Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Serta Karakteristik Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006 Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis Penelitian
Rancangan penelitian ini bersifat Deskriptif Analitik dengan menggunakan

Studi Cross Sectional, dimana pengukuran variabel pada objek penelitian ini
dikumpulkan dan diukur pada saat yang bersamaan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Adapun
Alasan pemilihan tempat ini adalah: (1) Merupakan rumah sakit swasta dengan
jumlah dokter yang relatif banyak, (2) belum diketahui bagaimana gambaran pola
peresepan obat yang diberikan oleh para dokter di rumah sakit ini.

3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2006 sampai dengan bulan
Januari 2007.


30

Universitas Sumatera Utara

3.3.

Populasi dan sampel

3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah dokter-dokter yang memberikan
pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, yang terbatas pada
dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis bedah, dokter spesialis kebidanan
dan dokter spesialis anak dan resep yang ditulis oleh dokter-dokter tersebut.
Populasi berjumlah 35 orang yang terdiri dari dokter Penyakit Dalam 7, Bedah 12,
Kebidanan dan Kandungan 10, Anak 6.

3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi dokter yang
memberikan pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sebanyak

35 orang dokter spesialis yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter
spesialis bedah, dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis anak (Total
sampling).
Resep yang diteliti adalah semua resep yang ditulis oleh dokter-dokter
tersebut selama 1 (satu) bulan.

31

Universitas Sumatera Utara

3.4.

Defenisi Operasional

3.4.1. Variabel Independen
Variabel independent adalah pengetahuan dan sikap dokter tentang
formularium, standar terapi dan pemberian obat yang rasional serta
karakteristik dokter yang meliputi umur, jenis kelamin, spesialisasi dan masa
kerja:
a. Pengetahuan adalah pengetahuan dokter tentang formularium, standar

terapi dan pemberian obat yang rasional.
b. Sikap dokter

adalah respon dokter terhadap formularium, standar

terapi dan pemberian obat yang rasional.
c. Umur adalah umur dokter saat ulang tahun terakhir pada saat
penelitian dilakukan.
d. Jenis kelamin adalah penggolongan dokter atas jenis kelamin laki-laki
dan perempuan.
e. Jenis spesialisasi adalah bidang keilmuan dokter berdasarkan brevet
yang diperoleh, dalam penelitian ini dibatasi pada spesialisasi empat
besar yakni spesialis penyakit dalam, bedah, kebidanan dan anak.
f. Masa kerja adalah lamanya dokter bekerja di rumah sakit tersebut
berdasarkan surat perjanjian kerjasama yang ditandatangani antara
dokter dengan pejabat yang berwenang di rumah sakit.

32

Universitas Sumatera Utara


3.4.2. Variabel Dependen
Pola peresepan obat adalah gambaran peresepan obat yang ditulis oleh dokter
yang dilihat berdasarkan indikator WHO yakni :
a.

Jumlah macam obat rata-rata per penderita.

b.

Persentase obat yang diresepkan dengan obat generik.

c.

Persentase penderita yang menerima antibiotik.

d.

Persentase penderita yang menerima injeksi.


e.

Persentase obat sesuai dengan Data Obat Esensial Nasional/
Formularium.

3.5. Metode Pengukuran
3.5.1.

Variabel Independen
Variabel

Kriteria

No
1.

Pengetahuan dokter

1.


Baik

tentang konsep

2.

Cukup

dasar formularium,

3.

Kurang

Jumlah
indikator

Bobot
nilai


10

1

Bobot
nilai
seluruh
variabel
> 76%

0

56 –

Skala
ukur
Interval

75%


standar terapi dan

< 55%

pemberian obat
yang rasional
2.

Sikap dokter

1.

Baik

tentang konsep

2.

dasar formularium,


3.

15

5

55 - 75

Sedang

4

35 - 54

Kurang

3

15 - 34


standar terapi dan

2

pemberian obat

1

Interval

33

Universitas Sumatera Utara

No

Variabel

1.


Umur

2.

Jenis kelamin

1.
2.

3.

Masa kerja

4.

Jenis Spesialisasi
Dokter

Kriteria

Jumlah
indikator

Bobot
nilai

Bobot
nilai
seluruh
variabel

Skala
ukur

1

Ratio

Laki-laki
Perempuan

1

Nominal

1. ≤ 10 tahun
2. > 10 tahun
1. Dokter

1

Nominal

1

Nominal

spesialis anak

2. Dokter
spesialis
bedah

3. Dokter
spesialis
kebidanan
dan
kandungan

4. Dokter
spesialis
penyakit
dalam

Pengetahuan adalah pengetahuan dokter tentang konsep dasar formularium,
standar terapi dan pemberian obat yang rasional yang akan diketahui dengan
mengajukan kuesioner berupa pertanyaan multiple choice. Untuk setiap jawaban
yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0.
Hasil jawaban dimasukkan ke dalam rumus persentase:

34

Universitas Sumatera Utara

P=

n
x100%
N

Hasil nilai apabila P ≥ 76 %

= Baik

56 – 75%

= Cukup

≤ 55%

= Kurang

Sikap adalah respon dokter terhadap konsep dasar formularium, standar terapi
dan pemberian obat yang rasional. Dalam hal ini dokter diberi kuesioner berbentuk
pernyataan yang dinilai berdasarkan skala Likert.
Jawaban atas kuesioner diberi penilaian skor dari 1 – 5. Skor yang diperoleh
dikategorikan menjadi 3 bagian :
1. Baik

(nilai 55 – 75)

2. Cukup (nilai 35 – 54)
3. Kurang (nilai 15 – 34)

3.5.2. Variabel Dependen
Pola peresepan obat adalah gambaran peresepan obat yang ditulis oleh dokter
yang dinilai berdasarkan indikator WHO yakni:
1. Jumlah obat rata-rata per penderita.
2. Persentase obat yang diresepkan dengan obat generik.
3. Persentase penderita yang menerima antibiotik.
4. Persentase penderita yang menerima injeksi.
5. Persentase obat sesuai dengan Data Obat Esensial Nasional/ Formularium.

35

Universitas Sumatera Utara

No

1.

Indikator

Kriteria

Bobot
nilai

Jumlah obat rata-rata ≥ 10
per penderita
5 – 10

1

3.

12 – 15

3

9 – 11

Persentase obat yang ≥ 76%
diresepkan dengan obat
56 – 75 %
generik
≤ 55%

3

5– 8

penderita ≥ 76%
menerima
56 – 75 %

1

4.

