Tinjauan Yuridis Terhadap Hilangnya Hak Guna Bangunan Karena Ditelantarkan Oleh Pemiliknya

Bab II
HAK – HAK ATAS TANAH
A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA
I.

Pasal – pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak – hak atas
tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal 4 ayat 1 dan 2
bunyinya sebagai berikut :
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ,
ditentukan adanya macam- macam hak atas permukaan bumi , yang
disebut tanah , yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang –
orang , baik sendiri maupun bersama- sama dengan orang – orang lain
serta badan – badan hukum .
(2) Hak – hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan , demikian
pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekadar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas –batas menurut undang –undang ini
dan peraturan –peraturan hukum yang lebih tinggi .
II.


Hak – hak atas tanah yang dimaksudkan dalam Pasal 4 di atas
ditentukan dalam Pasal 16 ayat 1 , yang bunyinya sebagai berikut :
(1)Hak –hak atas tanah sebagai dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah :
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha

Universitas Sumatera Utara

c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai
e. Hak Sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak –hak lain yang tidak termasuk dalam hak –hak tersebut di atas
yang akan ditetapkan dengan undang –undang serta hak –hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Hak –hak atas tanah yang sifatnya sementara tersebut diatur dalam Pasal 53 yang
berbunyi sebagai berikut :
(1) Hak –hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 16
ayat 1 huruf h , ialah hak gadai , hak usaha bagi hasil , hak menumpang dan hak

sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat –sifatnya yang bertentangan
dengan Undang –undang ini dan hak –hak tersebut diusahakan hapusnya dalam
waktu yang singkat.
(2) Ketentuan dalam Pasal 52 ayat 2 dan 3 berlaku terhadap peraturan yang
dimaksud dalam ayat 1 pasal ini.
III.

Pasal –pasal UUPA mengenai Hak Guna Usaha , Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai atas tanah telah dilengkapi dengan ketentuan pelaksanaan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 , tentang Hak Guna Usaha , Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.

Universitas Sumatera Utara

Selama ketentuan mengenai pelaksanaannya belum diterbitkan , peraturan
perundang –undangan mengenai Hak Guna Usaha , Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PP
tersebut(Pasal 62).
Hak –hak atas tanah dalam Pasal 16 dan 53 tersebut , kecuali Hak Gadai ,
Hak Usaha Bagi Hasil dan Hak Menumpang , yang memang merupakan nama –

nama bagi lembaga –lembaga hak –hak lama , yang untuk sementara masih
berlaku dan digunakan , semuanya merupakan nama lembaga –lembaga baru ,
yang bukan merupakan kelanjutan dari lembaga –lembaga baru , yang bukan
merupakan kelanjutan dari lembaga –lembaga hak –hak atas tanah dari perangkat
–perangkat Hukum Tanah yang lama . Lembaga –lembaga hak –hak atas tanah
yang lama sejak mulai berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960 dan
terjadinya unifikasi Hukum Tanah , sudah tidak ada lagi . Sedang hak –hak atas
tanah yang lama sebagai hubungan hukum konkret , pada tanggal 24 September
1960 sudah dikonversi oleh UUPA atau diubah kemudian menjadi salah satu hak
yang baru dari Hukum Tanah Nasional.
B. Pengertian Hak –hak atas Tanah menurut UUPA
a. Hak Milik
Hak milik diatur dalam Pasal 20 -27 Undang –Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok –Pokok Agraria(selanjutnya disebut dengan
UUPA). Pengertian hak milik menurut ketentuan pasal 20 ayat(1) UUPA adalah
hak yang turun temurun , terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas

Universitas Sumatera Utara

tanah dengan mengingat ketentuan pasal 6 UUPA.Hak yang terkuat dan terpenuh

yang dimaksud dalam pengertian tersebut bukan berarti hak milik merupakan hak
yang bersifat mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana
dimaksud dalam hak eigendom , melainkan untuk menunjukkan bahwa di antara
hak –hak atas tanah , hak milik merupakan hak yang paling kuat dan paling
penuh.
Hak milik dikatakan merupakan hak yang turun –temurun karena hak milik
dapat diwariskan oleh pemegang hak kepada ahli warisnya. Hak milik sebagai hak
yang terkuat berarti hak tersebut tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan
terhadap gangguan dari pihak lain. Terpenuh berarti hak milik memberikan
wewenang yang paling luas dibandingkan dengan hak –hak yang lain. Ini berarti
hak milik dapat menjadi induk dari hak –hak lainnya , misalnya pemegang hak
milik dapat menyewakannya kepada orang lain. Selama tidak dibatasi oleh
penguasa,maka wewenang dari seorang pemegang hak milik tidak terbatas. Selain
besifat –temurun, terkuat dan terpenuh , hak milik juga dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain.
b. Hak Guna Usaha
Menurut Pasal 28 Undang –undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok –
pokok Agraria(UUPA). Hak Guna Usaha(HGU) adalah hak khusus untuk
mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri atas tanah yang dikuasai
langsung oleh negara untuk perusahaan pertanian , perikanan , atau peternakan.


Universitas Sumatera Utara

Bedanya dengan Hak Pakai , Hak Guna Usaha hanya dapat diberikan untuk
keperluan pertanian , perikanan atau peternakan untuk tanah yang luasnya minimal
5 hektar , serta terhadap Hak Guna Usaha tidak dapat beralih atau dialihkan
kepada pihak lain namun dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.
Hak Guna Usaha daapt diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun ,
kecuali untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih

lama dapat

diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun , misalnya untuk
perkebunan kelapa sawit yang merupakan tanaman berumur panjang. Atas
permintaan pemegang hak , dan dengan mengingat keadaan perusahaannya ,
jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk paling lama 25 tahun.
Hak Guna Usaha hanya dapat diberikan atas tanah yang luasnya minimal 5
hektar. Jika luas tanah yang dimohonkan Hak Guna Usaha mencapai 25 hektar
atau lebih , maka penggunaan Hak Guna Usahanya harus menggunakan investasi
modal yang layak dan terknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan

zaman. Hak Guna Usaha diberikan berdasarkan Penetapan Pemerintah.
Pihak yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah warga Negara
Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia. Hak Guna Usaha tidak dapat dipunyai oleh orang
asing dan badan asing. Pemberian Hak Guna Usaha pada badan hukum yang
bermodal asing hanya dimungkinkan dalam hal diperlukan berdasarkan undang –
undang yang mengatur perkembangan nasional berencana.

Universitas Sumatera Utara

c. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan diatur dalam UUPA Pasal 16, Pasal 35 sampai dengan
Pasal 40, Pasal 50 , Pasal 51 , Pasal 52 , Pasal 55 serta ketentuan konversi Pasal
I,II,V,dan VIII. Telah dilengkapi juga dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu PP.
No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha , Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah , PMNA / KBPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan , PMNA / KBPN No. 3
Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan
Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara , serta sejumlah peraturan peraturan terkait lainnya.
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri , dengan jangka waktu paling
lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 tahun ,
atas permintaan pemegang hak dengan mengingat keperluan serta keadaan
bangunan-bangunannya. Hak Guna Bangunan tersebut di atas dapat juga beralih
dan dialihkan kepada pihak lain.
Selengkapnya bunyi Pasal 35 UUPA adalah :
1) Hak Guna Bangunan , adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri , dengan jangka
waktu paling lama 30 tahun.

