Talempong Batu Di Nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat: Analisis Fungsi Musik Dan Pola Ritem

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Talempong Batu adalah instrumen idiofon yang berasal dari bongkahanbongkahan batu yang terdapat di sekitar Nagari Talang Anau, Sumatera Barat.
Talempong Batu ini tidak sama dengan Talempong pada umumnya yang terbuat dari
kuningan dan berbentuk gong kecil. Masyarakat sekitar menyebutnya “Talempong
Batu” atau “Batu Talempong,” karena batu-batu besar tersebut jika di pukul akan
mengeluarkan bunyi yang nyaring seperti Talempong kuningan pada umumnya yang
ada di Minangkabau. Talempong ini memiliki bentuk tidak beraturan seperti halnya
sebuah batu alam atau batu gunung.
Menurut penjelasan Bapak Ril Afrizal, Talempong Batu ini ada sekitar tahun
1200-an yang ditemukan oleh Syamsudin di depan rumahnya setelah beliau
bermimpi.1 Masyarakat di Nagari Talang Anau sangat menjaga keutuhan Talempong
Batu, dan sangat menghormati Syamsudin yang telah menemukan batu tersebut.
Maka dari itu, sebelum memainkan batu tersebut masyarakat selalu membakar
kemenyan terlebih dahulu. Membakar kemenyan adalah kebiasaan yang selalu
dilakukan pemain Talempong Batu sebelum memainkannya, ini adalah kepercayaan
lokal yang ada di Nagari Talang Anau. Kepercayaan lokal tersebut diyakini bahwa
tata cara pembakaran kemenyan apabila tidak dilakukan, niscaya bongkahan batu ini
tidak akan menimbulkan bunyi yang nyaring seperti Talempong pada umumnya,

tetapi akan tetap berbunyi layaknya seperti batu biasa yang dipukul. Namun pada

1

Informasi ini didapat dari hasil wawancara dengan pengelola dan pemain Talempong Batu di nagari
Talang Anau, yaitu Bapak Ril Afrizal pada tanggal 11 Agustus 2015 pukul 11.30 WIB. Dan dari
http://budparpora.limapuluhkota.go.id/post/view/keo1coj18wb74mqjkb3e/talempong-batu-talanganau

1
Universitas Sumatera Utara

kenyataannya, Talempong Batu akan tetap berbunyi nyaring walaupun tidak dibakar
kemenyan. Ini dibuktikan dengan cara tidak sengaja oleh pengelola Talempong Batu
jika ia ingin meletakkan batu pemukul di atas Talempong Batu, batu itu tetap
berbunyi. Jadi, membakar kemenyan adalah sebagai kebiasaan agar dapat
mempertahankan kesakralan dan eksistensi Talempong Batu, dan juga sebagai
hiburan bagi orang luar yang ingin melihat Talempong Batu. Setelah membakar
kemenyan, tidak ada lagi doa atau ritual khusus untuk memainkan Talempong Batu.
Talempong Batu memiliki fungsi penting bagi masyarakat di Nagari Talang
Anau, kemudian Talempong Batu adalah juga sebagai simbol bagi masyarakat di

Nagari tersebut. Hingga sampai saat ini masyarakat percaya jika ada getaran yang
berasal dari Talempong Batu, dan getaran itu terasa sampai ke rumah-rumah
masyarakat sekitar Nagari Talang Anau, maka dipercayai itu adalah pertanda akan
ada terjadinya bencana alam. Sampai saat ini, semua yang berhubungan dengan
Talempong Batu itu adalah mistik. Mistik yang dimaksudkan disini ialah hal-hal di
luar dari logika manusia yang terjadi pada Talempong Batu. Seperti kenyataan yang
pernah dialami masyarkat setempat dan beberapa karyawan dari Dinas kebudayaan
Sumatera Barat, yaitu mereka berniat ingin memindahkan batu tersebut ke museum
yang berada di Padang. Setelah dicoba untuk diangkat untuk dibawa ke museum,
batu-batu tersebut sama sekali tidak bisa digerakkan dan diangkat, padahal biasanya
batu tersebut bisa di geser atau di tukar posisinya.2 Walaupun kemistikan yang terjadi
pada Talempong Batu hanya terjadi sesekali saja, masyarakat Talang Anau tetap
memiliki kepercayaan tentang kemistikan pada Talempong Batu, walaupun sudah
diluruskan untuk tidak percaya sebagai yang di sembah dan sebagai tempat meminta.

