FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN POSITIF TELUR CACING
SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH) PADA PETANI PENGGUNA
PUPUK KANDANG DI DESA RASAU JAYA UMUM TAHUN 2013
Maulidiyah Salim, SKM. M.Kes.
ABSTRAK
Soil Transmitted Helminth (STH) adalah nematoda usus yang ditularkan melalui tanah dan juga
ditularkan melalui kotoran hewan yang menyebabkan infeksi cacingan. Petani dapat terinfeksi
melalui kontak langsung dengan kotoran hewan yang mengandung telur cacing yang digunakan
sebagai pupuk kandang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi telur cacing (STH) pada petani
pengguna pupuk kandang di Desa Rasau Jaya Umum. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan
cross sectional dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Jumlah sampel dalam
penelitian ini 36 responden. Spesimen penelitian adalah faeces untuk membuktikan terjadinya infeksi
akibat penggunaan pupuk kandang menggunakan uji laboratorium. Metode uji laboratorium yang
digunakan yaitu metode apung dengan NaCl jenuh. Data dianalisis menggunakan uji Binomial dan Chi
square.
Hasil penelitian petani pengguna pupuk kandang yang positif telur cacing STH diperoleh
sebesar 5 petani (13,9%), 3 orang terinfeksi Ascaris lumbricoides dan 2 orang terinfeksi telur cacing
tambang. Hasil uji statistik tidak ada hubungan bermakna antara lama kerja, masa kerja, alat
pelindung diri, dan kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur cacing STH (p>0,05). Ada
hubungan bermakna petani pengguna pupuk kandang dengan positif telur cacing STH (p8 jam

Jumlah

Frekuens
i
13
23
36

Persentase
36,1
63,9
100

Tabel 3 menunjukkan frekuensi lama
kerja pada petani pengguna pupuk kandang
la a kerja ≤ 8 ja se esar
peta i
, %
dan lama kerja >8 jam sebesar 23 petani
(63,9%).

Tabel 4.

Frekuensi Petani Pengguna Pupuk
Kandang dengan Masa Kerja

Masa kerja
1 tahun
Jumlah

Frekuensi
9
27
36

Persentase
25
75
100

Tabel 6 menunjukkan frekuensi petani

yang mencuci tangan setelah bekerja sebesar
35 (97,3%) dan pada petani yang tidak
mencuci tangan setelah bekerja diperoleh
hasil 1 (2,7%).
Tabel 7.

Penggunaan
pupuk
kandang

Tabel 5.

Frekuensi Petani Pengguna Pupuk
Kandang dengan Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung
Diri
Ya
Tidak
Jumlah


Frekuens
i
8
28
36

Persentase
22,4
77,6
100

Tabel 5 menunjukkan frekuensi petani
pengguna alat pelindung diri sebesar 8 petani
(22,4%) dan yang tidak menggunakan alat
pelindung diri sebesar 28 petani (77,6%).
Tabel 6. Frekuensi Petani Pengguna Pupuk
Kandang
dengan
Kebiasaan

Mencuci Tangan
Kebiasaan
Mencuci
Tangan
Ya
Tidak
Jumlah

Lama Kerja
≤ 8 ja
>8 jam
Jumlah

Persentase

35
1
36

97,3

2,7
100

Positif

Negatif

pvalue

36
(100%)

5
(13,9%)

31
(86,1%)

0,0001


Hubungan Petani Pengguna Pupuk
Kandang antara Lama Kerja dengan
Positif Telur Cacing STH
Positif
2(5,5%)
3(8,3%)
5

Negatif
7 (19,4%)
24 (66,6%)
31

p-value
1,000

Analisis bivariat hubungan antara lama
kerja dengan positif telur cacing diperoleh
hasil petani yang terinfeksi STH pada lama
kerja ≤ 8 ja didapat hasil peta i , % da

yang tidak terinfeksi STH sebesar 11 (30,5%).
Pada lama kerja > 8 jam didapat hasil
terinfeksi STH sebesar 3 petani (8,3%) dan
yang tidak terinfeksi STH didapat hasil 20
petani (55,5%). Hasil analisis bivariat didapat
nilai p sebesar 1,000 (p> 0,05) maka secara
statistik dikatakan tidak ada hubungan yang
signifikan antara lama kerja dengan positif
telur cacing STH.
Tabel 9.

