Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesionalisme dan Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri 1 Barumun Tengah

18

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kinerja Guru
Kinerja merupakan sebuah hasil kerja atau prestasi kerja. Tetapi, menurut
Wibowo (2007) sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan
hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.
Beberapa pengertian kinerja oleh sejumlah ahli diantaranya dikemukakan oleh
Rivai (2005) antara lain; (1) kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai
dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang
diminta; (2) kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada
diri pekerja; dan (3) kinerja merupakan suatu fungsi motivasi dan kemampuan
menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan
dan tingkat kemampuan tertentu. Selain itu, menurut Amstrong dan Brown dalam
Wibowo (2007), bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan
memberikan kontribusi ekonomi.
Sagala (1995) mengemukakan bahwa performansi berasal dari bahasa

inggris performance yang berarti unjuk kerja atau kinerja, namun terminologi ini
telah di Indonesiakan menjadi performansi. Performansi menunjukkan efektivitas
dan efisiensi dalam melaksanakan tugas. Dimana semakin baik performansi
seseorang maka semakin baik efektivitas dan efisiensi seseorang dalam
kinerjanya. Menurut Harris dkk sebagaimana dikutip Sagala (1995) mengatakan
bahwa performansi/kinerja adalah prilaku yang menunjukkan kompetensi yang
18

Universitas Sumatera Utara

19

relevan dengan tugas yang realistis dan gambaran prilaku difokuskan pada
konteks pekerjaan yaitu prilaku diwujudkan untuk memperjelas deskripsi kerja
menentukan kinerja yang akan memenuhi kebutuhan organisasi yang diinginkan.
Menurut Harsey dan Blanchard dalam Rivai (2005), bahwa kinerja
merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan
tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat
kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup
efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemehaman yang jelas tentang apa yang

akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Menurut Robbin dan Rivai (2005), juga berpendapat bahwa kinerja
merupakan fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau
motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = f(A x M x
O). Artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan
kesempatan. Dengan demikian kinerja ditentukan oleh faktor kemampuan,
motivasi dan kesempatan.
Penulis memberi kesimpulan berdasarkan pendapat kedua ahli bahwa
kinerja merupakan hasil karya yang dicapai oleh suatu institusi atau organisasi.
Tolak ukur keberhasilan suatu institusi mencakup seluruh kegiatan setelah melalui
uji tuntas terhadap tujuan usaha yang telah ditetapkan, dilaksanakan dan melalui
proses pengawasan. Dari pengertian tersebut tercakup beberapa unsur penting
yang ada dalam suatu kinerja. Pertama, adanya institusi, baik berupa lembaga
seperti organisasi atau pranata seperti sistem pengaturan. Kedua, adanya tujuan
yang telah ditetapkan dan diusahakan pencapaiannya. Ketiga, adanya instrument
yang digunakan dalam pelaksanaan uji tuntas.

19

Universitas Sumatera Utara


20

Penilaian kinerja berkaitan erat dengan efisiensi dan efektivitas.
Keberhasilan suatu kinerja adalah kemampuan mengelola sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan serta dapat mempertahankan pencapaian pada tingkat
operasi yang efektif dan efisien. Kinerja manajerial berhasil manakala mampu
menekan penggunaan sumber daya seminimal mungkin,untuk mencapai tujuan
dengan semaksimal mungkin. Efektivitas adalah kemampuan menentukan pilihan
(options) dengan tepat. Seorang manajer disebut efektif manakala mampu
menentukan pilihan pekerjaan yang tepat untuk dilaksanakan. Proses yang akan
dilalui dalam penilaian kinerja adalah prosedur kerja dan langkah-langkah kerja
sejak proses pemahaman terhadap kinerja dimulai dari menyusun instrument dan
menguji cobakan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyusun laporan.
Kemampuan seorang guru manyampaikan pelajaran dengan baik akan
sangat mempengaruhi tingkat keinginan belajar anak di kelas. Keinginan seorang
anak untuk menerima pelajaran dari seorang guru dapat menjadi salah satu faktor
penentu berhasilanya proses pembelajaran di kelas. Seorang guru harus memiliki
kemampuan profesional yang mampu menguasai semua materi, konsep, dan
landasan pendidikan sehingga dapat memberikan suatu pelajaran yang baik yang

menghasilkan hasil belajar yang tinggi. Seperti yang ditegaskan oleh Depdiknas
(2004) bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru untuk mendemonstrasikan
berbagai kecakapan yang dimilikinya. Dari pernyataan ini jelas bahwa kinerja
guru adalah kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang
guru.
Guru sebagai pemimpin belajar harus dapat menggerakkan dan mendorong
peserta didik agar semangat dalam belajar sehingga peserta didik benar – benar

Universitas Sumatera Utara

21

dapat menguasai bidang ilmu yang diajarkan. Bukan hanya sekedar turut
mengikuti pelajaran, melainkan ikut mengetahui keilmuan yang dibangun dalam
mata pelajaran tersebut. Karena itu guru bidang studi harus membantu peserta
didik agar dapat memperoleh pembinaan yang sesuai dengan bakat yang
dimilikinya. Disamping itu seorang guru harus memiliki kepribadian dan nilai
sosial yang baik agar menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat bahwa guru
sebagai motivator dapat mendorong dan membina peserta didik menjadi generasi
bangsa yang bermoral dan berakhlak.