2

Informasi ini didapat dari pengelola Talempong Batu, Bapak Ril Afrizal.

2

Universitas Sumatera Utara

Pada masyarakat Nagari Talang Anau, Talempong Batu ini juga digunakan
untuk ritual Bayan Kaulan (memenuhi nazar). Ritual Bayan Kaulan adalah ritual
yang diyakini masyarakat Talang Anau sebagai pemenuh nazar, dengan melalui
proses membawa tiga butir telur itik yang menjadi syaratnya. Kemudian Talempong
Batu dimainkan dan telur itik tersebut diretakkan sedikit di Talempong Batu, lalu
dibawa pulang untuk di masak. Ritual ini dipercaya masyarakat Nagari Talang Anau
sampai sekarang, dan penting bagi masyarakat setempat karena ritual ini sudah
menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan masyarakat Talang Anau dari turuntemurun.
Batu Talempong ini hanya berjumlah 6 buah, biasanya dimainkan oleh 3-5
orang pemain. Talempong Batu memiliki nada yang sama dengan Talempong Pacik
yang biasa digunakan untuk iring-iringan orang Minangkabau baralek (pesta).
Talempong Batu ini disusun berjajar di atas dua potongan bambu sebagai
sanggahannya yang diletakkan di atas tanah yang sudah terlebih dahulu dibuat
lubang sebagai kotak resonatornya. Bongkahan batu yang berada di Talang Anau ini
telah disusun sesuai dengan tangga nada yang dikeluarkan oleh masing-masing batu
tersebut sehingga bisa dimainkan mengikuti irama lagu tradisional Minangkabau.
Talempong Batu ini dapat ditukar/digeser posisinya sesuai dengan keinginan dan
kenyamanan pemain. Instrumen ini hanya memainkan lagu-lagu yang biasa

dimainkan pada Talempong Pacik (yang cara memainkannya dipegang dengan salah
satu tangan dan tangan lain memukulnya dengan satu stik kayu). Masyarakat Talang
Anau biasanya sering memainkan 3 lagu Talempong Pacik yaitu, 1. Basilah Baju, 2.
Siamang Tagagau, dan 3. Cak Tuntun Tigo Kali. Walaupun banyak lagu Talempong
Pacik yang lain, tetapi masyarakat lebih sering memainkan tiga lagu tersebut.
Talempong Batu hanya memainkan 3 lagu saja, karena itu sudah menjadi kebiasaan
3
Universitas Sumatera Utara

dari turun-temurun yang memainkannya. Jadi, dari dahulu hingga sekarang
Talempong Batu memainkan 3 lagu saja. Aslinya Talempong Batu tidak dimainkan
dengan iringan gendang seperti Talempong pacik.
Talempong Batu ini sangat berbeda dengan Talempong Duduak atau
Talempong Set (Rea), itu terlihat dari bentuk, fungsi dan penggunaan, jumlah
Talempong dan reportoar lagunya. Di Nagari Talang Anau memiliki 8 pemain
Talempong Batu, salah satunya adalah narasumber penulis yaitu Bapak Ril Afrizal.
Penulis sudah mencoba memainkan Talempong Batu tersebut, dan hasilnya batu-batu
itu benar-benar berbunyi nyaring dengan kualitas suaranya yang khas secara akustik.
Menurut penelitian ilmiahnya, Talempong Batu itu mengandung unsur logam yang
sangat banyak, sehingga jika dipukul batu tersebut akan berbunyi nyaring.

Dari latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis akan
membahas fungsi musik sampai struktur pola ritemya untuk mengetahui bagaimana
struktur permainan Talempong batu di Nagari Talang Anau. Pola ritem diangkat
menjadi pembahasan karena Talempong Batu bersifat ritmis bukan melodis. Untuk
menganalisis pola ritem Talempong Batu, penulis akan menggunakan metode
Willian P.Malm bahwa ada 3 langkah dala mengamati suatu pertunjukkan seni, salah
satunya yaitu : “Menganalisis waktu, termasuk didalamnya meter, pulsa dasar, dan
unit-unit pembentuk birama”, dan menggunakan teori George Thaddeus Jones dalam
bukunya Music Theory : yang menjadi fokus dalam membahas ritem adalah durasi
dari suatu nada.
Untuk mengkaji fungsi Talempong Batu ini akan dianalisis menggunakan
teori use and function yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam dalam bukunya The
Anthropology of Music, bahwa ada 10 fungsi musik. Tetapi dalam tulisan ini penulis

