PERAN DAN WEWENANG PENYIDIK DALAM PROSES

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai salah satu institusi
yang mengemban fungsi pelayanan publik dituntut untuk mampu memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan menampilkan kinerja kesatuan
yang profesional dan handal di bidangnya. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 13 disebutkan bahwa Polri
memiliki tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat.
Sejak resmi memisahkan diri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) sesuai
dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 dan TAP MPR Nomor 6 Tahun
2000 tentang pemisahan Polri dari TNI, yang diperkuat juga oleh TAP MPR
Nomor 7 Tahun 2000 mengenai Peran TNI dan Polri Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Polri berusaha membangun image sekaligus paradigma baru. Image
Polri yang semula militeristik dan cenderung represif berangsur-angsur mulai
berubah dengan paradigma barunya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan
masyarakat (to serve and protect). Namun disadari tidaklah mudah melakukan
perubahan terhadap budaya militeristik serta paradigma alat negara yang sudah

mengakar dalam tubuh Polri.
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terkandung dalam tugas-tugas
penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dalam hal ini dilaksanakan oleh
fungsi Reserse Kriminal. Di dalam rumusan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undangundang Nomor 2 tahun 2002, di sebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas
pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya.
Dalam menegakkan hukum dalam rangka menciptakan keamanan dan
ketertiban dilakukan secara bersama-sama dalam suatu Sistem Peradilan Pidana
(SPP) yang merupakan suatu proses panjang dan melibatkan banyak unsur di
dalamnya. Sistem Peradilan Pidana sebagai suatu sistem besar yang di dalamnya
terkandung beberapa subsistem yang meliputi subsistem kepolisian (sebagai
penyidik), subsistem kejaksaan sebagai penuntut umum, subsistem kehakiman
1

sebagai hakim, dan subsistem lembaga pemasyarakatan sebagai subsistem
rehabilitasi.
Keempat subsistem di atas baru bisa berjalan secara baik apabila semua
saling berinteraksi dan bekerjasama dalam rangka mencapai satu tujuan yaitu
mencari kebenaran dan keadilan materiil sebagaimana jiwa dan semangat Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebagai hukum acara pidana
dalam kerangka penegakan hukum pidana, KUHAP merupakan acuan umum yang
harus di jadikan pegangan bagi semua yang terlibat dalam proses bekerjanya
Sistem Peradilan Pidana dalam rangka mencapai satu tujuan bersama.
Rangkaian proses Sistem Peradilan Pidana di mulai dari adanya suatu
peristiwa yang di duga sebagai peristiwa pidana (tindak pidana). Setelah adanya
peristiwa pidana baru di mulai suatu tindakan penyelidikan dan penyidikan.
Penyelidikan dan penyidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian tindakan
yang tidak bisa dipisahkan, walaupun tahap-tahapnya berbeda. Apabila proses
penyelidikan di satukan dengan penyidikan maka akan terlihat adanya suatu
kesinambungan tindakan yang memudahkan proses selanjutnya.
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, memberikan peran
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (secara umum) tanpa batasan
lingkungan kuasa sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum publik,
sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberi kewenangan untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, walaupun KUHAP
juga memberikan kewenangan kepada PPNS tertentu untuk melakukan
penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-masin

1.2. Rumusan Masalah
Apa wewengang Penyidik dan Bagaimanakah peranan polisi sebagai
penyidik?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui wewenang Penyidik
dan peran polisi sebagai penyidik dalam sistem peradilan.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penyidikan
Penyidikan merupakan tahap awal dari proses penegakan hukum pidana atau
bekerjanya mekanisme sistem peradilan pidana (SPP). Penyidikan mempunyai
kedudukan dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk menentukan
berhasil tidaknya proses penegakan hukum pidana selanjutnya. Pelaksanaan
penyidikan yang baik akan menentukan keberhasilan Jaksa Penuntut Umum
dalam melakukan penuntutan dan selanjutnya memberikan kemudahan bagi
hakim untuk menggali/menemukan kebenaran materiil dalam memeriksa dan

