KABUYUTAN CIPAGERAN CIMAHI DARI ZAMAN KE ZAMAN

KABUYUTAN CIPAGERAN CIMAHI DARI ZAMAN KE ZAMAN KABUYUTAN CIPAGERAN CIMAHI FROM TIME TO TIME

Leli Yulifar

Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung e-mail: leli_yulifar@upi.edu

Naskah Diterima: 28 Juli 2018

Naskah Direvisi: 22 Oktober 2018

Naskah Disetujui: 8 November 2018

Abstrak

Komunitas Kabuyutan Cipageran Cimahi layaknya “museum” hidup yang menghubungkan masa lalu dan kini. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asal- usul dan eksistensi Kabuyutan Cipageran. Metode penelitian sejarah yang dimulai dari heuristik sampai dengan historiografi merupakan tahapan yang tidak mudah dilewati, mengingat keterbatasan sumber, terutama sumber tertulis. Melalui teknik pengumpulan data berupa sumber tertulis/dokumentasi, wawancara terhadap empat narasumber yakni pupuhu (tokoh), budayawan, wakil komunitas kabuyutan, dan observasi di lapangan, ditemukan bahwa Kabuyutan Cipageran diduga kuat mulai ada sejak zaman Kerajaan Sunda yang eksis antara akhir abad ke-7 sampai akhir abad ke-16. Mengacu pada perjalanan sejarahnya, Kabuyutan Cipageran merupakan salah satu bukti adanya tempat leluhur Sunda, dan replika kampung Sunda tempo dulu. Amanat leluhur Sunda yang sangat dihormati oleh generasi penerusnya, menunjukkan nilai-nilai tinggi dan strategis dalam kebudayaan, khususnya kebudayaan Sunda. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menjawab asal-usul Komunitas Kabuyutan dan sebagai bahan awal yang tertulis untuk penelitian selanjutnya.

Kata Kunci : Kabuyutan, replika, dan Kebudayaan Sunda.

Abstract

Kabuyutan Cipageran Cimahi Community is like a living "museum" that connects the past and present. Therefore, this study aims to determine the origin and existence of Kabuyutan Cipageran. Historical research methods starting from heuristics to historiography are stages that are not easily passed, given the limited resources, especially written sources. From some techniques of collecting data; in the form of written or documentation sources, interviews with four speakers, pupuhu (figures), cultural observers, representatives of the Kabuyutan community, and observations in the field, it was found that Kabuyutan Cipageran was strongly suspected to have existed since the 7 th century of Sunda Empire to the end of the 16th century. Referring to its historical journey, Kabuyutan Cipageran is one proof of the existence of a Sundanese ancestral place, and a replica of the old Sundanese village. The mandate of Sundanese ancestors who are highly respected by their next generation shows high and strategic values in culture, especially Sundanese culture. The results of the study are expected to be able to answer the origins of the Kabuyutan Community as well as the starting written material for further research.

Keywords: Kabuyutan, replicas and Sundanese culture.

lainnya, kabuyutan sebagai sebuah tempat Berdasar kepada informasi dari mulai dikenal sekitar abad ke-11 M. Tetapi berbagai sumber sejarah baik berupa kemunculan Kabuyutan Cipageran bisa prasasti, di Tatar Sunda/Jawa Barat, jadi jauh lebih awal dari yang maupun dari sumber-sumber tertulis diperkirakan. Namun sampai sekarang

A. PENDAHULUAN

472 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 471 - 486 belum ada penelitian secara khusus Kabuyutan

Cipageran Cimahi dan mengenai Kabuyutan Cipageran. Oleh Kabuyutan Gegerkalong - yang diyakini karena itu, warga Kabuyutan Cipageran masih merupakan satu garis keturunan, di sekarang seolah- olah “pareumeun obor” samping

dokumentasi yang (kehilangan jejak) mengenai asal-usul berkenaan dengan tulisan yang membahas kabuyutan dan para leluhurnya.

studi

Kabuyutan di Tanah Sunda lainnya. Faktor utama yang menyebabkan belum

diketahuinya

asal-usul

dan B. METODE PENELITIAN

mengungkap asal-usul dulu, adalah belum ditemukannya sumber Kabuyutan Cipageran dan eksistensinya akurat yang memuat data/informasi pada zaman dulu, metode penelitian yang mengenai Kabuyutan Cipageran tempo harus digunakan adalah metode sejarah. dulu. Hal itu menjadi keprihatinan bagi Dalam penelitian ini, metode sejarah itu warga Kabuyutan Cipageran sekarang, hanya bersifat sederhana. Sumber tertulis karena keberadaan mereka yang memiliki yang ditelaah, baik jenis maupun ciri-ciri komunitas yang menjunjung tinggi jumlahnya sangat terbatas. Metode itu adat-istiadat dari para leluluhur masing ditunjang oleh metode wawancara, yaitu relatif dipertahankan kendati berada di wawancara dengan empat orang informan tengah-tengah kemajuan zaman dan untuk

eksistensi Kabuyutan Cipageran tempo

Untuk

informasi lisan, hingar-bingarnya suasana kota- yang tidak ditunjang oleh kegiatan survei lapangan. jauh dari lingkungan di mana mereka Oleh karena sumber tertulis yang memuat berada- bahkan sebagian besar dari mereka data/informasi

memeroleh

mengenai Kabuyutan menco

ba untuk melestarikan „marwah‟ Cipageran sulit ditemukan, maka terhadap Kabuyutan baik dengan mempertahankan hal tertentu dilakukan interpretasi secara simbol-simbol dan adat istiadat yang rasional. Sesuai dengan permasalahan yang berdampingan

mengungkapkan pengaruh kekinian (arus modernisasi) permasalahan pada masa lampau, maka maupun melalui penggalian terhadap metode yang digunakan adalah metode makna kabuyutan dalam kehidupan mereka sejarah. Pencarian sumber berpatokan pada sehari-hari. Keberadaan komunitas ini ragangan (outline), walaupun masih merupakan bukti bahwa tidak ada bersifat sementara, karena ragangan itu peristiwa yang berdiri sendiri, tetapi akan menunjukkan data apa yang merupakan

dengan

munculnya diteliti,

yaitu

masa diperlukan. Data itu tentu harus dicari sebelumnya yang menempati space (ruang) dalam sumber tertulis. Terhadap sumber- dan time. Oleh karena sistematika sejarah sumber

kontinuitas

dari

diperoleh kemudian itu dibangun oleh kronologi waktu dilakukan kritik sumber dari segi internal (Barnes, 1963: 12), maka rekonstruksi asal dan eksternal, untuk mengetahui otentisitas mula dan tumbuh kembangnya komunitas sumber dan kredibilitas data di dalamnya kabuyutan disusun dalam time line selama (Garaghan, 1946 :103-426, Gottschalk, lima zaman.

yang

1986: 32, Kuntowijoyo, 1995: 95, Renier, Atas dasar itulah tulisan ini disusun, 1997: 118). yang

Dalam pengolahan data, dilakukan dikembangkan dari studi pendahuluan dan interpretasi untuk memeroleh fakta sejarah penelitian pada tahap berikutnya dengan

sebagian besar

sumbernya

mengenai permasalahan yang diteliti. mencoba melihat asal-usul, perkembangan, Untuk memeroleh fakta sejarah mengenai serta fungsi dan kedudukan Kabuyutan hal

dilakukan koroborasi Cipageran dulu dan kini, ditambah dengan

tertentu,

(Corroboration) suatu data dari suatu wawancara kepada para informan, baik sumber sejarah dengan sumber lain, dua sejarawan, budayawan dan komunitas atau lebih (Lubis, 1998: 34). Tahap akhir masyarakat adat Kabuyutan di daerah adalah historiografi, yakni menyusun

Leli Yulifar..... (Kabuyutan Cipageran Cimahi) 473 rekonstruksi Sejarah Kabuyutan secara kawasan - terutama kawasan Asia -

sistematis dan kronologis berdasarkan termasuk negara-negara yang secara fakta yang telah diseleksi, sehingga ekonomi jauh lebih maju dibanding negara dihasilkan tulisan sejarah yang dikemas kita - dan bahkan mendapat sebutan dalam bahasa ilmiah populer.