Frekuensi

N

Dari tabel 7 diperoleh p= 0,0001 < 0,05
maka Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan petani pengguna pupuk
kandang dengan positif telur STH di Desa
Rasau Jaya Umum.

Tabel 8.

Tabel 4 menunjukkan frekuensi petani
pengguna pupuk kandang pada masa kerja 1 tahun sebesar 27 petani (75%).

Hubungan Petani Pengguna Pupuk
Kandang dengan Positif Telur
Cacing STH

Masa Kerja

Hubungan Petani Pengguna Pupuk
Kandang antara Masa
Kerja
dengan Positif Telur Cacing STH
Positif

Negatif

p-value


< 1 tahun
>1 tahun
Jumlah

2(5,5%)
3(8,3%)

7 (19,4%)
24 (66,6%)

5

31

0,581

Analisis bivariat hubungan antara masa
kerja dengan positif telur cacing STH didapat
hasil petani yang terinfeksi STH pada masa

kerja < 1 tahun sebesar 2 (5,5%) dan tidak
terinfeksi STH sebesar 7 (19,4%). Pada masa
kerja >1 tahun didapat hasil 3 petani (8,3%)
terinfeksi STH dan yang tidak terinfeksi
sebesar 24 (66,6%). Hasil analisis bivariat
didapat nilai p sebesar 0,581(p>0,05) maka
secara statistik dikatakan tidak ada hubungan
yang signifikan antara masa kerja dengan
positif telur cacing STH.
Tabel 10. Hubungan Petani Pengguna Pupuk
Kandang Antara Alat Pelindung Diri
Dengan Positif Telur Cacing STH

Analisis bivariat hubungan antara
kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur
cacing STH didapat hasil pada petani yang
biasa mencuci tangan setelah bekerja yang
terinfeksi STH 4 petani (11,1%) dan yang tidak
terinfeksi sebesar 31 petani (86,2%). Pada
petani yang tidak mencuci tangan setelah
bekerja, petani yang terinfeksi sebesar 1
petani (2,7%). Hasil analisis bivariat didapat
nilai p sebesar 0,139 (p>0,05) maka secara
statistik dikatakan tidak ada hubungan antara
kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur
cacing STH.
Analisa faktor petani pengguna pupuk
kandang terhadap lama kerja, masa kerja, alat
pelindung diri, kebiasaan mencuci tangan
dengan positif telur STH tidak dilakukan
karena hanya satu variabel bebas saja yang
berhubungan.
D.

Alat Pelindung
Diri
Ya
Tidak
Total

Positif

Negatif

0 (0%)
5 (13,8%)
5 (13,8%)

8 (22,4%)
23 (63,8%)
31 (86%)

pvalue
0,566

Analisis bivariat hubungan antara alat
pelindung diri dengan positif telur cacing STH
didapat hasil petani yang menggunakan alat
pelindung diri tidak terinfeksi STH sebesar 8
(22,4%). Pada petani yang tidak menggunakan
alat pelindung diri didapat hasil petani yang
terinfeksi sebesar 5 petani (13,8%) dan yang
tidak terinfeksi STH sebesar 23 (63,8%). Hasil
analisis bivariat didapat nilai p sebesar
0,566(p>0,05) maka secara statistik dikatakan
tidak ada hubungan yang signifikan antara alat
pelindung diri dengan positif telur cacing STH.
Tabel 11. Hubungan Petani Pengguna Pupuk
Kandang
Antara
Kebiasaan
Mencuci Tangan Dengan Positif
Telur Cacing STH
Kebiasaan
Mencuci
Tangan
Ya
Tidak
Total

Positif

Negatif

4 (11,1%)
1 (2,7%)
5 (13,8%)

31 (86,2%)
0 (0%)
31 (86,1%)

1.

pvalue
0,139

PEMBAHASAN

Hubungan penggunaan pupuk kandang
dengan positif telur cacing STH

Hasil uji statistik antara hubungan
penggunaan pupuk kandang dengan positif
telur cacing STH dengan taraf signifikan 0,05
diperoleh
p= 0,0001 < 0,05 maka Ha
diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan penggunaan pupuk kandang
dengan positif telur cacing STH pada petani di
Desa Rasau Jaya Umum.
Menurut Herlia di dalam kotoran ternak
yang digunakan sebagai pupuk mengandung
telur dan larva cacing yang dapat
menyebabkan penyakit cacingan terhadap
manusia sehingga penularannya lebih mudah
karena tangan yang kontak langsung dengan
pupuk
kandang
menyebabkan
petani
terinfeksi cacingan lewat kulit dan kuku yang
kotor.
Hasil wawancara dari responden,
beberapa petani tidak menggunakan sarung
tangan dan masker saat memupuk, sehingga
dapat menyebabkan petani terinfeksi cacingan
yang ditularkan melalui debu yang
mengandung telur cacing.
2.