Menurut Sahertian dalam Kunandar (2007) ada sepuluh kompetensi dasar
yang harus dimiliki sebagai seorang guru yakni; (1) kemampuan menguasai bahan
ajar yang akan disampaikan; (2) kemampuan mengelola program belajar
mengajar; (3) kemampuan mengelola kelas; (4) kemampuan menggunakan
media/sumber; (5) kemampuan menguasai landasan – landasan pendidikan; (6)
kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar; (7) kemampuan menilai
prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran; (8) kemampuan mengenal fungsi
program pelayanan bimbingan dan penyuluhan; (9) kemampuan mengenal dan
menyelenggarakan administrasi pendidikan; dan (10) kemampuan memahami
prinsip – prinsip penelitian guna kepentingan mengajar. Sepuluh kompetensi dasar
tersebut merupakan kemampuan utama yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Kinerja guru dapat dilihat dari keberhasilan penerapan seluruh kompetensi guru
pada saat melaksanakan pembelajaran disekolah. Namun apabila kompetensi
sebagai seorang guru belum berjalan dengan baik maka kinerja guru dapat
dikatakan belum berjalan dengan baik pula.

Universitas Sumatera Utara

ORGANIZATIONAL
MECHANISMS

Organizational
Culture

Organizational
Structure

GROUPMECHANISMS
Leadership
Styles&
Behaviors

INDIVIDUAL
MECHANISMS
Job
Satisfaction
Stress

Leadership
Power &
Influence

Teams
Processes

Teams
Characteristics

Motivation
Trust, Justice,
&Ethics

INDIVIDUAL
OUTCOMES
Job
Performance

Organizational
Commitment

Learning&
Decision

Making

INDIVIDUAL
CHARACTERISTICS
Personality&
Cultural
Values

Colquitt,LePine, Wesson(2009)
Ability

Universitas Sumatera Utara

23

kepercayaan personalia sekolah. Kepala sekolah dan pengawas juga berperan
penting dalam menciptakan guru yang memiliki kompetensi.
Kinerja seorang guru dapat dipengaruhi oleh supervisi dan budaya
organisasi. Supervisi merupakan suatu proses pembimbingan dari pihak atasan
kepada guru – guru untuk memperbaiki situasi belajar mengajar, agar para siswa

dapat belajar secara efektif dengan prestasi yang semakain meningkat. Budaya
yang baik akan menghasilkan manusia yang baik pula. Seperti yang dikemukakan
oleh Sutrisno (2010) bahwa budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh
terhadap prilaku dan efektifitas kinerja perusahaan. Oleh karena itu sangat penting
bagi seorang guru untuk mengetahui dan memahami budaya yang ada disekitar
lingkungan kerja untuk menunjang kualitas kerja seorang guru.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa kinerja
guru merupakan kemampuan melaksanakan kompetensi guru mulai dari
kompetensi dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran serta
melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Adapun indikator kinerja guru
adalah perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil
belajar siswa.

2.1.2. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menurut Mathis and Jackson (2001) adalah keadaan emosi
yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja
muncul saat harapan – harapan ini tidak terpenuhi. Sebagai contoh, jika seorang
tenaga kerja mengharapkan kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga
kerja mungkin bisa menjadi tidak puas jika tempat kerja tidak aman dan kotor.
Sedangkan menurut Davis dan Newstrom (2002). Job satisfaction can be viewed


Universitas Sumatera Utara

24

as an overall attitude, or it can apply to the various parts of an individual’s job.
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau
tidaknya pekerjaan mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini
dengan unsur lainnya dari sikap pegawai. Kepuasan kerja adalah perasaan senang
atau tidak senang yang relatif berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan
perilaku.
Hasibuan (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja
dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, kombinasi dalam dan luar pekerjaan.
Rivai (2003) menyatakan kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tentang
seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
Kepuasan kerja juga adalah sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa
sikap khusus terhadap faktor – faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan
sosial individu di luar kerja.

Kepuasan kerja adalah suatu sikap positif dan negative yang dipunyai
individu terhadap berbagai segi pekerjaan, tempat kerja dan hubungan dengan
teman sekerja. Hal ini diakibatkan dari faktor intrinsik, ekstrinsik dan persepsi
mereka terhadap pekerjaan. Individu yang mempunyai kepuasan kerja tinggi
mempunyai sikap yang positif terhadap pekerjaan, sebaliknya individu yang
mempunyai kepuasan kerja rendah mempunyai sikap yang negatif terhadap
pekerjaan.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebt dapat disimpulakn bahwa
kepuasan kerja guru adalah refleksi perasaan seseorang yang menyenangkan

Universitas Sumatera Utara

25

tentang pekerjaannya berdasarkan atas harapan guru dengan imbalan yang
diberikan oleh organisasi/sekolah tempat kerja. Kepuasan kerja guru ditunjukkan
oleh sikap guru dalam mengajar. Jika guru merasa puas akan keadaan yang
mempengaruhinya maka ia akan mengajar dengan baik, sebaliknya jika guru tidak
merasa puas atau kecewa akan keadaan yang mempengaruhinya maka ia akan
mengajar dengan sesuka hatinya.
Rivai (2007) menyatakan indikator kepuasan kerja yaitu: (1) isi pekerjaan;
(2) supervisi; (3) organisasi dan manajemen; (4) kesempatan untuk maju; (5) gaji
dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif; (6) rekan
kerja dan (7) kondisi kerja. Sedangkan Komariah dan Triatna (2008), menyatakan
ada lima indikator kepuasan kerja guru: (1) sumber daya pendidikan; (2) proses
belajar mengajar; (3) prestasi sekolah; (4) penghasilan dan penghargaan dan (5)
kebebasan melakukan aktivitas.
Berdasarkan ruang lingkup kerja guru dengan tugas utama sebagai
pengajar maka kepuasan kerja guru dapat ditentukan oleh indikator – indikator
nya sebagai berikut: (1) upah/gaji yang pantas; (2) kondisi kerja yang mendukung;
(3) hubungan dengan atasan; (4) hubungan dengan rekan sekerja dan (5) hasil
pekerjaan.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja yang biasa
terjadi pada dunia kerja/industri, yaitu: (1) usia. Ketika para karyawan makin
bertambah lanjut usianya, mereka cendrung sedikit lebih puas dengan
pekerjaannya. Karyawan yang lebih muda cenderung kurang puas karena
berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai sebab lain; (2) tingkat
pekerjaan. Orang – orang dengan pekerjaan pada tingkat lebih tinggi cenderung

