekul. Dia adalah ruang antara semuanya. Energi kosmis adalah ikatan yang
membuat keseluruhan kosmos dalam keteraturan. Dia adalah kekuatan kehidupan. Energi
kosmis berkedudukan sangat penting untuk mengatur kehidupan kita dan untuk memperkaya

consciousness (kesadaran) kita. Energi kosmis menjadi basis semua tindakan dan
berfungsinya kita. Sehingga dengan pengertian diatas kosmis bisa dikatakan sebagai inti dari
segala sesuatu yang ada, sehingga bisa kita lihat penerapan konsep ini sebagai inti dari
segalanya melalui konsep yang dilakukanPancabuwana dalam meletakkan keraton sebagai
pusat.Pancabuwana memuat keblat papat lima pancer. Artinya, bahwa buwana manusia
selalu dilingkupi oleh empat anasir dan keraton sebagai sentral (pancer) kehidupan.
2.3.Konsep Dewa Raja
Konsep dewa raja, yaitu raja sebagai perwakilan dewa atau titisan dewa, karena raja
sebagai orang besar dan dianggap sebagai utusan Dewa untuk mengelola atau mengatur

bumi. Raja dianggap sebagai seorang tokoh yang diidentikan dengan dewa (kultus dewaraja). Kekuasaan raja dianggap tidak terbatas. Ia tak dapat diatur dengan cara-cara duniawi,
tetapi dalam dirinya terdapat kekuatan yang mencerminkan roh dewa atau jiwa illahi yang
mengendalikan kehendak pribadinya. Negara dianggap sebagai citra kerajaan para dewa, baik
dalam aspek materialnya maupun aspek spiritualnya. Raja dan para pengawalnya harus
memiliki kekuasaan dan kekuatan yang sepadan dengan yang dimiliki oleh para dewa.
Konsep dewa raja ini juga dipergunakan oleh seorang raja untuk melegistimasi dirinya
sebagai titisan dari seorang dewa sehingga dapat memperkuat posisinya dalam memegang
kekuasaan.
2.4. Konsep Negara Mandala
Secara sederhana kata mandala dapat dipahami sebagai konfigurasi kosmis yang
menggambarkan ploting kedudukan dewa-dewa secara hierarkis. Pandangan ini, jagad besar
(makrokosmos) itu harus berhubungan dengan mikrokosmos yang bertemu dalam dalam satu
titik di lingkaran kosmis itu. Dalam perspektif ini, sebuah mandala, pusat (center, centrum)
itu menjadi sangat penting. Keharmonisan makrokosmos dan mikrokosmos sangat
bergantung pada apa yang terjadi di titik pusat ini. Pada mulanya, konfigurasi bentuk mandala
itu berkembang dari bentuk persegi yang mewakili keempat penjuru mata angin, selanjutnya
berkembang menjadi bentuk segi delapan, dua belas, tigapuluh dua, dan seterusnya, sehingga
membentuk diagram-diagram tertentu. Dari sejumlah besar titik sudut itu maka bagian tengah
merupakan bagian yang paling penting karena menjadi tempat kedudukan arca utama atau
simbol lain yang menggantikan arca itu. Titik-titik di bagian luarnya secara melingkar dan

mengelilingi titik tengah tadi merupakan tempat kedudukan dewa-dewa lain yang lebih
rendah. Secara sistematis dan hierarkis, struktur dan hubungan antara dewa yang satu dengan
yang lain, baik yang setingkat maupun yang tidak setingkat, baik secara vertikal maupun
horisontal, secara keseluruhan saling terkait satu sama lain. Secara integral, konfigurasi dari

