Konsep IPS beberapa Negara menurut
Konsep IPS beberapa Negara
KONSEP IPS
A.
Sejarah Pendidikan IPS
Pertama kali Social Studies dimasukkan secara resmi ke dalam
kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau
sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai
dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
Alasan dimasukannya social studies (IPS) ke dalam kurikulum sekolah
karena berbagai ekses akibat industrialisasi di berbagai negara di
belahan dunia juga terjadi, di antaranya perubahan perilaku manusia
akibat
berbagai
kemajuan
dan
ketercukupan.
Kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mendorong industrialisasi telah
menjadikan bangsa semakin maju dan modern, tetapi juga menimbulkan
dampak perilaku sosial yang kompleks. Para ahli ilmu sosial dan
pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang
mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut.
Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial di lingkungan
masyarakat tidak hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan
secara disipliner, tetapi juga dapat dilakukan melalui pendekatan
program pendidikan formal di tingkat sekolah.
Program pendidikan antar disiplin (interdiscipline) di tingkat
sekolah merupakan salah satu pendekatan yang dianggap lebih efektif
dalam rangka membentuk perilaku sosial siswa ke arah yang
diharapkan. Bahkan program pendidikan ini di samping sebagai bentuk
internalisasi dan transformasi pengetahuan juga dapat digunakan
sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia yang siap
menghadapi berbagai tantangan dan problematika yang makin komplek
di masa datang.
Oleh karenanya latar belakang perlu dimasukkannya Social
studies dalam kurikulum sekolah di beberapa negara lain juga memiliki
sejarah dan alasan yang berbeda-beda. Amerika Serikat berbeda dengan
di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga
berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di
antaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih
yang datang dari Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika
untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut.
Memandang perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga negara
Apresiasi terhadap social studies (pendidikan IPS) terus bertambah dari
berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan berbagai negara di
Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia dan Asia
termasuk Indonesia.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam
kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa
negara lain, di antaranya situasi kacau dan pertentangan politik bangsa,
kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan
terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional
bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan
berbagai masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan
program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai
sosial budaya masyarakat, berbangsa dan bernegara ke dalam
kurikulum sekolah. Oleh karenanya, dalam beberapa pertemuan ilmiah
dibahas Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) sebagai program
pendidikan tingkat sekolah di Indonesia, dan pertama kali muncul dalam
Seminar Nasional tentangCivic Education tahun 1972 di Tawangmangu
Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan
digunakan secara bertukar pakai, yaitu :
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan
di Indonesia pada tahun 1972-1973 yang diujicobakan dalam Kurikulum
Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Kemudian
secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang
masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran
sejarah dan geografi saja, maka dilakukan reduksi mata pelajaran di
tingkat SD-SMA untuk beberapa mata pelajaran ilmu sosial yang
serumpun digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu,
pemberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975
tersebut, dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di
Indonesia.
1.
2.
3.
4.
5.
Sejak pemerintahan Orde Baru keadaan tenang, pemerintah
melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa
Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan
menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima
masalah tersebut antara lain:
Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan
belajar.
Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan.
Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya
dan dana.
Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif
bagi kepentingan pembangunan nasional.
Oleh karena itu, upaya pembangunan sektor pendidikan oleh
pemerintah menjadi prioritas. Program pembangunan pendidikan
bidang sosial semakin ditingkatkan untuk mengatasi dan menanamkan
kewarganegaraan serta cinta tanah air Indonesia. Upaya memasukan
materi ilmu-ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum
ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
Isi pendidikan IPS diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat
dan kuat. Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatanpendekatan di antaranya sebagai berikut :
Berorientasi pada tujuan
Menganut pendekatan integratif
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada
stimulus respon dan latihan.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap
kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :
Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai
bentuk pendidikan IPS khusus.
Pendidikan IPS terpadu untuk SD
Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS
sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah,
ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG,
dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA /SMK..
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam
Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan
dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti
masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
sebagai materi pokok PMP. DalamKurikulum 1984, PPKn merupakan
mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP
dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :
1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.
2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah
dan ekonomi koperasi.
3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan
Sejarah Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah
Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali
dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI
pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di
Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun
1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu
materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep
PIPS.
Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar
dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana
dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
a.
Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah
penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora,
serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara
ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
b.
Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari
disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia
yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan.
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks
IKIP, FKIP, STKIP),direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin
ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial,
seperti
pendidikan
Geografi,
Pendidikan
Ekonomi,
Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).
Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial
khususnya mereka yang memiliki komitmen terhadap social studies atau
pendidikan IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah, maka
mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu sosial ke dalam
kurikulum sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua
disiplin ilmu sosial diajarkan di tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu
sosial itu disajikan secara terintegrasi atau interdisipliner ke dalam
kurikulum IPS (social studies). Jadi untuk program pendidikan ilmu-ilmu
sosial di tingkat pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai di
ajarkan. Program pendidikan dasar di SD dan SMP penyajiannya secara
terpadu penuh, sementara itu untuk pembelajaran IPS di tingkat
SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan secara terpisah antar
cabang ilmu-ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan keterhubungannya
antara ilmu sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya, terutama dalam
rumpun jurusan IPS di SMA dan juga di SMEA. Sementara itu, pada
tingkat perguruan tinggi pendidikan ilmu-ilmu sosial disajikan secara
terpisah atau fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb. Namun untuk
pendidikan IPS di FKIP/IKIP/STKIP yang mempersiapkan calon guru atau
mendidik calon guru di tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di berikan
secara interdisipliner dan juga secara disipliner. Secara interdisipliner
karena ilmu yang diperoleh nantinya untuk program pembelajaran untuk
usia anak sekolah, dan secara disipliner karena sebagai guru juga harus
menguasai ilmu yang diajarkan.
Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual
Pendidikan IPS, dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system
pendidikan IPS, yaitu :
1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau
JPIPS-STKIP/FKIP.
3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
4. Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang
berdampak sosial.
7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.
Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai ajaran 19941995 merupakan pembenahan atas pelaksanaan kurikulum 1984 setelah
memperhatikan tuntutan perkembangan dan keadaan masyarakat saat
itu, khususnya yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta seni, kebutuhan pembangunan dan gencarnya arus
globalisasi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri. Upaya
pembaharuan kurikulum pendidikan nampak saat
diadakannya
serangkaian Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
dari
tahun
1986
sampai
1989.
Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang
intinya; 1) perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di
berbagai jenis dan jenjang pendidikan, 2) perlunya persiapan perluasan
wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan
tahun, dan 3) perlunya segera dilahirkan undang-undang yang
mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum
kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan
Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi,
ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan
dan kebutuhan setempat. Di samping itu, khusus dalam kurikulum SD,
IPS pernah diusulkan digabung dengan Pendidikan kewarganegaraan
yaitu menjadi pendidikan kewrganegaraan dan pengetahuan sosial
(PKnPS), namun akhirnya kurikulum disempurnakan ke dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006, antara IPS dan PKn
dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik
ahli pendidikan serta kepentingan pendidikan nasional dan politik
bangsa yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan bangsa, maka
antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu
membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai
mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS. Jadi wajarlah
kalau mata pelajaran PKn hanya ada di Indonesia, sementara di negara
lain disebut Civic education . IPS (social studies) dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan di Indonesia terus melakukan beberapa
tinjauan dan kritik terutama untuk perbaikan IPS sebagai program
pendidikan ilmu sosial di tingkat sekolah melalui seminar dan lokakarya
serta pertemuan ilmiah bidang IPS lainnya, terutama oleh kelompok
pakar HISPISI (Himpunan sarjana pendidikan ilmu sosial Indonesia)
dalam kongresnya di beberapa tempat di Indonesia.
Mempelajari Konsep dasar IPS berisi tentang konsep, hakikat, dan
karakteristik pendidikan IPS. Dengan mempelajari materi Konsep dasar
IPS ini, diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS yang
berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan masa yang akan datang
secara kritis dan kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan
pendekatan antar disiplin yang mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Adapun media yang digunakan adalah bahan ajar cetak dan
non cetak (web).
Sebagai guru/calon guru hendaknya menguasai materi IPS
sebagai program pendidikan. Untuk membantu menguasai materi
tersebut maka dalam Konsep Pendidikan IPS, disajikan pembahasan halhal pokok dan latihan sebagai berikut :
1. konsep pendidikan IPS
2. hakikat pendidikan IPS
3. karakteristik pendidikan IPS
B. Perbedaan Pendidikan IPS
Perbedaan Pendidikan Indonesia dengan Negara lain Negara yang sudah
mengembangkan keterampilan dalam pendidikan IPS
1.
