DAMPAK FERTILITAS TINGGI TERHADAP LINGKU
DAMPAK FERTILITAS TINGGI TERHADAP LINGKUNGAN PERKOTAAN
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah PKLH
Oleh,
Ade Rizwan Fauzi
132170050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat AllahSWT, karena atas limpahan Rahmat,
Hidayah dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“DAMPAK FERTILITAS TINGGI TERHADAP LINGKUNGAN PERKOTAAN”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup.
Fertilitas Merupakan Tingkat Kelahiran hidup dari seorang wanita selama masa
reproduksinya. Masa reproduksi yang dimaksud adalah masa seorang wanita siap untuk
melahirkan keturunan. Fertilitas disebut juga kelahiran.
Penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih
memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal penulisan maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh sebeb itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.
Tasikmalaya, 13 Oktober 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan.................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fertilitas , Kota dan Lingkungan............................................ 1
B. Fakor Penyebab Fertilitas Tinggi............................................................. 7
C. Dampak Negatif Fertilitas Tinggi............................................................ 23
D. Solusi Mengatasi Pertumbuhan Fertilitas Tinggi..................................... 27
BAB III PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................................. 31
B. Saran......................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar: Kepadatan 2.1.......................................................................................... 23
Gambar: Polusi Udara 2.2....................................................................................... 24
Gambar: Penbangan Hutan Liar 2.3...................................................................... 24
Gambar: Air bersih Vs air Kotor 2.4...................................................................... 25
Gambar: Kekurangan Pangan 2.5.......................................................................... 26
Gambar: Pencemaran Sampah 2.6......................................................................... 26
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang
nyata dari seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan
potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas.
Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya.
Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas
mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan,
seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya.
Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila
waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still
live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi
dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini
disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang
tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa
masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang
kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua
persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak
1
2
mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika wanita tersebut pernah
melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran
mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat
melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena
kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya
melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Seseorang yang meninggal pada
hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko
kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak, tidak
berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Pengertian Fertilitas, Kota, dan Lingkungan
Fakor Penyebab Fertilitas Tinggi
Dampak Negatif Fertilitas Tinggi
Solusi Mengatasi Pertumbuhan Fertilitas Tinggi
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Untuk Mengetahui pengertian fertilitas, kota, dan lingkungan
2. Untuk Mengetahui fakor penyebab fertilitas tinggi
3. Untuk Mengetahui dampak negatif fertilitas tinggi
4. Untuk Mengetahui solusi mengatasi pertumbuhan fertilitas tinggi
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan bermanfaat bagi:
1. Penulis bisa memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan
2.
Lingkungan Hidup
Pembaca dapat memperoleh ilmu tentang Dampak Fertilitas tinggi terhadap
lingkungan perkotaan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fertiitas, Kota dan Lingkungan
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah
penduduk disamping migrasi masuk. Kelahiran bayi membawa konsekuensi
pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang bayi tersebut, termasuk pemenuhan gisi dan
kecukupan kalori, perawatan kesehatan. Pada gilirannya, bayi ini akan tumbuh
menjadi anak usia sekolah yang menuntut pendidikan, lalu masuk angkatan kerja dan
menuntut pekerjaan. Bayi perempuan akan tumbuh menjadi remaja perempuan dan
perempuan usia subur yang akan menikah dan melahirkan bayi.
Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat fertilitas masa
kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai dengan penurunan kematian
bayi akan menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam jumlah yang lebih
banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya disaat kematian bayi masih
tinggi. Lima belas tahun kemudian bayi-bayi ini akan membentuk kelompok
perempuan usia subur.
Indonesia saat ini memiliki angka fertilitas yang tergolong tinggi, yakni
mencapai 4,5 juta bayi per tahun. Kondisi seperti ini dianggap tidak menguntungkan
dari sisi pembangunan ekonomi. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas
penduduk masih rendah sehingga diposisikan sebagai beban pembangunan daripada
modal pembangunan.
Dalam perspektif yang lebih luas, persoalan fertilitas tidak hanya berhubungan
dengan jumlah anak sebab aspek yang terkait di dalamnya sangat kompleks dan
variatif misalnya menyangkut isu kesehatan reproduksi. Isu kesehatan reproduksi
1
2
menyangkut banyak hal seperti kehamilan tak dikehendaki, aborsi, jumlah anak,
proses melahirkan yang sehat dan kesehatan ibu dan bayi.
Pada umumnya kasus kehamilan yang tidak dikehendaki terjadi pada ibu yang
berstatus sosial ekonomi rendah. Ini akan menimbulkan masalah tersendiri yang
cukup rumit seperti proses kehamilan, proses persalinan ibu, ketercukupan gizi ibu
dan anak dan lain sebagainya. Sementara itu, kasus kehamilan yang tidak dikehendaki
tidak hanya terbatas terjadi pada perempuan dengan status menikah, tetapi juga
perempuan yang tidak menikah. Untuk kasus terakhir ini besar kemungkinan
menghasilkan kasus aborsi. Hal ini akan menambah persoalan aborsi yang pada
dasarnya sudah sangat serius di Indonesia.
Aborsi merupakan problem yang serius karena di satu pihak aborsi adalah
illegal, tetapi di pihak lain permintaan terhadap aborsi cenderung meningkat.
Akibatnya, banyak aborsi dilakukan secara illegal di tempat-tempat yang (mungkin)
mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan ibu dan anak. Bayi yang dilahirkan
dari kehamilan yang tidak dikehendaki akan mengalami masalah psikologis dalam
perkembangannya, dan hal itu tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga/orang
tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah.
Definisi "Lahir Hidup"
Konsep fertilitas hanya menghitung jumlah bayi yang lahir hidup. Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mendefinisikan kelahiran hidup
sebagai peristiwa kelahiran bayi, tanpa memperhitungkan lamanya berada dalam
kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan pada saat dilahirkan;
misalnya bernafas, ada denyut jantung, atau denyut tali pusat, atau gerakan-gerakan
otot. Dengan demikian, peristiwa bayi yang lahir dalam keadaan tidak
hidup/meninggal (still birth) tidak dimasukkan dalam perhitungan jumlah kelahiran.
3
Untuk bayi yang lahir hidup tetapi kemudian meninggal, beberapa saat setelah lahir
atau dikemudian hari, kelahiran hidup ini tetap dimasukkan dalam perhitungan jumlah
kelahiran. Tidak termasuk sebagai kelahiran hidup adalah peristiwa keguguran atau
bayi yang lahir dalam keadaan meninggal (lahir mati).
Kelahiran juga dapat diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seorang wanita atau kelompok wanita. Fertilitas merupakan taraf kelahiran penduduk
yang sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang terjadi. Pengertian ini
digunakan untuk menunjukkan pertambahan jumlah penduduk. Fertilitas disebut juga
dengan natalitas.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian fertilitas yang penting
untuk diketahui adalah:
1.
Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang wanita untuk
melahirkan anak.
2.
Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau wanita untuk
menghasilkan suatu kelahiran.
3.
Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen dari perubahan
penduduk.
4.
Lahir hidup (live birth) adalah anak yang dilahirkan hidup (menunjukkan
tanda-tanda kehidupan) pada saat dilahirkan, tanpa memperhatikan
lamanya di kandungan, walaupun akhirnya meninggal dunia.
5.
Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan
kurang dari 28 minggu.
6.
Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda
kehidupan. Tidak dihitung sebagai kelahiran.
4
Menurut Bintarto. Kota sebagai kesatuan jaringan kehidupan manusia yang
ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial
ekonomi yang heterogen serta coraknya materialistis. Masyarakat kota terdiri atas
penduduk asli daerah tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu
masyarakat yang heterogen, baik dalam hal mata pencaharian, agama, adat, dan
kebudayaan.