Hubungan lama kerja responden dengan
positif telur cacing STH

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
lama kerja dari responden yang kurang dari
sa a de ga delapa ja
≤ 8 ja
ya g
terinfeksi STH yaitu sebesar 5,5% dan yang
tidak terinfeksi sebesar 30,5% .Jumlah
responden pada lama kerja lebih dari delapan
jam (>8 jam) yang terinfeksi STH sebesar 8,3%
dan yang tidak terinfeksi STH sebesar 55,5%.
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa
persentase responden yang lama kerja > 8 jam
ada yang positif terinfeksi STH dan responden
ya g ekerja sela a ≤ 8 ja juga terdapat
yang terinfeksi STH.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan
antara lama kerja dengan positif telur cacing
STH pada petani di Desa Rasau Jaya Umum
de ga ti gkat keper ayaa
α = %,
diperoleh p>0,05 (p=1,000) dimana Ha ditolak,
yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara lama kerja dengan
kontaminasi STH. Menurut Nurmina lama
bekerja tidak mempengaruhi terjadinya infeksi
cacingan,
karena
berdasarkan
hasil
wawancara
petani
tempat
dilakukan
penelitian sudah paham menjaga kebersihan
diri sehingga infeksi cacing dapat dicegah.(16)
3.

Hubungan masa kerja dengan positif telur
cacing STH

Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada responden yang masa kerja
kurang dari satu tahun (1 tahun) didapat
sebesar 8,3% terinfeksi STH dan 66,6% tidak
terinfeksi STH.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan
antara masa kerja dengan positif telur cacing
STH pada petani di Desa Rasau Jaya Umum
de ga ti gkat keper ayaa
α = %,
diperoleh p > 0,05 (p = 0,581) dimana Ha
ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara masa kerja dengan positif
telur cacing STH.
Menurut Syahrul’a
asa kerja tidak
mempengaruhi petani terhadap infeksi cacing,
karena petani pengguna pupuk kandang
dalam bekerja tidak menggunakan alat
pelindung diri maka telur cacing tersebut

dapat menginfeksi petani melalui kontak
langsung dengan tangan.

4.

Hubungan alat pelindung diri dengan
positif telur cacing STH

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden yang tidak terinfeksi STH 63,8%
pada yang tidak menggunakan alat pelindung
diri, sedangkan pada responden yang
terinfeksi STH ada 13,8%. Berdasarkan data
tersebut dapat dilihat bahwa responden yang
tidak menggunakan alat pelindung diri dalam
bekerja lebih banyak tidak terinfeksi STH
dibandingkan dengan responden yang
terinfeksi STH.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan
antara alat pelindung diri dengan positif telur
cacing STH pada petani di Desa Rasau Jaya
U u de ga ti gkat keper ayaa α = % ,
diperoleh p>0,05 (p=0,566) dimana Ha ditolak
yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara alat pelindung diri dengan
positif telur cacing STH. Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian Nurmina yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara alat pelindung
diri terhadap infeksi cacing.
Berdasarkan hasil survei terhadap
responden, petani yang menggunakan sepatu
bot saat mereka bekerja dapat terhindar dari
cacing. Alat pelindung diri berfungsi untuk
menghindarkan diri dari risiko pekerjaan
seperti penyakit cacing yang dapat menembus
lewat kaki dan petani selalu menjaga
kebersihan dirinya dengan mandi dan mencuci
tangan setelah bekerja sehingga dapat
mencegah terjadinya penularan infeksi
kecacingan.
5.

Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan
Dengan Positif Telur Cacing STH

Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapat bahwa responden yang memiliki
kebiasaan mencuci tangan yang terinfeksi STH
sebanyak 86,2% dan yang tidak biasa mencuci
tangan yang terinfeksi sebanyak 2,7%.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan
antara kebiasaan mencuci tangan dengan

positif telur cacing STH pada petani di Desa
Rasau
Jaya
Umum
dengan
tingkat
kepercayaan α = % , diperoleh p > 0,05 (p =
0,139) dimana Ha ditolak, yang artinya tidak
ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan mencuci tangan dengan positif telur
cacing STH.
Hasil penelitian yang sama dengan
Liena, menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara kebiasaan mencuci tangan
dengan infeksi cacingan. Tidak adanya
hubungan karena kesadaran responden akan
pentingnya mencuci tangan setelah bekerja
dan sebelum makan sudah baik sehingga telur
cacing yang terselip di jari dan kuku yang kotor
tidak
dapat
masuk
kedalam
tubuh
responden.(29)
Berdasarkan hasil wawancara yang
diperoleh petani mencuci tangan dengan
menggunakan air dan sabun sehingga kotoran
yang menempel di tangan bersih dan bebas
dari telur cacing yang menempel ditangan
yang bisa ikut masuk kedalam mulut bersama
makanan.
E.
1.

2.

3.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dari 36
responden dapat disimpulkan adanya
infeksi kecacingan pada petani pengguna
pupuk kandang yaitu sebesar 5 petani
(13,9%) dan didapat hasil jenis telur STH
yang menginfeksi sebesar 3 orang
terinfeksi Ascaris lumbricoides dan 2
orang terinfeksi telur cacing tambang.
Hasil analisa statistik antara penggunaan
pupuk kandang dengan positif telur
cacing STH pada petani di Desa Rasau
Jaya Umum dapat disimpulkan bahwa p =
0,0001
< 0,05 maka Ha diterima,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan
yang
signifikan
antara
penggunaan pupuk kandang dengan
positif telur STH pada petani di Desa
Rasau Jaya Umum.
Hasil analisa statistik antara lama kerja
dengan positif telur cacing STH pada
petani pengguna pupuk kandang di Desa
Rasau Jaya Umum dengan tingkat
keper ayaa α = % , diperoleh p > 0,05
(p = 1,000) dimana Ha ditolak, yang
artinya tidak ada hubungan yang

4.

5.

6.

signifikan antara lama kerja dengan
positif telur cacing STH.
Hasil analisa statistik antara masa kerja
dengan positif telur cacing STH pada
petani pengguna pupuk kandang di Desa
Rasau Jaya Umum dengan tingkat
keper ayaa α = % , diperoleh p > 0,05
(p = 0,581) dimana Ha ditolak, yang
artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara masa kerja dengan
positif telur cacing STH.
Hasil analisa statistik antara alat
pelindung diri dengan positif telur cacing
STH pada petani pengguna pupuk
kandang di Desa Rasau Jaya Umum
de ga ti gkat keper ayaa α = % ,
diperoleh p > 0,05 (p = 0,566) dimana Ha
ditolak yang artinya tidak ada hubungan
yang signifikan antara alat pelindung diri
dengan positif telur cacing STH.
Hasil analisa statistik yang telah dilakukan
antara kebiasaan mencuci tangan dengan
positif telur cacing STH pada petani
pengguna pupuk kandang di Desa Rasau
Jaya Umum dengan tingkat kepercayaan
α = % , diperoleh p > 0,05 (p = 0,139)
dimana Ha ditolak, yang artinya tidak ada
hubungan
yang
signifikan
antara
kebiasaan mencuci tangan dengan positif
telur cacing STH.

REFERENSI
1. Crompton,et. al. 2000. Controlling
Disease Due to Helminth Infection.
Bali. Indonesia.
2. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
424/MENKES/SK/VI/2006.
3. Margono, et.al. 1998. Parasitologi
Kedokteran. Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
4. Safar, Rosdiana. 2010. Parasitologi
Kedokteran : Protozologi, Entomologi,
dan Helmintologi. Yrama Widya.
Bandung.
5. Anonim.
2008.
Diakses
dari
http://bpnkuburaya.net/bpn/rokdown
loads/Profil/BAB%20I.pdf
pada
tanggal 3/3/2013 jam 17.10.