4
Universitas Sumatera Utara

hanya menggunakan 5 fungsi saja yaitu, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi
pengesahan


lembaga

sosial,

fungsi

pengintegrasian

masyarakat,

fungsi

kesinambungan budaya.
Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai Talempong Batu yang
berada di Nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota,
Sumatera Barat. Serta bermaksud untuk mengangkat topik ini menjadi satu tulisan
ilmiah yaitu skripsi sarjana untuk memenuhi syarat kelulusan dari Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dengan
demikian penulis memberi judul penelitian ini: Talempong Batu Di Nagari Talang
Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera

Barat : Analisis Fungsi Musik Dan Pola Ritem.

1.2 Pokok Permasalahan
Dari latar belakang yang dikemukakan penulis diatas, beberapa masalah yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan pembahasan masalah
pada:
1. Bagaimana fungsi dan penggunaan Talempong Batu di Nagari Talang Anau,
Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat?
2. Bagaimana struktur pola ritem permainan Talempong Batu pada masyarakat
di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota,
Sumatera Barat?

5
Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui fungsi dan penggunaan Talempong Batu di Nagari Talang
Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

2. Untuk mengetahui bagaimana struktur pola ritem permainan Talempong
Batu pada masyarakat di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab.
Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ataupun memberikan
informasi bagi masyarakat secara umum tentang Talempong Batu di Nagari
Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera barat.
2. Secara keilmuan, penelitian ini akan menyumbangkan data-data yang dapat
digunakan dalam rangka mengembangkan metode teori terhadap ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan kebudayaan dan musikologi termasuk di Program
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Penelitian ini juga akan memberikan dokumentasi dan data tambahan untuk
masyarakat umum dan Program studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara khususnya, tentang Talempong Batu di Nagari
Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
4. Untuk mengetahui fungsi dan penggunaan Talempong Batu di Nagari Talang
Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
5. Menemukan struktur pola ritem pada permainan Talempong batu di Desa
Talang anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

6
Universitas Sumatera Utara

1.5 Konsep dan Teori
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan konsep dan teori sebagai acuan untuk
memperkuat hasil penelitian dan pengumpulan data dalam skripsi ini, berikut adalah
konsep dan teori yang akan digunakan:
1.5.1 Konsep
Talempong ialah alat musik idiofon khas Minangkabau yang berbunyi
nyaring, dan terdapat tiga jenis Talempong yaitu Talempong Duduak, Talempong
Pacik dan Talempong Batu. Istilah Talempong dBatu adalah benda padat yang tebuat
secara alami dari mineral dan atau mineraloid.
Talempong Batu ialah susunan 6 buah bongkahan batu yang berbunyi nyaring
yang terdapat di Nagari Talang Anau, Sumatera Barat. Talempong ini berfungsi
sangat sakral bagi masyarakat Talang Anau, bisa menjadi simbol ataupun
pengesahan terhadap sesuatu di dalam sebuah upacara adat dalam pertunjukannya.
Talempong Batu yang dimaksud adalah Talempong Batu yang berada di Nagari
Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Musik menurut KBBI Pustaka Amani ialah nada atau suara yang disusun
demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan; Analisis ialah

penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya;
Pola ialah bentuk atau model yang biasa dipakai untuk membuat atau menghasilkan
sesuatu; dan Ritem adalah tempo atau ketukan pada sebuah lagu. Pola ritem adalah
bentuk atau model tempo yang dibuat pada sebuah lagu untuk menghasilkan sesuatu
komposisi musik yang indah.

7
Universitas Sumatera Utara

Fungsi yang dimaksudkan penulis adalah bagaimana Talempong Batu
disajikan dan untuk apa Talempong Batu itu dimainkan pada masyarakat Talang
Anau, Sumatera Barat, dan bagaimana struktur pola ritem permaianan Talempong
Batu.
Jadi analisis fungsi musik dan pola ritem yang dimaksudkan disini ialah
mengapa musik disajikan dan dalam situasi bagaimana Talempong Batu disajikan
dengan struktur pola ritem permainan Talempong Batu di Talang Anau.
1.5.2 Teori
Teori menurut KBBI Pustaka Amani ialah pendapat yang didasarkan pada
penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Untuk membahas
konteks dalam situasi apa musik itu digunakan dan mengapa musik di gunakan, maka