Universitas Sumatera Utara

26

merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji
dan kondisi kerja lebih baik dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang
untuk merasa lebih puas; (3) ukuran organisasi. Pada saat organisasi semakin
besar, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja cenderung
agak menurun apabila tidak diambil tindakan perbaikan untuk mengimbangi
kecenderungan itu (Davis dan Newstrom, 2000).
Hasibuan

(2007)

menyebutkan

bahwa

kepuasan

kerja

karyawan

dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut: (1) balas jasa yang adil dan
layak; (2) penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian; (3) berat – ringannya
pekerjaan; (4) suasana dan lingkungan pekerjaan; (5) peralatan yang menunjang
pelaksanaan pekerjaan; (6) sikap pimpinan dalam kepeminpinannya; (7) sifat
pekerjaan monoton atau tidak. Sedangkan, Rivai (2007) menyatakan faktor –
faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja seseorang adalah; (1) kedudukan;
(2) pangkat dan jabatan; (3) masalah umur; (4) jaminan finansial dan jaminan
sosial; (5) mutu pengawasan, kedudukan, pangkat dan jabatan.
Usman (2008), menyatakan dampak langsung dari kepuasan kerja
terhadap kinerja meliputi: (1) produktivitas pekerja tinggi; (2) kemangkiran
pekerjanya tidak ada; (3) pelanggan menjadi puas dan meningkatnya jumlah
produksi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (2007) bahwa kepuasan kerja
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Artinya jika kepuasan diperoleh
dari pekerjaan maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya, jika kepuasan kerja
kurang tercapai dari pekerjaannya maka kedisiplinan karyawan rendah.
Menurut Robin dan Coulter (2007), bahwa efek kepuasan kerja terhadap
prilaku karyawan, yaitu pada produktivitas, tingkat absensi dan pergantian

Universitas Sumatera Utara

27

karyawan. Studi Hawthone, manajer menyimpulkan bahwa jika karyawan mereka
puas dengan pekerjaan mereka, kepuasan mereka akan diubah menjadi kerja
keras. Hasil studi ini mengisyaratkan bahwa jika makin tinggi kepuasan kerja
makan semakin tinggi efektifitas organisasi. Demikian pula dengan tingkat
absensi, karyawan yang mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi maka
tingkat absensinya lebih rendah jika dibandingkan dengan karyawan yang tidak
puas kerjanya. Begitu juga dengan tingkat pergantian karyawan. Karyawan yang
puas kerjanya memiliki tingkat pergantian yang rendah dibandingkan karyawan
yang tidak puas.

2.1.3. Kompetensi Guru
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai
dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. McAshan
(dalam Mulyasa, 2003) mengemukakan bahwa kompetensi adalah pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Senada dengan hal tersebut
lebih lanjut Finch dan Crunkilton (dalam Mulyasa 2003) mengartikan kompetensi
sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kompetensi mencakup tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan
untuk menunjang keberhasilan. Kompetensi, yaitu seperangkat pengetahuan ,
ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Universitas Sumatera Utara

28

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru menyatakan
bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan
diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Jenis
kompetensi guru, yaitu : (a) Kompetensi pedagogik, (b) Kompetensi kepribadian,
(c) Kompetensi sosial, dan (d) Kompetansi profesional.

2.1.4. Kompetensi Pedagogik
Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik. Depdiknas (2004) menyebut kompetensi ini dengan
“kompetensi Pengelolaan Pembelajaran”. Kompetensi ini dapat dilihat dari
kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan
interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan
penilaian. Implikasi dari kemampuan ini tentunya dapat terlihat dari kemampuan
guru dalam menguasai prinsip-prinsip belajar, mulai dari teori belajarnya hingga
penguasaan bahan ajar. Meskipun setiap siswa memiliki sifat, karakter, dan
kesenangannya masing-masing, namun dengan menguasai kemampuan pedagogik
ini guru akan mampu menyampaikan materi ajar dengan baik kepada siswa yang
heterogen tersebut.

Universitas Sumatera Utara

29

Kompetensi Pedagogik merupakan salah satu jenis kompetensi yang
mutlak perlu dikuasai guru. Kompetensi Pedagogik pada dasarnya adalah
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi
Pedagogik merupakan kompetensi khas, yang akan membedakan guru dengan
profesi lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran peserta didiknya. Kompetensi ini tidak diperoleh secara tiba-tiba
tetapi melalui upaya belajar secara terus menerus dan sistematis, baik pada masa
pra jabatan (pendidikan calon guru) maupun selama dalam jabatan, yang
didukung oleh bakat, minat dan potensi keguruan lainnya dari masing-masing
individu yang bersangkutan.
Berkaitan dengan kegiatan Penilaian Kinerja Guru terdapat 7 (tujuh) aspek
dan 45 (empat puluh lima) indikator yang berkenaan penguasaan kompetensi
pedagogik. Berikut ini disajikan ketujuh aspek kompetensi pedagogik beserta
indikatornya:
1. Menguasai

karakteristik

peserta

didik.

