BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Pengaruh Skala Usaha Terhadap Pendapatan Usahatani Pengolahan Ikan Asin ( Studi Kasus : Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang

  

tinggi di antaranya mengandung mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh. Protein

dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang telah

rusak. Selain air, protein merupakan bagian utama dari susunan (komposisi) tubuh

kita

  (Junianto, 2003).

  Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia air ( 60,0 – 80,0 %) ; protein (18,0 – 30, 0 %) ; lemak (0,1 – 2,2 %) ; karbohidrat (0,0 – 1,0 %) ; vitamin dan sisanya mineral (Adawyah, 2008).

  Ikan adalah salah satu di antara bahan makanan protein yang paling mudah mengalami pembusukan (perishable). Oleh karena itu, sangat diperlukan tindakan yang tepat dan cermat di dalam pencegahan pembusukan tersebut, mulai dari saat penangkapan sampai tiba di tangan konsumen. Tindakan yang dimaksud adalah berupaa pengawetan dan pengolahan seperti pengasinan, pengeringan, perebusan, pembekuan, dan pengasapan (Mulyadi. 2005).

  Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan terutama oleh aktivitas enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan sendiri, aktivitas mikroorganisme, atau proses oksidasi pada lemak tubuh oleh oksigen dari udara. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah mengalami proses pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh bagian luar ( Edy, 2011).

  Kekurangan yang terdapat pada ikan dapat menghambat usaha pemasaran hasil perikanan, tidak jarang menimbulkan kerugian besar terutama di saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, diperlukan proses pengolahan untuk menambah nilai, baik dari segi gizi, rasa, bau, bentuk, tekstur, maupun daya awet.

  (Adawyah, 2008).

  Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik.

  Pengolahan dan pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan, agar ikan tetap baik sampai ke tangan konsumen ( Edy, 2011).

  Pengawetan ialah perbuatan mengawet, agar bahan yang diawet itu dapat tahan disimpan lama, sebaliknya pengolahan adalah perbuatan mengolah bahan yang bersangkutan menjadi bahan olahan, tetapi belum tentu bahan olahan ini menjadi awet ( Soeseno, 1981)

  Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi. Usaha dalam melaksanakan pengolahan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Pada mulanya, usaha-usaha yang dilakukan dalam pengolahan ikan dikerjakan secara tradisional dengan memanfaatkan proses alami. Faktor alami yang banyak dimanfaatkan berupa panas matahari. Melalui menjemur ikan dibawah terik matahari, kandungan air yang ada dalam daging ikan akan berkurang sehingga ikan menjadi kering dan awet. Masih banyak lagi faktor alami lainnya yang dimanfaatkan untuk pengolahan ikan (Adawyah, 2008).

  Menurut Soeseno (1981) bagaimana pun cara pengawetan yang dilakukan, semuanya memerlukan pengerjaan pendahuluan. Pengerjaan pendahuluan sebelum pengawetan, umumnya berupa : a.

  Mencuci ikan yang baru datang, untuk menghilangkan kotoran-kotoran luar dan lendir yang masih ada.

  b.

  Menyiangi ikan seperlunya (yaitu membuang bagian-bagian yang tidak berguna), seperti isi perut dan insang. Kadang-kadang juga kepala, sisik dan sirip.

  c.

  Membantal dan membelah ikan (mengiris dagingnya pada salah satu sisinya, kemudian membukanya ke atas). Bila ikan memang tebal dan besar.

  d.

  Membasuh (mencuci sekali lagi) ikan-ikan yang sudah disiangi dan dibantal.

  e.

  Meniriskan (mengerus) ikan yang sudah bersih, supaya kering “tus” (kering air) Pengawetan ikan terdiri dari dua proses yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan pada ikan. (Edy, 2011).

  Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai negara, termasuk di indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam pun masuk ke dalam tubuh ikan (Adawyah, 2008).

  Menurut Edy (2011) pada dasarnya metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :

  1. Penggaraman Kering (Dry Salting) Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam berbentuk kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu disusun secara berlapis-lapis. Setiap lapisan ikan diselingi lapisan garam. Selanjutnya lapisan garam akan menyerap keluar cairan di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan.

  2. Penggaraman Basah (Wet Salting) Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan menghisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasinya menurun) dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan.

  3. Penggaraman Campuran (Kench Salting) Penggaraman ikan dengan cara ini hampir serupa dengan penggaraman kering. Bedanya, metode ini tidak menggunakan bak kedap air. Ikan hanya ditumpuk dengan menggunakan keranjang. Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni oleh lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan (Adawyah, 2008).

  Untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik harus digunakan garam murni, yaitu garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit sekali mengandung elemen-elemen yang dapat menimbulkan kerusakan (Magnesium dan Calsium), seperti yang dijumpai pada garam rakyat. Ikan asin yang diolah dengan menggunakan garam murni memiliki daging berwarna putih kekuning- kuningan dan lunak. Jika dimasak, rasa ikan asin ini seperti ikan segar.

  (Edy, 2011).