Menurut UU No. 22 th. 1999 Tentang Otonomi Daerah. Kota adalah kawasan
yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Menurut Kamus Tata Ruang. Kota adalah pemukiman yang berpenduduk
relatif besar, luas area terbatas, pada umumnya bersifat non-agraris, dan kepadatan
penduduk relatif tinggi.
Menurut Max Weber. Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah
adanya pasar sebagai benteng serta mempunyai sistem hukum tersendiri dan bersifat
kosmopolitan.
Menurut John Brickerhoff Jackson. Kota adalah suatu tempat tinggal manusia
yang merupakan manifestasi dari perencanaan dan perancangan yang dipenuhi oleh
berbagi unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka hijau.
Menurut Marx dan Engels. Kota sebagai perserikatan yang dibentuk guna
melindungi hak milik dan memperbanyak alat-alat produksi dan alat-alat yang
diperlukan agar masing-masing anggota dapat mepertahankan diri. Perbedaan kota
dan pedesaaan menurut mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan rohani
dengan materi. Individu-individu terbagi dalam kedua jenis tenaga kerja ini, yang
mengakibatkan mereka mengalami alienasi.
5
Menurut Ditjen Cipta Karya. Kota adalah merupakan permukiman yang
berpenduduk relative besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat nonagraris,
kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat sekelompok orang dalam jumlah tertentu
dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola
hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis.
Menurut Jorge E. Hardoy. Kota memiliki Ciri-ciri diantaranya:
Ukuran dan jumlah penduduknya yang besar terhadap masa dan tempat.
Bersifat permanen.
Kepadatan minimum terhadap masa dan tempat.
Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditujukan oleh jalur jalan dan
ruang-ruang perkotaan yang nyata.
Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.
Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, yaitu meliputi sebuah pasar, sebuah
pusat administratif atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat
keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan
yang sama.
Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis pada masyarakat.
Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di tepi
kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.
Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat.
Pusat penyebaran, memiliki suatu falsafah hidup perkotaan pada masa dan tempat
itu.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika
6
kalian berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak
ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis
tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya.
Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan
berbagai macam benda mati yang ada di sekitar. Seringkali lingkungan yang terdiri
dari sesama manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah
yang membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk
kepribadian seseorang.
Kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala
sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di
bumi. Adapunberdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Unsur Hayati (Biotik)Unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk
hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika
kalian berada di kebun sekolah, maka lingkunganhayatinya didominasi oleh
tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkunganhayati yang
dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
2. Unsur Sosial BudayaLingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia
yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku
sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan
berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap
anggota masyarakat.3. Unsur Fisik (Abiotik)
7
Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, pengaruh manusia terhadap
lingkungan sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari pola hidup manusia yang
memanfaatkan alam. Dalam hubungan manusia dengan alam tentu saja menimbulkan
dampak positif dan negatif sebagai akibat pengaruh dari interaksi manusia dengan
lingkungan.Kemampuan manusia yang semakin mahir dalam mengelola sumber daya,
tidak mustahil mengakibatkan terjadinya kerusakan alam. Apalagi pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat, mengakibatkan eksploitasi secara besar-besaran
terhadap alam tidak dapat dihindari.
B. Faktor Penyebab Fertilitas Tinggi
Pemerintah Indonesia telah berhasil melaksanakan program keluarga
berencana sejak tahun 1971, yang ditandai dengan penurunan tingkat fertilitas dari 5,6
anak pada tahun-tahun 1970-an menjadi 2,4 anak per wanita menjelang tahun 2000.
Sementara itu program kesehatan juga telah mampu meningkatkan derajat kesehatan
penduduk Indonesia yang ditandai dengan penurunan tingkat kematian bayi dan
peningkatan harapan hidup penduduk Indonesia. Kejadian ini menyebabkan
terjadinya transisi demografi dalam jangka waktu lama yang berdampak pada
perubahan struktur umur penduduk dan berkurangnya proporsi anak-anak dibawah
usia 15 tahun.
Sebelum program KB dilaksanakan, angka ketergantungan penduduk
Indonesia adalah 86 anak per 100 penduduk usia kerja. Artinya, pada tahun 1970-an
setiap 100 pekerja mempunyai 86 anak yang menjadi tanggungannya. Pada tahun
2000 angka ketergantungan menurun menjadi 55 per 100 penduduk usia kerja. Jadi
program KB selama ini telah mampu mengurangi beban penduduk usia kerja untuk
menanggung anak-anak.
8
Jumlah Kelahiran Setiap Tahun Masih Besar, Meskipun tingkat fertilitas sudah
menurun, kalau jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi
dimasa lalu serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun
2000 masih tetap banyak jumlahnya. Tiap tiap tahun jumlah kelahiran bayi di
Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi. Di kabupaten atau kota yang masih
mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau yang KB-nya kurang berhasil, jumlah bayi
yang lahir tiap tahunnya akan lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten atau kota
yang program KB-nya berhasil menurunkan tingkat fertilitas. Kabupaten atau kota
yang masih mempunyai jumlah kelahiran yang besar akan menghadapi konsekuensi
pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar atas kelahiran bayi-bayi ini, saat ini dan
seterusnya sampai bayi-bayi ini mendapatkan perkejaan dan menjadi Ibu yang
melahirkan generasi penerus.
Pengetahuan tentang fertilitas atau kelahiran dan KB serta indikatorindikatornya sangat berguna bagi para penentu kebijakan dan perencana program
untuk merencanakan pembangunan sosial terutama kesejahteraan Ibu dan anak.
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang
berupa faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi
diantaranya adalah struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas,
distrupsi perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat
berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.
1. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi.
Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis
tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi
salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain
9
demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake
(1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah mengembangkan berbagai
kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility: an analytic
framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis sosiologis
tentang fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
fertilitas melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11 variabel antara yang
mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses
reproduksi sebagai berikut:
Intermediate variables of fertility
a. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terjadinya
hubungan
kelamin
(intercouse variables):
Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:
1) Umur mulai hubungan kelamin
2) Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan
hubungan kelamin
3) Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan
kelamin:
i. Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
ii. Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal
dunia
Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
10
4) Abstinensi sukarela
5) Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
6) Frekuensi hubungan seksual
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception
variables):
7) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang tidak disengaja
8) Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:
i. Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia
ii. Menggunakan cara-cara lain
9) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)
c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation
variables)
10) Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak
disengaja
11) Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua
masyarakat.Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positif dan
negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak
dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai positif terhadap fertilitas.
Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan demikian
ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel
bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada
neraca netto dari nilai semua variabel.
11
2.
Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap
fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu
masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma
yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel antara itu
sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya keluarga dan variabel antara di
pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake
menjadi variabel antara yang menghubungkan antara “norma-norma fertilitas” yang
sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia
mengemukakan bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan diterima oleh masyarakat
dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial
dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara umum Freedman mengatakan bahwa:
“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu
masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan membawa
konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung menciptakan suatu cara
penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan
serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam suatu situasi tertentu, menjadi
sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat mengindoktrinasikan kepada para
anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma tersebut baik melalui ganjaran
(rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah
anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan masalah yang
sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu
penyimpangan sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif
untuk mengatasi masalah ini”
12
Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing serangkaian tingkah laku
tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori
sosiologi tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul “Theories of fertility
decline: a reappraisal” (1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus
menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabelvariabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana
dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi
fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf serta berkembangnya
jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan
syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim
dari suatu teori sosiologi tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia
berpendapat bahwa “masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah
normatif”; jika kaum miskin mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal
ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pronatalis daripada kaum kaya.