Perbedaan pendidikan IPS Indonesia dengan Amerika Serikat
Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak
menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara
utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang
berlangsung tahun l861-1865 di mana pada saat itu Amerika Serikat
siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan,
karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi
satu bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat
tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras
untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa
satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh
adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah
di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan
penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dariThe
National Education Association memberikan rekomendasi tentang
perlunya social studiesdimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah
dasar dan sekolah menengah di Amerika Serikat. Adapun wujud social
studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran
sejarah, geografi dan civics.
Jadi Social studies yang dalam istilah Indonesianya disebut
Pendidikan IPS, dalam perjuangannya tentang eksistensi terdapat dalam
”The National Herbart Society papers of 1896-1897” yang menegaskan
bahwa Social Studies sebagai delimiting the social sciences for
pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan
pedagogik/ mendidik). Memperhatikan pentingnya social studies bagi
generasi muda, istilah IPS (social studies) ini kemudian mulai digunakan
oleh beberapa negara bagian di Inggris dan Amerika untuk
mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat
sekolah. Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar dalam dokumen
”Statement of the Chairman of Commitee on Social studies” yang
dikeluarkan olehcomittee on Social Studies (CSS) tahun 1913. Dalam
dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific
field to utilization of social sciences data as a force in the improvement
of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu
sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat
manusia).
Sebagai upaya melestarikan program pendidikan IPS dalam
kurikulum sekolah, maka beberapa kelompok pakar yang memiliki
kepedulian terhadap pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah
mengembangkan usahanya agar social studies bisa diaplikasikan untuk
program pendidikan di tingkat sekolah dengan membentuk organisasi
profesi social studies. Kemudian pada tahun 1921, berdirilah ”National
Council for the Social Studies” (NCSS), sebuah organisasi profesional
yang secara khusus membina dan mengembangkan social studies pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan
disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program
pendidikan syntectic.
Pada waktu berdirinya NCSS hanya bertugas sebagai organisasi
yang akan memaksimalkan hasil-hasil pendidikan bagi tujuan
kewarganegaraan yang sudah dicapai oleh CSS sebelumnya. Sehingga
baru setelah 14 tahun kemudian NCSS mengeluarkan karya berbasis
intelektual-keilmuan. Dalam perkembangannya banyak naskah dan
penelitian tentang social studies, yang mengharapkan perlunya
perhatian terhadap pendidikan anak tentang social studies, dengan
harapan dapat membantu anak didik menjadi warga negara yang baik.
Pada pertemuan pertama tahun 1935, lahirlah kesepakatan yang
dikeluarkan NCSS dengan menegaskan bahwa “Social sciences as the
core of the curriculum”(kurikulum IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial).
Pada perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya
NCSS, pengertian social studiesyang paling berpengaruh hingga akhir
abad 20 adalah definisi yang dikemukakan oleh Edgar Wesley pada
tahun 1937. Wesley menyatakan bahwa “the social studies are the
social sciences simplified for pedagogical purposes”. Definisi ini menjadi
lebih populer saat itu karena kemudian dijadikan definisi “resmi” social
studies oleh “the united states of education’s standard terminology for
curriculum and instruction” hingga NCSS mengeluarkan definisi resmi
yang membawa social studies sebagai kajian yang terintegrasi, dan
mencakup disiplin ilmu yang semakin luas.
Sehingga
pada
tahun
1993
NCSS
merumuskan social
studies sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and
humanities to promote civic competence. Within the school
program,social studies provides coordinated,systematic study drawing
upon such diciplines as antrophology, archaeology, economics,
geography, history, law, philosophy, political science, psychology,
religion, and sosiology, as well as appropriate content from the
humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of
social studies is to help young people develop the ability to make
informed and reasoned decisions for the public good as citiziens of a
culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Jerman
Sebenarnya banyak sekali perbedaan antara pendidikan di Jerman
dengan Indonesia. Dari sisi sistem saja, pendidikan itu sudah berbeda.
Di Jerman, jenjang pendidikan Pra Perguruan Tinggi itu hanya ada 2
macam, yaitu pendidikan dasar (Grundschule) dan pendidikan lanjutan
(Gymnasium, Realschule,
atau Berufschule).
Kalau
di
Indonesia,
pendidikan Pra Perguruan Tinggi ada 3 macam, yaitu SD-SMP-SMA. Dari
sisi waktu juga berbeda, di Indonesia memerlukan waktu 12 tahun
(normal) sebelum ke jenjang Perguruan Tinggi, sedangkan di Jerman
butuh waktu 13 tahun.
Yang ingin saya bahas bukan masalah “teknis” pendidikan seperti
di atas. Saya tertarik dengan tulisan I Made Wiryana dalam sebuah milis
tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan
di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan.
Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman.
Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan
daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan.
Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh
Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat
hadiah “the best xxxx dalam lomba sains”, orang menganggap hal itu
biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga
terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di
dunia.
Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga
pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus
kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat
pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini
berbeda dengan Indonesia. Orang Indonesia cenderung memiliki
kebiasaan “pintar kumpul dengan pintar” dan “kaya kumpul dengan
kaya”.
Melihat kondisi di atas, membuat saya tersenyum. Saya yakin
kualitas pendidikan Indonesia bisa meningkat drastis. Syarat utama
hanya 2 macam, pemeratan pendidikan dan penghargaan terhadap
prestasi pendidikan. Itu saja. Bila kedua syarat terpenuhi, saya yakin
semakin banyak anak-anak Indonesia yang berprestasi pada ajang
internasional dan semua anak-anak Indonesia bisa masuk ke bangku
sekolah.
2.
Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Inggris
Sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di
Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke dalam
kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar
pendidikan, khususnya pakar social studies. Hal ini disebabkan mereka
ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
4.
siswa: menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan
menjalankan hak-hak dan kewajibannya;
dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan
kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
para siswa tidak perlu harus menunggu kuliah atau belajar Ilmu-ilmu
Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat
bekal pelajaran social studies di sekolah dasar dan menengah.
Pertimbangan
lain
dimasukkannya social
studies ke
dalam
kurikulum sekolah adalah karena kebutuhan siswa sekolah, di mana
kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan program
pendidikan lanjut dan pengorganisasian materi social studies.
Agar materi pelajaran social studies lebih menarik dan lebih
mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahanbahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat.
Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman
sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan
lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para
siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu
Sosial.
Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Curriculum New Zealand
Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam IPS di New Zealand
menekankan pada penguasaan disiplin ilmu sosial (Sejarah, geografi,
ilmu
politik,
civics,
ekonomi)
juga
mengembangkan
delapan
ketrampilan penting (essensial skills) yang juga diajarkan pada semua
mata pelajaran dan pada semua jenjang pendidikan di New Zealand,
meliputi :
komunikasi
kemampuan dalam matematika
informasi
pemecahan masalah
manajemen diri dan kompetitif
sosial dan koperasi
phisik
pekerjaan dan studi
Kedelapan kemampuan esensial (essential skills) tersebut diramu
dalam proses belajar PIPS melalui inkuiri, penggalian nilai (values
exploration), dan pengambilan keputusan sosial (social decision
making).
Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Curriculum Canada
Dasar perubahan kurikulum dalan studi sosial (IPS) dan sejarah
Canada
merupakan
bagian
dari
satu
rangkaian
perubahan
kurikulumdalam studi sosial yang dikerjakan oleh saskatchewan
pendidikan. Proses
pengembangan
kurikulum
dimulai
dengan
penetapaan gugus tugas studi sosial (IPS) tahun 1981. Gugus tugas
terdiri dari orang-orang refresentatif dari berbagai sektor masyarakat
skatchewan. Mereka mensurvei pendapat umum dan atas dasar
penemuan nya dihasilkan suatu laporan yang menguraikan suatu filosofi
untuk pendidikan IPS. Di dalam kurikulum Canada dikembangkan core
curriculum yang merupakan kemampuan dasar yang menjadi landasan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
5.
pembentukan kurikulum sekolah di Kanada dari jenjang Kidergarten,
Elementery level, middle level sampai secondary level.
