PERANAN DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM

MAKALAH

PERANAN DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM
KERANGKA PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA
(Studi Kasus Mengenai Penemuan Mayat Siswi SMP Diduga
Sebagai Korban Pemerkosaan dan Pembunuhan)

Tugas ini disusun dalam rangka untuk memenuhi Mata Kuliah
Kriminalistik kelas B

Oleh:
Nanda Dwi Haryanto

E0014288

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2017

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pada proses penyidikan penyidik biasanya menggunakan ilmu-ilmu bantu lain guna
mengungkap suatu kasus tindak pidana salah satunya adalah ilmu bantu kriminalistik. Ilmu
bantu kriminalistik ini juga menggunakan ilmu-ilmu alam untuk menunjang penerapannnya.
Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan untuk menentukan terjadinya kejahatan
dengan dengan menggunakan ilmu bantu lainnya seperti: ilmu kedokteran kehakiman
(sekarang ilmu kedokteran forensik), ilmu racun kehakiman (sekarang toksikologi forensik)
dan ilmu penyakit jiwa kehakiman (ilmu psikologi forensik).
Dalam kasus pemerkosaan misalnya, untuk mengetahui bagaimana korban
diperlakukan atau seberapa besar penganiayaan yang diterima oleh korban yang dilakukan
oleh pelaku. Maupun untuk membuktikan bagaimana keadaan kelamin atau untuk
membuktikan keperawanan korban dapat dilakukan melalui visum et repertum.
Visum et repertum sebagai salah satu aspek peranan ahli dan atau adalah salah satu
aspek keterangan ahli, maka keterkaitan antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Keterangan
ahli yang tertuang dalam suatu laporan hasil pemeriksaan adalah perwujudan hasil-hasil yang
dibuat berdasarkan atas ilmu dan teknik serta pengetahuan dan pengalaman yang sebaikbaiknya dari ahli itu. Misalnya peranan dokter ahli kedokteran kehakiman atau ahli psikiatri
kehakiman di dalam menangani suatu kasus kejahatan yang telah terjadi, kemudian
dipersoalkan, apakah suatu kejahatan terhadap nyawa orang itu merupakan pembunuhan
ataukah penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang itu ataupun dapat dicari

sebabsebab yang mendorong si pelaku melakukan perbuatan tersebut dilihat dari berbagai
segi serta latar belakang kejiwaannya (kepribadian) dari si pelaku itu.
Dalam suaatu proses penyidikan, kadang-kadang dijumpai adanya penyingkapan
kasus kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas, bahkan tidak
mungkin diselesaikan menurut hukum melalui proses penuntutan dengan peradilan oleh
karena memerlukan ilmu bantu seperti ilmu kedokteran forensik, ilmu kimia forensic
termasuk toksikologi dan ilmu fisikan forensik. Dalam praktek, kemungkinan ada kalanya
dijumpai kekeliruan terhadap orangnya (salah tangkap), yaitu kekeliruan terhadap si pelaku
kejahatan (error), sehingga membawa akibat pada kesalahan penahanan serta kesalahan

penerapan hukum dalam urusan pengadilan walaupun hal itu jarang terjadi sehingga hal
seperti itu memang harus dihindarkan.
Pada proses penyidikan perkara pidana yang menyangkut dengan tubuh, kesehatan,
dan nyawa manusia memerlukan bantuan seorang ahli dokter. Bantuan seorang dokter dengan
ilmu kedokteran kehakiman yang dimilikinya sebagaimana tertuang dalam Visum Et
Repertum yang dibuatnya mutlak diperlukan. Visum Et Repertum sebagai laporan tertulis
untuk kepentingan peradilan atas permintaan penegak hukum yang berwenang di sini
khususnya oleh penyidik. Visum Et Repertum dibuat oleh dokter sesuai apa yang dilihat dan
diketemukanya pada pemeriksaan barangbukti, berdasarkan sumpah kedokteran, serta
berdasarkan pengetahuanya.

