Model Penentuan Persoalan Lokasi Kompetitif

  BAB 2 MASALAH LOKASI KOMPETITIF DAN MAXIMUM CAPTURE (MAXCAP)

  Masalah lokasi kompetitif merupakan suatu situasi dimana dua atau lebih perusahaan yang saling berkompetisi dalam melayani konsumen baik barang atau jasa. Masalah lokasi kompetitif fokus pada pengoptimalan penempatan fasilitas dalam lingkungan yang kompetitif dan dapat dikembangkan secara luas untuk sejumlah aplikasi diberbagai konteks bidang ilmu. Perusahaan membuat kepu- tusan dalam menawarkan barang pada suatu fasilitas lokasi dengan menentukan harga dan jumlah tertentu, untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Di sisi lain, konsumen memilih untuk mengunjungi fasilitas dengan mempertimbangkan jarak perjalanan atau waktu dan hal lainnya dari fasilitas dan barang yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut.

  Eiselt et.al(1993), model lokasi kompetitif dapat dikategorikan dalam 3 ru- ang (spatial): a. Ruang Kontinu - dimana lokasi potensial dari fasilitas yang ada berada pada semua bidang.

  b. Jaringan (network) - dimana fasilitas diijinkan untuk menempati titik eks- trim atau menengah dalam arc.

  c. Ruang diskrit - dimana hanya terdapat himpunan terbatas dari lokasi yang mungkin dalam jaringan (network).

  4 Ghosh et.al(1995) menyatakan ada 4 tipe untuk model lokasi dalam jaringan ritel yaitu: 1. p-choice model.

  Formulasi : Maksimumkan : X i∈I X j∈J w i p ij x j (2.1) dengan kendala: X

  j∈J

  p ij = 1; ∀i ∈ I (2.2) dengan: p ij : Probabilitas konsumen i berlangganan pada fasilitas j. w i : Banyaknya konsumen i.

  I : {i = konsumen |i = 1, ..., s}

  J : {j = fasilitas |j = 1, ..., s}

  Dalam hal ini, x j = 1, apabila outlet terletak pada j; 0, untuk yang lainnya

  Dengan outlet didefinisikan sebagai cabang dari server yang dimiliki oleh perusahaan yang ditempatkan dalam sebuah node. Server dalam hal ini didefinisikan sebagai cabang besar dari perusahaan yang kemudian server memiliki beberapa outlet yang dapat ditempatkan dalam beberapa node dalam sebuah jaringan. Fungsi tujuan (2.1) pada p-choice model mengarah pada himpunan fasilitas yang memaksimalkan jumlah konsumen yang di- layani atau memaksimumkan pangsa pasar yang diekspektasi oleh perusa- haan.

  2. Model Preferensi Konsumen Dalam model ini aturan alokasi didasarkan atas hasil pilihan dari evalua- si eksperimen hipotesis terhadap konsumen,dan bukan hasil pengamatan.

  Dengan kata lain, perusahaan menggunakan pendekatan utilitas langsung dari toko pilihan. Konsumen diminta untuk mengevaluasi skenario pilihan yang beragam dan evalusai mereka digunakan untuk memprediksi pilihan dalam aturan alokasi. Model berdasarkan preferensi konsumen ini dapat diselesaikan dengan model p-choice.

  3. Model Covering Based Salah satu tipe model covering based adalah Location Set Covering Problem (LSCP). Model ini mengasumsikan bahwa konsumen berada diluar jarak maksimum atau waktu beroperasi sebuah outlet yang tidak mampu melayani konsumen sehingga tidak menggunakan layanan, tujuan set covering mo- del adalah untuk mendapatkan jumlah minimum dari fasilitas lokasi yang dibutuhkan untuk melayani konsumen termasuk waktu beroperasi. Secara matematis covering based model dapat ditulis : Maksimumkan : X i∈I w i y i (2.3) dengan kendala : X

  j∈J

  x j = p; ∀i ∈ I (2.4) X

  j∈N i

  x j ≥ y i ; ∀i ∈ I (2.5) dengan: N i : Himpunan permintaan di titik i yang terdapat pada outlet-outlet. dalam hal ini, y i =