„macan Asia‟ seperti Korea- tetap Selanjutnya, untuk mempertajam melestarikan budaya lokalnya yang

analisis dilakukan pendekatan dengan kem udian „dikemas‟ ke dalam bentuk menggunakan teori dan atau konsep dari wisata sejarah/budaya yang menghasilkan disiplin ilmu yang relevan, seperti devisa.

demikian, bisa sosiologi, ekonomi dan politik. Dengan mendapatkan dua keuntungan sekaligus: demikian akan diperoleh eksplanasi pertama dapat melestarikan warisan mengenai masalah yang dibahas. Hal itu budaya/heritage

Dengan

bangsa. Kedua, sesuai dengan tuntutan penulisan sejarah mensejahterakan masyarakat. ilmiah.

pendekatan ilmu-ilmu bantu (sister C. HASIL DAN BAHASAN

disciplines ), secara teori akan memperkuat 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian metodologi sejarah dengan pendekatan

Dalam kondisi sekarang, di pusat interdisipliner, sehingga penulisan sejarah Kabuyutan Cipageran, yang berada di yang terstruktur dapat menemukan Wilayah Cimahi Utara, tepatnya di Jalan objektivitas kesejarahan yang faktual Kolonel Masturi Km.3 berdiri bangunan (Sjamsuddin, 2016: 240). Melalui metode dengan arsitektur tradisional pada lahan sejarah

dan pendekatan-pendekatan yang agak tinggi. Badan bangunan tersebut, diharapkan dinamika Kabuyutan menggunakan awi (bambu) dan atap di daerah Cimahi akan terdeskripsikan bangunan dari alang-alang. Sementara di dengan logis dan ilmiah.

pelataran bangunan bagian bawah, terdapat Penelitian ini membicarakan latar tugu batu. Hal itu menunjukkan bahwa belakang

kemunculan Kabuyutan budaya kabuyutan mengadopsi budaya Cipageran serta eksistensi, kedudukan, dan megalit. makna kabuyutan dulu dan sekarang. Untuk memahami apa itu kabuyutan,

2. Kedudukan dan Fungsi Kabuyutan

dijelaskan pengertian

a. Asal Mula Istilah Kabuyutan Kabuyutan serta maknanya terlebih

dari

istilah

Awal keberadaan kabuyutan di Tatar dahulu.

Sunda/Jawa Barat termasuk Kabuyutan Dengan demikian, kendati tulisan ini Cipageran di daerah Cimahi, memiliki latar uraiannya masih sederhana, namun kiranya belakang yang mencakup waktu jauh ke tetap memiliki kegunaan. Pertama, untuk belakang. Hal itu terkait dengan asal-usul menambah pengetahuan, khususnya bagi daerah yang sekarang bernama Cimahi. warga Kabuyutan Cipageran mengenai

Kabuyutan Cipageran memiliki gambaran asal-usul kabuyutan tersebut. perjalanan sejarah sangat panjang, hampir Kedua, sebagai dokumentasi tertulis awal mencakup 3 zaman. Karena berdasarkan yang

menulis tentang keberadaan sumber sejarah, yakni sebagai sumber komunitas adat ini, dan sebagai bahan tertulis pertama yang menyebut istilah acuan untuk penelitian lebih lanjut kabuyutan itu mulai eksis sekitar abad ke- mengenai Kabuyutan Cipageran. Ketiga,

11, pada zaman Kerajaan Sunda (yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan berlangsung sejak akhir abad ke-7 sampai di dalam mengembangkan destinasi wisata dengan akhir abad ke-16). Oleh karena itu, di kawasan ini. Seperti yang kita ketahui dimungkinkan istilah dan keberadaan bersama,

berbasis kabuyutan sudah jauh lebih awal dari budaya/kearifan lokal dewasa ini banyak kemunculan istilah yang tertulis pada diandalkan negara-negara di berbagai

sektor

wisata

474 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 471 - 486 prasasti untuk pertama kalinya (Prasasti tempat yang sekarang bernama Padalarang,

Cibadak). Cimahi, Lembang, Banjaran, Soreang, Dalam kondisi sekarang, Kabuyutan Majalaya, Ciparay, Cililin, Ujungberung, Cipageran termasuk ke dalam wilayah Cicalengka, Dago, bahkan Nagreg. administratif Pemkot (Pemerintah Kota)

Peta di bawah menunjukkan tempat Cimahi, tepatnya bagian dari wilayah yang sekarang bernama Cimahi berada di Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi daerah Cekungan Bandung bagian utara, Utara, Kota Cimahi. Berarti sampai dan Gua Pawon di tepian “Danau Bandung sekarang perjalanan sejarah Kabuyutan Purba” bagian barat. Berdasarkan hasil Cipageran melalui tiga zaman, yaitu zaman penelitian geologi dan arkeologi, antara kerajaan, zaman penjajahan, dan zaman lain yang dilakukan oleh G.H.R. von kemerdekaan. Dengan kata lain, eksistensi Koeningswald dan R.W. Bemmelen, di Kabuyutan Cipageran berlangsung pada daerah Cekungan Bandung ditemukan zaman dulu dan zaman sekarang.

peninggalan manusia Sejak dulu sampai sekarang, Cimahi prasejarah, berupa alat-alat dari batu masuk ke dalam wilayah Jawa Barat. obsidian. Di daerah itu ditemukan pula Ditemukannya benda-benda peninggalan sampah dapur (kyokenmodinger) dari budaya zaman prasejarah dan fosil kehidupan manusia prasejarah, antara lain manusia prasejarah di beberapa tempat di berupa kulit kerang. Jawa Barat, menunjukkan bahwa daerah

benda-benda

Temuan-temuan itu secara tidak Jawa Barat pernah ditinggali oleh manusia langsung menunjukkan beberapa daerah di prasejarah. Zaman Prasejarah terbagi atas tepian Danau Bandung pernah menjadi Zaman Batu Tua (Paleolitikum), Zaman pemukiman manusia prasejarah, karena Batu Tengah (Messolitikum), Zaman Batu danau itu sangat penting artinya bagi Baru (Neolitikum), dan Zaman Logam kehidupan mereka. Oleh karena itu, di (Perundagian) (Soekmono, 1995, Jilid I,