3. Teori Ekonomi tentang Fertilitas
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori
‘transisi demografis’ yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan
diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu
proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan,
senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri yang
13
tidak menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai
banyak anak berarti memikul beban ekonomis dan menghambat peningkatan
kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal pertengahan abad ini, sudah
diterima secara umum bahwa hal inilah yang menyebabkan penurunan fertilitas di
Eropa Barat dan Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak
dasar dari apa yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Menurut
Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
“untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang
menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya
juga tergantung pada berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive).
Tekanan yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang
dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-perhitungan kasar mengenai
jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan perhitungan perhitungan yang
demikian ini tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan (utility)
yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik berupa uang maupun psikis.
Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai
suatu ‘barang konsumsi’ misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b)
kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam
beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan
menambah pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai
sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya”.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya
(utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan, dapat
memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta
merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan
14
pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut.
Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan
biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan
dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak
sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah
kesempatan yang hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang
ibu tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan
selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai
tanggungan keluarga besar (Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang
tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti
biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh
Gary S. Becker dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu “An Economic Analysis
of Fertility”.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai
barang konsumsi (a consumption good, consumer’s durable) yang memberikan suatu
kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan
sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi
oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan
(income) dapat meningkatkan permintaan terhadap anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya buku
A Treatise on the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas
tersebut kemudian membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga
(household economics). Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan oleh Becker
kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove,
15
Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul Economic growth
and population: Perspective of the new home economics6 Nerlove mengemukakan:
“Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi
kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik
melainkan berbagai kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi
produksi rumah tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan
sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah tangga menjadi komoditi pasar;
dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari
harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota rumah tangga untuk
melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar. Waktu yang tersedia
dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini tentunya termasuk juga
sumberdaya manusia (human capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya
manusia dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku generasigenerasi yang akan datang maupun untuk kepentingan tingkah laku sendiri”
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak
berkurang bila pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga pelayanan
anak berkaitan dengan pelayanan komoditi lainnya meningkat jika pendapatan
meningkat?
New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih
menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit
sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat
maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat
anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai
hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan
16
fungsi utility ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan
tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam
ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam
menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam
menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung maupun tidak
langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis tentang
konsep demand for children and supply of children. Konsep demand for children dan
supply of children dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic determinan
factors dari fertilitas. Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai
jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin
anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey tentang
“jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau diinginkan”. Pertanyaannya, apakah
konsep demand for children berlaku di negara berkembang. Apakah pasangan di
negara berkembang dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan? Menurut
Bulato, jika pasangan tidak dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan
secara tegas maka digunakan konsep latent demand dimana jumlah anak yang
dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children
dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand for
children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan
keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor
tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara lebih detail. Termasuk didalamnya
dibahas apakah anak bagi keluarga di negara berkembang merupakan “net supplier “
17
atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai banyaknya anak yang bertahan
hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada suatu batas tertentu.
Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup.
Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima
hal utama, yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A.
Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh
karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, tempat tinggal,
jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan
sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Easterlin juga
mengemukakan perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping dua
determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai
pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung
pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap
hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis,
dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan
meningkat maka terjadilah perubahan “suplai” anak karena perbaikan gizi, kesehatan
dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan
18
oleh perubahan pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu saat tertentu, kemampuan
suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.
Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara berpendapatan rendah
permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat
pengekangan biologis terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan
“berlebihan” (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang
benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak lain,
pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan
kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over
supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C. Caldwell juga melakukan
analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi sosiologis.
Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam masyarakat
pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi bersifat rasional
dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan
dalam arti luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan psikologis.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus
kekayaan netto (net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam pada
regim demografis pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa “sifat
hubungan ekonomi dalam keluarga” menentukan kestabilan atau ketidak-stabilan
penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan pada dikenakannya tingkah laku
fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh suatu kelompok keluarga yang
lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh “norma-norma” yang sudah
diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat
tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok
atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat
19
individu. Selain teori yang disajikan dalam tulisan ini masih banyak teori lain yang
membahas fertilitas. Namun karena keterbatasan tempat tidak semua teori fertilitas
dapat disajikan dalam tulisan ini.
Faktor lainnya yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas penduduk
menurut faktor demografi dan non demografi:
a. Faktor Demografi, antara lain :
-
Struktur umur
-
Struktur perkawinan
-
Umur kawin pertama
-
Paritas
-
Disrupsi perkawinan
-
Proporsi yang kawin
b. Faktor Non Demografi, antara lain :
-
Keadaan ekonomi penduduk
-
Tingkat pendidikan
-
Perbaikan status perempuan
-
Urbanisasi dan industrialisasi
Faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain:
Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin
keluarga akan malu.
Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu
orang tua.
Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki.
Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua.
20
Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga
bila belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.
Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk
menjadi besar.
Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain:
Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan
jumlah anak.
Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia
16 tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun.
Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu
tunjangan anak diberikan hanya sampai anak ke – 2.
Penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh
pekerjaan.
Faktor – faktor penunjang tingginya angka natalitas dalam suatu negara
antara lain :
Kepercayaan dan agama
Faktor kepercayaan mempengaruhi orang dalam penerimaan KB. Ada
agama
atau
kepercayaan
tertentu
yang
tidak
membolehkan
penganutnya mengikuti KB. Dengan sedikitnya peserta KB berarti
kelahiran lebih banyak dibanding bila peserta KB banyak
Tingkat pendidikan
21
Semakin tinggi orang sekolah berarti terjadi penundaan pernikahan
yang berarti pula penundaan kelahiran. Selain itu pendidikan
mengakibatkan orang merencanakan jumlah anak secara rasional.
Kondisi perekonomian
Penduduk yang perekonomiannya baik tidak memikirkan perencanaan
jumlah anak karena merasa mampu mencukupi kebutuhannya. Jika
suatu negara berlaku seperti itu maka penduduknya menjadi banyak.
Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah mempengaruhi apakah ada pembatasan
kelahiran atau penambahan jumlah kelahiran. Selain itu kondisi
pemerintah yang tidak stabil misalnya kondisi perang akan
mengurangi angka kelahiran
Adat istiadat di masyarakat
Kebiasaan dan cara pandang masyarakat mempengaruhi jumlah
penduduk. Misalnya nilai anak, ada yang menginginkan anak
sebanyak-banyaknya, ada yang menilai anak laki-laki lebih tinggi
dibanding perempuan atau sebaliknya, sehingga mengejar untuk
mendapatkan anak laki-laki atau sebaliknya.
Kematian dan kesehatan
Kematian dan kesehatan berkaitan dengan jumlah kelahiran bayi.
Kesehatan yang baik memungkinkan bayi lebih banyak yang hidup
dan kematian bayi yang rendah akan menambah pula jumlah
kelahiran.
Struktur Penduduk
22
Penduduk yang sebagian besar terdiri dari usia subur, jumlah
kelahiran lebih tinggi dibandingkan yang mayoritas usia non
produktif (misalnya lebih banyak anak-anak dan orang-orang tua
usia).
Untuk menentukan jumlah kelahiran dalam satu wilayah digunakan angka
kelahiran (Fertilitas). Angka kelahiran yaitu angka yang menunjukkan rata-rata jumlah
bayi yang lahir setiap 1000 penduduk dalam waktu satu tahun.
Pengukuran Fertilitas tidak sesederhana dalam pengukuran mortalitas, hal ini
disebabkan adanya alasan sebagai berikut :
Sulit memperoleh angka statistik lahir hidup karena banyak bayi – bayi
yang meninggal beberapa saat setelah kelahiran, tidak dicatatkan dalam
peristiwa kelahiran atau kematian dan sering dicatatkan sebagai lahir
mati.