Terdapat dua komponen penting dalam core curicullum yaitu Required
Areas of Study danCommon Essential Learning. Pengembangan core
curicullum
menjadi Required
Areas
of
Studymenjadi
tujuh
yaitu : language Art, Mathematics, Science, Social studies, Health
education,
art
education
dan
physical
education. Pengembangan Common
essential
learning
(CELS) atau
kompetensi yag harus dikembangkan terus menerus dan oleh semua
mata pelajaran, yang meliputi enam kemampuan, yaitu komunikasi
(communication), kemampuan dalam matematika (numeracy), berpikir
kritis dan kreatif (critical and creative thinking), melek teknologi
(technology literacy), nilai dan keterampilan personal dan sosial
(personal and social values and skills), belajar mandiri (independent
learning).
Komunikasi
(communication),
difokuskan
pada
meningkatkan
pemahaman siswa terhadap bahasa yang digunakan di dalam setiap
bidang studi.
Kemampuan dalam matematika (numeracy), melibatkan dan membantu
siswa mengembangkan tingkatan kompetensi yang akan mendorong
mereka untuk menggunakan konsep matematika di dalam kehidupan
sehari-hari.
Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), dimaksudkan
untuk membantu para siswa mengembangkan kemampuan untuk
menciptakan dan dengan kritis mengevaluasi gagasan, proses,
pengalaman, dan object berhubungan dengan area masing-masing
bidang studi.
Melek teknologi (technology literacy), membantu siswa mengapresiasi
bahwa system teknologi merupakan integral dalam system social dan
tidak bisa dipisahkan dari budaya di dalamnya yang mereka bentuk.
Nilai dan keterampilan personal dan sosial (personal and social values
and skills berhadapan dengan pribadi, moral, sosial, dan aspek budaya
dari tiap sekolah dan mempunyai sasaran utama mengembangkan
warga negara yang penuh cinta kasih dan bertanggung jawab, yang
memahami dasar pemikiran (rasional) untuk pengakuan moral.
Belajar mandiri (independent learning), melibatkan siswa pada upaya
untuk menciptakan peluang/kesempatan dan pengalaman yang
diperlukan siswa untuk menjadi mampu (capable), percaya diri, motivasi
diri, dan pembelajar sepanjang hayat yang melihat belajar sebagai
kegiatan pemberdayaan potensi diri dan sosial paling berharga.
Dalam kurikulum Kanada, Social Studies merupakan salah satu
dari tujuh mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah mulai dari TK
sampai SMA (Required Areas of Study). Dimana dalam social studies ini
pun harus dikembangkan keamampuan siswa untuk berkomunikasi,
matematika, berpikir kritis dan kreatif, melek teknologi, nilai dan
keterampilan personal dan sosial, dan belajar mandiri sebagai Common
essential learning (CELS).
Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Curriculum Hongkong
Arti Pendidikan Kecakapan Hidup adalah pendidikan kemampuan,
kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk
menjaga kelangsungan hidup dan pengembangan dirinya. Kemampuan
mencakup daya pikir, daya kalbu, daya raga. Kesanggupan sangat
dipengaruhi oleh kepentingan yaitu sesuatu yang dianggap penting oleh
siapa dalam bentuk apa. Keterampilan adalah kecepatan, kecekatan,
dan ketepatan orang yang terampil mengerjakan sesuatu adalah orang
cepat, cekat, dan tepat dalam mengerjakan sesuatu.
Tujuan pendidikan Kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan
relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik nilai yang
bersifat preservatif maupun progresif. Tegasnya tujuan pendidikan
kecakapan hidup adalah mempersiapkan peserta didik agar memiliki
kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan untuk
menjaga dan mengembangkan dirinya. Lebih spesifiknya, pendidikan
kecakapan hidup dna kelangsungan hidup memberdayakan aset kualitas
batiniyah, sikap dan perbuatan lahiriyah peserta didik melalui
pengenalan nilai (logos), penghayatan nilai (etos), dan penerapan nilai
(patos) sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup
dan memberi bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara
benar mengenai kehidupan sehari-hari yang dapat memapukan peserta
didik untuk berfungsi menghadapi masa depan yang penuh persaingan
dan kolaborasi sekaligus; dan memfasilitasi peserta didik dalam
memecahkan permasalahan hidup yang dihadapi sehari-hari atau yang
akan dihadapi , misal menjaga kesehatan mental dan fisikm mencari
nafkah, dan memilih serta mengembangkan karir.
B.
Kurikulum IPS Berbasis Kompetensi
Secara teoritis atau konseptual, kurikulum berdasarkan
kompetensi masuk ke dalam kelompok yang dinamakan ”outcomesbased curriculum” (Olivia, 1997:521). Dalam bentuknya yang masih
awal, Olia (1997:512) mengemukakan bahwa perkembangan ide
kurikulum berbasis kompetensi ”outcomes-based” dapat ditelusuri
sejauh pertengahan abad ke XIX (sembilan belas) oleh seorang pendidik
terkenal Herbert Spencer. Perkembangan ide kurikulum berbasis
”outcomess” di Amerika Serikat dapat dikatakan pada awal abad ke-XX
yaitu tahun 1918 atau menurut Tuxworth (Burke, 1995:10) pada tahu
1920-an. Pemikiran itu kemudian diikuti oleh Ralph Tyler tahun 1950
yang mengembangkan proyek kurikulum yang bertahap nasional dan
menjadi terkenal dengan nama ”mastery learning and competency
based” oleh Benjamin Bloom.
Dalam perkembangan pemikiran tentang kompetensi, lebih
banyak digunakan untuk kurikulum vokasional dan profesional sebagai
jawaban atas tuntutan perkembangan dunia industri, yaitu kebutuhan
akan tenaga kerja yang mampu melakukan pekerjaan ketika yang
bersangkutan diterima di tempat kerja (Loon, 2001:2; Cinterfor, 2001:1;
Tuxworth, 1995:11). Sebenarnya tidak ada masalah dengan kurikulum
IPS yang berdasarkan kompetensi sepajang orientasi fislosofis
kurikulum IPS berubah dari esensialisme dan perenialisme ke
rekonstruksi sosial. Kurikulum IPS harus mampu mengembangkan
kompetensi
yang
dipelrukan
peserta
didik
untuk
hidup
di
masyarakatnya berdasarkan permasalahan sosial yang ada.
Kata kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus
dikuasai seorang peserta didik. Becker (1977) dan Gordon (1988)
mengemukakan
bahwa
kompetensi
meliputi
”pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, dan minat”. Dalam pengertian
yang lebih konseptual McAsham (1981) merumuskan kompetensi
sebagai berikut: ”Competency is knowledge, skills, and abilities that a
person can learn and develop, which become parts of his or her being ti
the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive,
affective, and psychomotor behavior”. Pengertian di atas sejalan
dengan pendapat Wolf (1995), Debling (1995, Kupper dan Palthe (wolf,
1995:40) mengatakan bahwa esensi dari pengertian “is the ability to
perform”. Debling (1995:80) mengatakan “competence pertains to the
ability to perform the activities within a function or an occupational area
to the level of performance expected in employment”. Kupper dan
Palthe (Wolf, 1995:40) mengatakan “competencies as the ability of a
student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find
solutions and to realize them in work situations.
Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi adalah
kurikulum yang pada tahap perecanaan (terutama dalam tahap
perkembangan ide) dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan
kemampuan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan yang
muncul di masyarakat. Oleh karena itu terdapat beberapa hal yang
harus
diperhatikan
dalam
pengembangan
kurikulum
berbasis
kompetensi, yaitu:
a. Pada waktu mengembangkan atau megadopsi pemikiran kurikulum
berbasis kompetensi maka pengembang kurikulkum harus mengenal
benar landasan filosofis, kekuatan dan kelemahan pendekatan
kompetensi dalam menjawab tantangan serta jangkauan validitas
pendekatan tersebut ke masa depan. Qullen (2001) mengatakan ”the
firs part of the process of integration is to understand the theoritical
and practical basis of a competency-based educational system”.
b. Kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia
kerja dan perubahan masyarakat. Perkembangan tuntutan dunia kerja
atau permasalahan yang berkembang di masyarakat menghendaki
adanya kompetensi baru yang harus dikuasai oleh peserta didik. Kupper
dan Palthe (Wolf, 1995:45) mengingatkan hal ini dengan mengatakan
bahwa dalam penentuan kompetensi suatu lembaga pendidikan
haruslah ”has regular contacts with industry and busiess regarding the
qualifications expected from our graduates”. Sedangkan Ferguson
(2000:1) menyuarakan kepentingan masyarakat dan tidak membatasi
diri pad dunia industri, ”when designing a course or a program using an
outcomes based curriculum framework, the educator/designer begins by
envisioning what students need to be able to do in their lives and what
part of that is the responsibility of the course or program”. Kurikulum
IPS yang berdasarkan kompetensi harus mengarah kepada what the
students need to be able to do di masyarakat. Kompetensi bersifat
dinamis dan berkembang terus sesuai dnegan perkembangan dalam
berbagai bidang kehidupan.
c.