Persentase
yang
antibiotik

2
1

2

≤ 55%

3

Persentase
penderita ≥ 76%
yang menerima injeksi
56 – 75 %

1
2

≤ 55%
5.

Skala ukur

Inter val

2

≤5
2.

Bobot nilai
seluruh variable

3

Persentase obat sesuai ≥ 76%
dengan Data Obat
56 – 75 %
Esensiel
Nasional/
Formularium
≤ 55%

3
2
1

Setiap indikator dari variabel dependen diberi nilai 1, 2 dan 3 sesuai kriteria yang
telah ditetapkan. Skor yang diperoleh dikategorikan menjadi 3 bagian:
1. Baik

2 – 15

2. Sedang

9 – 11

3. Kurang

5– 8

36

Universitas Sumatera Utara

3.6.

Metode Pengumpulan Data
Data yang yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner serta data sekunder berupa
resep/kip obat yang ditulis oleh dokter yang diambil secara retrospektif.

3.7.

Metode Analisis Data
Untuk menunjang kegiatan analisis sebagai pembuktian hipotesis, maka

dilakukan tahapan analisis sebagai berikut:
1. AnalisisUnivariat
Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing
variabel yang diteliti.
2. Analisis Bivariat
Dilakukan Analisis hubungan antara setiap variabel independen dengan
variabel dependen untuk melihat apakah hubungan yang terjadi memang
bermakna secara statistik dengan menggunakan uji statistik Chi Square.
Dengan rumus:
X2 =

∑∑
B

K

i= j

j =1

(Oi j − Ei j ) Ei j

Di mana Eij = (ni o xni o ) n

37

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
X2 = harga Chi Square yang dihitung dibandingkan dengan Chi Square tabel.
O ij = banyak pengamatan yang terjadi karena taraf ke-i faktor ke I dan taraf ke j
faktor ke II.
E ij = Frekuensi teoretik atau banyak gejala yang diharapkan terjadi.
Dari hasil nilai uji statistik akan diperoleh nilai p. Untuk nilai p < 0,05 berarti
terdapat hubungan yang bermakna antara variabel yang diteliti.

38

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1.

Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1.

Gambaran Umum Rumah Sakit Santa Elisabeth
Rumah Sakit Santa Elisabeth berlokasi di Jl. H. Misbah No.7, Kelurahan Jati,

Kecamatan Medan Polonia, merupakan rumah sakit swasta type B dengan kapasitas
tempat tidur sebanyak 240 dengan Bed Occupation Rate (BOR) tahun 2005 adalah
75,27%. Rumah Sakit Santa Elisabeth telah terakreditasi penuh tingkat lanjutan untuk
12 bidang pelayanan. Pelayanan yang ada di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
meliputi pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat inap dan rawat jalan, farmasi,
radiologi, laboratorium dan transfusi darah, pelayanan bedah, pelayanan intensif,
klinik ibu dan anak, rehabilitasi medis, hemodialisa dan gizi.

4.1.2.

Distribusi Tenaga Dokter di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
Pelayanan medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth didukung oleh tenaga dokter

yang berjumlah 80 orang yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis serta dokter
subspesialis. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut ini.

39

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1.

Distribusi Tenaga Dokter di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
Tahun 2006
Jenis

Jumlah Dokter

Dokter Umum
Dokter Spesialis 4 dasar
- Bedah
- Penyakit Dalam
- Kebidanan dan Kandungan
- Anak
Dokter spesialis di luar spesialis empat
dasar
- THT
- Gigi/ Bedah Mulut
- Anestesi
- Syaraf
- Mata
- Jantung
- Radiologi
- Patologi Anatomi
- Paru
- Kedokteran Jiwa
- Patologi Klinik
- Kulit/ Kelamin
- Rehabilitasi Medik
- Mikrobiologi
Jumlah keseluruhan dokter

11

11

12
7
10
6

35

3
5
4
4
1
1
2
1
2
3
2
4
1
1

34
80

Dari Tabel 4.1., dapat dilihat bahwa dari 80 tenaga dokter, dokter umum
sebanyak 11 orang, dokter spesialis empat dasar sebanyak 35 orang yang terdiri dari
12 oang dokter spesialis bedah, 7 orang spesialis penyakit dalam, 10 orang dokter
spesialis kebidanan dan 6 orang dokter spesialis anak. Selebihnya adalah dokter
spesialis di luar spesialis empat dasar sebanyak 34 orang. Dari keseluruhan dokter
spesialis yang paling banyak adalah dokter spesialis bedah sebanyak 12 orang dan

40

Universitas Sumatera Utara

yang paling sedikit adalah dokter mata, jantung, patologi anatomi, rehabilitasi medik
dan mikrobiologi masing-masing sebanyak 1 orang.

4.1.3.

Gambaran Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Dari keseluruhan resep yang yang dilayani di farmasi Rumah Sakit Santa

Elisabeth selama tahun 2004 – 2006 diperoleh gambaran peresepan obat generik dan
non generik adalah sebagai berikut (Tabel 4.2.).
Tabel 4.2.

Distribusi Peresepan Obat Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Tahun 2004 – 2006

Tahun

2004
2005
2006

Generik
Jumlah
43.574
62.417
15.021

%
23,46
37,95
8,49

Non Generik
Jumlah
142.127
102.055
161.930

%
76,54
62,05
91,51

Jumlah

185.701
164.472
176.951

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa peresepan obat non generik
di Rumah Sakit Santa Elisabeth lebih tinggi dibanding peresepan obat generik. Pada
tahun 2004 resep obat non generik sebanyak 142.127 item obat (76,54%) dan resep
obat generik sebanyak 43.574 item obat (23,46%). Pada tahun 2006 resep non
generik sebanyak 161.930 item obat (91,51%) dan resep generik sebanyak 15.021
item obat (8,49%).

41

Universitas Sumatera Utara

4.2.

Hasil Analisis
Hasil penelitian ini digambarkan secara bertahap mulai dari analisis univariat

meliputi distribusi frekuensi dari karakteristik responden yang mempengaruhi pola
peresepan obat, Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel pengetahuan
dan sikap terhadap variabel dependen.

4.2.1.

Analisis Univariat
Analisis univariat dapat dilakukan untuk menganalisis data-data yang

dikumpulkan dalam bentuk Tabel distribusi frekuensi karakteristik responden,
karakteristik pengetahuan dan sikap responden tentang standar terapi, formularium
dan peresepan yang rasional.

a.

Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah dokter spesialis empat besar yang

bekerja di Rumah Sakit Santa Elisabeth yang berjumlah 35 orang. Gambaran
karakteristik individu responden dapat dilihat pada Tabel 4.3., berikut ini.

42

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3.

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan

Karakteristik
Responden

Jumlah

Persentase (%)

3
11
12
9
35

8,6
31,4
34,3
25,7
100

30
5
35

85,7
14,3
100

7
12
10
6
35

20,0
34,3
28,6
17,1
100

19
16
35

54,3
45,7
100

Umur
-

< 40 tahun
41 – 50 tahun
51 – 60 tahun
> 60 tahun
Jumlah
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Jumlah
Spesialisasi
- Penyakit Dalam
- Bedah
- Obgyn
- Anak
Jumlah
Masa Kerja
- < 10 tahun
- >10 tahun
Jumlah

Berdasarkan hasil penelitian pada 35 responden didapatkan rentang umur
antara 35 - 74 tahun. Paling banyak

responden berumur 51 – 60 tahun yaitu

sebanyak 12 orang (34,3%) dan yang paling sedikit adalah responden dengan umur
kurang dari 40 tahun sebanyak 3 orang (8,6%).
Menurut jenis kelamin, sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak 30
orang (85,7%) dan selebihnya adalah perempuan sebanyak 5 orang (14,3%).
Menurut jenis spesialisasi, sebagian besar dokter spesialis empat dasar adalah
spesialis bedah sebanyak 12 orang (34,3%), diikuti dengan spesialis kebidanan dan

43

Universitas Sumatera Utara

kandungan sebanyak 10 orang (28,6%), spesialis penyakit dalam sebanyak 7 orang
(20%) dan spesialis anak sebanyak 6 orang (17,1%).
Menurut masa kerja, sebagian besar dokter spesialis empat besar memiliki
masa kerja kurang dari 10 tahun yaitu sebanyak 19 orang (54,3%) dan dokter dengan
masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 16 responden (45,7%).

b. Pengetahuan Dokter
Pengetahuan dokter adalah pengetahuan dokter spesialis empat dasar tentang
konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat yang
rasional. Pengetahuan dokter dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup dan
kurang.
Tabel 4.4.

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Dokter Spesialis Tentang
Konsep
Dasar Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi
dan Pemberian Obat Yang Rasional

Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

Jumlah
8
18
9
35

Persentase (%)
22,9
51,4
25,7
100

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan dokter spesialis empat dasar paling
banyak dikategorikan cukup yaitu sebanyak 18 orang (51,4%) dan paling sedikit
dikategorikan baik sebanyak 8 orang (22,9%).

44

Universitas Sumatera Utara

c.

Sikap Dokter
Sikap dokter adalah respon dokter spesialis empat dasar terhadap konsep

dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat yang rasional.
Sikap dokter dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup dan kurang.

Tabel 4.5.

Distribusi Frekuensi Sikap Dokter Spesialis Tentang Konsep
Dasar Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi dan
Pemberian Obat Yang Rasional
Sikap

Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

Jumlah
25
10
0
35

Persentase (%)
71,4
28,6
0,0
100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap dokter spesialis empat
dasar paling banyak dikategorikan baik, yaitu sebanyak 25 orang (71,4%) dan yang
paling sedikit dikategorikan cukup sebanyak 10 orang (28,6%).

d.

Pola Peresepan Obat
Pola peresepan obat adalah gambaran peresepan obat yang ditulis oleh dokter

yang dinilai berdasarkan indikator WHO yakni:
1. Jumlah obat rata-rata per penderita.
2. Persentase obat yang diresepkan dengan generik.
3. Persentase penderita yang menerima antibiotik.
4. Persentase penderita yang menerima injeksi.

45

Universitas Sumatera Utara

5. Persentase obat yang sesuai dengan formularium.
Pola peresepan obat dikategorikan menjadi 3 kategori yakni baik, sedang dan kurang
Berdasarkan penelitian gambaran pola peresepan obat di Rumah Sakit Santa
Elisabeth dapat dilihat pada Tabel 4.6., berikut ini.
Tabel 4.6.

Distribusi Frekuensi Pola Peresepan Obat yang Ditulis oleh
Dokter Spesialis Empat Dasar di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Pola Peresepan Obat
Baik
Sedang
Kurang
Jumlah

Jumlah
2
12
21
35

Persentase (%)
5,7
34,3
60
100

Berdasarkan penelitian pola peresepan obat yang ditulis oleh dokter
spesialisasi empat dasar paling banyak dikategorikan kurang yaitu sebanyak 21 orang
(60%) dan paling sedikit dikategorikan baik yakni sebanyak 2 orang (5,7%).

e.

Sumber Informasi Obat
Kepada responden ditanyakan tentang sumber yang digunakan untuk

memperoleh informasi obat baru dan informasi tentang indikasi obat, kontra
indikasi dan efek samping obat.

46

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.7.

Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Dokter Spesialis 4 Dasar
Tentang Obat Baru di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Sumber informasi
Jurnal kedokteran
Seminar kedokteran
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Medical representative
2 sumber informasi
> 2 sumber informasi
Jumlah

Jumlah
14
1
3
13
2
2
35

Persentase (%)
40,0
2,9
8,6
37,1
5,7
5,7
100

Berdasarkan penelitian tentang sumber informasi obat baru, didapatkan bahwa
paling banyak dokter spesialis empat besar memperoleh informasi tentang produk
obat baru dari jurnal kedokteran yakni sebanyak 14 orang (40%) dan paling sedikit
memperoleh informasi dari seminar kedokteran sebanyak 1 orang (2,9%).

Tabel 4.8.

Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Dokter Spesialis Empat
Dasar Tentang tentang Indikasi, Kontra Indikasi, Efek Samping
dan Interaksi Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Sumber informasi
ISO
ISO dan IIMS
IIMS
Medical Representative
Apoteker
Jumlah

Jumlah
3
1
24
6
1
35

Persentase (%)
8,6
2,9
68,6
17,1
2,9
100

Berdasarkan hasil penelitian, informasi tentang indikasi, kontra indikasi, efek
samping dan interaksi obat diperoleh dokter spesialis empat besar dari berbagai
macam sumber. Paling banyak dokter spesialis empat dasar memperoleh informasi

47

Universitas Sumatera Utara

dari Indonesian Index of Medical Specialities (IIMS) yaitu sebanyak 24 responden
(68,6%). Paling sedikit memperoleh informasi dari apoteker dan memperoleh
informasi dari Informasi Spesialite Obat (ISO) dan IIMS masing-masing sebanyak 1
orang (2,9%).