Wanita mempunyai kemungkinan melahiran dari seorang anak ( tetapi
meninggal hanya sekali )
Makin tua umur wanita tidaklah berarti, bahwa kemungkinan
mempunyai anak makin menurun.
Di dalam pengukuran fertilitas akan melibatkan satu orang saja. Tidak
semua wanita mempunyai kemungkinan untuk melakukan.
Ada dua istilah asing yang kedua – duanya diterjemahkan sebagai kesuburan,
yaitu :
Facundity ( kesuburan )
Facudity adalah lebih diartikan sebagai kemampuan biologis wanita
untuk mempunyai anak.
Fertility ( fertilitas )
23
Fertility adalah jumlah kelahiran hidup dari seorang wanita atau
sekelompok wanita.
C. Dampak Negatif Fertilitas Tinggi
1.
Berkurangnya Ketersediaan Lahan
Peningkatan populasi manusia atau meningkatnya jumlah penduduk
menyebabkan tingkat kepadatan semakin tinggi .Pada sisi lain ,luas tanah atau
lahan tidak bertambah.Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan tanah pertanian
semakin berkurang karena digunakan untuk pemukiman penduduk.
Gambar: Kepadatan 2.1
2.
Kebutuhan Udara Bersih
Setiap makluk hidup membutuhkan oksigen untuk pernapasan .Demikian
pula manusia sebagai makluk hidup juga membutuhkan oksigen untuk
kehidupanya.Manusia memperoleh oksigen yang dibutuhkan melalui udara bersih
.Udara bersih berati udara yang tidak tercemar,sehingga huyakitas udara terjaga
dengan baik.Dengan udara yang bersih akan diperoleh pernapasan yang sehat.
24
Gambar: Polusi Udara 2.2
3.
Kerusakan Lingkungan
Setiap tahun, hutan dibuka untuk kepentingan hidup manusia seperi untuk
dijadikan lahan pertanian atau pemukiman .Para ahli lingkungan memperkirakan
lebih dari 70% hutan di dunia yang alami telah ditebang atau rusak parah
.Menigkatnya jumlah
penduduk akan diiringi pula dengan meningkatnya
penggunaan sumber alam hayati. Adanya pembukaan hutan secara liar
dijadikan
tanah pertaniaan atau untuk mencari
hasil hutan sebagai
pencaharian penduduk akan merusak ekosistem hutan.
Gambar: Penbangan Hutan Liar 2.3
untuk
mata
25
4.
Kebutuhan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup .Akan tetapi,air yang
dibutuhkan manusia sebagai mkhluk hidup adalah air bersih. Air bersih
digunakan untuk kebutuhan penduduk atau rumah tangga sehari-hari.
merupakan air yang memenuhi syarat kualitas
Bersih
yang meliputi syarat fisika
,kimia ,dan biologi. Syarat kimia yaitu air yang tidak mengandung zat-zat kimia
yang membahayakan kesehatan manusia. Syarat fisika yaitu air tetap jernih
(tidak brubah warna), tidak ada rasa, dan tidak berbau. Syarat biologi yaitu air
tidak mengandung mikrooganisme atau kuman-kuman penyakit.
Gambar: Air bersih Vs air Kotor 2.4
5.
Kekurangan Makanan
Manusia sebagai mahkluk hidup
membutuhan makanan. Dengan
bertambahnya jumlah populasi manusia atau penduduk, maka jumlah kebutuhan
makanan yang diperlukan juga semakin banyak. Bila hal ini tidak diimbangi
dengan peningkatan
produksi
pangan, maka dapat terjadi kekurangan
makanan .Akan tetapi,biasanya laju pertambahan penduduk lebih cepat daripada
kenaikan produksi pangan makanan. Ketidakseimbangan antara bertambahnya
penduduk
dengan bertambahnya
produksi pangan sangat mempengaruhi
kualitas hidup manusia. Akibatnya, penduduk dapat kekurangan gizi atau pangan.
Kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh seseorang terhadap
penyakit rendah, sehingga mudah terjangkit penyakit.
suatu
26
Gambar: Kekurangan Pangan 2.5
6.
Pencemaran air dan sampah
Disebabkan oleh limbah rumah tangga dan limbah industri. Yang dibuang
sembarangan sehingga menimbulkan penumpulan sampah pada daerah seperti
sungai laut, solokan sampai tempat wisata sehingga daerah yang terkena sampah
menjadi sanat tercemar. Akibat pertambahnya penduudkpun sampah menjadi
semakin banyak di buang sehingga makin banyak manusia semakin banyk
sampah yang ada maka setiap orang seharusnya mengurangi sampah.
Gambar: Pencemaran Sampah 2.6
Dampak Negatif Pertumbuhan fertilitas lainnya adalah :
Lahan tempat tinggal dan bercocok tanam berkurang
27
semakin banyaknya polusi dan limbah yang berasal dari rumah tangga,
pabrik, perusahaan, industri, peternakan, dll
Angka pengangguran meningkat
Angka kesehatan masyarakat menurun
Angka kemiskinan meningkat
Pembangunan daerah semakin dituntut banyak
Ketersediaan pangan sulit
Pemerintah harus membuat kebijakan yang rumit
Angka kecukupan gizi memburuk
Muncul wanah penyakit baru
D. Solusi Mengatasi Pertumbuhan Fertilitas Tinggi
Menurut Thomas Robert Malthus pertambahan jumlah penduduk adalah seperti
deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, ...), sedangkan pertambahan jumlah produksi makanan
adalah bagaikan deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, ...). Hal ini tentu saja akan sangat
mengkhawatirkan di masa depan di mana kita akan kerurangan stok bahan makanan.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan fertilitas :
1. Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah
anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi
jumlah angka kelahiran.
2. Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang
tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk :
1. Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
28
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya
kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan
meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang
kependudukan.
2. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang
tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut
mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan
penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak
sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4. Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak
diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan
swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya.
Solusi lainnya untuk mengatasi masalah pertumbuhan fertilitas antara lain :
Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya fertilitas karena
akan mempengaruhi pola pikir dan orientasi karir seseorang. Orang yang
memiliki status pendidikan yang tinggi pada umumnya akan menunda
pernikahannya karena lebih berorientasi pada pendidikannya dan pekerjaan
yang layak. Selain itu pendidikan juga berpengaruh terhadap pengetahuan
mengenai usia yang tepat untuk merencanakan kehamilan serta mengenai
pentingnya ber-KB. Sebaliknya jika seseorang kurang memiliki tingkat
29
pendidikan tinggi, besar kemungkinan ia akan cenderung untuk memilih
menikah di usia dini. Hal ini akan memperbesar peluang banyaknya bayi
yang lahir dalam satu keluarga serta menjadi alasan mengapa jumlah remaja
yang melahirkan kian banyak.
Ekonomi
Jika
ekonomi
setip
masyarakat
tercukupi
pasti
permasalahan
pendidikan pun terselsaikan namun jika perekonomian kurang makan
menjadi penyebab timbulnya berbagai masalah mengingat Indonesia masih
tergolong negara berkembang dan tingkat perekonomian masyarakat yang
masih buruk. Ekonomi mempengaruhi fertilitas karena apabila seseorang
memiliki tingkat perekonomian buruk, segala aspek kebutuhannya seperti
kebutuhan pokok dan pendidikan akan cenderung kurang mendapat
perhatian. Dengan kurangnya pendidikan, seseorang akan cenderung
menikah muda seperti faktor pendidikan di atas. Selain itu, ekonomi akan
mempengaruhi pola pikir remaja yang memiliki kecenderungan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang menjadi peluang semakin
besarnya minat maupun paksaan remaja untuk menikah dini.