dewa-dewa itu dapat digunakan sebagai sarana untuk meditasi dan di dalam ritual dapat
berfungsi sebagai wadah bagi dewa-dewa itu. Untuk membedakan antara yantra dan mandala
itu sendiri dapat dilihat melalui penggambaran dewa-dewa atau simbol-simbol tentang dewa
itu. Di dalam mandala, umumnya, dewa-dewa itu digambarkan dalam wujud yang sangat
raya dan lengkap hingga ke bagian-bagian detailnya. Sesuai dengan fungsinya di atas, yaitu
sebagai sarana meditasi atau sebagai wadah dari dewa-dewa maka suatu mandala setidaktidaknya dapat dibedakan dalam beberapa tipe
bentuk apakah ia berfungsi sementara ataukah ia berfungsi permanen. Suatu mandala dapat
diwujudkan dalam bentuk gambar atau lukisan, dapat terbuat dari bahan-bahan yang bersifat
plastis, seperti pasir, nasi, atau mentega. Namun, juga dapat diwujudkan dalam bentuk
komposisi sejumlah arca perunggu dan dalam bentuk suatu bangunan. Meskipun kata
mandala pada dasarnya berangkat dari pengertian tentang peta mengenai kosmos alam
semesta dengan seluruh esensi perencanaannya, serta asal-usul dan akhirnya, tetapi lalu juga
memiliki implikasi politis di dalam penerapannya, khususnya di bidang pemerintahan. Dalam
struktur negara-negara klasik, baik di Asia Tenggara daratan maupun kepulauan yang pernah
tersentuh oleh kebudayaan India, maka unit-unit politiknya, baik yang berskala regional

maupun supraregional diatur dan diorganisasikan menurut konsep-konsep model pusat dan
pinggiran yang secara keseluruhan menggambarkan mandala. Beberapa contoh: Kerajaan
Sukothai di Thailand menurut sumber-sumber tertulis terbagi antara wilayah inti dan
pinggiran. Kerajaan Angkor menurut Prasasti Suryawarman I (1002-1050) disebutkan
pembagian wilayahnya menjadi tiga, yaitu pr am an,wis aya, dan sr uk; yang berarti wilayah,
distrik, dan desa, dan lain sebagainya.

BAB 3
3.1 Proses naiknya Prajadhipok sebagai penguasa kerajaan Siam
Somdet Chaofa Prajadhipok Sakdidej dilahirkan pada tanggal 8 November 1893 di
Bangkok, bagi Raja Chulalongkorn dan salah satu istrinya, Ratu Saovabha. Pangeran
Prajadhipok adalah anak termuda pasangan Raja dan Ratu, serta anak ke-76 dari total 77 anak
Chulalongkorn. Prajadhipok juga merupakan putra ke-33 dan yang termuda Chulalongkorn.
Prajadhipok bukanlah calon yang kuat untuk menjadi Raja Siam. Sehingga Prajadhipok
memilih untuk menempuh pendidikan militer. Layaknya anak-anak raja yang lain,
Prajadhipok juga dikirim ke luar negeri untuk mengenyam pendidikan. Pada tahun 1906, ia
dikirim ke Eton College, Inggris, dan pada 7 tahun kemudian ia lulus dari Akademi
Woolwich, serta diterima di ketentaraan Inggris dalam bidang artileri. Pada tahun 1910, Raja
Chulalongkorn meninggal dunia dan digantikan kakak kandung Prajadhipok, Vajiravudh.
Akibatnya, Prajadhipok mengabdi pada dua pihak: Siam dan Inggris. Ketika Perang Dunia I