4.2.2.

Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel independen yaitu pengetahuan

dan sikap, umur, jenis kelamin, jenis spesialisasi dan lama kerja yang dianggap dapat
mempengaruhi pola peresepan obat yang ditulis oleh dokter spesialis empat dasar.
Analisis ini merupakan Analisis tabel silang dengan menggunakan tabel 2x2.
Analisis ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara masing-masing
variabel independen terhadap pola peresepan obat. Apabila nilai p < 0,05 maka ada
hubungan yang bermakna antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Hasil analisis bivariat dari variabel yang diteliti dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.

Pengaruh Pengetahuan Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola
Peresepan Obat
Hasil analisis bivariat antara pengetahuan dokter spesialis 4 dasar tentang

konsep dasar standar terapi dan pemberian obat yang rasional dengan pola peresepan
obat dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut ini.

48

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.9.

Distribusi Proporsi Berdasarkan Pengetahuan Dokter Spesialis
Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit
Santa Elisabeth

Pengetahuan

Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

Baik
n
%
0
0
2
5,7
0
0
2
5,7

Pola peresepan Obat
Sedang
Kurang
n
%
n
%
4
11,4
4
11,4
6
17,1
10
28,6
2
5,7
7
20
12
34,3
21
60

TOTAL
n
%
8
22,9
18
51,4
9
25,7
35
100

X2
(p value)
0,475
(1,845)

Pada Tabel 4.9., dapat dilihat bahwa berdasarkan penelitian, pola peresepan
obat kategori baik paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang
mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 2 orang (5,7%). Sedang pola
peresepan obat kategori sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat
dasar yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 6 orang (17,1%)
dan pola peresepan obat kategori kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis
empat dasar dengan tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 10 orang (28,6%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan responden tentang konsep dasar formularium
rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat yang rasional dengan pola peresepan
obat ( p = 0,475).

49

Universitas Sumatera Utara

b.

Pengaruh Sikap Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola Peresepan
Obat
Hasil analisis bivariat antara sikap responden dengan pola peresepan obat

dapat dilihat pada Tabel 4.10. berikut ini.
Tabel 4.10.

Distribusi Proporsi Berdasarkan Sikap Dokter Terhadap Pola
Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Sikap

Baik
Cukup
Jumlah

Baik
n
%
2
5,7
0
0
2
5,7

Pola peresepan Obat
Sedang
Kurang
n
%
n
%
10
28,6 13
37,1
2
5,7
8
22,9
12
34,3 21
60

TOTAL
n
%
25
71,4
10
28,6
35
100

X2
(p value)
0,277
(2,567)

Berdasarkan Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori
baik paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat
sikap baik yakni sebanyak 2 orang (5,7%) dan pola peresepan obat yang sedang
paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat sikap
baik yaitu sebanyak 10 orang (28,6%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis
empat dasar dengan tingkat sikap cukup yaitu sebanyak 2 orang (5,7%). Sementara
pola peresepan obat yang kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat
dasar yang memiliki tingkat sikap baik yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) dan paling
sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan tingkat sikap cukup yaitu
sebanyak 8 orang (22,9%).
Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi Square diperoleh
nilai p = 0,277, artinya tidak ada hubungan antara sikap dokter spesialis empat dasar

50

Universitas Sumatera Utara

tentang konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat
yang rasional dengan pola peresepan obat.

c.

Pengaruh Umur Dokter Spesialis Empat Dasar dengan Pola Peresepan
Obat
Hasil Analisis bivariat antara umur responden dengan pola peresepan obat

dapat dilihat pada Tabel 4.11., berikut ini.
Tabel 4.11.

Distribusi Proporsi Berdasarkan Umur Dokter Terhadap Pola
Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Umur
≤ 40 tahun
41–50 tahun
51 – 60 tahun
> 60 tahun
Jumlah

n
0
1
1
0
2

Baik
%
0,0
2,9
2,9
0,0
5,7

Pola peresepan Obat
Sedang
Kurang
n
%
n
%
2
5,7
1
2,9
1
2,9
9
25,7
6
17,1 5
14,3
3
8,6
6
17,1
12
34,3 21
60

TOTAL
n
%
3
8,6
11
31,4
12
34,3
10
25,7
35
100

X2
(p value)
0,336
(6,837)

Berdasarkan Tabel 4.11., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori baik
paling banyak ditulis oleh kelompok dokter spesialis berumur 41 – 50 tahun dan oleh
kelompok dokter spesialis berumur 51 – 60 tahun yaitu masing-masing sebanyak 1
orang (2,9%). Pola peresepan obat yang sedang paling banyak ditulis oleh kelompok
dokter spesialis berumur 51 - 60 tahun yaitu sebanyak 6 orang (17,1%) dan pola
peresepan obat yang kurang paling banyak ditulis oleh kelompok dokter spesialis
yang berumur 41 – 50 tahun sebanyak 2 orang (25,7%).

51

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh bahwa tidak ada
hubungan antara umur responden dengan pola peresepan obat ( p = 0,336).

d.

Pengaruh Jenis Kelamin Dokter Spesialis Empat Dasar dengan Pola
Peresepan Obat
Hasil Analisis bivariat antara jenis kelamin responden dengan pola peresepan

obat dapat dilihat pada Tabel 4.12., berikut ini.
Tabel 4.12.

Jenis
Kelamin

Distribusi Proporsi Berdasarkan Jenis Kelamin Dokter Terhadap
Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Baik
%
2
5,7
0
0,0
2
5,7
n

Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Pola peresepan Obat
Sedang
Kurang
n
%
n
%
9
25,7 19
54,3
3
8,6
2
5,7
12
34,3 21
60

TOTAL
n
%
30
85,7
5
14,3
35
100

X2
(p value)
0,397
(1,847)

Berdasarkan Tabel 4.12., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat baik paling
banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 2 orang (5,7%) dan pola peresepan obat yang sedang paling banyak ditulis
oleh dokter spesialis empat dasar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9 orang
(25,7%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 3 orang (8,6%). Sedangkan pola peresepan obat yang
kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 19 orang (54,3%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis
empat dasar yang berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 2 orang (5,7%).

52

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai
p = 0,397, artinya tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dokter spesialis empat
dasar dengan pola peresepan obat.

e.

Pengaruh Jenis Spesialisasi Dokter dengan Pola Peresepan Obat
Hasil analisis bivariat antara jenis spesialisasi responden dengan pola

peresepan obat dapat dilihat pada Tabel 4.13. berikut ini.
Tabel 4.13.