Lingkungan
Jika Lingkungan sekitar sangat baik dan adanya norma asusila serta
norma-agama yang kuat tentu seseorang remaja
akan jauh dari hal-hal
negatif namun banyaknya jumlah remaj
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah PKLH
Oleh,
Ade Rizwan Fauzi
132170050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat AllahSWT, karena atas limpahan Rahmat,
Hidayah dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“DAMPAK FERTILITAS TINGGI TERHADAP LINGKUNGAN PERKOTAAN”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup.
Fertilitas Merupakan Tingkat Kelahiran hidup dari seorang wanita selama masa
reproduksinya. Masa reproduksi yang dimaksud adalah masa seorang wanita siap untuk
melahirkan keturunan. Fertilitas disebut juga kelahiran.
Penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih
memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal penulisan maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh sebeb itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.
Tasikmalaya, 13 Oktober 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan.................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fertilitas , Kota dan Lingkungan............................................ 1
B. Fakor Penyebab Fertilitas Tinggi............................................................. 7
C. Dampak Negatif Fertilitas Tinggi............................................................ 23
D. Solusi Mengatasi Pertumbuhan Fertilitas Tinggi..................................... 27
BAB III PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................................. 31
B. Saran......................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar: Kepadatan 2.1.......................................................................................... 23
Gambar: Polusi Udara 2.2....................................................................................... 24
Gambar: Penbangan Hutan Liar 2.3...................................................................... 24
Gambar: Air bersih Vs air Kotor 2.4...................................................................... 25
Gambar: Kekurangan Pangan 2.5.......................................................................... 26
Gambar: Pencemaran Sampah 2.6......................................................................... 26
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang
nyata dari seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan
potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas.
Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya.
Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas
mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan,
seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya.
Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila
waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still
live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi
dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini
disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang
tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa
masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang
kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua
persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak
1
2
mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika wanita tersebut pernah
melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran
mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat
melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena
kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya
melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Seseorang yang meninggal pada
hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko
kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak, tidak
berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Pengertian Fertilitas, Kota, dan Lingkungan
Fakor Penyebab Fertilitas Tinggi
Dampak Negatif Fertilitas Tinggi
Solusi Mengatasi Pertumbuhan Fertilitas Tinggi
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Untuk Mengetahui pengertian fertilitas, kota, dan lingkungan
2. Untuk Mengetahui fakor penyebab fertilitas tinggi
3. Untuk Mengetahui dampak negatif fertilitas tinggi
4. Untuk Mengetahui solusi mengatasi pertumbuhan fertilitas tinggi
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan bermanfaat bagi:
1. Penulis bisa memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan
2.
Lingkungan Hidup
Pembaca dapat memperoleh ilmu tentang Dampak Fertilitas tinggi terhadap
lingkungan perkotaan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fertiitas, Kota dan Lingkungan
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah
penduduk disamping migrasi masuk. Kelahiran bayi membawa konsekuensi
pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang bayi tersebut, termasuk pemenuhan gisi dan
kecukupan kalori, perawatan kesehatan. Pada gilirannya, bayi ini akan tumbuh
menjadi anak usia sekolah yang menuntut pendidikan, lalu masuk angkatan kerja dan
menuntut pekerjaan. Bayi perempuan akan tumbuh menjadi remaja perempuan dan
perempuan usia subur yang akan menikah dan melahirkan bayi.
Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat fertilitas masa
kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai dengan penurunan kematian
bayi akan menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam jumlah yang lebih
banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya disaat kematian bayi masih
tinggi. Lima belas tahun kemudian bayi-bayi ini akan membentuk kelompok
perempuan usia subur.
Indonesia saat ini memiliki angka fertilitas yang tergolong tinggi, yakni
mencapai 4,5 juta bayi per tahun. Kondisi seperti ini dianggap tidak menguntungkan
dari sisi pembangunan ekonomi. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas
penduduk masih rendah sehingga diposisikan sebagai beban pembangunan daripada
modal pembangunan.
Dalam perspektif yang lebih luas, persoalan fertilitas tidak hanya berhubungan
dengan jumlah anak sebab aspek yang terkait di dalamnya sangat kompleks dan
variatif misalnya menyangkut isu kesehatan reproduksi. Isu kesehatan reproduksi
1
2
menyangkut banyak hal seperti kehamilan tak dikehendaki, aborsi, jumlah anak,
proses melahirkan yang sehat dan kesehatan ibu dan bayi.
Pada umumnya kasus kehamilan yang tidak dikehendaki terjadi pada ibu yang
berstatus sosial ekonomi rendah. Ini akan menimbulkan masalah tersendiri yang
cukup rumit seperti proses kehamilan, proses persalinan ibu, ketercukupan gizi ibu
dan anak dan lain sebagainya. Sementara itu, kasus kehamilan yang tidak dikehendaki
tidak hanya terbatas terjadi pada perempuan dengan status menikah, tetapi juga
perempuan yang tidak menikah. Untuk kasus terakhir ini besar kemungkinan
menghasilkan kasus aborsi. Hal ini akan menambah persoalan aborsi yang pada
dasarnya sudah sangat serius di Indonesia.
Aborsi merupakan problem yang serius karena di satu pihak aborsi adalah
illegal, tetapi di pihak lain permintaan terhadap aborsi cenderung meningkat.
Akibatnya, banyak aborsi dilakukan secara illegal di tempat-tempat yang (mungkin)
mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan ibu dan anak. Bayi yang dilahirkan
dari kehamilan yang tidak dikehendaki akan mengalami masalah psikologis dalam
perkembangannya, dan hal itu tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga/orang
tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah.
Definisi "Lahir Hidup"
Konsep fertilitas hanya menghitung jumlah bayi yang lahir hidup. Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mendefinisikan kelahiran hidup
sebagai peristiwa kelahiran bayi, tanpa memperhitungkan lamanya berada dalam
kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan pada saat dilahirkan;
misalnya bernafas, ada denyut jantung, atau denyut tali pusat, atau gerakan-gerakan
otot. Dengan demikian, peristiwa bayi yang lahir dalam keadaan tidak
hidup/meninggal (still birth) tidak dimasukkan dalam perhitungan jumlah kelahiran.
3
Untuk bayi yang lahir hidup tetapi kemudian meninggal, beberapa saat setelah lahir
atau dikemudian hari, kelahiran hidup ini tetap dimasukkan dalam perhitungan jumlah
kelahiran. Tidak termasuk sebagai kelahiran hidup adalah peristiwa keguguran atau
bayi yang lahir dalam keadaan meninggal (lahir mati).
Kelahiran juga dapat diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seorang wanita atau kelompok wanita. Fertilitas merupakan taraf kelahiran penduduk
yang sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang terjadi. Pengertian ini
digunakan untuk menunjukkan pertambahan jumlah penduduk. Fertilitas disebut juga
dengan natalitas.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian fertilitas yang penting
untuk diketahui adalah:
1.
Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang wanita untuk
melahirkan anak.
2.
Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau wanita untuk
menghasilkan suatu kelahiran.
3.
Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen dari perubahan
penduduk.
4.
Lahir hidup (live birth) adalah anak yang dilahirkan hidup (menunjukkan
tanda-tanda kehidupan) pada saat dilahirkan, tanpa memperhatikan
lamanya di kandungan, walaupun akhirnya meninggal dunia.
5.
Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan
kurang dari 28 minggu.
6.
Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda
kehidupan. Tidak dihitung sebagai kelahiran.
4
Menurut Bintarto. Kota sebagai kesatuan jaringan kehidupan manusia yang
ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial
ekonomi yang heterogen serta coraknya materialistis. Masyarakat kota terdiri atas
penduduk asli daerah tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu
masyarakat yang heterogen, baik dalam hal mata pencaharian, agama, adat, dan
kebudayaan.