Dari dasar-dasar yang telah dikemukakan diatas penulis tertarik untuk menulis
tentang bagaimana peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan dalam kasus
penganiayaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan dalam kasus
pemerkosaan?
2. Bagaimana kedudukan Visum Et Repertum sebagai barang bukti dalam perkara
pidana?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Peranan Visum Et Repertum dalam Proses Penyidikan dalam Kasus Pemerkosaan
1. Kasus
Yuyun binti Yakin (14) siswi SMP Negeri 5 Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang
Lebong. Warga Desa Kasie Kasubun Kecamatan PUT yang hilang sejak Sabtu (2/4) ini
diketemukan tewas telungkup tertutupi daun pakis dengan kondisi dua tangan terikat simpul
hidup melingkari kaki kanan tanpa busana, Senin (4/4). Kondisi jenazah korban sudah
mengeluarkan bau tak sedap, pertama kali ditemukan Darwan (40) warga Kasi Kasubun
Kecamatan PUT Darwan bersama warga lainnya yang melakukan pencarian sejak pukul

06.00 WIB. Korban dalam kondisi tanpa busana yang terikat kain warna hitam dengn wajah
memar dan berbelatung serta mengeluarkan bau busuk menyengat dengan kondisi
tertelungkup ke tanah. Anggota Polsek PUT segera membawa korban ke Puskesmas untuk di
visum dan dilakukan olah TKP dan mengumpulkan keterangan saksi-saksi. Termasuk tali
pengikat korban, kaos singlet warna coklat yang menutupi bagian dada Yuyun ikut
diamankan. Dari hasil visum, polisi menduga korban merupakan korban pemerkosaan.
2. Analisis dan Peranan Visum Et Repertum dalam Proses Penyidikan Kasus
Pemerkosaan
a. Analisis Kasus
Dalam kasus diatas terlihat bagaimana korban diketemukan dengan adanya kurang
bukti terhadap kejahatan yang dilakukan pelaku terhadap korban, dalam kasus tersebut,
korban diketemukan sudah dalam kondisi sudah membusuk dengan tanda-tanda telah
terjadi penganiayaan. Untuk menguatkan pandangan tersebut, pihak kepolisian dalam hal
ini penyidik mengajukan untuk dilakukan visum untuk diketahui kebenaran kematian
korban tersebut. Visum et Repertum biasanya memuat:
1) Jenis luka yang diketemukan
2) Penyebab terjadinya luka
3) Sebab kematian si mayat tersebut,
Dari hal yang dijelaskan diatas terlihat jelas bahwa visum et repertum digunakan
untuk menunjukkan sebab kematian mayat tersebut. Selain itu, sesuai dengan Pasal 184

ayat (1) jo. Pasal 187 huruf c KUHAP, visum et repertum merupakan alat bukti yang sah,
sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan.

Selain itu peranan dan fungsi dari visum et repertum untuk mengetahui atau
menentukan arah penyelidikan. Hal tersebut dilakukan karena dalam kasus ini korban
diketemukan dalam kondisi yang sudah membusuk dan tidak dapat diketahui sebab
musababnya sehingga perlu diadakan visum untuk mengetahui sebab kematiannya dan
mengetahui penganiayaan apa yang dilakukan terhadap korban oleh pelaku. Selain itu
juga dapat dilakukan untuk mengetahui identitas pelaku melalui identifikasi sidik jari
yang menempel dalam tubuh korban.
b. Peranan Visum Et Repertum dalam Proses Penyidikan Kasus Pemerkosaan
Visum Et Repertum turut berperan dalam proses penyidikan sebagai suatu keterangan
tertulis yang berisi hasil pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang ada
dalam suatu perkara pidana, maka Visum Et Repertum mempunyai peran sebagai berikut:
Pertama, sebagai alat bukti yang sah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP
Pasal 184 ayat (1) jo Pasal 187 huruf c; Kedua, untuk menentukan arah penyelidikan;
Ketiga bukti untuk penahanan tersangka. Dalam suatu perkara yang mengharuskan
penyidik melakukan penahanan tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus
mempunyai bukti-bukti yang cukup untuk melakukan tindakan tersebut. Salah satu bukti
adalah akibat tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka terhadap korban. Visum Et