Memperhatikan prinsip ”no one course is strictly responsible for any
one competency” dalam pengembangan program atau dokumen
kurikulum (Indiana University Medical Science Program). Artinya seperti
yang dikembangkan oleh Canada, maka ada essential learning
abilities atau kompetensi yag harus dikembangkan terus menerus dan
oleh banyak mata pelajaran.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum IPS harus bersifat
terus menerus (developmental) dan ini merupakan suatu prinsip penting
ketika menerjemahkan dokumen kurikulum menjadi suatu proses
pembelajaran.
C. Model Pengembangan IPS
IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia
untuk
membangun
dirinya,
masyarakatnya,
bangsanya,
dan
lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat
dimaknai untuk masa kini, dan diantisiapsi untuk masa yang akan
datang. Tujuan Pengembangan IPS adalah sebagai berikut :
a.
Mengembangkan
pengetahuan
kesosilogian,
kegeografian,
keekonomian, dan kesejarahan.
b.
Mengembngkan kemampuan berpikir, inquiri, pemecahana masalah,
dan keterampilan sosial
c.
Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
d.
Meningkatkan kemampuan berkomuniaksi dan bekerjasama dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Untuk
mencapai
tujuan
tersebut
dikembangkan
standar
kompetensi lintas kurikulum yang merupakan kecakapan untuk hidup
(lifeskills) dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus
dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Standar
kompetensi lintas kurikulum ini meliputi:
memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban,
saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang
dianutnya.
Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan
mengkomuniaksikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi
dengan orang lain.
Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik,
pola, struktur, dan hubungan.
Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang
diperlukan dari berbagai sumber.
Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan
teknologi, dna menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
untuk mengambil keputusan yang tepat.
Beraprtisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat
dan budaya global berdasarkan pemahaman kontkes budaya, geografis,
dan historis.
Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual, serta
menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi
menuju masyarakat beradab.
h. Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan mempertimbangkan potensi dan
peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
i. Menunjukkan motivasi belajar, percaya diri, bekerja amndiri, dna bekerja
sama dengan orang lain.
D. Standar Kompetensi Bahan kajian IPS
1) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem
sosial dan budaya serta menerapkannya untuk :
a. Mengembangkan sikap kritis dalam situasi sosial yang timbul sebagai
akibat perbedaan yang ada di masyarakat.
b. Menentukan sikap terhadap proses perkembangan dan perubahan sosial
c. Menghargai keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat
multikultur.
2) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang
manusia, tempat dan lingkungan serta menerapkannya untuk:
a. Menganalisis proses kejadian, interaksi dan saling ketergantungan
antara gejala alam dan kehidupan di muka bumi dalam dimensi ruang
dan waktu.
b. Terampil dalam memperoleh, mengolah, dan menyajikan informasi
geografis.
3) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang perilaku
ekonomi dan Kejahteraan serta menerapkannya untuk:
a. Berperilaku yang rasional dan manusiawi dalam memanfaatkan sumber
daya ekonomi.
b. Menumbuhkan jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan
c. Menganalisis sistem informasi keuangan lembaga-lembaga ekonomi.
d. Terampil dalam praktik usaha ekonomi sendiri.
4) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang waktu,
keberlanjutan, dan perubahan serta menerapkannya untuk:
a. Menganalisis keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan kejadian.
b. Merekonstruksi masa lalu, memaknai masa kini, dan memprediksi amsa
depan.
c. Menghargai berbagai erbedaan serta keragaman sosial, kulturan,
agama, etnis, dan politik dalam masyarakat dari pengalaman belajar
peristiwa sejarah.
Standar kompetensi tersebut dijabarkan ke dalam kompetensi
dasar. Untuk menjamin bahwa kompentensi dasar yang telah ditentukan
dapat dicapai maka perlu prinsip ketuntasan belajar (mastery
learning) dalam pembelajaran dan penilaian. Sebenarnya KBK itu sendiri
adalah kurikulum ideal yang tidak saja akan berhasil meningkatkan
kualitas pendidikan di negara kita, tetapi juga menuntut para praktisi
pendidikan khususnya para guru untuk mempersiapkan seluruh potensi
Guru itu sendiri. Tujuan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi
ini
adalah
untuk
menghasilkan
terjadinya
demokratisasi
pendidikan.Diharapkan hasil keluaran KBK dapat menciptakan lulusan
yang menghargai keberagaman (misalnya dalam perbedaan pendapat,
agama, ras maupun budaya). Pengkonstuksian dan penyusunan
pengetahuan berlangsung dan dilakukan dari, oleh dan untuk para
peserta
didik.
Dengan
demikian,
dalam
penyusunan
rencana
pembelajaran, seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas
dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) demokratis dan
terbuka.
Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah
pendekatan kontruktivisme, sains, teknologi dan pendekatan inkuiri
secara utuh. Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus
komprehensif. Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam
menafsirkan
dan
mengimplementasikan
KBK
yang
menjamin
tercapainya kompetensi-kompetensi lulusan. Dengan ketiga pola
pendekatan tersebut di atas, para peserta didik diberikan kesempatan
untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi
yang dimiliki. Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi ,
dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu
menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang
Maha Esa , rasa ingin tahu, toleransi, berfikir terbuka, percaya diri,
kasih sayang, peduli sesama, kebersamaan, kekeluargaan dan
persahabatan.
E.
1.
Perkembangan IPS di Indonesia
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan subdisiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam
nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science),
maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education
Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut
IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan
kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari
sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu
hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya
Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah
tersebut
meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial
(Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri
disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan
biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin
ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan
disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial
secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat
dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah
cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik
secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu
Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu
bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan
suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang
Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai
berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan
merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.
3. Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan
Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social
Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama
sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada
tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah
himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di
tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat
sama.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS),
mendifisikan IPS sebagai berikut: social studies is the integrated study
of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the
school program, socisl studies provides coordinated, systematic study
drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography,
history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and
sociology, as well as appropriate content from the humanities,
mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social
studies is to help young people develop the ability to make informed
and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally
diverse, democratic society in an interdependent world.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah
merupakan
suatu
pendekatan
interdsipliner
(Inter-disciplinary
Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari
berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya,
psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan
sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa
IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan
dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah,
sosiologi, antropologi, politik.
F. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Sosial
Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari
Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut Social Studies. Pertama
kali Social Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah adalah di
Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah
Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan
penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
Latar belakang dimasukkannya Social studies dalam kurikulum
sekolah di Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan
kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat
terdiri dari berbagai macam ras diantaranya ras Indian yang merupakan
penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro
yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunanperkebunan negara tersebut.
Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak
menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara
utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang
berlangsung tahun l861-1865 dimana pada saat itu Amerika Serikat siap
untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena
penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu
bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat
tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras
untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa
satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh
adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah
di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan
penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The
National Education Association memberikan rekomendasi tentang
perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah
dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social
studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran
sejarah, geografi dan civics.
Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi
sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke
dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para
pakar pendidikan. Hal ini disebabkan mereka ingin agar setelah
meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa: (1) menjadi
warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan hakhak dan kewajibannya; (2) dapat hidup bermasyarakat secara seimbang,
dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu
belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka
sudah mendapat bekal pelajaran IPS di sekolah dasar dan menengah.
Pengembangan Pendidikan IPS SD
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam
kurikulum sekolah adalah kemampuan siswa sangat menentukan dalam
pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar materi pelajaran IPS
lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan
menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan
masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi,
teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat
sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai
makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang
abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam
kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan
Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari
situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat
pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh
Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah
melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa
1.
2.
3.
4.
5.
Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan
menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima
masalah tersebut antara lain:
Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan
belajar.
Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan.
Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan
dana.
Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif
bagi kepentingan pembangunan nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum
kembali yangn dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial.
Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif
berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran
Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
Rasional Mempelajari IPS.
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah adalah agar siswa dapat:
Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang
telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih
bermakna.
Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara
rasional dan bertanggung jawab.
Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri
dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004,
merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai
SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat
materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.
Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebabagi suatu mata pelajaran
yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan,
antara lain:
Siapa diri saya?
Pada masyarakat apa saya berada?
Persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi
anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?
Apa artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia?
Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu
ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab oleh setiap siswa,
dan jawabannya te
KONSEP IPS
A.
Sejarah Pendidikan IPS
Pertama kali Social Studies dimasukkan secara resmi ke dalam
kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau
sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai
dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
Alasan dimasukannya social studies (IPS) ke dalam kurikulum sekolah
karena berbagai ekses akibat industrialisasi di berbagai negara di
belahan dunia juga terjadi, di antaranya perubahan perilaku manusia
akibat
berbagai
kemajuan
dan
ketercukupan.
Kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mendorong industrialisasi telah
menjadikan bangsa semakin maju dan modern, tetapi juga menimbulkan
dampak perilaku sosial yang kompleks. Para ahli ilmu sosial dan
pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang
mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut.
Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial di lingkungan
masyarakat tidak hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan
secara disipliner, tetapi juga dapat dilakukan melalui pendekatan
program pendidikan formal di tingkat sekolah.
Program pendidikan antar disiplin (interdiscipline) di tingkat
sekolah merupakan salah satu pendekatan yang dianggap lebih efektif
dalam rangka membentuk perilaku sosial siswa ke arah yang
diharapkan. Bahkan program pendidikan ini di samping sebagai bentuk
internalisasi dan transformasi pengetahuan juga dapat digunakan
sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia yang siap
menghadapi berbagai tantangan dan problematika yang makin komplek
di masa datang.
Oleh karenanya latar belakang perlu dimasukkannya Social
studies dalam kurikulum sekolah di beberapa negara lain juga memiliki
sejarah dan alasan yang berbeda-beda. Amerika Serikat berbeda dengan
di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga
berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di
antaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih
yang datang dari Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika
untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut.
Memandang perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga negara
Apresiasi terhadap social studies (pendidikan IPS) terus bertambah dari
berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan berbagai negara di
Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia dan Asia
termasuk Indonesia.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam
kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa
negara lain, di antaranya situasi kacau dan pertentangan politik bangsa,
kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan
terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional
bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan
berbagai masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan
program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai
sosial budaya masyarakat, berbangsa dan bernegara ke dalam
kurikulum sekolah. Oleh karenanya, dalam beberapa pertemuan ilmiah
dibahas Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) sebagai program
pendidikan tingkat sekolah di Indonesia, dan pertama kali muncul dalam
Seminar Nasional tentangCivic Education tahun 1972 di Tawangmangu
Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan
digunakan secara bertukar pakai, yaitu :
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan
di Indonesia pada tahun 1972-1973 yang diujicobakan dalam Kurikulum
Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Kemudian
secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang
masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran
sejarah dan geografi saja, maka dilakukan reduksi mata pelajaran di
tingkat SD-SMA untuk beberapa mata pelajaran ilmu sosial yang
serumpun digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu,
pemberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975
tersebut, dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di
Indonesia.
1.
2.
3.
4.
5.
Sejak pemerintahan Orde Baru keadaan tenang, pemerintah
melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa
Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan
menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima
masalah tersebut antara lain:
Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan
belajar.
Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan.
Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya
dan dana.
Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif
bagi kepentingan pembangunan nasional.
Oleh karena itu, upaya pembangunan sektor pendidikan oleh
pemerintah menjadi prioritas. Program pembangunan pendidikan
bidang sosial semakin ditingkatkan untuk mengatasi dan menanamkan
kewarganegaraan serta cinta tanah air Indonesia. Upaya memasukan
materi ilmu-ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum
ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
Isi pendidikan IPS diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat
dan kuat. Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatanpendekatan di antaranya sebagai berikut :
Berorientasi pada tujuan
Menganut pendekatan integratif
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada
stimulus respon dan latihan.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap
kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :
Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai
bentuk pendidikan IPS khusus.
Pendidikan IPS terpadu untuk SD
Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS
sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah,
ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG,
dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA /SMK..
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam
Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan
dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti
masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
sebagai materi pokok PMP. DalamKurikulum 1984, PPKn merupakan
mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP
dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :
1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.
2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah
dan ekonomi koperasi.
3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan
Sejarah Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah
Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali
dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI
pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di
Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun
1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu
materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep
PIPS.
Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar
dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana
dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
a.
Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah
penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora,
serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara
ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
b.
Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari
disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia
yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan.
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks
IKIP, FKIP, STKIP),direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin
ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial,
seperti
pendidikan
Geografi,
Pendidikan
Ekonomi,
Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).
Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial
khususnya mereka yang memiliki komitmen terhadap social studies atau
pendidikan IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah, maka
mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu sosial ke dalam
kurikulum sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua
disiplin ilmu sosial diajarkan di tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu
sosial itu disajikan secara terintegrasi atau interdisipliner ke dalam
kurikulum IPS (social studies). Jadi untuk program pendidikan ilmu-ilmu
sosial di tingkat pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai di
ajarkan. Program pendidikan dasar di SD dan SMP penyajiannya secara
terpadu penuh, sementara itu untuk pembelajaran IPS di tingkat
SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan secara terpisah antar
cabang ilmu-ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan keterhubungannya
antara ilmu sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya, terutama dalam
rumpun jurusan IPS di SMA dan juga di SMEA. Sementara itu, pada
tingkat perguruan tinggi pendidikan ilmu-ilmu sosial disajikan secara
terpisah atau fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb. Namun untuk
pendidikan IPS di FKIP/IKIP/STKIP yang mempersiapkan calon guru atau
mendidik calon guru di tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di berikan
secara interdisipliner dan juga secara disipliner. Secara interdisipliner
karena ilmu yang diperoleh nantinya untuk program pembelajaran untuk
usia anak sekolah, dan secara disipliner karena sebagai guru juga harus
menguasai ilmu yang diajarkan.
Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual
Pendidikan IPS, dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system
pendidikan IPS, yaitu :
1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau
JPIPS-STKIP/FKIP.
3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
4. Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang
berdampak sosial.
7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.
Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai ajaran 19941995 merupakan pembenahan atas pelaksanaan kurikulum 1984 setelah
memperhatikan tuntutan perkembangan dan keadaan masyarakat saat
itu, khususnya yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta seni, kebutuhan pembangunan dan gencarnya arus
globalisasi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri. Upaya
pembaharuan kurikulum pendidikan nampak saat
diadakannya
serangkaian Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
dari
tahun
1986
sampai
1989.
Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang
intinya; 1) perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di
berbagai jenis dan jenjang pendidikan, 2) perlunya persiapan perluasan
wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan
tahun, dan 3) perlunya segera dilahirkan undang-undang yang
mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum
kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan
Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi,
ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan
dan kebutuhan setempat. Di samping itu, khusus dalam kurikulum SD,
IPS pernah diusulkan digabung dengan Pendidikan kewarganegaraan
yaitu menjadi pendidikan kewrganegaraan dan pengetahuan sosial
(PKnPS), namun akhirnya kurikulum disempurnakan ke dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006, antara IPS dan PKn
dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik
ahli pendidikan serta kepentingan pendidikan nasional dan politik
bangsa yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan bangsa, maka
antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu
membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai
mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS. Jadi wajarlah
kalau mata pelajaran PKn hanya ada di Indonesia, sementara di negara
lain disebut Civic education . IPS (social studies) dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan di Indonesia terus melakukan beberapa
tinjauan dan kritik terutama untuk perbaikan IPS sebagai program
pendidikan ilmu sosial di tingkat sekolah melalui seminar dan lokakarya
serta pertemuan ilmiah bidang IPS lainnya, terutama oleh kelompok
pakar HISPISI (Himpunan sarjana pendidikan ilmu sosial Indonesia)
dalam kongresnya di beberapa tempat di Indonesia.
Mempelajari Konsep dasar IPS berisi tentang konsep, hakikat, dan
karakteristik pendidikan IPS. Dengan mempelajari materi Konsep dasar
IPS ini, diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS yang
berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan masa yang akan datang
secara kritis dan kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan
pendekatan antar disiplin yang mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Adapun media yang digunakan adalah bahan ajar cetak dan
non cetak (web).
Sebagai guru/calon guru hendaknya menguasai materi IPS
sebagai program pendidikan. Untuk membantu menguasai materi
tersebut maka dalam Konsep Pendidikan IPS, disajikan pembahasan halhal pokok dan latihan sebagai berikut :
1. konsep pendidikan IPS
2. hakikat pendidikan IPS
3. karakteristik pendidikan IPS
B. Perbedaan Pendidikan IPS
Perbedaan Pendidikan Indonesia dengan Negara lain Negara yang sudah
mengembangkan keterampilan dalam pendidikan IPS
1.