Jenis
Spesialisasi

Distribusi Proporsi Berdasarkan Jenis Spesialisasi Dokter
Terhadap Pola Peresepan Obat di RS St. Elisabeth Tahun 2006

Baik
%
1
2,9

Pola peresepan Obat
Sedang
Kurang
n
%
n
%
5
14,3 1
2,9

TOTAL
n
%
7
20,0

0
1

0,0
2,9

0
4

0,0
11,4

12
5

34,3
14,3

12
10

34,3
28,6

0
2

0,0
5,7

3
12

8,6
34,3

3
21

8,6
60

6
35

17,1
100

n

Penyakit
dalam
Bedah
Kebidanan
dan
kandungan
Anak
Jumlah

X2
(p value)
0,016
(15,613)

Berdasarkan Tabel 4.13., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori
baik paling banyak ditulis oleh dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis
kebidanan dan kandungan yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (2,9%). Pola
peresepan obat kategori sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis penyakit
dalam yaitu sebanyak 5 orang (14,3%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis
anak yaitu sebanyak 3 orang (8,6%). Sedang pola peresepan obat kategori kurang
paling banyak ditulis oleh dokter spesialis bedah yaitu sebanyak 12 orang (34,3%)
53

Universitas Sumatera Utara

dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis penyakit dalam yaitu sebanyak 1 orang
(2,9%).
Berdasarkan hasil uji statistik Chi square diperoleh bahwa ada pengaruh
antara jenis spesialisasi responden dengan pola peresepan obat ( p = 0,016).

f.

Pengaruh Lama Kerja Dokter Spesialis Empat Dasar dengan Pola
Peresepan Obat
Hasil Analisis bivariat antara lama kerja responden dengan pola peresepan

obat dapat dilihat pada Tabel 4.14., berikut ini.
Tabel 4.14.

Distribusi Proporsi Berdasarkan Lama Kerja Dokter Terhadap
Pola Peresepan Obat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Lama Kerja
Baik
%
1
2,9
1
2,9
2
5,7
n

< 10 tahun
> 10 tahun
Jumlah

Pola peresepan Obat
Sedang
Kurang
n
%
n
%
5
14,3 13
37,1
7
20,0 8
22,9
12
34,3 21
60

TOTAL
n
%
19
54,3
16
45,7
35
100

X2
(p value)
0,528
(1,276)

Berdasarkan Tabel 4.14., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori
baik ditulis baik oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja lebih dari 10
tahun maupun oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja kurang dari 10
tahun yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (2,9%). Pola peresepan obat sedang
paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan masa kerja lebih dari
10 tahun yakni sebanyak 7 orang (20%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter
spesialis empat dasar dengan masa kerja kurang dari 10 tahun yakni sebanyak 5 orang
(14,3%). Sementara pola peresepan obat ketegori kurang paling banyak ditulis oleh
54

Universitas Sumatera Utara

dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja kurang dari 10 tahun yakni sebanyak
13 orang (37,1%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan
lama kerja lebih dari 10 tahun yakni sebanyak 8 orang (22,9%).
Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai
p = 0,528, artinya tidak ada pengaruh antara lama kerja responden dengan pola
peresepan obat.

55

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1.

Pengaruh Pengetahuan Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola
Peresepan Obat
Pada Tabel 4.9., dapat dilihat bahwa berdasarkan penelitian, pola peresepan

obat kategori baik paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang
mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 2 orang (5,7%). Sedang pola
peresepan obat kategori sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat
dasar yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 6 orang (17,1%)
dan pola peresepan obat kategori kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis
empat dasar dengan tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 10 orang (28,6%).
Setelah dilakukan uji statistik Chi square diperoleh nilai p = 0,475, terlihat
bahwa tidak ada pengaruh antara tingkat pengetahuan dokter spesialis empat dasar
tentang konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat
yang rasional terhadap pola peresepan obat.

Hal ini menunjukkan bahwa

pengetahuan dokter saja tentang konsep dasar standar terapi, formularium dan
pemberian obat rasional tidak akan menjamin bahwa pola peresepan obat yang ditulis
akan menjadi baik. Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behavior) di mana perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada

56

Universitas Sumatera Utara

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Kenyataannya perilaku dokter dalam
pengambilan keputusan pengobatan cenderung mengabaikan apa yang diketahuinya
tentang konsep dasar standar terapi, formularium serta konsep dasar pemberian obat
yang rasional. Kemungkinan ada faktor lain yang menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan pengobatan terhadap pasien.
Proses pemberian obat sebagai bagian dari keputusan dokter untuk
memberikan terapi merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan dokter terhadap
pasiennya berdasarkan temuan-temuan yang diperolehnya. Upaya tersebut harus
ditempuh melalui suatu tahapan prosedur tertentu yaitu terdiri dari anamnesis,
pemeriksaan, penegakan diagnosis, pengobatan dan tindakan selanjutnya. Dokter
sebagai penulis resep wajib memutuskan pengobatan berdasarkan pada informasi
obat dan terapi mutakhir untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Apabila dibuat
keputusan pengobatan penderita dengan obat, maka dokter harus mempunyai
pengetahuan tentang obat yang akan dipilih. Jika diinginkan pemberian obat yang
rasional maka obat yang dipilih adalah obat yang terbaik berdasarkan manfaat,
keamanan, kecocokan dan harga.
Dengan semakin banyaknya obat yang beredar di pasaran seorang dokter tidak
mungkin dapat menguasai seluruh obat yang ada sehingga banyak dokter yang
memperoleh pengetahuannya hanya dari informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan
farmasi padahal informasi tersebut sering bias dimana diberikan informasi tentang
indikasi, dosis dan cara pemberian, namun sedikit memberi informasi lain terkait
dengan risiko obat. Bagi perusahaan farmasi medical representative merupakan
57