Menurut UU No. 22 th. 1999 Tentang Otonomi Daerah. Kota adalah kawasan
yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Menurut Kamus Tata Ruang. Kota adalah pemukiman yang berpenduduk
relatif besar, luas area terbatas, pada umumnya bersifat non-agraris, dan kepadatan
penduduk relatif tinggi.
Menurut Max Weber. Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah
adanya pasar sebagai benteng serta mempunyai sistem hukum tersendiri dan bersifat
kosmopolitan.
Menurut John Brickerhoff Jackson. Kota adalah suatu tempat tinggal manusia
yang merupakan manifestasi dari perencanaan dan perancangan yang dipenuhi oleh
berbagi unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka hijau.
Menurut Marx dan Engels. Kota sebagai perserikatan yang dibentuk guna
melindungi hak milik dan memperbanyak alat-alat produksi dan alat-alat yang
diperlukan agar masing-masing anggota dapat mepertahankan diri. Perbedaan kota
dan pedesaaan menurut mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan rohani
dengan materi. Individu-individu terbagi dalam kedua jenis tenaga kerja ini, yang
mengakibatkan mereka mengalami alienasi.
5
Menurut Ditjen Cipta Karya. Kota adalah merupakan permukiman yang
berpenduduk relative besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat nonagraris,
kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat sekelompok orang dalam jumlah tertentu
dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola
hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis.
Menurut Jorge E. Hardoy. Kota memiliki Ciri-ciri diantaranya:
Ukuran dan jumlah penduduknya yang besar terhadap masa dan tempat.
Bersifat permanen.
Kepadatan minimum terhadap masa dan tempat.
Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditujukan oleh jalur jalan dan
ruang-ruang perkotaan yang nyata.
Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.
Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, yaitu meliputi sebuah pasar, sebuah
pusat administratif atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat
keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan
yang sama.
Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis pada masyarakat.
Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di tepi
kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.
Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat.
Pusat penyebaran, memiliki suatu falsafah hidup perkotaan pada masa dan tempat
itu.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika
6
kalian berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak
ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis
tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya.
Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan
berbagai macam benda mati yang ada di sekitar. Seringkali lingkungan yang terdiri
dari sesama manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah
yang membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk
kepribadian seseorang.
Kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala
sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di
bumi. Adapunberdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Unsur Hayati (Biotik)Unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk
hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika
kalian berada di kebun sekolah, maka lingkunganhayatinya didominasi oleh
tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkunganhayati yang
dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
2. Unsur Sosial BudayaLingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia
yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku
sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan
berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap
anggota masyarakat.3. Unsur Fisik (Abiotik)
7
Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, pengaruh manusia terhadap
lingkungan sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari pola hidup manusia yang
memanfaatkan alam. Dalam hubungan manusia dengan alam tentu saja menimbulkan
dampak positif dan negatif sebagai akibat pengaruh dari interaksi manusia dengan
lingkungan.Kemampuan manusia yang semakin mahir dalam mengelola sumber daya,
tidak mustahil mengakibatkan terjadinya kerusakan alam. Apalagi pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat, mengakibatkan eksploitasi secara besar-besaran
terhadap alam tidak dapat dihindari.
B. Faktor Penyebab Fertilitas Tinggi
Pemerintah Indonesia telah berhasil melaksanakan program keluarga
berencana sejak tahun 1971, yang ditandai dengan penurunan tingkat fertilitas dari 5,6
anak pada tahun-tahun 1970-an menjadi 2,4 anak per wanita menjelang tahun 2000.
Sementara itu program kesehatan juga telah mampu meningkatkan derajat kesehatan
penduduk Indonesia yang ditandai dengan penurunan tingkat kematian bayi dan
peningkatan harapan hidup penduduk Indonesia. Kejadian ini menyebabkan
terjadinya transisi demografi dalam jangka waktu lama yang berdampak pada
perubahan struktur umur penduduk dan berkurangnya proporsi anak-anak dibawah
usia 15 tahun.
Sebelum program KB dilaksanakan, angka ketergantungan penduduk
Indonesia adalah 86 anak per 100 penduduk usia kerja. Artinya, pada tahun 1970-an
setiap 100 pekerja mempunyai 86 anak yang menjadi tanggungannya. Pada tahun
2000 angka ketergantungan menurun menjadi 55 per 100 penduduk usia kerja. Jadi
program KB selama ini telah mampu mengurangi beban penduduk usia kerja untuk
menanggung anak-anak.
8
Jumlah Kelahiran Setiap Tahun Masih Besar, Meskipun tingkat fertilitas sudah
menurun, kalau jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi
dimasa lalu serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun
2000 masih tetap banyak jumlahnya. Tiap tiap tahun jumlah kelahiran bayi di
Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi. Di kabupaten atau kota yang masih
mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau yang KB-nya kurang berhasil, jumlah bayi
yang lahir tiap tahunnya akan lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten atau kota
yang program KB-nya berhasil menurunkan tingkat fertilitas. Kabupaten atau kota
yang masih mempunyai jumlah kelahiran yang besar akan menghadapi konsekuensi
pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar atas kelahiran bayi-bayi ini, saat ini dan
seterusnya sampai bayi-bayi ini mendapatkan perkejaan dan menjadi Ibu yang
melahirkan generasi penerus.
Pengetahuan tentang fertilitas atau kelahiran dan KB serta indikatorindikatornya sangat berguna bagi para penentu kebijakan dan perencana program
untuk merencanakan pembangunan sosial terutama kesejahteraan Ibu dan anak.
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang
berupa faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi
diantaranya adalah struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas,
distrupsi perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat
berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.
1. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi.
Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis
tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi
salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain
9
demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake
(1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah mengembangkan berbagai
kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility: an analytic
framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis sosiologis
tentang fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
fertilitas melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11 variabel antara yang
mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses
reproduksi sebagai berikut:
Intermediate variables of fertility
a. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terjadinya
hubungan
kelamin
(intercouse variables):
Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:
1) Umur mulai hubungan kelamin
2) Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan
hubungan kelamin
3) Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan
kelamin:
i. Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
ii. Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal
dunia
Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
10
4) Abstinensi sukarela
5) Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
6) Frekuensi hubungan seksual
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception
variables):
7) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang tidak disengaja
8) Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:
i. Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia
ii. Menggunakan cara-cara lain
9) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)
c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation
variables)
10) Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak
disengaja
11) Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua
masyarakat.Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positif dan
negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak
dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai positif terhadap fertilitas.
Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan demikian
ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel
bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada
neraca netto dari nilai semua variabel.
11
2.
Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap
fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu
masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma
yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel antara itu
sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya keluarga dan variabel antara di
pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake
menjadi variabel antara yang menghubungkan antara “norma-norma fertilitas” yang
sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia
mengemukakan bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan diterima oleh masyarakat
dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial
dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara umum Freedman mengatakan bahwa:
“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu
masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan membawa
konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung menciptakan suatu cara
penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan
serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam suatu situasi tertentu, menjadi
sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat mengindoktrinasikan kepada para
anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma tersebut baik melalui ganjaran
(rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah
anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan masalah yang
sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu
penyimpangan sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif
untuk mengatasi masalah ini”
12
Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing serangkaian tingkah laku
tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori
sosiologi tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul “Theories of fertility
decline: a reappraisal” (1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus
menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabelvariabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana
dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi
fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf serta berkembangnya
jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan
syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim
dari suatu teori sosiologi tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia
berpendapat bahwa “masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah
normatif”; jika kaum miskin mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal
ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pronatalis daripada kaum kaya.