Perbedaan pendidikan IPS Indonesia dengan Amerika Serikat
Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak
menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara
utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang
berlangsung tahun l861-1865 di mana pada saat itu Amerika Serikat
siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan,
karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi
satu bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat
tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras
untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa
satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh
adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah
di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan
penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dariThe
National Education Association memberikan rekomendasi tentang
perlunya social studiesdimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah
dasar dan sekolah menengah di Amerika Serikat. Adapun wujud social
studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran
sejarah, geografi dan civics.
Jadi Social studies yang dalam istilah Indonesianya disebut
Pendidikan IPS, dalam perjuangannya tentang eksistensi terdapat dalam
”The National Herbart Society papers of 1896-1897” yang menegaskan
bahwa Social Studies sebagai delimiting the social sciences for
pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan
pedagogik/ mendidik). Memperhatikan pentingnya social studies bagi
generasi muda, istilah IPS (social studies) ini kemudian mulai digunakan
oleh beberapa negara bagian di Inggris dan Amerika untuk
mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat
sekolah. Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar dalam dokumen
”Statement of the Chairman of Commitee on Social studies” yang
dikeluarkan olehcomittee on Social Studies (CSS) tahun 1913. Dalam
dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific
field to utilization of social sciences data as a force in the improvement
of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu
sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat
manusia).
Sebagai upaya melestarikan program pendidikan IPS dalam
kurikulum sekolah, maka beberapa kelompok pakar yang memiliki
kepedulian terhadap pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah
mengembangkan usahanya agar social studies bisa diaplikasikan untuk
program pendidikan di tingkat sekolah dengan membentuk organisasi
profesi social studies. Kemudian pada tahun 1921, berdirilah ”National
Council for the Social Studies” (NCSS), sebuah organisasi profesional
yang secara khusus membina dan mengembangkan social studies pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan
disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program
pendidikan syntectic.
Pada waktu berdirinya NCSS hanya bertugas sebagai organisasi
yang akan memaksimalkan hasil-hasil pendidikan bagi tujuan
kewarganegaraan yang sudah dicapai oleh CSS sebelumnya. Sehingga
baru setelah 14 tahun kemudian NCSS mengeluarkan karya berbasis
intelektual-keilmuan. Dalam perkembangannya banyak naskah dan
penelitian tentang social studies, yang mengharapkan perlunya
perhatian terhadap pendidikan anak tentang social studies, dengan
harapan dapat membantu anak didik menjadi warga negara yang baik.
Pada pertemuan pertama tahun 1935, lahirlah kesepakatan yang
dikeluarkan NCSS dengan menegaskan bahwa “Social sciences as the
core of the curriculum”(kurikulum IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial).
Pada perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya
NCSS, pengertian social studiesyang paling berpengaruh hingga akhir
abad 20 adalah definisi yang dikemukakan oleh Edgar Wesley pada
tahun 1937. Wesley menyatakan bahwa “the social studies are the
social sciences simplified for pedagogical purposes”. Definisi ini menjadi
lebih populer saat itu karena kemudian dijadikan definisi “resmi” social
studies oleh “the united states of education’s standard terminology for
curriculum and instruction” hingga NCSS mengeluarkan definisi resmi
yang membawa social studies sebagai kajian yang terintegrasi, dan
mencakup disiplin ilmu yang semakin luas.
Sehingga
pada
tahun
1993
NCSS
merumuskan social
studies sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and
humanities to promote civic competence. Within the school
program,social studies provides coordinated,systematic study drawing
upon such diciplines as antrophology, archaeology, economics,
geography, history, law, philosophy, political science, psychology,
religion, and sosiology, as well as appropriate content from the
humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of
social studies is to help young people develop the ability to make
informed and reasoned decisions for the public good as citiziens of a
culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Jerman
Sebenarnya banyak sekali perbedaan antara pendidikan di Jerman
dengan Indonesia. Dari sisi sistem saja, pendidikan itu sudah berbeda.
Di Jerman, jenjang pendidikan Pra Perguruan Tinggi itu hanya ada 2
macam, yaitu pendidikan dasar (Grundschule) dan pendidikan lanjutan
(Gymnasium, Realschule,
atau Berufschule).
Kalau
di
Indonesia,
pendidikan Pra Perguruan Tinggi ada 3 macam, yaitu SD-SMP-SMA. Dari
sisi waktu juga berbeda, di Indonesia memerlukan waktu 12 tahun
(normal) sebelum ke jenjang Perguruan Tinggi, sedangkan di Jerman
butuh waktu 13 tahun.
Yang ingin saya bahas bukan masalah “teknis” pendidikan seperti
di atas. Saya tertarik dengan tulisan I Made Wiryana dalam sebuah milis
tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan
di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan.
Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman.
Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan
daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan.
Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh
Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat
hadiah “the best xxxx dalam lomba sains”, orang menganggap hal itu
biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga
terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di
dunia.
Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga
pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus
kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat
pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini
berbeda dengan Indonesia. Orang Indonesia cenderung memiliki
kebiasaan “pintar kumpul dengan pintar” dan “kaya kumpul dengan
kaya”.
Melihat kondisi di atas, membuat saya tersenyum. Saya yakin
kualitas pendidikan Indonesia bisa meningkat drastis. Syarat utama
hanya 2 macam, pemeratan pendidikan dan penghargaan terhadap
prestasi pendidikan. Itu saja. Bila kedua syarat terpenuhi, saya yakin
semakin banyak anak-anak Indonesia yang berprestasi pada ajang
internasional dan semua anak-anak Indonesia bisa masuk ke bangku
sekolah.
2.
Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Inggris
Sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di
Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke dalam
kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar
pendidikan, khususnya pakar social studies. Hal ini disebabkan mereka
ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
4.
siswa: menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan
menjalankan hak-hak dan kewajibannya;
dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan
kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
para siswa tidak perlu harus menunggu kuliah atau belajar Ilmu-ilmu
Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat
bekal pelajaran social studies di sekolah dasar dan menengah.
Pertimbangan
lain
dimasukkannya social
studies ke
dalam
kurikulum sekolah adalah karena kebutuhan siswa sekolah, di mana
kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan program
pendidikan lanjut dan pengorganisasian materi social studies.
Agar materi pelajaran social studies lebih menarik dan lebih
mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahanbahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat.
Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman
sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan
lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para
siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu
Sosial.
Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Curriculum New Zealand
Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam IPS di New Zealand
menekankan pada penguasaan disiplin ilmu sosial (Sejarah, geografi,
ilmu
politik,
civics,
ekonomi)
juga
mengembangkan
delapan
ketrampilan penting (essensial skills) yang juga diajarkan pada semua
mata pelajaran dan pada semua jenjang pendidikan di New Zealand,
meliputi :
komunikasi
kemampuan dalam matematika
informasi
pemecahan masalah
manajemen diri dan kompetitif
sosial dan koperasi
phisik
pekerjaan dan studi
Kedelapan kemampuan esensial (essential skills) tersebut diramu
dalam proses belajar PIPS melalui inkuiri, penggalian nilai (values
exploration), dan pengambilan keputusan sosial (social decision
making).
Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Curriculum Canada
Dasar perubahan kurikulum dalan studi sosial (IPS) dan sejarah
Canada
merupakan
bagian
dari
satu
rangkaian
perubahan
kurikulumdalam studi sosial yang dikerjakan oleh saskatchewan
pendidikan. Proses
pengembangan
kurikulum
dimulai
dengan
penetapaan gugus tugas studi sosial (IPS) tahun 1981. Gugus tugas
terdiri dari orang-orang refresentatif dari berbagai sektor masyarakat
skatchewan. Mereka mensurvei pendapat umum dan atas dasar
penemuan nya dihasilkan suatu laporan yang menguraikan suatu filosofi
untuk pendidikan IPS. Di dalam kurikulum Canada dikembangkan core
curriculum yang merupakan kemampuan dasar yang menjadi landasan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
5.
pembentukan kurikulum sekolah di Kanada dari jenjang Kidergarten,
Elementery level, middle level sampai secondary level.
