Peran atau Fungsi Bank Garansi dalam Per

BAB II PERAN ATAU FUNGSI BANK GARANSI DALAM PRAKTEK PERBANKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PERJANJIAN KREDIT

Bahwa dalam pemberian bank garansi dapat menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar kepada pihak ketiga (penerima jaminan), tentunya keadaan ini nantinya akan mempengaruhi likuiditas dan sovabilitas, oleh karena itu pemberian bank garansi dikenakan ketentuan tentang batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM) penghitungan pemberian bank

garansi berlaku baik bagi kantor bank didalam negeri maupun diluar negeri. 49 Sehubungan dengan itu pihak bank sebelum memberikan bank garansi terlebih

dahulu melakukan penelitian dan penelaahan yang pada hakekatnya sama dengan penelaahan yang dilakukan dalam pemberian kredit yaitu antara lain mengenai hal- hal sebagai berikut :

1. Meneliti bonafiditas dan reputasi pihak yang dijamin.

2. Meneliti sifat dan nilai transaksi yang akan dijamin sehingga dapat diberikan garansi yang sesuai.

3. Menilai jumlah bank garansi yang akan diberikan menurut kemampuan bank.

4. Menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk memberikan kontra garansi sesuai dengan kemungkinan terjadinya risiko 50 .

Bank garansi adalah surat jaminan yang diterbitkan oleh bank yang berfungsi sebagai alat pembayayaran, tentunya dalam penerbitan bank garansi tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku, dalam hal ini dasar hukum surat jaminan bank tersebut diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan

49 SE.BI., Nomor 23/5/UKU, tanggal 28 Februari 1991, Tentang Pemberian Bank Garansi. 50 Irwansyah Lubis, Branch Manager, Cimb Niaga Cabang Bukit Barisan Medan, Wawancara,

25 Februari 2011.

Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak diatur secara lengkap karena hanya mengatur tentang penanggungan utang secara umum, sedangkan mengenai syarat-syarat umum dalam pemberian bank garansi tidak diatur secara lengkap, untuk itu akan dijelaskan sebagaimana tersebut dibawah ini :

A. Tinjauan Umum Pemberian Bank Garansi

1. Prosedur pemberian bank garansi yang lazim dilakukan oleh bank

Dalam praktek perbankan pemberian bank garansi, yang dilakukan oleh bank- bank sesuai dengan penelitian dari beberapa bank di Kotamadya Medan, prosedur yang lazim dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Pemohon telah menjadi nasabah bank Artinya pemohon bank garansi terlebih dahulu harus memiliki rekening pada bank dimana ia mengajukan permohonan bank garansi yang diinginkannya atau disyaratkan oleh bouwheer (pemberi kerja). Pada prakteknya pemberi kerja kadang kala menentukan sendiri bank garansi yang diterbitkan oleh bank-bank yang dapat diterima sebagai jaminan bank.

b. Nasabah bank mengajukan permohonan bank garansi Pemohon bank garansi memohon jenis dan besarnya bank garansi sesuai yang dipersyaratkan oleh pemberi kerja (proyek), jika dimungkinkan permohonan bank garansi ini harus disertai dengan dokumen rencana proyek.

c. Bank melakukan analisis atas permohonan bank garansi

Adapun yang dianalisis yang dilakukan terhadap beberapa faktor yaitu mengenai kredibilitas, bonafiditas dan ferformance pihak yang dijamin dan penerima jaminan, selanjutnya meneliti sifat dan nilai transaksi yang akan dijamin dan melakukan analisis sebagaimana dalam pemberian kredit pada umumnya.

d. Nasabah/pemohon bank garansi menyediakan kontra bank garansi Kontra bank garansi adalah syarat yang selalu diminta oleh bank sebagai lawan bank garansi, artinya bank garansi sebagai produk bank yang juga memiliki resiko bagi bank, untuk itu perlu kiranya didukung oleh suatu jaminan, maka bank memiliki jaminan atas dana yang dikeluarkan untuk membayar klaim tersebut. Mengingat kontra jaminan yang tersebut diatas merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh pihak bank dalam hubungannya sebelum diterbitkannya bank garansi, perlu kiranya untuk mengetahui mengenai penggolongan mengenai lembaga jaminan dengan harapan nantinya bank dapat terhindar dari resiko dalam pemberian bank garansi, adapun penggolongan dari lembaga jaminan yang dikenal dalam tata hukum Indonesia, dapat digolongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut objeknya, menurut kewenangan menguasainya dan lain-lain sebagai berikut :

1) Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian maksudnya adalah bahwa jaminan itu lahir karena ditunjuk oleh undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak, hal ini disebutkan dalam pasal 1131 kitab undang-undang hukum perdata : segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Disamping itu juga ada benda-benda dari debitor dimana undang-undang menentukan bahwa kreditor sama sekali tidak mempunyai hak untuk meminta pemenuhan piutangnya (verhaal) terhadapnya. Juga oleh undang-undang ditentukan bahwa seluruh benda kepunyaan dari debitor tersebut menjadi jaminan bagi semua kreditor, dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua kreditor yang mana hasil penjualan benda-benda tersebut harus dibagi antara kreditor secara seimbang dengan besarnya piutang masing-masing.