Universitas Sumatera Utara

bagian penting dalam strategi pemasarannya dan kepada para tenaga penjual tersebut
telah diberikan suatu target penjualan, penyediaan bonus dan insentif lainnya. Untuk
meningkatkan penjualannya maka para medical representative ini juga menggunakan
beragam cara untuk mencapai hal tersebut misalnya dengan memberikan berbagai
macam imbalan kepada dokter agar dokter tertarik untuk meresepkan obat tertentu.
Suatu perwakilan dari perusahaan di Bombay bahkan menggunakan kebijakan 3 C,
yakni convince (meyakinkan), confuse (membuat bingung) dan corrupt (menyuap)
untuk membuat dokter tertarik untuk memakai obat yang dipasarkan (Scott dan
Prayitno, 2003).
Bauchner dkk., (2001) menyatakan bahwa perilaku dokter dalam pengambilan
keputusan diagnosa dan terapi tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan dan
karakteristik dokter tetapi juga dipengaruhi oleh karakterisik pasien dan ketersediaan
bukti klinis seperti standar terapi. Dikatakan bahwa ketiga domain tersebut bersifat
dinamis tergantung dari keputusan klinik yang akan diambil.
Scott dan Prayitno (2003) menemukan bahwa praktek klinis dipengaruhi oleh
penemuan ilmiah, pengobatan berbasis bukti, kesadaran dokter, pemasaran, medical
representative, pengetahuan publik, surat kabar, internet, kawan dan keistimewaan
produk. Pada Tabel dapat dilihat bahwa dalam mendapatkan informasi tentang
indikasi, kontra indikasi obat, masih sedikit dokter yang mengandalkan apoteker
sebagai sumber informasi tentang obat yang tidak bias yakni 1 orang (2,9%)
dibanding yang mencari informasi dari sumber lainnya yakni Medical Representative
sebanyak 6 orang (17,1%) dan dari IIMS/ISO sebanyak 28 orang (11,15%).
58

Universitas Sumatera Utara

Dokter sebagai bagian penting dalam organisasi pelayanan kesehatan harus
dapat dimotivasi untuk memberikan pengobatan yang berkualitas serta cost-effective
dengan tidak menggunakan sumber daya yang berlebihan. Sifat otonomi dokter
membuat usaha memotivasi dokter menjadi hal yang tidak gampang. Dokter harus
memahami bagaimana standar terapi dan formularium dapat membantu dokter dalam
peresepan obat. Scott dan Prayitno (2003), mengatakan bahwa untuk dapat me
mahami bagaimana formularium dapat membantu dokter dalam peresepan obat yang
baik perlu dipahami tujuan peresepan yang baik yakni memaksimalkan efektivitas,
meminimalkan risiko, meminimalkan biaya dan menghormati pilihan pasien. Hasil
dari pelayanan kesehatan harus berlandaskan etik di mana kepentingan pasien adalah
yang utama.

5.2.

Pengaruh Sikap Dokter Spesialis Empat Dasar Terhadap Pola
Peresepan Obat
Pengaruh sikap dokter spesialis empat dasar tentang konsep dasar standar

terapi, formularium dan pemberian obat rasional terhadap pola peresepan obat di
Rumah Sakit Santa Elisabeth tergambar pada Tabel 4.10. Berdasarkan Tabel 4.10.,
dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori baik paling banyak ditulis oleh
dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat sikap baik yakni sebanyak 2 orang

59

Universitas Sumatera Utara

(5,7%) dan pola peresepan obat yang sedang paling banyak ditulis oleh dokter
spesialis empat dasar yang memiliki tingkat sikap baik yaitu sebanyak 10 orang
(28,6%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan tingkat
sikap cukup yaitu sebanyak 2 orang (5,7%). Sementara pola peresepan obat yang
kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang memiliki tingkat
sikap baik yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter
spesialis empat dasar dengan tingkat sikap cukup yaitu sebanyak 8 orang (22,9%).
Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh
nilai p = 0,277 artinya tidak ada pengaruh antara sikap dokter spesialis empat dasar
tentang konsep dasar formularium rumah sakit, standar terapi dan pemberian obat
yang rasional terhadap pola peresepan obat. Hal ini menunjukkan bahwa sikap dokter
yang baik tentang formularium dan standar terapi belum menjamin bahwa pola
peresepan akan menjadi baik.
Hal ini dapat disebabkan karena sikap belum otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (overt behavior). Suatu penelitian kuasi eksperimental oleh Harahap (2006)
di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan juga menunjukkan tidak adanya perbedaan
yang bermakna pada sikap dokter tentang penggunakan antimikroba sesuai
formularium setelah dilakukan intervensi dalam bentuk sosialisasi, ceramah dan
penyuluhan tentang formularium. Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dan
manifestasinya tidak dapat langsung dilihat dan memerlukan waktu untuk melakukan
perubahan sikap. Mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan

60

Universitas Sumatera Utara

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan
faktor pendukung dari pihak lain (Notoadmodjo, 2003).
Menurut Gibson (1985), sikap merupakan faktor penentu perilaku karena
sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Dalam penentuan
sikap; pengetahuan, pikiran dan keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Perilaku manusia itu hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan kata lain
bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk
mencapai beberapa tujuan. Setiap upaya untuk meningkatkan prestasi kerja individu
harus memanfaatkan teori motivasi. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa motivasi
menyangkut perilaku atau khususnya perilaku yang diarahkan pada tujuan
(Gibson, 1985). Tujuan individu atau kelompok dalam organisasi harus sama dengan
tujuan organisasi dengan demikian rumah sakit melalui komite farmasi dan terapi
harus bisa menetapkan kebijakan tentang tujuan pelayanan obat di rumah sakit dan
memastikan semua dokter mengerti dan mematuhinya.
Perlu

disadari

bahwa

kebutuhan

dokter untuk

menunjukkan

suatu

keberhasilan dalam bertindak sangat tinggi dan mereka juga ingin memberikan
pengobatan yang berkualitas kepada pasiennya. Shortell & Kaluzny, dkk., (2005)
yang mengutip Kongstvedt (1996), mengatakan bahwa untuk mengetahui seberapa
baik pelayanan yang telah dilakukan, mereka harus dapat dinilai untuk melihat berapa
baik kualitas pelayanan yang diberikan dokter dibandingkan dengan rekan sejawat
lainnya berdasarkan standar tertentu. Cara ini tidak saja untuk memperlihatkan

61

Universitas Sumatera Utara

kepada para dokter apa yang telah mereka lakukan tetapi juga untuk meningkatkan
keyakinan bahwa mereka telah melakukan yang benar.
Menurut Shortell & Kaluzny, dkk., (2005) yang mengutip Charns & Smith
Tewksbury (1993), umpan balik dapat menjadi alat yang efektif untuk memotivasi
perilaku dokter. Syaratnya adalah bahwa umpan balik tersebut harus bisa
menunjukkan bahwa perilaku dokter perlu berubah, umpan balik harus disampaikan
sesering mungkin, tepat waktu dan dalam interval yang tepat serta umpan balik harus
menggambarkan berbagai penggunaan yang penting, dilihat dari sudut finansial serta
bersifat akurat.

5.3.

