Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

(1)

TESIS

Oleh

CHAIRUMI

117011056/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHAIRUMI

117011056/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : CHAIRUMI Nomor Pokok : 117011056

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Bastari, MM) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Dr. Bastari, MM

2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(5)

Nama : CHAIRUMI

Nim : 117011056

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMUNGUTAN BEA

PEROLEHAN HAK ATAS DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA TANJUNG BALAI

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :CHAIRUMI


(6)

Tanjung Bala berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011.

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di Kota Tanjung Balai, dan untuk mengetahui bagaimana kepastian hukum terhadap transaksi jual beli tanah dan bangunan di Kota Tanjung Balai dengan adanya verifikasi oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA) dan apa kendala-kendala pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kota Tanjung Balai.

Penelitian ini bersifat Deskriptif, jenis penelitian yang digunakan adalah Metode Pendekatan Yuridis Normatif, sementara untu mendukung penelitian normatife dilakukan wawancara dengan informan yang dianggap layak untuk mengetahui proses pemungutan Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB) dan pembuatan akta jual beli tanah dan bangunan. Bahan utama dari penelitian ini adalah Data Sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primair, sekunder, tertier dengan menggunakan metode deduktif serta disajikan dalam bentuk deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Kota Tanjung Balai berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011 belum terlaksana sesuai dengan prosedur. Hal ini terlihat dari prosedur Penelitian Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD BPHTB), dan prosedur Pembayaran BPHTB tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan sehingga kepastian hukum bagi pihak yang bertransaksi menjadi tertunda. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang adalah Database, Sumber Daya Manusia,Nilai Transaksi, Nilai NPOPTKP, yang dapat mengakibatkan penerimaan BPHTB menjadi lebih rendah sehingga akan menganggu pendapatan asli daerah dalam APBD Pemerintah Kota Tanjung Balai.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut saran yang dapat diberikan antara lain agar

system self assessmen dapat berjalan dengan baik, pengawasan terhadap wajib pajak hendaknya ditingkatkan, pihak DPPKA dapat melakukan penelitian pajak untuk menetapkan besarnya BPHTB terutang wajib pajak dan ditetapkan dalam SKPD pajak Daerah Kurang Bayar, hendaknya wajib pajak lebih melaksanakan pembayaran BPHTB secara langsung sesuai dengansystem self assessmendan para instansi pajak memberikan sosialisasi kepada wajib pajak.

Kata Kunci : Sistem Pemungutan BPHTB dalam Transaksi jual beli Tanah dan Bangunan


(7)

BPHTB at Tanjung Balai is based on the Regional Regulation No. 2/2011 and the implementation of the system and procedure of collecting BPHTB, based on Perwal (Mayor’s Decree) No. 11/2011.

The objective of the research was to find out how the system of collecting BPHTB in the transaction buying and selling land and/or buildings at Tanjung Balai, to find out legal certainty of the transaction of buying and selling land and buildings at Tanjung Balai related to the verification of DPPKA (Revenues Office of Regional Finance and Assets Management), and to find out the types of obstacle in collecting BPHTB at Tanjung Balai.

The research was descriptive with judicial normative approach. Interviews with reliable informants were conducted and deeds of buying and selling land buildings were made in order to know the process of collecting BPHTB. The main material was secondary data by gathering primary, secondary, and tertiary legal materials, using deductive method which was presented descriptively.

The result of the research showed that the implementation of collecting BPHTB at Tanjung Balai, based on Perwal No. 11/2011, was not implemented according to the prevailing procedures since the research procedure of SSPD (Regional Tax Return Letter) of BPHTB and the payment procedure of BPHTB were not in accordance with the prevailing rules so that legal certainty for those who did the transaction was delayed. Some obstacle factors in collecting payable BPHTB were database, human resources, transaction value, and NPOPTKP value which could cause BPHTB revenue to be lower so that it would affect regional generated revenues in the APBD of Tanjung Balai.

Based on the result of the research, in order that self assessment system can run smoothly, it is recommended that supervision on taxpayers should be improved. The DPPKA can conduct tax research to determine the amount of taxpayers’ payable BPHTB stipulated in SKPD of non-payable regional tax. It is also recommended that taxpayers pay their BPHTB directly according to self assessment system, and the tax agency provide socialization for taxpayers.

Keywords: Collecting BPHTB in Transaction of Buying and Selling Land and Buildings


(8)

hadiran ALLAH SWT atas segala berkah dan rahmatnya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, serta sholawat dan salam kepada Nabi Besar MUHAMMAD SAW yang hadir ke muka bumi sebagai Rahmat bagi alam semesta.

Penulisan tesi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP

PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA TANJUNG BALAI “ ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Pascasarjana Program Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan pengarahan dan bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Yth. BapakProf. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan pendidikan di Program Sudi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Yth. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

3. Yth. BapakProf. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN,selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan motivasi, dan arahan dan bimbingan dalam pembuatan dan penyempurnaan tesis ini;


(9)

telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam pembuatan dan penyusunan tesis ini;

6. Yth. BapakDr. Pendastaren Tarigan, SH, MS, selaku Dosen Pembimbing III, yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam pembuatan dan penyusunan tesis ini;

7. Yth, Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Selaku Dosen Penguji, yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam pembuatan dan penyempurnaan tesis ini.

8. Yth.Bapak dan Ibu Dosenpada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak berjasa memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan;

9. SeluruhStaff/ Pegawaidi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang dengan penuh kesabaran telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama menjalani perkuliahan;

10. Suamiku tercinta,Sumantri, SE, serta buah hati kami “Shadrina Namira” dan “Shabrina Naila Zahra” atas segala doa dan dukungan, pengeorbanan dan cinta kasi yang begitu besar dan berarti selama ini;

11. Papa “AlmH.Agus Tampubolon dan Mama ku yang tersayang HJ. Yatimar Yatim yang telah membesarkan ananda dengan begitu sabar dan penuh kasih sayang dan turut memberikan doa, pengorbanan serta dukungan dalam perkuliahaan anaknya;


(10)

kesempatan serta doa dan dukungan penulis dalam menyelesaikan perkuliahaan ini;

14. Sahabat-sahabat terbaik diGrup C Stambuk 2011 Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan rekan-rekan se-angkatan lainnya, atas segala keceriaan, motivasi, dan bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Mengingat banyaknya bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala motivasi, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, semoga ALLAH SWT membalas semua amal baik yang diberikan berbagai pihak kepada penulis.

Dalam penulisan tesis ini, penulis yang menyadari bahwa tesis ini sangat jauh dari sempurna, karena itu penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik positif dari para pembacanya untuk penyempurnaan tesis ini sehingga tesis ini dapat lebih baik dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu.

Akhir kata, semoga ALLAH SWT selalu memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Semoga Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan semakin maju dan berkembang serta kami alumninya dapat mengamalkan ilmu yang diperoleh untuk kesejahteraan masyarakat. Amin Ya Rabbal Alamin.