Repertum yang dibuat oleh dokter dapat dipakai oleh penyidik sebagai pengganti barang
bukti untuk melengkapi surat perintah penahanan tersangka. Barang bukti yang diperiksa
adalah korban hidup pada kasus perlukaan (penganiayaan). Selain identitas korban perlu
diberikan kejelasan perihal jenis luka dan jenis kekerasan serta kualifikasi luka, dimana
kualifikasi luka dapat menentukan berat ringannya hukuman bagi pelaku, yang pada taraf
penyidikan dapat dikaitkan dengan Pasal dalam KUHAP yang dapat dikenakan pada diri
tersangka, yang berkaitan pula dengan alasan penahanan.
Peran Visum Et Repertum yang semakin penting dalam pengungkapan suatu kasus
penganiayaan misalnya, pangaduan atau laporan kepada pihak kepolisian baru akan
dilakukan setelah tindak pidana penganiayaan berlangsung lama sehingga tidak lagi
ditemukan tanda-tanda kekerasan pada diri korban. Jika korban dibawa ke dokter untuk
mendapatkan pertolongan medis, maka dokter punya kewajiban untuk melaporkan kasus
tersebut ke polisi atau menyuruh keluarga korban untuk melapor ke polisi. Korban yang
melapor terlebih dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke dokter untuk
mendapatkan pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk dibuatkan Visum
Et Repertum nya. Oleh karena itu keterangan ahli berupa Visum Et Repertum tersebut
akan menjadi sangat penting dalam pembuktian, sehingga Visum Et Repertum akan

menjadi alat bukti yang sah karena berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib
untuk kepentingan peradilan, sehingga akan membantu para petugas Kepolisian,

Kejaksaan, dan Kehakiman dalam mengungkap suatu perkara pidana.
Apabila Visum Et Repertum tidak sepenuhanya mencantumkan tanda kekerasan pada
korban, maka penyidik dari kepolisian akan meminta keterangan/melakukan tindakantindakan sebagai berikut:
a. Pemanggilan tersangka dan korban, terhadap tersangka dan korban dilakukan
tindakan pemeriksaan yaitu tindakan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan
keidentikkan tersangka dan korban atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur
tindak pidana, sehingga kedudukan atau fungsi seseorang maupun barang bukti di
dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas.
b. Interogasi yaitu salah satu teknik pemeriksaan tersangka atau saksi dalam rangka
penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan pertanyaan baik lisan maupun
tertulis kepada tersangka atau saksi guna mendapatkan keterangan, petunjuk-petunjuk
dan alat bukti lainnya dan kebenaran keterlibatan tersangka.
c. Konfrontasi adalah salah satu tehnik pemeriksaan dalam rangka penyidikan dengan
cara mempertemukan satu dengan lainnya (antara: tersangka dengan tersangka, saksi
dengan saksi, tersangka dengan saksi) untuk menguji kebenaran dan persesuaian
keterangan masing–masing serta dituangkan dalam Berita Acara Konfrontasi.
d. Pemeriksaan dan penyitaan benda-benda yang dapat menjadi barang bukti terjadinya
tindak pidana penganiayaan. Penyitaan dalam KUHAP pasal 1 butir 16 diterangakan
sebagai “serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan di
bawah penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak

berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan
peradilan”. Benda-benda tersebut dalam pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum
Et Repertum seperti misalnya pakaian baju yang terkena darah biasanya juga
disertakan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium yang hasilnya juga termuat
dalam Visum Et Repertum korban penganiayaan.
e. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP). Pengaduan tindak pidana penganiayaan
dilakukan segera setelah terjadinya penganiayaan, dapat dilakukan pemeriksaan TKP.
TKP yaitu. barang bukti yang kemungkinan dapat di temukan di TKP tindak pidana
penganiayaan seperti misalnya, noda darah, atau benda-benda yang menunjukkan
bekas perlawanan korban.