2) Jaminan yang tegolong jaminan umum dan jaminan khusus

Untuk kepentingan kreditor yang mana undang-undang memberikan jaminan yang tertuju kepada semua kreditor dan semua harta benda debitor baik mengenai benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak, baik yang ada maupun yang akan ada merupakan jaminan hutang debitor kepada semua kreditor, hasil penjualannya tersebut dibagi-bagi secara seimbang, hal ini disebut sebagai jaminan umum yang maksudnya adalah jaminan yang timbul dari undang-undang, dengan kata lain tanpa adanya perjanjian yang diadakan oleh para pihak terlebih dahulu (Pasal 1131, 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), dengan demikian dalam prakteknya jaminan seperti ini tidak memuaskan bagi kreditor karena kurang aman dan terjamin bagi kredit/bank garansi yang telah diberikan, dengan demikian kreditor membutuhkan Untuk kepentingan kreditor yang mana undang-undang memberikan jaminan yang tertuju kepada semua kreditor dan semua harta benda debitor baik mengenai benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak, baik yang ada maupun yang akan ada merupakan jaminan hutang debitor kepada semua kreditor, hasil penjualannya tersebut dibagi-bagi secara seimbang, hal ini disebut sebagai jaminan umum yang maksudnya adalah jaminan yang timbul dari undang-undang, dengan kata lain tanpa adanya perjanjian yang diadakan oleh para pihak terlebih dahulu (Pasal 1131, 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), dengan demikian dalam prakteknya jaminan seperti ini tidak memuaskan bagi kreditor karena kurang aman dan terjamin bagi kredit/bank garansi yang telah diberikan, dengan demikian kreditor membutuhkan

debitor wanprestasi. 51

3) Jaminan yang bersifat kebendaan dan Hak Perorangan Jaminan yang bersifat kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri 52 :

a) Mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitor;

b) Dapat dipertahankan terhadap siapapun;

c) Selalu mengikuti bendanya (droit de suite)

d) Dapat dipindah tangankan. Mengingat hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditor kedudukan yang lebih baik, karena :

1) Kreditor didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitor dan/atau.

51 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,1980,Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Yokyakarta,CV.Bina Nusa,hlm.46.

52 Ibid,hlm.47.

2) Ada benda tertentu milik debitor yang dipegang oleh kreditor atau terikat kepada hak kreditor, yang berharga bagi debitor dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitor untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditor. Disini adanya semacam tekanan psikologis kepada debitor untuk melunasi hutang-hutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang berharga baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga dan telah

dianggap atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan. 53 Sedangkan untuk jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang

menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitor seumumnya (borgtocht).

Pada jaminan perorangan kreditor mempunyai hak menuntut pemenuhan piutang yang selain kepada debitor utama juga kepada penanggung.

4) Jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak Menurut sistem hukum perdata di Indonesia pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak mempunyai arti penting dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan penyerahan, daluwarsa, kedudukan berkuasa, pembebanan/jaminan, hal ini terlihat bahwa jika benda jaminan itu berupa benda bergerak dapat dipasang dengan lembaga jaminan yang berbentuk gadai

53 J.Satrio,2007, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung,PT.Citra Aditya Bakti, hlm.12.

atau fidusia, sedangkan jika benda jaminan itu berbentuk benda tetap, maka lembaga jaminan dapat dipasang hak tanggungan, sehubungan dengan itu terhahap lembaga jaminan berbentuk gadai, yang dimaksud dengan gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu benda bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas debitor sebagai jaminan pembayaran dan memberikan kepada kreditor untuk mendapat pembayaran lebih dahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya atas hasil penjualan benda jaminan (Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak, yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berujud surat-surat berharga, dapat berupa atas bawa (aan toonder) atas perintah (aan order) dan atas nama (op

naam). 54 Terhadap lembaga jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tanggal 30 september 1999 tentang jaminan fidusia,

adapun objek jaminan fidusia adalah ketentuannya tercantum dalam Pasal 1 ayat 4, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 20, benda-benda objek jaminan fidusia

adalah 55 : (a) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.

(b) Dapat atas benda berwujud. (c) Benda bergerak. (d) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan.

54 Riduan Syahrani,2006,Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata,Bandung,PT.Alumni Bandung, hlm.142-143.

55 Munir Fuady,2000,Jaminan Fidusia, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, hlm.22-23.

(e) Benda bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotik. (f) Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan

diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.

(g) Dapat atas satu satuan atau jenis benda. (h) Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda. (i) Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek fidusia. (j) Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek

jaminan fidusia. (k) Benda persediaan (inventory, Stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.Sedangkan untuk lembaga jaminan hak tanggungan dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 51 UUPA jo.Pasal 57,

25, 33 dan 39 UUPA, ketentuan pelaksanaannya diterbitkan Undang- Undang Nomor 4 tahun 1996 (Lembaran Negara Nomor 42 tanggal 9

April 1996). 56

5) Jaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya Jaminan yang merupakan cara menurut hukum untuk pengamanan pembayaran kembali kredit yang diberikan dapat juga dibedakan atas jaminan dengan menguasai bendanya dan jaminan tanpa menguasai bendanya, jaminan yang menguasai bendanya misalnya pada gadai, sedangkan jaminan yang diberikan tanpa menguasai bendanya pada hak tanggungan, fidusia.

Berdasarkan uraian tentang jaminan tersebut pada intinya menurut hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitor) dan penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebanan suatu hutang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu) Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditor sebagai pihak pemberi hutang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap

56 Mhd.Yamin, 2008, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, CV.Mandar Maju, hlm.334.

debitor sebagai penerima hutang. Dengan kata lain, hukum jaminan tidak hanya mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jaminan pelunasan hutang tertentu, namun sama-sama mengatur hak-hak kreditor dan hak-hak debitor berkaitan dengan jaminan pelunasan hutang tertentu tersebut. Sehubungan dengan hukum jaminan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terkandung didalam perumusan hukum jaminan tersebut yaitu sebagai berikut :

(a) Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumber kepada ketentuan

hukum yang tertulis dan ketentuan yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan, termasuk yurisprudensi, adapun ketentuan yang tidak tertulis adalah ketentuan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan pembebanan hutang suatu jaminan.