mengadili di persidangan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan
pengertian penyidikan sebagaimana yang di atur menurut Pasal 1 Angka 2
KUHAP, yaitu :
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
Dari pengertian di atas, kegiatan penyidikan merupakan upaya paksa yang
meliputi kegiatan untuk melakukan pemanggilan, penangkapan, penggeledahan,
dan penyitaan. Kegiatan di dalam penindakan pada dasarnya bersifat membatasi
kekebasan hak-hak seseorang dan perannya. Dalam melaksanakan kegiatan
penyidikan harus memperhatikan norma-norma hukum dan ketentuan-ketentuan
yang mengatur atas tindakan tersebut.
Penyidikan
merupakan
kegiatan
pemeriksaan
pendahuluan/awal
(vooronderzoek) yang seyogyanya di titik beratkan pada upaya pencarian atau

pengumpulan “bukti faktual” penangkapan dan penggeledahan, bahkan jika perlu
dapat di ikuti dengan tindakan penahanan terhadap tersangka dan penyitaan
terhadap barang atau bahan yang di duga erat kaitannya dengan tindak pidana
yang terjadi.
Penyidikan adalah suatu tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan dengan
adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa
setelah pengumpulan bukti permulaan yang cukup guna membuat terang suatu
peristiwa yang patut di duga merupakan tindak pidana.
3

Dalam bahasa Belanda penyidikan disejajarkan dengan pengertian
opsporing. Menurut Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan
oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah
mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekadar beralasan, bahwa ada
terjadi sesuatu pelanggaran hukum.
Istilah lain yang dipakai untuk menyebut istilah penyidikan adalah mencari
kejahatan dan pelanggaran yang merupakan aksi atau tindakan pertama dari
penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, dilakukan setelah diketahuinya
akan terjadi atau di duga terjadinya suatu tindak pidana. Penyidikan merupakan
tindakan yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyidik jika terjadi atau

jika ada persangkaan telah terjadi suatu tindak pidana. Apabila ada persangkaan
telah dilakukan kejahatan atau pelanggaran maka harus di usahakan apakah hal
tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan suatu tindak pidana
dan jika benar demikian siapakah pelakunya.
Penyidikan itu dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti
yang pada taraf pertama harus dapat memberikan keyakinan walaupun sifatnya
masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atau
tentang tindak pidana apa yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya.
Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentingan
penuntutan, yaitu untuk menetukan dapat atau tidaknya suatu tindakan atau
perbuatan itu dilakukan penuntutan.
Secara konkrit tindak itu disebut penyidikan dapat diperinci sebagai
tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang :
1. Tindak pidana apa yang telah dilakukan,
2. Kapan tindak pidana itu dilakukan,
3. Di mana tindak pidana itu dilakukan,
4. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan,
5. Bagaimana tindak tidana itu dilakukan,
6. Mengapa tindak pidana itu dilakukan dan,
7. Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana itu.

Penyidikan sebagai bagian terpenting dalam Hukum Acara pidana yang
pada pelaksanaannya kerap kali harus menyinggung mertabat individu yang dalam
persangkaan kadang-kadang wajib untuk dilakukan. Suatu semboyan penting

4

dalam hukum Acara Pidana yaitu hakikat penyidikan perkara pidana adalah untuk
menjernihkan persoalan sekaligus menghindarkan orang yang tidak bersalah dari
tindakan yang seharuskan dibebankan padanya. Oleh karena tersebut sering kali
proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik membutuhkan waktu yang
cenderung lama, melelahkan dan mungkin pula dapat menimbulkan beban psikis
diusahakan dari penghentian penyidikan.
Rangkaian tindakan penyidikan adalah segala tindakan atas nama hokum
yang dilakukan oleh Penyidik Polri, mulai dari pemanggilan, pemeriksaan,
penangkapan, penahanan, penyitaan dan tindakan-tindakan lain yang diatur dalam
ketentuan hukum, perundang-undangan yang berlaku hingga proses pneyidikan
itu dinyatakan selesai.
2.2 Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan dapat ditinjau dari berbagai segi, pertama segala sesuatu
berkenaan dengan penyelenggaraan peradilan. Disini, sistem peradilan akan