Guru

mampu

mencatat

dan

menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik untuk membantu
proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik, intelektual,
sosial, emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya:
a) Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik di
kelasnya,
b) Guru memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran,

Universitas Sumatera Utara

30

c) Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar yang
sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan kemampuan
belajar yang berbeda,
d) Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan perilaku peserta didik
untuk mencegah agar perilaku tersebut tidak merugikan peserta didik
lainnya,
e) Guru membantu mengembangkan potensi dan mengatasi kekurangan peserta
didik,
f) Guru memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu agar
dapat mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik tersebut
tidak tersisihkan, diolok‐olok, minder, dan sebagainya.
2. Menguasasi teori belajar dan prinsip‐prinsip pembelajaran yang mendidik.
Guru mampu menetapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan standar kompetensi
guru. Guru mampu menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan memotivasi mereka untuk belajar:
a) Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai materi
pembelajaran sesuai usia dan kemampuan belajarnya melalui pengaturan
proses pembelajaran dan aktivitas yang bervariasi,
b) Guru selalu memastikan tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi
pembelajaran tertentu dan menyesuaikan aktivitas pembelajaran berikutnya
berdasarkan tingkat pemahaman tersebut,

Universitas Sumatera Utara

31

c) Guru dapat menjelaskan alasan pelaksanaan kegiatan/aktivitas yang
dilakukannya, baik yang sesuai maupun yang berbeda dengan rencana,
terkait keberhasilan pembelajaran,
d) Guru menggunakan berbagai teknik untuk memotiviasi kemauan belajar
peserta didik,
e) Guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang saling terkait satu sama
lain, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran maupun proses belajar
peserta didik,
f) Guru memperhatikan respon peserta didik yang belum/kurang memahami
materi

pembelajaran

yang

diajarkan

dan

menggunakannya

untuk

memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.
3. Pengembangan kurikulum. Guru mampu menyusun silabus sesuai dengan
tujuan terpenting kurikulum dan menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan
lingkungan pembelajaran. Guru mampu memilih, menyusun, dan menata
materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik:
a) Guru dapat menyusun silabus yang sesuai dengan kurikulum,
b) Guru merancang rencana pembelajaran yang sesuai dengan silabus untuk
membahas materi ajar tertentu agar peserta didik dapat mencapai
kompetensi dasar yang ditetapkan,
c) Guru mengikuti urutan materi pembelajaran dengan memperhatikan tujuan
pembelajaran,
d) Guru memilih materi pembelajaran yang: (1) sesuai dengan tujuan
pembelajaran, (2) tepat dan mutakhir, (3) sesuai dengan usia dan tingkat

Universitas Sumatera Utara

32

kemampuan belajar peserta didik, (4) dapat dilaksanakan di kelas dan (5)
sesuai dengan konteks kehidupan sehari‐hari peserta didik.
4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik.

Guru mampu menyusun dan

melaksanakan rancangan pembelajaran yang mendidik secara lengkap. Guru
mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik. Guru mampu menyusun dan menggunakan berbagai materi
pembelajaran dan sumber belajar sesuai dengan karakteristik peserta didik. Jika
relevan, guru memanfaatkan teknologi informasi komunikasi (TIK) untuk
kepentingan pembelajaran:
a) Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rancangan yang
telah

disusun

secara

lengkap

dan

pelaksanaan

aktivitas

tersebut

mengindikasikan bahwa guru mengerti tentang tujuannya,
b) Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran yang bertujuan untuk membantu
proses belajar peserta didik, bukan untuk menguji sehingga membuat peserta
didik merasa tertekan,
c) Guru mengkomunikasikan informasi baru (misalnya materi tambahan)
sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik,
d) Guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik sebagai tahapan
proses pembelajaran, bukan semata‐mata kesalahan yang harus dikoreksi.
Misalnya: dengan mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang
setuju/tidak setuju dengan jawaban tersebut, sebelum memberikan
penjelasan tentang jawaban yamg benar,
e) Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan
mengkaitkannya dengan konteks kehidupan sehari‐hari peserta didik,

Universitas Sumatera Utara

33

f) Guru melakukan aktivitas pembelajaran secara bervariasi dengan waktu
yang cukup untuk kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan usia dan
tingkat kemampuan belajar dan mempertahankan perhatian peserta didik,
g) Guru mengelola kelas dengan efektif tanpa mendominasi atau sibuk dengan
kegiatannya sendiri agar semua waktu peserta dapat termanfaatkan secara
produktif,
h) Guru mampu audio‐visual (termasuk tik) untuk meningkatkan motivasi
belajar peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menyesuaikan
aktivitas pembelajaran yang dirancang dengan kondisi kelas,
i) Guru memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya,
mempraktekkan dan berinteraksi dengan peserta didik lain,
j) Guru mengatur pelaksanaan aktivitas pembelajaran secara sistematis untuk
membantu proses belajar peserta didik. Sebagai contoh: guru menambah
informasi baru setelah mengevaluasi pemahaman peserta didik terhadap
materi sebelumnya, dan
k) Guru menggunakan alat bantu mengajar, dan/atau audio‐visual untuk
meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
5. Pengembangan potensi peserta didik. Guru mampu menganalisis potensi
pembelajaran setiap peserta didik dan mengidentifikasi pengembangan potensi
peserta didik melalui program

embelajaran yang mendukung siswa

mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, dan kreativitasnya sampai
ada bukti jelas bahwa peserta didik mengaktualisasikan potensi mereka:

Universitas Sumatera Utara

34

a) Guru menganalisis hasil belajar berdasarkan segala bentuk penilaian
terhadap setiap peserta didik untuk mengetahui tingkat kemajuan
masing‐masing.
b) Guru merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran yang mendorong
peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecakapan dan pola belajar
masing‐masing.
c) Guru

merancang

dan

melaksanakan

aktivitas

pembelajaran

untuk

memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berfikir kritis peserta didik.
d) Guru secara aktif membantu peserta didik dalam proses pembelajaran
dengan memberikan perhatian kepada setiap individu.
e) Guru dapat mengidentifikasi dengan benar tentang bakat, minat, potensi, dan
kesulitan belajar masing-masing peserta didik.
f) Guru memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik sesuai dengan
cara belajarnya masing-masing.
g) Guru memusatkan perhatian pada interaksi dengan peserta didik dan
mendorongnya untuk memahami dan menggunakan informasi yang
disampaikan.
6. Komunikasi dengan peserta didik. Guru mampu berkomunikasi secara efektif,
empatik dan santun dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif.
Guru mampu memberikan respon yang lengkap dan relevan kepada komentar
atau pertanyaan peserta didik:
a) Guru menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga
partisipasi peserta didik, termasuk memberikan pertanyaan terbuka yang