3. Teori Ekonomi tentang Fertilitas
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori
‘transisi demografis’ yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan
diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu
proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan,
senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri yang
13
tidak menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai
banyak anak berarti memikul beban ekonomis dan menghambat peningkatan
kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal pertengahan abad ini, sudah
diterima secara umum bahwa hal inilah yang menyebabkan penurunan fertilitas di
Eropa Barat dan Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak
dasar dari apa yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Menurut
Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
“untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang
menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya
juga tergantung pada berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive).
Tekanan yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang
dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-perhitungan kasar mengenai
jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan perhitungan perhitungan yang
demikian ini tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan (utility)
yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik berupa uang maupun psikis.
Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai
suatu ‘barang konsumsi’ misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b)
kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam
beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan
menambah pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai
sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya”.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya
(utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan, dapat
memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta
merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan
14
pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut.
Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan
biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan
dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak
sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah
kesempatan yang hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang
ibu tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan
selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai
tanggungan keluarga besar (Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang
tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti
biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh
Gary S. Becker dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu “An Economic Analysis
of Fertility”.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai
barang konsumsi (a consumption good, consumer’s durable) yang memberikan suatu
kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan
sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi
oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan
(income) dapat meningkatkan permintaan terhadap anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya buku
A Treatise on the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas
tersebut kemudian membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga
(household economics). Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan oleh Becker
kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove,
15
Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul Economic growth
and population: Perspective of the new home economics6 Nerlove mengemukakan:
“Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi
kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik
melainkan berbagai kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi
produksi rumah tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan
sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah tangga menjadi komoditi pasar;
dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari
harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota rumah tangga untuk
melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar. Waktu yang tersedia
dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini tentunya termasuk juga
sumberdaya manusia (human capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya
manusia dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku generasigenerasi yang akan datang maupun untuk kepentingan tingkah laku sendiri”
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak
berkurang bila pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga pelayanan
anak berkaitan dengan pelayanan komoditi lainnya meningkat jika pendapatan
meningkat?
New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih
menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit
sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat
maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat
anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai
hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan
16
fungsi utility ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan
tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam
ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam
menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam
menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung maupun tidak
langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis tentang
konsep demand for children and supply of children. Konsep demand for children dan
supply of children dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic determinan
factors dari fertilitas. Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai
jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin
anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey tentang
“jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau diinginkan”. Pertanyaannya, apakah
konsep demand for children berlaku di negara berkembang. Apakah pasangan di
negara berkembang dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan? Menurut
Bulato, jika pasangan tidak dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan
secara tegas maka digunakan konsep latent demand dimana jumlah anak yang
dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children
dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand for
children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan
keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor
tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara lebih detail. Termasuk didalamnya
dibahas apakah anak bagi keluarga di negara berkembang merupakan “net supplier “
17
atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai banyaknya anak yang bertahan
hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada suatu batas tertentu.
Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup.
Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima
hal utama, yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A.
Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh
karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, tempat tinggal,
jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan
sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Easterlin juga
mengemukakan perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping dua
determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai
pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung
pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap
hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis,
dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan
meningkat maka terjadilah perubahan “suplai” anak karena perbaikan gizi, kesehatan
dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan
18
oleh perubahan pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu saat tertentu, kemampuan
suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.
Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara berpendapatan rendah
permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat
pengekangan biologis terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan
“berlebihan” (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang
benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak lain,
pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan
kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over
supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C. Caldwell juga melakukan
analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi sosiologis.
Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam masyarakat
pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi bersifat rasional
dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan
dalam arti luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan psikologis.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus
kekayaan netto (net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam pada
regim demografis pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa “sifat
hubungan ekonomi dalam keluarga” menentukan kestabilan atau ketidak-stabilan
penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan pada dikenakannya tingkah laku
fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh suatu kelompok keluarga yang
lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh “norma-norma” yang sudah
diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat
tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok
atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat
19
individu. Selain teori yang disajikan dalam tulisan ini masih banyak teori lain yang
membahas fertilitas. Namun karena keterbatasan tempat tidak semua teori fertilitas
dapat disajikan dalam tulisan ini.
Faktor lainnya yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas penduduk
menurut faktor demografi dan non demografi:
a. Faktor Demografi, antara lain :
-
Struktur umur
-
Struktur perkawinan
-
Umur kawin pertama
-
Paritas
-
Disrupsi perkawinan
-
Proporsi yang kawin
b. Faktor Non Demografi, antara lain :
-
Keadaan ekonomi penduduk
-
Tingkat pendidikan
-
Perbaikan status perempuan
-
Urbanisasi dan industrialisasi
Faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain:
Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin
keluarga akan malu.
Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu
orang tua.
Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki.
Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua.
20
Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga
bila belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.
Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk
menjadi besar.
Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain:
Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan
jumlah anak.
Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia
16 tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun.
Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu
tunjangan anak diberikan hanya sampai anak ke – 2.
Penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh
pekerjaan.
Faktor – faktor penunjang tingginya angka natalitas dalam suatu negara
antara lain :
Kepercayaan dan agama
Faktor kepercayaan mempengaruhi orang dalam penerimaan KB. Ada
agama
atau
kepercayaan
tertentu
yang
tidak
membolehkan
penganutnya mengikuti KB. Dengan sedikitnya peserta KB berarti
kelahiran lebih banyak dibanding bila peserta KB banyak
Tingkat pendidikan
21
Semakin tinggi orang sekolah berarti terjadi penundaan pernikahan
yang berarti pula penundaan kelahiran. Selain itu pendidikan
mengakibatkan orang merencanakan jumlah anak secara rasional.
Kondisi perekonomian
Penduduk yang perekonomiannya baik tidak memikirkan perencanaan
jumlah anak karena merasa mampu mencukupi kebutuhannya. Jika
suatu negara berlaku seperti itu maka penduduknya menjadi banyak.
Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah mempengaruhi apakah ada pembatasan
kelahiran atau penambahan jumlah kelahiran. Selain itu kondisi
pemerintah yang tidak stabil misalnya kondisi perang akan
mengurangi angka kelahiran
Adat istiadat di masyarakat
Kebiasaan dan cara pandang masyarakat mempengaruhi jumlah
penduduk. Misalnya nilai anak, ada yang menginginkan anak
sebanyak-banyaknya, ada yang menilai anak laki-laki lebih tinggi
dibanding perempuan atau sebaliknya, sehingga mengejar untuk
mendapatkan anak laki-laki atau sebaliknya.
Kematian dan kesehatan
Kematian dan kesehatan berkaitan dengan jumlah kelahiran bayi.
Kesehatan yang baik memungkinkan bayi lebih banyak yang hidup
dan kematian bayi yang rendah akan menambah pula jumlah
kelahiran.
Struktur Penduduk
22
Penduduk yang sebagian besar terdiri dari usia subur, jumlah
kelahiran lebih tinggi dibandingkan yang mayoritas usia non
produktif (misalnya lebih banyak anak-anak dan orang-orang tua
usia).
Untuk menentukan jumlah kelahiran dalam satu wilayah digunakan angka
kelahiran (Fertilitas). Angka kelahiran yaitu angka yang menunjukkan rata-rata jumlah
bayi yang lahir setiap 1000 penduduk dalam waktu satu tahun.
Pengukuran Fertilitas tidak sesederhana dalam pengukuran mortalitas, hal ini
disebabkan adanya alasan sebagai berikut :
Sulit memperoleh angka statistik lahir hidup karena banyak bayi – bayi
yang meninggal beberapa saat setelah kelahiran, tidak dicatatkan dalam
peristiwa kelahiran atau kematian dan sering dicatatkan sebagai lahir
mati.
Wanita mempunyai kemungkinan melahiran dari seorang anak ( tetapi
meninggal hanya sekali )
Makin tua umur wanita tidaklah berarti, bahwa kemungkinan
mempunyai anak makin menurun.