Universitas Sumatera Utara

2) Atas permintaan pemegang hak dengan mengingat keperluan serta keadaan
bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat
diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
3) Hak Guna Bangunan juga dapat beralih dan dapat dialihkan kepada pihak
lain.
d. Hak Pakai
Hak Pakai diatur dalam Pasal 41 – 43 Undang – Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria(selanjutnya disebut dengan

UUPA). Hal –hal yang ditentukan di dalam UUPA tersebut kemudian dirinci
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha ,
Hak Guna Bangunan , dan Hak Pakai atas tanah(selanjutnya disebut PP 40/1996).
Pasal 41 ayat(1)UUPA menyatakan sebagai berikut :
“ Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa –menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah , segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa
dan ketentuan – ketentuan Undang – undang ini. “

Universitas Sumatera Utara

e. Hak Sewa
Hak Sewa adalah hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah
milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap waktu
tertentu. Peraturan dasar Hak sewa diatur dalam pasal 44 dan 45 UUPA No 5
Tahun 1960.
Hak sewa ini dalam hukum adat dikenal dengan istilah “jual tahunan”.

f. Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan
Hak membuka tanah adalah hak yang dimiliki oleh warga negara
indonesia untuk membuka lahan tanah yang diatur berdasarkan peraturan
pemerintah.
Hak memungut hasil hutan adalah hak yang dimiliki oleh warga negara
indonesia untuk memungut hasil-hasil htan bumi indonesia yang diatur
berdasarkan peraturan pemerintah.
Menurut Boedi Harsono hak memnbuka tanah dan hak memungut hasil
hutan sebenarnya bukan hak atas tanah dalam arti yang sesungguhnya. Dikatakan
demikian karena kedua hak tersebut tidak memberi wewenang untuk
menggunakan tanah. Tujuan dari dimasukkannya kedua hak ini ke dalam UUPA
adalah semata – mata untuk menselaraskan UUPA dengan hukum adat. Pasal 46
ayat(2) UUPA menentukan bahwa penggunaan hak memungut hasil hutan secara
sah tidak dengan sendirinya memberikan hak milik kepada pengguna tersebut.

Universitas Sumatera Utara

g. Hak – hak lain
Selain ketujuh hak – hak atas tanah di atas , masih terdapat hak – hak atas
tanah yang bersifat sementara tersebut antara lain : hak gadai , hak usaha bagi

hasil , hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian (Pasal 53 UUPA). Hak –
hak tersebut bersifat sementara karena suatu lembaga hukum tersebut tidak akan
ada lagi. Hasil ini disebabkan karena hak – hak tersebut dianggap tidak sesuai
dengan asas – asas hukum adat nasional. Harus diakui hingga saat ini hak – hak
tersebut belum sepenuhnya dihapus , namun hak – hak tersebut harus tetap diatur
untuk membatasi sifatnya yang bertentangan dengan UUPA.
UUPA juga membuka peluang untuk terbentuknya hak atas tanah yang baru ,
peluang ini disediakan agar UUPA dapat menyesuaikan perkembangan di
masyarakat yang bersifat dinamis. Salah satu bentuk hak yang terbentuk setelah
berlakunya UUPA adalah hak milik atas satuan rumah susun. Hak milik atas
satuan rumah susun sebenarnya bukan hak atas tanah , tetapi berkaitan dengan
tanah. Hak ini diatur dalam Undang – undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun dan telah diganti dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2011
tentang Rumah Susun.
C. Alasan dapat Dihapusnya Hak – hak atas Tanah
1. Ada berbagai peristiwa hukum yang dapat mengakibatkan hapusnya hak atas
tanah. Mengenai Hak Milik , Hak Guna Usaha , Hak Guna Bangunan sebab –
sebab hapusnya hak yang bersangkutan disebutkan dalam Pasal 27 , 34 , dan 40.
Ketentuan yang lebih rinci mengenai Hak Guna Usaha , Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai diatur dalam PP 40/1996).