Hasil Visum Et Repertum dalam perkara penganiayaan dapat menjadi dasar
pertimbangan aparat penyidik untuk menetapkan status seseorang yang diduga telah
melakukan penganiayaan menjadi tersangka. Visum Et Repertum merupakan salah satu alat
bukti yang sah untuk memperkuat keterangan korban sehingga dapat dijadikan bukti untuk
menetapkan seseorang menjadi tersangka tindak pidana.
B. Kedudukan Visum Et Repertum dalam Perkara Pidana
Berdasarkan alat bukti yang sah seperti disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP, maka jikalau seumpama tidak ada dokter ahli kedokteran forensik, maka hakim
masih dapat meminta keterangan dokter bukan ahli di dalam sidang, yang sekalipun bukan

sebagai keterangan ahli, tetapi keterangan dokter bukan ahli itu sendiri dapat dipakai sebagai
alat bukti dan sah menurut hukum sebagai “keterangan saksi”. Keterangan dokter bukan ahli
tersebut dalam sidang mungkin diperlukan oleh hakim,sehubungan dengan dokter tersebut
yang telah membuat dan menandatangani Visum Et Repertum yang dilengkapkan dan terdapat
dalam berkas perkara ataupun dapat oleh dokter ahli.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji dihadapan
hakim (Pasal 186 KUHAP serta penjelasannya) atau dilakukan setelah memberikan
keterangan ahli. Tahapan pemeriksaan tersebut, maka pengertiannya dapat disimpulkan,
jikalau dihubungkan dengan Pasal 133 KUHAP dan penjelasannya maka, permintaan
keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli
(deskundige verklaring) sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan (verklaring). Dengan demikian, seperti yang telah
diterangkan dimuka, dalam tahap penyidikan dan penuntutan, maka suatu laporan yang
dibuat penyidik dan penuntut umum atas keterangan orang ahli kedokteran kehakiman, dokter
bukan ahli kedokteran kehakiman atau orang ahli lainnya dapat berupa :
1. Keterangan Ahli: yaitu dalam suatu bentuk “laporan” oleh dokter ahli kedokteran
kehakiman atau ahli lainnya sesuai Pasal 1 butir 28 KUHAP, tentang suatu hal atau
sesuatu pokok soal.
2. Keterangan Ahli: yaitu keterangan oleh dokter ahli kedokteran kehakiman atau dokter
antara lain dalam bentuk Visum et Repertum

3. Keterangan: yaitu keterangan oleh dokter, bukan ahli kedokteran kehakiman
dilakukan secara tertulis/ “laporan”.
Di dalam pemeriksaan di sidang Pengadilan, maka bagi hakim kedudukan dan
peranan orang ahli amat penting. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli

kedokteran kehakiman (atau dokter) atau ahli lainnya, wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi, berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan, bagi mereka mengucapkan sumpah atau janji
akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Pemeriksaan oleh hakim (Majelis hakim) di persidangan, suatu berkas perkara
pidana, apakah ada atau tidak ada Visum Et repertum, maka perkara yang bersangkutan tetap
harus diperiksa dan diputus. Kelengkapan Visum Et Repertum dalam berkas perkara terdakwa
yang diperiksa oleh hakim, diserahkan kepada penuntut umum yang sejak mulai diserahkan
kepadanya berkas perkara “Pro Yustisia” tersebut oleh penyidik penuntut umum memang
berusaha untuk membuktikannya dalam sidang, agar majelis hakim yakin perihal terbuktinya
kesalahan terdakwa itu. Bagi beberapa kasus perkara yang diperiksa dipersidangan, Majelis
hakim sendiri tidak mutlak harus mendasarkan dari pada Visum Et Repertum, seperti
dijelaskan dimuka. Kekuatan bukti dari Visum Et Repertum diserahkan saja pada penilaian
hakim (majelis hakim).