Wassalamu Alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, Januari 2014 Penulis


(11)

Tempat/Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 9 April 1966

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Staff PT. Agra Group

Alamat : Kompleks Tasbi II Blok V No 57 Medan

II. IDENTITAS KELUARGA

Nama Ayah : Alm H.Agust Tampubolon

Nama Ibu : HJ. Yatimar Yatim

Nama Saudara kandung 1. HJ Juliani

2. H. M.Rizal T.Bolon Bsc 3. Hasbullah T.Bolon Bsc 4. Alm May Widarni 5. HJ.Linda Wati 6. HJ Gusnawati 7. Afni Marlina 8. Farida

9. Chairul T. Bolon S.Sos.Pol 10. Marzuki T.Bolon, SP

Nama Suami : Sumantri, SE

Nama Anak : 1. Shadrina Namira

2. Shabrina Naila Zahra

III. PENDIDKAN FORMAL

1. SD Negeri 102083 Pabatu : Tamat Tahun 1971 2. SMP Yapendak Tinjauwan : Tamat Tahun 1982

3. SMA Negeri 2 Medan : Tamat Tahun 1985

4. S1 Fakultas Hukum UISU : Tamat Tahun 1990 5. S2 Magister Kenotariatan USU : Tamat Tahun 2014


(12)

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi... 20

G. Metode Penelitian ... 23

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BPHTB DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA TANJUNG BALAI ... 28

A. Jenis-jenis Sistem Pemungutan Perpajakan ... 28

B. Sistem Dan Prosedur Pemungutan BPHTB di Kota Tanjung Balai ... 39

C. Dasar Hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ... 42

D. Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai ... 45


(13)

OLEH DPPKA ... 55

A. Pengertian Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan ... 55

B. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan ... 61

C. Prosedur Pelaksanaan Akta Jual Beli di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum . 63 D. Proses Penelitian (Verifikasi) Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB Oleh DPPKA ... 70

E. Peranan PPAT Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan ... 75

F. Tata Cara Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dengan Akta Jual Beli... 87

BAB IV KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PEMUNGUTAN BPHTB DI KOTA TANJUNG BALAI ... 90

A. Database ... 92

B. Sumber Daya Manusia ... 93

C. Nilai Transaksi ... 95

D. Nilai NPOPTKP ( Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran-Saran ... 99


(14)

wajib pajak untuk menghitung/memperhitungkan membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang

harus dibayar berdasarkan

perundang-undangan perpajakan.

Official Assessment : Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada Fiskus menentukan besarnya utang pajak dengan mengeluarkan ketetapan pajak.

Wihtholding System : Sistem yang memberikan kewenangan

kepada pihak ketiga memungut dan

memyetorkan pajak ke Kas Negara atas nama wajib pajak.

Fiskus : Aparatur Pajak

Verifikasi : Pemeriksaan

Stufen Theorie : Teori Norma Hukum Berjenjang

Grundnnorm : Hukum Dasar (norma dasar )

Teorie The Hierarchi Of Nor : Peraturan per Undang-undangan yang lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum dari suatu perUndang-undangan yang lebih tinggi

Frame Of Thinking : Kerangka Berfikir

Rechtsgerchtigheid : Mewujudkan keadilan

Rechtsutiliteit : Kemanfaatan

Rechtszekerheid : Kepastian Hukum

Documentary Study : Studi dokumen

Kontraprestasi : Tidak mendapatkan jasa timbal balik

Equality : Keseimbangan dan keadilan

Certainty : Adannya kejelasan


(15)

DPPKA : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keaungan dan Aset Daerah

PPAT : Pihak yang berwenang menerbitkan Akta Pemindahan Hak

Atas Tanah dan/atau Bangunan.

Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan.

NJOP : Nilai Jual Objek Pajak

PAD : Pendapatan Asli Daerah

SKPD : Surat Ketetapan Pajak Daerah yang menetukan pajak terutang

STPD : Surat Tagihan Pajak Daerah yaitu surat untuk melakukan

tagihan pajak.

SSPD : Surat Setoran Pajak Daerah .


(16)

Tanjung Bala berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011.

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di Kota Tanjung Balai, dan untuk mengetahui bagaimana kepastian hukum terhadap transaksi jual beli tanah dan bangunan di Kota Tanjung Balai dengan adanya verifikasi oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA) dan apa kendala-kendala pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kota Tanjung Balai.

Penelitian ini bersifat Deskriptif, jenis penelitian yang digunakan adalah Metode Pendekatan Yuridis Normatif, sementara untu mendukung penelitian normatife dilakukan wawancara dengan informan yang dianggap layak untuk mengetahui proses pemungutan Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB) dan pembuatan akta jual beli tanah dan bangunan. Bahan utama dari penelitian ini adalah Data Sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primair, sekunder, tertier dengan menggunakan metode deduktif serta disajikan dalam bentuk deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Kota Tanjung Balai berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011 belum terlaksana sesuai dengan prosedur. Hal ini terlihat dari prosedur Penelitian Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD BPHTB), dan prosedur Pembayaran BPHTB tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan sehingga kepastian hukum bagi pihak yang bertransaksi menjadi tertunda. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang adalah Database, Sumber Daya Manusia,Nilai Transaksi, Nilai NPOPTKP, yang dapat mengakibatkan penerimaan BPHTB menjadi lebih rendah sehingga akan menganggu pendapatan asli daerah dalam APBD Pemerintah Kota Tanjung Balai.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut saran yang dapat diberikan antara lain agar

system self assessmen dapat berjalan dengan baik, pengawasan terhadap wajib pajak hendaknya ditingkatkan, pihak DPPKA dapat melakukan penelitian pajak untuk menetapkan besarnya BPHTB terutang wajib pajak dan ditetapkan dalam SKPD pajak Daerah Kurang Bayar, hendaknya wajib pajak lebih melaksanakan pembayaran BPHTB secara langsung sesuai dengansystem self assessmendan para instansi pajak memberikan sosialisasi kepada wajib pajak.

Kata Kunci : Sistem Pemungutan BPHTB dalam Transaksi jual beli Tanah dan Bangunan


(17)

BPHTB at Tanjung Balai is based on the Regional Regulation No. 2/2011 and the implementation of the system and procedure of collecting BPHTB, based on Perwal (Mayor’s Decree) No. 11/2011.

The objective of the research was to find out how the system of collecting BPHTB in the transaction buying and selling land and/or buildings at Tanjung Balai, to find out legal certainty of the transaction of buying and selling land and buildings at Tanjung Balai related to the verification of DPPKA (Revenues Office of Regional Finance and Assets Management), and to find out the types of obstacle in collecting BPHTB at Tanjung Balai.

The research was descriptive with judicial normative approach. Interviews with reliable informants were conducted and deeds of buying and selling land buildings were made in order to know the process of collecting BPHTB. The main material was secondary data by gathering primary, secondary, and tertiary legal materials, using deductive method which was presented descriptively.

The result of the research showed that the implementation of collecting BPHTB at Tanjung Balai, based on Perwal No. 11/2011, was not implemented according to the prevailing procedures since the research procedure of SSPD (Regional Tax Return Letter) of BPHTB and the payment procedure of BPHTB were not in accordance with the prevailing rules so that legal certainty for those who did the transaction was delayed. Some obstacle factors in collecting payable BPHTB were database, human resources, transaction value, and NPOPTKP value which could cause BPHTB revenue to be lower so that it would affect regional generated revenues in the APBD of Tanjung Balai.

Based on the result of the research, in order that self assessment system can run smoothly, it is recommended that supervision on taxpayers should be improved. The DPPKA can conduct tax research to determine the amount of taxpayers’ payable BPHTB stipulated in SKPD of non-payable regional tax. It is also recommended that taxpayers pay their BPHTB directly according to self assessment system, and the tax agency provide socialization for taxpayers.

Keywords: Collecting BPHTB in Transaction of Buying and Selling Land and Buildings


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besamya. Hal ini sejalan dengan isi Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria yang mengatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah sebagai bagian dari bumi di samping memenuhi kebutuhan papan dan lahan merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan.

Termasuk dalam pengertian menguasai tersebut adalah mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan pemeliharaannya, mengatur dan menentukan yang dapat dipunyai atas bagian dari air dan udara, mengatur dan menentukan hubungan hukum antara orang-orang (subjek hukum) dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa atau udara.