Universitas Sumatera Utara

Untuk ketertiban administrasi dan kepastian hukum bagi pihak – pihak yang
bersangkutan , hapusnya hak atas tanah harus dinyatakan dengan Surat
Keputusan oleh Pejabat yang berwenang. Bagi hapusnya hak yang terjadi karena
hukum, seperti yang ditentukan dalam Pasal 21, Surat Keputusan tersebut hanya
bersifat deklaratoir , sebagai pernyataan tentang hapusnya hak yang
bersangkutan. Tetapi bagi hapusnya hak yang merupakan pembatalan , karena
tidak dipenuhinya kewajiban terntentu oleh pemegang haknya , seperti yang
dimaksudkan dalam Undang – undang Nomor 29 Tahun 1956 tentang
peraturan – peraturan dan tindakan – tindakan mengenai tanah – tanah
perkebunan , Surat Keputusan tersebut bersifat konstitutif artinya hak yang
bersangkutan baru menjadi hapus dengan dikeluarkannuya Surat Keputusan
tersebut.
Jika yang hapus hak – hak atas tanah yang bersifat primer , tanah yang
bersangkutan menjadi tanah negara. Sedangkan jika yang hapus hak – hak atas
tanah sekunder , misalnya Hak Guna Bangunan yang dibebankan pada Hak
Milik , tanah yang bersangkutan kembali menjadi Hak Milik yang bebas dari
beban.
2. Mengenai Hak – hak atas tanah yang berjangka waktu tertentu , seperti Hak
Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan , dengan berakhirnya jangka waktu yang
bersangkutan , berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan , haknya menjadi
hapus , jika tidak ada kemungkinan untuk dan tidak dimintakan perpanjangan
jangka waktu ( Pasal 29 jo 34 huruf a dan 35 jo 40 huruf a). Perpanjangan

Universitas Sumatera Utara

jangka waktu adalah penambahan jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang
bersangkutan , tanpa mengubah syarat – syarat dalam pemberian hak tersebut.
Perpanjangan jangka waktu hanya dapat diberikan satu kali. Dalam hal
demikian hak yang bersangkutan terus berlangsung hingga habisnya waktu
perpanjangan. Ikut tetap berlangsung hak – hak atas tanah dan Hak Tanggungan
yang membebaninya.
Menurut Pasal 29 UUPA jangka waktu Hak Guna Usaha adalah palimg lama
25 tahun. Bagi perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan
Hak Guna Usaha dengan jangka waktu paling lama 35 tahun. Jangka waktu
perpanjangannya paling lama 25 tahun. Bagi Hak Guna Bangunan jangka
waktunya paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20
tahun(Pasal 35 UUPA). Hak Pakai atas tanah Negara , demikian juga Hak Pakai
oleh pemilik tanah , berjangka waktu paling lama 25 tahun. Hak Pakai atas tanah
Negara dapat diperpanjang lama 20 tahun. Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
atas Hak Milik tidak dapat diperpanjang.
Setelah jangka waktu pemberiannya berakhir dan tidak dimintakan ataupun
tidak diberikan perpanjangan waktu , jika syarat – syaratnya dipenuhi dapat
diberikan hak baru. Istilahnya dapat diberikan “pembaharuan hak” .
Pembaharuan hak adalah pemberian hak baru yang sama kepada pemegang hak
atas tanah sesudah jangka waktu haknya atau perpanjangannya habis.
Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak harus diajukan
selambat – lambatnya 2 tahun sebelum berakhirnya hak yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

Hak Pakai atas tanah Negara dapat juga diberikan untuk jangka waktu yang
tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu , yaitu
Hak Pakai yang diberikan kepada Departemen , Lembaga Pemerintah non –
Departemen , Pemerintah Daerah , Perwakilan Negara Asing , Perwakilan Badan
Internasional , badan – badan keagamaan dan sosial.
3. Hak atas tanah juga menjadi hapus jika dilepaskan atau diserahkan dengan
sukarela oleh pemegang haknya , seperti dinyatakan dalam Pasal 34 huruf c dan
40 huruf c untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha serta Pasal 27 a/2
untuk Hak Milik.
Tata cara pelepasan damn penyerahan hak tersebut misalnya diatur
dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Menurut KEPPRES
tersebut : Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan
melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah
yang dikuasainya , dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah.
Acara pelepasan hak atau pembebasan tanah tersebut ditempuh dalam
usaha memperoleh tanah atas dasar kesepakatan bersama yang dicapai melalui
musyawarah , jika pihak yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat sebagai
subyek hak tanah yang bersangkutan. Misalnya , jika yang memerlukan tanah
suatu instansi pemerintah atau badan hukum perseroan terbatas , sedang tanah
yang diperlukan berstatus tanah Hak Milik. Memperoleh tanah tersebut melalui
acara jual- beli , yang merupakan perbuatan hukum pemindahan hak , tidak
diperbolehkan oleh Pasal 26.