  1, apabila permintaan titik i di-cover oleh outlet; 0, untuk yang lainnya x j = 1, apabila outlet dibuka pada j; 0, untuk yang lainnya

  Variabel kritis dari model adalah himpunan N i yang didefinisikan untuk setiap titik permintaan. Himpunan tersebut mengelompokkan himpunan dari outlet-outlet dalam jarak tertentu dari permintaan di titik-titik i yang dapat diakses ketitik permintaan tersebut. Tujuan memaksimalkan per- mintaan adalah untuk Meng-cover dan mengoprasionalkan melalui definisi y i dan kendala (2.5). Kendala ini menyatakan bahwa y i adalah 0. Kendala

  (2.4) merupakan batas jumlah outlet yang ditentukan ke p. Fungsi tujuan- nya adalah memaksimalkan jumlah permintaan yang di-cover oleh kriteria akses dari fasilitas p.

  4. Model Waralaba (Franchise) Waralaba adalah bentuk suatu bisnis dimana perusahaan induk (franchisor) memberi lisensi kepada suatu perusahaan (individu) untuk terlibat dalam perdagangan dengan menggunakan praktik, barang, dan pelayanan serta merek dagang perusahaan induk dengan imbalan biaya dan royalti yang telah ditentukan. Walaupun pengoperasian outlet waralaba dalam banyak hal mirip dengan jenis lain dari toko ritel, namun sejumlah pertimbangan khusus timbul dalam pengambilan keputusan lokasi untuk outlet warala- ba. Untuk menemukan lokasi outlet,baik franchisor dan franchisees harus mempertimbangkan tujuan secara simultan.

  Umumnya, perusahaan ingin memaksimumkan keuntungan sedangkan kon- sumen ingin meminimumkan total costnya dalam mendapatkan suatu produk. Model lokasi kompetitif merepresentasikan interaksi antara pengambil keputusan dengan pesaingnya dalam penyaluran barang dan jasa dalam lingkungan yang kompetitif. Masalah lokasi kompetitif memiliki 3 latar belakang yaitu teori lokasi, kompetisi spasial dan teori perilaku pilihan konsumen.

  2.1 Teori Lokasi Pemilihan lokasi suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi resiko dan keuntungan perusahaan tersebut secara keseluruhan, mengingat lokasi sangat mempengaruhi biaya tetap maupun biaya variabel, baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Sebagai contoh, biaya transportasi saja bisa mencapai 25% dari harga jual produk (tergantung kepada produk dan tipe produksi atau jasa yang diberikan). Hal ini berarti bahwa seperempat total pendapatan peru- sahaan mungkin dibutuhkan hanya untuk menutup biaya pengangkutan bahan mentah yang masuk dan produk jasa yang keluar dari perusahaan.

  Memilih lokasi yang tepat berarti menghindari sebanyak mungkin efek-efek negatif yang mungkin timbul dan mendapatkan lokasi yang memiliki paling banyak faktor-faktor positif. Apabila suatu organisasi menentukan letak lokasi usahanya untuk beroperasi di suatu daerah tertentu, maka akan banyak biaya yang timbul dan sulit untuk dikurangi. Keputusan lokasi sering bergantung kepada tipe bisnis. Untuk keputusan lokasi industri, strategi yang digunakan biasanya adalah strate- gi untuk meminimalkan biaya, sedangkan untuk bisnis ritel dan jasa profesional, strategi yang digunakan terfokus pada memaksimalkan pendapatan. Walaupun demikian, strategi lokasi pemilihan gudang, dapat ditentukan oleh kombinasi an- tara biaya dan kecepatan pengiriman. Secara umum, tujuan strategi lokasi adalah untuk memaksimalkan keuntungan lokasi bagi perusahaan.