meletus dan pernyataan netral Siam, Vajiravudh meminta Prajadhipok untuk keluar dari dinas
ketentaraan Inggris, dan kembali ke Siam secepatnya. Hal ini menimbulkan kekecawaan
dalam diri Prajadhipok, yang sangat ingin maju ke medan pertempuran. Di Siam sendiri, ia
kemudian menjadi tentara berkarier cemerlang, dan menjabat posisi penting. Pada bulan
Agustus 1918, Prajadhipok menikahi Ramphaiphanni, yang merupakan sepupu sekaligus
teman masa kecilnya. Ramphaiphanni merupakan keturunan Raja Mongkut (kakek
Prajadhipok). Pasangan ini menikah di Istana Bang Pa-In, dengan restu sang Raja.
Setelah perang usai, Prajadhipok kembali mengenyam pendidikan di École spéciale
militaire de Saint-Cyr, Perancis. Sekembalinya ke Siam, ia mengabdi kepada dinas
ketentaraan Siam, dan kemudian dianugerahi gelar Pangeran Sukhotai. Kemudian,
Prajadhipok dan istrinya menempat Istana Sukhotai, di sebelah Sungai Chao Phraya.
Pasangan ini memutuskan untuk tidak memiliki anak. Sementara Prajadhipok dan istri hidup
dengan damai, posisi Prajadhipok dalam jalur suksesi menuju takhta tampak semakin dekat,
setelah satu persatu saudaranya meninggal dunia. Hal ini kemudian berujung pada wafatnya
Raja Vajiravudh pada tahun 1925, dan Prajadhipok menjadi raja absolut Siam pada usia 32
tahun.
Sebagai raja, Prajadhipok memilih untuk dipanggil Phrabat Somdet Phra Pokklao
Chao Yuhua (พระบาทสมเดดจพระปกเกลลาเจลาอยย ห
ย ห ว), atau Phrabat Somdet Phra Poraminthramaha


.kbPrajadhipok Phra Pokklao Chao Yuhua (พระบาทสมเดดจพระปรมมนทรมหาประชาธมปก พระปกเกลาล
เจาล อยย ห
ย ห ว) dalam dokumen-dokumen resmi.
3.2 Sistem Politik dan Kekuasaan di Kerajaan Siam
Meskipun Prajadhipok sama sekali tidak berpengalaman dalam pemerintahan, ia
adalah seorang cerdas yang diplomatis dalam meja perundingan. Meskipun demikian, hal ini
tidak melepasnya sama sekali dari belenggu permasalahan yang diwariskan pendahulunya,
yang paling parah dari permasalahan-permasalahan tersebut adalah kondisi perekonomian
Siam. Keuangan Siam saat itu mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh krisis yang
melanda dunia akibat perang.
Dalam waktu hanya setengah tahun, tinggal 3 menteri Vajiravudh yang tersisa, sisanya
diisi anggota dan kerabat keluarga kerajaan. Hal ini mengakibatkan tersingkirnya tokoh-tokoh
yang kompeten dalam bidang-bidang tertentu, dan mengembalikan monopoli pemerintahan
oleh keluarga kerajaan. Hal ini merupakan usaha Prajadhipok untuk memberikan rakyat
pemerintah yang lebih baik dibanding pemerintahan Vajiravudh dan untuk mengembalikan
pemerintahan ala Chulalongkorn, kemudian Raja Prajadhipok melakukan usaha untuk
mengembalikan wibawa pemerintahannya yang telah mengalami kekacauan yaitu dengan
membentuk Dewan Tertinggi Siam. Dewan ini terdiri atas anggota-anggota keluarga kerajaan
yang dinilai kompeten dalam bidangnya masing-masing, seperti Pangeran Damrong
Rajanubhab, tangan kanan Chulalongkorn yang menjadi mendagri selama bertahun-tahun.

Sayangnya anggota-anggota keluarga kerajaan ini malah bertidak arogan, dengan
memonopoli setiap bidang pemerintahan strategis bagi sanak saudara mereka. Banyak dari
mereka yang merasa berwenang untuk mengamandemen tindakan-tindakan berlebihan dalam
pemerintahan sebelumnya, namun tidak mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat. Tidak
seperti pendahulu-pendahulunya, Prajadhipok dengan rajin membaca setiap surat kenegaraan
yang tiba di mejanya, baik dari menteri atau petisi dari rakyat. Ia dengan rajin pula membalas
surat-surat itu. Dan jika ia menemui kebuntuan politik, ia akan meminta pendapat Dewan.
Pada tahun 1932, dalam kebuntuan ekonomi yang berkepanjangan, Dewan Tertinggi
Siam memutuskan untuk memotong anggaran-anggaran yang tidak perlu terutama untuk
pelayanan publik dan biaya-biaya militer. Prajadhipok menyadari bahwa keputusan ini akan
menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, khususnya tentara. Sehingga raja
kemudian menjelaskan hal ini, sekaligus mengatakan bahwa dirinya "buta" keuangan. Tidak