Tugas negara dengan hak yang dimilikinya tersebut di atas pada prinsipnya berusaha dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Untuk itu negara tampil ke depan dan turut campur tangan, bergerak aktif dalam kehidupan masyarakat terutama dalam bidang perekonomian guna tercapainya kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat yang sejahtera, maka


(19)

dibutuhkan biaya-biaya yang cukup besar. Demi berhasilnya tujuan negara tersebut negara mencari pembiayaan antara lain dengan cara menarik pajak.

"Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan, yaitu dengan cara menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama".1

Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi essensial. Tanpa pemungutan pajak sudah dapat dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh terutama bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, karena pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi negara.

Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, Pasal 23 A Amandemen ke 4 Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan dasar hukum bagi negara dalam pemungutan pajak yang menerangkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Pemungutan pajak diatur dengan undang-undang agar memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan adanya jaminan kejujuran dan integritas dari petugas serta jaminan bahwa pungutan tersebut akan dikembalikan lagi ke masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak tersebut, pemerintah telah melakukan pembaharuan perpajakan (tax reform) sejak tanggal 1 Januari 1984. Dengan pembaharuan perpajakan itu sistem perpajakan akan disederhanakan, yang mencakup penyederhanaan jenis pajak, tarif pajak serta cara pembayaran pajak.


(20)

"Dengan demikian diharapkan beban pajak akan semakin adil dan wajar sehingga disatu pihak mendorong wajib pajak melaksanakan dengan sadar kewajibannya membayar pajak dan di lain pihak menutup lubang-lubang yang selama ini masih terbuka bagi mereka yang menghindar dari pajak"2

Secara garis besamya pajak di Indonesia dibagi 2 (dua), yaitu :3

1. Pajak Negara/Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat penyelenggaraannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara umumnya.

2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh daerah provinsi, daerah Kabupaten dan kota guna pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing. Direktorat Jenderal Pajak adalah lembaga yang ditujukan oleh Undang-undang untuk melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum terhadap masyarakat wajib pajak dan penyelenggara pemungutan pajak negara/pusat. Selanjutnya, pengelolaan pajak daerah maupun retribusi daerah dilakukan oleh daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat berupa Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah. Fungsi pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum kepada Wajib Pajak Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.4

2

Rochmat Soemitro,Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Bandung: PT.Eresco, 1992), hal. 24.

3

Ibid, hal. 8.

4 Pengertian Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah gubernur, bupati atau walikota, dan

perangkat daerah sebagai penyelenggara daerah. Ida Zuraida,Penagihan Pajak, Pajak Pusat dan Pajak Daerah,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal 9.


(21)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2 ayat (2), menyebutkan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB) telah menjadi Pajak Daerah Kabupaten/Kota.

Pajak BPHTB adalah jenis Pajak Daerah yang masih tergolong baru sebab sebelumnya ditangani oleh Pemerintah Pusat dan saat ini telah dialihkan kepada Daerah. Oleh karena itu jangka waktu pelaksanaannya di daerah masih baru yaitu mulai berlaku sejak bulan januari 2011, sehingga masih banyak penyesuaian di lapangan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah terutama di bidang pelayanan.

Pajak-pajak yang diterima tersebut seluruhnya masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah sesuai dengan ketentuan, kecuali BPHTB dimana penerimaan BPHTB akan dibagi untuk Pemerintah Pusat dan Daerah dengan perimbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah dengan perincian 16% (enam belas persen) untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan dan 64% (enam puluh empat persen) untuk Daerah Kabupaten/ Kota penghasil dan akan disalurkan melalui Kas Umum Daerah Kabupaten.5

Dalam pelaksanaannya, BPHTB melibatkan banyak pihak yang terkait seperti: Kantor Pertanahan, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Bank, Pemerintah Daerah, Pengadilan termasuk lembaga-lembaga yang ada di bawahnya, selain itu


(22)

peraturan-peraturan yang mendukung pelaksanaan BPHTB juga saling terkait antara satu dengan lainnya.

Selaku pejabat umum dalam hal ini Notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dalam hal melakukan pekerjaannya sebagai pembuat akta tanah tidak bisa terlepas dari perpajakan, yang secara langsung berhadapan dengan calon wajib Pajak, jadi sudah sepantasnya pejabat tersebut berperan serta untuk memberikan imbauan kepada calon Wajib Pajak tersebut untuk menyelesaikan kewajibannya membayar pajak, pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang terkait langsung dengan tugas dari pekerjaan Notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal tersebut terkait dengan adanya proses transaksi jual beli.

Dasar yuridis pemungutan BPHTB terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, telah mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten, atau kota, dipungut pada suatu daerah kabupaten, atau kota, harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang pajak daerah tersebut.

Sehubungan pengalihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Kota Tanjung Balai menerbitkan sejumlah peraturan, yakni Perda Kota Tanjung Balai Nomor 2 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,


(23)

dan Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Tanjung Balai.

Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah diundangkan dalam Lembaran Daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjelaskan Pasal 1 bahwa Peraturan Daerah Propinsi adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa sistem untuk pembayaran BPHTB terutang menggunakan Self Assessment System, begitu juga dengan Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai Nomor 2 tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Di dalam Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011 Pasal 7 menyebutkan bahwa pembayaran BPHTB mewajibkan para wajib pajak terlebih dahulu melakukan verifikasi (pemeriksaan) ke Dinas Pendapatan pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (DPPKA). Dengan adanya keharusan verifikasi berdasarkan peraturan


(24)

tersebut yang dalam hal ini Wajib Pajak bersifat pasif sistem yang dipergunakan dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan memakai system Official Essessment.

Perolehan hak atas tanah yang telah bersertifikat yang dilakukan para pihak harus dibuat dengan mengunakan akta otentik dan dilakukan di hadapan PPAT. Oleh karena itu peralihan hak atas tanah itu, merupakan salah satu perbuatan hukum yang dibuat dengan akta otentik oleh PPAT, maka salah satu kewajiban PPAT dalam pembuatan akta itu adalah memastikan bahwa pembayaran BPHTB yang terutang sudah dilunasi oleh Wajib Pajak dengan memperlihatkan bukti Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Dan bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar hingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.6


(25)

Dalam melakukan pemungutan pajak dikenal beberapa jenis sistem. "Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi :7

1. Official Assesment System 2. Self Assesment System 3. With Holding System

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2000 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak, serta Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam melakukan pemungutan BPHTB menggunakan Self Assessment System, dimana wajib pajak dipercayakan untuk menghitung, membayar sendiri dan melaporkan pajak yang terhutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang dipercayakan kepada Wajib Pajak.

Untuk bisa meningkatkan penerimaan pajak tidak mudah, karena Self Assessment yang ditetapkan di Indonesia mengandung banyak kelemahan. Salah satunya adalah sangat tergantung pada kejujuran wajib pajak, apabila wajib pajak tidak jujur maka tidak mudah bagi petugas pajak menghitung pajak yang terutang sehingga benar. Apalagi terdapat kendala seperti kerahasiaan bank dan terbatasnya data transaksi keuangan pajak.8

Sistem pemungutan pajak di Indonesia saat ini menganut self assessment system (SAS). Dalam SAS ini wajib pajak atau pengusaha kena pajak diberi

7Erly Suandi,Hukum Pajak(Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002), hal 25. 8http;//id.wikipedia.org/wiki/Pajak, diakses pada tanggal 14 Juli 2013.


(26)

kepercayaan untuk melakukan kewajiban pajaknya dengan menghitung sendiri dasar pengenaan pajak, menghitung sendiri pajak yang terutang, menghitungkan sendiri pembayaran pajak baik yang dibayar sendiri maupun yang dibayar melalui pemotongan atau pemungutan oleh orang lain, membayar sendiri jumlah pajak yang terutang yang dimaksud dan melaporkan sendiri perhitungan tersebut dengan mengisi Surat Pemberitahuan dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib Pajak terdaftar, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.9

Jadi perhitungan lembaran SSPD tersebut diisi dan dibayar oleh wajib pajak tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan penandatanganan akta di hadapan PPAT sesuai dengan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara tegas menyatakan : “Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak”.