  Faktor-faktor penting yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi masing- masing perusahaan berbeda. Bagi suatu perusahaan mungkin faktor terpenting adalah dekat dengan pasar. Tetapi mungkin yang lebih penting bagi perusaha- an lain adalah dekat dengan sumber-sumber penyediaan bahan dan komponen. Beberapa perusahaan lainnya mungkin mempertimbangkan faktor lokasi dima- na tersedia tenaga kerja yang mencukupi kebutuhan perusahaan, ataupun biaya transportasi yang sangat tinggi bila produk berat dan besar. Alasan utama ter- jadinya perbedaan dalam pemilihan lokasi adalah adanya perbedaan kebutuhan masing-masing perusahaan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi perusahaan (Sweringen, 2002) adalah sebagai berikut :

  2.1.1 Lingkungan Masyarakat Kesediaan masyarakat suatu daerah menerima segala konsekuensi, baik kon- sekuensi positif maupun negatif didirikannya suatu pabrik didaerah tersebut me- rupakan suatu syarat penting. Perusahaan perlu memperhatikan nilai-nilai ling- kungan dan ekologi dimana perusahaan akan berlokasi, karena pabrik-pabrik se- ring memproduksi limbah dalam berbagai bentuk air, udara, atau limbah zat padat yang telah tercemar, dan sering menimbulkan suara bising. Di lain pihak, masyarakat membutuhkan industri atau perusahan karena menyediakan lapangan pekerjaan dan uang yang dibawa industri ke masyarakat. Lingkungan masyarakat yang menyenangkan bagi kehidupan karyawan dan eksekutif juga memungkinkan mereka melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Tersedianya fasilitas sekolah, rekreasi, kegiatan-kegiatan budaya dan olahraga adalah bagian penting dari ke- putusan ini.

  2.1.2 Kedekatan Dengan Pasar Dekat dengan pasar akan membuat perusahaan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para langganan, dan sering mengurangi biaya distribusi.

  Perlu dipertimbangkan juga apakah pasar perusahaan tersebut luas ataukah hanya melayani sebagian kecil masyarakat, produk mudah rusak atau tidak, berat pro- duk, dan proporsi biaya distribusi barang jadi pada total biaya. Perusahaan besar dengan jangkauan pasar yang luas, dapat mendirikan pabrik-pabriknya di banyak tempat untuk mendekati pasar.

  2.1.3 Tenaga Kerja Di manapun lokasi perusahaan, harus mempunyai tenaga kerja, karena itu cukup tersedianya tenaga kerja merupakan hal yang mendasar. Bagi banyak peru- sahaan sekarang kebiasaan dan sikap calon pekerja suatu daerah lebih penting dari ketrampilan dan pendidikan, karena jarang perusahaan yang dapat menemukan tenaga kerja baru yang telah siap pakai untuk pekerjaan yang sangat bervariasi dan tingkat spesialisasi yang sangat tinggi, sehingga perusahaan harus menyeleng- garakan program latihan khusus bagi tenaga kerja baru. Orang-orang dari suatu daerah dapat menjadi tenaga kerja yang lebih baik dibanding dari daerah lain, seperti tercermin pada tingkat absensi yang berbeda dan semangat kerja mereka. Disamping itu, penarikan tenaga kerja, kuantitas dan jarak, tingkat upah yang berlaku, serta persaingan antar perusahaan dalam memperebutkan tenaga kerja yang berkualitas tinggi, perlu diperhatikan perusahaan.

  2.1.4 Kedekatan dengan Bahan Mentah dan Supplier Apabila bahan mentah berat dan susut cukup besar dalam proses produksi maka perusahaan lebih baik berlokasi dekat dengan bahan mentah, misal pabrik semen, kayu, kertas, dan baja. Tetapi bila produk jadi lebih berat, besar, dan bernilai rendah maka lokasi dipilih sebaliknya. Begitu juga bila bahan mentah lekas rusak, seperti perusahaan buah-buahan dalam kaleng, lebih baik dekat de- ngan bahan mentah. Lebih dekat dengan bahan mentah dan para penyedia (sup- plier) memungkinkan suatu perusahaan mendapatkan pelayanan supplier yang lebih baik dan menghemat biaya pengadaan bahan.

