PENERAPAN KURIKULUM DI POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

POLITEKNIK KESEHATAN

  

PENERAPAN KURIKULUM

DI POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

Oleh

Dr. I. Khambali, ST., MPPM.

  

(Pembantu Direktur I Poltekkes Kemenkes Surabaya)

  Workshop Riview Kurikulum Poltekkes Kemenkes Surabaya,

FUTURE OF VIEW

  • POLTEKKES KEMENKES SURABAYA Sebagai Lembaga yang

  menyelenggarakan Pendidikan Tinggi, harus menyadari dan menyikapi berbagai tantangan serta terus mengembangkan

kemampuannya seiring dengan perubahan tuntutan masyarakat

dan perkembangan Iptek.

  • Tantangan yang dihadapi Perguruan Tinggi dewasa ini makin

  menunjukan intensitas yang cepat dan kompleks, hal ini jelas akan berpengaruh besar pada penyelenggaraan pendidikan di Perguruan

Tinggi. Paling tidak terdapat beberapa tantangan bagi Perguruan

Tinggi yang perlu dicermati dan disikapi dengan tepat yaitu :

FUTURE OF VIEW

  • Makin menguatnya kehidupan masyarakat berbasis pengetahuan

  (Knowledge based society)

  • Eskalasi perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat dan variatif baik kedalamannya maupun keluasannya
  • Meningkatnya tuntutan akan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berbasis riset (Research university)
  • Meningkatnya tuntutan akan hasil pendidikan (output pendidikan) yang bermutu.
  • Meningkatnya tuntutan akan kiprah lulusan pendidikan

  (outcome pendidikan) yang relevan

  • Meningkatnya tuntutan proses penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dengan standar tertentu.

TANTANGAN PENDIDIKAN

  Sektor prioritas MEA :

  Pelayanan kesehatan yang bermutu dan mengutamakan pelayanan kesehatan yang meliputi jasa tenaga kesehatan dan wahana

  keselamatan pasien

  pelayanan kesehatan

  REFORMASI PENDIDIKAN TINGGI : UU NO.12/2012 dan NawaCita 2014-2019

Sistem pendidikan kesehatan sebagai bagian dari pendidikan tinggi

perlu diperkuat untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang kompeten

untuk memberikan pelayanan paripurna

KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN

  Supply – Demand Tenaga Kesehatan Pasartenaga kesehatan Masyarakat SUPPLY tenaga kesehatan Demand tenaga kesehatan

  Penyediaan tenaga kesehatan melalui proses pendidikan Demand tenaga kesehatan Kebutuhan tenaga kesehatan Penyediaan pelayanan kesehatan Demand pelayanan kesehatan Kebutuhan pelayanan kesehatan Sistem Pendidikan Sistem Kesehatan

SISTEM PENDIDIKAN DAN PELAYANAN KESEHATAN

3 PARADIGMA PERUBAHAN DALAM

SISTEM PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN

  • Sistem Akreditasi •Standar Pendidikan
  • Sistem Uji Kompetensi •Standar Kompetensi
  • Naskah Akademik Sistem Pendidikan tiap Profesi

  Komitmen

Stakeholders

  Kolaborasi dan Kemitraan: Kemitraan antar pemerintah, Profesi : masyarakat profesi

  Pendidikan hingga dan lembaga

  Pelayanan independen

  Diperlukan Keselarasan Langkah Yang Dinamis

Antar Berbagai Klinisi dan Disiplin Keilmuan Untuk

Membangun TIM PELAYANAN

TIM PELAYANAN TATANAN DAN KULTUR TATANAN DAN KULTUR PENDEKATAN PENDEKATAN

  INTERDISIPLIN/

  INTERDISIPLIN/

Pasien yang ditangani secara interdisiplin baik pada unit rawat inap maupun pelayanan

  INTERPROFESIONAL

  INTERPROFESIONAL

kesehatan primer, meningkatkan kesinambungan asuhan, kepuasan pasien serta mengurangi

hospitalisasi dan angka kematian (Mitchell & Crittenden, 2000)

  

Pelayanan Kesehatan secara Interdisiplin

Interprofessional Collaboration Practice (IPC)

  KEMITRAAN antar profesional Proses kerjasama dan berbagi kesehatan melalui pendekatan peran yang berfokus pada masalah

  

Berdasarkan penelitian yang dilakukan

WHO (2010), praktik yang berkolaborasi

bermanfaat :

  1. meningkatkan akses masyarakat terhadap kesehatan, 2. meningkatkan koordinasi lintas bidang, 3. meningkatkan derajat kesehatan pasien, 4. meningkatkan angka keselamatan pasien,

5. menurunkan angka pasien yang terkena komplikasi, 6. menurunkan jangka waktu rawat inap pasien, 7. menurunkan angka malpraktik, 8. menurunkan angka kematian penduduk. perlu dipelajari dan dibangun sejak proses pendidikan ...

