Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Serta Karakteristik Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak azasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk
hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk
didalamnya hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang diperlukan. Pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersamasama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan atau masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif),
yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Suatu sistem pelayanan kesehatan dikatakan baik, bila struktur dan fungsi
pelayanan kesehatan dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang memenuhi tiga
belas persyaratan, yaitu tersedia (available), adil/merata (equity), tercapai
(accessible),

terjangkau

(affordable),


dapat

diterima

(acceptable),

wajar

(appropriate), efektif (effective), efisien (efficient), menyeluruh (comprehensive),
terpadu

(integrated),

berkelanjutan

(continues),

bermutu


(quality)

serta

berkesinambungan (sustainable) (Depkes, 2004).

1

Universitas Sumatera Utara

Sebagaimana yang tercantum dalam pokok-pokok rencana pembangunan
kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, yang menggariskan arah pembangunan
kesehatan yang mengedepankan paradigma sehat, maka tujuan pembangunan
kesehatan di Indonesia antara lain meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat dan memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan bermutu
secara adil dan merata (Depkes, 2004). Rumah sakit sebagai bagian integral dari
keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana
pembangunan kesehatan, tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan
kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum,

menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik.
Merujuk

pada

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

983/Menkes/SK/XI/1992, pelayanan spesialistik dasar adalah pelayanan 4 (empat)
dasar spesialistik yakni spesialis bedah, anak, penyakit dalam dan kebidanan. Hal

tersebut juga tercantum pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
806b/Menkes/SK/ XII/1987 tentang klasifikasi rumah sakit swasta, yang menyatakan
bahwa rumah sakit tipe Madya adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
umum dan spesialistik 4 (empat) dasar.
Pelayanan rumah sakit menitik beratkan pada upaya yang bersifat
penyembuhan dan pemulihan bagi penderita melalui pelayanan obat dan farmasi,

2

Universitas Sumatera Utara

sehingga obat merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan.
Mengingat terbatasnya sumber daya kesehatan terutama obat-obatan maka
pengobatan yang rasional merupakan salah satu upaya yang amat penting dalam
rangka pencapaian tujuan pembangunan di bidang kesehatan. Pengobatan yang
rasional akan membantu pemerataan distribusi sumber daya kesehatan, khususnya
obat-obatan (Sastramihardja, 1997).
Menurut World Health Organization (WHO, 1993), pengobatan yang rasional
adalah penggunaan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis pasien, dengan dosis
yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang sesuai dan dengan

harga yang terjangkau. Pemakaian obat yang tidak rasional memberikan dampak
yang serius terhadap kesehatan masyarakat, antara lain reaksi obat, kegagalan terapi,
resistensi antibiotik, ketergantungan obat dan resiko infeksi akibat penggunaan
injeksi yang tidak pada tempatnya (Grand dkk., 1999). Ketidakrasionalan penulisan
resep

mempunyai

banyak

sebab

dan

sifatnya

kompleks.

Quick


(1991),

mengidentifikasi faktor-faktor penyebab ketidakrasional penggunaan obat antara lain
faktor pembuat resep, faktor pasien/masyarakat, faktor perencanaan dan pengelolaan
obat, faktor kebijaksanaan obat dan sistem pelayanan kesehatan, faktor praktek
pengobatan oleh tenaga non-medik serta faktor-faktor lain, seperti banyaknya
informasi dan iklan obat, persaingan praktek atau kebiasaan memberikan obat
menurut keinginan pasien.

3

Universitas Sumatera Utara

Masalah ketidakrasionalan dan ketidaktepatan penggunaan obat tidak saja
merupakan masalah lokal di Indonesia tetapi sudah merupakan masalah global yang
serius dalam pelayanan kesehatan. Menurut Arustiyono (1999), pola peresepan obat
di pusat pelayanan kesehatan di Indonesia menunjukkan masih tingginya derajat
pemberian polifarmasi (3,5 jenis obat per penderita), pemakaian antibiotik yang
berlebihan (43%) dan penyalahgunaan dan pemakaian obat suntik yang berlebihan
(10–80%). Data dari WHO (1993) menunjukkan bahwa di Bangladesh derajat

