LANDASAN ILMIAH DAN TEKNOLOGIS

LANDASAN ILMIAH DAN TEKNOLOGIS


Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) mempunyai kaitan yang
erat. IPTEK menjadi bagian utama dalam isi
pengajaran,
dengan
perkataan
lain
pendidikan ber-peran sangat penting dalam
pewarisan pengembangan IPTEK



Dari sisi lain setiap perkembangan IPTEK
harus segera diako-modasi oleh pendidikan
yakni dengan segera memasuk-kan hasil
pengembangan IPTEK ke dalam isi bahan
ajaran
Sumber dari :

entri.weebly.com/uploads/7/3/7/2/7372955/peng_pendk_8.ppt

Sebaliknya
pendidikan
sangat
dipengaruhi oleh sejumlah cabangcabang IPTEK, utamanya ilmu-ilmu
perilaku
(psikologi,
sosiologi,
antropologi)
Pengertian
tentang
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan (knowledge) adalah
segala sesuatu yang diperoleh melalui
berbagai cara penginderaan terhadap
fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan
wahyu.




Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi
ontologis, epistemologis dan aksiologis secara
konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu
atau ilmu pengetahuan (science; kata sifatnya
adalah ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya
disebut ilmuawan.



Pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu
(ilmu-ilmu sosial atau social sciences, dan ilmuilmu alam atau natural sciences), humaniora
(seni, filsafat, bahasa, dsb) serta wahyu
keagamaan atau sejenisnya



Dilihat dari segi tujuan pokok sering
dibedakan ilmu dasar (basic science) dan

ilmu terapan (applied science).



Ilmu dasar terutama digunakan demi
kemajuan ilmu itu sendiri, Ilmu Terapan
terutama
digunakan
untuk
mengatasi
masalah dan memajukan kesejahteraan
manusia.

Hasil
dari
ilmu
terapan
harus
dialihragamkan (ditranformasikan) menjadi
bahan, alat, atau prosedur kerja; kegiatan

ini disebut pengembangan (development).
Tindak
lanjut
dan
hasil
kegiatan
pengembangan disebut teknologi
Landasan Ontologis dari ilmu berkaitan
dengan objek yang ditelaah oleh ilmu
adalah : Apakah yang ingin diketahui oleh
ilmu, bagaimana ujud hakiki dari objek tsb,
dan bagaimana hubungannya dengan
daya tangkap manusia?

Ilmu membatasi objeknya pada


fakta atau kejadian yang bersifat empiris, yang dapat
ditangkap oleh alat indra, baik secara langsung
maupun dengan bantuan alat lain (mikroskop,

teleskop, dsb



Objek Ilmu selalu berkaitan dengan pengalaman
manusia yang dapat dikomunikasikan kepada orang
lain



Pengetahuan Ilmiah pada dasarnya merupakan
abstrak yang disederhanakan dari fakta atau
kejadian alam yang sangat kompleks.



Untuk itu ilmu mempunyai 3 asumsi tentang objek
empiris yakni :

(1) Objek-objek


tertentu mempunyai keserupaan satu
sama lain yang memungkinkan dilakukan klasifikasi
(2) Objek
dalam jangka waktu tertentu tidak
mengalami perubahan (kelestarian yang relatif)
(3) Adanya determinisme, bahwa suatu gejala bukan
merupakan kejadian yang kebetulan tetapi
mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap)

Landasan Epistemologi dari ilmu berkaitan
dengan segenap proses untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah yakni : Bagaimana
prosedurnya, apakah yang harus diperhatikan
agar diperoleh kebenaran, cara/teknik/ sarana
apa yang membantu untuk mendapatkannya?
Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh
melalui proses tertentu yang disebut metode
keilmu-an. Seperti IPTEK itu sendiri, metode
keilmuan itu juga meng-alami perkembangan

sebagai akumulasi pendapat manusia yang kini
dikenal sebagai Model Induktif-HipotetikoDeduktif



Landasan Aksiologis dari ilmu berkaitan
dengan manfaat atau kegunaan pengetahuan
Ilmiah itu, yaitu : Untuk apa pengeta-huan ilmiah
itu digunakan, bagaimana kaitannya dengan
nilai-nilai moral? Ilmu telah berjasa mengubah
wajah dunia dalam berbagai bidang serta
memajukan kesejahteraan manusia. Namun kita
juga menyaksikan bagaimana ilmu digunakan



untuk mengancam martabat dan kebudayaan
manusia. Oleh karena itu ilmu sering disebut
netral, ilmu bebas dari nilai baik atau buruk,
dan sangat tergantung dari nilai moral si

empunya ilmu (ilmuwan), manusia pemilik
ilmu yang harus menentukan apakah ilmunya
itu bermanfaat bagi manusia atau sebaliknya.