Konsekuensi yang akan diterima oleh PPAT, terhadap pelanggaran sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 91 ayat (1) akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 7.500.000.- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.10 Sesuai dengan Pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan sesuai juga dengan Pasal 27 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai Nomor 2 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembayaran BPHTB ini adalah merupakan bahan yang menarik untuk

9 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Refika Aditama,

2003), hal. 26.


(27)

dibahas sebagai penelitian tesis dengan judul : "Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai ".

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dan mengacu pada judul penelitian ini, maka akan diangkat beberapa permasalahan dalam pembahasan penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di kota Tanjung Balai ?

2. Bagaimana kepastian hukum terhadap transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di Tanjung Balai dengan adanya verifikasi oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKA) Kota Tanjung Balai? 3. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan BPHTB terutang di

Kota Tanjung Balai ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada judul dan rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam transaksi jual beli tanah dan atau bangunan di Kota Tanjung Balai.


(28)

2. Untuk mengetahui kepastian hukum terhadap transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di Tanjung Balai dengan adanya verifikasi oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKA) Kota Tanjung Balai.

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan BPHTB terutang di Kota Tanjung Balai.

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi para akademisi ataupun para peneliti yang ingin melaksanakan penelitian lanjutan ataupun bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Pajak mengenai aspek perpajakan dalam transaksi jual beli tanah dan atau bangunan.

2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait/aparatur dalam bidang perpajakan dalam menyempurnakan kembali peraturan perundang-undangan perpajakan terutama yang menyangkut masalah transaksi jual beli tanah dan atau bangunan khususnya di Kota Tanjung Balai.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di kepustakaan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum, maka penelitian yang berjudul :"Tinjauan


(29)

Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai"belum pernah dilakukan oleh mahasiswa dan peneliti lain sebelumnya.

Adapun beberapa penelitian yang menyangkut masalah pemungutan BPHTB yang pemah dilakukan di antaranya adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wilson Saktisila Widjono, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul "Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Medan". Pokok masalah dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimana fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh PPAT/Notaris terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB atas pengalihan hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Medan ?

b. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB di Kota Medan ?

c. Bagaimana kepastian hukum atas pembayaran BPHTB terutang yang akta pengalihan hak atas tanah dan bangunannya telah dibuat oleh PPAT/Notaris di Kota Medan ?

2. Penelitian yang dilakukan oleh M. Syahrizal, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul "Tinjauan Yuridis atas Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap peralihan hak atas tanah dan /atau bangunan di Kota Kisaran ".


(30)

Pokok masalah dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimana pengaturan PPh dan BPHTB tentang mengharuskan wajib pajak melakukan pembayaran pajak terutang ?

b. Kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan PPh dan BPHTB di Kota Kisaran ?

c. Bagaimana penyelesaian terhadap kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pembayaran PPh dan BPHTB ?

3. Penelitian yang dilakukan oleh Belinda Siti Ayesha, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul "Hak Pemungutan Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/Atau Bangunan (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota )".

Pokok masalah dari penelitian ini adalah :

a. Apakah pemungutan PPh dan BPHTB dapat dikenakan terhadap semua jenis bangunan ?

b. Bagaimana upaya yang dilakukan wajib pajak untuk mengajukan keberatan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB atas setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan ?

c. Apakah kendala-kendala yang terdapat dalam pembayaran PPh dan BPHTB hak atas PPh/atau bangunan tersebut ?

4. Penelitian yang dilakukan oleh Diana Elisabeth Siallagan, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul "Pembebanan Bea


(31)

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Pemisahan dan Pembagian Warisan ".

Pokok masalah dari penelitian adalah :

a. Kapankah peralihan hak atas tanah dan bangunan karena pewarisan terjadi dengan sempurna sehingga dapat dikenakan BPHTB ?

b. Apakah perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemisahan dan pembagian warisan merupakan objek BPHTB, sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan BPHTB ?

c. Apakah kendala-kendala yang terdapat dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan?

Dengan demikian jelaslah bahwa penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu penjelasan yang bersifat rasional serta harus berkesesuaian dengan objek yang dipermasalahkan dan harus didukung dengan adanya fakta yang bersifat empiris agar dapat diuji kebenarannya. Kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.11


(32)

Selain itu teori juga untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.12 Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris, artinya ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. "Suatu penjelasan, biar bagaimanapun meyakinkan tetap harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.13

"Teori diartikan sebagai ungkapan mengenai klausal yang logis di antara perubahan variable dalam bidang tertentu sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.14

Sedangkan kerangka teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap permasalahan yang diteliti, yang merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. "Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis yang menjadi bahan perbandingan atau sebagai pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui yang merupakan masukan eksternal bagi penulisan tesis ini.15

12 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Azas-Azas, (Jakarta: Penyunting M.

Hisyam, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal. 201.

13M. Solly Lubis,FiIsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal 27.

14

Bintoro Tjokroamidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, (Jakarta: CV. Haji Mas Agung,1998), hal 12.


(33)

Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dengan unsur-unsur hukum pula. Dengan demikian fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.16 Menurut JJ. H. Bruggink, "Teori Hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan".17

Negara adalah merupakan suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kemasyarakatan yang paling tinggi dan bersifat khusus sehingga berbeda dengan organisasi kemasyarakatan yang lain.

Oleh karena itu negara mempunyai sifat-sifat khusus yang melekat sebagai berikut :18

a. Memaksa, agar peraturan perundang-undangan ditaati oleh warga negara, misalnya untuk membayar pajak dan lain-lain.

b. Monopoli, misalnya dalam mencetak uang.

c. Mencakup keseluruhan, maksudnya kekuasaan negara itu mencakup seluruh wilayah negara.

Negara mempunyai tujuan yang harus direalisasikan, untuk itu negara melakukan dua tugas, yaitu : membiayai pemerintahan dan pembangunan nasional yang mana terealisasinya tugas-tugas itu berhubungan erat dengan sumber

16Lexi J. Moleong,Metodologi Penelitian Kwalitatif,(Bandung: Remaja Rosdakarya,1993),

hal 35.

17

B. Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum Pengertian-Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 201 l), hal 159.

18Tunggul Ansari Setia Negara,Pengantar Hukum Pajak, (Malang: Bayu Media Publishing,


(34)

pembiayaan. Penerimaan rutin negara salah satunya diperoleh dari pungutan-pungutan berupa pajak.

Pemungutan terhadap segala jenis pajak harus berdasarkan undang-undang, dan yang berhak memungut pajak adalah pemerintah sebagai Pemungut Pajak (fiskus). Karena pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat ke pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara dengan tidak mendapatkan kontra prestasi langsung, bukan berarti pemerintah dapat menentukan tarif pajak secara sembarangan melainkan harus merupakan kesepakatan antara Presiden (pemerintah) dengan DPR sesuai dengan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa pembuatan undang-undang dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas bila dikaitkan dengan penelitian ini, seperti yang dikenal dalam teori konvensional maka yang menjadi tujuan hukum itu adalah "mewujudkan keadilan (rechtsgerchtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid)19 yang dipelopori oleh Gustav Radbuch, serta Teori Norma Hukum Berjenjang (stufentheorie) dari Hans Kelsen akan digunakan sebagai pisau analisis dalam menganalisa penelitian ini.

Sebagaimana diketahui, bahwa 3 (tiga) nilai-nilai dasar yang dikemukakan oleh Gustav Radbuch di atas yang orientasinya adalah untuk menciptakan harmonisasi pelaksanaan hukum, sebagaimana yang menjadi tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif

19Ahmad Ali,Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung


(35)

dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang prosesnya berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil. Usaha mewujudkan pengayoman ini termasuk di dalamnya adalah mewujudkan ketertiban dan keteraturan, mewujudkan kedamaian sejati, mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat, mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat.