ada raja Siam yang pernah berkata sejujur itu sebelumya. Sayangnya, rakyat salah
menangkap perkataannya, dan kemudian beranggapan bahwa ia sangatlah lemah, dan sudah
tiba saatnya untuk menggulingkannya. Prajadhipok kemudian mengalihkan perhatiannya
kepada masa depan politik Siam. Terinspirasi Inggris, Prajadhipok mengharapkan rakyatnya
untuk berpendapat dalam sebuah parlemen. Rancangan konstitusi kemudian masuk ke dalam
draf, namun harapan-harapan raja itu ditolak penasihat-penasihatnya. Beberapa yang menolak
di antaranya adalah Pangeran Damrong dan Francis B. Sayre, penasihatnya di bidang politik
luar negeri. Mereka menganggap bahwa rakyat Siam belum siap dengan sistem pemerintahan
semacam itu.
3.2.1 Jalannya Monarki Konstitusi.
Sekelompok kecil tentara dan pegawai negeri secara bertahap berusaha untuk
membangun pemerintahan konstitusional di negara mereka. Usaha mereka memuncak ketika
pada pagi hari 24 Juni 1932, mereka melakukan kudeta tak berdarah dan mendeklarasikan
berdirinya Partai Rakyat Thailand (Khana Ratsadon - คณะราษฎร). Mereka juga menduduki
ruang takhta Ananda Samakhom di Bangkok serta menangkap para pangeran di sana ketika
Prajadhipok sedang berada di Istana Klaikangworn, Hua Hin. Partai ini juga mencabut
kekuasaan absolut sang raja, dan kemudian menjadikannya raja konstitusional. Konstitusi
Siam kemudian diserahkan kepada Prajadhipok dan secara resmi disahkan pada tanggal 10
Desember 1932. Setahun kemudian, hubungan antara raja dan Partai Rakyat memburuk,
setelah terjadinya kudeta atas PM Phraya Manopakorn Nititada. Pemimpin Partai Rakyat
Thailand, Phraya Phahol Phonphayuhasena kemudian diangkat menjadi perdana menteri.
Pada bulan Oktober 1933, Pangeran Boworadej, mantan menteri pertahanan populer
Prajadhipok yang mundur sebagai protes atas pemotongan anggaran, melancarkan
perlawanan bersenjata terhadap pemerintah. Dalam pemberontakan ini, ia memobilisasi
garnisun-garnisun untuk menduduki Bandara Don Muang. Boworadej menuduh pemerintah
tidak hormat terhadap raja serta mendukung komunisme. Ia juga meminta pemerintah untuk
mundur. Boworadej mengira bahwa garnisun-garnisunnya di Bangkok mendukung dia,
namun pemimpin mereka menyatakan tetap setia pada pemerintah. Angkatan Laut Siam juga
menyatakan diri netral. Dalam pertempuran hebat di Don Muang, Boworadej kalah telak. Ia
kemudian dibuang ke Indochina.