  Pengeringan ikan sebagai salah satu cara pengawetan yang paling mudah, mudah dan merupakan cara pengawetan yang tertua. Dilihat dari segi penggunaan energi, pengeringan dengan sinar matahari dapat dianggap tidak memerlukan biaya sama sekali (Adawyah, 2008).

  Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan sampai kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim penyebab pembusukan dapat berhenti. Dengan demikian, ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan makanan ( Tim Penulis PS, 2008).

  Pengeringan ikan ini umumnya disertai dengan penggaraman sehingga ikan kering itu terasa asin. Maksud dari penggaraman sebelum ikan dikeringkan yaitu untuk menyerap air dari permukaan ikan dan mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan serta dapat menghambat aktivitas mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung. Batas kadar air yang diperlukan dalam tubuh ikan kira-kira 20-35% agar perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti (Rahardi, 1998).

  Apabila lingkungan tidak memenuhi syarat, maka produk ikan asin sering mengalami kerusakan selama dalam penyimpanan. Kualitas ikan dan kondisi ruang penyimpanan yang akan digunakan perlu diperhatikan. Tingkat kesegaran ikan sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri. Selain itu, cara penanganan, sanitasi, faktor biologis, temperatur lingkungan, alat pengangkutan ikan dan ruang penyimpanan harus mendapat perhatian pula karena dapat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan (Adawyah, 2008).

  Hasil akhir dari pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin, yaitu ikan yang telah mengalami proses penggaraman dan pengeringan. Dalam skala nasional, ikan asin merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai kedudukan penting, hampir 65% produk perikanan masih diolah dan diawetkan dengan cara penggaraman (Edy, 2011).

B. Landasan Teori

  Skala usaha dapat dilihat dari besarnya modal yang ditanamkan, kelengkapan sarana dan prasarana, sumber daya manusia serta jumlah produksi yang dihasilkan ( Daelami, 2001 ).

  Skala usaha dalam suatu sistem usaha tani dapat dilihat dari biaya tetap, biaya variabel, total nilai penjualan, luas areal tanam dan jumlah satuan ternak.

  Perhitungan biaya setiap luasan areal tanam atau satuan ternak dapat dilakukan untuk melihat perbedaan efisiensi di antara petani yang mengusahakan komoditas serupa. Skala usaha juga dapat diukur dengan melihat luas areal yang diusahakan oleh petani atau satuan ternak yang dimiliki peternak. Dalam sistem usaha yang terintegrasi, kombinasi komponen usaha tani tersebut menentukan besarnya usaha ( Anonimus, 2011 ).

  Skala usaha pengolahan ikan asin dibagi atas tiga bagian, yaitu skala usaha

kecil, skala usaha menengah dan skala usaha besar. Dikatakan skala usaha kecil

karena mengolah ikan dibawah 1000 kg ( < 1000 kg) per bulannya. Dikatakan

sebagai skala usaha menengah karena mengolah ikan sebanyak 1000 kg – 2000 kg

per bulannya, dan dikatakan skala usaha besar karena mengolah ikan lebih besar dari 2000 kg ( > 2000 kg) per bulannya.

  (Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah, 2011).

  Biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut ( Sukirno, 2005).

  Biaya produksi ini dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam masa satu masa produksi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu kali produksi (Rahardi, 1998).

  Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut dengan hubungan antara input dan output. ( Suratiyah, 2009 ).

  Biasanya hasil perhitungan angka koefisien Ec ( elastisitas biaya) adalah positif. Sebab hampir dapat dipastikan dalam skala produksi berapapun jika output mau diperbesar jumlahnya, maka jumlah biayanya makin bertambah besar. Dan hampir tidak mungkin bersifat negatif. Artinya jika produksi diperbesar tidak mungkin justru total biaya makin kecil. Hanya saja perhitungan biaya jika dihitung dengan biaya per unit, maka sangat bisa terjadi apabila produksi diperbesar jumlahnya akan menyebabkan biaya per unitnya lebih rendah dibandingkan dengan biaya per unit pada volume produksi sebelumnya. ( Muslich, 1997).

  Hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan. Di dalam teori ekonomi, di dalam menganalisis mengenai produksi, selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan dinyatakan ( tanah, modal, dan keahlian keusahawanan ) adalah tetap jumlahnya.

  Hanya tenaga kerja dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya ( Sukirno, 2005).

  Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga ( family farms ), khususnya tenaga kerja petani beserta keluarganya ( Suratiyah, 2009 ).

  Fungsi produksi memperlihatkan hubungan yang terjadi antara berbagai input faktor produksi dan output perusahaan. Dengan teknologi tertentu, semakin banyak input pekerja dan modal yang digunakan semakin besar output yang dihasilkan (Sumarsono, 2009).

  Tenaga kerja dalam hal petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian.Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi iniovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai (Rahim, 2008).