Terkait dengan hubungan dari ketiga nilai dasar hukum yang telah disebutkan diatas, sekalipun sudah diperjelas, namun masih terdapat kemungkinan terdapat benturan satu sama lain. Menurut Radbuch, jika terdapat benturan antara nilai-nilai dasar tersebut maka kita harus menggunakan dasar/azas prioritas, dimana prioritas pertama selalu diutamakan pada nilai keadilan, baru nilai kegunaan atau kemanfaatan dan terakhir kepastian hukum. Dengan demikian jelaslah di sini bahwa nilai keadilan lebih utama daripada nilai kemanfaatan dan kepastian hukum.

Dalam azas yuridis, segala sesuatu yang berkenaan dengan pemungutan pajak harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan untuk menghindari kesewenang-wenangan serta terjadinya penyelewengan di dalam pemungutan pajak. Pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan pasti. "Kepastian itu meliputi Subjek dan Objek pajak, tarif dan dasar pengenaan pajak dan lain-lain. Untuk menjamin kepastian hukum dalam pemungutan pajak maka pemungutan pajak harus berdasarkan hukum. Artinya, pemerintah (baik pusat maupun daerah) sebelum


(36)

melakukan pungutan apapun terhadap rakyatnya harus terlebih dahulu menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan.20

Dalam penelitian ini, di kota Tanjung Balai pelaksanaan Pemungutan BPHTB telah direalisasikan dengan Peraturan Daerah No. 02 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota No. 11 Tahun 2011.

Teori Norma Hukum Berjenjang (stufentheorie), Hans Kelsen mengatakan bahwa "norma-norma hukum berjenjang-jenjang atau bertangga-tangga (stufen) dan berlapis-lapis dalam suatuhierarkiatau tata susunan, di mana suatu norma yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lagi lebih lanjut yaitu norma dasar (grundnorm).21

Secara garis besar Teori the hierarchy of norm/stufentheorie di atas dapat dimaknai sebagai berikut :22

1. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum atau validasi dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

2. Isi materi atau peraturan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. BPHTB yang terdapat dalam Peraturan Daerah Tanjung Balai yang secara hirarki/susunan berada lebih rendah di bawahnya, tidak boleh bertentangan dengan

20Santoso Brotodiharjo,Op. Cit., hal. 37.

21 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar llmu Hukum Normatif, Sebagai llmu

Hukum Empirik, Diterjemahkan Oleh Sumardi, (Yogyakarta: Rindipress, 1993), hal 7.

22

Sutan Remi Syahdewi, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang seimbang Bagi Para Pihak dalam Perpajakan Kredit Bank lndonesia,(Jakarta: lnstitut Banking lndonesia,1993), hal 10.


(37)

ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang tentang BPHTB Nomor 20 Tahun 2000 yang lebih tinggi di atasnya.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, karena konsepsi merupakan penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam flkiran. "Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang dibuat dengan operational definition, penafsiran yang mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai".23 Selain itu juga untuk memberikan pegangan dalam proses penelitian ini.

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefenisikan bebarapa konsep dasar agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

a. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung yang dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan tugas pemerintahan.24

b. Hutang Pajak adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.25

23Chaidir Ali,Hukum Pajak Elementer,(Bandung: Eresco, 1993), hal 19. 24Ibid.


(38)

c. Jual beli adalah suatu perjanjian atau persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan (penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual).26

d. BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.

e. Objek Pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang terjadi sebab adanya perbuatan hukum atas tanah dan atau bangunan karena pemindahan/pelepasan hak dan pemberian hak baru.

f. Subjek Pajak BPHTB adalah wajib pajak orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang menurut Undang-Undang BPHTB menjadi wajib pajak BPHTB.

g. Verifikasi adalah merupakan proses pengecekan atau pemeriksaan kesesuaian data apakah sudah sesuai dengan peraturan serta data konkrit yang ada.

h. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang telah ditunjuk oleh Kepala Daerah.

26Surat Menteri Keuangan Nomor S-632/MK.07/2010, tanggal 30 November 2010 tentang

Percepatan Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).


(39)

i. PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. j. STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah ) adalah surat tagihan yang digunakan untuk

melakukan tagihan pajak dan/daerah dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

k. SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak jumlah kredit pajak jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

l. Sistem Official Assesment adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalamsystemini inisiatif serta kegitan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.

m. Sistem Self Assesment adalah Sistem yang memberikan kewenangan terhadap wajib pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak.

n. Sistem Withholding adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut pajak yang terutang. Pemotongan pajak bisa oleh majikan, bendahara atau pemberi kerja.


(40)

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif di mana "penelitian yang bersifat deskriptif menganalisa suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan.27 Penelitian ini akan menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan) untuk menentukan frekwensi sesuatu yang terjadi.28

Penelitian yang dalam bahasa asingnya disebut dengan istilah research, pada hakikatnya adalah merupakan upaya pencarian. "Dimana lewat penelitian ini orang mencari (search), temuan-temuan baru berupa pengetahuan yang benar (truth, true knowledge), yang dapat dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk memecahkan suatu masalah.29 Dengan penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwanya kemudian ditelaah, dan menjelaskan serta menganalisa data dan mengujinya dengan berbagai peraturan perundangan yang berlaku maupun dengan pendapat para ahli hukum sehingga dapat diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan masalah Pemungutan BPHTB Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan atau Bangunan di Kota Tanjung Balai

2. Jenis Penelitian

Menurut Sutrisno Hadi, "penelitian ilmiah adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Dengan demikian penelitian yang dilakukan tidak lain untuk memperoleh data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya.

27Soejono Soekamto,Op. Cit.,hal. 63.

28Rianto Adi,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Granit,1986), hal 58. 29Sutrisno Hadi,Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hal, 4.


(41)

Namun untuk mendapat kebenaran ilmiah tersebut ada dua pola pikir menurut sejarahnya, yaitu berfikir secara rasional dan befikir secara empiris.

Oleh karena itu untuk menemukan kebenaran ilmiah maka digabungkanlah kedua pola fikir tersebut, di mana rasional memberikan kerangka pemikiran yang logis sedangkan empiris merupakan kerangka pembuktian atau pengujian untuk memastikan suatu kebenaran.30

Berdasarkan rumusan di atas maka metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan meneliti sumber bacaan, bahan kepustakaan yang relevan dengan penelitian atau data sekunder yang meliputi azas-azas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum, putusan pengadilan penelitian bersifat teoritis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.

3. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber kepustakaan,31 Data sekunder yang dipakai adalah bahan hukum.

Berdasarkan kekuatan yang mengikatnya, bahan hukum untuk memperoleh data terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Bahan Hukum Primer, yakni hukum yang mempunyai kekuatan mengikat dari sudut norma dasar peraturan dasar dan perundang-undangan,32yang terdiri dari : a. Norma atau kaidah dasar yaitu Pembukaan UUD 1945.

30

Ibid.

31 RonnyHanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1990), hal 36.


(42)

b. Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

d. Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai, Nomor 2 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

e. Peraturan Walikota Tanjung Balai, Nomor 11 Tahun 2011 tentang Peraturan Pemungutanan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

f. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

g. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah.

2. Bahan Hukum Sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.33

Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang terdiri atas :

a. Buku -buku literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai pemungutan BPHTB Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan atau Bangunan.


(43)

b. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian penulis.

c. Tulisan dari para ahli yang berkaitan dengan pemungutan BPHTB.