Universitas Sumatera Utara

35

menuntut peserta didik untuk menjawab dengan ide dan pengetahuan
mereka.
b) Guru memberikan perhatian dan mendengarkan semua pertanyaan dan
tanggapan peserta didik, tanpamenginterupsi, kecuali jika diperlukan untuk
membantu atau mengklarifikasi pertanyaan/tanggapan tersebut.
c) Guru menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, benar, dan
mutakhir,

sesuai

tujuan

pembelajaran

dan

isi

kurikulum,

tanpa

mempermalukannya.
d) Guru menyajikan kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kerja
sama yang baik antarpeserta didik.
e) Guru mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap semua jawaban
peserta didik baik yang benar maupun yang dianggap salah untuk mengukur
tingkat pemahaman peserta didik.
f) Guru memberikan perhatian terhadap pertanyaan peserta didik dan
meresponnya secara lengkap dan relevan untuk menghilangkan kebingungan
pada peserta didik.
7. Penilaian dan Evaluasi. Guru mampu menyelenggarakan penilaian proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi atas
efektivitas proses dan hasil belajar dan menggunakan informasi hasil penilaian
dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan. Guru mampu
menggunakan hasil analisis penilaian dalam proses pembelajarannya:
a) Guru menyusun alat penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang tertulis dalam RPP.

Universitas Sumatera Utara

36

b) Guru melaksanakan penilaian dengan berbagai teknik dan jenis penilaian,
selain penilaian formal yang dilaksanakan sekolah, dan mengumumkan hasil
serta implikasinya kepada peserta didik, tentang tingkat pemahaman
terhadap materi pembelajaran yang telah dan akan dipelajari.
c) Guru menganalisis hasil penilaian untuk mengidentifikasi topik/kompetensi
dasar yang sulit sehingga diketahui kekuatan dan kelemahan masing‐masing
peserta didik untuk keperluan remedial dan pengayaan.
d) Guru memanfaatkan masukan dari peserta didik dan merefleksikannya untuk
meningkatkan pembelajaran selanjutnya, dan dapat membuktikannya
melalui catatan, jurnal pembelajaran, rancangan pembelajaran, materi
tambahan, dan sebagainya.
e) Guru memanfatkan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan rancangan
pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya.

2.1.5. Kompetensi Kepribadian
Surya (2003) mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian sebagai
kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan
agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup
kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri,
pengarahan diri, dan perwujudan diri. Hal yang paling utama dalam kepribadian
guru adalah berakhlak mulia, dapat menjadi teladan dan bertindak sesuai norma
agama (iman dan taqwa), jujur, ikhlas, dan suka menolong serta memiliki perilaku
yang dapat dicontoh.

Universitas Sumatera Utara

37

Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa kompetensi kepribadian guru
yaitu kemampuan kepribadian yang: (1) mantap; (2) stabil; (3) dewasa; (4) arif
dan bijaksana; (5) berwibawa; (6) berakhlak mulia; (7) menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat; (8) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (9)
mengembangkan diri secara berkelanjutan. Sementara itu, Permendiknas No. 16
Tahun 2007 tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru menjelaskan kompetensi
kepribadian untuk guru kelas dan guru mata pelajaran, pada semua jenjang
pendidikan dasar dan menengah, sebagai berikut:
1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia, mencakup: (a) menghargai peserta didik tanpa
membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan
gender; dan (b) bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan
sosial yang berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia
yang beragam.
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan
bagi peserta didik dan masyarakat, mencakup: (a) berperilaku jujur, tegas, dan
manusiawi; (b) berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia;
dan (c) berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota
masyarakat di sekitarnya.
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, mencakup: (a) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan
stabil; dan (b) menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan
berwibawa.

Universitas Sumatera Utara

38

4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi
guru, dan rasa percaya diri, mencakup: (a) menunjukkan etos kerja dan
tanggung jawab yang tinggi; (b) bangga menjadi guru dan percaya pada diri
sendiri; dan (c) bekerja mandiri secara profesional.
5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru, mencakup: (a) memahami kode etik
profesi guru; (b) menerapkan kode etik profesi guru; dan (c) berperilaku
sesuai dengan kode etik guru.
Penguasaan kompetensi kepribadian guru memiliki arti penting, baik bagi
guru yang bersangkutan, sekolah dan terutama bagi siswa. Berikut ini disajikan
beberapa arti penting penguasaan kompetensi kepribadian guru:
1. Ungkapan klasik mengatakan bahwa “segala sesuatunya bergantung pada
pribadi masing-masing”. Dalam konteks tugas guru, kompetensi pedagogik,
profesional dan sosial yang dimiliki seorang guru pada dasarnya akan
bersumber dan bergantung pada pribadi guru itu sendiri. Dalam melaksanakan
proses pembelajaran dan berinteraksi dengan siswa akan banyak ditentukan
oleh karakteristik kepribadian guru yang bersangkutan. Memiliki kepribadian
yang sehat dan utuh, dengan kerakteristik sebagaimana diisyaratkan dalam
rumusan kompetensi kepribadian di atas dapat dipandang sebagai titik tolak
bagi seseorang untuk menjadi guru yang sukses.
2. Guru adalah pendidik profesional yang bertugas untuk mengembangkan
kepribadian siswa atau sekarang lebih dikenal dengan karakter siswa.
Penguasaan kompetensi kepribadian yang memadai dari seorang guru akan
sangat membantu upaya pengembangan karakter siswa. Dengan menampilkan
sebagai sosok yang bisa dipercaya dan ditiru, secara psikologis anak