  Bagaimana membangun kultur Pelayanan Kesehatan secara Interdisiplin

INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)

  “Ketika mahasiswa dari dua atau lebih profesi belajar tentang, dari dan

  INTERPROFESSIONAL dengan satu sama lain untuk EDUCATION memungkinkan kolaborasi yang (IPE) efektif dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan“ (WHO, 2010)

  “Ketika beberapa tenaga kesehatan dari latar belakang profesi yang

  INTERPROFESSIONAL berbeda bekerja sama dengan pasien, COLLABORATIVE keluarga, pengasuh, dan masyarakat PRACTIVE untuk memberikan kualitas (IPC) pelayanan kesehatan yg tertinggi"

  Domain Kompetensi dalam Interprofesional – Domain Kompetensi dalam Interprofesional –

WHO (2010) WHO (2010)

  IPE adalah proses Pembelajaran Terintegrasi secara Interdisiplin

  • Bukan hanya menerapkan Mata Kuliah bersama

  

tetapi yang lebih utama adalah menanamkan kultur

menanamkan kultur secara Interdisiplin. kolaborasi kolaborasi secara Interdisiplin.

  • Implementasinya adalah membangun sistem yang

  membangun sistem yang mendukung kultur kolaborasi mulai dari mahasiswa masuk mendukung kultur kolaborasi

(mahasiswa baru) sampai dengan mahasiswa lulus melalui

berbagai kegiatan integratif dan yg sinergis antar prodi kegiatan integratif dan yg sinergis antar prodi

  

(kurikulum, sumber belajar, Praktik Klinik/PKL/KKN terpadu,

Pengembangan Program kemahasiswaan Bersama/soft skill) dan program inovatif lainnya.

  • IPE dapat dilaksanakan dalam setting kelas, laboratorium, maupun praktik klinis/komunitas/lapangan.

  Poltekkes Kemenkes didorong untuk melaksanakan Program IPE-IPC

  • Mengelola dan mengatasi permasalahan lingkungan dan kesehatan dengan memberdayakan

  masyarakat dan pendidikan berkelanjutan pada masyarakat dengan pendekatan multi disiplin.

  • Kerjasama dengan lintas sektor, Poltekkes melakukan asistensi dalam membantu Program- Program Puskesmas dan Dinas Kesehatan termasuk promosi dan pendidikan kesehatan.
  • • Politeknik Kesehatan Kemenkes dapat mendorong

    lulusannya untuk bekerja di daerah terpencil,

    perbatasan dan kepulauan, salah satunya melalui

    program Nusantara Sehat.

  Dasar Hukum

  • UU No. 20 / 2003 tentang Sisdiknas • UU No. 2/2012 tentang Pendidikan Tinggi

    •Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang

    Kesehatan

    •Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2014 tentang

    Tenaga Kesehatan.
  • Peraturan Pemerintah RI No 32/2013 tentang

    Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 19/2005

    tentang Standar Nasional Pendidikan;
  • Perpres No. 8 /2012 tentang KKNI

  Dasar Hukum

  • Permendikbud No. 73/2013 tentang Penerapan KKNI
  • Permendikbud No 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
  • Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi • Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232 tahun 2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa;

PENERAPAN KURIKULUM

  1994 2000

  2012

PERUBAHAN KONSEP KURIKULUM DI INDONESIA

  2000/2002 KURIKULUM INTI DAN

  2012 KURIKULUM PENDDK TINGGI (UU 12/2012, KKNI Perpres 8/2012)

INST (232/U/2000, 045/U/ 2002)

  • Mengutamakan
  • Mengutamakan kesetaraan CP

  penguasaan IPTEKS

  • Mengutamakan

  pencapaian kompetensi

  • Tidak merumuskan
  • Terdiri sikap, tata nilai,
  • Tidak ditetapkan

  batasan keilmuan yg hrs dikuasai

  • Penetapam MK wajib
  • Hasil kesepatan Prodi sejenis
  • Perumusan kompetensi lulusan

  • Perumusan CP minimal tercantum

  • Penetapan kompetensi
  • MKU, MKDK, MKK

  dari hasil kesepakatan prodi sejenis

  kemampuannya

  (100 – 110 ) dari 160 SKS (S1/D4)

  (mutu)

  kemampuan kerja, penguasaan keilmuan, kewenangan & T. jawab

  pd SNPT

  melibatkan kelompok ahli yang relevan, asosiasi profesi , instansi pemerintah terkait/pengguna lulusan

  • 5 Kelpk MK

  (MPK,MKK,MKB, MPB, MBB) 1994 KURIKULUM NASIONAL (056/U/1994)