3. Bahan Hukum Tertier, yakni bahan hukum yang dijadikan pegangan atau acuan bagi kelancaran proses penelitian. Bahan hukum tertier biasanya memberikan informasi, petunjuk maupun keterangan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder yaitu :34

1. Kamus Bahasa Indonesia 2. Kamus Ilmiah Popular 3. Surat Kabar / majalah

4. Internet dan makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan(LibraryResearch), di mana di samping pengumpulan data sekunder untuk melengkapi dan menambah data dalam penelitian ini akan dipergunakan cara memperoleh data dari informan bila diperlukan.35

Adapun alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen (documentary study) atau kepustakaan, yang dilakukan untuk mengumpulkan data skunder dengan. mengkaji berbagai peraturan

perundang-34 Burhan Ashofa,Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Rineka Cipta,2003), hal 91.

35 Soerjono Soekamto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja


(44)

undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para ahli hukum serta bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini,36dan wawancara (interview) yang mendalam.

5. Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif yaitu dengan cara melakukan interprestasi dan konstruksi hukum atas peristiwa konkrit yang terjadi terutama yang berkaitan dengan masalah jual beli tanah dan bangunan dalam kaitannya dengan kewajiban membayar BPHTB. Maka dari data-data yang telah dikumpulkan secara lengkap dan telah diperiksa kebenarannya dan dinyatakan valid, lalu diproses melalui langkah-langkah yang bersifat umum, yakni :37

a. Reduksi data, dimana data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci. Laporan tersebut direduksi, dirangkum dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting lalu dicari tema dan polanya.

b. Mengambil kesimpulan dan verifikasi, yaitu data yang telah terkumpul dan direduksi, kemudian mencari maknanya, pola, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul dan kemudian disimpulkan.

Data lebih ditekankan analisisnya pada proses penyimpulan dengan logika deduktif, yaitu berfikir dari yang umum menuju hal yang lebih khusus, dengan catatan bahwa kebenaran materil dari data yang dianalisis tersebut diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang diteliti. Dari kegiatan interprestasi data sekunder yang diperoleh diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

36Burhan Ashofa,Op. Cit.,hal 91.


(45)

BAB II

SISTEM PEMUNGUTAN BPHTB DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA TANJUNG BALAI

A. Jenis-jenis Sistem Pemungutan Perpajakan

Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan), dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.38

Pajak mempunyai peranan yang dominan terhadap penerimaan negara dalam negeri dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Oleh karena itu peran penerimaan pajak dalam mengisi Kas Negara dalam rangka melanjutkan pembangunan amat penting dan sangat strategis. Besarnya peranan pajak yang demikian kiranya perlu ditanamkan dalam diri setiap orang agar dalam pelaksanaan pembayaran pajak yang telah dilakukan menjadi satu kebanggaan tersendiri karena telah memberikan kontribusinya dalam pembangunan di daerahnya.

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata untuk keperluan pemerintah disatu pihak, tetapi demi kepentingan rakyat banyak karena pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah tanpa adanya kontraprestasi langsung kepada masyarakat kepada pemerintah. Pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah, dilaksanakan sedemikian rupa agar tidak merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan syarat-syarat yang khusus untuk melakukannya agar seimbang antara masyarakat dan pemerintah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.39

38Mardiasmo, Op. Cit.,hal 5.


(46)

Adapun syarat-syarat pemungutan pajak seperti yang ditulis Mardiasmo dalam bukunya perpajakan, menyatakan bahwa “Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus dipenuhi syarat yakni pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan).

Menurut Rochmad Soemitro, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai

public investment.40

Hukum pajak adalah kumpulan aturan-aturan /norma-norma yang mengatur hubungan antara kewenangan Pemerintah/Negara sebagai pemungut pajak (fiskus) dengan masyarakat sebagai pembayar pajak (wajib pajak). Dengan perkataan lain hukum pajak mengatur :

1. Subjek pajak 2. Objek pajak

3. Kewajiban wajib pajak terhadap Pemerintah, 4. Timbulnya dan hapusnya utang pajak

5. Penagaihan pajak.

6. Pengajuan dan banding pada peradilan pajak


(47)

Menurut Rochmad Soemitro, ada 2 macam hukum pajak, yaitu :41

1. Hukum Pajak Materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenal pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh : Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2. Hukum Pajak Formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak matriil). Hukum ini memuat antara lain :

a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak. b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak

mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.

c. Kewajiban wajib pajak misalnya, menyelenggarakan keberatan dan banding.

Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dalam pemungutan pajak agar tidak menimbulkan hambatan ataupun perlawanan, maka dalam pemungutan pajak terdapat azas yang harus diperhatikan yaitu :42

1. Pemungutan pajak harus adil (azas keadilan).

Sesuai dengan tujuan hukum yaitu mencapai keadilan, maka baik undang-undang serta pelaksanaan pemungutan itu harus adil.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (azas yuridis). Di Indonesia mengenai pemungutan pajak ada diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2 yang berbunyi : "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan negara diatur dengan undang-undang", dengan demikian memberikan jaminan untuk menyatakan keadilan baik bagi negara maupun terhadap warga negaranya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (azas ekonomis)

Dimana pemungutan pajak itu tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. Karena yang dikenakan pajak tersebut adalah pendapatan bukan modal.

41Mardiasmo,Op Cit., hal. 5.


(48)

4. Pemungutan pajak harus efisien (azas finansial).

Pemungutan pajak harus disesuaikan dengan fungsinya, untuk obligasi kas negara. Sesuai dengan fungsi budgetair, maka biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Dengan sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sesuai dengan tujuan hukum yaitu mencapai keadilan, baik dalam undang-undang maupun dalam pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam undang- perundang-undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.43

Jadi jelaslah bahwa yang diutamakan dalam pemungutan pajak adalah unsur keadilan, sebab apabila keadilan tidak tercapai dalam pemungutan pajak, maka dapat menimbulkan pengaruh yang negatif dalam kehidupan masyarakat.44

Adapun jenis-jenis sistem pemungutan pajak yang dikenal antara lain:

1. Official Assessment System 2. Self Assessment System 3. With Holding System.

Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada fiskus. Fiskus berhak menentukan besarnya utang

43

Yogia S. Melinda,Capita Selecta Perpajakan di Indonesia, (Bandung: Armico, 1982), hal. 2-3. 44 P. Marihot Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, (Jakarta: PT.Raja


(49)

pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan ketetapan pajak, yang merupakan bukti timbulnya suatu utang pajak. Jadi dalam hal ini para wajib pajak bersifat pasif, dan menunggu ketetapan fiskus mengenai utang pajak.

Withholding System adalah merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga memungut dan menyetorkan pajak ke kas negara atas nama wajib pajak, kewenangan tersebut diatur dalam peraturan pajak. Sehingga pada prinsipnya, Withholding System telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan dengan tarif yang pasti besar dan pembayarannya dapat sebagai angsuran pajak atau bersikap final. Contohnya di Indonesia : Pengenaan PPh Pasal 21 UU PPh Tahun 2000, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jam, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.45

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Penekanannya adalah wajib pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak terhutangnya tanpa campur tangan fiskus.

Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat sebelum menyetorkan pajaknya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang


(50)

ditimbulkan sistem tersebut diatas, maka pada umumnya mengunakan Self Assessment System.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peran dominan ada pada wajib pajak) Dengan ditetapkanSystem Self Assessment menjadi sistem perpajakan nasional maka petugas pajak (fiskus) berfungsi sebagai pengawas.

Berdasarkan pemeriksaan, fiskus akan menetapkan apakah wajib pajak telah melunasi pajak terhutang sesuai dengan ketentuan atau tidak, dengan demikian dapat diketahui apakah pajak dibayar semestinya, terdapat kelebihan pembayaran pajak atau pun kekurangan pembayaran pajak terhutang.