Pengaruh Umur Dokter Spesialis Empat Dasar terhadap Pola Peresepan
Obat
Berdasarkan Tabel 4.11., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori

baik paling banyak ditulis oleh kelompok dokter spesialis berumur 41 – 50 tahun dan
oleh kelompok dokter spesialis berumur 51 – 60 tahun yaitu masing-masing sebanyak
1 orang (2,9%). Pola peresepan obat yang sedang paling banyak ditulis oleh
kelompok dokter spesialis berumur 51 - 60 tahun yaitu sebanyak 6 orang (17,1%) dan
pola peresepan obat yang kurang paling banyak ditulis oleh kelompok dokter
spesialis yang berumur 41 – 50 tahun sebanyak 2 orang (25,7%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi square diperoleh bahwa tidak ada
pengaruh antara umur responden dengan pola peresepan obat ( p = 0,336). Hal ini
menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya usia dokter tidak menjamin
62

Universitas Sumatera Utara

bahwa pola peresepan obat yang diresepkannya akan semakin baik. Lagerlov dkk.,
(1995), dalam penelitiannya tentang pengaruh sikap dan perilaku terhadap pola
peresepan juga mendapati bahwa tidak ada perbedaan antara umur dokter dengan
pola peresepan obat.
Secara umum menurut Hurlock usia 40 – 60 tahun merupakan usia yang
produktif dengan puncaknya pada usia 50 – 60 tahun. Pada usia tersebut pengetahuan
dan kognitif individu sudah lebih stabil. Studi-studi menyatakan bahwa pada
umumnya pekerja berusia lanjut lebih stabil dan tidak kurang produktif dibanding
rekannya yang lebih muda. Meskipun belum ada penelitian tentang hubungan kinerja
dokter dengan umur, hubungan umur dokter dengan kinerja merupakan isu yang
penting bagi masyarakat pada umumnya dengan adanya kecenderungan untuk
mencari dokter yang lebih senior daripada yang junior. Hal ini menunjukkan adanya
keyakinan bahwa semakin tinggi umur dokter maka pengalaman semakin banyak dan
pengobatannya juga akan semakin baik. Hal ini dapat diterima jika dokter tetap
mengikuti perkembangkan ilmu kedokteran dengan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
pendidikan dokter berkelanjutan, seminar, membaca journal atau kegiatan lain untuk
meningkatkan kelimuannya. Penelitian tentang obat baru semakin meningkat
sehingga akan sulit akhirnya bagi dokter yang tidak mau mengikuti perkembangan
ilmu untuk memberikan pelayanan obat yang bermutu.

63

Universitas Sumatera Utara

Selain itu dokter, seperti setiap orang, juga dipengaruhi oleh berita produk,
internet dan teman. Hal ini dapat dijelaskan dengan apa yang dikenal apa dengan
Social Cognitive Theory. Menurut Social Cognitive Theory, pembentukan perilaku
digambarkan sebagai proses yang dinamis, bergantung pada beberapa aspek yang
saling mempengaruhi secara bersamaan yaitu lingkungan, situasi, kemampuan
berperilaku, pengharapan, harapan, kontrol diri, pembelajaran observasional,
penguatan, self-efficacy, emotional coping responses dan reciprocal determinism.
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah faktor-faktor objektif yang ada secara fisik
berada diluar yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya anggota
keluarga, teman-teman dan rekan kerja (Glanz, dkk., 2002). Dengan sistem
pendidikan dokter yang sangat menjunjung tinggi senioritas membuat dokter senior
diakui sebagai dokter yang dapat dijadikan panutan dalam berperilaku termasuk
dalam keputusan pengobatan. Scott dan Prayitno (2003), mengatakan bahwa ada
pengaruh tunggal terbesar pada peresepan seorang dokter yang berasal dari sejawat
yang dihormatinya walaupun belum tentu peresepan obat tersebut benar.

5.4.

Pengaruh Jenis Kelamin Dokter Spesialis Empat Dasar terhadap Pola
Peresepan Obat
Berdasarkan Tabel 4.12., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat baik paling

banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 2 orang (5,7%) dan pola peresepan obat yang sedang paling banyak ditulis

64

Universitas Sumatera Utara

oleh dokter spesialis empat dasar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9 orang
(25,7%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis empat dasar berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 3 orang (8,6%). Sedangkan pola peresepan obat yang
kurang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar yang berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 19 orang (54,3%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis
empat dasar yang berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 2 orang (5,7%).
Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai
p = 0,397, artinya tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dokter spesialis empat
dasar dengan pola peresepan obat. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah dokter
spesialis empat dasar pada penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin laki-laki
(85,7%) dari pada perempuan (14,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Vallano dkk,
(1999) yang juga mendapati tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan pola
peresepan obat.

5.5.

Pengaruh Jenis Spesialis Empat Dasar terhadap Pola Peresepan Obat
Berdasarkan Tabel 4.13., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori

baik paling banyak ditulis oleh dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis
kebidanan dan kandungan yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (2,9%). Pola
peresepan obat kategori sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis penyakit
dalam yaitu sebanyak 5 orang (14,3%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis
anak yaitu sebanyak 3 orang (8,6%). Sedang pola peresepan obat kategori kurang

65

Universitas Sumatera Utara

paling banyak ditulis oleh dokter spesialis bedah yaitu sebanyak 12 orang (34,3%)
dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis penyakit dalam yaitu sebanyak 1 orang
(2,9%).
Berdasarkan hasil uji statistik Chi square diperoleh bahwa ada pengaruh
antara jenis spesialisasi responden dengan pola peresepan obat ( p = 0,016). Hal ini
dapat disebabkan karena masing-masing spesialisasi memiliki karakteristik pasien
yang berbeda-beda baik dari segi usia, maupun jenis penyakitnya sehingga
mempengaruhi jenis obat yang dipilih oleh dokter. Bauchner dkk., (2001),
menyatakan bahwa besarnya pengaruh pengetahuan dan karakteristik dokter,
karakterisik pasien dan pemakaian bukti klinis seperti standar terapi terhadap
keputusan klinik bersifat dinamis tergantung jenis keputusan klinis yang harus
diambil. Dikatakan bahwa dalam keadaan akut, pengaruh domain pengetahuan dokter
dan pemakaian bukti klinis menjadi lebih besar sedangkan pengaruh karakteristik
pasien menjadi relatif lebih kecil. Sebaliknya pada keadaan khronis, pengaruh
karakteristik pasien menjadi lebih besar dibanding pengaruh domain lainnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Vallano dkk., (1999) yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna dari jenis spesialisasi dengan pola peresepan
obat yang disebabkan karena keterkaitan usia pasien dengan jenis spesialisasi dokter.
Penelitian tersebut menemukan bahwa dokter spesialis paru dan jantung paling
banyak meresepkan obat dan jumlah obat meningkat dengan semakin bertambahnya

66

Universitas Sumatera Utara

usia pasien mengingat pasien yang usianya lebih tua umumnya menderita lebih dari
satu penyakit sehingga cenderung mendapat obat yang lebih banyak.