(b) Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum

antara pemberi jaminan (debitor) dan penerima jaminan (kreditor). Pemberi jaminan, lazimnya dinamakan debitor, yaitu pihak yang berhutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai benda jaminan kepada penerima jaminan (kreditor). Dalam hal ini yang dapat menjadi pemberi jaminan bisa orang perseorangan atau badan hukum yang mendapat fasilitas hutang (kredit) tertentu, atau pemilik benda yang menjadi objek jaminan hutang tertentu. Adapun penerima jaminan, lazimnya dinamakan kreditor, yaitu pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang tertentu, yang menerima penyerahan suatu antara pemberi jaminan (debitor) dan penerima jaminan (kreditor). Pemberi jaminan, lazimnya dinamakan debitor, yaitu pihak yang berhutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai benda jaminan kepada penerima jaminan (kreditor). Dalam hal ini yang dapat menjadi pemberi jaminan bisa orang perseorangan atau badan hukum yang mendapat fasilitas hutang (kredit) tertentu, atau pemilik benda yang menjadi objek jaminan hutang tertentu. Adapun penerima jaminan, lazimnya dinamakan kreditor, yaitu pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang tertentu, yang menerima penyerahan suatu

(c) Adapun jaminan yang diserahkan oleh debitor kepada kreditor. Karena hutang yang dijamin itu berupa uang, maka jaminan disini sedapat mungkin harus dapat dinilai dengan uang. Jaminan disini bisa jaminan kebendaan maupun jaminan perseorangan.

(d) Pemberian jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai jaminan (tanggungan) bagi pelunasan hutang tertentu, artinya pembebanan kebendaan jaminan dilakukan dengan maksud untuk mendapat hutang, pinjamanan atau kredit, yang diberikan oleh seseorang atau badan hukum kepada seseorang atau badan hukum berdasarkan kepercayaan, yang dipergunakan sebagai modal atau investasi usaha, Dengan kata lain pembebanan kebendaan jaminan dimaksudkan untuk menjamin pengamanan pelunasan hutang tertentu terhadap kreditor bila debitor mengalami

wanprestasi. 57 (e) Apabila permohonan bank garansi disetujui, maka bank memberikan surat

persetujuan prinsip pemberian bank garansi kepada pemohon.

57 Rachmadi Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta, Sinar Grafika, hlm.1-3

(f) Selanjutnya setelah disetujui oleh bank atas permohonan bank garansi

tersebut, maka dilakukan perjanjian pemberian bank garansi. (g) Setelah dianalisis oleh bank dengan memperhatikan prinsip kepercayaan,

prinsip kehati-hatian, prinsip 5-C, prinsip 5-P, dan prinsip 3-R.

1) Prinsip kepercayaan Savelberg mengemukakan prinsip kepercayaan, bahwa debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk memenuhi perikatannya, hal ini menuju

kepada arti hukum kredit pada umumnya. 58

2) Prinsip Kehati-hatian Prinsip kehati-hatian (prudent) adalah salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian bank garansi, hal ini merupakan perwujudan dari prinsip prudent banking (prinsip kehati-hatian bank) dari seluruh kegiatan perbankan, untuk dapat berjalan dengan baik atas prinsip tersebut bank melakukan berbagai usaha pengawasan baik internal maupun ekternal.

3) Prinsip 5-C Dalam dunia perbankan 5-C merupakan singkatan dari unsur-unsur, character, capacity, Capital, condition of economy, dan collateral.

58 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Refika Aditama, 2010, hlm 143.

a). Character adalah watak/kepribadian/prilaku calon debitor yang harus menjadi perhatian bank sebelum perjanjian pemberian bank garansi ditandatangani.

b). Capacity adalah kemampuan calon debitor diprediksi tentang

kemampuan untuk memenuhi kewajiban yang ada pada bank. c). Capital adalah modal debitor yang harus diketahui oleh calon

kreditor, karena dengan kemampuan modal yang ada dan keuntungan dari debitor dapat dianalisa tingkat kemampuan debitor untuk membayar pelunasan kredit yang ada pada bank.

d). Condition of economy adalah suatu kondisi perekonomian baik secara mikro mapun makro yang harus dianalisis sebelum bank garansi diberikan, terutama yang berkaitan dengan bisnis calon debitor.

e). Collateral adalah agunan atau jaminan dalam pemberian garansi yang mana fungsi agunan dalam setiap pemberian garansi berfungsi untuk direalisasi atau dieksekusi, jika benar-benar suatu kewajiban debitor dalam keadaan macet.

4). Prinsip 5-P

a). Party atau para pihak adalah merupakan yang harus diperhatikan

dalam setiap pemberian bank garansi, karena menyangkut karakter dan kemampuan calon debitor untuk memenuhi kewajiban yang ada pada bank.

b). Purpose yaitu tujuan pemberian bank garansi dapat digunakan untuk hal-hal yang positif sehingga dapat menaikkan pendapatan perusahaan.

c). Payment atau pembayaran, oleh karena itu harus diperhatikan apakah sumber pembayaran calon debitor cukup aman dan tersedia, sehingga mampu untuk membayar segala kewajiban yang dijanjikan kepada bank.

d). Profitability yaitu penilaian terhadap kemampuan calon debitor untuk memperoleh keuntungan dalam menjalankan usahanya. e). Protection yaitu perlindungan dari kelompok perusahaan atau jaminan pribadi dari pemilik perusahaan, untuk menjaga hal-hal yang terjadi diluar yang diprediksikan.

5. 3-R a). Returns yaitu hasil yang akan diperoleh debitor mencukupi untuk

membayar kembali kreditnya. b). Repayment yaitu kemampuan membayar dari pihak debitor. c). Risk bearing ability yaitu kemampuan menanggung resiko , sejauh

mana kemampuan debitor untuk menanggung resiko dalam hal-hal diluar antisipasi kedua belah pihak.