Dari berbagai jenis pajak yang dikenakan terhadap masyarakat di Indonesia sebagaimana dikemukakan tersebut di atas, salah satu pajak yang dikenakan akibat terjadinya perbuatan hukum atau peristiwa hukum atas peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut ini :46

a. Akta pemindahan hak atas tanah atau bangunan di tanda tanganin oleh Risalah Lelang, untuk lelang ditanda tangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pajabat Lelang yang berwenang.

b. Dilakukannya pendaftaran hak kepada Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim atau wasiat.


(51)

Ketentuan pada pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menyatakan bahwa : ”Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan”.47

Bagi pihak yang menerima hak atas tanah dan/atau bangunan akan dikenakan kewajiban dalam pembayaran pajak sesuai dengan jumlah yang ditentukan oleh Undang-undang.

Prinsip-prinsip dasar yang dianut Undang-undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB ) adalah sebagai berikut :48

a. Sistem pemungutan kewajiban BPHTB berdasarkan Sistem Self Assessment, yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB, dan melaporkan tanpa mendasarkan diterbitkannya surat ketetapan pajak.

b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari nilai perolehan objek pajak (NPOP) atau 5% dari NJOP PBB jika besarnya NPOP tidak diketahui atau kurang dari NJOP PBB.

c. Dikenakan sanksi kepada wajib Pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melakukan pelanggaran ketentuan atau tidak melaksanakanya kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang BPHTB.

d. Hasil Penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada daerah dengan komposisi 80% untuk daerah dan 20% untuk pusat.

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

47

Pasal 1 angka 42, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Derah dan Retribusi Daerah.

48 Ketentuan Umum, Pasal 1 Angka 45, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Tentang


(52)

Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi pemindahan hak dan pemeberian hak baru. Selain itu, pemberian hak baru dapat karena kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.

Jenis hak atas tanah yang dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan /atau Bangunan, jenis hak yang diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) adalah meliputi, hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. Sedangkan jenis hak yang diatur dalam Undang-Undang rumah susun adalah hak milik atas satuan rumah susun dan penegelolaan.

Subjek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayaran, pemotongan pajak dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.49

Undang-Undang Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menentukan berapa pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Para pejabat ini diberi kewenangan untuk memeriksa apakah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhutang sudah disetor ke Kas Daerah, oleh pihak yang memperoleh hak sebelum pejabat yang berwenang menandatangani dokumen yang berkenaan dengan perolehan dimaksud.

49Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 45, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak


(53)

Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) dalam pelaksanaan Undang-undang tentang BPHTB mempunyai tugas pokok dan fungsi membuat serta menanda tangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan setelah subjek/wajib pajak BPHTB menyerahkan bukti penyetoran biaya pajak Kas Negara. Kemudian Pejabat Pembuat Akta Tanah melaporkan pembuatan akta Perolehan Hak Atas tanah dan atau Bangunan tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.50

Undang-Undang BPHTB telah menentukan bebera pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pejabat tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Salah satu pejabat tersebut adalah Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota.

Dalam melakukan pengawasan pajak BPHTB peranan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota secara garis besar dapat dikelompok menjadi:

1. Aturan yang mendasari kewenangan Kantor Pertanahan melakukan fungsi pengawasan terhadap pemenuhan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah Pasal 24 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 berikut dengan aturan pelaksanaanya, sedangkan aturan lain yang berkaitan dengan BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

50 Adjie Habib, Meneropong Khazana Notaris dan PPAT Indonesia, (Bandung: PT. Citra


(54)

2. Fungsi Pendaftaran tanah adalah untuk mendapatkan bukti berupa sertifikat yang hanya dapat dilakukan oleh Kantor Pertanahan di mana lokasi tanah itu berada, Pendaftaran tanah tersebut merupakan kelanjutan dari proses perolehan hak atas tanah, keputusan diterima atau ditolaknya pendaftaran atas suatu perolehan hak atas tanah sangat tergantung kepada terpenuhinya syarat yang menjadi sistem dan prosedur adalah telah dibayarnya BPHTB sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dengan kata lain Kantor Pertanahan hanya dapat mendaftarkan perolehan hak atas tanah kalau dilakukan dengan cara yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan telah dilakukan pemenuhan atas BPHTB sesuai dengan tarif yang berlaku.

3. Tata cara pengawasan pemenuhan BPHTB atas perolehan hak atas tanah, oleh Kantor Pertanahan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, melalui pejabat yang berwenang dengan meminta bukti pemenuhan surat setoran BPHTB yang dilampiri dengan bukti peralihan hak atas suatu tanah (akta peralihan hak, surat keterangan waris, surat keputusan pemberian hak) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan atas Tanah yang menjadi objek peralihan.

4. Yang menjadi tolak ukur dalam pengawasan pemenuhan PBHTB adalah nilai tertinggi di antara dua nilai yang menjadi dasar pengenaan BPHTB, dua nilai tersebut adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).


(55)

Pengawasan yang dilakukan terhadap BPHTB ini secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengawasan oleh fiskus atau petugas pajak dan pengawasan oleh pejabat lain yang diberikan berdasarkan kewenangan yang dimilikinya.

Pihak-pihak yang terkait pada pelaksanaan Self Asessment System dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk transaksi terhadap jual beli tanah dan bangunan adalah sebagai berikut :

1. Wajib Pajak dalam hal ini adalah penjual dan pembeli, apabila nilai perolehan objek pajaknya di atas nilai perolehan hak atas tanah dan bangunan tidak kena pajak;

2. PPAT, selaku Pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta peralihan hak;

3. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, yang secara organisasi dan bekerja sama dengan PPAT dalam menyiapkan Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB (SSPD BPHTB);

4. Kantor Pertanahan, selaku instansi yang memperoses permohonan pendaftaran peralihan.

Dalam pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan System Self Assessment, belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. wajib pajak belum menggunakan Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) yang sebenarnya sebagai dasar penghitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


(56)

Kecenderungan adanya upaya menghindari pajak adalah merupakan faktor pendorong wajib pajak untuk memberikan keterangan mengenai Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang tidak sesuai dengan nilai perolehan sebenarnya. Hal tersebut terkait tingginya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang haras dibayar sehingga wajib pajak menggunakan nilai terkecil dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau harga transaksi dan mencantumkan harga transaksi yang bukan sebenarnya dalam akta jual beli, sehingga dapat mempengaruhi besarnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dibayar oleh wajib pajak.

Oleh karena itu, banyak Wajib Pajak mengunakan dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dipakai adalah dengan mengaju pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).

B. Sistem Dan Prosedur Pemungutan BPHTB di Kota Tanjung Balai

Sebelum lahirnya Undang-Undang baru Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

(BPHTB) pada Pemerintah Pusat merupakan dana bagi hasil yang merupakan bagian dari daerah yang bersumber dari penerimaan yang dihasilkan oleh daerah. Seiring dengan Otonomi Daerah melalui pola desentralisasi fiskal, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) telah resmi sepenuhnya menjadi Pajak Daerah yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2011.

Berkaitan dengan pemungutan BPHTB, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selain


(57)

pemungutan, maka hasil pemungutan tersebut seluruhnya menjadi kewenangan Daerah karena dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. BPHTB merupakan salah satu pajak Daerah, sehingga sebagai konsekkuensinya tidak hanya pemungutannya tetapi segala sesuatunya yang berkaitan dengan BPHTB kewenangannya menjadi milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan bukan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dilaksanakan dengan pola desentralisasi fiskal. Dimana dalam pemungutan BPHTB sebagai pajak daerah ini diharapkan mampu untuk meningkatkan kemandirian daerah di dalam membiayai kebutuhannya sendiri tanpa lagi harus menggantungkan diri pada Pemerintah Pusat

Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kota Tanjung Balai dilaksanakan berdasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2011 merupakan pedoman utama dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam melaksanakan pemungutan BPHTB.