Universitas Sumatera Utara

39

cenderung akan merasa yakin dengan apa yang sedang dibelajarkan gurunya.
Misalkan, ketika guru hendak membelajarkan tentang kasih sayang kepada
siswanya, tetapi di sisi lain secara disadari atau biasanya tanpa disadari,
gurunya sendiri malah cenderung bersikap tidak senonoh, mudah marah dan
sering bertindak kasar, maka yang akan melekat pada siswanya bukanlah
sikap kasih sayang, melainkan sikap tidak senonoh itulah yang lebih
berkesan dan tertanam dalam sistem pikiran dan keyakinan siswanya.
3. Di masyarakat, kepribadian guru masih dianggap hal sensitif dibandingkan
dengan kompetensi pedagogik atau profesional. Apabila ada seorang guru
melakukan tindakan tercela, atau pelanggaran norma-norma yang berlaku di
masyarakat, pada umumnya masyarakat cenderung akan cepat mereaksi. Hal
ini tentu dapat berakibat terhadap merosotnya wibawa guru yang bersangkutan
dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi sekolah, tempat dia bekerja.

2.1.6. Kompetensi Sosial
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, Kompetensi sosial
adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat. Johnson sebagaimana
dikutip Anwar (2004) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan
untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
membawakan tugasnya sebagai guru. Sesuai yang diatur dalam Undang – Undang
dimana salah satu kewajiban dari guru adalah memberi teladan serta menjaga
nama baik profesi, lembaga dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diterima. Dalam

kegiatan belajar

kompetensi guru berkaitan erat dengan

kemampuan dalam berkomunikasi secara lisan atau tulisan, isyarat dengan

Universitas Sumatera Utara

40

memakai teknologi komunikasi dan informasi. Guru harus bisa bergaul secara
efektif baik dengan siswa maupun dengan sesama pendidik, wali atau orang tua
murid dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitarnya. Kompetensi
sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar
(Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d).
Komunikasi efektif jika menimbulkan kesan, mengarahkan atau focus
pada materi yang disampaikan, dan spesifik. Guru hendaknya kreatif
mengoptimalkan kemampuan kinerja otak sebagai tempat menimbulkan kesan.
Maka guru dituntut mampu menentukan kata-kata yang tepat dalam memberi
penjelasan pada siswa. Oleh karena itu, sebaiknya guru menyusun perkataan yang
komunikatif serta santun untuk pembelajaran yang berkesan dan bermakna. Jika
seorang guru tidak mampu untuk berkomunikasi, maka materi yang harus
disampaikan kepada murid akhirnya tidak jelas tersampaikan yang mengakibatkan
murid kebingungan dan tidak mengerti dengan penjelasan guru.
Dalam perkembangan globalisasi yang semakin meningkat, kebutuhan
untuk menguasai teknologi komunikasi dan informasi sangat dibutuhkan, ketika
seorang guru tidak menguasainya, maka dalam hal pembelajaran maupun cara
komunikasi dengan siswa akan ketinggalan zaman, sekarang ini jaringan sosial
untuk membangun komunikasi semakin luas misalnya dengan adanya facebook,
twitter, blog, e-mail, e-learning maupun fasilitas internet lainnya yang bisa
dijadikan sarana berkomunikasi dan mencari ilmu pengetahuan selain di kelas.

Universitas Sumatera Utara

41

Guru sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu
memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat misalnya melalui
kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Ketika guru tidak memiliki
kemampuan pergaulan, maka pergaulannya akan menjadi kaku dan kurang bisa
diterima oleh masyarakat. Untuk memiliki kemampuan pergaulan, hal-hal yang
harus dimiliki guru adalah (1) pengetahuan tentang hubungan antar manusia; (2)
memiliki keterampilan membina kelompok; (3) keterampilan bekerjasama dalam
kelompok; (4) menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok.
Seorang guru hendaknya benar-benar mengajar dari hati, tanpa adanya
keterpaksaan, sehingga membuat siswa lebih nyaman dengan guru tersebut, selain
itu seorang guru selalu berusaha untuk saling terbuka, membangun persaudaraan
dimana disini guru bukan hanya berperan sebagai seseorang yang mengajar di
kelas, tapi juga dapat berperan sebagai orang tua, kakak, teman ataupun sahabat.
Hal ini akan mempengaruhi karakter dari siswa yang guru tersebut ajarkan,
sehingga mereka akan lebih mudah menerima dan mengikuti apa yang guru
tersebut sampaikan. Guru juga harus memupuk semangat kebersamaan dengan
adanya diskusi kelompok sehingga terbentuk ikatan emosional dengan temantemannya.

2.1.7. Kompetensi Profesional
Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
menyatakan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu

Universitas Sumatera Utara

42

serta memerlukan pendidikan profesi. Orang yang profesional memiliki sikapsikap yang berbeda dengan orang-orang yang tidak profesional meskipun
pekerjaannya sama, atau berada dalam suatu ruangan pekerjaan. Tidak jarang pula
orang yang berlatar belakang pendidikan sama dan bekerja pada tempat yang
sama menampilkan kinerja yang profesional yang berbeda, serta berbeda pula
pengakuan masyarakat terhadap guru.
Menurut Kunandar (2007) bahwa profesional merupakan kondisi, arah,
nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan
mata pencaharian seseorang. Berdasarkan pendapat di atas, selain memiliki
kualitas salah satu faktor seorang yang profesional akan bekerja dengan baik
sesuai dengan keprofesionalannya adalah jika kesejahteraan hidupnya sudah
memadai.
Menurut

Djojonegoro

(dalam

Sagala,

2009)

menyatakan

bahwa

profesionalisme dalam suatu pekerjaan ditentukan oleh tiga faktor penting yaitu;
(1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan
keahlian atau spesialisasi; (2) memiliki kemampuan memperbaiki kemampuan
(keterampilan dan keahlian khusus); dan (3) memperoleh penghasilan yang
memadai sebagai imbalan terhadap keahlian tersebut. Oleh karena itu profesi
menuntut adanya; (1) keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendasar; (2) keahlian bidang tertentu sesuai profesinya; (3)
menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kerusakan
terhadap dampak kemasyarakatan dan pekerjaan yang dilaksanakan; (5)
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan; (6) kode etik sebagai acuan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya; (7) klien/objek layanan yang tetap