Jika melihat dari beberapa prinsip yang tersebut diatas, bahwa 5-C tersebut telah mewakili prinsip 5-P dan 3-R, sedangkan dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998, tampak telah mencantumkan prinsip 5-C.

Setelah dilakukan analisis oleh bank, pada umumnya bank-bank apabila layak untuk diberikan bank garansi sesuai dengan permohonannya, bank akan memberikan surat persetujuan dan dikirimkan kepada calon debitor yang mana diminta oleh bank, bahwa foto copy surat persetujuan tersebut ditandatangani oleh debitor yang menyetujui atas syarat-syarat yang ditentukan oleh bank tersebut.

Adapun isi surat persetujuan tersebut adalah merupakan syarat-syarat umum yang diberikan bank kepada nasabahnya, antara lain : 1). Besarnya plafond bank garansi yang disetujui; 2). Jenis dan jangka waktu penggunaan bank garansi; 3). Biaya-biaya yang harus dibayar; 4). Tata cara klaim; 5). Barang-barang jaminan yang diminta.

Selanjutnya setelah disetujui isi surat pertujuan bank oleh pemohon, maka surat tersebut foto copynya ditandatanganinya, kemudian dikirimkan kembali kepada bank tersebut.

Namun demikian dalam pelaksanaan pemberian bank garansi dalam prakteknya bank-bank harus memenuhi syarat-syarat minimum yang ditentukan oleh Bank Indonesia,

Bank Indonesia Nomor:23/72/Kep/Dir, tanggal 28 Februari 1991, yang telah diedarkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 23/5/UKU, tanggal 28 Februari 1991 tentang pemberian bank garansi oleh bank yaitu sebagai berikut : 1). Judul “garansi bank” atau “bank garansi”.

berdasarkan

Surat

Keputusan

Direksi

2). Nama dan alamat bank pemberi garansi bank. 3). Tanggal penerbitan bank garansi. 4). Jenis transaksi antara pihak yang dijamin dengan penerima jaminan bank. 5). Jumlah nominal uang yang dijamin oleh bank. 6). Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya bank garansi. 7). Penegasan batas waktu pengajuan klaim. 8). Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran dengan terlebih

dahulu menyita dan menjual benda-benda siberutang untuk melunasi hutangnya sesuai dengan pasal 1831 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, atau pernyataan bahwa penjamin (bank) melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda siberutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutang- hutangnya sesuai dengan Pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Jenis-jenis bank garansi

Sebagaimana disebutkan dalam Ketentuan Bank Indonesia bahwa bank garansi adalah : Garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima garansi apabila yang dijamin cidera janji (wanprestasi).

Dalam hal ini hanya akan menguraikan 4 (empat) jenis bank garansi yang diterbitkan oleh bank dalam bentuk warkat yang diberikan kepada nasabahnya adalah sebagai berikut : 1). Bank garansi untuk jaminan tender dalam negeri (tender bid bond)

Yaitu bank garansi yang diterbitkan oleh bank bagi nasabahnya agar dapat mengikuti tender/penawaran atas suatu proyek. Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila yang terjamin (nasabah bank) tidak menerima penunjukan untuk melaksanakan proyek padahal ia telah dinyatakan sebagai pemenangnya oleh bouwheer atau pemberi proyek.

2). Bank garansi untuk jaminan pelaksanaan (performance bond) Yaitu bank garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin kepastian (mutu dan ketepatan) pengerjaan suatu proyek atau untuk menjamin performance salah satu pihak dalam suatu transaksi. Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila pihak dijamin (nasabah bank) tidak melakukan pekerjaannya sesuai dengan waktu dan kualitas atau mutu kerja yang diperjanjikan atau mengalami keterlambatan dalam penyelesaiannya.

3). Bank garansi untuk jaminan penerima uang muka (payment bond). Yaitu bank garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pembayaran terlebih dahulu telah diterima oleh pemohon bank garansi dari pemilik proyek (bouwheer) atau pemberi order, baik dalam bentuk uang muka, pembayaran termin, maupun keseluruhan nilai proyek. Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila terjamin (nasabah bank) tidak melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan atau mengerjakan proyek yang telah diberikannya, padahal ia telah menerima pembayaran dimuka atas proyek tersebut dari bouwheer atau pemberi kerja (proyek).

4). Bank garansi pemeliharaan (Retention bond).

Yaitu bank garansi yang diberikan kepada pemilik proyek (bouwheer) untuk kepentingan kontraktor guna menjamin pemeliharaan atas proyek yang telah diselesaikan oleh kontraktor tersebut. 59

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam bank garansi: (a) Waktu berlaku dan berakhirnya perjanjian pokok; (b) Waktu berlaku dan berakhirnya bank garansi; (c) Waktu terjadinya cidra janji yang secara sah masih dapat ditanggung oleh bank

garansi; (d) Waktu selambat-lambatnya untuk pengajuan klaim oleh tertanggung. 60 Namun

demikian pihak penerima bank garansi dan pihak terjamin juga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Bagi penerima bank garansi. (1) Pastikan keaslian dan keabsahan bank garansi dengan cara menghubungi bank

penerbit. (2) Periksa masa berlaku bank garansi sesuai dengan jangka waktu proyek anda. (3) Periksa dan pahami syarat-syarat klaim untuk memudahkan anda melakukan

klaim apabila diperlukan. Bagi pihak yang dijamin bank garansi. (1) Perhatikan biaya-biaya yang harus dibayar dalam rangka penerbitan bank

garansi.

59 .Suwito, bidang pengawasan Bank Indonesia, Cabang Medan, Wawancara, tgl.25 Maret 2011. 60 http:// edratna-wordpress.com. Diakses tanggal 29 Mei 2011, jam 7.05 WIB .