Universitas Sumatera Utara

Seperti halnya dalam jual- beli , sebelum dilakukan perbuatan hukum
melepaskan hak yang bersangkutan , tentunya ada kesepakatan berupa perjanjian
antara yang punya tanah dan yang memerlukannya. Kesepakatan tersebut diatur
oleh Hukum Perdata , khusunya Hukum Perjanjian , yang meliputi segala
persyaratan yang harus dipenuhi bagi sahnya perjanjian yang bersangkutan.
Sebagaimana halnya dalam perjanjian akan melakukan jual – beli dan jual –
belinya sendiri , dalam acara pelepasan hak ini kedudukan para pihak sederajat ,
biarpun pihak yang memerlukan tanah suatu Instansi Pemerintah. Maka tidak
diperbolehkan ada paksaan dalam bentuk apapun , baik mengenai penyerahan
tanahnya maupun ganti – kerugiannya.
Menurut KEPPRES 55/1993 tersebut kesepakatan antara pihak yang
mempunyai tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan , dituangkan dalam
Keputusan Panitia Pengadaan Tanah , yang bertugas memberi perantaraan dalam
musyawarah yang diadakan. Jika yang memerlukan tanah badan swasta ,
kesepakatan tersebut dan perbuatan pelepasan haknya sebaiknya dituangkan
dalam bentuk akta notaris , selama pembuatan haknya secara khusus belim
ditugaskan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan dilakukannya
pelepasan hak tersebut , tanah yang bersangkutan menjadi tanah Negara , untuk
kemudian oleh pihak yang lakukan pembebasan , diajukan permintaan pemberian
hak baru yang sesuai.
4. Hak atas tanah juga menjadi hapus , jika dibatalkan oleh Pejabat yang
berwenang , sebagai sanksi terhadap tidak dipenuhinya oleh pemegang hak yang
bersangkutan kewajiban tertentu atau dilanggarnya suatu larangan.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai contoh pembatalan hak yang disebabkan karena pemegang hak
melalaikan kewajibannya , dapat disebut ketentuan dalam UU 29/1956 di atas.
Jika pemegang hak Erfpacht tidak mengusahakan perusahaan kebunnya dengan
baik , hal itu dapat dijadikan alasan untuk membatalkan hak yang bersangkutan
oleh Menteri Agraria. Sepanjang mengeni perkebunan Hak Guna Usaha haknya
tidak dibatalkan , tetapi menjadi hapus karena hukum menurut ketentuan Pasal
34 huruf e , yang menyatakan bahwa : “ Hak Guna Usaha hapus karena :
ditelantarkan “ Pernyataan serupa terdapat dalam Pasal 27 huruf e dan 40 huruf
e , masing – masing mengenai Hak Milik dan Hak Guna Bangunan. Sebagai
contoh pelanggaran suatu larangan yang dapat mengakibatkan dibatalkannya
hak atas tanah yang bersangkutan , adalah ketentuan dalam Pasal 4 Undang –
undang Nomor 28 Tahun 1956 tentang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak
Atas Tanah Perkebunan.
Pemindahan hak erfpacht dan hak eigendom atas tanah perkebunan dari
bangsa belanda dan bangsa asing lainnya serta dari badan – badan hukum tanpa
izin Menteri Agraria , dapat dijadikan alasan untuk membatalkan hak yang
bersangkutan. Pembatalan hak yang dimaksudkan di atas dilakukan dengan
penerbitan Surat Keputusan oleh Pejabat yang berwenang m yang bersifat
konstitutif. Artinya , hak yang bersangkutan baru batal dengan diterbitkannya
Surat Keputusan tersebut. Dan karena merupakan suatu sanksi , pembatalan hak
atas tanahnya tidak disertai pemberian ganti – kerugian.
5. Ada kemungkinan suatu hak atas tanah menjadi hapus karena hukum , yang
juga disebabkan karena tidak dipenuhinya suatu kewajiban atau dilanggarnya