  2.1.5 Fasilitas dan Biaya Transportasi Tersedianya fasilitas transportasi baik darat, udara, dan air akan melancar- kan pengadaan faktor-faktor produksi dan penyaluran produk perusahaan. Pen- tingnya pertimbangan biaya transportasi tergantung sumbangannya terhadap to- tal biaya, contoh untuk perusahaan komputer yang biaya transportasinya sekitar 1 atau 2% dari total biaya, tidak jadi masalah di manapun lokasi perusahaan bera- da dibanding bagi perusahaan semen. Untuk banyak perusahaan perbedaan biaya transportasi tidak sepenting perbedaan upah tenaga kerja. Tetapi, bagaimanapun juga biaya transportasi tidak dapat dihilangkan di manapun perusahaan berlokasi, karena produk perusahaan harus disalurkan dari produsen kepada konsumen. Ja- di, fasilitas seharusnya berlokasi di antara sumber bahan mentah dan pasar yang meminimumkan biaya transportasi. Dekat dengan bahan mentah akan mengu- rangi biaya pengangkutan bahan mentah, tetapi biaya pengangkutan pengiriman produk jadi meningkat. Sebaliknya, lokasi dekat pasar akan menghemat biaya pengangkutan produk jadi tetapi menaikkan biaya pengangkutan bahan mentah.

  2.1.6 Sumber Daya-Sumber Daya(alam) lainnya Perusahaan-perusahaan seperti pabrik kertas, baja, karet, kulit, gula, tenun, pemrosesan makanan, alumunium dan sebagainya sangat memerlukan air dalam kuantitas yang besar. Selain itu hampir setiap industri memerlukan baik tenaga yang dibangkitkan dari aliran listrik, diesel, air, angin, dan lain-lain. Oleh se-

  bab itu perlu diperhatikan tersedianya sumber daya-sumber daya (alam) dengan murah dan mencukupi. Selain faktor-faktor tersebut di atas, berbagai faktor lainnya berikut ini perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi : harga tanah, dominasi masyarakat, peraturan-peraturan tenaga kerja (labor laws) dan relokasi, kedekatan dengan pabrik-pabrik dan gudang-gudang lain perusahaan maupun para pesaing, tingkat pajak, kebutuhan untuk ekspansi, cuaca atau iklim, keamanan, serta konsekuensi pelaksanaan peraturan tentang lingkungan hidup.

  2.2 Kompetisi Spasial Dalam analisa mengenai penetapan produk di pasar, penelitian ekonomi pa- da saat ini telah memiliki struktur yang hampir sama dengan yang terdapat dalam dunia pemasaran. Dikenal sebagai the economics of spatial competition, penelitian di bidang tersebut berupaya menganalisa dampak dari persaingan harga suatu merek produk dalam suatu lokasi fisik. Model persaingan spasial pada awalnya dikembangkan oleh Hotelling dan Smithies (Agustino, 2010). Pada saat ini model tersebut telah berkembang pada suatu tingkatan yang menjadikannya sebagai su- atu alat yang bermanfaat untuk menganalisa strategi positioning dan dampaknya terhadap harga. Perangkat tersebut sekarang menawarkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hubungan antara variasi produk dan persaingan harga antar merek(interbrand price competition).

  Dalam konteks persaingan spasial modern, persaingan antar produk didefi- nisikan berada dalam suatu garis lurus yang mencirikan perbedaan karakteristik dari masing-masing produk. Perbedaan tersebut dinamakan dengan ideal point yaitu suatu posisi produk di dalam garis lurus yang menggambarkan posisinya bagi konsumen. Produsen menghadapi kondisi konsumen yang sedemikian ra- sional dan mampu melakukan penilaian serta membuat preferensi produk dari yang terbaik sampai yang kurang baik. Selanjutnya produsen yang pertama kali menjual produk di pasar akan berupaya memaksimalkan keuntungannya dengan cara membuat produk yang dapat mencerminkan preferensi terbesar dari para konsumen. Produk selanjutnya yang akan dijual oleh perusahaan pesaing dan akan berupaya untuk tidak menciptakan persaingan secara langsung terhadap produk yang sudah terlebih dahulu terdapat di pasar. Selain itu, produk tersebut juga akan berupaya menghambat kemungkinan munculnya pesaing baru di masa mendatang yang akan mengurangi keuntungan perusahaan dalam jangka pan- jang, strategi yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha tersebut dinamakan dengan preemptive proliferation strategy . Meskipun perusahaan yang melakukan bundling tidak memiliki keuntungan dari sisi biaya produksi. Dalam sisi strategi masih memungkinkan untuk dicapai keuntungan ketika akan meluncurkan produk baru mengingat adanya pilihan bagi perusahaan untuk menempatkan produk baru ter- sebut sebagai pelengkap produk yang sudah terlebih dulu muncul di pasar. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari produk baru tersebut.