(2) Laksanakan kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan dengan pihak

penerima jaminan sehingga tidak terjadi klaim atas bank garansi yang diterbitkan.

(3) Proses penerbitan bank garansi sama halnya dengan proses pemberian kredit,

sehingga perlu menjelaskan usahanya terbuka kepada bank. 61

3. Larangan dan pembatasan dalam pemberian bank garansi

a. Larangan dalam pemberian garansi bank Dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat serta bank-bank dalam melaksanakan asas-asas perbankan yang sehat, maka ditetapkan bahwa garansi bank tidak boleh memuat hal-hal sebagai berikut : 1). Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya garansi bank

baru berlaku setelah pihak yang dijamin menyetor sejumlah uang. 2). Ketentuan garansi bank dapat diubah/dibatalkan secara sepihak, misalnya bank atau pihak yang dijamin. 3). Kata-kata yang dapat diartikan perubahan tanggal berakhirnya bank garansi.

b. Batasan dalam pemberian bank garansi Bank hanya diperkenankan memberikan bank garansi sesuai dengan kemampuan keuangannya, yang mana dalam pemberian bank garansi menurut ketentuan Bank Indonesia menentukan bahwa pembatasan pemberian bank garansi adalah :

61 http://www.bi.go.id. Diakses tanggal 15 Juni 2011, Jam 5.05 WIB.

1). Khusus untuk pemberian garansi dalam rangka penerimaan kredit dari luar negeri hanya diperbolehkan dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan pemberian garansi dimaksud tidak melebihi 20% dari modal,

2). Dalam pengertian jumlah keseluruhan tersebut termasuk pula garansi yang dikeluarkan oleh kantor-kantor bank di luar negeri.

c. Permintaan bank garansi atas permintaan bukan penduduk hanya diperkenankan apabila disertai dengan :

(1) Kontra garansi yang cukup dari bank diluar negeri yang bonafide, dalam pengertian bahwa bank tersebut tidak termasuk cabang dari bank yang bersangkutan di luar negeri.

(2) Setoran sebesar 100% (seratus persen) dari nilai bank garansi yang diberikan. 62 (3) Pemberian bank garansi dikenakan ketentuan tentang batas pemberian

maksimum kredit (BMPK) dan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM). BMPK yang ditetapkan saat ini adalah : (a) 1 (satu) peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi 20% (seratus

persen) dari Modal bank. (b) 1 (satu) kelompok peminjam ditetapkan 25% dari modal bank. 63

62 R.I.,SE.B.I,No.23/5/UKU,tgl.28-02-1991,”Tentang Pemberian Bank Garansi”, hlm.10-11. 63 R.I.SE.B.I.No.7/14/DPNP,tgl.18-04-2005, ”Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit

Bank Umum.hlm.14.

Pelanggaran atas ketentuan tersebut diatas dikenakan sanksi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank, dan juga diberikan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar 3% sebulan dari nilai nominal pelanggaran. 64

B. Pemberian bank garansi dalam praktek perbankan dihubungkan dengan perjanjian kredit.

Bank garansi diberikan oleh bank dilakukan dengan asas-asas perbankan yang sehat dengan mengacu kepada prinsip kehati-hatian bank yang dikenal dengan prudential banking , dalam arti bank tidak boleh melakukan bisnis yang mengandung unsur spekulatifnya tinggi. pemberian bank garansi prakteknya perlakuannya sama dengan pemberian kredit, akan tetapi bentuk kreditnya yang wujudnya bergantung pada suatu keadaan tertentu diwaktu yang akan datang sehubungan dengan itu untuk lebih jelasnya akan diuraikan dibawah ini :

1. Subjek hukum dalam pemberian bank garansi

Pada dasarnya subjek hukum terdiri dari manusia (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtspersoon), namun dalam pemberian bank garansi pada prakteknya subjek hukum yaitu :

a. Perorangan dan perusahaan perorangan.

b. Badan usaha dan badan hukum. Untuk badan usaha ini terbagi 2 yaitu:

1) Badan usaha yang tidak berbadan hukum;

64 R.I.SK.BI,nomor:23/72/KEP/DIR,tgl.28-02-1991.”Tentang Pemberian Bank Garansi” Pasal 9 Ayat 2.

2) Badan usaha yang berbadan hukum Selanjutnya untuk itu terhadap pemilikan perusahaan dikelompokkan menjadi : 1). Perusahaan swasta yang dimiliki oleh pengusaha swasta; 2). Perusahaan Negara yang dimiliki oleh Negara atau badan usaha milik Negara

(BUMN). Menurut Soenawar Soekowati Bahwa subjek hukum adalah manusia yang berkepribadian hukum (legal personality) dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan

masyarakat oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. 65 Selanjutnya mengenai badan hukum R.Subekti mengatakan bahwa badan

hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri,dapat

digugat atau menggugat didepan hakim. 66 Untuk itu pihak bank dalam menganalisis, dalam rangka pemberian bank

garansi. Tentunya analisis yuridisnya akan berbeda antara calon debitor perorangan dengan badan hukum yaitu sebagai berikut :

a. Perorangan Untuk calon pemohon bank garansi perorangan menurut hukum ada beberapa golongan orang yang dinyatakan tidak cakap bertindak dalam perbuatan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

65 Chaidir Ali,1991, Badan Hukum, Alumni Bandung,hlm. 7. 66 Ibid, hlm.19.

1). Orang yang masih dibawah umur Membicarakan masalah orang yang masih dibawah umur masih beraneka ragam, karena belum adanya keseragaman batasan umur antara undang-undang yang satu dengan Undang-Undang lainnya, hal ini terlihat bahwa Undang-Undang Nomor.30 tahun 2004 tetang Jabatan Notaris dalam Pasal 39 menyebutkan bahwa

dewasa berumur 18 tahun, Undang-Undang No.12 tahun 2006, tentang kewarganegaraan, Pasal 9 huruf a menyebutkan bahwa dewasa berumur 18 tahun. 67

Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak disebutkan dalam pasal 1 angka 1 bahwa dewasa berumur 18 tahun. 68 Undang-

undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, Pasal 50 menyatakan bahwa dewasa berumur 18 tahun. 69 Sedangkan dalam prakteknya untuk dilakukannya pengikatan

jaminan Badan Pertanahan Nasional tetap berpendirian bahwa dewasa berumur 21 tahun atau telah menikah sebelum berumur 21 tahun. 70 Yurisprodensi Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor. 477/K/Pdt. Tanggal 13 okotober 1976, menyatakan bahwa dewasa berumur 18 tahun. 71

67 RI. Undang-undang No.12 tahun 2006, pasal 9 huruf a, tentang kewarga negaraan.

68 Hadi Setia Tunggal,2009.Undang-Undang Perlindungan Anak, Jakarta, Harvarindo, hlm.5. 69 MR.Martiman Projohamidjojo, 2007, Hukum Perkawinan Indonesia,Jakarta,Indonesia legal center publishing, hlm.85.

70 Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung, PT.Citra Aditua Bakti, hlm.369.

71 Winanto Wiryomartani, Kajian Hukum Dalam Praktek, (Batam : Pembekalan Dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia), 2-3 Juli 2010, hlm.9.

Sehingga pihak bank dalam menganalisis seorang itu dinyatakan cakap bertindak dalam hukum menjadi rancu dan muncul pertanyaan undang-undang yang mana diberlakukan untuk menyatakan orang itu dinyatakan dewasa. 2). Orang yang tidak sehat pikirannya/gila

Dalam hal ini adalah orang yang dibawah pengampuan yang diatur dalam Pasal 433 sampai dengan Pasal 462 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehubungan dengan itu pihak bank dalam memberikan fasilitas kredit atau pemberian bank garansi dilakukan analisis secermat mungkin, konsekwensinya apabila pihak bank terlanjur telah melakukan perjanjian, maka perjanjian tersebut dianggap tidak sah. Oleh karena itu ketelitian dan kecermatan dalam menganalisis pihak bank diperlukan kejelian agar dapat meminimalkan kerugian bagi pihak bank. Selain itu juga dalam mengalisis data-data pendukung lainnya tentunya pihak bank tetap memperhatikan hal yang tersebut dibawah ini.

a. Seorang laki-laki belum berumur 21 tahun (Pasal 330) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun apabila orang tersebut telah menikah, maka menurut hukum orang tersebut dianggap cakap bertindak untuk melakukan perbuatan hukum, untuk itu dalam melakukan perbuatan hukum perjanjian pemberian bank garansi maka persetujuan istri mutlak diperlukan karena harta yang diperoleh selama masa perkawinan adalah merupakan harta bersama (gemeenschap).

b. Bahwa apabila seorang istri akan melakukan perbuatan hukum untuk melakukan perjanjian pemberian bank garansi, maka diperlukan persetujuan suami.

c. Seorang yang belum dewasa tidak boleh bertindak sendiri melainkan senantiasa harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya untuk melakukan perbuatan hukum hal ini diatur dalam Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

d. Dalam praktek perbankan setiap pemberian kredit/pemberian bank garansi dalam penandatanganan perjanjiannya baik perjanjian yang disediakan oleh bank maupun dihadapan notaris suami/istri harus hadir bersama-sama atau apabila diantara mereka tidak dapat hadir memberikan kuasa/persetujuan, karena dianggap untuk keperluan bersama (gemeenschaps schuld).

Kemudian apabila yang akan menjadi debitor adalah perorangan, maka pihak bank melakukan penelitian yang berkaitan dengan identitas tentang keabsahannya dan keasliannya berikut segala sesuatu kelengkapan yuridisnya yaitu : 1). Kartu identitas (KTP) dan kartu keluarga

Bertujuan bank akan lebih mudah untuk mengetahui alamat terakhir calon debitor dan menetapkan domisisli hukum, dan tidak akan terjadi kesalahan untuk dilakukannya pengikatan kredit/pemberian bank garansi dan dapat melihat tandatangannya sesuai kartu identitas debitor.

2). Akta nikah Bertujuan untuk mengetahui kebenarannya apakah calon debitor adalah sebagai pasangan suami istri yang diikat perkawinan yang sah menurut hukum perkawinan.

3). Surat persetujuan suami/istri

Apabila diantara salah satu suami atau istri berhalangan tidak dapat hadir untuk menandatangani perjanjian kredit /pemberian bank garansi, maka dapat memberikan pertujuan secara tertulis secara dibawah tangan dengan dilegalisasi oleh dan atau dihadapan notaris dan atau secara akta otentik.

b. Perusahaan perorangan Berbicara mengenai peraturan perusahaan perorangan hingga saat ini belum ada peraturan secara resmi, akan tetapi dengan perkembangan masyarakat secara umum telah menerima usaha dagang adalah merupakan perusahaan perorangan, yang mana dalam mendirikan perusahaan tersebut, pengusaha tersebut datang kekantor notaris untuk membuat akta pendiriannya dengan akta otentik.

c. Perusahaan yang bukan berbadan hukum Bentuk perusahaan firma diatur dalam buku kesatu, titel ketiga, bagian kedua Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang diatur dalam Pasal 16-35 dan berlaku juga ketentuan yang diatur dalam Pasal 1618-1652 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hal ini ditegaskan dalam Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang berbunyi :