6. Anonim. 2004. Hubungan Personal
Hygiene
dan
Pemakaian
Alat
Pelindung Diri Pada Petani dengan
Infeksi Cacing di Desa Paribun
Kecamatan Barus Jahe Kabupaten
Karo.
Diakses
dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/33620/4/Chapter%20II.pd
f pada tanggal 15/02/2013 jam 9.26.
7. Herlia, Ellin, dkk. 2009. The Effect of
Anaerobic Fermentation To Various
Animal Feses On The Egg and Infective
Worm Larva In Biogas Sludge. Jurnal.
Sumedang
Fakultas
Peternakan
Universitas Padjajaran. Diakses dari
http://journal.ipb.ac.id/index.php/he
mera/article/viewFile/4802/3269
pada tanggal 15/02/2013 jam 14.22.
8. http://www.depnakertrans.go.id/micr
osite/KTM/uploads/Rasau%20Jaya.pdf
pada tanggal browsing 13/03/2013
jam 6.33.
9. http://kopertis11.net/jurnal/USAHA%
20PEMANFAATAN%20AIR%20GAMBU
T-ARIF%20PARABI.pdf pada tanggal
browsing 13/03/2013 jam 14.00.
10. Kecamatan Rasau Jaya Dalam Angka
2012.
11. Setiawan, Budi susilo. 2010. Membuat
Pupuk Kandang Secara Cepat.
Penebar Swadaya. Bogor.
12. Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan
Pertanian
Organik.
Kanisius.
Yogyakarta.
13. Agromedia Redaksi. 2007. Petunjuk
Pemupukan.
Agromedia
Pustaka
Jakarta.
14. Mandal, Wilkins, Dunbar, MayonWhite. 2008. Penyakit infeksi.
Erlangga. Jakarta.
15. Silalahi, Dahlia Kristina. 2010.
Hubungan Kebersihan Perorangan
Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri
dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada
Petugas Pengelola Sampah di Tempat
Pembuangan Akhir Namo Bintang
Kecamatan Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

16. Nurmina. 2005. Hubungan Personal
Hygiene
dan
Pemakaian
Alat
Pelindung Diri pada Petani dengan
Infeksi Cacing di Desa Paribun
Kecamatan Barus Jahe Tahun 2005.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
17. Pujiono. 2009. Hubungan Faktor
Lingkungan Kerja dan Praktek
Pengelolaan
Pestisida
Dengan
Kejadian Keracunan Pestisida Pada
Tenaga Kerja di Tempat Penjualan
Pestisida di Kabupaten Subang. Tesis.
Universitas Diponegoro. Semarang.
18. Fitri Juni. 2012. Analisis Faktor-Faktor
Resiko Infeksi Kecacingan Murid
Sekolah Dasar di Kecamatan Angkola
Timur Kabupaten Tapanuli Selatan.
Jurnal Ilmu Lingkungan.
19. http://www.portalsaofrancisco.com.b
r/alfa/filo-asquelmintes/classenematoda-3.php
20. Natadisastra, Djaenudin dan Ridad
Agoes. 2005. Parasitologi Kedokteran :
Ditinjau dari Organ Tubuh Yang
Diserang. EGC. Jakarta.
21. http://medicastore.com/penyakit/97/
Infeksi_Cacing_Tambang.html
22. Sandjaja, Bernadus. 2007. Parasitologi
kedokteran
II
:
Helmintologi
kedokteran.Prestasi
Pustaka
Publisher. Jakarta.
23. http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/
Trichuriasis.htm
24. http://en.wikipedia.org/wiki/Strongyl
oides_stercoralis
25. Sugiyono. 2010. Statistika untuk
penelitian. Alfabet. Bandung.
26. Notoatmodjo
Soekidjo.
2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan. PT.
Rineka Cipta. Jakarta.
27. Sastroasmoro Sudigdo. 2002. DasarDasar Metodologi Penelitian Klinis.
Sagung Seto. Jakarta.
28. “yahrul’A . 2004. Gambaran Infeksi
Kecacingan pada Pekerja Pekerbunan
Kelapa Sawit PT. Asam Jawa Di
Afleding II Kabupaten Labuhan
Batu.Skripsi. Universitas Sumatera
Utara. Medan

29. Sofiana Liena. Hubungan Perilaku
Dengan Infeksi Soil Transmitted
Helminths Pada Anak Sekolah Dasar

MI Asas Islam Kalibening, Salatiga.
Skripsi. Universitas Ahmad Dahlan.
Yogyakarta.