polifarmasi adalah 1,4 jenis obat per penderita dan di Nigeria sebesar 3,8 jenis obat
per penderita. Sementara pemakaian antibiotik di Bangladesh adalah sebesar 25% dan
di Sudan sebesar 63%. Pemakaian obat suntik di Zimbabwe adalah sebesar 11% dan
di Sudan sebesar 36%.
Menurut Grand dkk., (1999), pemakaian obat yang tidak rasional memberikan
dampak yang serius terhadap kesehatan masyarakat, antara lain reaksi obat,
kegagalan terapi, resistensi antibiotik, ketergantungan obat dan resiko infeksi akibat
penggunaan injeksi yang tidak pada tempatnya. Penelitian Supardi (2003) di Rumah
Sakit Umum Kabupaten K dan Kabupaten B menunjukkan bahwa penulisan resep
yang tidak sesuai formularium dan standar pengobatan menyebabkan dampak adanya
selisih biaya pengobatan yang harus dikeluarkan pasien rawat inap sebesar Rp.
81.671,-/hari untuk TBC paru dan untuk penyakit hipertensi sebesar Rp. 71.417,/hari. Sedangkan untuk penyakit diabetes sebesar Rp. 86.481,-/hari dan demam tifoid
sebesar Rp. 86.481,-/hari.

4

Universitas Sumatera Utara

. Untuk memperbaiki masalah ketidakrasionalan pemberian obat di fasilitasfasilitas kesehatan yang terjadi hampir di seluruh dunia, pada tahun 1985 di Nairobi
telah diadakan konferensi mengenai penggunaan obat yang rasional dan kemudian

pada tahun 1989 telah dibentuk jaringan kerjasama internasional dalam bentuk
International Network for the Rational Use of Drugs (INRUD) dan sejak saat itu telah
banyak dilakukan usaha-usaha untuk memperbaiki pola pemakaian obat (Almasdottir
dan Traulsen, 2005).
Langkah awal menuju kerasionalan pemakaian obat adalah dengan membatasi
diri terhadap pilihan obat yang demikian banyaknya yakni dengan menetapkan Daftar
Obat Esensial Nasional. Strategi ini berhasil menekan biaya pengobatan dengan
mencapai tujuan efisiensi dan cakupan yang lebih luas. Seperti beberapa negara
lainnya, Indonesia juga telah menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan
pemakaian obat yang rasional dengan menetapkan Daftar Obat Esensial Nasional
2002 sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1375A/Menkes/SK/XI/2002
tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2002.
Rumah sakit sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan juga tidak
terlepas dari sasaran pemerintah untuk meningkatkan pemakaian obat yang rasional.
Salah satu adalah dengan mengembangkan suatu daftar obat terbatas yang lebih luas
seperti formularium rumah sakit, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang digunakan
Asuransi Kesehatan (ASKES) dalam pengobatan penderita yang tergabung dalam
asuransi tersebut.

5


Universitas Sumatera Utara

Formularium rumah sakit merupakan daftar obat baku yang dipakai oleh
rumah sakit yang dipilih secara rasional dan dilengkapi penjelasan, sehingga
merupakan informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik rumah sakit
(Permenkes 085/Menkes/Per/I/1989).
Formularium Rumah Sakit merupakan bentuk realisasi dari kebijakan obat
nasional tentang Daftar Obat Esensial atau dengan perkataan lain formularium rumah
sakit merupakan Daftar Obat Esensial Rumah Sakit dan digunakan sebagai pedoman
dalam pemakaian obat di suatu rumah sakit (Sastramihardja, 1997).
Dasar utama penyusunan formularium rumah sakit adalah Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) sebagaimana yang ditetapkan dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 477/Menkes/SK/XI/1983 dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 085/Menkes/Per/I/1989 tentang
kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah.
Penyusunan formularium di rumah sakit menjadi penting mengingat
beragamnya obat yang beredar di pasaran serta banyaknya dokter spesialis yang ada
di rumah sakit dan merupakan suatu cara untuk tercapainya pemakaian obat yang

rasional di rumah sakit (Almasdottir dan Traulsen, 2005). Dari segi manajemen,
formularium rumah sakit akan memberikan manfaat efisiensi dana dalam pengadaan
obat dengan mengurangi biaya penyediaan dan penyimpanan obat yang tidak sering
digunakan. Sementara dari segi pelayanan medik, formularium akan menghasilkan

6

Universitas Sumatera Utara

pengobatan yang lebih efektif, aman dengan harga yang terjangkau (Darmansyah,
1988).
Berdasarkan Profil Rumah Sakit Santa Elisabeth diperoleh data bahwa
penggunaan obat non generik selama 4 tahun terakhir (2002 – 2004) cukup tinggi
dibanding pemakaian obat generik. Pada tahun 2002 pemakaian obat non generik
adalah sebesar 73,64% dan obat generik sebesar 26,36% dari keseluruhan resep yang
dilayani di Instalasi Farmasi. Pada tahun 2004 pemakaian obat non generik adalah
sebesar 76,54% sementara pemakaian obat generik adalah sebesar 23,46% dari resep
yang dilayani. Menurut Ervinna (2004), dari penelitian pada 4500 pasien yang
dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth, sebanyak 71,82% menggunakan
antibiotik, dengan jumlah resep 5.411 lembar yang terdiri dari 2112 lembar resep