penulis menggunakan teori use and function yang dikemukakan oleh Allan
P.Merriam (1964) didalam bukunya The Anthropology of Music. Merriam
menegaskan bahwa penggunaan dan fungsi musik sangatlah penting dalam
mengamati suatu pertunjukkan musik, baik dalam konteks hiburan maupun
adat/ritual. Maka dari itu Merriam mengemukakan bahwa ada 10 fungsi musik yaitu:
(1). Fungsi pengungkapan emosional; (2). Fungsi penghayatan; (3). Fungsi hiburan;
(4). Fungsi komunikasi; (5). Fungsi perlambangan; (6). Fungsi reaksi jasmani; (7).
Fungsi yangberkaitan dengan norma-norma social; (8). Fungsi pengesahan lembaga
sosial dan upacara agama; (9). Fungsi kesinambungan budaya; (10). Fungsi
pengintegrasian masyarakat.
Penulis juga menggunakan teori dari Jeff Titon dalam bukunya Introduction
to The World of Music untuk memperkuat teori-teori diatas, yaitu ada empat hal yang
harus diperhatikan dalam melihat suatu gaya musik : (1). Elemen nada yang meliputi
8
Universitas Sumatera Utara

tangga nada, modus, harmoni dan sistem laras; (2). Elemen waktu yang meliputi
ritme dan birama; (3). Elemen suara meliputi warna suara dan bunyi dari instrumen,
dan (4). Intensitas yang meliputi keras lembutnya suara tersebut, (1984:5). Untuk
menganalisis pola ritem, maka dari teori tersebut penulis akan menggunkan langkah
ke 2 yaitu “menganalisis waktu yang meliputi meter dan birama dengan pendekatan
sistem musik barat.”
Kemudian setelah menggunakan teori-teori diatas, untuk memperkuat teoriteori diatas penulis juga menggunakan teori yang dikemukakan oleh George
Thaddeus Jones dalam bukunya Music Theory, yaitu: “yang menjadi fokus dalam
membahas ritem adalah durasi dari suatu birama.
Teori Jeff Titon dan George.T Jones sangat penting digunakan untuk nantinya
menganalisis struktur pola ritem permianan Talempong Batu. Dari kedua teori
tersebut akan muncul analisis struktur pola ritem pada bab v.

1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis.
Metode analisis terbagi menjadi dua, yaitu metode analisis kuantitatif dan metode
analisis kualitatif (Silalahi, 2006:304). Dalam tulisan ini, penulis menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu suatu penelitian yang
menghasilkan data untuk ditelusuri secara mendalam yang berupa ungkapan,
catatan, atau tingkah laku masyarakat yang ada di lapangan.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan metode seperti yang
dikemukan oleh Curt Sach dan Bruno Nettl (1964) yaitu field work (kerja lapangan)
dan desk work (kerja laboraturium). Field work yaitu wawancara kepada informan
9
Universitas Sumatera Utara

yang valid, observasi di lapangan, serta perekaman. Sedangkan desk work yaitu
transkripsi dan analisis data yang telah kita dapat saat penelitian lapangan.
Metode field work dan desk work adalah metode yang wajib untuk seluruh
Etnomusikolog, karena kerja lapangan adalah suatu pekerjaan dan pengalaman
penelitian yang tidak akan didapatkan jika tidak langsung terjun ke lapangan.
Kemudian setelah ke lapangan, maka seluruh data hasil penelitian diolah dalam kerja
laboraturium seperti, mengolah data dalam bentuk tulisan-tulisan, mentranskrip
wawancara, dan mentranskrip musik.

1.6.1 Studi Kepustakaan
Sebelum observasi lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan studi
kepustakaan yaitu dari buku, artikel, jurnal maupun skripsi-skripsi. Studi pustaka ini
bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini.
Buku-buku yang digunakan penulis sejauh ini adalah : Skripsi yang berjudul
Analisis Gaya Melodi Talempong Duduak di Desa Unggan Koto Kabupaten
Sawahlunto Sijunjung Sumatera Barat (Jagar Lumbanturoan; 1991), menyatakan
bahwa lagu Talempong duduak salah satunya ialah Tanti batanti. Lagu tersebut
adalah lagu pop Minagkabau, yang dimainkan pada Talempong Duduak/Set, ini
sangat berbeda dengan lagu pada Talempong batu yang memainkan lagu-lagu
Talempong Pacik. Kemudian skripsi ini juga menyatakan bahwa ada 4 adat didalam
Minangkabau dan ada beberapa jenis Talempong yang berada di Minangkabau.
Artikel http://aet.co.id/pariwisata/talempong-batu-talang-anau-aset-sejarah-berhargaminangkabau yang menyatakan bahwa Talempong batu ini hanya terdapat di nagari
Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Koto, Sumatera Barat.