mencakup kelembagaan, sumber daya, tata cara, prasarana, dan lain-lain. Kedua,
sistem peradilan diartikan sebagai proses mengadili (memeriksa dan memutus
perkara).[14]
Menurut Lily Rasyidi, ciri suatu sistem adalah :
1. Suatu kompleksitas elemen yang terbentuk dalam satu kesatuan interaksi
(proses) ;
2. Masing-masing elemen terikat dalam satu kesatuan hubungan yang satu
sama lain saling tergantung (interpendence of its parts) ;
3. Kesatuan elemen yang kompleks itu membentuk satu kesatuan yang lebih
besar, yang meliputi keseluruhan elemen pembentuknya itu (the whole is
more that the sum of its parts) ;
4. Keseluruhan itu menentukan ciri dari setiap bagian pembentuknya (the
whole determines the nature of its parts) ;
5. Bagian dari keseluruhan itu tidak dapat dipahami jika ia dipisahkan, atau
dipahami secara terpisah dari keseluruhan itu (the parts cannot be
understood if considered in isolation from the whole) ;
6. Bagian-bagian itu bergerak secara dinamis, secara mandiri atau secara
keseluruhan dalam keseluruhan (sistem) itu.
Sistem peradilan pidana (criminal justice system) adalah sistem dalam suatu
masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan. Menanggulangi adalah

usaha mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi dengan
menyelesaikan sebagian besar laporan maupun keluhan masyarakat yang menjadi
korban kejahatan dengan mengajukan pelaku kejahatan ke sidang

5

pengadilan untuk diputus bersalah serta mendapat pidana, disamping itu ada hal
lain yang tidak kalah penting adalah mencegah terjadinya korban kejahatan serta
mencegah pelaku untuk mengulangi kejahatannya.
Peradilan pidana dikatakan sebagai sistem karena didalam sistem tersebut
bekerja subsistem-subsistem yang mendukung jalannya peradilan pidana, yaitu
pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan pemasyarakatan terpidana
Dalam kerangka pemahaman tersebut maka kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan pemasyarakatan merupakan unsur-unsur yang membangun sistem
tersebut. Masing-masing memang berdiri sendiri dan mengerjakan pekerjaan yang
berbeda-beda, tetapi semuanya tetap merupakan unsur saja dari satu sistem, yaitu
sistem peradilan pidana, bahkan kalau sistem peradilan pidana diibaratkan mesin,
maka kita juga dapat mengatakan, bahwa masing-masing bidang itu adalah ibarat
sekrup-sekrup saja dari mesin tersebut.

Sesungguhnya proses peradilan pidana maupun sistem peradilan pidana
mengandung pengertian yang ruang lingkupnya berkaitan dengan mekanisme
peradilan pidana. Kelancaran proses peradilan pidana ditentukan oleh bekerjanya
sistem peradilan pidana. Tidak berfungsinya salah satu subsistem akan
mengganggu bekerjanya subsistem yang lain, yang pada akhirnya menghambat
bekerjanya proses peradilan.
Sistem peradilan pidana terpadu dalam KUHAP merupakan dasar bagi
terselenggaranya proses peradilan pidana yang benar-benar bekerja dengan baik
serta benar-benar memberikan perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat
tersangka, terdakwa atau terpidana sebagai manusia. Sistem peradilan pidana yang
dianut oleh KUHAP melibatkan subsistem pemeriksaan di sidang pengadilan dan
subsistem pelaksanaan putusan pengadilan. Masing-masing subsistem tersebut
dalam KUHAP dilaksanakan oleh institusi-institusi Kepolisian (subsistem
penyidikan), Kejaksaan (subsistem penuntutan), Pengadilan (subsistem
pemeriksaan sidang pengadilan), Lembaga Pemasyarakatan (subsistem
pelaksanaan putusan pengadilan).

BAB III
6


PEMBAHASAN
3.1. Wewenang Penyidik
Penyidik Mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. Menerima laporan/ pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana
b. Melakukan tindakan pertama dapa saat di tempat kejadian perkara
c. Menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan penangkapan
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
g. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka/
saksi
h. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan
perkara
i. Mengadakan penghentian penyidikan
j. Mengadakan tindakan laim menurut hokum yang ertanggung jawab
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Penyidik mempunyai
wewenwang sebagai berikut:
a. Pasal 9 KUHAP:
Penyidik dan penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
Huruf a, mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya
diseluruh wilayah Indonesia, khususnya didaerah masing-masing dimana ia
ditangkap sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
b. Pasal 14 ayat (1) Huruf g Undang-Undang Nomer 2 tahun 2002
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
pilisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua t indak
pidana sesuai dengan KUHAP dan Peraturan Perundang- Undangangan lainnya.
3.2. Peranan Polisi Sebagai Penyidik
Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.
Penyidikan adalah tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti,
untuk membuat keterangan tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangka. Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 butir (1) dan pasal 6 ayat
(1) KUHAP bahwa yang dapat dikatakan sebagai penyidik yaitu pejabat Polisi