Tidak ada indikasi bahwa Prajadhipok berperan dalam pemberontakan ini. Meskipun
ia dianggap tidak terlibat, pemberontakan ini jelas menyurutkan popularitasnya. Ketika
pemberontakan terjadi, Prajadhipok dengan segera menyatakan bahwa dirinya menyesalkan
terjadinya hal ini. Ia kemudian pergi menyelamatkan diri ke Songkhla. Hilangnya sang raja
dinilai Partai Rakyat Thailand sebagai bukti kegagalannya dalam menjalankan tugasnya
sebagai raja.
Pada tahun 1934, parlemen menggelar pemungutan suara untuk mengamandemen
Undang-Undang Sipil dan Militer. Amandemen terhadap undang-undang ini memungkinkan
dijatuhkannya pidana mati tanpa meminta pertimbangan raja. Prajadhipok kemudian
mengirim 2 lembar surat protes kepada parlemen, dengan mengatakan bahwa hal ini akan
menimbulkan kecurigaan masyarakat, bahwa UU ini akan menjadi pelindung untuk
melenyapkan musuh-musuh politik partai. Prajadhipok juga menyarankan diadakannya
referendum. Hal ini menimbulkan kemarahan para anggota parlemen atas tuduhan raja yang
menilai mereka tidak mewakili suara rakyat.
3.2.2 Berakhirnya Pemerintahan Prajadhipok
Prajadhipok yang bersitegang dengan partai kemudian melakukan lawatan ke Eropa,
sebelum menjalani perawatan di Inggris. Ia tetap berkorespondensi dengan pemerintah, untuk
menunjukkan rakyat bahwa dirinya masih sanggup menjabat. Bagaimanapun juga,
Prajadhipok sangat ingin menyelidiki kekuasaan rezim baru yang agaknya telah melenceng
dari paham demokrasi. Suatu persetujuan kemudian tercapai untuk undang-undang, namun
Prajadhipok bersikeras tidak akan kembali ke Siam apabila parlemen tidak dijadikan badan
yang dipilih rakyat, serta jika keselamatannya selama perjalanan pulang ke Siam tidak
dijamin. Pemerintah menolak hal ini, dan pada 14 Oktober 1934 Prajadhipok menyatakan
keinginannya untuk mengundurkan diri jika keinginannya tetap tidak dipenuhi.
Pemerintah mengabaikan ultimatum Prajadhipok. Dari Inggris, pada 2 Maret 1935,
Prajadhipok mengirimkan surat pengunduran dirinya yang juga mengkritisi Pemerintah Siam.
Kekuasaan tidak demokratis dianggap sebagai penyebab lambannya perkembangan politik di
Siam. Pengunduran diri Prajadhipok menyebabkan kekisruhan di negerinya. Rakyat merasa
cemas akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Kemudian, Ananda Mahidol yang masih
berusia 9 tahun diangkat menjadi raja Siam.

BAB IV
KESIMPULAN

Kerajaan Siam yang merupakan salah satu Kerajaan besar di Asia Tenggara, yang
menganut Sistem Pemerintahan Monarki Absolut berubah menjadi Monarki Konstitusi
setelah kerajaan tersebut dikuasai oleh Prajadhipok yang merupakan keturunan dari Raja
Chulalongkorn dan adik bungsu dari raja Vajiravudh yang juga merupakan raja sebelumnya.
Berubahnya sistem pemerintahan Siam dari Monarki Absolut menjadi Monarki
Konstitusi ini tidak lepas dari peran Rajanya sendiri yaitu Prajadhipok yang mendapat
pengaruh dari Inggris. Prajadhipok melihat bahwa penerapan Monarki Konstitusi yang
dijalankan Inggris membawa pengaruh baginya untuk membawa sistem ini di Siam.
Nyatanya, setelah Prajadhipok kembali ke Siam dan berhasil menjadi Raja setelah
menggantikan kakaknya Vajiravudh mengubah sistem pemerintahan yang selama mulai
berdirinya Siam sampai raja sebelumnya yaitu Vajiravudh.
Perubahan inipun ternyata mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk
rakyatnya sendiri yang sudah jenuh terhadap keadaan negaranya ketika masih dikuasai oleh
Vajiravudh. Permasalahan ekonomilah yang kuat untuk merubah sistem pemerintah Siam
sehingga didukung bukan hanya oleh pihak Istana tapi rakyatnya sendiripun setuju, meskipun
tidak dipungkiri ada beberapa pihak yang masih menginginkan Monarki Absolut untuk tetap
dipertahankan.

*daftar pustakanya tidak ditemukan filenya.   