Tatar Sunda/Jawa Barat banyak tempat Kartodirdjo, 1975, Jilid I, PaEni 2009).

yang namanya diawali oleh kata ci yang Pada zaman Mesolitikum yang berarti air. Selain untuk kebutuhan air, di diperkirakan berlangsung antara 4.000 danau purba itu manusia prasejarah dapat sampai dengan 10.000 tahun sebelum melakukan penangkapan ikan. Memang masehi, Gunung Sunda di dataran tinggi menangkap ikan adalah satu budaya Bandung meletus. Sebagian laharnya manusia

prasejarah sejak Zaman menyumbat aliran Sungai Cilameta di Paleolitikum (Zaman Batu Tua). daerah Padalarang sekarang, tepatnya di tempat yang dikenal dengan sebutan “Sanghiyang Tikoro”. Akibatnya, lama

kelamaan air sungai itu menggenangi dataran tinggi Bandung seluas lebih- kurang 150 kilometer persegi. Dalam kondisi sekarang genangan air danau itu meliputi daerah antara Padalarang sampai Cicalengka, dan daerah Lembang hingga Soreang. Daerah seluas itu menjadi “danau raksasa” yang biasa disebut “Danau Bandung Purba”. Keberadaan danau itu

Gambar 1. Peta Danau Bandung Purba berlangsung dalam waktu sangat lama.

Sumber: T. Bachtiar (Juli 2005) dalam Dalam bidang geologi, daerah di tepian

Hardjasaputra dan Yulifar (2017) danau itu disebut Cekungan Bandung,

yakni area yang secara morfologis Pada akhir Zaman Mesolitikum, berbentuk lembah, yang meliputi tempat- manusia prasejarah kehidupannya tidak

lagi berpindah-pindah tempat (nomaden),

Leli Yulifar..... (Kabuyutan Cipageran Cimahi) 475 tetapi sudah tinggal menetap di suatu (1030-1042 M.), pada awal pemerintahan

daerah. Maka tidaklah mustahil bila sang raja menyatakan sebagian dari daerah Cimahi pun yang merupakan bagian dari Sungai Sanghyang Tapak ditetapkan wilayah Cekungan Bandung, pernah sebagai kabuyutan, yaitu tempat yang ditinggali oleh manusia prasejarah Zaman memiliki pantangan (tabu) yang harus Mesolitikum.

ditaati oleh seluruh rakyatnya. Pernyataan Bahwa daerah Cekungan Bandung Raja Sunda dalam prasasti tersebut, pernah dihuni oleh manusia prasejarah, terjemahannya dalam bahasa Indonesia, antara

lain dibuktikan pula oleh antara lain sebagai berikut: keberadaan fosil manusia purba di Gua

Selamat, pada tahun Saka 952 bulan Pawon daerah Padalarang. Hasil kajian

Kartika tanggal 12 bagian terang hari sementara pakar arkeologi dari Balai

hariyangkliwon-Ahad wuku tambir . Arkeologi

Inilah saat raja Sunda Maharaja Sri Djubiantoro (alm.) dan Lutfi Yondri, fosil

Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti manusia di Gua Pawon adalah fosil

Sakalabuana- manusia prasejarah Zaman Mesolitikum.

Samarawijaya

mandaleswaranindita Harogowardana Namun, tempat pemukiman manusia

Wikramotunggadewa membuat tanda prasejarah waktu itu belum memiliki nama,

di sebelah timur Sanghyang Tapak, karena mereka belum mengenal bahasa.

dibuat oleh Sri Jayabhupati Raja Berarti Cimahi baru menjadi nama tempat

Sunda, dan jangan ada yang melanggar di bekas Cekungan Bandung setelah

ketentuan di sungai ini. Jangan ada tempat

yang menangkap ikan di bagian sungai sekelompok manusia Sunda yang telah

itu menjadi

pemukiman

ini mulai dari batas daerah Kabuyutan memiliki bahasa.

Sanghyang Tapak di bagian hulu Dalam

(Danasasmita, 1984). Sunda, bisa jadi konsep kabuyutan mulai ada pada zaman kerajaan yang bercorak

kehidupan

masyarakat

Keterangan tersebut menunjukkan Hindu-Budha,

tetapi penyebutan dua hal. Pertama, kabuyutan di wilayah kabuyutan secara tertulis baru ditemukan Kerajaan Sunda mulai ada paling tidak pada abad ke-11 M. Kerajaan Hindu- sejak awal abad ke-11 M. Kedua, Budha yang pernah eksis di daerah Jawa pengertian kabuyutan , yaitu tempat Barat adalah Kerajaan Tarumanagara (abad tertentu yang memiliki makna sakral.

ke-4 hingga pertengahan abad ke-7), Pengertian kabuyutan demikian itu, Kerajaan Galuh (awal abad ke-7 hingga mengandung

kearifan raja untuk akhir abad ke-16), dan Kerajaan melestarikan lingkungan alam di daerah

Sunda/Pajajaran (akhir abad ke-7 hingga tertentu. Pada zaman kerajaan memang akhir abad ke-16) (Soekmono, 1995, Jilid raja memiliki kearifan, antara lain kearifan

II, Kartodirdjo, 1975, Jilid I, PaEni, untuk memelihara kelestarian lingkungan 2009)

alam. Hal itu sesuai dengan konsep raja, Pada zaman Kerajaan Tarumagara, yaitu sebagai penguasa bumi dan isinya di

warga masyarakat kerajaan itu belum wilayah kekuasannya. Namun kearifan itu menyebut dirinya orang Sunda. Sebutan tidak dinyatakan secara tersurat (jelas), masyarakat Sunda baru terjadi seiring melainkan secara tersirat, seperti kearifan dengan eksistensi Kerajaan Sunda yang dari tujuan dan makna kabuyutan. merupakan

penerus

Kerajaan

Tarumanagara, karena kerajaan itu

b. Pengertian dan Pemaknaan

didirikan oleh raja terakhir Tarumanagara,

Kabuyutan

yaitu Maharaja Tarusbawa. Secara etimologis, istilah kabuyutan Ketika Kerajaan Sunda dipimpin berasal dari kata dasar “buyut”, mendapat

oleh Sri Jayabhupati, Raja Sunda ke-19 awalan “ka” dan akhira “an”. Awalan dan akhiran itu menunjukkan tempat. Berarti

476 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 471 - 486 secara etimologis, kabuyutan adalah diungkapkan sebelumnya, seperti Prasasti

tempat buyut . Dalam kehidupan Cibadak, Prasasti Ciburuy, Amanat masyarakat, khususnya masyarakat Sunda, Galunggung dan lain-lain. Oleh karena itu, istilah buyut mengandung tiga arti. Yayasan Kabuyutan Sri Sunda (2011: 24), Pertama, anak dari cucu (keturunan memaknai Kabuyutan sebagai sebuah keempat  garis silsilah ke bawah, atau tempat yang bukan hanya disakralkan dari orang tua (ibu dan bapak) dari nenek dan pemaknaan