Terdapat dua komponen penting dalam core curicullum yaitu Required
Areas of Study danCommon Essential Learning. Pengembangan core
curicullum
menjadi Required
Areas
of
Studymenjadi
tujuh
yaitu : language Art, Mathematics, Science, Social studies, Health
education,
art
education
dan
physical
education. Pengembangan Common
essential
learning
(CELS) atau
kompetensi yag harus dikembangkan terus menerus dan oleh semua
mata pelajaran, yang meliputi enam kemampuan, yaitu komunikasi
(communication), kemampuan dalam matematika (numeracy), berpikir
kritis dan kreatif (critical and creative thinking), melek teknologi
(technology literacy), nilai dan keterampilan personal dan sosial
(personal and social values and skills), belajar mandiri (independent
learning).
Komunikasi
(communication),
difokuskan
pada
meningkatkan
pemahaman siswa terhadap bahasa yang digunakan di dalam setiap
bidang studi.
Kemampuan dalam matematika (numeracy), melibatkan dan membantu
siswa mengembangkan tingkatan kompetensi yang akan mendorong
mereka untuk menggunakan konsep matematika di dalam kehidupan
sehari-hari.
Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), dimaksudkan
untuk membantu para siswa mengembangkan kemampuan untuk
menciptakan dan dengan kritis mengevaluasi gagasan, proses,
pengalaman, dan object berhubungan dengan area masing-masing
bidang studi.
Melek teknologi (technology literacy), membantu siswa mengapresiasi
bahwa system teknologi merupakan integral dalam system social dan
tidak bisa dipisahkan dari budaya di dalamnya yang mereka bentuk.
Nilai dan keterampilan personal dan sosial (personal and social values
and skills berhadapan dengan pribadi, moral, sosial, dan aspek budaya
dari tiap sekolah dan mempunyai sasaran utama mengembangkan
warga negara yang penuh cinta kasih dan bertanggung jawab, yang
memahami dasar pemikiran (rasional) untuk pengakuan moral.
Belajar mandiri (independent learning), melibatkan siswa pada upaya
untuk menciptakan peluang/kesempatan dan pengalaman yang
diperlukan siswa untuk menjadi mampu (capable), percaya diri, motivasi
diri, dan pembelajar sepanjang hayat yang melihat belajar sebagai
kegiatan pemberdayaan potensi diri dan sosial paling berharga.
Dalam kurikulum Kanada, Social Studies merupakan salah satu
dari tujuh mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah mulai dari TK
sampai SMA (Required Areas of Study). Dimana dalam social studies ini
pun harus dikembangkan keamampuan siswa untuk berkomunikasi,
matematika, berpikir kritis dan kreatif, melek teknologi, nilai dan
keterampilan personal dan sosial, dan belajar mandiri sebagai Common
essential learning (CELS).
Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Curriculum Hongkong
Arti Pendidikan Kecakapan Hidup adalah pendidikan kemampuan,
kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk
menjaga kelangsungan hidup dan pengembangan dirinya. Kemampuan
mencakup daya pikir, daya kalbu, daya raga. Kesanggupan sangat
dipengaruhi oleh kepentingan yaitu sesuatu yang dianggap penting oleh
siapa dalam bentuk apa. Keterampilan adalah kecepatan, kecekatan,
dan ketepatan orang yang terampil mengerjakan sesuatu adalah orang
cepat, cekat, dan tepat dalam mengerjakan sesuatu.
Tujuan pendidikan Kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan
relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik nilai yang
bersifat preservatif maupun progresif. Tegasnya tujuan pendidikan
kecakapan hidup adalah mempersiapkan peserta didik agar memiliki
kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan untuk
menjaga dan mengembangkan dirinya. Lebih spesifiknya, pendidikan
kecakapan hidup dna kelangsungan hidup memberdayakan aset kualitas
batiniyah, sikap dan perbuatan lahiriyah peserta didik melalui
pengenalan nilai (logos), penghayatan nilai (etos), dan penerapan nilai
(patos) sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup
dan memberi bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara
benar mengenai kehidupan sehari-hari yang dapat memapukan peserta
didik untuk berfungsi menghadapi masa depan yang penuh persaingan
dan kolaborasi sekaligus; dan memfasilitasi peserta didik dalam
memecahkan permasalahan hidup yang dihadapi sehari-hari atau yang
akan dihadapi , misal menjaga kesehatan mental dan fisikm mencari
nafkah, dan memilih serta mengembangkan karir.
B.
Kurikulum IPS Berbasis Kompetensi
Secara teoritis atau konseptual, kurikulum berdasarkan
kompetensi masuk ke dalam kelompok yang dinamakan ”outcomesbased curriculum” (Olivia, 1997:521). Dalam bentuknya yang masih
awal, Olia (1997:512) mengemukakan bahwa perkembangan ide
kurikulum berbasis kompetensi ”outcomes-based” dapat ditelusuri
sejauh pertengahan abad ke XIX (sembilan belas) oleh seorang pendidik
terkenal Herbert Spencer. Perkembangan ide kurikulum berbasis
”outcomess” di Amerika Serikat dapat dikatakan pada awal abad ke-XX
yaitu tahun 1918 atau menurut Tuxworth (Burke, 1995:10) pada tahu
1920-an. Pemikiran itu kemudian diikuti oleh Ralph Tyler tahun 1950
yang mengembangkan proyek kurikulum yang bertahap nasional dan
menjadi terkenal dengan nama ”mastery learning and competency
based” oleh Benjamin Bloom.
Dalam perkembangan pemikiran tentang kompetensi, lebih
banyak digunakan untuk kurikulum vokasional dan profesional sebagai
jawaban atas tuntutan perkembangan dunia industri, yaitu kebutuhan
akan tenaga kerja yang mampu melakukan pekerjaan ketika yang
bersangkutan diterima di tempat kerja (Loon, 2001:2; Cinterfor, 2001:1;
Tuxworth, 1995:11). Sebenarnya tidak ada masalah dengan kurikulum
IPS yang berdasarkan kompetensi sepajang orientasi fislosofis
kurikulum IPS berubah dari esensialisme dan perenialisme ke
rekonstruksi sosial. Kurikulum IPS harus mampu mengembangkan
kompetensi
yang
dipelrukan
peserta
didik
untuk
hidup
di
masyarakatnya berdasarkan permasalahan sosial yang ada.
Kata kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus
dikuasai seorang peserta didik. Becker (1977) dan Gordon (1988)
mengemukakan
bahwa
kompetensi
meliputi
”pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, dan minat”. Dalam pengertian
yang lebih konseptual McAsham (1981) merumuskan kompetensi
sebagai berikut: ”Competency is knowledge, skills, and abilities that a
person can learn and develop, which become parts of his or her being ti
the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive,
affective, and psychomotor behavior”. Pengertian di atas sejalan
dengan pendapat Wolf (1995), Debling (1995, Kupper dan Palthe (wolf,
1995:40) mengatakan bahwa esensi dari pengertian “is the ability to
perform”. Debling (1995:80) mengatakan “competence pertains to the
ability to perform the activities within a function or an occupational area
to the level of performance expected in employment”. Kupper dan
Palthe (Wolf, 1995:40) mengatakan “competencies as the ability of a
student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find
solutions and to realize them in work situations.
Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi adalah
kurikulum yang pada tahap perecanaan (terutama dalam tahap
perkembangan ide) dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan
kemampuan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan yang
muncul di masyarakat. Oleh karena itu terdapat beberapa hal yang
harus
diperhatikan
dalam
pengembangan
kurikulum
berbasis
kompetensi, yaitu:
a. Pada waktu mengembangkan atau megadopsi pemikiran kurikulum
berbasis kompetensi maka pengembang kurikulkum harus mengenal
benar landasan filosofis, kekuatan dan kelemahan pendekatan
kompetensi dalam menjawab tantangan serta jangkauan validitas
pendekatan tersebut ke masa depan. Qullen (2001) mengatakan ”the
firs part of the process of integration is to understand the theoritical
and practical basis of a competency-based educational system”.
b. Kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia
kerja dan perubahan masyarakat. Perkembangan tuntutan dunia kerja
atau permasalahan yang berkembang di masyarakat menghendaki
adanya kompetensi baru yang harus dikuasai oleh peserta didik. Kupper
dan Palthe (Wolf, 1995:45) mengingatkan hal ini dengan mengatakan
bahwa dalam penentuan kompetensi suatu lembaga pendidikan
haruslah ”has regular contacts with industry and busiess regarding the
qualifications expected from our graduates”. Sedangkan Ferguson
(2000:1) menyuarakan kepentingan masyarakat dan tidak membatasi
diri pad dunia industri, ”when designing a course or a program using an
outcomes based curriculum framework, the educator/designer begins by
envisioning what students need to be able to do in their lives and what
part of that is the responsibility of the course or program”. Kurikulum
IPS yang berdasarkan kompetensi harus mengarah kepada what the
students need to be able to do di masyarakat. Kompetensi bersifat
dinamis dan berkembang terus sesuai dnegan perkembangan dalam
berbagai bidang kehidupan.
c.