Universitas Sumatera Utara

43

seperti dokter dengan pasiennya, dan guru dengan siswanya; dan (8) pengakuan
oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.
Guru merupakan salah satu faktor penting dalam menyenggarakan
pendidikan di sekolah. Seorang guru yang benar – benar memiliki mutu yang baik
akan sangat mempengaruhi tingkat kinerjanya di sekolah. Maka meningkatkan
mutu pendidikan, berarti meningkatkan mutu guru. Meningktakan mutu guru
bukan hanya dari segi kesejahteraannya, tetapi juga dari segi profesionalitasnya.
Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) menyatakan guru
adalah

pendidik

profesional

dengan

tugas

utama

mendidik,

mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Sagala (2009) menyatakan bahwa sebagai seorang
profesional guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup. Kompetensi
keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas
kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun
pendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten.
Profesional menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi
seorang guru sangat menuntut peningkatan kemampuan disegala hal terutama
peningkatan pengetahuan. Menurut Slamet PH sebagaimana dikutip oleh Sagala
(2009) kompetensi profesional berkaitan dengan bidang studi terdiri dari SubKompetensi; (1) memahami mata pelajaran yang telah dipersiapkan untuk
mengajar; (2) memahami standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran yang
tertera dalam Peraturan Menteri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP); (3) memahami struktur, konsep, dan metode

Universitas Sumatera Utara

44

keilmuan yang menaungi materi ajar; (4) memahami hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait; (5) menerapkan konsep – konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari – hari. Peranan guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Seorang guru yang digugu dan ditiru adalah suatu profesi yang mengutamakan
intelektualitas, kepandaian, kecerdasan, keahlian berkomunikasi, kebijaksanaan
dan kesabaran tinggi. Tidak semua orang dapat menekuni profesi guru dengan
baik. Karena jika seorang guru terlihat pandai dan cerdas bukan penentu
keberhasilan orang tersebut menjadi guru.
Sejalan dengan hal itu Undang – Undang Nomor 14 tahun 2005 Bab II
Pasal 2 ayat (1) menyatakan guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang – undangan. Sagala (2009) juga menyatakan penjaminan
mutu guru pelu dilakukan dari waktu ke waktu demi terselenggaranya layanan
pembelajaran yang berkualitas.
Guru sebagai jabatan professional memerlukan keahlian khusus karena
sebagai suatu profesi, guru harus memiliki syarat professional. Adapun syarat –
syarat tersebut meliputi fisik, psikis, mental, moral, dan intelektual. Untuk lebih
jelasnya Hamalik (2004) mengemukakan sebagai berikut :
a) Persyaratan fisik, yaitu kesehatan jasmani yang artinya seorang guru tidak
memiliki penyakit menular yang membahayakan,
b) Persyaratan psikis, yaitu sehat rohani artinya tidak mengalami gangguan jiwa
ataupun kelainan,

Universitas Sumatera Utara

45

c) Persyaratan mental, yaitu memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi
kependidikan, mencintai dan mengabdi serta memiliki dedikasi yang tinggi
pada tugas dan jabatannya,
d) Persyaratan moral, yaitu memiliki budi pekerti yang luhur dan memiliki sikap
susila yang tinggi, dan
e) Persyaratan intelektual, yaitu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
tinggi yang diperoleh dari lembaga kependidikan, yang memberi bekal guna
menunaikan tugas dan kewajiban.
Profesi guru menurut Undang – Undang tentang Guru dan Dosen harus
memiliki prinsip – prinsip professional seperti tercantum pada pasal 7 ayat 1,
yaitu: Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
memerlukan prinsip – prinsip professional sebagai berikut: (a) memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (b) memiliki komitmen untuk meningkatkan
mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia, (c) memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas,
(d) mematuhi kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (e)
memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, (f) memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (g) memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat, (h) memiliki jaminan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan,

dan (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai

kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Kemudian ayat 2 menyatakan pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan
profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara

Universitas Sumatera Utara

46

demokratis,

berkeadilan,

tidak

diskriminatif,

dan

berkelanjutan

dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Menurut Sagala (2009) menyatakan pelaksanaan undang – undang tentang
guru dan dosen ini memiliki misi yaitu mengangkat martabat guru, menjamin hak
dan kewajiban guru, meningktakan kompetensi guru, memajukan profesi dan karir
guru, meningkatkan mutu pembelajaran, meningktakan mutu pendidikan nasional.
Kemudian mengurangi kesenjangan ketersediaan guru antar daerah dari segi
jumlah, mutu, kualitas akademik, dan mengurangi kesenjangan mutu pendidikan
antar daerah dan meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan
tugasnya secara professional. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu
pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan
kata lain guru profesional adalah

guru yang mampu membelajarkan peserta

didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik. Ada beberapa peran
yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai
pekerja professional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih, (b)
pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan
kemanusiaan yang dimiliki, dan (c) sebagai petugas kemaslahatan dengan fungsi
mengajar dan mendidik masayarakat untuk menjadi warga negara yang baik.
Peran guru seperti ini menuntut pribadi yang harus memiliki kemampuan
manajerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keikhlasan bekerja
yang dilandaskan paada panggilan hati untuk melayani orang lain.