Efektifitas pemungutan BPHTB dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) memerlukan waktu dan biaya selama pemungutan. Waktu pemungutan BPHTB berlangsung pada hari kerja (Senin-Jumat) pada hari kerja. Waktu pemungutan BPHTB dilakukan setelah ada transaksi antara wajib pajak dengan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA).


(1)

melakukan penyesuaian data NJOP dengan harga pasar.Nilai NPOPTKP dianggap daerah masih terlalu tinggi, sehingga penerimaan daerah menjadi berkurang.

B. Saran-Saran

1. Agar Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011 tentang pelaksanaan sistem dan prosedur pemungutan BPHTB Kota Tanjung Balai disesuaikan dengan PP 91 Tahun 2009 dan Perda Nomor 2 Tahun 2011 yaitu pemungutan BPHTB dengan sistem Self Assessment.

2. Agar terdapat kepastian hukum sesuaisystem self assessmenmaka PPAT/Notaris seharusnya dapat menandatangani akta jual beli segera setelah meyakinkan bahwa BPHTB terutang telah dibayar. Bila mana terdapat kurang bayar BPHTB maka pihak DPPKA dapat melakukan penelitian pajak untuk menetapkan besarnya BPHTB yang seharusnya dibayar bagi wajib pajak dan untuk selanjutnya ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar. 3. Mengingat pengelolaan BPHTB sudah dilakukan oleh pemerintah pusat

khususnya Direktorat Jenderal Pajak sangat diperlukan transfer data dari lembaga ini kepada lembaga pelaksanaan baru karena Database merupakan acuan dasar untuk memperbaharui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) oleh Wajib Pajak, sebaiknya diperbaharui dua tahun sekali, Petugas pajak diharapkan dapat mengurangin tingkat kesulitan dan membantu Wajib pajak dengan ketersediaan sumberdaya manusia daerah yang menanganin perpajakan.Keahlian penilaian


(2)

(apraisal) perlu diperkuat pada pegawai DPPKA untuk bisa menjalankan tugasnya sesuai SOP untuk meningkatkan pembaharuan NJOP sebagai Nilai Transaksi.

Agar pemerintah daerah dalam menerapkan NJOPTKP setinggi-tingginya Rp. 60 juta, atau bisa juga dengan menetapkan NPOPTKP per klaster sesuai dengan kesamaan karaktristiknya masing-masing daerah. Pemerintah daerah juga harus melakukan evaluasi terhadap alokasi belanja dalam APBD agar proporsi belanja modal (infrastrukturnya) terus mengalami kenaikan. Dengan harapan bahwa pengembangan infrastruktur akan meningkatkan nilai dan bangunan di daerah Kota Tanjung Balai.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku :

Abdulrahman, Soejono H.Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Bina Cipta, 2003. Adi, Rianto,Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 1986.

Ali, Chaidir,Hukum Pajak Elementer, Bandung: Eresco, 1993.

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Jakarta: Gunung Agung, 2002

________________,DjohariSantoso,HukumPerjanjianIndonesia Yogyakarta:Universitas Islam indonesia.

Ansari, Tunggul,Pengantar Hukum Pajak, Malang: Bayu Media Publishing, 2006. Ashofa, Burhan,Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Brotodiharjo, R. Santoso,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Eresco, 1995. Habib, Adjie, Meneropong Khazana Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung: PT.

Citra Aditya, 2009.

_____________, Telaah Ulang: Kewenangan PPAT Untuk Membuat Akta, Bukan Mengisi Blanko Formulir Akta, Renvoi, Jurnal Nomor 3,44, IV, Januari 2007 Hadi, Sutrisno,Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1989.

Ismawan, Indra, Memahami Reformasi Perpajakan, Jakarta: Media Kompurindo, 2001.

Ida Zuraida, Penagihan Pajak-Pajak Pusat dan Pajak daerah.Bogor: Ghalia Indonesia,2011.

Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar llmu Hukum Normatif, Sebagai llmu Hukum Empirik, Diterjemahkan Oleh Sumardi, Yogyakarta: Rindipress, 1993.


(4)

Muhammad, Abdul Kadir,Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1986.

____________,Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004. Mardiasmo,Perpajakan, Yogyakarta: Andi Offset, 2005.

Melinda, Yogia S.,Capita Selecta Perpajakan di Indonesia, Bandung: Armico, 1982. Meliala, Qiram Syamsuddin,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Yogyakarta: Penerbit

Liberty, 1985.

Moloeng, Lexy J., Metodologi Penelitian Kwalitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.

Parangin-Angin, Effendi, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandangan Praktisi Hukum,Jakarta: Rajawali Press, 1986.

R. Subekti,Aneka Perjanjian, Cet,10, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

_____________,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet.XXXI, Jakarta: Intermasa, 2003. Remi Syahdeni, Sutan, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993.

Ridwan,Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Yogyakarta: Bina Cipta, 2004.

Santoso, Djohari dan AH, Achmad, Hukum Perjanjian Indonesia, Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989.

Sumitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Sidharta, B.Arief, Refleksi Tentang Hukum, Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Hukum Dalam Teori Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2011.

Soemitro, Rochmat,Pajak dan Pembangunan, Bandung: Eresco, 1994. _______________,Pengantar Singkat Hukum Pajak, Bandung: Eresco, 1992. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1982.


(5)

_______________, dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Suandi, Erly,Hukum Pajak,Jakarta: Salemba, 2002.

Siahaan, P. Marihot, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003.

Syafril, Notaris/PPAT Kota Tanjung Balai, Wawancara tanggal 20 Juli 2013 dan tanggal 13 September 2013.

Tjokroamidjojo, Bintoro, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1998.

Waluyo dan Wirawan. B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, Buku 2, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002.

Widjaya, Gunawan, Kartini Muljadi,Jual Beli Seri Hukum Perikatan, Ed.I, Cet.2, PT Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

——————————, Lisensi atau Waralaba, Raja Grafindo Persda, Jakarta, 2004.

Wuisman, JJJ.M, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Azas-azas, Penyunting M.Hisyam, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996.

Yudara, N.G, Kedudukan Akta PPAT Sebagai Alat Bukti Tertulis yang Otentik, Makalah, Jakarta, 8 Juni 2001.

Zuraida, Ida, Penagihan Pajak, Pajak Pusat dan Pajak Daerah, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.

Peraturan-Peraturan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, tentang Pembentukan Peraturan


(6)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dari Peralihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 Tentang Perubahan atas Peraturan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30 Tahun 2005

Keputusan Menteri Keuangan Tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Kepmen Keuangan No.517/KMK.04/2000, Pasal 4 ayat (1).

Surat Menteri Keuangan Nomor S-632/MK.07/2010, tanggal 30 November 2010 tentang Percepatan Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/2000

Internet:

http;//www.Sumaterautara.go.id/index.php/bphtb.html. http;//www.Sumaterautara.go.id/index.php/bphtb.html


Dokumen yang terkait

Kajian Aspek Legal Pengenaan PPH Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dan BPHTB Terhadap Transaksi Leasing Tanah Dan Bangunan”

6 67 188

Kajian Hukum Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Transaksi BOT (Built Operate And Transfer)

11 132 141

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru

6 97 144

Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kabupaten Badung.

2 16 63

PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM JUAL BELI TANAH DAN ATAU BANGUNAN DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 79

Penentuan Harga Jual Beli Tanah Dalam Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru

0 0 17

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BPHTB DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA TANJUNG BALAI A. Jenis-jenis Sistem Pemungutan Perpajakan - Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Bel

0 1 27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

0 0 27

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

0 1 15

PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA - UNS Institutional Repository

0 1 13