antibiotik non injeksi dengan jumlah antibiotika 22.690 dosis dan 3299 lembar resep
antibiotika injeksi dengan jumlah antibiotik 18.228 dosis serta antibiotika diluar
Formularium sebesar 0,86% (352 dosis).
Rumah Sakit Santa Elisabeth sebagai rumah sakit swasta kelas Madya yang
telah terakreditasi, telah membentuk dan mengangkat Sub Komite Farmasi Terapi
sesuai Surat Keputusan Direksi Rumah Sakit Santa Elisabeth No. 043/DirRSE/SK/II/2005, juga telah memiliki formularium yang diberlakukan dengan Surat
Keputusan Direksi Rumah Sakit Santa Elisabeth No. 370/Dir/SK/VIII/1999.
Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Santa Elisabeth yang telah dibentuk
dan telah dua kali mengalami pergantian personil sesuai Surat Keputusan Direksi
Rumah Sakit Santa Elisabeth No. 043/Dir-RSE/SK/II/2005 sejauh ini belum
7

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan kinerja yang maksimal dalam mengatur penggunaan obat di Rumah
Sakit Santa Elisabeth. Formularium yang sudah disosialisasikan tidak pernah
dievaluasi, bahkan pemesanan obat di luar obat formularium kerap terjadi.
Dari survey pendahuluan di Rumah Sakit Santa Elisabeth diperoleh gambaran
pola peresepan yang ditulis oleh dokter spesialis bedah di mana dari 93 pasien bedah
rata-rata mendapat obat sebanyak 9,6 macam obat, dengan persentase pasien yang
mendapat obat generik sebesar 4,59%, persentase pasien yang mendapat obat
antibiotik sebesar 89,3%, persentase pasien yang mendapat injeksi sebesar 92,4% dan
persentase obat formularium sebesar 74%.
Mengingat bahwa perangkat standar terapi dan formularium telah tersedia
tetapi penulisan obat diluar formularium masih tinggi, serta tingginya pemakaian obat
generik dan pemakaian antibiotik di Rumah Sakit Santa Elisabeth, maka penulis
merasa perlu meneliti tentang pengaruh karakteristik dokter serta pengetahuan dan
sikap dokter spesialis pada empat bidang spesialisasi dasar terhadap pola peresepan
obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas dan berdasarkan
fakta di lapangan bahwa banyak dijumpai kendala dalam menjalankan kebijakan
rumah sakit berkaitan dengan pemakaian obat yang rasional serta formularium yang
telah diterbitkan tidak sepenuhnya dipatuhi oleh para dokter, maka rumusan
permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh karakteristik dokter serta
8

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan dan sikap dokter tentang formularium dan standar terapi terhadap pola
peresepan obat tersebut di Rumah Sakit Santa Elisabeth.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap dokter tentang
formularium dan standar terapi serta pengaruh karakteristik individu dokter
terhadap pola peresepan obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth.

1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pola peresepan obat di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan.
b. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dokter tentang formularium
dan standar terapi serta pengaruh karakteristik individu dokter terhadap
pola peresepan obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth.
c. Untuk menganalisis pengaruh sikap dokter tentang formularium dan
standar terapi serta pengaruh karakteristik individu dokter terhadap pola
peresepan obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth.
d. Untuk menganalisis pengaruh umur dokter terhadap pola peresepan obat
di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

9

Universitas Sumatera Utara

e. Untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin dokter terhadap pola
peresepan obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.
f. Untuk menganalisis pengaruh spesialisasi dokter terhadap pola peresepan
obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.
g. Untuk menganalisis pengaruh masa kerja dokter terhadap pola peresepan
obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

1.4. Hipotesis
“Ada pengaruh pengetahuan dan sikap dokter tentang Formularium Rumah
Sakit dan Standar Terapi serta karakteristik individu dokter terhadap pola
peresepan obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan”

1.5. Manfaat Penelitian
1.

Bagi Rumah Sakit St Elisabeth
Sebagai bahan masukan dan informasi tentang perilaku dokter dan pola
peresepan obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth sehingga dapat dilakukan
intervensi jika diperlukan dalam rangka memperbaiki mutu peresepan
obat dan meningkatkan pemakaian obat yang rasional di rumah sakit.

2.

Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai kontribusi bagi pengembangan ilmu dan penelitian yang
berkelanjutan.

10

Universitas Sumatera Utara