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Visum et Repertum berperan dalam proses penyidikan sebagai suatu keterangan
tertulis yang berisi hasil pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang
ada dalam suatu perkara pidana. Peran Visum et Repertum antara lain sebagai alat
bukti yang sah, mengetahui arah penyidikan, dan bukti untuk penahanan tersangka
pelaku tindak pidana, dimana Visum et Repertum yang digunakan oleh dokter dapat
dipakai oleh penyidik sebagai pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah
penahanan tersangka. Kualifikasi luka dapat menentukan berat ringannya hukuman
bagi pelaku yang pada taraf penyidikan dapat dikaitkan dengan Pasal dalam KUHAP
yang dapat dikenakan pada diri tersangka, yang berkaitan pula dengan alasan
penahanan. Dengan demikian Visum Et Repertum merupakan kesaksian tertulis. Maka
Visum Et Repertum sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus dapat
mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua
kenyataan sehingga akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat. Apabila
Visum Et Repertum tidak sepenuhnya mencantumkan tanda kekerasan pada korban,
maka penyidik dari kepolisian akan meminta keterangan/melakukan pemanggilan
tersangka

dan

korban,

interogasi

kepada

korban

dan

tersangka

untuk

memperjelas/membuat terang kronologi suatu kejadian tindak pidana penganiayaan,
pemeriksaan dan penyitaan benda-benda yang dapat menjadi barang bukti terjadinya
tindak pidana penganiayaan, melakukan konfrontasi, Pemeriksaan tempat kejadian
perkara.
2. Kedudukan Visum et Repertum dalam hukum pembuktian dalam proses acara pidana
adalah termasuk sebagai alat bukti surat sebagaimana maksud pasal 184 ayat 1
KUHAP dengan keterangan ahli sesuai maksud pasal 1 angka 28 KUHAP.
Keterkaitan antara Visum Et Repertum dan keterangan ahli adalah Visum Et Repertum
dibuat oleh seorang dokter, kemudian dokter tersebut nantinya akan memberikan
keterangan sebagai seorang ahli yang disebut keterangan ahli.

B. Saran
1. Di dalam memeriksa hasil Visum Et Repertum, dokter sebaiknya memeriksa dengan
teliti mengenai luka-luka yang ada di tubuh korban, serta dalam menerbitkan hasil
dari visum dokter sebaiknya memeriksa kembali mengenai apa yang telah
diperiksanya.
2. Fungsi Visum Et Repertum dalam pemeriksaan suatu perkara pidana khususnya dalam
hal ini pada tahap penyidikan menunjukkan peran yang cukup besar dan penting
dalam pengungkapan suatu perkara pidana yang membutuhkan keahlian khusus,
mengingat belum adanya pengaturan yang secara jelas dan rinci mengenai tata cara
penggunaan Visum Et Repertum oleh aparat penegak hukum khususnya dalam hal ini
bagi penyidik, seharusnya dibuat ketentuan atau pedoman mengenai hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Drs. A. Gumilang. 1993. Kriminalistik Pengetahuan Tentang Teknik dan Taktik Penyidikan.
Bandung: Angkasa.
Skripsi
Hakim, Lukman Nul. 2014. “Peranan Visum Et Repertum Pada Tahap Penyidikan Dalam
Mengungkap Tindak Pidana Kejahatan Penganiayaan (Studi Kasus Polres
Sukoharjo”. Skripsi. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ovilastisa, Dwi Anindya. 2017. “Peran Kriminalistik Dalam Bantuan Pengungkapan Perkara
Pembunuhan

Dengan

Pemberatan

(Studi

Putusan

Nomor:

1306/Pid.B/2015/PN.Tjk)”. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Jurnal
Pinontoan, Yunnie Sharon. 2016. “Visum Et Repertum Sebagai Barang Bukti Pengganti
Mayat”. Lex Privatum. Vol IV/No. 2/Feb/2016.
Artikel
Winardi, Mangiliwati dan Tri Wahyuni. “Kedudukan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti
Surat”.
Internet
www.hariansilampari.co.id/berita/siswi-smp-diduga-diperkosa-dan-dibunuh-/. Diakses pada 1
Juni 2017 pukul 13.00 WIB.