  Dengan spasial yang terdistribusi pada perusahaan bersaing, perkiaraan har- ga pada masing-masing perusahaan adalah sebagian tergantung pada keyakinan- nya tentang perkiraan harga dari kompetitor. Keyakinan ini disebut sebagai va- riasi dugaan karena merupakan ”dugaan” yang diperhitungkan oleh perusahaan. Tiga variasi dugaan utama yang dipertimbangkan dalam analisis teori ekono- mi spasial adalah persaingan Lschian, persaingan Hotelling-Smithies, dan persa- ingan Greenhut-Ohta. Asumsi Hotelling-Smithies setara dengan asumsi Bertrand , dalam analisis tradisional non-spasial oligopoli yaitu, persaingan tidak akan me- ngubah harga tanpa tindakan yang dibuat oleh perusahaan. Persaingan Hotelling- Smithies dapat menyebabkan harga pasar yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada di persaingan sempurna.

  Perusahaan membuat daerah pasar dan harga dengan sangat bervariasi. Model Greenhut-Ohta mengasumsikan setiap perusahaan memilih kebijakan har- ga untuk memaksimalkan keuntungan dikenakan kendala harga yang diberikan di tepi pasar. Dalam teori Greenhut-Ohta persaingan mengarah pada harga yang lebih rendah dan sangat mirip dengan persaingan Hotelling-Smithies dalam prediksi perilaku harga yang diprediksi. Asumsi Hotelling-Smithies dan Greenhut- Ohta tentang variasi dugaan perusahaan mengarah pada prediksi teoritis berikut:

  1. Biaya transportasi dan atau biaya tetap mendekati nol, hasil nonspasial persaingan sempurna, dan harga perusahaan mendekati biaya marjinal.

  2. Peningkatan biaya tetap, biaya marjinal, dan semua biaya transportasi biaya semua menyebabkan hasil-teori klasik dari peningkatan harga.

  3. Sebagai perusahaan, lebih memasuki industri atau pasar, persaingan yang meningkat akan dapat menurunkan harga.

  4. Harga jatuh dalam jangka panjang dengan meningkatnya populasi.

  5. Kompetisi Lschian terjadi ketika perusahaan percaya bahwa kompetitior akan mengejar strategi harga untuk mempertahankan daerah pasar, yang menyiratkan bahwa perubahan harga akan dicocokkan dengan tepat. Kompetisi Lschian menyebabkan kontradiksi dari hasil yang diharapkan dari teori kompetitif nonspasial. Perilaku Lschian mengarah pada tingginya keuntungan jangka pendek, yang dicairkan dengan entri dalam jangka panjang. Prediksi teori- tis untuk kompetisi Lschian adalah sebagai berikut:

  1. Jika biaya transportasi dan biaya tetap mendekati nol, maka harga akan mendekati harga monopoli nonspasial.

  2. Jika biaya tetap dan biaya transportasi naik, maka harga turun, sedangkan peningkatan biaya marjinal mengarah ke hasil yang ambigu.