Ilmu atau ilmu pengetahuan dapat bermakna
kumpulan informasi, cara memperoleh
informasi serta manfaat dari informasi itu




Perkembangan IPTEK sebagai Landasan
Ilmiah
IPTEK merupakan salah satu hasil dari usaha
manusia untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik, yag telah dimulai pada permulaan
kehidupan manusia.




Bukti historis menunjukkan bahwa usaha mula
bidang keilmuan yang tercata adalah bangsa
Mesir Purba dimana banjir tahunan Sungai Nil
menyebabkan berkembangnya sistem almanak,
geometri, dan kegiatan survei



Pengembangan Ilmu yang menonjol berturutturut oleh bangsa Babylonia, Hindu, Yunani
kuno, Arab di zaman permulaan Islam dan
bangsa-bangsa di Eropa menyebar ke seluruh
penjuru dunia. Perkembangan ilmu tersebut
meliputi aspek ontologis, epistemologis, maupun
aksiologis, serta makin lama perkembangan itu
makin dipercepat.

Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK pada
umumnya ditempuh rangkaian kegiatan :
Penelitian
dasar,

penelitian
terapan,
pengembangan teknologi, dan penerapan
teknologi, serta biasanya diikuti pula dengan
evaluasi ethis-politis-religius. Langkah terakhir
diperlukan untuk menentukan apakah hasil IPTEK
dapat diterima masyarakat dan apakah dampaknya
tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur dari
masyarakat


Lembaga pendidikan utamanya pendidikan jalur
sekolah, haruslah mampu mengakomodasi dan
mengantisipasi perkembangan IPTEK

Bahan ajaran seyogyanya hasil perkembangan
IPTEK mutakhir, baik yang berkaitan dengan hasil
perolehan informasi, maupun
cara memperoleh informasi itu dan manfaatnya bagi
masyarakat



Relevansi bahan ajaran merupakan satu tuntutan
yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Peserta didik
seyogyanya sedini mungkin mengalami sosialisasi
ilmiah meskipun dalam bentuk yang masih
sederhana.



Pembentukkan ketrampilan dan sikap ilmiah sedini
mungkin tsb secara serentak akan meletakkan dasar
terbentuknya msayarakat yang sadar IPTEK dan
calon-calon pakar IPTEK kelak kemudian hari

AZAS-AZAS POKOK PENDIDIKAN


Azas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran
yangmenjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik
pada tahapperancangan maupun pelaksanaan
pendidikan



Khusus untuk pendidikan di Indonesia terdapat
sejumlah azas yang memberi arah dalam
merancang dan melaksanakan pendidikan. Azas
tersebut bersumber baik dari kecenderungan
umum pendidikan di dunia maupun yang
bersumber dari pemikiran dan pengalaman
sepanjang sejarah upaya pendidik-an di
Indonesia.

Ada tiga azas yang dipandang sangat
relevan dengan upaya pendidikan, baik
masa kini maupun masa depan, oleh
karena itu setiap tenaga kependidikan
harus memahami dengan tepat ketiga
azas tersebut agar dapat menerapkannya
dengan
se-mestinya
dalam
penyelenggaraan pendidikan sehari-hari
1.Azas Tut Wuri Handayani
Azas tsb kini menjadi semboyan
Depdikbud, pada awalnya merupakan
salah satu dari “Azas 1922” yakni tujuh
buah azas dari Perguruan Nasional
Taman Siswa (didirikan 3 Juli 1922).



Sebagai azas pertama Tut Wuri handayani
merupakan inti dari Sistem Among dari
perguruan itu. Azas atau semboyan tut wuri
handayani yang dikumandangkan oleh Ki
Hadjar Dewantara itu mendapat tanggapan
positip dari Drs. R.M.P. Sostrokartono (filsuf
dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua
semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing
Ngarso Sung Tulada dan Ing Madya
Mangun Karsa.