Bahwa persekutuan-persekutuan yang disebut didalam titel ini diatur oleh perjanjian-perjanjian antara pihak-pihak oleh kitab undang-undang ini dan oleh

hukum perdata. 72 Dalam pendirian perusahaan firma diharuskan dengan akta notaris sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum

72 M.Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas,Jakarta, Sinar Grafika,hlm.8

Dagang. Selain itu perusahaan yang bukan berbadan hukum adalah persekutuan komanditer dalam perkembangan masyarakat secara umum dikenal dengan CV (Commanditair Vennootschap) sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang berbunyi : Bahwa persekutuan dengan jalan meminjam uang atau disebut juga persekutuan komanditer , diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan seorang atau lebih sebagai

peminjam uang. 73

d. Perusahaan yang berbadan hukum Pendirian perseroan terbatas dimulai dari para pihak untuk mendirikan perseroan terbatas dengan akta yang dibuat dihadapan notaris, kemudian mengajukan permohonan untuk pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan pendaftaran serta pengumuman dalam berita Negara / tambahan berita negara Republik Indonesia, untuk pengesahan perseroan diatur dalam Pasal 9 ayat 1 UUPT, sedangkan pendaftaran perseroan diatur dalam Pasal 29 UUPT dan pengumuman perseroan dalam tambahan berita negara diatur dalam Pasal 30 UUPT, kesemuanya ini merupakan kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia. 74

73 Ibid. hlm.17. 74 Habib Adjie, 2008, Status Badan Hukum, Prinsip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial

Perseroan Terbatas,Bandung, Mandar Maju, hlm.21.

Dalam menjalankan perusahaan para pengurus membutuhkan jasa perbankan yang bertujuan agar perusahaannya dapat berkembang sesuai yang diharapkan, dalam hal ini perusahaan mendapat proyek untuk melaksanakan pekerjaan yang mana persyaratan dari pemilik proyek (bouwheer) mensyaratkan menyerahkan bank garansi untuk menjamin kepastian pembayaran kepada bouwheer apabila perusahaan wanprestasi, untuk itu bank memberikan bank garansi apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh bank, untuk menjamin pembayaran kepada bank, sebagai jaminan perseroan kepada bank tersebut adalah harta kekayaan perseroan yang mana segala harta kekayaan yang dimiliki perseroan akan menjadi jaminan utang-utang perseroan, hal ini merupakan inti dari prinsip perlindungan untuk kepentingan kreditor/bank.

Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat 2 huruf d UUPT. Menurut M.Yahya Harahap. 75

Klasifikasi perseroan ada 3 yaitu : 1). Perseroan tertutup

Pada perseroan tertutup mempunyai ciri khusus, antara lain :

a. Pemegang sahamnya terbatas dan tertutup hanya pada orang-orang yang masih kenal dan diantara mereka masih ada ikatan keluarga dan tertutup untuk orang luar.

b. Sahamnya jumlahnya sedikit yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan sudah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham.

c. Sahamnya juga atas nama orang-orang tertentu secara terbatas. 2). Perseroan publik Pasal 1 angka 8 UUPT 2007 menyebutkan : Bahwa perseroan publik adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.

75 M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Loc. Cit, hlm.38-39.

Dalam Undang-Undang No.8 tahun 1995 tentang pasar modal Pasal 1 angka

22 perseroan publik harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Saham perseroan yang bersangkutan, telah memiliki sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) pemegang saham,

b) Memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp.3000.000.000,-(tiga miliar rupiah),

c) Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. 3). Perseroan terbuka (Perseroan Tbk) Perseroan terbuka sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, yang berbunyi :

Bahwa perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.

Jadi yang dimaksud dengan perseroan Tbk menurut Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, adalah :

a) Perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 undang- undang no.8 tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurang- kurangnya Rp.3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).

b) Perseroan yang melakukan penawaran umum saham dibursa efek. Namun demikian terhadap subjek hukum yang berbadan hukum dalam hal ini adalah perseroan terbatas, penerapan dalam praktek masih mengandung polemik dalam pengikatan pemberian kredit/pemberian bank garansi, karena walaupun dalam Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas berlaku tanggal 16 agustus 2007, dalam praktek masih terdapat anggaran dasar Perseroan Terbatas yang sudah disesuaikan dengan Undang-Undang No.40 tahun 2007 memuat ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang tersebut, sebagai contoh tentang b) Perseroan yang melakukan penawaran umum saham dibursa efek. Namun demikian terhadap subjek hukum yang berbadan hukum dalam hal ini adalah perseroan terbatas, penerapan dalam praktek masih mengandung polemik dalam pengikatan pemberian kredit/pemberian bank garansi, karena walaupun dalam Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas berlaku tanggal 16 agustus 2007, dalam praktek masih terdapat anggaran dasar Perseroan Terbatas yang sudah disesuaikan dengan Undang-Undang No.40 tahun 2007 memuat ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang tersebut, sebagai contoh tentang

Sedangkan Pasal 108 ayat 4 Undang-Undang No.40 tahun 2007 menyebutkan : “Bahwa anggota dewan komisaris merupakan majelis dan setiap anggota dewan

komisaris tidak bisa bertindak sendiri-sendiri malainkan berdasarkan putusan dewan komisaris. Oleh karenanya Notaris yang membuat perjanjian kredit tersebut tetap harus meminta persetujuan tertulis terlebih dahulu dari seluruh anggota dewan komisaris dan tidak cukup bila persetujuan diberikan oleh hanya

seorang komisaris, seperti ditetapkan dalam anggaran dasar tersebut.” 76

2. Perjanjian kredit/ pemberian bank garansi

a. Perjanjian pada umumnya Suatu perjanjian atau persetujuan dalam kitab undang-undang hukum perdata yaitu suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata), selanjutnya dalam hal ini J.Satrio mengatakan bahwa suatu perjanjian harus ada dua pihak yang saling berhadap hadapan dan sama-sama

melakukan tindakan hukum 77 oleh karena itu kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian, kehendak

itu yang dituangkan dalam perjanjian mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya. 78 Suatu perjanjian dalam praktek kenotariatan, penandatanganan akta

dapat dilakukan oleh seorang penghadap, keadaan demikian belum tentu bahwa

76 Imas Fatimah, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Praktek Berkenaan Dengan Perjanjian Kredit, (Batam), 3 Juli 2010, hlm. 2.