  Jumlah tenaga kerja disesuaikan dengan besarnya skala usaha yang akan dijalankan. Biasanya tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Tenaga kerja tetap sehari-hari mengelola dan setiap saat berada di lokasi. Selebihnya pekerjaan yang sifatnya temporer, dikerjakan oleh tenaga kerja tidak tetap atau buruh harian yang upahnya dihitung per hari (Daelami, 2001).

  Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi tidak sama pada setiap cabang produksi juga dalam satu cabang produksi itu sendiri. Keadaan itu bergantung pada usaha produksi apakah ia padat karya ( labor intensive ) atau padat modal (capital intensive) ( Daniel, 2004 ).

  Curahan tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja manusia yang digunakan dalam setiap tahap kegiatan usahatani yang dihitung dalam HKP (Hari Kerja Pria) baik yang berasal dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga, besarnya curahan tenaga kerja ini dihitung dalam konversi :

1. Tenaga Kerja Pria berumur > 15 tahun = 1 HKP 2.

  Tenaga Kerja Wanita berumur > 15 tahun = 0,8 HKP 3. Tenaga Kerja Anak-anak berumur 10 – 15 tahun = 0,5 HKP (Daniel, 2002).

  Perusahaan mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat konsumen.

  Pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya.

  (Sumarsono, 2009).

  Menurut Hayami (1987) dalam Buletin Ekonomi Perikanan, nilai tambah adalah pertambahan nilai yang terjadi karena suatu komoditi mengalami suatu pengolahan, pengangkutan, dan penyimpanan dalam suatu proses produksi (penggunaan / pemberian input fungsional).

C. Kerangka Pemikiran Salah satu ciri hasil perikanan adalah bersifat musiman, terutama ikan laut.

  Dengan demikian, pada suatu waktu produksi ikan sangat melimpah, sedangkan pada waktu lain sangat rendah. Tidak heran bila pada saat produksi sangat melimpah, banyak ikan tidak termanfaatkan sehingga menjadi busuk. Proses pembusukan ini mengakibatkan mundurnya mutu dan turunnya harga ikan. Hal ini tentunya merugikan bagi nelayan atau pengusaha yang berkecimpung dalam bisnis perikanan.

  Proses produksi ikan asin dibagi ke dalam 3 strata skala usaha, yaitu skala usaha kecil, skala usaha menengah, dan skala usaha besar. Besarnya skala usaha ini di lihat dari banyaknya jumlah bahan baku yang diolah menjadi ikan asin.

  Dalam proses produksi ikan asin tidak lepas dari biaya produksi. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha adalah biaya bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya tenaga kerja, biaya transportasi, dan biaya penyusutan alat dan biaya air. Besarnya total biaya produksi yang dikeluarkan ketika memproduksi ikan asin tergantung dari besarnya skala usaha pengolahan ikan asin.

  Dalam pengolahan ikan asin, membutuhkan curahan tenaga kerja yang berbeda dalam setiap skala usaha. Hal itu dapat diketahui, yaitu semakin besar skala usaha pengolahan, maka semakin banyak tenaga kerja yang digunakan.

  Pengolahan dan pengawetan ikan menjadi ikan asin merupakan salah satu cara untuk memberikan nilai tambah kepada pengolah ikan. Nilai tambah yang diperoleh tergantung pada besarnya skala usaha pengolahan ikan tersebut. Semakin besar usaha pengolahan ikan maka semakin besar nilai tambah yang diperoleh oleh pengusaha ikan asin. Pendapatan Pendapatan Pendapatan

  • Total Biaya Produksi -
  • Total Biaya Produksi -

  • Total Biaya Produksi -

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran D.

   Hipotesis Penelitian 1.

  Ada pengaruh besarnya skala usaha terhadap total biaya produksi usahatani pengolahan ikan asin per kilogram.

  2. Ada pengaruh besarnya skala usaha terhadap jumlah curahan tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani pengolahan ikan asin.

  3. Ada perbedaan nilai tambah (value added) yang diperoleh dari usahatani pengolahan ikan asin berdasarkan besarnya skala usaha per kilogram.

  4. Ada pengaruh besarnya skala usaha terhadap pendapatan usahatani pengolahan ikan asin per kilogram.

  Pengolahan Ikan Asin Skala Usaha

  Menengah Skala Usaha

  Kecil Skala Usaha

  Besar

  Curahan Tenaga Kerja

  Curahan Tenaga Kerja

  Curahan Tenaga Kerja

  Nilai Tambah Nilai Tambah Nilai Tambah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Skala Usaha Terhadap Pendapatan Usahatani Pengolahan Ikan Asin ( Studi Kasus : Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 43 100

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Dampak Fluktuasi Harga Bbm Terhadap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal Motor (Kasus : Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 11

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Finansial Dan Pemasaran Stroberi Di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Studi Mengenai Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Hortikultura Kabupaten Karo

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Strategi Pengembangan Kud Di Kabupaten Deli Serdang

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Usaha Tani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang B

1 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 22

Pengaruh Skala Usaha Terhadap Pendapatan Usahatani Pengolahan Ikan Asin ( Studi Kasus : Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 0 21