5.6.

Pengaruh Lama Kerja Dokter Spesialis Empat Dasar terhadap Pola
Peresepan Obat
Berdasarkan Tabel 4.14., dapat dilihat bahwa pola peresepan obat kategori

baik ditulis baik oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja lebih dari 10
tahun maupun oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja kurang dari 10
tahun yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (2,9%). Pola peresepan obat kategori
sedang paling banyak ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan masa kerja
lebih dari 10 tahun yakni sebanyak 7 orang (20%) dan paling sedikit ditulis oleh
dokter spesialis empat dasar dengan masa kerja kurang dari 10 tahun yakni sebanyak
5 orang (14,3%). Sementara pola peresepan obat kategori kurang paling banyak
ditulis oleh dokter spesialis empat dasar dengan lama kerja kurang dari 10 tahun
yakni sebanyak 13 orang (37,1%) dan paling sedikit ditulis oleh dokter spesialis
empat dasar dengan lama kerja lebih dari 10 tahun yakni sebanyak 8 orang (22,9%).
Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan Chi square diperoleh nilai
p = 0,528, artinya tidak ada pengaruh antara lama kerja responden dengan pola
peresepan obat. Penelitian Herman (2004), tentang pengaruh persepsi dokter tentang
formularium terhadap ketaatan penulisan resep obat sesuai formularium di Rumah
Sakit Daerah Kabupaten Kudus juga menunjukkan tidak adanya hubungan antara

67

Universitas Sumatera Utara

lama bekerja dengan kepatuhan penulisan resep obat sesuai formularium. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin lama dokter bekerja di rumah sakit tidak menjamin
bahwa pola peresepan akan menjadi baik. Siagian (2000), menyatakan bahwa lama
kerja dan kepuasan berkaitan secara positif dimana semakin lama seseorang bekerja
maka makin trampil dan makin berpengalaman pula dalam melaksanakan pekerjaan.
Peresepan dokter merupakan keputusan pribadi dokter dan sangat
berhubungan dengan pengalaman sebelumnya. Menurut O’Connor (1996), yang
dikutip oleh Shortell dan Kaluzny, dokter merupakan kelompok kerja berpendidikan
tinggi yang banyak menyimpan kerahasiaan dengan otonomi yang tinggi dalam
pekerjaan mereka. Umumnya mereka menolak pengaruh manajerial atau organisasi
atas kegiatan mereka karena dokter dan pihak manajemen memiliki banyak
perbedaan cara pandang. Shortell dan Kaluzny (2005), menggambarkan bahwa dokter
memiliki identitas profesional yang lebih erat, lebih memfokuskan perhatian pada
kebutuhan satu pasien, ingin segera bertindak untuk memenuhi kebutuhan pasien
daripada untuk kepentingan jangka panjang organisasi. Dokter lebih sering didorong
oleh perilaku tradisional daripada perilaku berdasarkan bukti klinis. Sikap otonomi
dokter ini menjadikan para dokter merasa sebagai satu-satunya pengambil keputusan
pengobatan pasien. Menurut Shortell and Kaluzny (2005), salah satu cara untuk
mengurangi atau menambah kekuasaan dari suatu departemen dalam suatu organisasi
adalah dengan menambah atau mengurangi ketergantungan organisasi terhadap
departemen tersebut.

68

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden
berumur 51 – 60 tahun yaitu sebanyak 34,3% dan yang paling sedikit adalah
responden dengan umur kurang dari 40 tahun sebanyak 3 orang (8,6%).
Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 30 orang
(85,7%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang
(14,3%). Berdasarkan spesialisasi maka sebagian besar responden adalah
dokter spesialis bedah sebanyak 12 orang (34,3%) dan berdasarkan masa kerja
sebagian besar responden memiliki masa kerja di Rumah Sakit Santa
Elisabeth kurang dari 10 tahun yaitu sebanyak 19 orang (54,3%).
2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden
memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang konsep dasar standar terapi,
formularium dan pemberian obat yang rasional yaitu sebanyak 18 orang
(51,4%).
3. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden
memiliki sikap yang baik tentang konsep dasar standar terapi, formularium
dan pemberian obat yang rasional yaitu sebanyak 25 orang (71,4%).

69

Universitas Sumatera Utara

4. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pola peresepan obat yang ditulis
oleh dokter spesialis empat besar paling banyak pada kategori kurang yakni
sebanyak 21 orang (60%).
5. Hasil analisis pengaruh pengetahuan dan sikap dokter tentang konsep dasar
standar terapi, formularium dan pemberian obat yang rasional terhadap pola
peresepan obat menunjukkan tidak ada pengaruh pengetahuan dokter tentang
konsep dasar standar terapi, formularium dan pemberian obat yang rasional
terhadap pola peresepan obat (p = 0,475) dan tidak ada pengaruh sikap dokter
tentang konsep dasar standar terapi, formularium dan pemberian obat yang
rasional terhadap pola peresepan obat (p = 0,277).
6. Hasil analisis pengaruh karakteristik dokter spesialis empat dasar terhadap
pola peresepan obat menunjukkan adanya pengaruh jenis spesialisasi dokter
terhadap pola peresepan obat (p = 0,016).
7. Sementara hasil Analisis karakteristik dokter yang meliputi umur (p = 0,336),
jenis kelamin (p = 0,397), dan lama kerja dokter spesialis empat dasar (p =
0,528) menunjukkan tidak ada pengaruh variabel tersebut terhadap pola
peresepan obat.

6.2.

Saran
1. Pengetahuan dan sikap dokter tentang konsep dasar standar terapi,
formularium dan pemberian obat yang rasional perlu ditingkatkan dengan cara

70

Universitas Sumatera Utara

memberikan informasi dan edukasi serta sosialisasi yang berkesinambungan
tentang pentingnya penerapan standar terapi dan formularium untuk
tercapainya pelayanan obat yang rasional.
2. Perlu dikaji lebih dalam pengaruh karak