7

Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang.
Seseorang yang ditunjuk sebagai penyidik haruslah memenuhi persyaratanpersyaratan yang mendukung tugas tersebut, seperti misalnya : mempunyai
pengetahuan, keahlian disamping syarat kepangkatan. Namun demikian KUHAP
tidak mengatur masalah tersebut secara khusus. Menurut pasal 6 ayat (2) KUHP,
syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang berwenang
menyidik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Kemudian dalam penjelasan disebutkan kepangkatan yang ditentukan dengan
Peraturan Pemerintah itu diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum dan
hakim pengadilan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 ( PP No. 27 / 1983 ) tentang Pelaksanaan KUHAP ditetapkan kepangkatan
penyidik Polri serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua. Selaku penyidik Polri
yang diangkat Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia yang dapat
melimpahkan wewenangnya pada pejabat polisi yang lain.
Tugas Polri sebagai penyidik dapat dikatakan menjangkau seluruh dunia .
Kekuasaan dan wewenangnya luar biasa penting dan sangat sulit Di Indonesia,
polisi memegang peranan utama penyidikan hukum pidana umum, yaitu
pelanggaran pasal-pasal KUHP.
Adapun mekanisme proses penyidikan tindak pidana, yaitu penerimaan
laporan/pengaduan, Pemanggilan, penagkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan dan penanganan tempat kejadian perkara.
1. Laporan/Pengaduan
Pengaduan merupakan pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seorang yang telah melakukan .
2. Pemanggilan
Pemanggilan merupakan pemberitahuan dengan surat panggilan yang sah
sesuai bentuk dan format yang sudah ditentukan sebagai bukti untuk dipergunakan
dalam kelengkapan berkas pemeriksaan perkara pelanggaran disiplin. Penyidik
yag melakukan pemeriksaan berhak memanggil tersangk /saksi yang dianggap
perlu dengan:

a) Surat panggilan yang sah
b) Menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas

8

c) Memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya pemanggilan
dengan hari seseorang itu harus memenuhi panggilan tersebut.
Orang yang dipanggil wajib datang, apabila tidak datang penyidik
memenggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa
kepadanya dan jika yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar, bahwa
tidak dapat datang, penyidik itu datang ketempatkediaman pihak yang
diperiksa.Pertimbangan, bahwa seseorang mempunyai peranan sebagai
tersangka/saksi dalam suatu tindak pidana yang telah terjadi dimana peranannya
dapat diketahui dari laporan kejadian, pengembangan hasil pemeriksaan yang
dituangkan dalam BAP, laporan hasil peyidikan, (ketentuan hukum Pasal 7 ayat
(1) huruf g, Pasal 11, Pasal 2, pasal 112 ayat (1), Pasal 113, Pasal 116 ayat (3) dan
(4), Pasal 119 KUHAP)
3. Penangkapan
Penangkapan merupakan suatu tindakan penyidik berupa tangkap sementara
waktu kebebasan tersangka/terdakwa apabila cukup bukti guna kepentingan
penyidikan/tuntutan/peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
Undang-Udang. Pertimbangan:





bahwa seseorang yang diduga keras mempunyai peranan sebagai pelaku
tindak pidana yang terjadi atas dasar adanya bukti permulaan yang cukup,
perlu segera didengan ketengangannya dan diperiksa.
Adanya permintaan dari penyidik/penyidik pembantu.
Berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah.

(ketentuan hukum Pasal 1 butir 20, Pasal 5 (1) huruf B, Pasal 7 (1) huruf D, Pasal
11, 16, 18, 19 dan 37 (1) dan (2), Pasal 17, Pasal, Pasal 102 (2) dan (3), dan Pasal
111 (1) KUHAP.
4. Penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka/terdakwa ditempat tertentu oleh
penyidik dengan penempatannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
Undang-Undang. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan pembantu
penyidik berwenang melakukan penahanan berdasarkan:
a) Dugaan keras tersangka melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukukp
b) Dikuatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak/menghlangkan barang
bukti danatau mengulangi tindak pidana.