„asli‟nya tetapi juga kakek  garis silsilah ke atas. Bila buyut pengembangan pemaknaan dalam rangka

dalam pengertian kedua (garis silsilah ke revitalisasi (nilai-nilai) kebudayaan. Dalam atas)

dihubungkan dengan sebutan kaitan konteks demikian, maka terdapat kabuyutan , maka buyut yang dimaksud tingkatan-tingkatan makna sebagai tempat adalah leluhur yang pertama kali tinggal di yang suci atau tempat yang disakralkan tempat yang kemudian disebut kabuyutan.

beserta segala kandungan isinya, baik yang Sudah diungkapkan bahwa di daerah tampak (tangible) maupun tak tampak Jawa Barat, kabuyutan mulai dikenal sejak (inatagible)

(Kurniawan, http://www. zaman Kerajaan Sunda (670 – 1579/80 Bedanews.com/kabuyutan-solusi-kemajuan- M.). Menurut beberapa sumber sejarah bangsa-yang-se-makin-terancam ) . Tingkatan- Jawa Barat, Kerajaan Sunda memiliki tingkatan

pemaknaan tersebut wilayah sangat luas, termasuk Dataran dirumuskan dari berbagai sumber dan

Tinggi Bandung yang mencakup daerah teridentifikasi sebagai berikut: yang kemudian bernama Cipageran. a. Umumnya dikaitkan dengan makna Berarti

utamanya sebagai tempat suci, tempat kabuyutan pada zaman kerajaan tersebut,

yang disucikan atau disakralkan, situs beberapa waku kemudian setelah sebagian

atau tempat keramat, situs atau prasasti, daerah

di (menurut) masyarakat Tatar Sunda. ditetapkan oleh Raja Sunda sebagai b. Nama tempat suci di kawasan luar Tatar kabuyutan . Cipageran menjadi kabuyutan

Sungai Sanghyang

Tapak

namun orang yang karena tempat/daerah itu memiliki potensi

Sunda,

menggunakannya adalah orang Sunda yang harus dijaga/dipelihara untuk

(lihat misalnya: penggunaan istilah kemaslahatan penduduk daerah setempat.

“kabuyutan Majapahit” oleh Bujangga Dengan mengacu pada sebutan

Manik, seorang sejarawan Sunda yang buyut dalam garis silsilah, boleh jadi

hidup kurang lebih pada abad 15-16 M). Cipageran disebut kabuyutan oleh generasi c. Tempat-tempat suci yang dinamakan

keempat, yaitu buyut dari penduduk kabuyutan tersebut dapat berupa pertama

pertapaan, gunung, sungai, atau kabuyutan yang mengacu pada silsilah,

kerajaan, yang secara memiliki fungsi sebagai kata sifat yang

kawasan

geografis dapat dijumpai sampai di luar menunjukkan pertalian atau hubungan

wilayah Jawa Barat sekalipun. antargenerasi. Istilah kabuyutan yang

mengacu pada tempat, memiliki fungsi Melalui pengertian dan pemaknaan sebagai kata benda, yaitu tempat yang tersebut dapat disimpulkan bahwa kita disakralkan. Tempat dan benda-benda di harus selalu “ngamumule” kabuyutan

dalamnya merupakan warisan dari buyut sebagai tempat yang disakralkan/disucikan, (leluhur), disertai amanat leluhur yang tabu agar jati diri orang Sunda tetap untuk

dilanggar ( Kusmayadi, eksis/lestari. Pewarisan nilai pun akan “http://cipakudarmaja.blogspot.co.id/2015/11/

tetap berlangsung karena kabuyutan akan pengertian-kabuyutan.html) . Artinya, sejalan tetap mencirikan kosmologi masyarakat dengan temuan peninggalan sejarah Sunda dulu (zaman kerajaan), sebagai beberapa prasasti dan naskah kuno di Tatar tempat pendidikan moral dan spiritual Sunda dan sekitarnya yang sudah yang alami (menyatu dengan alam)

Leli Yulifar..... (Kabuyutan Cipageran Cimahi) 477 sehingga akan terjadi proses pewarisan

dalam upaya mencapai kejayaan nilai yang terjaga sustaianbility-nya. Boleh

bangsa. Pemikiran-pemikiran tersebut jadi, melestarikan kabuyutan menjadi

datangnya dari sebuah tempat yang salah satu upaya dalam pewarisan nilai

sampai saat ini dikenal sebagai yang never ending. Untuk itulah penulis

kabuyutan .

memandang perlunya beberapa tulisan

b. Prasasti Kebantenan (PKb) V, yaitu dalam perspektif akademis dilakukan, prasasti nomer 5 peninggalan Sribaduga sehingga interpretasi atas peristiwa masa (Prabu Siliwangi), Raja Pajajaran yang lalu mendapat dukungan berupa bukti pertama dan termashur pada sekitar sejarah yang secara argumentatif dapat abad 14 M. Penggunaan istilah dipertanggungjawabkan

kebenarannya.

kabuyutan dapat ditelusuri lebih lanjut Dengan demikian, bukan hanya sekadar dalam sejarah, tidak saja di kalangan untuk kebanggaan atas masa lalunya, masyarakat Sunda, namun ternyata keberadaan kabuyutan diharapkan dapat tetap menjadi „benteng yang kokoh‟ bagi dijumpai pula dalam sejarah peradaban

suku bangsa selain Sunda (Yayasan masyarakat Jawa Barat pada khususnya - Kabuyutan Sri Sunda, 2011: 23-24). bangsa Indonesia pada umumnya, dalam Dengan demikian diketahui bahwa upaya mempertahankan jati diri bangsa istilah kabuyutan yang muncul secara melalui kearifan lokal di tengah arus tertulis pada abad ke-11 pada saat Tatar global yang semakin kuat. Sunda diperintah Sri Jayabhupati, Raja

3. Sumber Sejarah/Manuskrip yang

Sunda ke-11 (1030-1042 M.), menjadi

istilah yang kemudian digunakan oleh

Menyebut Istilah Kabuyutan Setelah

para penguasa Tatar Sunda berikutnya- Prasasti Cibadak dan melalui peristiwa sejarah itulah,

istilah dan pemaknaan kabuyutan Galunggung yang terkenal sebagai

a. Naskah Ciburuy

atau

Naskah

sampai kepada generasi kita sekarang “Amanat Galunggung” atau “Amanat 1 ini. Untuk itu, berikutnya penting

Prabuguru Darmasiksa” yang berasal kiranya dibahas tentang pengertian dan dari Abad ke-13 juga menyebut istilah

pemaknaan kabuyutan agar diperoleh kabuyutan . Naskah tersebut ditemukan

kesamaan persepsi untuk menghasilkan di daerah Ciburuy, Garut Selatan, dan

sebuah diskusi yang lebih lanjut terkait disebut pula sebagai Kropak No. 632

fungsi dan kedudukan kabuyutan dalam arsip Museum Nasional. Naskah

dalam Masyarakat Sunda tempo dulu ini ditulis pada daun nipah sebanyak 6

sampai dewasa ini yang akan dibahas (enam) lembar yang terdiri atas 12 (dua

dalam sub bab berikutnya. belas) halaman; menggunakan aksara Sunda Kuno (Suryalaga, 2002). 1 “Amanat