10
Universitas Sumatera Utara

Buku “Tambo adat Minangkabau” (Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, 2009)
yang berisi tentang seluruh tatanan adat Minangkabau dari warisan nenek moyang,
termasuk menjelaskan sistem kekerabatan dan sistem pemerintahan di Minangkabau.

1.6.2 Observasi
Penelitian ini dimulai pada 11 Agustus 2015, dengan cara meninjau langsung
ke lapangan, kemudian mencari informan pangkal dan informan kunci. Cara ini
dilakukan agar memudahkan penelitian yang akan dilakukan penulis dan penulis tahu
bagaimana situasi dan kondisi lapangan yang akan dijadikan tempat penelitian.
Kemudian Observasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak didapat diperoleh
dengan cara melakukan wawancara, yaitu dengan melihat dan mengamati sendiri
bagaimana Talempong batu tersebut. Cara tersebut melibatkan penulis sebagai
partisipan aktif dalam penelitian ini.
1.6.3 Wawancara
Setelah melakukan observasi lapangan, penulis melakukan tahap wawancara
kepada informan pokok yang telah di tentukan yaitu Bapak Ril Afrizal (pengelola
dan pemain talempong batu) di Desa Talang Anau. Dalam wawancara ini, penulis
menggunakan jenis wawancara riwayat secara lisan (Moleong 2000:137) yaitu
wawancara santai seperti pembicaraan sehari-hari yang tidak menggunakan draf
pertanyaan yang disusun rapi.
Dalam wawancara kepada informan, beliau menggunakan bahasa Indonesia
yang berlogat Minangkabau dan bercampur bahasa Minangkabau yang digunakannya
sehari-hari. Dalam hal ini penulis mengalami kesulitan karena kata-kata dalam
bahasa Minang yang digunakan adalah kata-kata yang sedikit berbeda dari bahasa
11
Universitas Sumatera Utara

Minang baku, yang biasa didengar oleh penulis. Metode ini sangat banyak membantu
penulis dalam meneliti Talempong batu, karena dapat berkomunikasi langsung
dengan narasumber yang terpercaya. Kemudian metode ini juga memberikan
informasi yang tidak didapatkan pada observasi dan artikel-artikel berkaitan.
1.6.4 Rekaman
Penulis menggunakan alat rekam kamera Panasonic LUMIX FZ40 yang
digunakan untuk mengambil dokumentasi berupa foto-foto pada saat kerja di
lapangan seperti pada saat wawancara, melihat permainan Talempong batu dan
Talempong batu itu sendiri. Kemudiam menggunakan smartphone Lenovo, LG G3
Stylus, Oppo dan iPhone 4 untuk merekam wawancara dengan narasumber yaitu
Bapak Ril Afrizal (pengelola dan pemain Talempong batu) dan video saat penulis
bermain Talempong batu. Metode ini sangat penting dalam melakukan penelitian ini,
karena ini adalah dokumentasi yang kuat yang tidak akan didapatkan dimanapun
tanpa merekam dan terjun langsung ke lapangan penelitian.
1.6.5 Kerja Laboraturium
Semua data hasil observasi, wawancara dan perekaman kemudian akan diolah
dalam kerja laboraturium yaitu dengan cara menyaring, mengedit, dan menyeleksi
data, agar data yang dikumpulkan dapat menjadi satu hasil penelitian yang baik
dalam bentuk tulisan yaitu skripsi. Cara ini termasuk mentranskripsi dan menulis
atau mengetik hasil penelitian kemudian di cetak dan di jilid sehingga mudah di
baca.

12
Universitas Sumatera Utara

1.7 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penulis adalah di Desa/ nagari Talang Anau, Kecamatan
Gunuang Omeh, Kabupaten Lima puluh Koto, Sumatera Barat. Lokasi ini berada di
daerah dataran tinggi atau orang Minang biasa menyebutnya daerah darek, yang
nagari tersebut banyak batu-batuan disekitarnya. Lokasi ini sedikit sulit dijangkau,
baik dengan mobil, motor, maupun kendaraan lainnya. Karena tidak adanya
transportasi umum yang arah kesana dan jalan menuju ke desa tersebut sangat kecil
dan curam di kelilingi hutan dan jurang.