  3. Jika perusahaan masuk pada pasar ekonomi maka kompetisi meningkat dan harga meningkat.

  4. Harga meningkat ditandai adanya kepadatan penduduk, atau konsumen meningkat.

  2.3 Teori Perilaku Pilihan Konsumen Dalam kehidupan sehari-hari semua orang adalah konsumen, sering kali dalam membuat pilihan secara sadar dan memutuskan suatu keputusan lainnya karena kebiasaan. Misalnya ketika seseorang berbelanja untuk produk di super- market, orang mungkin akan memiliki rute standar dan memilih produk sering kali merupakan proses kebiasaan. Suatu keputusan diambil untuk mempertimbang- kan tentang sesuatu yang penting, seperti harga, rasa produk atau penambahan merek baru, sehingga perubahan ini membuat orang mungkin mempertimbang- kan kembali keputusan mereka. Dalam beberapa kasus yang sering terjadi, seperti pembelian mobil, konsumen dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan benar-benar mempertimbangkan alternatif dengan banyak kemungkinan dan membuat suatu keputusan dengan baik dan penuh pertimbangan. Dunia bisnis sangat tertarik pada proses-proses keputusan, karena membantu mereka untuk memahami perilaku pilihan konsumen dan akibatnya mereka bisa mengantisipasi untuk merangsang perilaku yang diinginkan, dalam pembelian contoh produk ter- tentu. Wierenga (2005) menggambarkan semua perilaku konsumen karena adanya tindakan untuk pribadi yang merupakan bagian dari memperoleh, menggunakan atau membuang produk atau jasa yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

  Riset aktual terhadap sebuah produk merupakan suatu hal yang penting dilakukan. Tindakan tersebut dapat melibatkan bagian dari proses pengambi- lan keputusan seperti orientasi, mendapatkan saran dari konsumen lain, atau konsultasi majalah konsumen. Tiga teori perilaku konsumen pilihan dijelaskan; teori ekonomi, teori utilitas klasik ekonomi dan pendekatan yang khas. Teori ekonomi didasarkan pada distribusi pendapatan di antara menabung dan membe- li produk. Teori utilitas klasik ekonomi mengasumsikan bahwa konsumen akrab dengan semua pilihan-pilihan yang mungkin dan akan memilih opsi yang dalam hal ini suatu produk yang sesuai dengan kepuasan tertinggi atau dengan kata lain, utilitas. Dampak perubahan mungkin dalam harga atau pendapatan dapat dianalisis dengan teori ini. Pendekatan karakteristik didasarkan pada asumsi bah- wa konsumen mengevaluasi karakteristik yang menggambarkan produk. Aturan keputusan dan kombinasi dari aturan tersebut dapat digunakan untuk membuat pilihan yang sebenarnya. Kompensasi suatu terhadap suatu karakteristik (buruk) dapat dikompensasikan oleh karakteristik (baik) lainnya.

  Teori-teori lain dari perilaku pilihan konsumen seperti psikologi telah meng- identifikasi konstruksi seperti motivasi, sikap persepsi, dan harapan. Sosiologi mengakui adanya pengaruh jaringan sosial terhadap konsumen beroperasi di ling- kungan sosial tertentu. Masyarakat dalam jaringan sosial dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Namun, karena secara implisit ditunjukkan oleh Wieren- ga dkk, teori yang paling memiliki kesamaan bahwa perilaku pilihan konsumen terutama telah dikonseptualisasikan sebagai fungsi dari atribut dari alternatif pi- lihan dan beberapa sosial-demografi. Konstruksi seperti utilitas, kepuasan, sikap atau motivasi telah digunakan untuk memetakan atribut ke dalam salah satu konstruksi dan perilaku pilihan berikutnya. Namun, pilihan perilaku sering ter- gantung pada konteks: kondisi sosio-demografi luar, dan atribut dari alternatif pilihan yang mempengaruhi hasil keputusan. Selain itu, proses model-model un- tuk ketidakpastian yang melekat dalam proses pilihan masih langka. Keterbatasan teori yang ada dan penerapan model perilaku pilihan konsumen menyiratkan bah- wa mungkin akan bermanfaat untuk mempertimbangkan pendekatan lain yang memungkinkan pengambilan keputusan di bawah ketidakpastian dan tergantung pada konteks pilihan.

  Dalam semua kegiatan ekonomi, konsumen dapat memilih atau ditugaskan ke suatu fasilitas,yang mana hal ini tidak hanya tentang pemisahan spasial (ruang) tetapi juga tentang karakteristik fasilitas. Karakteristik fasilitas - sering disebut ’daya tarik’ atau ’kualitas’ di bidang ritel - dapat diringkas sebagai single measure, termasuk satu set atribut numerik (misalnya, gambar fasilitas, harga penjualan, dan tingkat pelayanan). Suatu model interaksi yang lebih umum, disebut sebagai ModelMultificative Competitive Interactive (MCI).