77 J.Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti,hlm.11.

78 Suharnoko, 2009, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Jakarta, Kencana. hlm.3-4.

perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur “dua orang (pihak) atau lebih” perjanjian tetap terjadi walau yang bertindak hanya seorang diri, yakni dalam hal seorang (penghadap) yang selain bertindak untuk dirinya sendiri, juga bertindak dalam

kedudukan pihak lain misalnya, mewakili berdasarkan kuasa. 79

b. Syarat sahnya perjanjian Dalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan : Untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) Suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal; Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan kedalam :

a) Dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif).

b) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif). Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian.

79 Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya dibidang Kenotariatan, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti. hlm.6.

Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari suatu hal tertentu/pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan, dan suatu sebab yang halal yang disepakati untuk dilaksanakan sesuatu yang tidak dilarang menurut hukum. Untuk itu apabila tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut adalah dapat dibatalkan jika tidak dipenuhinya unsur subjektif dan batal demi hukum jika tidak

terpenuhinya unsur objektif. 80

c. Asas-asas dalam perjanjian

1) Asas konsensualitas Asas konsensualitas dapat ditemukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pada syarat pertama, sepakat mereka mengikatkan dirinya. Dengan asas ini suatu perjanjian pada dasarnya sudah ada sejak tercapainya kata sepakat diantara para pihak dalam perjanjian tersebut.

2) Asas kebebasan berkontrak Yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak adalah adanya kebebasan seluas- luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk membuat perjanjian yang dihendaki oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

80 Kartini Muljadi et al.,2003, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta,PT.Raja Grafindo Persada.hlm.94.

Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung suatu asas kebebasan berkontrak dalam membuat perjanjian atau menganut sistem terbuka, hal ini terlihat bahwa dalam pasal tersebut menekankan perkataan “semua” maka seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat tentang diperbolehkannya membuat suatu perjanjian apa saja asalkan dibuat secara sah dan perjanjian itu akan mengikat bagi mereka yang membuatnya.

3) Asas pacta sunt sevanda Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum, asas ini berhubungan dengan akibat hukum perjanjian, asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”

4) Asas iktikad baik (goede trouw) Asas ini disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” asas itikad baik merupakan asas para pihak, yaitu pihak kreditor dan debitor harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik

para pihak. 81

5) Asas kepribadian (Personalitas)

81 Salim H.S, 2010, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm.11.

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : “Perjanjian hanya berlaku antara pihak pihak yang membuatnya” Dalam hal ini berarti perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya, namun jika dilihat dalam Pasal 1317 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata berbunyi bahwa dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, berarti pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, untuk itu dalam Pasal 1318 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur ruang lingkupnya lebih luas lagi untuk kepentingan :

a) Diri sendiri

b) Ahli warisnya

c) Orang-orang yang memperoleh hak daripadanya Dalam setiap kontrak yang dibuat para pihak, pasti dicantumkan identitas dari subjek hukum, yang meliputi nama, umur, tempat domisili, dan kewarganegaraan. Kewarganegaraan berhubungan erat dengan apakah yang bersangkutan dapat c) Orang-orang yang memperoleh hak daripadanya Dalam setiap kontrak yang dibuat para pihak, pasti dicantumkan identitas dari subjek hukum, yang meliputi nama, umur, tempat domisili, dan kewarganegaraan. Kewarganegaraan berhubungan erat dengan apakah yang bersangkutan dapat

Dalam pemberian fasilitas kredit dan atau bank garansi kepada nasabahnya, pertama-tama dimulai dengan permohonan oleh nasabah yang bersangkutan, jika bank menganggap bahwa permohonan tersebut layak untuk diberikan atau terlaksananya pemberian kredit/bank garansi tersebut, terlebih dahulu haruslah diadakan persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian kredit/bank garansi.

Salah satu dasar yang cukup jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah bunyi Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain, dengan demikian maksud pembentuk undang-undang untuk mengharuskan hubungan kredit dibuat perjanjian tertulis, namun untuk lebih jelasnya ketentuan undang-undang tersebut harus dikaitkan dengan Instruksi Presidium Kabinet No.15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.10/EK/IN/2/1967 tanggal

6 Februari 1967, yang menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan/membuat akad perjanjian kredit. 82

Sehubungan dengan itu yang paling penting diadakannya perjanjian kredit adalah filosofi dari keharusan adanya perjanjian kredit atas setiap pemberian kredit/bank garansi kepada nasabahnya. Selanjutnya untuk pemberian bank garansi,

82 Sutan Remy Sjahdeini,1993, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, hlm.180-181.

perjanjian bank garansi adalah merupakan hal yang sangat penting karena apabila bank garansi tersebut diterbitkan oleh bank kemudian dilakukan klaim oleh pihak penerima bank garansi/pihak ketiga (bouwheer), maka bank garansi tersebut akan otomatis berubah menjadi pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada nasabahnya. Untuk melengkapi pembahasan ini, berikut akan disampaikan :

a. Jenis-jenis perjanjian kredit/bank garansi;

b. Komposisi perjanjian kredit/pemberian bank garansi;

c. Isi perjanjian kredit/pemberian bank garansi; Ad.a. Jenis-jenis perjanjian kredit/bank garansi Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit/pemberian bank garansi yaitu :