Memperhatikan prinsip ”no one course is strictly responsible for any
one competency” dalam pengembangan program atau dokumen
kurikulum (Indiana University Medical Science Program). Artinya seperti
yang dikembangkan oleh Canada, maka ada essential learning
abilities atau kompetensi yag harus dikembangkan terus menerus dan
oleh banyak mata pelajaran.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum IPS harus bersifat
terus menerus (developmental) dan ini merupakan suatu prinsip penting
ketika menerjemahkan dokumen kurikulum menjadi suatu proses
pembelajaran.
C. Model Pengembangan IPS
IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia
untuk
membangun
dirinya,
masyarakatnya,
bangsanya,
dan
lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat
dimaknai untuk masa kini, dan diantisiapsi untuk masa yang akan
datang. Tujuan Pengembangan IPS adalah sebagai berikut :
a.
Mengembangkan
pengetahuan
kesosilogian,
kegeografian,
keekonomian, dan kesejarahan.
b.
Mengembngkan kemampuan berpikir, inquiri, pemecahana masalah,
dan keterampilan sosial
c.
Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
d.
Meningkatkan kemampuan berkomuniaksi dan bekerjasama dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Untuk
mencapai
tujuan
tersebut
dikembangkan
standar
kompetensi lintas kurikulum yang merupakan kecakapan untuk hidup
(lifeskills) dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus
dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Standar
kompetensi lintas kurikulum ini meliputi:
memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban,
saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang
dianutnya.
Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan
mengkomuniaksikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi
dengan orang lain.
Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik,
pola, struktur, dan hubungan.
Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang
diperlukan dari berbagai sumber.
Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan
teknologi, dna menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
untuk mengambil keputusan yang tepat.
Beraprtisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat
dan budaya global berdasarkan pemahaman kontkes budaya, geografis,
dan historis.
Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual, serta
menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi
menuju masyarakat beradab.
h. Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan mempertimbangkan potensi dan
peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
i. Menunjukkan motivasi belajar, percaya diri, bekerja amndiri, dna bekerja
sama dengan orang lain.
D. Standar Kompetensi Bahan kajian IPS
1) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem
sosial dan budaya serta menerapkannya untuk :
a. Mengembangkan sikap kritis dalam situasi sosial yang timbul sebagai
akibat perbedaan yang ada di masyarakat.
b. Menentukan sikap terhadap proses perkembangan dan perubahan sosial
c. Menghargai keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat
multikultur.
2) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang
manusia, tempat dan lingkungan serta menerapkannya untuk:
a. Menganalisis proses kejadian, interaksi dan saling ketergantungan
antara gejala alam dan kehidupan di muka bumi dalam dimensi ruang
dan waktu.
b. Terampil dalam memperoleh, mengolah, dan menyajikan informasi
geografis.
3) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang perilaku
ekonomi dan Kejahteraan serta menerapkannya untuk:
a. Berperilaku yang rasional dan manusiawi dalam memanfaatkan sumber
daya ekonomi.
b. Menumbuhkan jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan
c. Menganalisis sistem informasi keuangan lembaga-lembaga ekonomi.
d. Terampil dalam praktik usaha ekonomi sendiri.
4) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang waktu,
keberlanjutan, dan perubahan serta menerapkannya untuk:
a. Menganalisis keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan kejadian.
b. Merekonstruksi masa lalu, memaknai masa kini, dan memprediksi amsa
depan.
c. Menghargai berbagai erbedaan serta keragaman sosial, kulturan,
agama, etnis, dan politik dalam masyarakat dari pengalaman belajar
peristiwa sejarah.
Standar kompetensi tersebut dijabarkan ke dalam kompetensi
dasar. Untuk menjamin bahwa kompentensi dasar yang telah ditentukan
dapat dicapai maka perlu prinsip ketuntasan belajar (mastery
learning) dalam pembelajaran dan penilaian. Sebenarnya KBK itu sendiri
adalah kurikulum ideal yang tidak saja akan berhasil meningkatkan
kualitas pendidikan di negara kita, tetapi juga menuntut para praktisi
pendidikan khususnya para guru untuk mempersiapkan seluruh potensi
Guru itu sendiri. Tujuan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi
ini
adalah
untuk
menghasilkan
terjadinya
demokratisasi
pendidikan.Diharapkan hasil keluaran KBK dapat menciptakan lulusan
yang menghargai keberagaman (misalnya dalam perbedaan pendapat,
agama, ras maupun budaya). Pengkonstuksian dan penyusunan
pengetahuan berlangsung dan dilakukan dari, oleh dan untuk para
peserta
didik.
Dengan
demikian,
dalam
penyusunan
rencana
pembelajaran, seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas
dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) demokratis dan
terbuka.
Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah
pendekatan kontruktivisme, sains, teknologi dan pendekatan inkuiri
secara utuh. Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus
komprehensif. Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam
menafsirkan
dan
mengimplementasikan
KBK
yang
menjamin
tercapainya kompetensi-kompetensi lulusan. Dengan ketiga pola
pendekatan tersebut di atas, para peserta didik diberikan kesempatan
untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi
yang dimiliki. Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi ,
dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu
menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang
Maha Esa , rasa ingin tahu, toleransi, berfikir terbuka, percaya diri,
kasih sayang, peduli sesama, kebersamaan, kekeluargaan dan
persahabatan.
E.
1.
Perkembangan IPS di Indonesia
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan subdisiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam
nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science),
maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education
Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut
IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan
kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari
sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu
hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya
Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah
tersebut
meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial
(Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri
disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan
biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin
ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan
disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial
secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat
dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah
cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik
secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu
Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu
bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan
suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang
Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai
berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan
merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.
3. Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan
Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social
Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama
sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada
tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah
himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di
tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat
sama.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS),
mendifisikan IPS sebagai berikut: social studies is the integrated study
of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the
school program, socisl studies provides coordinated, systematic study
drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography,
history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and
sociology, as well as appropriate content from the humanities,
mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social
studies is to help young people develop the ability to make informed
and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally
diverse, democratic society in an interdependent world.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah
merupakan
suatu
pendekatan
interdsipliner
(Inter-disciplinary
Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari
berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya,
psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan
sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa
IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan
dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah,
sosiologi, antropologi, politik.
F. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Sosial
Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari
Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut Social Studies. Pertama
kali Social Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah adalah di
Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah
Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan
penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
Latar belakang dimasukkannya Social studies dalam kurikulum
sekolah di Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan
kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat
terdiri dari berbagai macam ras diantaranya ras Indian yang merupakan
penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro
yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunanperkebunan negara tersebut.
Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak
menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara
utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang
berlangsung tahun l861-1865 dimana pada saat itu Amerika Serikat siap
untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena
penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu
bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat
tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras
untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa
satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh
adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah
di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan
penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The
National Education Association memberikan rekomendasi tentang
perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah
dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social
studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran
sejarah, geografi dan civics.
Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi
sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke
dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para
pakar pendidikan. Hal ini disebabkan mereka ingin agar setelah
meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa: (1) menjadi
warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan hakhak dan kewajibannya; (2) dapat hidup bermasyarakat secara seimbang,
dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu
belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka
sudah mendapat bekal pelajaran IPS di sekolah dasar dan menengah.
Pengembangan Pendidikan IPS SD
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam
kurikulum sekolah adalah kemampuan siswa sangat menentukan dalam
pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar materi pelajaran IPS
lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan
menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan
masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi,
teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat
sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai
makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang
abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam
kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan
Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari
situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat
pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh
Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah
melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa
1.
2.
3.
4.
5.
Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan
menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima
masalah tersebut antara lain:
Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan
belajar.
Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan.
Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan
dana.
Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif
bagi kepentingan pembangunan nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum
kembali yangn dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial.
Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif
berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran
Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
Rasional Mempelajari IPS.
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah adalah agar siswa dapat:
Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang
telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih
bermakna.
Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara
rasional dan bertanggung jawab.
Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri
dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004,
merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai
SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat
materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.
Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebabagi suatu mata pelajaran
yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan,
antara lain:
Siapa diri saya?
Pada masyarakat apa saya berada?
Persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi
anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?
Apa artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia?
Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu
ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab oleh setiap siswa,
dan jawabannya te