  Perumusan dari MCI ditulis sebagai berikut: Q s β k k =1 kij A ρ = ij P Q s β k (2.6) j =J k =1 A kij dengan: i, I = Indeks dan himpunan daerah konsumen j, J

  = Indeks dan himpunan outlet ρ ij = Probabilitas konsumen di lokasi i pada outlet j. A kij = Atribut k menggambarkan outlet j menarik konsumen ke-i = 1, ..., s β kj = parameter estimasi, yang merupakan sensitivitas konsumen terhadap karak- teristik outlet.

  Untuk memformalisasikan representasi model, berikut notasi untuk formulasi MAX- CAP dan MCI: Himpunan i, I

  : indeks dan himpunan daerah permintaan. j, J : indeks dan himpunan lokasi potensial. A kij : Atribut k menggambarkan outlet j menarik konsumen ke-i :1, ..., s.

  Variabel ( A 1 apabila perusahaan A mendapat permintaan pada node i y i = ( 0 untuk lainnya 1 apabila permintaan pada node i dibagi antara A dan B z i = ( 0 untuk lainnya A 1 apabila perusahaan A berlokasi pada server node j x j = ( 0 untuk lainnya 1 apabila permintaan node i ditugaskan ke node j x ij = 0 untuk lainnya

  Parameter a i : permintaan pada node i. d ij : jarak dari node i ke node j. d iA i : jarak dari permintaan node i ke server A terdekat d iB i : jarak dari permintaan node i ke server B terdekat. b i : server perusahaan B yang dekat pada node i. β kj : parameter estimasi dari sensitivitas konsumen terhadap karakteristik outlet. Notasi Lainnya

  ρ ij : proporsi (peluang) konsumen pengambil alihan node j yang dapat dihasilkan dari permintaan node i. N i (b i ) : Himpunan node potensial dimana perusahaan A dapat menem- patkan sebuah server dan mengambil perolehan node i. N i (b i ) : {∀j ∈ J, d ij < d i (b i )} O i (b i ) : {∀j ∈ J, d ij = d i (b i )}

  2.4 Masalah Maximum Capture (MAXCAP) Masalah Maximum Capture merupakan awal dari serangkaian penelitian ten- tang lokasi fasilitas ritel dalam ruang diskrit. Model MAXCAP memiliki asumsi sebagai berikut, (Serra dan Revelle, 1998):

  1. Produk yang dijual sama (homogen) oleh semua outlet yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan.

  2. Keputusan konsumen dalam berlangganan pada suatu outlet didasarkan pada jarak bukan pada harga.

  3. Harga produk di semua outlet adalah sama tanpa memperhatikan pemilik- nya. Contoh untuk tipe fasilitas ini dapat ditemui pada restoran cepat saji(KFC, Mc- Donald, Pizza Hut), kantor-kantor bank, baik itu pada kantor cabang bank dan mesin ATM, dan lain sebagainya.

  Masalah MAXCAP adalah mencari lokasi dari sejumlah server (p-outlet) yang dimiliki suatu perusahaan dalam pasar spasial, dimana terdapat server lain- nya dari perusahaan lain yang berkompetisi untuk mencari konsumen. Pasar spasial direpresentasikan sebagai sebuah jaringan. Tiap node dari jaringan ter- sebut merupakan sebuah pasar lokal dengan di dalamnya terdapat berbagai per- mintaan dari konsumen. Lokasi dari server tersebut terbatas pada node dari jaringan yang ada. Dengan kata lain, server dalam hal ini adalah suatu cabang yang dimiliki oleh sebuah perusahaan, dimana cabang tersebut memiliki beberapa outlet lagi yang tersebar di sejumlah lokasi yang telah ditentukan oleh perusaha- an tersebut. Kompetisi dalam hal ini didasarkan pada jarak, dimana sebuah pasar dapat dikuasai (captured) oleh suatu server jika tidak ada dari server lain yang dekat dengan pasar tersebut. Dalam permainan Hotelling (Serra et.al, 1994) menggambarkan, jika 2 server dari perusahaan yang saling berkompetisi memi- liki jarak pasar lokal yang sama, maka mereka dibagi dalam 2 bagian perolehan dari permintaan yang ada. Tujuan perusahaan memasuki pasar adalah untuk memaksimumkan penguasaan pasar dan memaksimalkan keuntungan.