Walau secara tertulis istilah Kabuyutan baru peninggalan Raja Sunda Prabuguru muncul pada abad ke-11 M, tetapi

Galunggung”

adalah

Darmasiksa (1175 - 1297 M), yaitu dimungkinkan cikal bakalnya berasal dari Kerajaan Hindu-Budha yang pernah eksis di

nasihat-nasihat beliau kepada anak daerah

Barat yakni Kerajaan keturunannya dan semua rakyatnya. Tarumanagara (abad ke-4 hingga pertengahan

Jawa

Amanat ini berupa cecekelan hirup abad ke-7). Kerajaan ini diteruskan oleh (pegangan hidup), ulah (larangan), dan Kerajaan Galuh (awal abad ke-7 hingga akhir kudu (keharusan) yang harus dipegang abad ke-16), dan Kerajaan Sunda/Pajajaran teguh oleh semua orang Sunda agar (akhir abad ke-7 hingga akhir abad ke-16) - jaya sebagai bangsa. Melalui naskah yang menjaga dan melestarikan keberadaan kuno ini pun diketahui bahwa kabuyutan sehingga sampai pada generasi kita masyarakat Sunda sudah memiliki saat ini. pemimpin yang berpikiran futuristik

478 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 471 - 486

Rumpun bambu harus dipelihara, karena Dalam kondisi sekarang, Kabuyutan pohon bambu memiliki daya serap tinggi Cipageran termasuk ke dalam wilayah terhadap air hujan, sehingga air hujan tidak administratif Pemkot (Pemerintah Kota) menimbulkan banjir, dan kehidupan Cimahi, tepatnya bagian dari wilayah masyarakat Sunda tempo dulu tidak Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi terpisahkan

4. Kabuyutan Dulu dan Kini

bambu. Bambu Utara, Kota Cimahi. Berarti sampai merupakan salah satu bahan penting dalam sekarang perjalanan sejarah Kabuyutan kehidupan masyarakat Sunda kuno. Cipageran melalui tiga zaman, yaitu zaman

dari

Sehubungan dengan hal tersebut, kerajaan, zaman penjajahan, dan zaman Raja Sunda juga membuat kebijaksanaan. kemerdekaan. Dengan kata lain, eksistensi Penduduk daerah setempat dibebaskan dari Kabuyutan Cipageran berlangsung pada kewajiban membayar pajak. Berarti zaman dulu hingga zaman sekarang. Oleh kedudukan Kabuyutan Cipageran identik karena itu, berikut ini akan diuraikan dengan desa perdikan. Pada zaman secara

kronologis perkembangan kerajaan, desa perdikan merupakan daerah kabuyutan di Tatar Sunda, termasuk istimewa, antara lain karena penduduknya Kabuyutan Cipageran Cimahi di dalamnya bebas dari kewajiban membayar pajak dari awal kemunculan sampai dewasa ini.

(Hardjasaputra dan Yulifar, 2017: 2-6). Alasan atau pertimbangan raja

membebaskan penduduk kabuyutan dari Pada zaman kerajaan, di Tatar kewajiban membayar pajak menyangkut Sunda/Jawa Barat selain terdapat beberapa dua hal. Pertama, penduduk daerah itu buah kabuyutan, antara lain Kabuyutan berkewajiban memelihara lingkungannya. Ciburuy,

a. Zaman Kerajaan

Kabuyutan Galunggung, Kedua, penduduk itu mematuhi perintah Kabuyutan Linggawangi, juga terdapat raja, dan memelihara ajaran leluhur. Kabuyutan Cipageran. Informasi ini bisa

Raja menetapkan suatu daerah diketahui melalui prasasti dan naskah kuno menjadi kabuyutan, dilakukan dalam seperti

yang sudah disampaikan upacara khusus. Hal ini diberitakan dalam sebelumnya.

sumber berupa naskah, antara lain Naskah Cipageran ditetapkan menjadi salah Ciburuy yang lebih dikenal dengan sebutan satu kabuyutan oleh Sri Jayabhupati (nama “Amanat Galunggung” (Kropak 632 di lengkapnya Sri Jayabhupati Jayamanahen Perpustakaan Nasional). Dalam naskah itu, Wisnumurti

Samarawijaya raja mengingatkan atau berpesan agar Sakalabuanamandaleswa-

ranindita kabuyutan jangan sampai jatuh Harogowardana Wikramo- tunggadewa), kepada/dikuasai oleh orang non-Sunda. Raja Sunda ke-19 (1030-1042 M.), pada Orang yang memelihara kabuyutan akan bagian awal pemerintahannya. Alasan atau memeroleh “kesaktian”, unggul dalam pertimbangan raja menetapkan Cipageran perang, hidup akan lama, keturunannya menjadi kabuyutan terutama karena daerah akan bahagia. Amanat raja itu menyiratkan itu memiliki potensi alam yang harus bahwa kedudukan kabuyutan mengandung dijaga dan dipelihara, untuk kemaslahatan arti penting. penduduknya.

penetapan Cipageran Waktu itu, potensi alam daerah menjadi kabuyutan (sebagai daerah sakral) Cipageran yang harus dipelihara antara merupakan salah satu kearifan Raja Sunda lain, sumber air, rumpun bambu, dan lahan untuk

Berarti

melestarikan daerah yang yang

harus bersangkutan. Kearifan Raja Sunda itu dijaga/dipelihara

subur. Sumber

air

karena merupakan mungkin pula mengandung tujuan politis, potensi penting yang tidak terpisahkan dari yakni agar daerah Cipageran yang berada kehidupan makhluk, terutama kehidupan di sebelah timur Sungai Citarum, jauh dari manusia, dan untuk kesuburan tanah. pusat Kerajaan Sunda (daerah pusat Kota

Leli Yulifar..... (Kabuyutan Cipageran Cimahi) 479 Bogor sekarang), tetap menjadi bagian dari melawan hawa nafsu, “perang” melawan

wilayah Kerajaan

demi menegakkan perundingan, Raja Sunda dan Raja Galuh kebenaran, dan lain-lain. menetapkan Sungai Citarum menjadi batas

Sunda.

Melalui ketidakadilan

Kerajaan Sunda yang membawahi wilayah kedua kerajaan itu. Daerah sebelah Kabuyutan

Cipageran, eksistensinya barat Sungai Citarum menjadi wilayah berakhir pada tahun 1579/1580, akibat Kerajaan Sunda, dan daerah di sebelah Islamisasi dari Kesultanan Banten yang timurnya menjadi wilayah Kerajaan Galuh. dipimpin oleh Sultan Maulana Yusuf. Jika dugaan itu benar, berarti Raja Sunda Setelah Kerajaan Sunda runtuh dan menetapkan Cipageran sebagai kabuyutan sebelum

berlangsungnya zaman merupakan salah satu upaya Raja Sunda penjajahan,

Kabuyutan Cipageran untuk

memperkuat legitimasi berkedudukan sebagai daerah merdeka. kekuasaannya.