Kini ketiga semboyan tsb telah menyatu menjadi
satu kesatuan azas, yakni :
Ing ngarsa sung tulada (jika di depan, menjadi
contoh)
Ing madya mangun karsa (jika ditengah-tengah,
membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi dan
Tut wuri handayani (jika di belakang, mengikuti
dengan awas)
Latar belakang keberlakuan awal dari azas tut wuri
hadayani perlu dikemukakan ketujuh azas
Perguruan Tinggi taman Siswa

a. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk
mengatur dirinya sendiri dengan mengingat
tertibnya persatuan dalam perikehidupan
umum.
b. Bahwa
pengajaran
harus
memberi
pengetahuan yang berfaedah, yang dalam
arti lahir dan batin dapat memerdekakan
diri
c. Bahwa pengajaran harus berdasar pada
kebudayaan dan kebangsaan sendiri
d. Bahwa pengajaran harus tersebar luas
sampai dapat menjangkau kepada seluruh
rakyat

e.

Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang
sepenuh- penuhnya lahir maupun batin hendaklah
diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak
bantuan apapun
dari siapa pun yang mengikat,
baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.

f.

Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan
sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala
usaha yang dilakukan
Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya
keiklasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala
kepentingan
pribadi
demi
keselamatan
dan
kebahagiaan anak-anak.

Azas tut wuri handayani merupakan inti dari azas
pertama (butir a) yang menegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri (zelfveschikkingsrecht) dengan mengingat persatuan dalam
perikehidupan umum. Dari azas pertama jelas bahwa
tujuan yang hendak dicapai Taman Siswa adalah
kehidupan yang tertib dan damai (tata dan tentram,
orde on Vrede).


Dari azas ini lahir “Sistem Among” dimana guru
memperoleh sebutan “pamong”, yaitu sebagai
pemimpin
yang
berdiri
dibelakang
dengan
bersemboyan “tut wuri handayani” yaitu tetap
mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada
anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus
menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa.

2.




Azas Belajar Sepanjang Hayat
Azas belajar sepanjang hayat (life long
learning) merupakan sudut pandang dari sisi
lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long
education)
Pendidikan seumur hidup merupakan a consept
(P. Lengrand, 1970) yang new significance of
on old idea (Dave, 1973) tetapi universally
acceptable definition is difficult (Cropley, 1979).
Oleh karena itu UNESCO Institute for Education
(UIE Hamburg) menetapkan suatu definisi kerja
yakni pendidikan seumur hidup adalah
pendidikan yang :

(1)
(2)

(3)

(4)

(5)

Meliputi seluruh hidup setiap individu
Mengarah kepada pembentukkan, pembaharuan,
peningkatan,
dan
penyempurnaan
secara
sitematis pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya
Tujuan
akhirnya
adalah
mengembangkan
penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu
Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk
belajar mandiri.
Mengakui kontribusi dari semua pengaruh
pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang
formal, non formal dan informal

Dalam latar belakang pendidikan seumur
hidup, proses belajar-mengajar di
sekolah
seyogyanya
mengemban
sekurang-kurangnya dua misi yakni
membelajarkan peserta didik dengan
efisien dan kemampuan belajar mandiri
sebagai basis dari belajar sepanjang
hayat.


kurikulum, yang dapat mendukung
terwujudnya belajar sepanjang hayat
harus dirancang dan di implementasi
dengan memperhatikan dua dimensi :

Dimensi vertikal dari kurikulum
sekolah yang meliputi : disamping
keterkaitan dan kesinambungan antar
tingkatan persekolahan, harus pula
terkait dengan kehidupan peserta didik
di masa depan. Termasuk dlm dimensi
ini adalah :
Keterkaitan antara kurikulum dengan
masa depan peserta didik, termasuk
relevansi bahan ajaran dengan masa
depan dan pengintegrasian masalah
kehidupan nyata dalam kurikulum

1)

Kurikulum dan perubahan sosial-kebudayaan:
kurikulum seyo-gyanya memungkinkan antisipasi
terhadap perubahan sosial-kebudayaan itu karena
peserta didik justru akan hidup dalam sosialkebudayaan yang telah berubah setelah
menamatkan sekolahnya

2)

“The forcasting curriculum” yakni perancangan
kurikulum berdasarkan suatu prognosis, baik
tentang perilaku peserta didik pada saat
menamatkan sekolahnya, pada saat hidup ia
dalam sistem yang sedang berlaku, maupun pada
saat ia hidup dalam sistem yang telah berubah di
masa depan.