  Pada konsep MAXCAP ini, perolehan pasar oleh suatu outlet sangat sama dengan konsep security center. Security center adalah suatu lokasi j dimana mem- inimukan dari maksimum tiap lokasi k yang berbeda antara node permintaan yang lebih dekat dengan j dan juga dekat dengan k. Masalah MAXCAP ke- mudian memperluas konsep security center ke beberapa lokasi server. Sehingga, server p memasuki lokasi perusahaan menggunakan masalah MAXCAP dapat di gambarkan sebagai security center, karena dapat meminimumkan perolehan pe- rusahaan B yang telah didapatkannya.

  Andaikan sebuah perusahan baru (perusahaan A) ingin memasuki pasar untuk mendapatkan perolehan maksimum, mengingat lokasi server pesaing q ke- mungkinan memilki satu atau lebih perusahaan. Tanpa menghilangkan asumsi bahwa, hanya ada satu perusahan pesaing (perusahaan B) yang beroperasi di dalam pasar. Pertanyaan mendasar adalah untuk menemukan himpunan lokasi p untuk perusahaan A sehingga memaksimalkan perolehannya. Model formulasi MAXCAP sebagai berikut: Maksimumkan : X X A a i

  • a y z i i i

  (2.7) i∈I i∈I

  2 Kendala : A A X y x i ≤ j ; ∀i ∈ I (2.8) j∈N i i X (b ) A z i ≤ x j ; ∀i ∈ I (2.9) j∈O i i A (b ) y i + z i ≤ 1; ∀i ∈ I (2.10) X n A j x j = p (2.11) A A =1 x i , z i , x j = (0, 1) x ij = (0, 1); ∀i ∈ I, ∀j ∈ J (2.12)

  Kendala (2.8) tergantung pada himpunan N i (b i ), dimana himpunan terse- but merupakan sebagai himpunan utama. Tiap salah satu node i memiliki kaitan dengan himpunan N i (b i ) dimana himpunan tersebut berisi semua node potensial dari perusahaan A yang memiliki server dan mengambil alih terhadap perolehan A node i. Sehingga, jika salah satu variabel X yang dimiliki sesuai kedala adalah A j sama dengan 1, maka perolehan variabel y adalah 1, yang mengindikasikan bah- i wa node i diperoleh dari perusahaan A. Himpunan kendala kedua juga sama, namun pada kendala ini digunakan O i . Himpunan ini mencakup semua node di- mana, jika perusahaan A menempatkan sebuah server, maka permintaan yang diperoleh akan dibagi dengan kompetitornya (z i =1). Kendala yang ketiga mem- perhitungkan 3 state node yang akan di dapat, baik itu sepenuhnya diperoleh A oleh perusahaan A (y =1, sehingga z i =0), atau perolehan tersebut dibagi an- i A tara kedua perusahaan tersebut (z i =1 sehingga y =0), ataupun perolehan itu A i hilang pada perusahaan B (y =0, sehingga z i =0). Pada kendala yang keempat i mengatur jumlah server perusahaan A yang akan dilokasikan.

  Tujuan mendefinisikan total pengambil alihan perusahaan A yang dicapai dengan menduduki server p. Untuk tiap node, terdapat permintaan a i yang akan A didapatkan. Jika y =1, maka a i ditambahkan ke dalam fungsi objektif. Di lain i a i sisi, jika z i =1, maka hanya yang akan ditambahkan pada fungsi objektif, karena

  2 setengah permintaan lagi pada perusahaan B.

  Masalah mendasar dari MAXCAP digambarkan bahwa permintaan pada tiap node adalah pasti. Jika permintaan tergantung dalam jarak pada server, ma- ka MAXCAP dapat difomulasikan menggunakan pendekatan p-choice. Meskipun demikian jumlah variabel dan kendala meningkat signifikan karena penggunaan variabel penugasan x ij , dimana x ij =1 jika node i diperoleh dari fasilitas j yang dimiliki oleh perusahaan A.