Sampai dengan paruh kedua abad ke-17 Pada zaman kerajaan, sabda raja kabuyutan itu seolah-olah merupakan dianggap oleh masyarakat sebagai hukum “daerah tak bertuan”. (Hardjasaputra dan yang pantang dilanggar. Jika semula Yulifar, 2017: 7) daerah itu bukan bernama Cipageran,

mungkin atas dasar hal tersebut itulah b. Zaman Penjajahan

tempat/kabuyutan itu kemudian diberi Zaman Kompeni (1677-1799) nama Cipageran. Seolah-olah potensi

Tatar Sunda/Jawa Barat mengalami daerah itu yang harus dijaga dan dipelihara zaman penjajahan dari dua bangsa, yaitu dan “dipager” (“dipagar”) oleh aturan- Belanda dan Jepang. Tatar Sunda,

aturan atau hukum raja, dan amanat leluhur khususnya daerah Priangan, mulai berada (buyut). Amanat itu substansinya (intinya) pada zaman penjajahan Belanda diawali adalah mengingatkan generasi penerus oleh kekuasaan Kompeni, aparat bersenjata untuk selalu memelihara lingkungannya. dari perusahaan dagang Belanda di Hindia Amanat

komunitas Timur, yaitu VOC (Vereenigde Oost- kabuyutan modern dituliskan kembali Indische Compagnie ), yang berdiri tahun dalam bentuk semacam replika prasasti di 1602. kawasan Kabuyutan Cipageran, tepatnya di

tersebut,

oleh

menguasai daerah depan Balai Pasamon (tempat pertemuan).

Kompeni

Priangan mulai bagian akhir tahun 1677, Selain itu, Kabuyutan diduga ketika daerah Priangan berada di bawah sebagai tempat pendidikan khususnya hegemoni Kerajaan Mataram mulai akhir pendidikan keagamaan. Dalam budaya abad ke-16, pada waktu Kerajaan Mataram Hindu, tempat dengan fungsi demikian itu dirajai oleh Sutawijaya alias Panembahan

disebut “mandala”. Senopati (1586-1601). Daerah pertama di Waktu itu mandala merupakan Priangan yang dikuasai oleh Mataram daerah yang disakralkan. Di tempat itu adalah Kerajaan Galuh (1595). Daerah kaum brahmana atau begawan bertugas Priangan dikuasai oleh Mataram terutama memelihara ajaran agama. Di tempat itu ketika kerajaan itu diperintah oleh Sultan pula para pujangga menulis kitab-kitab, Agung (1613-1645) dan Sunan Tegalwangi terutama tentang agama. Dengan demikian, yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan pada zaman kerajaan, kabuyutan memiliki Amangkurat I (1645-1677), pengganti fungsi yang mengandung kekuatan magis Sultan Agung. Di daerah Priangan, Sultan dan

Dalam Agung mengubah Kerajaan Galuh dan pandangan masyarakat Sunda Kuno, Kerajaan Sumedang Larang masing- kedudukan dan fungsi kabuyutan setara masing

nilai/makna

penting.

kabupaten, dan dengan “nilai kemenangan dalam perang”. membentuk Kabupaten Sukapura (1632),

menjadi

Mungkin ”perang” yang dimaksud bukan Kabupaten Bandung dan Kabupaten perang secara fisik, tetapi “perang” Parakanmuncang

(1633). Setelah

480 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 471 - 486 Kabupaten Bandung berdiri, Kabuyutan Kabuyutan Cipageran tidak lagi dipimpin

Cipageran masuk ke dalam wilayah oleh tokoh bergelar resi, melainkan oleh kabupaten tersebut.

tokoh yang dipercayai oleh warga Priangan kemudian jatuh ke bawah masyarakat daerah itu sebagai ketua adat. kekuasaan

Kompeni, akibat Berarti masyarakat Kabuyutan Cipageran persekongkolan Sunan Amangkurat I tetap berkedudukan sebagai masyarakat dengan Kompeni. Sekitar tahun 1677, adat. pusat Kerajaan Mataram (Kota Gede

Kabuyutan Cipageran memiliki Yogyakarta sekarang) diserang oleh kedudukan dan fungsi penting bagi pasukan Madura dipimpin oleh Pangeran Kompeni, terkait dengan pelaksanaan Trunojoyo.

Pangeran Trunojoyo politik ekonomi Kompeni di daerah menyerang Mataram sebagai balas dendam Priangan. Di daerah Priangan, Kompeni atas kematian ayahnya oleh tindakan memberlakukan penanaman wajib kepada Sunan Amangkurat I. Untuk mengatasi penduduk pribumi, khususnya para petani,

serangan itu, Sunan Amangkurat I dalam sistem yang disebut Preangerstelsel meminta

yang (Aturan Priangan). Tanaman utama yang berkedudukan di Batavia (sekarang wajib ditanam dan dipelihara oleh para Jakarta). Terjadilah dua kali perjanjian petani adalah kopi. Daerah yang menjadi antara Sunan Amangkurat I dengan tempat penanaman kopi adalah daerah Kompeni. Perjanjian pertama terjadi pedalaman. Oleh karena itu Cipageran pun tanggal 19-20 Oktober 1677. Melalui termasuk daerah penanaman kopi. Berarti perjanjian

bantuan

Kompeni

Kompeni di bawah kekuasaan Kompeni, dari segi memeroleh wilayah Priangan bagian barat budaya, Cipageran tetap berkedudukan dan tengah (Cianjur, Bandung, dan sebagai kabuyutan. Namun dari segi Sumedang). Berarti Cipageran yang ekonomi, waktu itu daerah kabuyutan termasuk wilayah Cimahi Kabupaten tersebut difungsikan oleh Kompeni sebagai Bandung waktu itu berada di bawah salah satu tempat implementasi eksploitasi kekuasaan Kompeni.

pertama

ini,

ekonomi Kompeni untuk kepentingan Perjanjian kedua antara Sunan VOC, khususnya menyangkut potensi Amangkurat I dengan Kompeni terjadi kopi 2) . pada tanggal 5 Oktober 1705. Akibat

Kekuasaan Kompeni di Nusantara perjanjian kedua, Kompeni menguasai berakhir pada penghujung tahun 1799. daerah Priangan bagian timur (Limbangan, Selanjutnya kekuasaan di Nusantara Sukapura, dan Galuh) serta Cirebon diambilalih oleh pemerintah Kerajaan (Hardjasaputra dan Yulifar, 2017: 10-12).

Belanda. Di Nusantara berlangsung Di bawah kekuasaan Kompeni, pemerintahan Hindia Belanda mulai awal kedudukan Kabuyutan Cipageran pada Januari 1808, dipimpin oleh seorang dasarnya tidak mengalami perubahan. Hal gubernur jenderal. Gubernur Jenderal itu

tidak pertama Hindia Belanda adalah Herman mengganggu kehidupan masyarakat adat. Willem Daendels (1808-1811) (Yulifar, Tindakan Kompeni terhadap masyarakat 2014: 17). pribumi lebih ditujukan kepada pejabat dalam pemerintahan pribumi, khususnya bupati. Para bupati di Priangan harus mengakui kekuasaan Kompeni dan menjalankan

Sampai waktu itu, masyarakat 2 Dalam kondisi sekarang pun, sebagian lahan Kabuyutan

Cipageran paling tidak di Kabuyutan Cipageran digunakan oleh merupakan generasi ke-12. Maka waktu itu masyarakat

setempat sebagai daerah

Leli Yulifar..... (Kabuyutan Cipageran Cimahi) 481

c. Zaman Hindia Belanda (awal 1808- pemerintahan Hindia Belanda. Secara awal 1942) dan Pendudukan Jepang politis hal itu disebabkan pemerintah

(1942-1945)

Hindia Belanda gagal melaksanakan Berlangsungnya

pemerintahan pemerintahan langsung, yaitu memerintah Hindia Belanda di Nusantara menyebabkan rakyat pribumi tanpa perantaraan pejabat terjadinya perubahan, terutama dalam pribumi, khususnya bupati. bidang pemerintahan (Yulifar, 2014: 17).