1.8 Transkripsi dan Analisis
Bruno Nettl mengatakan bahwa ada 2 pendekatan untuk mendeskripsikan musik,
yaitu : 1. kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, 2. kita
dapat menuliskan dan mendeskripsikan apa yang kita lihat. Kemudian untuk
menganalisis pola ritem, menggunakan metode William P. Malm yaitu ada 3 langkah
dalam melihat atau mengamati pertunjukkan seni, yaitu : (1). Mendeskripsikan sifat
seni pertunjukkan apakah penyanyi atau pemain musik; (2). Menganalisis “waktu”
termasuk didalamnya meter, pulsa dasar (taktus), dan unit-unit pembentuk birama;
(3). Menganalisis melodi musik dengan menggunakan metode weighted scale (bobot
tangga nada). Kemudian untuk mendukung metode tersebut, dibutuhkan teori yaitu
teori dari Jeff Titon seperti yang sudah dikemukan dalam kerangka teori.
Maka dari kedua teori tersebut penulis akan menggunkan langkah ke 2 dari
dua teori tersebut yaitu “menganalisis waktu yang meliputi meter dan birama dengan
pendekatan sistem musik barat.” Kemudian penulis menggunakan metode transkripsi
yang penulis rancang sendiri atas saran dan masukan dari pembimbing. Berikut

13
Universitas Sumatera Utara

adalah metode pentranskripsian pola ritem permainan Talempong Batu yang akan
penulis gunakan.
Metode yang akan digunakan untuk mentranskripsi pola ritem permainan
Talempong Batu ialah metode TUBS (Time Unit Box System). Time Unit Box
System adalah sistem yang sederhana untuk mentranskripsi nada yang terjadi selama
periode waktu. Sistem ini sebagian besar digunakan untuk mentranskripsi irama
dalam musik. Notasi terdiri dari satu atau lebih baris dari kotak, setiap kotak
mewakili unit waktu tertentu. Kotak kosong menunjukkan bahwa tidak ada yang
terjadi selama interval itu, sementara tanda dalam kotak menunjukkan bahwa suatu
peristiwa terjadi di awal interval waktu. TUBS sangat berguna untuk menunjukkan
hubungan antara irama yang kompleks, seperti polyrhythms yang akan sulit untuk
melihat dalam notasi musik tradisional. TUBS awalnya digunakan oleh ahli musik
Philip Harland dan James Koetting notate polyrhythms di musik Afrika. TUBS juga
memiliki keuntungan yang non-musisi dapat menafsirkannya jauh lebih mudah
daripada notasi musik, karena kesederhanaannya. Notasi TUBS telah diadaptasi oleh
beberapa orang, adaptasi yang paling umum digunakan simbol yang berbeda dalam
kotak untuk mewakili suara yang berbeda, misalnya cara yang berbeda memukul
drum.
Berikut keterangan metode transkripsi pola ritem Talempong Batu :
O1 : Orang pertama
O2 : Orang kedua
O3 : Orang ketiga
: Tangan Kanan
: Tangan Kiri
:

(1 Not ¼)

14
Universitas Sumatera Utara

: Kotak kosong berarti tidak ada ritem yang terjadi
T 1 : Talempong pertama

T 4 : Talempong keempat

T 2 : Talempong kedua

T 5 : Talempong kelima

T 3 : Talempong ketiga

T 6 : Talempong keenam

Berikut keterangan gambar Talempong Batu :

T

T

T

T

T

T

123456
15
Universitas Sumatera Utara

Angka-angka yang terdapat pada Talempong Batu tersebut hanya keterangan
yang menunjukkan urutan Talempong Batu tersebut, tidak ada kaitannya dengan
nada yang ada di Talempong Batu.

Berikut adalah contoh transkripsi ritem menggunakan TUBS (Time Unit Box
System) :
1 Not 1/4

O1

1 Not 1/4

1 Not 1/4

T 1 (F)

(Dasar)

T 2 (Es)

O2

T 3 (G)

(Peningkah)

T 4 (Bes)

O3

T 5 (F’)

(Penganak)
Improvisasi

T 6 (F)

16
Universitas Sumatera Utara