KURIKULUM POLTEKKES SURABAYA

  A. KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM

  1. Kerangka Dasar Kurikulum Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum. Mengacu pada : Penddk Tinggi - UU 12/2012 , KKNI - Perpres 8/2012 acuan dalam penyusunan capaian pembelajaran lulusan dari setiap jenjang pendidikan secara nasional

  • Kerangka dasar kurikulum berisi landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis sesuai dengan standar nasional pendidikan.
  • Kerangka dasar kurikulum sebagaimana dimaksud digunakan sebagai:

  a. Acuan dalam pengembangan struktur kurikulum pada tingkat nasional.

  b. Acuan dalam pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah.

  c. Pedoman dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

2. Struktur Kurikulum

  Struktur kurikulum merupakan pengorganisasian kompetensi

inti, kompetensi dasar, muatan pembelajaran, mata pelajaran,

dan beban belajar pada setiap satuan pendidikan dan program

pendidikan.

  Kompetensi inti sebagaimana dimaksud merupakan tingkat

kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang

harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar.

  • Kompetensi dasar merupakan tingkat kemampuan dalam konteks muatan pembelajaran, pengalaman belajar, atau mata pelajaran yang mengacu pada kompetensi inti.
  • Struktur kurikulum juga memuat pengorganisasian mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan dan/atau program pendidikan.

B. PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

  • Kurikulum institusional merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kurikulum pendidikan tinggi.
  • Pengembangan kurikulum institusional memperhatikan beberapa hal :

  1. Program studi sejenis berkumpul bersama untuk membahas kekhasan masing-masing sebagai penciri program studi.

  2. Merupakan hasil tracer study dalam bentuk penelitian atau survei terhadap lingkungan setempat, bukan berdasarkan keinginan pengelola dan menyebutkan sumber data (alumni, pengguna lulusan, organisasi profesi, dinas dan institusi terkait).

  3. Kesesuaian dengan renstra perguruan tinggi (visi, misi, tujuan, strategi).

  4. Harus didukung oleh eksistensi sumber daya yang dimiliki antara lain sumber daya manusia, sarana prasarana, lahan praktik serta anggaran.

  • Capaian pembelajaran untuk kurikulum

  institusional pada setiap program studi

dirumuskan oleh program studi, apabila didalam

satu institusi terdapat lebih dari satu program studi sejenis maka rumusan capaian pembelajaran spesifik disepakati dalam forum program studi sejenis.

  • Setiap program studi memiliki kewajiban untuk

  

mengembangkan capaian pembelajaran tersebut

menjadi kurikulum pendidikan tinggi dan ditetapkan oleh direktur poltekkes.

  • Pengembangan kurikulum institusional didasarkan prinsip untuk pemenuhan tenaga yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan masyarakat/pengguna dan kearifan lokal. Pusdiklatnakes dalam

    melakukan pembinaan teknis kepada Poltekkes Kemenkes memberi

    kebijakan dalam penyusunan kurikulum institusional.
  • Kurikulum institusional harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

  1. Berpusat pada potensi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan lingkungannya.

   2. Beragam dan Terpadu

  Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah dan jenjang serta jenis pendidikan yang ada tanpa membedakan agama, suku, budaya dan

  • Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan lima prinsip belajar, yaitu :

  a) belajar untuk beriman dan bertaqwa kpada Tuhan Yang Maha Esa,

  b) belajar untuk memahami dan menghayati,

  c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,

  d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan

  e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, memalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

  

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran

bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu, isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

  Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan Pedoman Penyusunan Kurikulum Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan dgn kebutuhan kehidupan, termasuk didalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.

  5. Menyeluruh dan berkesinambungan

  Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.

  6. Belajar sepanjang hayat Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang.

  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

  Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk

membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

  • Proporsi Kurikulum inti dan Institusi= 80:20
  • Prinsip pendidikan vokasi adalah 30-40 persen teori, 60-70 persen praktik. Sebuah mata kuliah terdiri dari

    tiga satuan kredit semester (SKS), maka kurikulumnya

    disusun 50 menit teori dan 340 menit praktik. Ini berarti satu mata kuliah diselesaikan tujuh jam per pekan, berbeda dengan mata kuliah di program akademik sarjana.

OUTPUT KEGIATAN

  • Telaah Capaian Pembelajaran untuk mengembangkan

    Kurikulum institusional …Inti, sehingga menjadi satu

    kesatuan dgn Kurikulum Poltekkes Kemenkes Surabaya.
  • • Restrukturisasi Kurikulum mengacu kepada Kopetensi

    Lulusan dan User/dunia kerja, sehingga untuk D3 (semster 6 sdh tdk ada klasikal tetapi praktek klinik,

    lapangan, magang dan KTI. Dan untuk D4 (semster 6

    sdh tdk ada klasikal tetapi praktek klinik, lapangan, magang dan Sekripsi •
  • • Reschedul terkait dengan pelaksanaan UKOM