Pada zaman pendudukan Jepang pun Pada zaman pemerintahan Gubernur mungkin Kabuyutan Cipageran tetap eksis, Jenderal H.W. Daendels, Kabuyutan karena pada prinsipnya pemerintah Cipageran tetap merupakan daerah dalam pendudukan

Jepang juga tidak lingkungan

Kabupaten Bandung. mengganggu kehidupan masyarakat adat. Konkretnya kabuyutan itu menjadi bagian Boleh jadi pemerintah pendudukan Jepang dari

perhatian terhadap Cilokotot. Tiap kacutakan membawahi masyarakat adat. Pemerintah pendudukan beberapa desa dan kampung. Boleh jadi Jepang hanya menghilangkan pengaruh waktu itu dalam bidang pemerintahan kolonial Belanda di kalangan masyarakat pribumi, Cipageran berkedudukan sebagai pribumi, antara lain menghapuskan jabatan desa atau kampung. Namun dalam bidang gubernur jenderal dan mengganti sebutan- budaya/adat, kedudukannya tetap sebagai sebutan dalam pemerintahan daerah kabuyutan . Hal itu disebabkan, pemerintah dengan

wilayah Kacutakan

(Distrik) tidak

menaruh

Jepang. Perhatian Hindia Belanda sama halnya dengan pemerintah pendudukan Jepang lebih Kompeni, tidak mengganggu kehidupan tertuju pada potensi tertentu yang penting masyarakat adat.

istilah

artinya bagi perang Jepang melawan pihak Di daerah Priangan, Pemerintah Sekutu. Oleh karena itu, masyarakat adat Hindia Belanda meneruskan pelaksanaan di Tatar Sunda/Jawa Barat, dari generasi penanaman wajib dalam Preangerstelsel ke generasi penerusnya, tetap eksis sampai warisan Kompeni. Berarti pemerintah sekarang. Hindia Belanda pun memfungsikan daerah

Kabuyutan Cipageran sebagai salah satu d. Zaman Pasca Kemerdekaan Hingga

daerah perkebunan kopi. Hal itu terus

Saat ini

berlangsung sampai awal abad ke-20. Sudah diketahui secara umum Ketika

pemerintahan Hindia bahwa kemerdekaan Indonesia berawal Belanda dipimpin oleh Letnan Gubernur dari pencetusan Poklamasi Kemerekaan Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811- tanggal 17 Agustus 1945, yang melahirkan 1816) mewakili pemerintah Kerajaan pemerintahan RI (Republik Indonesia). Inggris, terjadi perubahan dalam bidang Sampai sekarang pemerintahan

RI pemerintahan. Di daerah Priangan, berlangsung silih berganti, dari Orde Lama Kabupaten Bandung dibagi menjadi dua (1945-1966) ke Orde Baru (1967-1998),

3 afdeling ) , yaitu Bandung Utara dan kemudian beralih ke Orde Reformasi Bandung Selatan. Distrik Cilokotot yang (1998-sekarang).

membawahi Cipageran menjadi bagian Meskipun pemerintahan RI berganti- dari Afdeling Bandung Utara. Waktu itu ganti orde, namun masyarakat adat dan Cimahi menjadi ibukota Distrik Cilokotot. daerahnya tetap eksis, termasuk Kabuyutan Namun

tetap Cipageran. Dengan kata lain, pada zaman berkedudukan sebagai kabuyutan.

diduga

Cipageran

(sampai sekarang), Cipageran berkedudukan sebagai Cipageran tetap berkedudukan sebagai kabuyutan terus berlangsung sampai akhir kabuyutan. Akan tetapi kedudukan dan fungsi kabuyutan itu terkesan tidak/kurang mendapat perhatian dari pemerintah, baik

kemerdekaan

Afdeling adalah wilayah administratif pemerintah daerah maupun pemerintah

482 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 471 - 486 pusat. Padahal bila ditelaah secara

Cipageran sering dipentaskan kesenian saksama, kedudukan dan fungsi Kabuyutan

tradisional Sunda. Sekarang, budaya Cipageran

dan kabuyutan -kabuyutan masyarakat Sunda di luar kabuyutan, lainnya, pada zaman sekarang pun

makin cenderung tergeser oleh budaya memiliki arti penting bagi pemerintah

modern yang bernuansa budaya Barat. dalam mengimplementasikan program-

Salah satu makna dari kesenian tersebut programnya, terutama program yang

kesatuan dan persatuan terkait dengan budaya dan pelestarian

adalah

(kekompakan). Sekarang, kesatuan dan lingkungan. Hal itu disebabkan budaya

persatuan di kalangan masyarakat kabuyutan syarat dengan hal-hal yang

umumnya terkesan makin luntur. Hal- layak menjadi pembelajaran.

hal tersebut merupakan bagian integral

a) Budaya

dari eksistensi Kabuyutan Cipageran kearifan-kearifan. Hal itu tercermin dari

kabuyutan mengandung

zaman sekarang.

amanat buyut yang telah disebutkan. Berdasarkan amanat buyut itu, Jika dicermati, di antara kearifan- memelihara sumber air menjadi budaya di kearifan itu ada kearifan yang masih

masyarakat Kabuyutan dapat diaplikasikan dalam kehidupan Cipageran. Dalam waktu tertentu, air dari masa kini dan kehidupan di masa berbagai sumber air diambil kemudian mendatang. Misal, kearifan tentang dikumpulkan dalam suatu upacara yang pemeliharaan lingkungan, dan kearifan disebut upacara “kawin cai”. Upacara itu

kalangan

mengenai bertani. Sampai sekarang dipimpin oleh pupuhu (ketua) kabuyutan. tidak pernah terjadi masyarakat adat Boleh jadi dalam upacara itu dibacakan menderita kelaparan akibat kekurangan doa/mantra untuk kelestarian lingkungan bahan pangan. dan keselamatan masyarakat daerah

b) Kearifan-kearifan yang terkandung setempat. Awi menjadi tumbuhan yang dalam budaya kabuyutan , layak mendapat perhatian warga kabuyutan, dipahami sehingga menjadi bahan karena awi merupakan bahan penting pembelajaran dalam kehidupan masa dalam kehidupan masyarakat Sunda sejak kini dan untuk menghadapi kehidupan dulu, bahkan awi merupakan bahan utama di masa mendatang. Hal itu disebabkan pembuatan keraton zaman kerajaan. Oleh kehidupan

karena itu, keraton peninggalan kerajaan di kesinambungan dari kehidupan masa

sulit ditemukan dulu, dan kehidupan di masa reruntuhannya. Berarti di Kabuyutan mendatang adalah keinambungan dari Cipageran terdapat tiga unsur yang kehidupan masa kini. Dalam hal ini mewarnai budaya kabuyutan, yaitu cai, leluhur orang Sunda menyatakan dalam awi bahasa Sunda kuno: “Hana nguni hana , dan silat. Bahwa silat/penca sudah