Universitas Sumatera Utara

47

Guru dituntut untuk melaksanakan tugas secara profesional dan
berkompeten. Karena guru yang profesional dan berkompetensi diyakini mampu
memotivasi siswa untuk mengoptimalkan potensinya dalam rangka pencapaian
standar pendidikan yang telah ditetapkan. Kompetensi profesional menurut
Usman sebagaiman dikutip Sagala (2009) meliputi; (1) penguasaan terhadap
landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk, memahami tujuan
pendidikan, mengetahui fungsi sekolah di masyarakat, dan mengenal prinsip –
prinsip psikologi pendidikan; (2) menugasai bahan pelajaran, artinya guru harus
memahami dengan baik materi pelajaran yang diajarkan. Penguasaan terhadap
materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan.; (3)
kemampuan menyusun program pengajaran, mencakup kemampuan menetapkan
kompetensi belajar, mengambangkan bahan pelajaran dan mengembangkan
strategi pembelajaran ; dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil
belajar dan proses pembelajaran.
Depdiknas (2004) menyatakan bahwa kompetensi profesional meliputi
tiga

indikator.

Pertama,

kemampuan

mengembangkan

profesi.

Kedua,

pemahaman wawasan, dan ketiga, kemampuan menguasai bahan kajian sesuai
akademik. Seorang guru profesional harus siap menyandang dan melaksanakan
gelar keprofesionalannya sebagai seorang guru.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa
kompetensi profesional guru adalah kemampuan seorang guru dalam menguasai
bahan pembelajaran, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu sesuai dengan kurikulum sekolah, dan memiliki wawasan
yang luas serta mampu mengembangkan profesi sesuai dengan bidang masing –

Universitas Sumatera Utara

48

masing. Indikator kompetensi profesional yaitu penguasaan guru terhadap materi
ajar, pemahaman wawasan dan kemampuan mengembangkan profesi.

2.1.8. Supervisi Kepala Sekolah
Supervisi berasal dari bahasa Inggris supervision dan merupakan paduan
dua perkataan yaitu super dan vision. Hal tersebut juga dikemukakan oleh
Arikunto (2004) bahwa super berarti “di atas”, dan vision berarti “melihat”,
sehingga secara keseluruhan, supervisi diartikan sebagai “melihat dari atas”.
Maka supervisi dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pejabat yang
berkedudukan di atas atau lebih tinggi. Menurut Tobing (2011) dari sudut
pandang manajeman supervisi merupakan gabungan seni dan keterampilan dalam
memanfaatkan upaya-upaya orang lain untuk menyelesaikan tugas (pekerjaan)
yang menjadi tanggung jawab menuju sasaran (yang akhirnya akan dicapai) dan
juga sebagai rujukan untuk menilai kinerja merekan.
Satori (2004) menyatakan bahwa istilah supervisi dalam pendidikan yang
mengacu pada sistem sekolah yang memiliki misi utama memperbaiki dan
meningkatkan mutu akademik, karena dalam literatur supervisi tidak dikenal
sebutan ‘academic supervision’, namun yang dimaksud adalah ‘instructional
supervision’ atau educational supervision’. Supervisi pendidikan merupakan
istilah yang dimunculkan untuk me-reform atau mereorientasi aktifitas
kepengawasan pendidikan kita yang dianggap keliru karena lebih peduli pada
penampilan fisik sekolah, pengelolaan dana, dan administrasi kepegawaian guru,
bukan pada mutu proses dan hasil pembelajaran.

Universitas Sumatera Utara

49

Supervisi adalah semua usaha yang ditujukan pejabat – pejabat sekolah ke
arah persiapan kepemimpinan untuk guru dan staf pendidikan lain dalam rangka
perbaikan pengajaran. Supervisi

meliputi rangsangan terhadap pertumbuhan

profesi dan pengembangan guru, bagian dan revisi tujuan – tujuan pendidikan,
materi – materi mengajar serta penilaian pengajaran.
Supervisi pendidikan adalah mengadakan pengawasan, mengamati atau
membimbing dan menstimulir kegiatan orang lain dengan maksud untuk
perbaikan. Supervisi pendidikan dilaksanakan untuk mengadakan pengawasan
terhadap jalannya proses pendidikan. Pelaksanaan supervisi pendidikan di sekolah
sebagai salah satu aspek dari kegiatan administrtasi pendidikan.
Sagala (2010) menyatakan konsep kepala sekolah sebagai supervisor
menunjukkan adanya perbaikan pengajaran pada sekolah yang dipimpinnya,
perbaikan ini tampak setelah dilakukan sentuhan supervisor berupa bantuan
mengatasi kesulitan dalam mengajar. Dalam konteks profesi pendidikan,
khususnya profesi mengajar, mutu proses dan hasil pembelajaran merupakan
refleksi dari kemampuan profesional guru (Satori, 2004).
Depdiknas (PMTK) mengelompokkan supervisi pendidikan menjadi : 1)
Supervisi manajerial: merupakan tugas dan wewenang sekolah. Esensinya berupa
kegiatan pemantauan, penilaian dan pembinaan terhadap kepala dan seluruh
aktivitas se

Dokumen yang terkait

PROFESIONALISME GURU DITINJAU DARI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN Profesionalisme Guru Ditinjau Dari Kompetensi Pedagogik Dan Kompetensi KepribadianDi SMA Negeri 1 Sragen.

0 0 17

PROFESIONALISME GURU DITINJAU DARI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN DI SMA NEGERI 1 SRAGEN Profesionalisme Guru Ditinjau Dari Kompetensi Pedagogik Dan Kompetensi KepribadianDi SMA Negeri 1 Sragen.

0 0 14

PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU TERHADAP KINERJA GURU SD NEGERI KEC. KERSANA KAB. BREBES.

1 1 117

PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU TERHADAP KINERJA GURU SD NEGERI KEC. KERSANA KAB. BREBES.

0 0 117

Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesionalisme dan Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri 1 Barumun Tengah

0 0 14

Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesionalisme dan Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri 1 Barumun Tengah

0 0 2

Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesionalisme dan Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri 1 Barumun Tengah

0 0 17

Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesionalisme dan Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri 1 Barumun Tengah Chapter III V

0 0 94

Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesionalisme dan Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri 1 Barumun Tengah

0 0 4

Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesionalisme dan Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja Guru di SMA Negeri 1 Barumun Tengah

0 0 48