Universitas Sumatera Utara

suatu larangan. Hapusnya hak yang bersangkutan juga memerlukan penerbitan
suatu Surat Keputusan oleh Pejabat yang berwenang. Tetapi berbeda dengan
Surat Keputusan yang dimaksudkan dalam uraian di atas , sifat Surat Keputusan
ini adalah deklaratoir , yaitu sekadar memuat pernyataan mengenai sudah
menjadi hapusnya hak yang dimaksudkan , sebagai akibat berlakunya ketentuan
hukum yang bersangkutan.
Contoh pelanggaran suatu larangan yang mengakibatkan hapusnya karena
hukum hak atas tanah yang bersangkutan , adalah ketentuan dalam Pasal 10 ayat
3 jo Pasal 4 UU 56/1960. Penjualan seluruh atau sebagian tanah pertanian yang
terkena

ketentuan

landreform

,

tanpa

izin

Kepala

Agraria

Kabupaten/Kotamadya , mengakibatkan tanah yang bersangkutan jatuh kepada
Negara.
Contoh lain adalah pemindahan Hak Milik atas tanah kepada pihak yang
tidak memenuhi syarat sebagai subyeknya , yang dilarang oleh Pasal 26 ayat 2.
Dengan dilanggarnya larangan tersebut tanahnya karena hukum jatuh kepada
Negara , dalam arti Hak Milik yang bersangkutan menjadi hapus. Karena
ketentuan – ketentuan mengenai hapusnya hak tersebut juga merupakan suatu
sanski , kepada bekas pemegang haknya tidak diberikan ganti kerugian , hal
mana ditegaskan dalam Pasal 10 ayat 3 dan 4 UU 56/1960.
Tidak memenuhi kewajiban sebagai yang ditetapkan dalam Pasal 3 dan 6
serta pelanggaran terhadap larangan yang dimaksudkan dalam Pasal 4 UU
56/1960 ,

menurut Pasal 10 ayat 1 dan 2 merupakan suatu tindak pidana.

Dinyatakan dalam penjelasan pasal tersebut : Apa yang ditentukan dalam Pasal

Universitas Sumatera Utara

10 ayat 3 dan 4 tidak memerlukan Putusan Pengadilan . Tetapi berlaku karena
hukum setelah ada keputusan hakim yang mempunyai kekuatan untuk dijalankan ,
yang menyatakan bahwa benar terjadi tindak pidana yang dimaksudkan dalam
ayat 1 .
Biarpun tidak diperlukan putusan pengadilan , namun untuk ketertiban
administrasi dan kepastian hukumnya perlu diterbitkan Surat Keputusan oleh
Pejabat Eksekutif yang berwenang , yang secara deklaratoir menyatakan
hapusnya hak atas tanah yang dimaksudkan.
6. Hak atas tanah juga hapus karena pencabutan hak yang disebut dalam Pasal 18
dan diatur dalam Undang – undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan
Hak – hak Atas Tanah dan Benda – benda Yang Ada Di Atasnya.
Berbeda dengan pelepasan hak atau pembebasan tanah ataupun jual – beli ,
yang merupakan cara – cara untuk memperoleh tanah atas dasar kesepakatan
bersama , pencabutan hak adalah lembaga sarana untuk memperoleh tanah
secara paksa. Maka ketentuannya berbentuk Undang – undang. Dalam
pencabutan hak pihak yang kedudukan hukumnya sederajat , melainkan
berhadapan dengan Penguasa , yaitu Presiden Republik Indonesia.
Pencabutan hak dilakukan , jika diperlukan tanah untuk kepentingan
umum , sedang musyawarah yang telah diusahakan untuk mencapai kesepakatan
bersama mengenai penyerahan tanah dan ganti ruginya tidak membawa hasil ,
padahal tidak dapat digunakan tanah lain . Dalam pencabutan hak yang punya
tanah tidak melakukan pelanggaran atau melalaikan suatu kewajiban sehubungan
dengan tanah yang dimilikinya. Maka pengambilan tanah yang bersangkutan