Tatar

Sunda

muncul pada zaman kerajaan, antara lain mangké, tan hana nguni tan hana disebutkan dalam naskah Kidung Sunda mangké ” (“Ada dulu maka ada (Kidoeng Soenda, 1878), antara lain sekarang, tanpa ada dulu tidak akan ada sekarang”). sebagai berikut:

c) Kabuyutan merupakan “museum” yang

Puluh-puluh rombongan henteu kaitung

tujuh rupa penca

memelihara budaya

tradisional

nu ulin pakarang bae masyarakat. Hal itu mengandung arti, lain deui bangsa serimpi budaya mayarakat Kabuyutan Cipageran dan

rombongan tak senantiasa

masyarakat

kabuyutan lainnya,

(Berpuluh-puluh

terhitung tujuh macam penca lainnya tradisional sebagai bagian dari jati

memelihara

budaya

jenis serimpi budaya). dirinya. Dalam

dikemukakan, bahwa di Kabuyutan

Leli Yulifar..... (Kabuyutan Cipageran Cimahi) 483

5. Kabuyutan Cipageran dan

pedalaman/perbukitan di luar lahan

Permasalahannya

pertanian. Dalam pandangan penduduk

pribumi, daerah/tempat yang menjadi Suatu tempat menjadi kabuyutan kabuyutan , tetap sebagai kabuyutan . terkait pula dengan sejumlah orang yang Apalagi pihak kolonial tidak mengganggu bermukim di tempat itu atau di sekitar tradisi masyarakat pribumi, bahkan tempat dimaksud, karena larangan atau kedudukan penguasa pribumi pun tidak pantang di kabuyutan ditujukan kepada diganggu, asalkan ia/mereka mengakui orang. Demikian pula halnya dengan kekuasaan Kompeni. Kondisi demikian Cipageran sebagai kabuyutan.

a. Eksistensi Kabuyutan Cipageran

boleh jadi terjadi pula di Cipageran. Pada Pada suatu pemukiman tentu ada zaman kekuasaan Kompeni, kabuyutan orang yang berkedudukan dan berperan berada di wilayah kacutakan (wilayah sebagai

jadi adminstratif setingkat distrik). kepemimpinan di Kabuyutan Cipageran

pemimpin.

Boleh

Beralihnya kekuasaan Belanda di prinsipnya

sistem Nusantara, dari Kompeni ke Pemerintah kepemimpinan di kerajaan, yaitu bersifat Hindia Belanda mulai awal abad ke-19, turun-temurun. Berarti ketua Kabuyutan kiranya tidak berdampak pada perubahan Cipageran dan warganya yang pertama kali kedudukan kabuyutan secara prinsip. menghuni Cipageran adalah leluhur Perubahan yang menyangkut kabuyutan (buyut) dari warga Cipageran generasi hanya perubahan kedudukan kabuyutan penerusnya. Namun belum terungkap dalam pembagian wilayah administratif. bagaimana kehidupan di kabuyutan itu Kondisi demikian itu diduga berlangsung setalah zaman kerajaan berakhir, masih pula pada zaman pendudukan Jepang, gelap. Generasi penerus warga kabuyutan karena pemerintah militer Jepang pun pada itu “pareumeun obor” (kehilangan jejak) dasarnya tidak menggangu kehidupan dan

mengacu

pada

mengenai leluhur mereka. Kondisi itu budaya masyarakat adat. berlangsung dalam waktu cukup lama,

Sekarang kedudukan dan fungsi mencakup zaman penjajahan.

kabuyutan seperti zaman dulu termasuk Kerajaan Sunda runtuh tahun Kabuyutan Cipageran, cenderung pudar 1579/1580

yang tergerus oleh situasi dan kondisi zaman. dilancarkan dari Kesultanan Banten ke Hal yang penting dari kabuyutan zaman daerah pedalaman Jawa Barat. Gerakan sekarang adalah maknanya, tetapi itu pun islamisasi itu dipimpin oleh Sultan Banten bila makna kabuyutan itu dipahami secara Maulana Yusuf. Namun diduga Kabuyutan baik dan benar. Kabuyutan pada zaman Cipageran tetap eksis dengan kedudukan sekarang, bila dipahami dengan baik dan seperti

akibat

Islamisasi

karena benar memiliki makna sebagai berikut. pemeliharaan

merupakan bagian dari ajaran Islam, dan a) Bagi Kehidupan Sosial Budaya tradisi/budaya Sunda atau pandangan

Makna kabuyutan bagi kehidupan hidup orang Sunda dulu pada prinsipnya sosial budaya tercermin dari amanat buyut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. (leluhur) yang berisi pedoman dalam

Hal ini memunculkan ungkapan, “Sunda menjalani kehidupan. Oleh karena itu, itu Islam dan Islam itu Sunda”.

amanat tersebut seyogyanya dipahami dan Eksploitasi ekonomi itu melalui dilaksanakan, bukan hanya oleh warga penanaman wajib dalam sistem yang kabuyutan , tetapi juga oleh warga disebut Preangerstelsel (Sistem Priangan), masyarakat umum. Dengan demikian, yang dimulai pada tahun 1677 M. maka kehidupan sosial akan berlangsung Tanaman utama yang wajib ditanam dan dengan baik, dan budaya pun akan dipelihara oleh petani adalah kopi. terpelihara. Penanaman wajib itu dilakukan di daerah

484 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 471 - 486 Pemahaman akan makna kabuyutan, memahami kabuyutan, memiliki makna

yakni pentingnya pemeliharaan penting untuk menambah pengetahuan lingkungan, sangat berguna bagi ekonomi sejarah, khususnya sejarah daerah yang kerakyatan. Pelestarian lingkungan alam bersangkutan.

Pengungkapan makna erat kaitannya dengan kehidupan ekonomi, kabuyutan juga penting artinya untuk khususnya ekonomi pertanian,

dan memiliki pengetahuan teknologi lokal, keamanan lingkungan.

antara lain mengenai arsitektur tradisional Pantangan terkait dengan kabuyutan, yang diterapkan pada bangunan di bila

dipahami secara baik,

juga kabuyutan .

mengandung makna edukatif, yakni untuk mengingatkan pada manusia, mana yang c) Bagi Program Pemerintah boleh dan mana yang tidak boleh

Salah satu program pemerintah dilakukan.

adalah pelestarian pengetahuan, dan pengetahuan adalah lingkungan, termasuk pelestarian tempat- salah satu unsur budaya/kebudayaan.

Hal

itu

merupakan sekarang

pun

tempat bernilai sejarah yang disebut situs sejarah. Hal yang disebut terakhir bahkan