3)

Keterpaduan
bahan
ajaran
dan
pengorganisasian
pengetahuan,
terutama
dalam kaitannya dengan struktur pengeta-huan
yang sedang dipelajari dengan penguasaan
kerangka dasar untuk memperoleh keterpaduan
ide bidang studi itu

4)

Penyiapan untuk memikul tanggung jawab, baik
tentang dirinya sendiri maupun dalam bidang
sosial/pekerjaan, agar kelak dapat membangun
dirinya sendiri dan bersama-sama membangun
masyarakatnya.

5) Pengintegrasian
dengan
pengalaman yang telah dimiliki
peserta didik, yakni pengalaman di
keluarga untuk pendidikan dasar,
dan demikian seterusnya.
6)

Untuk mempertahankan motivasi
belajar secara permanen, peserta
didik
harus
dapat
melihat
kemanfaatan yang akan didapatnya
dengan tetap mengikuti pendidikan
itu, seperti kesempatan yang
terbuka
baginya,
mobilitas
pekerjaan,
pengembangan
kepribadiannya dsb.

2.

Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni
keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan pengalaman di luar sekolah.
Termasuk dalam dimensi horizontal antara lain :

1)

Kurikulum sekolah merefleksi kehidupan di luar
sekolah; kehidupan di luar sekolah menjadi objek
refleksi teoritis di dalam bahan ajaran di sekolah,
sehingga peserta didik lebih memahami persoalanpersoalan pokok yang terdapat di luar sekolah

2)

Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah;
kehidupan di luar sekolah dijadikan tempat kajian
empiris, sehingga kegiatan belajar mengajar terjadi
di dalam dan diluar sekolah

3)

Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam
kegiatan
belajar-mengajar,
baik
sebagai
narasumber dalam kegiatan belajar di sekolah
maupun dalam kegiatan belajar di luar sekolah.

3. Azas Kemandirian dalam Belajar

Kedua azas sebelumnya secara langsung erat
kaitannya dengan azas kemandirian dalam
belajar


Azas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak
dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri,
termasuk mandiri dalam belajar

Azas sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila dida-sarkan
pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam
belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang
hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru maupun orang
lain
Perwujudan azas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru
dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, di samping
peran-peran lain : informator, organisator, dsb. Sebagai fasilitator
guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar
sedemikian sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan
sumber-sumber tsb. Sebagai motivator, guru mengupayakan
timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar
itu.



Pengembangan
kemandirian
dalam
belajar
seyogyanya dimulai dalam kegiatan ekstrakurikuler,
yang dikembangkan dan diman-tapkan selanjutnya
dalam kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler



Latar perguruan tinggi; dimulai dalam kegiatan
tatap muka, dan dikembangkan dan dimantapkan
dalam kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri.
Kegiatan tatap muka atau intrakurikuler terutama
berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan
cara-cara pemanfaatan berbagai sumber belajar,
yang
akan
menjadi
dasar
pengembangan
kemandirian dalam belajar di dalam bentuk-bentuk
kegiatan terstruktur dan mandiri, atau kegiatan ko
dan ekstrakurikuler



Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar dan atau
kegiatan belajar-mengajar yang dapat memberi peluang
pengembangan kemandirian dalam belajar yaitu CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif) yang merupakan salah satu
pendekatan yang memberi peluang itu, karena siswa
dituntut mengambil prakarsa dan atau memikul tanggung
jawab tertentu dalam belajar-mengajar di sekolah,
umpamanya melalui lembaga kerja



Beberapa jnis kegiatan belajar mandiri akan sangat
bermanfaat dalam mengembangkan kemandirian dalam
belajar, seperti belajar melalui modul, paket belajar,
pengajaran berprogram, dsb



Keseluruhan upaya itu akan terlaksana
dengan semestinya apabila setiap lembaga
penidikan, utamanya sekolah didukung oleh
suatu pusat sumber belajar (PSB) yang
memadai. PSB memberi peluang tersedianya
berbagai jenis sumbe rbelajar, di samping
bahan pustaka di perpustakaan, rekaman
elektronik, ruang-ruang belajar (tutorial)
sebgai mitra kelas dsb.