Di dalam pengukuran fertilitas akan melibatkan satu orang saja. Tidak
semua wanita mempunyai kemungkinan untuk melakukan.
Ada dua istilah asing yang kedua – duanya diterjemahkan sebagai kesuburan,
yaitu :
Facundity ( kesuburan )
Facudity adalah lebih diartikan sebagai kemampuan biologis wanita
untuk mempunyai anak.
Fertility ( fertilitas )
23
Fertility adalah jumlah kelahiran hidup dari seorang wanita atau
sekelompok wanita.
C. Dampak Negatif Fertilitas Tinggi
1.
Berkurangnya Ketersediaan Lahan
Peningkatan populasi manusia atau meningkatnya jumlah penduduk
menyebabkan tingkat kepadatan semakin tinggi .Pada sisi lain ,luas tanah atau
lahan tidak bertambah.Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan tanah pertanian
semakin berkurang karena digunakan untuk pemukiman penduduk.
Gambar: Kepadatan 2.1
2.
Kebutuhan Udara Bersih
Setiap makluk hidup membutuhkan oksigen untuk pernapasan .Demikian
pula manusia sebagai makluk hidup juga membutuhkan oksigen untuk
kehidupanya.Manusia memperoleh oksigen yang dibutuhkan melalui udara bersih
.Udara bersih berati udara yang tidak tercemar,sehingga huyakitas udara terjaga
dengan baik.Dengan udara yang bersih akan diperoleh pernapasan yang sehat.
24
Gambar: Polusi Udara 2.2
3.
Kerusakan Lingkungan
Setiap tahun, hutan dibuka untuk kepentingan hidup manusia seperi untuk
dijadikan lahan pertanian atau pemukiman .Para ahli lingkungan memperkirakan
lebih dari 70% hutan di dunia yang alami telah ditebang atau rusak parah
.Menigkatnya jumlah
penduduk akan diiringi pula dengan meningkatnya
penggunaan sumber alam hayati. Adanya pembukaan hutan secara liar
dijadikan
tanah pertaniaan atau untuk mencari
hasil hutan sebagai
pencaharian penduduk akan merusak ekosistem hutan.
Gambar: Penbangan Hutan Liar 2.3
untuk
mata
25
4.
Kebutuhan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup .Akan tetapi,air yang
dibutuhkan manusia sebagai mkhluk hidup adalah air bersih. Air bersih
digunakan untuk kebutuhan penduduk atau rumah tangga sehari-hari.
merupakan air yang memenuhi syarat kualitas
Bersih
yang meliputi syarat fisika
,kimia ,dan biologi. Syarat kimia yaitu air yang tidak mengandung zat-zat kimia
yang membahayakan kesehatan manusia. Syarat fisika yaitu air tetap jernih
(tidak brubah warna), tidak ada rasa, dan tidak berbau. Syarat biologi yaitu air
tidak mengandung mikrooganisme atau kuman-kuman penyakit.
Gambar: Air bersih Vs air Kotor 2.4
5.
Kekurangan Makanan
Manusia sebagai mahkluk hidup
membutuhan makanan. Dengan
bertambahnya jumlah populasi manusia atau penduduk, maka jumlah kebutuhan
makanan yang diperlukan juga semakin banyak. Bila hal ini tidak diimbangi
dengan peningkatan
produksi
pangan, maka dapat terjadi kekurangan
makanan .Akan tetapi,biasanya laju pertambahan penduduk lebih cepat daripada
kenaikan produksi pangan makanan. Ketidakseimbangan antara bertambahnya
penduduk
dengan bertambahnya
produksi pangan sangat mempengaruhi
kualitas hidup manusia. Akibatnya, penduduk dapat kekurangan gizi atau pangan.
Kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh seseorang terhadap
penyakit rendah, sehingga mudah terjangkit penyakit.
suatu
26
Gambar: Kekurangan Pangan 2.5
6.
Pencemaran air dan sampah
Disebabkan oleh limbah rumah tangga dan limbah industri. Yang dibuang
sembarangan sehingga menimbulkan penumpulan sampah pada daerah seperti
sungai laut, solokan sampai tempat wisata sehingga daerah yang terkena sampah
menjadi sanat tercemar. Akibat pertambahnya penduudkpun sampah menjadi
semakin banyak di buang sehingga makin banyak manusia semakin banyk
sampah yang ada maka setiap orang seharusnya mengurangi sampah.
Gambar: Pencemaran Sampah 2.6
Dampak Negatif Pertumbuhan fertilitas lainnya adalah :
Lahan tempat tinggal dan bercocok tanam berkurang
27
semakin banyaknya polusi dan limbah yang berasal dari rumah tangga,
pabrik, perusahaan, industri, peternakan, dll
Angka pengangguran meningkat
Angka kesehatan masyarakat menurun
Angka kemiskinan meningkat
Pembangunan daerah semakin dituntut banyak
Ketersediaan pangan sulit
Pemerintah harus membuat kebijakan yang rumit
Angka kecukupan gizi memburuk
Muncul wanah penyakit baru
D. Solusi Mengatasi Pertumbuhan Fertilitas Tinggi
Menurut Thomas Robert Malthus pertambahan jumlah penduduk adalah seperti
deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, ...), sedangkan pertambahan jumlah produksi makanan
adalah bagaikan deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, ...). Hal ini tentu saja akan sangat
mengkhawatirkan di masa depan di mana kita akan kerurangan stok bahan makanan.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan fertilitas :
1. Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah
anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi
jumlah angka kelahiran.
2. Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang
tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk :
1. Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
28
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya
kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan
meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang
kependudukan.
2. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang
tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut
mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan
penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak
sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4. Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak
diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan
swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya.
Solusi lainnya untuk mengatasi masalah pertumbuhan fertilitas antara lain :
Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya fertilitas karena
akan mempengaruhi pola pikir dan orientasi karir seseorang. Orang yang
memiliki status pendidikan yang tinggi pada umumnya akan menunda
pernikahannya karena lebih berorientasi pada pendidikannya dan pekerjaan
yang layak. Selain itu pendidikan juga berpengaruh terhadap pengetahuan
mengenai usia yang tepat untuk merencanakan kehamilan serta mengenai
pentingnya ber-KB. Sebaliknya jika seseorang kurang memiliki tingkat
29
pendidikan tinggi, besar kemungkinan ia akan cenderung untuk memilih
menikah di usia dini. Hal ini akan memperbesar peluang banyaknya bayi
yang lahir dalam satu keluarga serta menjadi alasan mengapa jumlah remaja
yang melahirkan kian banyak.
Ekonomi
Jika
ekonomi
setip
masyarakat
tercukupi
pasti
permasalahan
pendidikan pun terselsaikan namun jika perekonomian kurang makan
menjadi penyebab timbulnya berbagai masalah mengingat Indonesia masih
tergolong negara berkembang dan tingkat perekonomian masyarakat yang
masih buruk. Ekonomi mempengaruhi fertilitas karena apabila seseorang
memiliki tingkat perekonomian buruk, segala aspek kebutuhannya seperti
kebutuhan pokok dan pendidikan akan cenderung kurang mendapat
perhatian. Dengan kurangnya pendidikan, seseorang akan cenderung
menikah muda seperti faktor pendidikan di atas. Selain itu, ekonomi akan
mempengaruhi pola pikir remaja yang memiliki kecenderungan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang menjadi peluang semakin
besarnya minat maupun paksaan remaja untuk menikah dini.
Lingkungan
Jika Lingkungan sekitar sangat baik dan adanya norma asusila serta
norma-agama yang kuat tentu seseorang remaja
akan jauh dari hal-hal
negatif namun banyaknya jumlah remaj