9

c) Terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam pidana
penjara > 5 tahun dan atau melanggar Pasal-pasal tertentu.
Penyidik memberikan surat perintah penahanan yang mencantumkan
identitas tersangka dan alasan, uraian tindak pidananya dan tempat ia ditahan,
tembusan surat perintah penahanan harus diberikan kepada keluarganya,
penahanan dilakukan paling lama 20 hari, (Ketentuan hukum, Pasal 1 butir 21,
Pasal 2 (1) huruf D, Pasal 11, 20, 21, 22, 23, 24, 29, 31, dan Pasal 123 KUHAP).
5. Penggeledahan
Penggeledahan dibagi atas dua macam, penggeledahan rumah dan
penggeledahan badan. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk
memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan
tindakan pemeriksaan dan penyitaan atau penangkapan dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam Undang-Undang . Penggeledahan badan adalah tindakan
penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk
mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawahnya serta unruk
disita. Pertimbangan,




salah satu kegiatan tindak upaya paksa dalam pelaksanaan sidik tindak
pidana, tindak penggeledahan
Tindak penggeledahan dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan
bukti-bukti atau barang bukti
untuk mendahului tindakan penangkapan terhadap tersangka, menekan
peluang serangan tersangka kepada petugas.

(Ketentuan hukum Pasal 1 butir 17 dan 18, Pasal 5 (1) huruf B, Pasal 7 (1) hutuf
D, Pasal 11, 32, 33, 34, 36, dan Pasal 37 KUHAP).
6. Penyitaan
Penyitaan merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mengambikl alih
dan menyimpan dibawah pengawasannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud utuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan.
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat ijin ketuan
Pengadilan Negeri setempat, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan mendesak,
penyitaan dapat dilakukan hanya atas benda bergerak dan wajib segera
melaporkan kepada ketua pengadilan negeri guna mendapatkan persetujuan.
Penyidik juga dapat berwenan memerintahkan kepada orang yang menguasai
benda yang dapat disita untuk menyerahkan bnda tersebut kepada penyidik
hdengan pertimbangan harus diberikan surat penerimaan. Pertimbangan:

10

a) Diperlukannya barang bukti yang ada kaitannya dengan kasus atau tindak
pidana yang terjadi untuk penentuan kasus.
b) Diperlukannya persyaratan kelengkapan bukti perkara guna pembuktian
dalam proses penyidikan.
(Ketentuan Hukum Pasal 1 butir 16, Pasal 5 (1) huruf B angka 1, Pasal 7 (1) huruf
D, Pasal 14, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 128, 129, dan Pasal 131 KUHAP)
7. Penanganan Tempat Kejadian Perkara
Tempat kejadian perkara adalah sumber keterangan dan bukti penting yanng
dapatr diolah untuk prngungkapan tindak pidana yan terjadi . Tempat kejadian
perkara merupakan sumber informasi awal unuk kepentingan penyidikan tindak
pidana, karena tempat tersebut suatu waktu pernah bertemu dan berinteraksinya
antara tersangka, saksi dan korban maupun dengan tempat kejadian perkara itu
sendiri, yang akan meninggalkan jejak dan atau barang bukti. Pengolahan tempat
kejadian perkara merupakan rangkaian kegiatan proses penyidik tindak pidana,
maka pelaksanaannya harus diselaraskan dengan ketentuan undang-undang yang
berlaku.
Untuk mampu memberdayakan tempat kejadian perkara benar, menjadi
sumber informasi dalam pembuktian, diperlikan kemampuan dan menguasai
tehnik dan taktik olah tempat kejadian perkara yang tepat dan benar baik secara
yuridis maupun secara tehnis, karena tindakan hukum yang dilakukan oleh
petugas peenyidik polisi di tempat kejadian perkara adalah kegiatan yang tidak
terpisahkan dalam proses penyidikan dan merupakan langkah awal untuk dapat
mengungkapkan tindak pidana yang terjadi.
(Ketentuan hukum Pasal 7 (1) huruf B, Pasal 111 dan 111 (3) dan (4) KUHAP.
Undang-undang nomer 28 tahun 1998 Pasal 15 (1) huruf a, b, c, dan d, Pasal 16
huruf a dan b).

BAB IV
PENUTUP
11

4.1. Kesimpulan
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.
Penyidikan adalah tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan
bukti, untuk membuat keterangan tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangka.
Mekanisme proses penyidikan tindak pidana, yaitu penerimaan
laporan/pengaduan, Pemanggilan, penagkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan dan penanganan tempat kejadian perkara.
4.2. Saran
Perilaku yang menyimpang yang terjadi pada diri kepolisian terkhususnya
penyidik harus segera diselidiki dan ditindak, sehingga akan mengurangi
tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur dan Etika Kepolisian.

12