Universitas Sumatera Utara

wajib disertai pemberian ganti kerugian yang layak , seperti yang dikemukakan
dalam uraian di atas mengenai pelepasan hak.

Pencabutan hak diadakan semata – mata

bagi kepentingan umum

dan

dilakukan dengan Surat Keputusan Presiden. Demikian juga bentuk dan jumlah
ganti kerugiannya. Ketentuan lebih lanjut diberikan dalam Instruksi Presiden
Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak – hak Atas Tanah
dan Benda – benda Asing Yang Ada Di Atasnya. Keputusan pencabutan haknya
berlaku mutlak dan tidak dapat di ganggu – gugat. Tetapi mengenai bentuk dan
jumlah ganti kerugiannya masih dapat dimintakan banding , pada tingkat pertama
dan terakhir , pada Pengadilan Tinggi , menurut tata cara yang di atur dalam
Pasal 39/1973 di atas.
Dalam UU 20/1961 , yang merupakan pelaksanaan Pasal 18 UUPA , tidak
diberikan penjelasan mengenai apa yang diartikan sebagai kepentingan umum
yang memungkinkan dilakukan pengambilan tanah secara paksa dengan
menggunakan lembaga pencabutan hak. Seperti halnya Pasal 18 UUPA , dalam
Pasal 1 hanya disebut , bahwa untuk kepentingan umum , termasuk kepentingan
Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat , demikian pula
kepentingan pembangunan , dalam keadaan yang memaksa Presiden dapat
mencabut hak – hak atas tanah dan benda – benda yang ada di atasnya.
Dengan dilakukannya pencabutan hak dan pembayaran ganti kerugiannnya ,
hak atas tanah yang bersangkutan menjadi hapus dan tanah menjadi tanah negara.
Baru setelah itu tanah yang bersangkutan boleh dikuasai , untuk kemudian

Universitas Sumatera Utara

diberikan dengan hak baru yang sesuai kepada pihak bagi siapa pencabutan hak
tersebut dilakukan.

Dalam keadaan yang sangat memaksa berdasarkan ketentuan Pasal 6 ,
mendahului digunakannya acara pencabutan hak , tanah yang diperlukan dapat
segera dikuasai dan dipergunakan atas dasar persetujuan Menteri Agraria/Kepala
BPN oleh Instansi yang memerlukan.
7. Hak atas tanah juga hapus kalau tanah yang bersangkutan musnah , demikian

dinyatakan dalam Pasal 27 huruf b , 34 huruf f dan 40 huruf f. Kiranya sudah
dengan sendirinya hak yang bersangkutan menjadi hapus , kalau tanah yang
dihaki musnah. Tanah musnah , kalau menjadi “hilang” karena proses alamiah
ataupun bencana alam , hingga sama sekali tidak dapat dikuasai lagi secara fisik
dan tidak dapat dipergunakan lagi , karena secara fisik tidak dapat lagi diketahui
keberadaannya. Misalnya tanah di tepi laut atau sungai besar yang hilang karena
proses alamiah berupa abrasi atau yang longsor karena bencana alam.

Universitas Sumatera Utara